Jurnal Ilmiah
WIDYA SOSIOPOLITIKA Vol. 6. No. 1, April 2015
ISSN : 2087-1767
Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Kota Denpasar Sebelum dan Sesudah Otonomi Daerah Oleh: Bandiyah Kebijakan Publik dan Resistensinya : Analisa Kritis terhadap Kebijakan Pemerintah Kabupaten Badung dalam Mengoperasionalkan Terminal Mengwi Oleh: Muhammad Ali Azhar “No Rights, No Redd+ !”: Masyarakat Adat Menggugat Oleh: Ikma Citra Ranteallo dan Daud Suryaningrat Turupadang Implementasi Sistem Klasifikasi Koleksi Perpustakaan (Studi Kasus di Perpustakaan Fakultas Hukum, Universitas Udayana) Oleh: I Made Kastawa Pemanfaatan Web Archive untuk Meningkatkan Akuntabilitas dan Transparansi Oleh: I Putu Suhartika Melihat Maskulinitas Seni Perang Sun Tzu Melalui Perspektif Feminis Oleh: Ni Wayan Rainy Priadarsini Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Melalui Retribusi (Dinamika Otonomi Daerah di Kabupaten Banyuwangi) Oleh: I Putu Dharmanu Yudartha
DITERBITKAN OLEH: FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS UDAYANA Jurnal Ilmiah Widya Sosiopolitika
Volume 6
Nomor 1
April 2015
ISSN 2087-1767
Vol. 6 No. 1 Tahun 2015
ISSN: 2087 - 1767
DAFTAR ISI JURNAL ILMIAH FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
Daftar isi ............................................................................................................................ i Pengantar ........................................................................................................................ i i •
Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Kota Denpasar Sebelum dan Sesudah Otonomi Daerah Oleh: Bandiyah............................................................................................................ 1
•
Kebijakan Publik dan Resistensinya: Analisa Kritis terhadap Kebijakan Pemerintah Kabupaten Badung dalam Mengoperasionalkan Terminal Mengwi Oleh: Muhammad Ali Azhar ........................................................................................ 26
•
“No Rights, No Redd+ !”: Masyarakat Adat Menggugat Oleh: Ikma Citra Ranteallo dan Daud Suryaningrat Turupadang ................................... 37
•
Implementasi Sistem Klasifikasi Koleksi Perpustakaan (Studi Kasus di Perpustakaan Fakultas Hukum, Universitas Udayana) Oleh: I Made Kastawa .............................................................................................. 63
•
Pemanfaatan Web Archive untuk Meningkatkan Akuntabilitas dan Transparansi Oleh : I Putu Suhartika ............................................................................................... 83
•
Melihat Maskulinitas Seni Perang Sun Tzu Melalui Perspektif Feminis Oleh: Ni Wayan Rainy Priadarsini .............................................................................. 91
•
Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Melalui Retribusi (Dinamika Otonomi Daerah di Kabupaten Banyuwangi) Oleh: I Putu Dharmanu Yudartha ............................................................................. 107
i
ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH KOTA DENPASAR SEBELUM DAN SESUDAH OTONOMI DAERAH Bandiyah Program Studi Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Udayana Bali Abstract Implementation of decentralization and regional autonomy has implications for the implementation of fiscal decentralization in each region . Denpasar City is one of the region long before the autonomy already had financing capabilities in areas with signifinace sufficient generate revenue, but it was not enough to demonstrate that the performance of the financial management have the tools and good practice. Based on the identification of the problem, this study was conducted to explore how information and knowledge about the effect of fiscal decentralization on fiscal effort made by the Denpasar City Government to improve public financial management performance . The method used to carry out the study was qualitative analytic methods to test the area appeal to the financial statements ( assessment aimed at revenue growth) . Differences in the ratio of the financial statements to be parameter to measure how far performance generated on the principle;Fiscal effort, the level of indepenedence financial and eficience of budgeting. The result that fiscal decentralization makes the area must conform to both the procedural and management of financial statements that are based on the rules and policies of the center goverment. Therefore, to facilitate the financial management, Denpasar government management of change work patterns to generate better financial performance by doing the following activities:1).Fiscal efforts to increase the amount of ability and achievement of revenue targets each year. 2). Strive hard to provide the taxpayer as a primary source of revenue receipts . 3). Perform efficient use of budget allocated budget by the rest of the tender results , the rest of the current budget implementation with priorities me to realize reinvestment others program or to saving budget for future of years. Keywords: Financial performance,Fiscal decentralization, Fiscal effort, Financing outonomy, efficiency of budget use 1. Pendahuluan Sejak timbulnya krisis ekonomi yang
membiayai proyek-proyek pembangunan yang
dipicu oleh krisis moneter pertengahan tahun
disebabkan pendapatan pemerintah berkurang,
1997, pembangunan di Indonesia terhenti
khususnya dari sektor pajak dan restribusi.
