ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN/KOTA SEBELUM DAN SETELAH OTONOMI DAERAH TESIS
Oleh MHD KARYA SATYA AZHAR
077017005/Akt
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2008
MHD Karya Satya Azhar: Analisis Kerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah, 2008. USU e-Repository © 2008
ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN/KOTA SEBELUM DAN SETELAH OTONOMI DAERAH
TESIS
Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains Dalam Program Studi Ilmu Akuntansi Pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh MUHAMMAD KARYA SATYA AZHAR 077017005/Akt
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008
MHD Karya Satya Azhar: Analisis Kerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah, 2008. USU e-Repository © 2008
Judul Tesis
Nama Mahasiswa Nomor Pokok Program Studi
: ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN/KOTA SEBELUM DAN SETELAH OTONOMI DAERAH : Muhammad Karya Satya Azhar : 0770177005 : Akuntansi
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof.Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, Ak.) Ketua
Ketua Program Studi
(Erlina, SE, Msi, Phd, Ak.) Anggota
Direktur
(Prof.Dr.Ade Fatma Lubis,MAFIS,MBA,Ak) (Prof.Dr.Ir.T.Chairun Nisa B,M.Sc)
Tanggal Lulus : 27 Juni 2008
MHD Karya Satya Azhar: Analisis Kerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah, 2008. USU e-Repository © 2008
Telah Diuji pada Tanggal: 27 Juni 2008
PANITIA PENGUJI TESIS : Ketua
: Prof.Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, Ak.
Anggota
: 1. Erlina, SE, Msi, Phd, Ak. 2. Dra. Sri Mulyani, MBA, Ak. 3. Drs. Rasdianto, MSi, Ak. 4. Drs. Zainal Bahri Torong, MSi, Ak.
MHD Karya Satya Azhar: Analisis Kerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah, 2008. USU e-Repository © 2008
ABSTRAK
Implementasi otonomi daerah sebagai format kebijakan bidang pemerintahan diharapkan mampu memecahkan krisis keuangan pemerintah pusat. Sebelum era otonomi daerah diberlakukan, sumber daya keuangan pemerintahan lokal ataupun daerah tergantung pada kemampuan keuangan pusat yang dialokasikan dalam wujud tunjangan dan bantuan-bantuan keuangan untuk daerah guna membiayai pengembangan dan jabatan dalam pemerintahan daerah. Otonomi daerah bertanggung jawab dan luas diarahkan untuk memberi penyisihan dana untuk pemerintahan daerah guna mengembangkan dan mengatur daerah mereka sendiri. Dengan otonomi daerah, diharapkan pemerintahan daerah harus lebih bebas dalammengelola keuangan mereka sendiri dan lebih efisien lagi di dalam mengatur sumber daya keuangan mereka sendiri. Studi empiris ini diarahkan untuk memperoleh bukti-bukti dari perbedaan yang significant dalam pencapaian kinerja keuangan pemerintahan daerah setelah otonomi diberlakukan/diterapkan. Menggunakan sample penelitian pada pemerintahan daerah di dalam Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara, dan metode statistic untuk sample yang dipasangkan (Paired T-Test). Hasil-hasil secara umum menunjukkan keberadaan perbedaan-perbedaan penting dalam pencapaian kinerja keuangan sebelum dan setelah otonomi. Kinerja keuangan yang diukur lewat desentralisasi fiskal, upaya fiskal, dan tingkat kemampuan pembiayaan memiliki perbedaan-perbedaan, namun untuk tingkat efisiensi penggunaan anggaran tidak memiliki perbedaan yang signifikan.
Kata Kunci : Otonomi, Kinerja Keuangan
MHD Karya Satya Azhar: Analisis Kerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah, 2008. USU e-Repository © 2008
ABSTRACT
The implementation of the regional autonomy as a form of the governmental policy is expected to be able to solve the financial crisis of the central governments. Before the regional autonomy has been implemented, the financial resources of the regional or local governments depended on the ability of the central finance which was allocated in the form of subsidy and the financial aids for regional for financing the development and public services. The extensive and responsible regional autonomy is aimed to give the allowance to the regional governments to develop and manage their own region. By regional autonomy, the regional governments should be more independent on their own finance and more efficient in managing their own financial resources. This study is empirical which is aimed to obtain the proof of significant diffence on the financial performance of the regional governments after autonomy compated to before autonomy. Using the sample of the research on the regional government in Nanggroe Aceh Darussalam and North Sumatera, and the different statistical method for the paired sample (Paired T-Test). The results generally show the existences of the significant differences on the financial performance before and after autonomy. Financial performance which measured passing fiscal decentralization, fiscal effort, and level of ability of defrayal have differences, but for level of efficiencies of usage of budgets don't have difference which signifikan.
Key Words : Autonomy, Financial Performance
MHD Karya Satya Azhar: Analisis Kerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah, 2008. USU e-Repository © 2008
KATA PENGANTAR
Dengan penuh rasa syukur kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah serta bimbingan-Nya selama mengikuti perkuliahan dan menyelesaikan
tesis
ini,
yang
berjudul
”Analisis
Pengaruh
Faktor-Faktor
Fundamental Terhadap Harga Saham Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta”. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan berbagai pihak tidak mungkin tesis dapat terselesaikan. Untuk ini perkenankan penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tulus kepada : 1. Bapak Prof.Chairuddin P.Lubis, DTM&H, SpA(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada kami untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan program magister. 2. Ibu Prof.Dr.Ir.T.Chairun Nisa B, M.Sc dan Prof.Dr.Ir. Rahim Matondang selaku direktur dan pembantu direktur 1 sekolah pasca sarjana Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan kami menjadi mahasiswa program magister akuntansi pada sekolah pasca sarjana Universitas Sumatera Utara. 3. Ibu Prof.Dr.Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, Ak selaku ketua program studi Magister Ekonomi Akuntansi Sekolah Pasca Sarjana, Universitas Sumatera Utara atas kesempatan kami untuk menyelesaikan pendidikan program magister akuntansi. 4. Ibu Prof.Dr.Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, Ak dan Ibu Erlina, SE, M.Si, Phd, Ak selaku pembimbing yang telah memberikan perhatian dan dorongan melalui bimbingan dan saran dalam penyelesaian tesis ini. 5. Ibu Dra. Sri Mulyani, MBA, Ak. ,Bapak Drs.Rasdianto, M.Si, Ak, dan Bapak Drs. Zainal Bahri Torong, MSi, Ak. selaku dosen penguji. Terima kasih atas saran dan masukannya atas kesempurnaan Tesis ini. 6. Seluruh dosen dan Guru Besar pada Sekolah Pasca Sarjana Ekonomi Akuntansi.
MHD Karya Satya Azhar: Analisis Kerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah, 2008. USU e-Repository © 2008
7. Sembah sujud penulis kepada Ibunda tercinta Siti Hasanah, yang selalu memberikan semangat kepada penulis, dan Ayahanda tercinta Azhar Maksum, yang terus mendukung untuk menyelesaikan studi. Doa dan kasih sayang penulis selalu untuk ayah dan ibu. 8. Adik – adikku yang tercinta Kiki, Deni, Dedek dan Dara, terima kasih atas bantuannya pada kakanda. 9. Adinda Raisa yang tersayang terima kasih atas dukungan, bantuan dan pengertiannya selama ini kepada kakanda. 10. Terima kasih juga kepada staf administrasi Sekolah Kak Dori, Kak Yuli, Bang Dedi dan teman – teman
Pascasarjana : Bang Ari, seangkatan
di
Sekolah
Pascasarjana Ilmu Akuntansi Universitas Sumatera Utara. 11. Rekan – rekanku di Kantor Akuntan Publik Pak Pasti, Pak Zikri, Ivan, Jarot, Sri dan teman – teman lainnya yang pada kesempatan ini tidak dapat penulis cantumkan namanya satu persatu. Penulis menyadari bahwa dengan keterbatasan pengetahuan penulis, maka hasil penelitian ini masih perlu disempurnakan. Karena itu dengan segala kerendahan hati penulis memohon segala kritik dan saran demi perbaikan hasil penelitian ini. Terima kasih. Medan, 27 Juni 2008 Penulis,
Mhd.Karya Satya Azhar 0770177005
MHD Karya Satya Azhar: Analisis Kerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah, 2008. USU e-Repository © 2008
RIWAYAT HIDUP
1. NAMA
: MUHAMMAD KARYA SATYA AZHAR
2. TEMPAT / TGL LAHIR : MEDAN/17 AGUSTUS 1983 3. PEKERJAAN
: AUDITOR KANTOR AKUNTAN PUBLIK
4. AGAMA
: ISLAM
5. ORANG TUA
:
a. AYAH
: PROF.DR.AZHAR MAKSUM, SE, MEc, Acc
b. IBU
: SITI HASANAH
6. ALAMAT
: JL. KARYA BAKTI NO.109-A LINGK.VII KEL.PANGKALAN MASYHUR KEC.MEDAN JOHOR MEDAN
7. PENDIDIKAN
:
a. SD
: SD AL-AZHAR MEDAN
b. SMP
: MTs. AR-RAUDHATUL HASANAH
c. SMA
: SMU KEMALA BHAYANGKARI I MEDAN
d. S1
: UNIVERSITAS GADJAH MADA
e. PROFESI
: PENDIDIKAN PROFESI AKUNTAN USU
f. S2
: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MHD Karya Satya Azhar: Analisis Kerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah, 2008. USU e-Repository © 2008
MHD Karya Satya Azhar: Analisis Kerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah, 2008. USU e-Repository © 2008
DAFTAR TABEL
Nomor
Judul Halaman
2.1
Parameter Kinerja ....................................................................................
25
2.2
Daftar Peneliti Terdahulu.........................................................................
31
3.1
Variable Penelitian...................................................................................
36
4.1
Hasil Perhitungan Ratio Rata-rata / Periode ............................................
40
4.2
Deskriptif Statistik ...................................................................................
41
4.3
Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov untuk Desentralisasi Fiskal.........
43
4.4
Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov untuk Upaya Fiskal.....................
43
4.5
Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov untuk Kemandirian Pembiayaan.
44
4.6
Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov untuk Efisiensi Penggunaan Anggaran..................................................................................................
44
4.7
Hasil Pengujian Dengan Paired T-Test ....................................................
45
4.8
Kesimpulan atas Uji Hipotesis .................................................................
46
4.9
Kesimpulan Hipotesis ..............................................................................
47
MHD Karya Satya Azhar: Analisis Kerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah, 2008. USU e-Repository © 2008
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Judul
Halaman
2.1
Penyelesaian Persoalan Publik ............................................................... 12
2.2
Kerangka Konseptual ............................................................................. 31
MHD Karya Satya Azhar: Analisis Kerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah, 2008. USU e-Repository © 2008
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Judul
Halaman
1.
Sampel Penelitian .......................................................................................... 64
2.
Rasio Desentralisasi Fiskal Dua Periode Penelitian ...................................... 65
3.
Rasio Upaya Fiskal Dua Periode Penelitian .................................................. 66
4.
Rasio Kemampuan Pembiayaan Dua Periode Penelitian .............................. 67
5.
Rasio Efesiensi Pengeluaran Dua Periode Penelitian.................................... 68
MHD Karya Satya Azhar: Analisis Kerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah, 2008. USU e-Repository © 2008
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada awal tahun 1996 dan mencapai puncaknya pada tahun 1997 mendorong keinginan kuat dari pemerintah pusat untuk melepaskan sebahagian wewenang pengelolaan keuangan kepada daerah dan diharapkan daerah dapat membiayai kegiatan pembangunan dan pelayanan masyarakat atas dasar kemampuan keuangan sendiri. Dengan kata lain, penurunan penerimaan negara secara simultan telah mendorong timbulnya inisiatif pemberian status otonomi kepada daerah otonom sebagaimana yang telah diatur dalam UU Nomor 5 tahun 1974 sebagai sebutan bagi Pemerintahan Provinsi/Kabupaten Kota di era sebelum otonomi daerah. Untuk merealisasikan keinginan desentralisasi guna mengurangi ketergantungan daerah kepada pemerintahan pusat, maka melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang otonomi daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sampai dengan UU No.24 Tahun 2005, Pemerintahan Republik Indonesia secara resmi memberlakukan status otonomi daerah kepada daerah otonom dan mencabut UU Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah. Kebijakan desentralisasi yang tertuang dalam UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah diharapkan akan lebih memberi peluang pada perubahan kehidupan
MHD Karya Satya Azhar: Analisis Kerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah, 2008. USU e-Repository © 2008
pemerintahan daerah yang demokratis yang pada gilirannya akan meningkatkan kesejahteraan rakyat secara keseluruhan. Secara sempit, otonomi daerah berarti terjadinya pengelolaan keuangan daerah yang lebih baik dengan pemenuhan azas akuntabilitas dan transparansi. Penggunaan dana
publik
sangat
menuntut
adanya
pengelolaan
dana
daerah
yang
bertanggungjawab. Optimalisasi pengelolaan dana publik diartikan bahwa daerah dituntut menggali sumber-sumber pendapatan daerah dan mengunakan sumber daerah tersebut dengan memenuhi aspek efisiensi dan efektifitas. Adapun yang menjadi tujuan dari pengembangan otonomi daerah adalah pemberdayaan
masyarakat,
mandiri
dalam
pembiayaan
pembangunan
dan
meningkatkan peran serta masyarakat serta peningkatan pelayanan terhadap masyarakat. Selain itu bahwa otonomi daerah hadir tidak terlepas dari adanya beberapa kelemahan sistem sentralisasi kewenangan yang diatur dalam UU Nomor 5 Tahun 1974. Kelemahan yang signifikan tersebut antara lain tidak tercapainya sistem pembiayaan yang adil dan merata kepada daerah-daerah, terdapat perbedaan yang tinggi dalam kondisi dan kemampuan keuangan antar daerah dan mengurangi inisiatif daerah dalam pengembangan potensi sumber daya alamnya. Mengkaji masalah desentralisasi tidak bisa terlepas dari masalah sentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan publik. Menurut Miewald
dan
Pamudji
“Sentralisasi
dan
desentralisasi
di
dalam
proses
penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan publik, pada dasarnya berkenaan dengan “delegation of authority” yang dapat diukur dari sejauh mana unit-
MHD Karya Satya Azhar: Analisis Kerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah, 2008. USU e-Repository © 2008
unit bawahan memiliki wewenang dan tanggung jawab di dalam proses pengambilan keputusan” (Widodo, 2001). Menurut Pide “Desentralisasi pada dasarnya adalah pelimpahan atau penyerahan kekuasaan atau wewenang di bidang tertentu secara vertikal
dari
sebuah
institusi/lembaga/fungsionaris
sehingga
yang
diserahi/dilimpahkan kekuasaan atau wewenang tersebut itu berhak bertindak atas nama sendiri dan atas urusan tertentu tersebut” (Widodo, 2000). Otonomi daerah sebagai suatu kebijakan publik dari pemerintahan pusat dalam bentuk regulasi bukanlah suatu cara yang menjamin adanya peningkatan kemampuan pembiayaan daerah dan tingkat desentralisasi fiscal serta menjamin adanya kehematan dalam pengelolaan belanja bila regulasi yang dikeluarkan tidak secara tegas dan transparan mampu mengatur seluruh aspek pengelolaan keuangan. Otonomi diartikan pula sebagai suatu sistem di mana bagian-bagian tugas negara diserahkan penyelenggaraannya kepada organ mandiri. Organ mandiri ini wajib atau berwewenang melakukan tugasnya atas inisiatif dan kebijakan sendiri. Ciri yang penting bagi organ yang di desentralisasi ialah, mempunyai sumber-sumber keuangan sendiri untuk membiayai pelaksanaan tugasnya. Menurut The Liang Gie “Otonomi Daerah adalah pelimpahan wewenang dari pemerintahan pusat kepada satuan-satuan organisasi pemerintahan untuk menyelenggarakan segenap kepentingan setempat dari sekelompok penduduk yang mendiami suatu wilayah” (Widodo, 2001). Satuan organisasi berikut wilayahnya disebut “daerah otonom”, wewenang untuk menyelenggarakan segenap kepentingan setempat tersebut berikut kewajiban, tugas dan tanggung jawabnya tercakup dalam istilah “pemerintahan daerah”. Desentralisasi
MHD Karya Satya Azhar: Analisis Kerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah, 2008. USU e-Repository © 2008
diartikan pula sebagai pemerintahan sendiri, atau hak atau pula kekuasaan untuk memerintah sendiri. Bergulirnya otonomi daerah yang dimulai dengan lahirnya UU Nomor 22 Tahun 1999 tentunya membawa konsekuensi terhadap pembiayaan daerah. Dengan diberlakukannya otonomi daerah maka terdapat dua aspek kinerja keuangan yang dituntut agar lebih baik dibanding dengan era sebelum otonomi daerah. Aspek pertama adalah bahwa daerah diberi kewenangan mengurus pembiayaan daerah dengan kekuatan utama pada kemampuan pendapatan asli daerah (desentralisasi fiscal). Aspek kedua yaitu di sisi manajemen pengeluaran daerah, bahwa pengelolaan keuangan daerah harus lebih akuntabel dan transparan tentunya menuntut daerah agar lebih efisien dan efektif dalam pengeluaran daerah. Kedua aspek tersebut dapat juga disebut sebagai financing reform. Financing Reform merupakan bagian integral dari reformasi pengelolaan keuangan daerah. Reformasi ini dilaksanakan melalui regulasi/ketentuan/instrumen keuangan daerah. Instrumen yang mengatur penerimaan daerah adalah UU Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak dan Retribusi Daerah yang diikuti dengan peraturan pelaksana berupa Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 65 dan PP Nomor 66 Tahun 2001. Dibidang pengeluaran daerah, telah dikeluarkan PP Nomor 105, PP Nomor 106, PP Nomor 107, PP Nomor 108 dan PP Nomor 109 serta Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002. Reformasi pengelolaan keuangan daerah sendiri diawali dengan adanya tuntutan terwujudnya pemerintahan yang baik (good governance). Guna mewujudkan
MHD Karya Satya Azhar: Analisis Kerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah, 2008. USU e-Repository © 2008
pemerintahan yang baik, diperlukan reformasi kelembagaan dan reformasi manajemen sektor publik. “Reformasi manajemen sektor publik harus dan sangat ditentukan oleh reformasi di bidang pengelolaan keuangan daerah” (Mardiasmo, 2002). Reformasi pengelolaan keuangan daerah meliputi : a) Financing Reform b) Budget Reform c) Accounting Reform d) Audit Reform Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk meneliti dan mengambil judul “Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah” dengan maksud untuk melanjutkan penelitian sebelumnya melalui pengembangan parameter/tolok ukur kinerja keuangan tidak hanya di bidang penerimaan/pendapatan daerah tetapi juga dibidang pengeluaran. Penelitian ini merupakan replika dari tulisan yang pernah dibuat oleh saudara Eriadi, namun penulis mencoba mengembangkannya dengan memperluas sampel dan menambah alat ukur kinerja keuangannya.