karena ketidakmampuan pemerintah dalam
Krisis moneter ini pula yang mendorong
1
keinginan kuat dari pemerintah pusat untuk
yang pada gilirannya akan meningkatkan
melepaskan sebagian wewenang pengelolaan
kesejahteraan rakyat secara keseluruhan.
keuangan kepada daerah dan diharapkan
Secara sempit, otonomi daerah berarti
daerah dapat membiayai kegiatan pembanguan
terjadinya pengelolaan keuangan daerah yang
dan pelayanan masyarakat atas dasar
lebih baik dengan pemenuhan azas
kemampuan keuangan sendiri. Dengan kata
akuntabilitas dan transparansi. Penggunaan
lain, penurunan penerimaan negara secara
dana publik sangat menuntut adanya
simultan telah mendorong timbulnya inisiatif
pengelolaan
pemberian status otonomi kepada daerah
bertanggungjawab. Optimalisasi pengelolaan
otonom sebagaimana yang telah diatur dalam
dana publik diartikan bahwa daerah menggali
UU Nomor 5 tahun 1974 sebagai sebutan bagi
sumber-sumber pendapatan daerah dan
Pemerintah Provinsi/Kabupaten Kota di era
menggunakan sumber daerah tersebut dengan
sebelum otonomi daerah.
memenuhi aspek efisiensi dan efektifitas. Hal
dana
daerah
yang
Untuk merealisasikan keinginan
yang penting dengan adanya desentralisasi dan
desentralisasi guna mengurangi ketergantungan
otonomi daerah dapat meningkatkan
daerah kepada pemerintah pusat, maka melalui
kemampuan pembiayaan daerah dalam tingkat
Undang- Undang Nomor 22 Tahun 1999
desentralisasi fiscal dan menjamin adanya
tentang otonomi daerah dan Undang-Undang
kehematan dalam pengelolaan belanja dengan
Nomor 25 Tahun 1999 Tentang perimbangan
regulasi yang mendukung dengan tegas dalam
Keuangan antara Pemerintah pusat dan
mengatur pengelolaan keuangan suatu
pemerintah daerah sampai dengan Undang-
pemerintahan daerah.
Undang Nomor 24 tahun 2005, Pemerintah Republik
Indonesia
secara
Lahirnya UU Nomor 22 Tahun 1999
resmi
tentang Otda tentu membawa konsekuensi
memberlakukan status otonomi daerah kepada
terhadap pembiayaan daerah. Harapannya
daerah otonom dan mencabut Undang-Undang
dapat memberikan dua aspek kinerja keuangan
nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok
yang dituntut agar lebih baik dibanding dengan
Pemerintah daerah. Kebijakan desentralisasi
era sebelum otonomi daerah. Aspek pertama
yang tertuang dalam UU Nomor 22 Tahun
adalah bahwa daerah diberi kewenangan
1999 tentang pemerintah daerah diharapkan
mengurus pembiayaan daerah dengan kekuatan
akan lebih memberi peluang pada perubahan
utama pada kemampuan pendapatan asli
kehidupan pemerintah daerah yang demokratis
daerah (desentralisasi fiscal). Aspek kedua
2
yaitu di sisi manajemen pengeluaran daerah
(Mardiasmo,2002). Reformasi pengelolaan
harus lebih akuntabel dan transparan. Hal ini
keuangan daerah meliputi:
menuntut daerah agar lebih efisien dun efektif
a)
Financing Reform
dalam pengeluaran daerah. Kedua aspek
b)
Budget Reform
tersebut dapat juga disebut sebagai financing
c)
Accounting Reform
reform.
d)
Audit Reform
Financing Reform merupakan bagian
Denpasar merupakan ibukota Provinsi
integral dalam reformasi pengelolaan keuangan
Bali dan salah satu kota yang setiap tahun
daerah. Reformasi ini dilaksanakan melalui
mengalami peningkatan kinerja laporan
regulasi/ketentuan/instrumen keuangan masing-
keuangannya yang cukup signifikan1. Misalnya
masing daerah. Instrumen yang mengatur
tahun 2010 Kota Denpasar dinilai memenuhi
penerimaan daerah adalah UU Nomor 34
standar laporan keuangan dan mampu
Tahun 2000 tentang Pajak dan Retribusi Daerah
meningkatkan kinerja SDM dalam
yang diikuti dengan peraturan pelaksana
memperbaharui laporan keuangan daerahnya.
berupa Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 65
Berbeda dengan sebelum otonomi daerah,
dan PP Nomor 66 Tahun 2001 Dibidang
laporan kinerja keuangan daerah Kota
pengeluaran daerah. Di samping itu, PP Nomor
Denpasar yang masih stagnan, karena tidak
105, PP Nomor 106, PP Nomor 107, PP
adanya kemampuan spirit daerah sebab masih
Nomor 108 dan PP Nomor 109 serta
dibelenggu dalam kondisi sentralistik.
Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002.
Berdasarkan uraian diatas, Studi ini akan memfokuskan bagaimana pengelolaan
Reformasi pengelolaan keuangan
keuangan Pemerintah Kota Denpasar setelah
daerah sendiri diawali dengan adanya tuntutan
kebijakan desentralisasi fiscal diterapkan, dan
terwujudnya pemerintahan yang baik (good
bagaimana pengaruhnya terhadap kinerja
governance).
keuangan Pemkot Denpasar sekarang ini.
Guna
mewujudkan
pemerintahan yang baik, diperlukan reformasi kelembagaan dan reformasi manajemen sektor
2. Perumusan Masalah
publik. Reforrnasi manajemen sektor publik
Bagaimana Pengaruh Desentralisasi
harus dan sangat ditentukan oleh reformasi di
Fiskal terhadap upaya Fiskal Pemerintah Kota
bidang pengelolaan keuangan daerah
Denpasar dalam Meningkatkan Kinerja Pengelolaan Keuangan Daerah? 1) 1)
Bali Post, 2010: “Laporan Keuangan Kota Denpasar melebihi Kewajaran” laporan keuangan Kota Denpasar 2010.
3
3. Tinjauan Pustaka
daerah otonom sebagai bagian dari
3.1. Gambaran Pengelolaan Keuangan Era
bantuan pemerintahan pusat terus
Sebelum Otonomi Daerah
mengalami perubahan istilah yang
Sejak repelita I tahun 1967 sampai
disesuaikan dengan sasaran pemberian
dengan pertengahan Repelita IV Tahun 1999,
bantuan. Terakhir sebelum otonomi daerah
anggaran pendapatan dan belanja daerah di
digunakan istilah dana rutin daerah dana
Indonesia disusun menurut tahun anggaran yang
pembangunan daerah;
dimulai pada tanggal 1 April dan berakhir 31
c
Maret tahun berikutnya. Bentuk dan susunan
d. Penerimaan pembangunan sebagai
APBD yang ada sama dengan bentuk dan
komponen penerimaan yang bersumber
susunan APBN, hanya saja sebutan untuk pos-
dari pinjaman yang dilakukan pemerintahan
pos pendapatan dan belanja sedikit berbeda.
daerah.
Menurut UU nomor 5 tahun 1974,
e
Lain-lain penerimaan yang sah
Dana sektoral, jenis dana ini tidak termuat
sumber pembiayaan daerah sangat didominasi
dalam APBD namun masih merupakan
oleh bantuan keuangan dari pemerintahan
jenis penerimaan daerah dalam bentuk
pusat. Bantuan keuangan yang dimaksud dapat
bantuan dan pemerintahan pusat untuk
dibagi dalam dua kategori yaitu pendapatan
membantu pembangunan sarana dan
yang diserahkan kepada pemerintahan daerah
prasarana yang pelaksanaannya dilakukan
dan subsidi kepada pemerintahan daerah.
oleh dinas provinsi.