2. Batasan Penelitian 1. Batasan Waktu Penelitian ini mengambil batasan periode waktu Tahun Anggaran 1998/1999 s/d Tahun Anggaran 2005 kecuali tahun anggaran 2000 karena dianggap pada masa ini terjadi perubahan ke arah otonomi daerah. Penetapan batasan waktu
MHD Karya Satya Azhar: Analisis Kerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah, 2008. USU e-Repository © 2008
dimulai pada tahun anggaran 1998/1999 karena dianggap bahwa periode tersebut merupakan titik awal perubahan periode sebelum dilaksanakannya otonomi daerah. Penetapan batasan akhir waktu penelitian pada tahun anggaran 2005 karena
dianggap
bahwa
periode
tersebut
merupakan
periode
setelah
diberlakukannya otonomi daerah dan dilaksanakan diberbagai instrumen pengelolaan keuangan daerah di bidang pendapatan maupun pengeluaran menggantikan ketentuan sebelumnya sesuai azas otonomi daerah. Tahun Anggaran 2000 tidak dijadikan sampel mengingat pada periode anggaran tersebut dianggap sebagai masa peralihan dari non otonomi ke arah otonomi daerah. 2. Batasan Daerah Daerah penelitian mencakup Pemerintahan Kabupaten/Kota di wilayah Sumatera Bagian Utara yang meliputi Pemerintahan Kabupaten/Kota di Nangroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara. 3. Batasan Aspek Bidang kajian dalam penelitian ini seluruhnya terkait dengan manajemen keuangan khususnya keuangan sektor publik dengan penekanan pada analisis perbandingan kinerja keuangan pemerintah daerah setelah diberlakukannya otonomi daerah dan hasilnya dibandingkan dengan kinerja keuangan pemerintah daerah sebelum otonomi dengan mempertimbangakan aspek perubahan regulasi keuangan daerah. Kinerja keuangan pemerintah daerah dalam penelitian ini memuat indikator /rasio keuangan sektor publik. Rasio keuangan tersebut akan mengukur kemampuan sumber daya keuangan
(Pendapatan Daerah) dan
MHD Karya Satya Azhar: Analisis Kerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah, 2008. USU e-Repository © 2008
kemampuan pengelolaan pengeluaran (Belanja Daerah) yang ditetapkan berdasarkan
ketentuan/perundangan
yang
berlaku
dan
hasil
penelitian
sebelumnya. Rasio keuangan dimaksud diambil dari unsur laporan keuangan dan pertanggungjawaban keuangan yaitu berupa Laporan Realisasi Anggaran (Perhitungan APBD). 4. Batasan Lain Merupakan batasan yang bersifat teknis yakni menyangkut waktu, biaya dan tenaga. Penelitian ini hanya menggunakan data sekunder yang bersifat kuantitatif dalam melakukan analisis.
3. Perumusan Masalah Dari penelitian ini akan diformulasikan beberapa masalah antara lain sebagai berikut : 1) Apakah terdapat perbedaan antara kinerja keuangan pemerintahan daerah dalam bentuk desentralisasi fiscal sebelum otonomi daerah dibandingkan setelah otonomi daerah? 2) Apakah terdapat perbedaan antara kinerja keuangan pemerintahan daerah dalam bentuk upaya fiskal antara periode sebelum otonomi daerah dibandingkan setelah otonomi daerah? 3) Apakah terdapat perbedaan antara kinerja keuangan pemerintahan daerah dalam bentuk kemampuan pembiayaan antara periode sebelum otonomi daerah dibandingkan setelah otonomi daerah?
MHD Karya Satya Azhar: Analisis Kerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah, 2008. USU e-Repository © 2008
4) Apakah terdapat perbedaan antara kinerja keuangan pemerintahan daerah dalam bentuk kinerja pengeluaran (efisiensi penggunaan anggaran) antara periode sebelum otonomi daerah dibandingkan setelah otonomi daerah?
4. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh : 1) Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan antara kinerja keuangan pemerintahan daerah dalam bentuk desentralisasi fiscal sebelum otonomi daerah dibandingkan setelah otonomi daerah. 2) Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan antara kinerja keuangan pemerintahan daerah dalam bentuk upaya fiskal antara periode sebelum otonomi daerah dibandingkan setelah otonomi daerah. 3) Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan antara kinerja keuangan pemerintahan daerah dalam bentuk kemampuan pembiayaan antara periode sebelum otonomi daerah dibandingkan setelah otonomi daerah. 4) Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan antara kinerja keuangan pemerintahan
daerah
dalam
bentuk
kinerja
pengeluaran
(efisiensi
penggunaan anggaran) antara periode sebelum otonomi daerah dibandingkan setelah otonomi daerah.
MHD Karya Satya Azhar: Analisis Kerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah, 2008. USU e-Repository © 2008
5. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan untuk diperoleh dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.
Memberikan informasi data empiris mengenai ada tidaknya perbedaan antara kinerja keuangan pemerintahan daerah sebelum dan setelah otonomi daerah.
2.
Memberikan informasi kepada publik sebagai wujud akuntabilitas penggelolaan dana publik oleh pemerintahan daerah di era otonomi daerah.
3.
Memberikan sumbangan wawasan terhadap penelitian akuntansi yang berhubungan dengan kinerja keuangan sektor publik.
4.
Bagi penulis, penelitian ini merupakan pelatihan intelektual yang diharapkan mampu meningkatkan pemahaman terkait dengan akuntansi sektor publik dewasa ini.
MHD Karya Satya Azhar: Analisis Kerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah, 2008. USU e-Repository © 2008
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 1. Tinjauan Pustaka 1.1 Teori Otonomi Daerah Otonomi daerah secara umum diartikan sebagai pemberian kewenangan oleh pemerintahan pusat kepada pemerintahan daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam UU No 22 Tahun 1999 sebagai titik awal pelaksanaan otonomi daerah maka Pemerintahan Pusat menyerahkan sebagian kewenangan kepada Pemerintahan Provinsi dan Kabupaten Kota untuk mengambil tanggung jawab yang lebih besar dalam pelayanan umum kepada masyarakat setempat. Untuk menjamin proses desentralisasi berlangsung dan berkesinambungan, pada prinsipnya acuan dasar dari otonomi daerah telah diwujudkan melalui diberlakukannya UU No 22 Tahun 1999 dan UU Nomor 25 Tahun 1999 serta regulasi pelaksanaan berupa Peraturan Pemerintah No 104 sampai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 110 Tahun 2000 yang berlaku efektif 1 Januari 2001. Hal yang mendasar dalam UU ini adalah adanya kebijakan publik yang kuat untuk mendorong pemberdayaan masyarakat, pengembangan prakarsa, dan kreativitas, peningkatan peran serta masyarakat dan peningkatan manajemen pengelolaan dana daerah. Arahan yang diberikan oleh undang-
MHD Karya Satya Azhar: Analisis Kerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah, 2008. USU e-Repository © 2008
undang ini sudah sangat baik. Tetapi apakah ia dapat mewujudkan pemerintahan daerah otonom yang efesien, efektif, transparan dan akuntabel. Hasil yang diinginkan terkait dengan ketaatan penerapan dan kesesuaian isi pokok-pokok aturan dengan kondisi daerah otonom lain yaitu: 1.
Di Bidang Pendapatan, UU No 34 Tahun 2000 tentang Pajak dan Retribusi Daerah sebagai pengganti UU No 18 Tahun 1997 (sebelum otonomi) sekaligus dengan PP No 65 dan 66 Tahun 2000 sebagai peraturan pelaksana apakah mampu mendorong daerah mengoptimalkan semua potensi dan memberi kewenangan lebih luas bagi daerah untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah;
2.
Di Bidang Belanja, Peraturan Pemerintahan No 104 s.d 110 merupakan regulasi pengelolaan belanja daerah. Apakah regulasi ini sebagai peraturan pelaksana mampu meningkatkan kinerja keuangan daerah dalam bentuk pencapaian efisiensi dan efektifitas belanja daerah. Chandler dan Pleno berpendapat bahwa “Kebijakan publik adalah
pemanfaatan yang strategis terhadap sumber daya yang ada untuk memecahkan masalah-masalah publik atau pemerintahan” (Tangkilisan, 2003). Anderson menyatakan bahwa : “Kebijakan publik sebagai kebijakan yang dibangun oleh badan dan pejabat pemerintahan dimana implikasi dari kebijakan tersebut adalah: 1. Kebijakan publik selalu memiliki tujuan tertentu atau mempunyai tindakan yang berorientasi pada tujuan; 2. Kebijakan publik berisi tindakan-tindakan pemerintah; 3. Kebijakan publik merupakan apa yang benar-benar dilakukan pemerintah;
MHD Karya Satya Azhar: Analisis Kerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah, 2008. USU e-Repository © 2008
4. Kebijakan publik yang diambil dapat bersifat positif dalam arti merupakan tindakan pemerintah mengenai segala sesuatu masalah tertentu atau bersifat negatif dalam arti merupakan keputusan pemerintahan untuk tidak melakukan sesuatu; 5. Kebijakan pemerintah setidak-tidaknya dalam arti yang positif didasarkan pada peraturan perundangan yang bersifat mengikat dan memaksa” (Tangkilisan, 2003). Dunn mengemukakan bahwa terdapat lima tahapan penyelesaian persoalan publik yang dapat digambarkan sebagai berikut (Tangkilisan, 2003):
Policy Setting
Policy Formulation
Policy Adoption
Policy Implementation
Policy Assesment Gambar 2.1. penyelesaian Persoalan Publik Reformasi pembiayaan melalui perubahan regulasi merupakan salah satu bentuk kebijakan publik dalam upaya mengganti pendekatan manajemen pendapatan dan belanja melalui pengaturan kembali ketentuan yang ada dalam pengelolaan biaya. Berdasarkan definisi Anderson “Penerapan reformasi pembiayaan berarti bahwa Pemerintahan telah melakukan pengaturan
MHD Karya Satya Azhar: Analisis Kerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah, 2008. USU e-Repository © 2008
pengelolaan sumberdaya melalui penetapan peraturan (regulasi) dengan tujuan agar pengelolaan pendapatan dan belanja daerah oleh pemerintahan daerah lebih baik dari sebelumnya”( Tangkilisan, 2003). Menurut Patton dan Sawicki bahwa “Tahap implementasi berkaitan dengan berbagai kegiatan yang diarahkan untuk merealisasikan program, dimana pada posisi ini ekskutif (pemerintahan daerah) mengatur cara-cara untuk menerapkan kebijakan (dalam bentuk regulasi) sehingga mampu mengatur secara efektif dan efisien sumber daya, unit-unit teknis dan prosedur yang dapat mendukung pelaksanaan program”( Tangkilisan, 2003). Jadi tahap implementasi merupakan peristiwa yang berhubungan dengan apa yang terjadi setelah perundangan ditetapkan dengan memberikan otoritas pada suatu kebijakan dengan membentuk output yang jelas dan dapat diukur. Perubahan paradigma pembiayaan APBD oleh Pemerintahan melalui regulasi sesungguhnya memiliki keterkaitan dengan beberapa teori dan penelitian tentang pengelolaan biaya yang hampir relevan dengan apa yang dimaksud reformasi pembiayaan adalah apa yang dikemukakan oleh Ronald W. Hilton. Pengelolaan Biaya (cost management) mencakup dua aspek, pertama adalah bahwa secara filosofi pengelolaan biaya adalah suatu pengembangan organisasi karena secara terus menerus memberikan dan menawarkan ide bagi organisasi untuk menemukan cara pengambilan keputusan yang benar untuk meningkatkan pelanggan dan mengurangi biaya. Aspek kedua yaitu bahwa secara sikap atau kebijakan, pengelolaan biaya harus seluruhnya dihasilkan dari suatu keputusan manajemen. Bila dikaitkan dengan tata pemerintahan
MHD Karya Satya Azhar: Analisis Kerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah, 2008. USU e-Repository © 2008
khususnya di daerah, maka pengelolaan biaya yang paling relevan adalah menghasilkan aturan/kebijakan tertulis melalui suatu regulasi di bidang penerimaan atau regulasi di bidang pengeluaran. Melalui otonomi daerah diharapkan daerah akan lebih mandiri dalam menentukan seluruh kegiatan. Pemerintahan daerah diharapkan mampu memainkan peranan dalam membuka peluang memajukan daerah dengan menumbuh kembangkan seluruh potensi sumber pendapatan daerah dan mampu menetapkan belanja daerah secara wajar,
efisien
dan
efektif
termasuk
kemampuan
perangkat
daerah
meningkatkan kinerja. Secara umum ada lima aspek yang dipersiapkan dalam pengaturan perubahan otonomi daerah yaitu: 1. Pengaturan Kewenangan; 2. Pengaturan Kelembagaan; 3. Pengaturan Personil; 4. Pengaturan Asset dan Dokumen; 5. Pengaturan Keuangan. Dalam penulisan ini, aspek pengaturan kewenangan terutama terhadap pengelolaan belanja daerah dan pendapatan daerah serta pengaturan keuangan terutama pengaturan pajak dan retribusi daerah serta pengaturan dana perimbangan sebagai kekuatan utama otonomi daerah adalah lingkup kajian nantinya dalam pembahasan.