Dalam pasal 55 Undang-undang tersebut
Dari uraian diatas diketahui bahwa
disebutkan tentang sumber pendapatan daerah
sebelum adanya Undang-Undang Otonomi
otonom yaitu:
Daerah yang ditandai dengan hadirnya UU
a. Pendapatan asli daerah sendiri (PADS)
nomor 22 dan 25 Tahun 1999 ternyata sistem
yang terdiri dari beberapa pos pendapatan
perusahaan pembiayaan daerah sudah
yaitu pajak daerah, retribusi daerah,
menerapkan konsep perimbangan keuangan
bagian laba usaha daerah dan lain-lain. Ini
antara pemerintahan pusat dan daerah tetapi
disebut pendapatan yang sah;
belum didasarkan pada konstribusi setiap
Pendapatan yang berasal dari pemberian
daerah dalam hal pendapatan yang diperoleh
pemerintahan pusat yang terdiri dari
dan sumber daya alam yang dieksploitasi.
b
sumbangan pemerintah pusat serta subsidi
Di sisi pengeluaran daerah pengaturan
rutin dan pembangunan. Istilah subsidi
belanja diatur melalui Peraturan Pemerintahan
4
nomor 5 tahun 1975 dan nomor 6 tahun 1975
d. Masih dalam komposisi belanja rutin
dan Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 2
terdapat belanja dengan sebutan
tahun 1991. Tahun 1996 dikeluarkan aturan
pengeluaran tidak termasuk bagian lain dan
yang mengatur tentang tata cara penyusunan,
pengeluaran tidak tersangka yang tidak
pelaksanaan dan pertanggungjawaban
jelas
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
pertanggungjawabannya. Prosedur
Beberapa karakteristik pengelolaan belanja
pencairan pengeluaran ini ditentukan oleh
daerah di era sebelum otonomi daerah dengan
kebijakan kepala daerah masing-masing.
alat pengatur berupa regulasi tersebut diatas,
e. Pembiayaan belanja rutin didanai dari
tujuan
penggunaan
dan
dapat dikemukakan sebagai berikut:
kemampuan PAD, dan belanja
a. Pengeluaran rutin terdiri dari belanja
pembangunan didanai dan subsidi
pegawai, belanja barang dan jasa, belanja pemeliharaan, belanja perjalanan dinas,
pemerintahan pusat f.
Belanja pembangunan terdiri dari
belanja angsuran, sumbangan dan
pekerjaan fisik dan non fisik dan terhadap
bantuan, pengeluaran tidak termasuk
pekerjaan non fisik sangat sulit diukur
bagian lain pengeluaran tidak tersangka.
tingkat manfaat dan pencapaian sasaran
b. Belanja pembangunan merupakan belanja
serta pertanggungjawabannya, seringkali
yang dialokasikan untuk membiayai
tidak didukung bukti pengeluaran yang
pekerjaan baik fisik maupun non fisik.
memadai.
c. Dalam jenis belanja rutin berupa belanja
3.2. Gambaran Pengelolaan Keuangan Era
barang/jasa, belanja pemeliharaan dan
Setelah Otonomi Daerah
perjalanan dinas terdiri dari sub jenis
a. Reformasi Pengelolaan Keuangan Daerah
pengeluaran yang tertera dengan sistem
Salah satu aspek dalam pemerintahan
digit. Namun dalam pelaksanaannya,
daerah yang harus diatur adalah masalah
setiap jenis belanja tersebut memiliki digit
pengelolaan keuangan daerah dan
penutup dengan sebutan pengeluaran lain-
anggaran daerah. Dalam upaya
lain yang tidak jelas pemanfaatan dan
pemberdayaan pemerintahan daerah,
pertanggungjawabannya seperti belanja
maka perspektif perubahan yang
barang lain-lain, pemeliharaan lain-lain,
diinginkan dalam pengelolaan keuangan
dan perjalanan dinas lain- lain.
daerah di masa otonomi daerah adalah sebagai berikut:
5
a. Pengelolaan keuangan daerah harus
tentunya membawa konsekuensi terhadap
bertumpu pada kepentingan publik, hal
pembiayaan daerah. Sebelum era otonomi
ini tidak saja terlihat dari besarnya porsi
daerah, hampir sebagian besar pemerintah
penganggaran untuk kepentingan
provinsi, kabupaten dan Kota se-Indonesia
publik tetapi pada besarnya partisipasi
memperoleh sumber-sumber pendapatan yang
masyarakat dalam perencanaan
berasal dari bagi hasil pemerintahan pusat.