MHD Karya Satya Azhar: Analisis Kerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah, 2008. USU e-Repository © 2008
1.2 Gambaran Pengelolaan Keuangan Era sebelum Otonomi Daerah Sejak Repelita I Tahun 1967 sampai dengan pertengahan Repelita IV Tahun 1999, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah di Indonesia disusun menurut tahun anggaran yang dimulai pada tanggal 1 April dan berakhir 31 Maret tahun berikutnya. Bentuk dan susunan APBD yang ada sama dengan bentuk dan susunan APBN hanya saja sebutan untuk pos-pos pendapatan dan belanja berbeda. Menurut UU Nomor 5 Tahun 1974, sumber pembiayaan daerah sangat didominasi oleh bantuan keuangan dari pemerintahan pusat. Bantuan keuangan dimaksud dapat dibagi dalam dua kategori yaitu pendapatan yang diserahkan kepada pemerintahan daerah dan subsidi kepada pemerintahan daerah. Dalam pasal 55 Undang-Undang tersebut disebutkan tentang sumber pendapatan daerah otonom yaitu: 1.
Pendapatan Asli Daerah Sendiri (PADS) yang terdiri dari beberapa pos pendapatan yaitu pajak daerah, retribusi daerah, bagian laba usaha daerah dan lain-lain pendapatan yang sah;
2.
Pendapatan yang berasal dari pemberian pemerintahan pusat yang terdiri dari sumbangan pemerintahan pusat serta subsidi rutin dan pembangunan. Istilah subsidi daerah otonom sebagai bagian dari bantuan pemerintahan pusat terus mengalami perubahan istilah disesuaikan dengan sasaran pemberian bantuan. Terakhir sebelum otonomi daerah digunakan istilah Dana Rutin Daerah dan Dana Pembangunan Daerah;
MHD Karya Satya Azhar: Analisis Kerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah, 2008. USU e-Repository © 2008
3.
Lain-lain penerimaan yang sah;
4.
Penerimaan pembangunan sebagai komponen penerimaan yang bersumber dari pinjaman yang dilakukan pemerintahan daerah;
5.
Dana sektoral, jenis dana ini tidak termuat dalam APBD namun masih merupakan jenis penerimaan daerah dalam bentuk bantuan dari pemerintahan pusat untuk membantu pembangunan sarana dan prasarana yang pelaksanaannya dilakukan oleh dinas provinsi. Dari uraian diatas, diketahui bahwa sebelum adanya Undang-Undang
Otonomi Daerah yang ditandai dengan hadirnya UU Nomor 22 dan 25 Tahun 1999, ternyata sistem penatausahaan pembiayaan daerah sudah menerapkan konsep perimbangan keuangan antara pemerintahan pusat dan daerah tetapi belum didasarkan pada konstribusi setiap daerah dalam hal pendapatan yang diperoleh dari sumber daya alam yang dieksploitasi. Di sisi pengeluaran daerah, pengaturan belanja diatur melalui Peraturan Pemerintahan Nomor 5 Tahun 1975 dan Nomor 6 Tahun 1975 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 1994 Jo. Tahun 1996 yang mengatur tentang tata cara penyusunan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Beberapa karakteristik pengelolaan belanja daerah di era sebelum otonomi daerah dengan alat pengatur berupa regulasi tersebut diatas, dapat dikemukakan sebagai berikut: a.
Pengeluaran rutin terdiri dari belanja pegawai, belanja barang dan jasa, belanja pemeliharaan, belanja perjalanan dinas, belanja angsuran,
MHD Karya Satya Azhar: Analisis Kerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah, 2008. USU e-Repository © 2008
sumbangan dan bantuan, pengeluaran tidak termasuk bagian lain serta pengeluaran tidak tersangka; b.
Belanja pembangunan merupakan belanja yang dialokasikan untuk membiayai pekerjaan baik fisik maupun non fisik;
c.
Dalam
jenis
belanja
rutin
berupa
belanja
barang/jasa,
belanja
pemeliharaan dan perjalanan dinas terdiri dari sub jenis pengeluaran yang tertera dengan sistem digit. Namun dalam pelaksanaannya, setiap jenis belanja tersebut memiliki digit penutup dengan sebutan pengeluaran lainlain yang tidak jelas pemanfaatan dan pertanggungjawabannya seperti belanja barang lain-lain, pemeliharaan lain-lain dan perjalanan dinas lainlain; d.
Masih dalam komposisi belanja rutin, terdapat belanja dengan sebutan pengeluaran tidak termasuk bagian lain dan pengeluaran tidak tersangka yang tidak jelas tujuan penggunaan dan pertanggungjawabannya. Prosedur pencairan pengeluaran ini ditentukan oleh kebijakan Kepala Daerah masing-masing;
e.
Pembiayaan belanja rutin didanai dari kemampuan PAD, dan belanja pembangunan didanai dari subsidi pemerintahan pusat;
f.
Belanja pembangunan terdiri dari pekerjaan fisik dan non fisik. Dan terhadap pekerjaan non fisik, sangat sulit diukur tingkat manfaat dan pencapaian sasaran serta pertanggungjawabannya seringkali tidak didukung bukti pengeluaran yang memadai.
MHD Karya Satya Azhar: Analisis Kerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah, 2008. USU e-Repository © 2008
1.3. A.
Gambaran Pengelolaan Keuangan Era setelah Otonomi Daerah Reformasi Pengelolaan Keuangan Daerah Salah satu aspek dari pemerintahan daerah yang harus diatur adalah
masalah pengelolaan keuangan daerah dan anggaran daerah. Dalam upaya pemberdayaan pemerintahan daerah, maka perspektif perubahan yang diinginkan dalam pengelolaan keuangan daerah di masa otonomi daerah dan anggaran daerah adalah: a.
Pengelolaan keuangan daerah harus bertumpu pada kepentingan publik, hal ini tidak saja terlihat dari besarnya porsi penganggaran untuk kepentingan publik, tetapi pada besarnya partisipasi masyarakat dalam perencanaan pelaksanaan dan pengawasan keuangan daerah;
b.
Kejelasan tentang misi pengelolaan keuangan daerah dan anggaran daerah pada khususnya;
c.
Desentralisasi pengelolaan keuangan dan kejelasan peran serta partisipasi yang terkait dengan pengelolaan anggaran seperti DPRD, Kepala Daerah, Sekretariat Daerah dan Perangkat Daerah Lainnya;
d.
Kerangka hukum dan administrasi bagi pembiayaan, investasi dan pengelolaan uang daerah berdasarkan kaidah mekanisme pasar;
e.
Kejelasan aturan tentang pengeluaran operasional lain-lain yang tidak jelas akuntabilitas;
f.
Prinsip anggaran dan kejelasan larangan pengaturan alokasi anggaran diluar yang ditetapkan dalam strategi dan prioritas APBD;
MHD Karya Satya Azhar: Analisis Kerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah, 2008. USU e-Repository © 2008
B.
Public Financing Reform Hadirnya otonomi daerah yang dimulai dengan hadirnya UU Nomor
22 Tahun 1999 tentunya membawa konsekuensi terhadap pembiayaan daerah. Sebelum era otonomi daerah, hampir sebagian besar pemerintahan provinsi, Kabupaten dan Kota se-Indonesia memperoleh sumber-sumber pendapatan yang berasal dari bagi hasil Pemerintahan Pusat. Dengan otonomi terdapat dua aspek kinerja keuangan yang dituntut agar lebih baik dibanding dengan era sebelum otonomi daerah. Aspek pertama adalah bahwa daerah diberi kewenangan mengurus pembiayaan daerah dengan kekuatan utama pada kemampuan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Kehadiran UU Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pendapatan Pajak dan Retribusi Daerah serta peraturan pelaksanaannya adalah momentum dimulainya pengelolaan sumber-sumber pendapatan daerah secara penuh (desentralisasi fiskal). Aspek kedua yaitu disisi manajemen pengeluaran daerah, sesuai azas otonomi daerah bahwa pengelolaan keuangan daerah harus lebih akuntabel dan transparan tentunya menuntut daerah agar lebih efisien dan efektif dalam pengeluaran daerah. Kedua aspek tersebut dapat disebut sebagai Reformasi Pembiayaan (Mardiasmo, 2002) Reformasi manajemen sektor publik terkait dengan perlunya digunakan model manajemen pemerintahan yang baru yang sesuai dengan tuntutan perkembangan jaman, karena perubahan ini tidak hanya perubahan paradigma, namun juga perubahan manajemen. Model manajemen yang cukup populer
MHD Karya Satya Azhar: Analisis Kerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah, 2008. USU e-Repository © 2008
misalnya adalah New Public Management yang mulai dikenal tahun 1980-an dan populer tahun 1990-an yang mengalami beberapa bentuk konsep “manageralism”, “market based public administrator”, dan lain sebagainya. Manajemen sektor publik berorientasi kinerja, bukan berorientasi pada kebijakan yang membawa konsekuensi pada perubahan pendekatan anggaran yang selama ini dikenal dengan pendekatan anggaran tradisional (traditional budget) menjadi penganggaran berbasis kinerja (performance budget), tuntutan melakukan efisiensi, optimalisasi pendapatan, pemangkasan biaya (cost cutting) dan kompetisi tender (compulsory competitive tendering contract) C.
Struktur Keuangan Daerah Dimulai sejak Tahun Anggaran 2001 sampai saat ini, Pendapatan dan
Belanja Daerah di Indonesia disusun menurut tahun anggaran yang dimulai pada tanggal 1 Januari dan berakhir 31 Desember. Bentuk dan susunan APBD yang ada berbeda dengan susunan APBD dalam era sebelum otonomi daerah. Akan tetapi perubahan komposisi dan struktur APBD tidak merubah maksud dari unsur APBD itu sama sekali. Di bidang Penerimaan Daerah, menurut UU Nomor 25 Tahun 1999 dan UU Nomor 34 Tahun 2000, sumber penerimaan daerah yaitu: a.
Pendapatan Asli Daerah yang terdiri dari beberapa pos pendapatan yaitu pajak daerah, retribusi daerah, bagian laba usaha daerah dan lain-lain pendapatan yang sah;
MHD Karya Satya Azhar: Analisis Kerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah, 2008. USU e-Repository © 2008
b.
Dana perimbangan antara Pemerintahan Pusat dan Daerah yang mencakup Pendapatan Bagi Hasil Pajak Bukan Pajak, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus;
c.
Pinjaman Daerah dan Bagian Sisa Perhitungan APBD Tahun Lalu yang dahulu merupakan bagian komponen Penerimaan Daerah maka dalam regulasi di era otonom hal tersebut bukan merupakan bagian Penerimaan Daerah melainkan bagian dari Pembiayaan Daerah;
d.
Lain-lain penerimaan yang sah;
e.
Besarnya Dana Perimbangan sangat ditentukan dari potensi sumber daya alam hasil pertambangan dan hasil hutan lainnya;
f.
Pendapatan Asli Daerah berupa pajak pemanfaatan air permukaan dan air bawah tanah yang semula merupakan penerimaan daerah tingkat II maka setelah otonomi daerah, pajak ini diserahkan kembali kepada tingkat I. Disisi pengeluaran daerah, pengaturan belanja diatur melalui Peraturan
Pemerintahan Nomor 105 s.d PP Nomor 110 Tahun 2000 yang mengatur tentang tata cara penyusunan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah termasuk kedudukan keuangan Kepala Daerah dan DPRD. Beberapa karakteristik pengelolaan belanja daerah di era setelah otonomi daerah dengan alat pengatur berupa regulasi tersebut di atas, dapat dikemukakan sebagai berikut:
MHD Karya Satya Azhar: Analisis Kerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah, 2008. USU e-Repository © 2008
1.
Pengeluaran rutin terdiri dari belanja administrasi umum, dan belanja operasi pemeliharaan.
2.
Belanja pembangunan merupakan belanja yang dialokasikan untuk membiayai pekerjaan fisik dan disebut sebagai bahan modal;
3.
Selain belanja dimaksud terdapat belanja bagi hasil dan bantuan keuangan yang terbentuk dari pengeluaran tidak termasuk bagian lain dan bantuan keuangan (sebelum otonomi daerah) serta pengeluaran tidak tersangka dengan istilah dan maksud yang sama seperti sebelum otonomi daerah.
4.
Pembiayaan belanja rutin didanai dari kemampuan PAD, dan belanja pembangunan didanai dari Dana Perimbangan/Bagi hasil pajak dan bukan pajak.
1.4.
Regulasi Keuangan Daerah dan Kaitan terhadap Kinerja Penerimaan Daerah Dalam pembahasan ini, lingkup dari regulasi pengelolaan penerimaan
daerah mencakup UU Nomor 34 Tahun 2000 sebagai pengganti UU No 18 Tahun 1997 dan Peraturan Pelaksana berupa PP No 65 dan 66 Tahun 2001 serta UU No 25 Tahun 1999. Secara umum, maksud regulasi tersebut disusun/ditetapkan dan dilaksanakan adalah: 1. Agar terjadi peningkatan penerimaan daerah yang bersumber dari Pendapatan Asli Daerah dan Dana Perimbangan. Permintaan adanya
MHD Karya Satya Azhar: Analisis Kerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah, 2008. USU e-Repository © 2008
pembagian Sumber Daya Alam yang lebih adil sesuai potensi daerah dan mengurangi upaya monopoli pusat terhadap pembagian sumber daya alam daerah menyebabkan lahirnya UU 22 Tahun 1999 yang diikuti dengan UU No 25 Tahun 1999; 2. Jumlah pendapatan yang dianggarkan dalam APBD merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan. Penerimaan daerah adalah semua komponen pendapatan menurut struktur APBD yang terdiri dari pendapatan asli daerah, dana perimbangan dan lain-lain penerimaan daerah yang sah. Bahwa besarnya target yang akan dicapai merupakan hasil analisa dan kajian yang mendalam dari setiap potensi pajak dan retribusi dengan memperhatikan tingkat kemampuan pembiayaan dalam pengelolaan pendapatan dimaksud serta kesiapan perangkat daerah yang mengelola pendapatan (upaya fiskal); 3. Desentralisasi fiskal sebagai wujud dari hadirnya regulasi tadi nantinya diharapkan akan lebih menumbuhkembangkan penerimaan daerah; 4. UU Nomor 34 Tahun 2000 sebagai pengganti UU No 18 Tahun 1997 tentang pajak dan retribusi daerah, menghendaki pelaksanaan otonomi daerah yang seluas-luasnya dan dijabarkan dalam konteks kemampuan untuk
menggali,
mengelola
dan
mengalokasikan
serta
mempertanggungjawabkan secara sungguh-sungguh semua sumber daya daerah khususnya dana publik;
MHD Karya Satya Azhar: Analisis Kerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah, 2008. USU e-Repository © 2008
5. Penyerahan kembali beberapa jenis pajak yang pernah menjadi komponen pendapatan kabupaten/kota saat UU No 18 Tahun 1997 berlaku dan belum diganti dengan UU No 34 Tahun 2000, akan mendorong Pemerintahan Kabupaten/Kota untuk menggali Potensi Pendapatan Asli Daerah menutupi penyerahan beberapa pajak daerah yang diserahkan ke Provinsi. Di samping itu, hadirnya regulasi tadi akan berimplikasi terutama terhadap kinerja di bidang keuangan daerah. Berikut diuraikan beberapa pengaturan dalam otonomi daerah yang terkait dengan peningkatan kinerja keuangan dan dapat dilihat pada tabel 1. Parameter Kinerja: 1.5. Kinerja Keuangan Pemerintahan Daerah Kinerja (Performance) dapat diartikan sebagai aktivitas terukur dari suatu entitas selama periode tertentu sebagai bagian dari ukuran keberhasilan pekerjaan. Performance Measurement atau pengukuran kinerja menurut kamus yang sama diartikan sebagai suatu indikator keuangan atau non keuangan dari suatu pekerjaan yang dilaksanakan atau hasil yang dicapai dari suatu aktivitas, suatu proses atau suatu unit organisasi.
MHD Karya Satya Azhar: Analisis Kerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah, 2008. USU e-Repository © 2008
Tabel 2.1. Parameter Kinerja No 1
2
3
4
Parameter Pokok-pokok aturan keuangan daerah setelah otonomi kinerja daerah Desentrali a. Pengaturan adanya tambahan penerimaan daerah dari PPh sasi fiscal orang pribadi kepada Daerah lebih memperbesar peluang bertambahnya penerimaan daerah; b. Adanya kenaikan persentase dan penetapan batasan terendah atas Penerimaan Bagi Hasil Pajak yang merupakan hak Kabupaten/Kota yang dikelola Provinsi; c. Besarnya Dana Alokasi Umum sebagai bagian dari Dana Perimbangan yang diterima daerah ditentukan dengan memperhatikan potensi daerah seperti PAD, PBB, dan BPHTB. Upaya Ketegasan cakupan wilayah objek pajak yang dapat membantu Fiskal pemda dalam menentukan potensi riil penerimaan pajak dan menghindari sengketa objek pajak dengan pemda lainnya. Kemampu a. Undang-undang 34 Tahun 2000 mendukung eksitensi an Pendapatan Asli Daerah sebagai sumber pendapatan daerah Pembiaya yang bersumber dari wilayah daerah sendiri dan dipungut di an daerah sendiri; b. Pengertian wajib pajak badan dalam UU ini lebih luas dari sekedar yang diatur sebelumnya termasuk organisasi massa dan organisasi sosial politik akan memperbesar penggalian potensi penerimaan pajak bagi pemerintahan daerah; c. Peralihan sebagian jenis parkir dari retribusi menjadi pajak sehingga penetapan lebih jelas; d. Jasa dalam retribusi daerah merupakan kewenangan Daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi; e. Retribusi dapat dipungut secara efektif dan efisien, serta merupakan salah satu sumber pendapatan Daerah yang potensial; f. Perizinan dalam retribusi termasuk kewenangan yang diserahkan kepada Daerah dalam rangka asas desentralisasi. Efisiensi a. Jumlah belanja daerah yang dianggarkan dalam APBD Pengguna merupakan batas tertinggi untuk setiap jenis belanja. an b. Daerah dapat membentuk dana cadangan dari penerimaan Anggaran daerah, kecuali dana alokasi khusus dan pinjaman daerah. c. Pemda dapat menempatkan dana dalam bentuk deposito sepanjang tidak mengganggu likuiditas pengeluaran daerah.
MHD Karya Satya Azhar: Analisis Kerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah, 2008. USU e-Repository © 2008
Dalam penelitian ini, istilah yang penulis maksudkan tentang Kinerja Keuangan Pemerintahan Daerah adalah tingkat pencapaian dari suatu hasil kerja di bidang keuangan daerah yang meliputi penerimaan dan belanja daerah dengan menggunakan indikator keuangan yang ditetapkan melalui suatu kebijakan atau ketentuan perundang-undangan selama satu periode anggaran. Bentuk dari pengukuran kinerja tersebut berupa rasio keuangan yang terbentuk dari unsur laporan pertanggungjawaban Kepala Daerah berupa perhitungan APBD. Pengukuran kinerja yang digunakan secara umum oleh perusahaan yang berorientasi pada pencapaian laba antara lain melalui penetapan rasio keuangan. Rasio yang dimaksud dalam laporan keuangan adalah suatu angka yang menunjukkan hubungan antara suatu unsur dengan unsur lainnya. Suatu rasio tersebut diperbandingkan dengan rasio perusahaan lainnya yang sejenis, sehingga
adanya
perbandingan
ini
maka
perusahaan
tersebut
dapat
mengevaluasi situasi perusahaan dan kinerjanya. Helfert (1991) memahami rasio keuangan sebagai instrumen analisis prestasi perusahaan yang menjelaskan berbagai hubungan dan indikator keuangan yang ditujukan untuk menunjukkan perubahan dalam kondisi keuangan atau prestasi operasi di masa lalu dan membantu menggambarkan trend pola perubahan tersebut untuk menunjukkan risiko dan peluang yang melekat pada perusahaan yang bersangkutan. Hal ini menunjukkan bahwa
MHD Karya Satya Azhar: Analisis Kerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah, 2008. USU e-Repository © 2008
analisis rasio keuangan meskipun didasarkan pada data dan kondisi masa lalu tetapi dimaksudkan untuk menilai risiko dan peluang dimasa yang akan datang. Rasio keuangan digunakan analis kredit untuk menilai kemampuan perusahaan perusahaan dalam melunasi utang-utangnya, sedangkan analis manajemen menggunakannya untuk mengukur tingkat profitabilitasnya. Laporan keuangan merupakan pertanggungjawaban manajemen atas sumber daya yang dipercayakan kepadanya kepada para pemilik perusahaan atas kinerja yang telah dicapainya serta merupakan laporan akuntansi utama yang mengkomunikasikan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan dalam membuat analisa ekonomi dan peramalan untuk masa yang akan datang. Pihak yang memerlukan informasi keuangan perusahaan bukan hanya manajer keuangan saja. Disamping manajer keuangan (pihak intern perusahaan), beberapa perusahaan juga perlu mengetahui kondisi keuangan perusahaan. Pihak-pihak tersebut diantaranya adalah para (calon) pemodal, dan kreditur. Kepentingan mereka mungkin berbeda-beda, mereka mengharapkan untuk memperoleh informasi dari laporan keuangan perusahaan. Menurut Henderson, Dale. A and W Chase, Bruce Performance Measure for NPOs (Not for Profit Organizations) dalam Journal of Accounting Januari, 2002 mengemukakan terdapat indikator pengukuran kinerja organisasi non profit antara lain: a.
Customer focused
b.
Balanced
MHD Karya Satya Azhar: Analisis Kerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah, 2008. USU e-Repository © 2008
c.
Timely
d.
Cost Effective
e.
Compatible and Comparable Indikator kinerja juga dikemukakan oleh Mardiasmo, 2002, bahwa
sekurang-kurangnya ada empat tolok ukur penilaian kinerja keuangan pemerintahan daerah yaitu: a.
Penyimpangan antara realisasi anggaran dengan target yang ditetapkan dalam APBD.
b.
Efisiensi biaya
c.
Efektivitas program
d.
Pemerataan dan keadilan. Selain menggunakan parameter rasio keuangan pemerintahan daerah
dari hasil penelitian terdahulu, analisis Kinerja keuangan pemerintahan daerah dalam penelitian ini juga memakai analisa kinerja keuangan yang telah dikembangkan dan dibangun oleh Musgrave, Richard A dan B. Musgrave, Peggy dalam bukunya “Public Finance in Theory and Practise”. (Hadiprojo, Ekonomi Publik hal. 155) Namun dalam penerapannya, parameter disesuaikan dengan komponen dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yaitu: 1.
Derajat desentralisasi fiskal antara pemerintahan pusat dan daerah yang diukur dengan menggunakan dua rasio keuangan sebagai berikut: Total Pendapatan Asli Daerah Total Penerimaan Daerah
PAD TPD
MHD Karya Satya Azhar: Analisis Kerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah, 2008. USU e-Repository © 2008
Pendapatan Asli Daerah merupakan penerimaan yang berasal dari hasil pajak daerah, retribusi daerah, perusahaan milik daerah dan pengelolaan kekayaan milik daerah serta lain-lain pendapatan yang sah. Total
Penerimaan
Daerah
merupakan
jumlah
dari
seluruh
penerimaan dalam satu tahun anggaran adalah: Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak Total Penerimaan Daerah
BPHPB TPD
Bagi Hasil Pajak merupakan pajak yang dialokasikan oleh Pemerintahan Pusat untuk kemudian didistribusikan antara pusat dan daerah otonomi. 2.
Upaya fiskal antara lain adalah: Total Anggaran Pendapatan Asli Daerah merupakan target besarnya pajak daerah yang ingin dicapai dalam satu tahun anggaran dan ditetapkan berdasarkan kemampuan rasional yang dapat dicapai.
3.
Kemandirian/kemampuan pembiayaan antara lain adalah: Total Pendapatan Asli Daerah (PAD) Total Belanja Rutin Non Belanja Pegawai
PAD BRNP
Belanja Rutin Non Belanja Pegawai merupakan pengeluaran daerah dalam rangka pelaksnaan tugas pokok pelayanan masyarakat yang terdiri dari belanja barang, pemeliharaan, perjalanan dinas, pengeluaran tidak termasuk bagian lain dan pengeluaran tidak tersangka serta belanja lainlain.
MHD Karya Satya Azhar: Analisis Kerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah, 2008. USU e-Repository © 2008
Total Pajak Derah (TPjD)
TPjD
Total Pendapatan Asli Daerah
PAD
Pajak daerah merupakan iuran wajib yang dilakukan orang pribadi, atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang yang dapat dilaksanakan berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku dan digunakan
untuk
pembiayaan
penyelenggaraan
pemerintahan
dan
pembangunan daerah. 4.
Efisiensi penggunaan anggaran (kinerja pengeluaran) adalah: Total Sisa Anggaran
TSA
Total Belanja Daerah
TBD
Sisa anggaran (Sisa Perhitugan Anggaran) merupakan selisih lebih antara penerimaan daerah atas belanja yang dikeluarkan dalam satu tahun anggarn ditambah selisih lebih transaksi pembiayaan penerimaan dan pengeluaran, yaitu: Total Pengeluaran Lainnya
TPL
Total Belanja Daerah
TBD
Pengeluaran lainnya merupakan pengeluaran yang berasal dari pengeluaran tidak termasuk bagian lain ditambah dengan pengeluaran tidak tersangka yang direalisasikan dalam satu tahun anggaran. Total belanja daerah merupakan jumlah keseluruhan pengeluaran daerah dalam satu tahun anggaran yang membebani anggaran daerah.
MHD Karya Satya Azhar: Analisis Kerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah, 2008. USU e-Repository © 2008
2. Tinjauan Peneliti Terdahulu Terkait dengan bidang penelitian yang akan dilakukan, penulis bertitik tolak dari beberapa penelitian terdahulu khususnya penelitian yang berkenaan dengan kinerja keuangan pemerintahan daerah di Indonesia, diantaranya:
Tabel 2.2. Daftar Peneliti Terdahulu No 1
2
3
Judul Penelitian Variabel yang digunakan dan Nama Peneliti Daerah Analisis deskriptif 1. Pajak (Independent pengaruh pajak Variabel) daerah pada 2. APBD (Dependent APBD Variabel) pemerintahan daerah kabupaten/kota di Jawa Tengah (Oleh Abdul Halim)
Hasil Penelitian
Hasil analisis menunjukkkan bahwa kemampuan penggalian pajak daerah benar-benar mempengaruhi APBD daerah tersebut. Ini dapat dibuktikan dari adanya beberapa pergeseran (kenaikan atau penurunan) dari komponen penerimaan dan pengeluaran APBD. Sebagai dampak dari ketidakpastian anggaran pendapatan karena fiscal stress (tekanan keuangan) maka tingkat kesiapan pemerintahan Hasil penelitian dari Pengaruh tingkat 1. Tingkat Kemandirian kabupaten tersebut menjelaskan Pembiayaan kemandirian bahwa tingkat kemandirian (Independent pembiayaan pembiayaan daerah pemerintahan Variabel) daerah pada Kabupaten Kutai 2. APBD (Dependent pusat relatif tinggi. Variabel) Propinsi Kalimantan Timur (Oleh Izzah Marfhuah) terdapat hubungan antara analisis pengaruh 1. Fiscal Stress fiscal stress dengan kinerja (Independent fiscal stress keuangan pemerintah. Fiscal stress Variabel) terhadap kinerja Keuangan (tekanan keuangan) yang ditandai keuangan daerah 2. Kinerja (Dependent Variabel) dengan hadirnya UU No18 Tahun (Oleh Bambang 1997 akan mempengaruhi kesiapan Haryadi) pemerintahan daerah dalam pelaksanaan otonomi daerah.
MHD Karya Satya Azhar: Analisis Kerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah, 2008. USU e-Repository © 2008
3. Kerangka Konseptual
Sebelum Otonomi
Setelah Otonomi
Variabel Kinerja Keuangan :
Variabel Kinerja Keuangan :
1. Desentralisasi Fiskal 2. Upaya Fiskal 3. Kemampuan Pembiayaan 4. Efisiensi Penggunaan Anggaran
Beda
1. Desentralisasi Fiskal 2. Upaya Fiskal 3. Kemampuan Pembiayaan 4. Efisiensi Penggunaan Anggaran
Gambar 2.2. Kerangka konseptual
4. Hipotesis Penelitian Hipotesis dalam penelitian kuantitatif dikembangkan dari telaahan teoritis sebagai jawaban sementara dari masalah atau pertanyaan yang memerlukan pengujian secara empiris. Hipotesis yang dikembangkan dalam penelitian ini, adalah: 1)
Terdapat perbedaan antara kinerja keuangan pemerintahan daerah dalam bentuk desentralisasi fiskal sebelum dan setelah otonomi daerah.
2)
Terdapat perbedaan antara kinerja keuangan pemerintahan daerah dalam bentuk upaya fiskal sebelum dan setelah otonomi daerah.
3)
Terdapat perbedaan antara kinerja keuangan pemerintahan daerah dalam bentuk kemampuan pembiayaan sebelum dan setelah otonomi daerah.
MHD Karya Satya Azhar: Analisis Kerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah, 2008. USU e-Repository © 2008
4)
Terdapat perbedaan antara kinerja keuangan pemerintahan daerah dalam bentuk efisiensi penggunaan anggaran sebelum dan setelah otonomi daerah.
MHD Karya Satya Azhar: Analisis Kerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah, 2008. USU e-Repository © 2008
BAB III METODE PENELITIAN 1.
Rancangan Penelitian Penelitian akan dilakukan dengan cara melakukan uji banding atas laporan
keuangan kabupaten/kota yang didapat dari laporan realisasi anggaran. Laporan yang diperbandingkan adalah laporan sejak tahun anggaran 1998/1999 sampai dengan tahun anggaran 2005. dari laporan keuangan kabupaten/kota ini diambil beberapa ratio yang dianggap cukup memadai dalam menilai kinerja keuangan kabupaten/kota tersebut. Ratio inilah yang dijadikan sebagai alat ukur kinerja keuangan dan diperbandingkan guna mendapatkan hasil apakah terdapat perbedaan kinerja sebelum dan sesudah otonomi. Ratio tersebut antaranya : 1.
Ratio Desentralisasi Fiskal
2.
Ratio Upaya Fiskal
3.
Ratio Tingkat Kemandirian Pembiayaan
4.
Rasio Efisiensi Penggunaan Anggaran
Setelah mendapatkan hasil dari uji banding ratio ini, maka dilakukan perbandingan dengan beberapa faktor pendukung maupun tidak pendukung terjadinya otonomi daerah, seperti faktor ekonomi, politik dan lain sebagainya. Hal ini dilakukan guna menguatkan hasil uji banding atas ratio tersebut, atau dengan kata lain temuan yang mendukung hasil penelitian yang dilakukan.
MHD Karya Satya Azhar: Analisis Kerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah, 2008. USU e-Repository © 2008
2.
Populasi dan Sampel Populasi penelitian ini adalah pemerintah kabupaten/kota di wilayah Nangroe
Aceh Darussalam dan Sumatera Utara dengan menggunakan metode pengumpulan data secara Purposive Sampling, yaitu untuk memperoleh sampel yang memenuhi kriteria tertentu dibutuhkan karakteristik sampling dimana diperlukan suatu karakter tertentu yakni kabupaten/kota yang sudah ada sejak otonomi belum diberlakukan. Sekian banyak jumlah populasi Pemerintah Kabupaten/Kota yakni terdapat 43 kabupaten/kota baik di Nangroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara, hanya terdapat 27 daerah yang memenuhi persyaratan untuk dilakukan uji beda. Data tentang Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pemerintah kabupaten/kota sebagai dasar perhitungan kinerja keuangan untuk periode sebelum dan sesudah otonomi daerah berasal dari Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) Kepala Daerah setiap tahun yang ditetapkan melalui Peraturan Daerah dan data tersebut diperoleh dari Laporan Keuangan Daerah yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah (DJPKPD). Periode Realisasi APBD yang menjadi pengamatan penelitian ini adalah periode sebelum otonomi (Tahun 1998/1999 dan Tahun 1999/2000) dan setelah otonomi daerah (Tahun 2001 s/d Tahun 2005).
3.
Variabel Penelitian Bertitik tolak pada jenis penelitian untuk menganalisis perbandingan kinerja dua
sample (sample tidak bebas) dengan menggunakan alat uji statistik berupa uji beda,
MHD Karya Satya Azhar: Analisis Kerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah, 2008. USU e-Repository © 2008
maka variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah kinerja keuangan pemerintah daerah yang mencakup beberapa parameter berupa rasio menurut Musgrave dan Abdul Halim yaitu: Tabel 3.1. Variabel Penelitian No
Variabel Penelitian
Definisi Operasional
A
Desentralisasi Fiskal
Ukuran yang menunjukkan tingkat kewenangan dan tanggung jawab yang diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam menggali dan mengelola pendapatan
Pengukuran PAD TPD BHPBP TPD SUM TPD
B
Upaya Fiskal
Ukuran yang menunjukkan tingkat kemampuan daerah dalam mencapai target pendapatan asli daerah
PAD TAPAD
C
Tingkat Kemandirian Pembiayaan
Ukuran yang menunjukkan seberapa jauh penerimaan yang berasal dari daerah dalam memenuhi kebutuhan daerahnya
PAD TKD PAD KR PAD + BHPBP TKD
D
Rasio Efisiensi Penggunaan Anggaran
Keterangan: a. PAD
Ukuran yang menunjukkan tingkat efisiensi dari setiap penggunaan uang daerah dalam membangun daerahnya
TSA TBD TPL TBD
: Total Pendapatan Asli Daerah
MHD Karya Satya Azhar: Analisis Kerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah, 2008. USU e-Repository © 2008
b. c. d. e. f. g. h. i. j.
4.
TPD BHPBP SUM TAPAD TKD KR TSA TBD TPL
: : : : : : : : :
Total Penerimaan Daerah Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak Sumbangan Dari Pemerintahan Pusat Total Anggaran Pendapatan Asli Daerah Total Pengeluaran Daerah Pengeluaran Rutin Total Sisa Anggaran Total Belanja Daerah Total Pengeluaran Lainnya
Jenis Data dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa Laporan Keuangan Daerah
atau dengan nama lain Perhitungan APBD. Data dan informasi keuangan tersebut diperoleh dari Hasil Laporan Periodik Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (DJPKPD). Struktur data dan informasi keuangan yang disajikan untuk periode sebelum dan sesudah otonomi daerah oleh PJPKPD masih sama walaupun komponen pembentuk struktur APBD setelah otonomi daerah telah berganti nama. Hal ini memungkinkan dilakukan uji beda terhadap kinerja keuangan daerah.
5.
Analisis Data Data penelitian ini sebelum dilakukan uji statistik terhadap hipotesis terlebih
dahulu akan dilakukan analisis normalitas data yang bertujuan untuk menentukan metode alat uji hasil penelitian. Analisis ini diperlukan untuk mengetahui apakah data penelitian mempunyai distribusi normal atau tidak. Analisis normalitas ini diperlukan sebagai prasyarat dari uji beda untuk dua sample yang berpasangan. Untuk
MHD Karya Satya Azhar: Analisis Kerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah, 2008. USU e-Repository © 2008
mendeteksi normalitas data pada penelitian ini akan digunakan uji nonparametric yaitu Kolmogorov-Smirnov. Beberapa kemungkinan pilihan alat uji statistik atas hasil penelitian setelah dilakukan uji normalitas adalah : a.
Bila hasil pengujian normalitas data menghasilkan suatu penyebaran yang normal dari rasio-rasio keuangan maka terhadap rasio tersebut digunakan uji beda Paired Sample T Test.
b.
Namun bila hasil pengujian normalitas data menghasilkan suatu penyebaran yang tidak normal dari rasio-rasio keuangan maka terhadap rasio tersebut digunakan uji beda berperingkat Wilcoxon.
MHD Karya Satya Azhar: Analisis Kerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah, 2008. USU e-Repository © 2008
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Penelitian 1.1. Perkembangan Populasi dan Sample Penelitian Hasil pengumpulan data dari populasi, ditemukan ada kendala yakni , adanya beberapa kabupaten kota hasil pemekaran, sehingga dipandang tidak layak dijadikan
sampel,
yang
dijadikan
sampel
pada
penelitian
ini
adalah
kabupaten/kota yang telah ada sebelum dan setelah otonomi diberlakukan. Wilayah Nangroe Aceh Darussalam dan Sumut hanya terdapat 27 kabupaten/kota yang dapat dijadikan sampel penelitian dari 43 kabupaten/kota, ini dapat dilihat pada lampiran 1 sampel penelitian.
1.2. Deskripsi Hasil Penelitian Setelah ditemukan sample penelitian yakni 27 pemerintahan kabupaten / kota sewilayah Aceh dan Sumatera Utara, selanjutnya seluruh populasi diklasifikasikan ke dalam periode sebelum dan periode setelah otonomi daerah. Karena data penelitian sudah dipisahkan antara periode sebelum dan setelah otonomi daerah, maka langkah selanjutnya hanya melakukan perhitungan rasiorasio tiap sample untuk tiap periode penelitian yang dijadikan cakupan penelitian. Hasil perhitungan rasio-rasio pada dua periode penelitian dapat dilihat pada tabel 5 yakni hasil perhitungan rasio rata-rata / periode.
MHD Karya Satya Azhar: Analisis Kerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah, 2008. USU e-Repository © 2008
Tabel 4.1. Hasil Perhitungan Rasio Rata-Rata / Periode Jenis Kinerja
Sebelum Otonomi
Setelah Otonomi
PAD/TPD
0.0690
0.0318
2
BHPBP/TPD
0.1214
0.5715
3
SUM/TPD
0.6223
0.0632
Upaya Fiskal
4
PAD/TAPAD
0.6410
0.3295
Kemandirian Pembiayaan
5
PAD/TKD
0.0808
0.0307
6
PAD/KR
0.1334
0.2088
7
0.2116
0.6137
8
(PAD+BHPBP)/ TKD TSA/TBD
0.0820
0.2715
9
TPL/TBD
0.7296
6.8061
Desentralisasi Fiskal
Efisiensi Penggunaan Anggaran
No
Rumus Ratio
1
Menurut data yang diperoleh diatas untuk sementara secara rata-rata dapat disimpulkan bahwasanya terdapat perbedaan kinerja, namun tidak dapat diketahui apakah perbedaan tersebut significant atau tidak. Perbedaan kinerja tersebut secara rata-rata dapat juga disimpulkan menjadi lebih buruk dari periode sebelumnya. Ini dapat dilihat rata-rata (mean) daripada setiap ratio, dimana dari kesembilan tersebut hanya empat ratio yang menunjukkan arah peningkatan kinerja, selebihnya penurunan. Namun data tersebut belum dapat menjadi acuan dalam pengambilan keputusan atas hipotesis yang dibuat oleh peneliti. Berikut adalah tabel deskriptif yang telah diolah dengan menggunakan SPSS atas setiap ratio kinerja keuangan.
MHD Karya Satya Azhar: Analisis Kerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah, 2008. USU e-Repository © 2008
Tabel 4.2. Deskriptif Statistik No
Ratio Minimum
Maximum
Std. Deviation
Sebelum Otonomi 1
PAD/TPD
.0186
.2339
.0580186
2
BHPBP/TPD
.0494
.2187
.0437978
3
SUM/TPD
.5134
.7412
.0708946
4
PAD/TAPAD
.3165
.9728
.1784389
5
PAD/TKD
.0207
.3637
.0843778
6
PAD/KR
.0431
.9093
.1682443
7
(PAD+BHPBP)/TKD
.0981
.4710
.1009784
8
TSA/TBD
.0043
.2972
.0767376
9
TPL/TBD
.1579
1.7327
.3681408
Setelah Otonomi 10
PAD/TPD
.0057
.1688
.0334638
11
BHPBP/TPD
.3598
1.0215
.1547118
12
SUM/TPD
.0021
.2232
.0556972
13
PAD/TAPAD
.1000
1.3072
.2338899
14
PAD/TKD
.0060
.1686
.0312761
15
PAD/KR
-4.8409
.9438
1.3810296
16
(PAD+BHPBP)/TKD
.3659
.7955
.1439174
17
TSA/TBD
-.5513
2.7209
.5509454
18
TPL/TBD
-2.4316
4.4934
1.9801584
Dari analisis secara deskriptif diatas dapat dilihat nilai tertinggi dan terendah dari setiap ratio pada saat era sebelum dan setelah etonomi dan
MHD Karya Satya Azhar: Analisis Kerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah, 2008. USU e-Repository © 2008
standart deviasinya. Data ini mengambarkan kinerja keuangan secara rata-rata baik dititik tertinggi atau (median) dan terendahnya (modus) 1.3. Hasil Pengujian Hipotesis Pengujian hipotesis dilakukan dengan pengujian melalui Paired T-Test, namun sebelum melakukan pengujian peneliti terlebih dahulu memberikan pengkodean atas variable maupun rasio yang akan diuji. Adapun kode rasio tersebut antara lain : a. FDB1
= Rasio Pertama untuk Desentralisasi Fiskal sebelum Otonomi
b. FDB2
= Rasio Kedua untuk Desentralisasi Fiskal sebelum Otonomi
c. FDB3
= Rasio Ketiga untuk Desentralisasi Fiskal sebelum Otonomi
d. FDA1
= Rasio Pertama untuk Desentralisasi Fiskal setelah Otonomi
e. FDA2
= Rasio Kedua untuk Desentralisasi Fiskal setelah Otonomi
f. FDA3
= Rasio Ketiga untuk Desentralisasi Fiskal setelah Otonomi
g. UFB1
= Rasio untuk Upaya Fiskal Sebelum Otonomi
h. UFA1
= Rasio untuk Upaya Fiskal Setelah Otonomi
i. KBB1 = Rasio Pertama untuk Kemampuan Pembiayaan Sebelum Otonomi j. KBB2 = Rasio Kedua untuk Kemampuan Pembiayaan Sebelum Otonomi k. KBB3 = Rasio Ketiga untuk Kemampuan Pembiayaan Sebelum Otonomi l. KBA1 = Rasio Pertama untuk Kemampuan Pembiayaan Setelah Otonomi m. KBA2 = Rasio Kedua untuk Kemampuan Pembiayaan Setelah Otonomi n. KBA3 = Rasio Ketiga untuk Kemampuan Pembiayaan Setelah Otonomi o. EAB1
= Rasio Pertama untuk Efisiensi Anggaran Sebelum Otonomi
MHD Karya Satya Azhar: Analisis Kerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah, 2008. USU e-Repository © 2008
p. EAB2
= Rasio Kedua untuk Efisiensi Anggaran Sebelum Otonomi
q. EAA1 = Rasio Pertama untuk Efisiensi Anggaran Setelah Otonomi r. EAA2 = Rasio Kedua untuk Efisiensi Anggaran Setelah Otonomi Setelah
dilakukan
pengkodean,
maka
data
diatas
diuji
tingkat
normalitasnya dengan pendekatan Kolmogorov-Smirnov, dan hasilnya adalah sebagai berikut : Tabel 4.3. Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov untuk Desentralisasi Fiskal FDB1 27
27
27
27
27
FDA3 27
.069004
.622352
.622352
.031793
.571467
.063148
.058018
.070894
.070894
.033463
.15471
.055697
.315
.115
.115
.232
.164
.285
.315
.115
.115
.232
.147
.285
-.196
-.091
-.091
-.218
-.164
-.137
1.638
.487
.600
1.206
.854
1.483
.009
.972
.865
.109
.460
.025
N Normal Parameters (a,b)
Most Extreme Differences
FDB2
FDB3
FDA1
FDA2
Mean
Std. Deviatio n Absolut e Positive
Negativ e Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed)
Tabel 4.4. Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov untuk Upaya Fiskal UPB1 N Normal Parameters(a,b)
Mean Std. Deviation
Most Extreme Differences
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed)
Absolute
UPA1 27
27
.329507
.641007
.2338899
.1784389
.249
.067
Positive
.249
.066
Negative
-.163
-.067
.351
1.293
1.000
.071
MHD Karya Satya Azhar: Analisis Kerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah, 2008. USU e-Repository © 2008
Tabel 4.5. Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov untuk Kemampuan Pembiayaan KBB1 27
N `Normal Parameters (a,b)
KBB2 27
KBB3 27
KBA1 27
KBA2 27
KBA3 27
.080833
.133389
.030670
-2.8101
.613648
.211563
.084377
.168244
.031276
1.3810
.143917
.100978
.334
.306
.220
.181
.196
.240
Mean
Std. Deviation Absolute
Most Extreme Differences
Positive
.334
.306
.220
.181
.110
.240
Negative
-.238
-.296
-.215
-.086
-.196
-.131
1.734
1.591
1.246
1.144
.938
1.017
.005
.013
.090
.146
.342
.252
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed)
Tabel 4.6. Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov untuk Efisiensi Anggaran EAB1 N Normal Parameters(a,b)
Mean Std. Deviation
Most Extreme Differences
Absolute
EAA1
EAA2
27
27
27
.082007
.271533
-.575001
.729581
.0767376
.5509454
1.9801584
.3681408
.208
.292
.244
.108
Positive
.208
.292
.244
.108
Negative
-.156
-.207
-.174
-.100
1.081
.561
1.518
1.270
.193
.911
.020
.080
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed)
EAB2 27
Dari uji normalitas ke empat variable yang akan diteliti didapatkan bahwasanya nilai signifikannya diatas dari 0.005, ini dapat dilihat pada setiap tabel uji normalitas dengan pendekatan Kolmogorov – Smirnov, dan ini berarti data dianggap normal secara statistik. Setelah melakukan uji normalitas terhadap 4 variabel/komponen kinerja tersebut dan ternyata hasilnya layak untuk
MHD Karya Satya Azhar: Analisis Kerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah, 2008. USU e-Repository © 2008
diteliti/normal, maka data tersebut diolah oleh SPSS dengan menggunakan Paired T-Test, adapun hasilnya adalah sebagai berikut : Tabel 4.7. Hasil Pengujian Dengan Paired T-Test
Keterangan Mean
Pair 1 Pair 2 Pair 3 Pair 1 Pair 1 Pair 2 Pair 3 Pair 1 Pair 2
FDB1 FDA1 FDB2 FDA2 FDB3 FDA3 UPB1 UPA1 KBB1 KBA1 KBB2 KBA22 KBB3 KBA3 EAB1 EAA1 EAB2 EAA22
Paired Differences 95% Confidence Interval of the Std. Difference Deviation Lower Upper
t
df
Sig. (2tailed )
.0372111
.0557035
.0151755
.0592467
3.471
26
.002
-.4500704
.1549792
-.5113781
-.3887627
15.090
26
.000
.5592037
.0856744
.5253120
.5930954
33.916
26
.000
.3115000
.3061377
.1903960
.4326040
5.287
26
.000
.0501630
.0817806
.0178116
.0825143
3.187
26
.004
2.9434919
1.4276159
2.3787458
3.5082379
10.714
26
.000
-.4020852
.1630294
-.4665775
-.3375929
12.815
26
.000
-.1895259
.5639856
-.4126312
.0335793
-1.746
26
.093
1.3045822
1.8487405
.5732449
2.0359196
-1.618
26
.118
Dari hasil pengujian diatas maka dapat ditarik kesimpulan, yakni :
MHD Karya Satya Azhar: Analisis Kerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah, 2008. USU e-Repository © 2008
Tabel 4.8. Kesimpulan Atas Uji Hipotesis Kode Rasio
Rumus Rasio
Periode Penelitian
Uji t
FDB1 FDA1 FDB2 FDA2 FDB3 FDA3 UFB1 UFA1 KBB1 KBA1 KBB2 KBA2 KBB3 KBA3 EAB1 EAA1 EAB2
PAD/TPD
Sebelum Setelah Sebelum Setelah Sebelum Setelah Sebelum Setelah Sebelum Setelah Sebelum Setelah Sebelum Setelah Sebelum Setelah Sebelum
.069004 .031793 .121396 .571467 .622352 .063148 .641007 .329507 .080833 .030670 .133389 -2.810103 .211563 .613648 .082007 .271533 .729581
Setelah
-.575001
Mean
EAA2
BHPBP/ TPD SUM/TPD PAD / TAPAD PAD/TKD PAD/KR (PAD+BHPB P)/TKD TSA/TBD TPL/TBD
Sign
Keputusan Penelitian T Value
.002
3.471
Terima H1.1
.000
-15.090
Terima H1.2
.000
33.916
Terima H1.3
.000
5.287
Terima H2
.004
3.187
Terima H3.1
.000
10.714
Terima H3.2
.000
-12.815
Terima H3.3
.093
-1.746
Tolak H4.1
.118
-1.618
Tolak H4.2
Dari hasil pengujian seluruh rasio kinerja keuangan Pemerintahan Kabupaten dan Kota pada dua periode yakni sebelum dan setelah otonomi daerah dengan menggunakan Paired T-Test maka dapat dijelaskan sebagai berikut :
MHD Karya Satya Azhar: Analisis Kerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah, 2008. USU e-Repository © 2008
Tabel 4.9. Kesimpulan Hipotesis No
Kode Rasio
Sign
Kesimpul
Keterangan
an 1
FDB1 -
.002
FDA1
Terima H1.1
PAD/TPD
Terdapat
perbedaan
atas
kinerja
keuangan
Pemerintahan Daerah dalam desentralisasi fiskal yang bersumber dari penurunan rata-rata PAD terhadap penerimaan daerah sebelum dan setelah otonomi daerah.
FDB2 -
.000
FDA2
Terima H1.2
BHPBP/TPD
Terdapat
perbedaan
atas
kinerja
keuangan
Pemerintahan Daerah dalam desentralisasi fiskal yang bersumber dari kenaikan rata-rata penerimaan pajak dan bukan pajak terhadap penerimaan daerah sebelum dan setelah otonomi.
FDB3 -
.000
FDA3
Terima H1.3
SUM/TPD
Terdapat
perbedaan
atas
kinerja
keuangan
Pemerintahan Daerah dalam desentralisasi fiskal yang bersumber dari penurunan rata-rata sumbangan dari pusat terhadap penerimaan daerah sebelum dan setelah otonomi.
2
UFB1 -
.000
Terima H2
Terdapat
perbedaan
atas
kinerja
keuangan
UFA1
Pemerintahan Daerah dalam upaya fiskal yang
PAD/TAPA
bersumber dari penurunan rata-rata pendapatan asli
D
daerah terhadap total anggaran PAD sebelum dan setelah otonomi.
3
KBB1 KBA1 PAD/TKD
.004
Terima H3.1
Terdapat
perbedaan
atas
kinerja
keuangan
Pemerintahan Daerah dalam kemampuan pembiayaan yang bersumber dari penurunan rata-rata pendapatan asli daerah terhadap total pengeluaran daerah sebelum dan setelah otonomi.
KBB2 KBA2 PAD/KR
.482
Terima H3.2
Terdapat terdapat perbedaan atas kinerja keuangan Pemerintahan Daerah dalam kemampuan pembiayaan yang bersumber dari rata-rata pendapatan asli daerah terhadap total pengeluaran rutin sebelum dan setelah otonomi daerah.
MHD Karya Satya Azhar: Analisis Kerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah, 2008. USU e-Repository © 2008
Lanjutan Tabel 4.9. Kesimpulan Hipotesis KBB3 KBA3 (PAD+BHP BP)/TKD
.000
Terima H3.3
Terdapat
perbedaan
atas
kinerja
keuangan
Pemerintahan Daerah dalam kemampuan pembiayaan yang bersumber dari peningkatan rata-rata pendapatan asli daerah dan bagi hasil pajak dan bukan pajak terhadap total pengeluaran daerah sebelum dan setelah otonomi.
4
EAB1 EAA1 TSA/TBD
.093
Tolak H4.1
Tidak terdapat perbedaan atas kinerja keuangan Pemerintahan Daerah dalam efesiensi penggunaan anggaran yang bersumber dari rata-rata total sisa anggaran terhadap total pengeluaran belanja daerah sebelum dan setelah otonomi daerah.
EAB2 EAA2 TPL/TBD
.118
Tolak H4.2
Tidak terdapat perbedaan atas kinerja keuangan Pemerintahan Daerah dalam efesiensi penggunaan anggaran
yang
bersumber
dari
rata-rata
total
pengeluaran lainnya terhadap total pengeluaran belanja daerah sebelum dan setelah otonomi daerah.
2. Pembahasan Berdasarkan hasil dari analisis statistik diatas maka hipotesis dapat disimpulkan sebagai berikut. A. Terdapat perbedaan kinerja keuangan pada pemerintahan kabupaten/kota dalam bentuk
desentralisasi
fiskal
pada
era
sebelum dan
setelah
diberlakukannya otonomi daerah. Perbedaan kinerja ini mengarah kearah yang lebih buruk, ini dapat dilihat dari tiga ratio yang dihitung hanya satu rasio yang mengalami peningkatan, dua lainnya menurun. Untuk rasio PAD/TPD mengalami penurunan dari 0.069004 menjadi 0.031793. Rasio SUM/TPD
MHD Karya Satya Azhar: Analisis Kerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah, 2008. USU e-Repository © 2008
mengalami penurunan dari 0.622352 menjadi 0.063148, sedangkan rasio BHPBP/TPD mengalami kenaikan dari 0.121396 menjadi 0.571464. B. Terdapat perbedaan kinerja keuangan pemerintahan kabupaten/kota dalam bentuk upaya fiskal pada era sebelum dan setelah diberlakukannya otonomi daerah. Perbedaan kinerja ini mengarah kearah yang lebih buruk, ini dapat dilihat dimana rasio PAD/TAPAD mengalami penurunan dari 0.641007 menjadi 0.329507. C. Terdapat perbedaan kinerja keuangan pemerintahan kabupaten/kota dalam bentuk
kemampuan
pembiayaan
pada
era
sebelum
dan
setelah
diberlakukannya otonomi daerah. Perbedaan kinerja ini dapat dilihat dimana dari tiga rasio yang dihitung hanya satu rasio yang mengalami kenaikan dan dua rasio lainnya mengalami penurunan. Rasio PAD/TKD mengalami penurunan dari 0.080833 menjadi 0.030670, sedangkan rasio PAD/KR mengalami penurunan dari 0.133389 menjadi -2.810103. Rasio yang mengalami kenaikan hanya rasio (PAD+BHPBP)/TKD dari 0.211563 menjadi 0.613648 D. Tidak terdapat perbedaan kinerja keuangan pemerintahan kabupaten/kota dalam bentuk efisiensi penggunaan anggaran pada era sebelum dan setelah diberlakukannya otonomi daerah. Kesimpulan dari penelitian ini adalah mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Abdul Halim dan Izzah Marfhuah, dimana hasil penelitian mereka menunjukan bahwasanya terdapat perbedaan kinerja sebelum dan setelah otonomi. Ini
MHD Karya Satya Azhar: Analisis Kerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah, 2008. USU e-Repository © 2008
dapat dilihat dari tingginya tingkat pembiayaan daerah dari pemerintahan pusat cukup tinggi dan tekanan keuangan yang mengakibatkan kinerja pemerintahan daerah bergeser naik maupun turun. Pergeseran ini secara rata-rata cenderung mengalami penurunan dari yang sebelumnya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyajikan bukti empiris mengenai ada tidaknya perbedaan kinerja keuangan pemerintahan daerah untuk periode sebelum dan setelah diberlakukannya otonomi daerah. Data dan informasi keuangan daerah yang dianalisis bersumber dari Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah untuk tahun sebelum otonomi yang diwakili oleh dua tahun anggaran yakni 1998/1999, 1999/2000 dan untuk tahun setelah otonomi diwakili oleh lima tahun anggaran yakni 2001, 2002, 2003, 2004, 2005. Analisis yang dilakukan dengan menguji hipotesis adalah menunjukkan bahwasanya terdapat perbedaan kinerja keuangan sebelum dan setelah otonomi diberlakukan. Namun perbedaan yang timbul lebih banyak kearah negatif, atau dengan kata lain telah terjadi penurunan kinerja keuangan secara umum jika dibandingkan pada era sebelum dan setelah otonomi. Analisis menunjukkan bahwasanya satu faktor yang mengakibatkan turunnya tingkat kinerja
tersebut
adalah
timbulnya
kabupaten/kota
baru
akibat
pemekaran
kabupaten/kota. Hal ini mengakibatkan turunnya kinerja karena kinerja menjadi lebih kecil akibat makin kecilnya wilayah kabupen kota tersebut. Dari analisis yang dilakukan oleh peneliti dan menghubungkannya ke faktorfaktor pendukung dan tidak pendukung pemberlakuan otonomi daerah menurut beberapa sumber seperti dari para ahli dan tulisan/majalah dalam hal ini Dr.Made
MHD Karya Satya Azhar: Analisis Kerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah, 2008. USU e-Repository © 2008
Suwandi Msoc.sc , jurnal otonomi daerah maupun situs www.parlemen.net, maka dimungkinkan ada beberapa kesimpulan yang dapat dikemukakan pada tulisan ini, antara lain : 1. Kewenangan Daerah Secara empiris banyak terjadi masalah dan ketegangan antar tingkatan pemerintahan berkaitan dengan kewenangan tersebut. Ada tiga jenis masalah yaitu: 1. Masalah antara Pusat dengan Daerah, diantaranya : a) Masalah kewenangan Pertanahan antara Pusat dengan Kabupaten/Kota ditandai dengan adanya Dinas Pertanahan milik Daerah dan Kantor Pertanahan yang masih menginduk kepada Pusat. b) Masalah kewenangan Pelabuhan Laut, Pelabuhan Udara, Otorita (kasus Batam), kehutanan, Perkebunan (PTP), Pertambangan, dan kewenangan Pengelolaan Sumber daya nasional yang ada di Daerah. c) Masalah kewenangan Tenaga Kerja Asing. 2. Masalah antara Daerah Propinsi dengan Kabupaten/Kota, diantaranya : a) Masalah kewenangan atas ijin HPH Hutan, Penambangan Pasir Laut, Ijin Pengadaan Garam, Pertambangan. b) Masalah ijin bagi Bupati/Walikota kepada Gubernur dalam hal mengikuti kegiatan keluar daerah. 3. Masalah antar Daerah Kabupaten/Kota sendiri, diantaranya : a) Masalah batas laut yang menimbulkan bentrok dalam penangkapan ikan. b) Masalah pelarangan pendatang tanpa tujuan jelas.
MHD Karya Satya Azhar: Analisis Kerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah, 2008. USU e-Repository © 2008
2. Kepegawaian Pemda (SDM) Terbatasnya jumlah PNS yang sarjana dan profesional, terutama untuk bidang bidang teknis penganggaran, akuntansi dan pengelolaan keuangan merupakan tantangan yang berat, terutama dalam menerapkan peraturan yang didasari ide-ide yang kompleks (misalnya, penganggaran berbasis kinerja, akuntansi berbasis akural). Perubahan peraturan tentang keuangan daerah tidak dapat disikapi secara langsung oleh SDM-nya, ini dapat dilihat dari lamanya penyusunan laporan anggaran dan realisasi dari jadwal yang ditetapkan. 3. Keuangan Daerah Beragam tantangan yang dihadapi pemerintah daerah dalam reformasi anggaran dan keuangan berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku. Selain berupa peraturan yang saling bertentangan yang dikeluarkan oleh departemen di tingkat nasional, kesulitan muncul dalam keseluruhan siklus keuangan pemerintah daerah. Mulai dari pengesahan anggaran sampai ke penyusunan laporan keuangan, yang disebabkan oleh kompleksitas peraturan, kurangnya SDM, buruknya koordinasi dan tidak memadainya teknologi yang digunakan. Beberapa contoh yang lebih spesifik antara lain: Keterpaduan Perencanaan dan Penganggaran. Keterkaitan antara UU No 25/1999, UU No 17/2003 dan UU No 32/2004 dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM). Perencanaan Tahunan Kebijakan Umum Anggaran (KUA/PPAS), dan anggaran tahunan tidak jelas. Sedang tujuan dari PP No 58/2005 dan
MHD Karya Satya Azhar: Analisis Kerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah, 2008. USU e-Repository © 2008
Permendagri
No
13/2006
adalah
untuk
mengaitkan
perencanan
dan
penganggaran. Dalam Permendagri No 13 Tahun 2006 dokumen perencanaan dan anggaran tertentu disiapkan oleh Satuan Kerja Perangkan Daerah (SKPD). Dan ini menyulitkan pemerintah daerah karena kurangnya kompetensi teknis pada tingkat tersebut. Tidak terdapat indikator untuk mengukur pencapaian target penyediaan layanan yang digunakan dalam perencanaan, serta tidak adanya kaitan dengan indikator target dalam anggaran tahunan yang berbasiskan kinerja. Dalam Kep. Mendagri No 29 Tahun 2002, DPRD (pihak legislatif) menetapkan Arah Kebijakan Umum (AKU), yang berfungsi sebagai panduan kebijakan umum bagi eksekutif dalam menyusun rancangan anggaran (RAPBD). Sementara, dalam Permendagri No 13 Tahun 2006, DPRD mengeluarkan KUA, yang mirip dengan AKU tapi dengan program dan kegiatan yang jauh lebih rinci. AKU membatasi eksekutif dalam penyusunan rancangan anggaran sampai batas rincian yang mungkin tidak realistis atau tidak praktis. Hasilnya, rancangan anggaran yang dihasilkan akan terlihat berbeda dengan KUA sehingga menyebabkan konflik antara DPRD dan Eksekutif. Hasilnya, rancangan anggaran yang dihasilkan akan terlihat berbeda dengan KUA sehingga menyebabkan konflik antaran DPRD dan Eksekutif. Tertundanya pengesahan APBD juga merupakan hal yang sangat lazim terjadi, akibat prosesnya sendiri yang seringkali berjalan tidak sesuai dengan kalender anggaran yang telah
MHD Karya Satya Azhar: Analisis Kerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah, 2008. USU e-Repository © 2008
ditetapkan. Beberapa tahap yang seharusnya dilakukan secara beruntun, seperti misalnya penyusunan kebijakan umum anggaran dan instruksi anggaran bagi dinas, pada kenyataannya dilakukan secara bersamaan. Kadang rancangan anggaran sudah dalam tahap review sementara kebijakan umum anggaran belum lagi disahkan. Meskipun menurut peraturan, anggaran harus sudah disahkan pada akhir desember untuk tahun anggaran yang dimulai bulan januari, kadang eksekutif baru mengajukan rancangan anggaran kepada DPRD pada bulan februari. Sementara DPRD membutuhkan paling tidak dua bulan untuk review rancangan anggaran tersebut untuk memastikan anggaran telah mencerminkan kebutuhan dan prioritas masyarakat. Konsekuensi tidak dapat disahkannya anggaran sesuai jadwal, berarti pemerintah daerah tidak dapat mendanai proyek-proyek di luar belanja rutin, seperti gaji pegawai negeri. Kualitas beberapa proyek menjadi jauh berkurang jika keterlambatan pengesahan anggaran menyebabkan tidak tersedianya waktu yang memadai untuk merencanakan dan melakukan proyek bersangkutan. 4. Pengawasan Sepanjang yang berkaitan dengan pengawasan, permasalahan permasalahan aktual yang terjadi adalah sbb: 1. Kurangnya Pengawasan dari Gubernur Kepada Daerah Hal ini disebabkan karena Daerah menganggap bahwa hubungan Propinsi dengan Kabupaten bersifat tidak hirarkhis sehingga dianggap Gubernur tidak berhak lagi mengawasi kabupaten/Kota di wilayahnya.
MHD Karya Satya Azhar: Analisis Kerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah, 2008. USU e-Repository © 2008
2. Kurangnya Sanksi Terhadap Pelanggaran Peraturan Banyak pelanggaran yang dilakukan oleh Pemda khususnya yang berkaitan dengan alokasi anggaran yang tidak ada sanksinya. Tidak ada sanksi yang jelas dan tegas bagi Daerah yang melanggar ketentuan PP 109/2000 dan PP 110/2000. 3. Kurangnya Supervisi, Sosialisasi ke daerah banyak penyimpangan yang terjadi di
Daerah
disebabkan
oleh
karena
kurangnya
kegiatan
supervisi.
Penyimpangan juga terjadi karena kurangnya sosialisasi ke Daerah sehingga Daerah melakukan berbagai inisiatif yang kadang-kadang tidak sesuai atau bertentangan dengan Peraturan yang lebih tinggi. 5. Politik Kinerja pemerintahan pada era otonomi daerah juga dipengaruhi oleh suasana politik yang ada di Indonesia. Dimana garis birokrasi yang diharapkan menjadi lebih singkat, namun menjadi lebih panjang dan bahkan rumit. Salah satu contohnya adalah rumitnya dan lamanya pengesahan APBD (Anggaran Pendapatan Belanja Daerah) oleh DPRD kabupaten/kota tersebut. Sehingga kinerja yang diharapkan tidak dapat sesuai dengan apa yang direncanakan semula. Dari kelima kesimpulan yang telah diuraikan menurut sumber-sumber yang ada seperti para ahli dan tulisan/majalah, maka perlu dimungkinkan untuk disarankan kepada pemerintahan kabupaten/kota agar melakukan hal-hal sebagai berikut : 1. Kewenangan Daerah Disarankan kepada pemerintahan kabupaten/kota agar kewenangan daerah dapat berjalan secara optimal, maka yang perlu dipertimbangkan adalah:
MHD Karya Satya Azhar: Analisis Kerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah, 2008. USU e-Repository © 2008
1. Dalam masa transisi sekarang ini, maka perlu ditempuh adanya penyesuaian terhadap pengaturan-pengaturan yang tumpang tindih dan bertentangan tentang suatu kewenangan. Langkah pertama adalah menyempurnakan aturan-aturan yang kontradiktif yang ada dalam UU 22/1999 sendiri seperti kontradiksi antara Pasal 7 (2) dengan Pasal 119, karena kalau dibiarkan berlarut akan berakibat fatal. Langkah berikutnya adalah menghilangkan kontradiksi antar UU yang mengatur hal yang sama seperti UU 41/1999 tentang kehutanan dengan UU 22/1999 tentang otonomi luas. Pasal 133 UU 22/1999 memerintahkan agar UU Sektoral melakukan penyesuaian dengan UU 22/1999. 2. Secara lebih mendasar pembagian kewenangan antar tingkatan pemerintahan adalah dengan memperhatikan aspek economies of scale, akuntabilitas dan externalitas. Betapapun luasnya otonomi yang diberkan ke Daerah haruslah berkorelasi dengan pelayanan riil yang dibutuhkan masyarakat. Konsekwensinya perlu adanya penataan ulang kewenangan
antara
Pusat,
Propinsi
dan
Kabupaten
dengan
memperhatikan kriteria diatas. 2. Kepegawaian Pemda (SDM) kemampuan pemerintah daerah dalam menangani persoalan-persoalan SDMnya tentu berbeda-beda. Beberapa daerah bahkan telah melakukan lompatan besar dengan menerapkan prinsip-prinsip pengelolaan keuangan yang baik. Kabupaten Kebumen di Jawa Tengah, Kabupaten Parepare dan Kota Takalar Sulawesi Selatan,
MHD Karya Satya Azhar: Analisis Kerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah, 2008. USU e-Repository © 2008
dan Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar di Nanggroe Aceh Darussalam merupakan contoh beberapa pemerintah daerah yang relatif maju dalam meningkatkan transparansi keuangannya. Daerah-daerah tersebut telah menerapkan pendekatan yang komprehensif dan di saat yang bersamaan mereformasi susunan organisasi dan pengelolaan keuangan serta SDM-nya. Disarankan kepada pemerintahan kabupaten/kota agar melakukan pelatihanpelatihan kepada sumber daya manusianya dianggap perlu guna meningkatkan kinerja pemerintahannya. Sehingga diharapkan SDM-nya mampu mengikuti perubahanperubahan peraturan yang berlaku. 3. Keuangan Daerah Masalah yang timbul dari keuangan daerah berawal dari SDM yang kurang baik dan penerapan kebijakan yang tidak sesuai dengan daerahnya. Sehingga perlu dilakukan keseragaman dan peningkatan tingkat profesionalisme SDM dalam menangani keuangan daerahnya. Disarankan kepada pemerintahan kabupaten/kota agar pemberlakuan kebijakan yang tepat guna sangat perlu dilakukan, karena kebijakan yang salah tidak dapat meningkatkan kinerja pemerintahannya. 4. Pengawasan Disarankan kepada pemerintahan kabupaten/kota agar pengawasan daerah dapat berjalan secara optimal, maka yang perlu dipertimbangkan yaitu: 1. Perlunya Unit Dekonsentrasi sebagai Perangkat Gubernur UU 22/1999 (Pasal 33) telah mengatur mengenai kegiatan supervisi dan fasilitasi oleh Pusat agar Daerah dapat menjalankan otonominya secara optimal. PP
MHD Karya Satya Azhar: Analisis Kerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah, 2008. USU e-Repository © 2008
20/2001 tentang Pembinaan Pengawasan juga telah mengatur peranan Gubernur selaku wakil Pusat di Daerah untuk melakukan pengawasan, supervisi dan fasilitasi terhadap jalannya otonomi Kabupaten/Kota di wilayahnya. Namun tidak terdapat kejelasan mengenai perangkat dekonsentrasi yang membantu Gubernur dalam kapasitasnya sebagai wakil Pusat untuk melakukan pembinaan dan pengawasan di wilayahnya. Kelembagaan yang dibentuk di Propinsi lebih bertumpu pada dinas sedangkan dinas adalah unit pelaksana otonomi Daerah dan bukan unit pelaksana dekonsentrasi. 2. Revitalisasi Peran Gubernur Sebagai Wakil Pusat Di Daerah Gubernur harus berperan aktif sebagai wakil Pusat dalam melakukan pengawasan, supervisi dan fasilitasi terhadap pelaksanaan otonomi daerah. Memang sebagai daerah otonom Propinsi tidaklah membawahi Kabupaten. Namun
sebagai
wakil
Pusat
dalam
rangka
NKRI,
Gubernur
berkewajiban mengawasi dan memfasilitasi otonomi Daerah. 3. Perlunya sosialisasi Peraturan Perundangan. Hal ini penting untuk menciptakan persepsi yang sama antara Pusat dengan Daerah sehingga deviasi penafsiran yang berbeda dapat di minimalisir. 4. Penegakan hukum yang tegas, perlu adanya sanksi yang jelas dan tegas bagi pelanggaran yang dilakukan Daerah.
MHD Karya Satya Azhar: Analisis Kerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah, 2008. USU e-Repository © 2008
5. Politik Disarankan kepada pemerintahan kabupaten/kota agar mempersingkat garis birokrasi guna meningkatkan kinerja kabupaten/kota khususnya kinerja keuangannya. Pengesahan APBD harus dilakukan secara cepat dan tepat agar kinerja yang diharapkan dapat berlangsung dengan baik.
MHD Karya Satya Azhar: Analisis Kerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah, 2008. USU e-Repository © 2008
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 1.
Kesimpulan Adapun kesimpulan dari penelitian adalah : 1. Terdapat perbedaan kinerja keuangan pemerintahan daerah dalam bentuk desentralisasi fiskal pada era sebelum dan setelah otonomi daerah. 2. Terdapat perbedaan kinerja keuangan pemerintahan daerah dalam bentuk upaya fiskal pada era sebelum dan setelah otonomi daerah. 3. Terdapat perbedaan kinerja keuangan pemerintahan daerah dalam bentuk kemampuan pembiayaan pada era sebelum dan setelah otonomi daerah. 4. Tidak terdapat perbedaan kinerja keuangan pemerintahan daerah dalam bentuk efisiensi penggunaan anggaran pada era sebelum dan setelah otonomi daerah. Kesimpulan dari penelitian ini adalah mendukung hasil penelitian yang
dilakukan oleh Abdul Halim dan Izzah Marfhuah, dimana hasil penelitian mereka menunjukan bahwasanya terdapat perbedaan kinerja sebelum dan setelah otonomi. Ini dapat dilihat dari tingginya tingkat pembiayaan daerah dari pemerintahan pusat cukup tinggi dan tekanan keuangan yang mengakibatkan kinerja pemerintahan daerah bergeser naik maupun turun. Pergeseran ini secara rata-rata cenderung mengalami penurunan dari yang sebelumnya. Penelitian ini dilakukan pada kabupaten/kota di provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara dengan tahun penelitian 1998/1999 sampai dengan 2005.
MHD Karya Satya Azhar: Analisis Kerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah, 2008. USU e-Repository © 2008
Adapun yang menjadi temuan secara umum yang berkaitan dengan penelitian adalah akibat terjadinya pemekaran kabupaten/kota pada era setelah otonomi daerah diberlakukan. Sehingga banyak daerah-daerah yang mengalami penurunan anggaran dan penurunan pendapatan asli daerah akibat semakin kecilnya wilayah yang diatur oleh pemerintahan kabupaten/kota ini. Selain itu terdapat pula beberapa faktor yang memungkinkan terjadinya penurunan kinerja ini, dan temuan ini didapat dari beberapa sumber, antara lain : a) Kewenangan daerah yang tumpang tindih sehingga garis birokrasi menjadi lebih panjang dari sebelumnya, dan ini kemungkinan berakibat kepada penyalahgunaan jabata dan wewenang. b) Terbatasnya sumber daya manusia pada pemerintahan kabupaten/kota yang memiliki kualitas baik, sehingga ini menjadi salah satu kendala untuk meningkatkan kinerja keuangan. c) Pengelolaan keuangan daerah yang semakin tidak jelas akibat dari penerapan kebijakan yang tidak sesuai dengan daerahnya. d) Sistem pengawasan yang kurang efektif akibat kewenangan yang tidak jelas baik dalam peraturan maupun praktik dilapangan. e) Suhu politik yang semakin tidak karuan akibat dari semakin panjang dan lamanya garis birokrasi yang diterapkan. Sehingga kinerja keuangan semakin menurun dan tidak sesuai dengan yang diharapkan.
MHD Karya Satya Azhar: Analisis Kerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah, 2008. USU e-Repository © 2008
2.
Saran Sebelum memberikan saran, peneliti akan memaparkan beberapa keterbatasan
penelitian yang dilakukan oleh peneliti sendiri, antara lain adalah sebagai berikut : 1. Terdapat kabupaten/kota baru yang ada setelah era otonomi diberlakukan, sehingga sulit dalam menganalisis secara baik, khususnya kinerja keuangannya. 2. Terdapat peraturan yang tumpang tindih dan konsekwensi untuk penataan ulang atas kewenangan pusat dan daerah. 3. Terdapat Sumber Daya Manusia yang kurang siap dalam menghadapi perubahan-perubahan peraturan, sehingga susah dalam menghadapi persoalan-persoalan daerah. 4. Terdapat penerapan kebijakan yang tidak sesuai dengan daerahnya. 5. Terdapat pengawasan yang kurang efektif oleh gubernur kepada bupatibupatinya, yang disebabkan oleh kewenangan yang tidak jelas. 6. Terdapat peraturan dan sanksi yang kurang tegas terhadap pelanggar peraturan daerah. Oleh disebabkan atas keterbatasan penelitian diatas maka peneliti memberikan saran yang dapat disampaikan sebagai berikut : 1. Penelitian selanjutnya agar mempertimbangkan kabupaten/kota yang baru terbentuk pada era otonomi daerah, karena ini menjadi salah satu faktor turunnya kinerja keuangan tersebut.
MHD Karya Satya Azhar: Analisis Kerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah, 2008. USU e-Repository © 2008
2. Perlu melakukan pembenahan peraturan atas peraturan-peraturan yang dibuat oleh pemerintah, sehingga nantinya peraturan tersebut tidak tumpang tindih. 3. Perlu dilakukan pelatihan dan pembenahan atas sumber daya manusia pada semua pemerintahan kabupaten/kota agar nantinya seluruh program yang dicanangkan oleh pemerintah dapat diikuti dan kinerja menjadi lebih baik. 4. Perlu dilakukan penerapan kebijakan yang tepat guna dan sesuai dengan daerahnya. 5. Perlu dilakukan pengawasan yang lebih baik, dan penerapan kebijakan serta kewenangan yang lebih jelas. 6. Perlu diberlakukannya peraturan yang tegas sehingga tidak terdapat ketimpangan-ketimpangan pada setiap daerah-daerah.
MHD Karya Satya Azhar: Analisis Kerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah, 2008. USU e-Repository © 2008
DAFTAR PUSTAKA Henderson, Dale A, Performance Measure for Non Profit Organizations, Accounting Journal, January 2002. Halim,Abdul, 2001, Analisis Deskriptif Pengaruh Fiscal Stress Pada APBD Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah, Kompas No.2 Bulan Mei. Hilton, W Ronald, Cost Management, Strategies for Business Decision, International Edition, Edisi Kedua Penerbit McGraw-Hill Companies,2003. Hariyadi, Bambang, Analisis Fiskal Stress Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintahan Daerah, Simposium Nasional Akuntansi, 2002. Joel, G Siegel, Management Business Series : Financial Management, Edisi Bahasa Indonesia, Cetakan Kedua 1997, Penerbit Gramedia Pustaka Umum. Lesmana, Rico, Financial Performance Analyzing : Pedoman Menilai Kinerja Keuangan Untuk Perusahaan Tbk, Yayasan, BUMN, BUMD dan Organisasi Lainnya, Penerbit Elex Media Komputindo, 2003. Widodo, Joko, Akuntansi Sektor Publik, Edisi Pertama, Penerbit BPFE Yogyakarta, 2001. Mardiasmo, Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah : Good Governance, Democratization, Local Government Financial Management, Edisi Bahasa Indonesia, Penerbit Andi, Yogyakarta, April 2002. Mafruhah, Izzah, Kesiapan Daerah Tingkat II di Provinsi Kalimantan Timur dalam Menghadapi Implementasi UU No.25 Tahun 1999, Thesis Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada, 2000. Mc Andrew, Collin, Ichlasul Amal, Hubungan Pusat – Daerah Dalam Pembangunan, Edisi Bahasa Indonesia, Cetakan Keempat, Penerbit PT.Radja Grafindo Persada Indonesia, Februari 2003. Reksohadiprojo, Sukanto, Ekonomi Publik, Edisi Pertama, Penerbit BPFE Yogyakarta, Desember 1999.
MHD Karya Satya Azhar: Analisis Kerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah, 2008. USU e-Repository © 2008
Tangkilisan, Hesel Nogi S, Kebijakan Publik Yang Membumi, Konsep dan Strategi, Cetakan Pertama, Penerbit Yayasan Pembaharuan Administrasi Publik Indonesia dan Lukman Offset, 2003. Tangkilisan, Hesel Nogi S, Manajemen Modern untuk Sektor Publik : Strategic Management, Total Quality Management, Balance Score Card and Scenario Planning, Edisi Bahasa Indonesia, Cetakan Pertama, Penerbit Balairung & Co,Yogyakarta, September 2003. Umar, Husein, Evaluasi Kinerja Perusahaan : Teknik Evaluasi Bisnis dan Kinerja Perusahaan Secara Komprehensif, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta 2002. Wasistiono, Sadu M, Kapita Selekta Manajemen Pemerintahan Daerah, (Edisi Revisi), Cetakan Ketiga, Pusat Kajian Pemerintahan STPDN, Penerbit Fokus Media,Maret 2003. Badan Pemeriksa Keuangan, Kumpulan Hasil Pemeriksaan Tahunan Laporan Keuangan Daerah dan Perhitungan APBD, (1997 – 2003) Badan Analisa Keuangan dan Moneter, Kumpulan Peraturan Otonomi Daerah, 2000. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah, Laporan Keuangan Daerah Historis, 2004.
MHD Karya Satya Azhar: Analisis Kerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah, 2008. USU e-Repository © 2008
Lampiran 1. Sample Penelitian No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
Kode Wilayah 01.01 Kab 01.02 Kab 01.03 Kab 01.04 Kab 01.05 Kab 01.06 Kab 01.07 Kab 01.08 Kab 01.12 Kota 01.13 Kota 02.01 Kab 02.02 Kab 02.03 Kab 02.04 Kab 02.05 Kab 02.06 Kab 02.07 Kab 02.08 Kab 02.09 Kab 02.10 Kab 02.11 Kab 02.14 Kota 02.15 Kota 02.16 Kota 02.17 Kota 02.18 Kota 02.19 Kota
Nama Daerah Aceh Barat Aceh Besar Aceh Selatan Aceh Tengah Aceh Tenggara Aceh Timur Aceh Utara Pidie Banda Aceh Sabang Asahan Dairi Deli Serdang Labuhan Batu Langkat Nias Simalungun Tanah Karo Tapsel Tapteng Taput Binjai Medan P.Siantar Sibolga T.Balai T.Tinggi
MHD Karya Satya Azhar: Analisis Kerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah, 2008. USU e-Repository © 2008
Lampiran 2. Rasio Desentralisasi Fiskal Dua Periode Penelitian Kode Daerah 01.01 Kab 01.02 Kab 01.03 Kab 01.04 Kab 01.05 Kab 01.06 Kab 01.07 Kab 01.08 Kab 01.12 Kota 01.13 Kota 02.01 Kab 02.02 Kab 02.03 Kab 02.04 Kab 02.05 Kab 02.06 Kab 02.07 Kab 02.08 Kab 02.09 Kab 02.10 Kab 02.11 Kab 02.14 Kota 02.15 Kota 02.16 Kota 02.17 Kota 02.18 Kota 02.19 Kota
Sebelum Nama Daerah Aceh Barat Aceh Besar Aceh Selatan Aceh Tengah Aceh Tenggara Aceh Timur Aceh Utara Pidie Banda Aceh Sabang Asahan Dairi Deli Serdang Labuhan Batu Langkat Nias Simalungun Tanah Karo Tapsel Tapteng Taput Binjai Medan P.Siantar Sibolga T.Balai T.Tinggi
Setelah
PAD/ TPD 0.0424 0.0464 0.2339 0.0365 0.0408
BHPB P/ TPD 0.1067 0.0494 0.0617 0.0674 0.1218
SUM/ TPD 0.6144 0.7250 0.5380 0.6703 0.6375
PAD/ TPD 0.0175 0.0057 0.0087 0.0103 0.0166
BHPBP/ TPD 0.5277 0.3641 0.5306 0.4427 0.7159
SUM/ TPD 0.0518 0.0264 0.0491 0.1221 0.0569
0.0380 0.0565 0.0385 0.0831 0.0186 0.0392 0.0339 0.0555 0.0579 0.0367 0.0581 0.0334 0.0494 0.0454 0.0228 0.0355 0.0474 0.1747 0.2303 0.1417 0.0773 0.0892
0.1116 0.2187 0.0720 0.0640 0.1350 0.1879 0.1320 0.1096 0.1304 0.1857 0.1732 0.1106 0.0992 0.0813 0.0823 0.1131 0.0982 0.1425 0.1278 0.1551 0.1800 0.1605
0.6639 0.6009 0.6150 0.6910 0.5731 0.5134 0.7311 0.6379 0.7024 0.6088 0.5542 0.5159 0.7330 0.6646 0.6641 0.6265 0.7412 0.5577 0.5505 0.5223 0.5545 0.5963
0.0067 0.0272 0.0080 0.0251 0.0164 0.0453 0.0214 0.0602 0.0932 0.0211 0.0097 0.0296 0.0310 0.0075 0.0171 0.0195 0.0313 0.1688 0.0380 0.0376 0.0434 0.0415
0.3644 0.5098 0.5358 0.6792 0.3672 0.6838 0.6897 0.6850 1.0215 0.5357 0.3669 0.7128 0.6816 0.3598 0.4963 0.5161 0.7018 0.4662 0.5045 0.7048 0.5681 0.6976
0.0278 0.2120 0.0380 0.0668 0.0021 0.0527 0.0698 0.0437 0.2232 0.0091 0.0066 0.0497 0.0562 0.0181 0.0531 0.0429 0.0495 0.1424 0.0396 0.0380 0.1262 0.0312
MHD Karya Satya Azhar: Analisis Kerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah, 2008. USU e-Repository © 2008
Lampiran 3. Rasio Upaya Fiskal Dua Periode Penelitian Kode Daerah 01.01 Kab 01.02 Kab 01.03 Kab 01.04 Kab 01.05 Kab 01.06 Kab 01.07 Kab 01.08 Kab 01.12 Kota 01.13 Kota 02.01 Kab 02.02 Kab 02.03 Kab 02.04 Kab 02.05 Kab 02.06 Kab 02.07 Kab 02.08 Kab 02.09 Kab 02.10 Kab 02.11 Kab 02.14 Kota 02.15 Kota 02.16 Kota 02.17 Kota 02.18 Kota 02.19 Kota
Nama Daerah Aceh Barat Aceh Besar Aceh Selatan Aceh Tengah Aceh Tenggara Aceh Timur Aceh Utara Pidie Banda Aceh Sabang Asahan Dairi Deli Serdang Labuhan Batu Langkat Nias Simalungun Tanah Karo Tapsel Tapteng Taput Binjai Medan P.Siantar Sibolga T.Balai T.Tinggi
Sebelum
Setelah
PAD / TAPAD
PAD / TAPAD
0.5421 0.7412 0.7933 0.3793 0.9353 0.3527 0.4605 0.6943 0.8929 0.6257 0.4284 0.5898 0.3165 0.8699 0.5627 0.5469 0.5678 0.8280 0.6040 0.6669 0.7885 0.6443 0.6979 0.9728 0.7341 0.6324 0.4390
0.4355 0.1789 0.1876 0.4079 0.4370 0.1487 1.3072 0.1039 0.7600 0.1000 0.3038 0.2646 0.3921 0.2959 0.2594 0.2619 0.3310 0.2827 0.2410 0.2281 0.2457 0.2653 0.3989 0.2801 0.2693 0.2434 0.2668
MHD Karya Satya Azhar: Analisis Kerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah, 2008. USU e-Repository © 2008
Lampiran 4. Rasio Kemampuan Pembiayaan Dua Periode Penelitian Sebelum Kode Daerah
Setelah
Nama Daerah
PAD/ TKD
PAD/ KR
01.01 Kab
Aceh Barat
0.0482
0.0960
(PAD+ BHPBP )/TKD 0.1694
01.02 Kab
Aceh Besar
0.0474
0.0878
01.03 Kab
Aceh Selatan
0.3637
01.04 Kab
Aceh Tengah
01.05 Kab
PAD/ TKD
PAD/ KR
0.0156
0.0547
(PAD+ BHPBP)/ TKD 0.5029
0.0981
0.0060
0.0083
0.3870
0.9093
0.4462
0.0085
0.0079
0.5325
0.0420
0.0708
0.1198
0.0108
1.0024
0.4779
0.0431
0.0769
0.1734
0.0167
0.0191
0.7376
01.06 Kab
Aceh Tenggara Aceh Timur
0.0392
0.0743
0.1537
0.0067
0.2250
0.3659
01.07 Kab
Aceh Utara
0.0573
0.1072
0.2814
0.0253
0.0632
0.6031
01.08 Kab
Pidie
0.0391
0.0783
0.1124
0.0087
0.2220
0.5905
01.12 Kota
Banda Aceh
0.0855
0.1527
0.1515
0.0273
2.5696
0.7687
01.13 Kota
Sabang
0.0207
0.0481
0.1710
0.0166
0.5713
0.3903
02.01 Kab
Asahan
0.0417
0.0659
0.2466
0.0452
0.0552
0.7289
02.02 Kab
Dairi
0.0346
0.0493
0.1698
0.0240
0.0284
0.7955
02.03 Kab
Deli Serdang
0.0582
0.0843
0.1721
0.0597
0.0688
0.7412
02.04 Kab
Labuhan Batu
0.0610
0.0834
0.1969
0.0476
0.0964
0.7741
02.05 Kab
Langkat
0.0381
0.0589
0.2314
0.0223
0.0268
0.5892
02.06 Kab
Nias
0.0557
0.1142
0.2224
0.0105
0.0172
0.4071
02.07 Kab
Simalungun
0.0341
0.0810
0.1471
0.0298
0.0368
0.7477
02.08 Kab
Tanah Karo
0.0497
0.0693
0.1489
0.0323
0.0358
0.7416
02.09 Kab
Tapsel
0.0446
0.0627
0.1250
0.0078
0.0105
0.3867
02.10 Kab
Tapteng
0.0246
0.0431
0.1135
0.0182
0.0260
0.5611
02.11 Kab
Taput
0.0368
0.0600
0.1545
0.0200
0.0276
0.5608
02.14 Kota
Binjai
0.0493
0.0679
0.1514
0.0331
0.0406
0.7810
02.15 Kota
Medan
0.1842
0.2453
0.3340
0.1686
0.2010
0.6393
02.16 Kota
P.Siantar
0.3054
0.3262
0.4710
0.0404
0.0474
0.5768
02.17 Kota
Sibolga
0.1963
0.2147
0.3954
0.0386
0.0455
0.7717
02.18 Kota
T.Balai
0.0852
0.1343
0.2834
0.0474
0.0742
0.6603
02.19 Kota
T.Tinggi
0.0968
0.1396
0.2719
0.0404
0.0566
0.7491
MHD Karya Satya Azhar: Analisis Kerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah, 2008. USU e-Repository © 2008
Lampiran 5. Rasio Efesiensi Pengeluaran Dua Periode Penelitian Kode Daerah 01.01 Kab 01.02 Kab 01.03 Kab 01.04 Kab 01.05 Kab 01.06 Kab 01.07 Kab 01.08 Kab 01.12 Kota 01.13 Kota 02.01 Kab 02.02 Kab 02.03 Kab 02.04 Kab 02.05 Kab 02.06 Kab 02.07 Kab 02.08 Kab 02.09 Kab 02.10 Kab 02.11 Kab 02.14 Kota 02.15 Kota 02.16 Kota 02.17 Kota 02.18 Kota 02.19 Kota
Nama Daerah Aceh Barat Aceh Besar Aceh Selatan Aceh Tengah Aceh Tenggara Aceh Timur Aceh Utara Pidie Banda Aceh Sabang Asahan Dairi Deli Serdang Labuhan Batu Langkat Nias Simalungun Tanah Karo Tapsel Tapteng Taput Binjai Medan P.Siantar Sibolga T.Balai T.Tinggi
Sebelum
Setelah
TSA/TBD
TPL/TBD
TSA/TBD
TPL/TBD
0.0914 0.0314 0.0595 0.1197 0.0043 0.2972 0.1609 0.0355 0.0190 0.0546 0.0878 0.0301 0.1801 0.0105 0.0496 0.0670 0.2005 0.0151 0.0513 0.0403 0.0155 0.0361 0.0827 0.0106 0.0521 0.2033 0.2081
1.0549 0.9766 1.3277 0.8492 0.8263 1.0252 0.8005 0.8876 0.9146 1.7327 0.6466 0.4756 0.5359 0.3861 0.5255 0.8976 1.3970 0.3895 0.4798 0.7392 0.6294 0.3638 0.3293 0.1579 0.3266 0.5793 0.4443
0.0142 0.0107 0.0173 0.4175 0.0166 -0.2177 0.2305 -0.1785 0.3684 -0.5513 0.1866 0.4598 0.3959 2.7209 0.2145 0.0208 0.4019 0.3847 0.0158 0.2351 0.2149 0.4207 0.1130 0.0111 0.4093 0.5874 0.4113
1.1706 0.1791 0.1594 53.3364 0.4940 12.0619 1.1581 12.6018 89.4292 8.4672 0.1707 0.1457 0.1354 1.6028 0.1180 0.2599 0.1882 0.0879 0.1309 0.2539 0.2429 0.2106 0.1602 0.1054 0.1424 0.4327 0.3183
MHD Karya Satya Azhar: Analisis Kerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah, 2008. USU e-Repository © 2008