pelaksanaan dan pengawasan
Dengan otonomi terdapat dua aspek kinerja
keuangan daerah.
keuangan yang dituntut agar lebih baik
b. Kejelasan tentang misi pengelolaan
dibanding dengan era sebelum otonomi daerah.
keuangan daerah dan anggaran daerah
Aspek pertama adalah bahwa daerah diberi
pada khususnya.
kewenangan mengurus pembiayaan daerah
c. Desentralisasi pengelolaan keuangan
dengan kekuatan utama pada kemampuan
dan kejelasan peran serta partisipasi
Pendapatan Asli Daerah (PAD). Kehadiran
yang terkait dengan pengelolaan
UU nomor 34 tahun 2000 tentang Pendapatan
anggaran seperti DPRD, Kepala
Pajak dan Retribusi Daerah serta peraturan
Daerah, Sekretariat Daerah dan
pelaksanaannya merupakan sebuah momentum
Perangkat Daerah Lainnya.
dimulainya pengelolaan sumber-sumber
d. Kerangka hukum dan administrasi bagi pembiayaan,
investasi,
pendapatan
daerah
secara
penuh
dan
(desentralisasi fiskal). Aspek kedua adalah
pengelolaan uang daerah berdasarkan
manajemen pengeluaran daerah, sesuai azas
pada kaidah mekanisme pasar.
otonomi daerah bahwa pengelolaan keuangan
e. Kejelasan aturan tentang pengeluaran
daerah harus lebih akuntabel dan transparan
operasional lain-lain yang tidak jelas
tentunya menuntut daerah agar lebih efisien dan
akuntabilitasnya.
efektif dalam pengeluaran anggaran daerah.
f. Prinsip anggaran dan kejelasan
Kedua aspek tersebut menurut Mardiasmo
larangan pengaturan alokasi anggaran
(2002) dapat disebut sebagai Reformasi
di luar yang ditetapkan dalam strategi
Pembiayaan.
dan prioritas APBD. b. Public Financing Reform
Dalam mereformasi sektor publik perlu digunakan model manajemen
Hadirnya otonomi daerah yang dimulai
pemerintahan baru yang sesuai dengan tuntutan
dengan hadirnya UU Nomor 22 Tahun 1999
perkembangan jaman, karena perubahan ini
6
tidak hanya menyangkut perubahan paradigma,
Di bidang Pemerintahan Daerah,
namun juga perubahan manajemen. Model
menurut UU Nornor 25 Tahun 1999 dan UU
manajemen yang cukup popular misalnya
Nomor 34 Tahun 2000, sumber penerimaan
adalah New Public Management yang mulai
daerah yaitu:
dikenal tahun 1980-an dan populer tahun
a. Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang
1990-an. NPM ini kemudian mengalami
terdiri dari beberapa pos pendapatan
beberapa bentuk konsep “manageralism dan
yaitu pajak daerah, retribusi daerah,
market based public adiministrator” dan lain
bagian laba usaha daerah dan lain-lain.
sebagainya. Manajemen sektor publik
Ini merupakan pendapatan yang sah.
berorientasi pada kinerja, bukan berorientasi
b. Dana
perimbangan
antara
pada kebijakan yang membawa konsekuensi
pemerintahan pusat dan daerah yang
pada perubahan pendekatan anggaran yang
mencakup pendapatan bagi hasil pajak
selama ini dikenal dengan pendekatan anggaran
bukan pajak, dana alokasi umum dan
tradisional (traditional budget) menjadi
dana alokasi khusus.
penganggaran berbasis kinerja (performance
c. Pinjaman daerah dan bagian sisa
budget), tuntutan melakukan efisiensi,
perhitungan APBD tahun lalu yang
optimalisasi pendapatan, pemangkasan biaya
dahulu merupakan bagian komponen
(cost cutting) dan kompetisi tender
penerimaan daerah. Maka dalam
(compulsori competitive tendering con-
realisasi di era otonom ini, hal tersebut
tract).
bukan merupakan bagian penerimaan
c. Struktur Keuangan Daerah
daerah melainkan bagian dari
Dimulai sejak Tahun Anggaran 2001
pembiayaan daerah.
sampai saat ini Pendapatan dan Belanja Daerah
d. Lain-lain penerimaan yang sah.
di Indonesia disusun menurut tahun anggaran
e. Besarnya dana perimbangan sangat
yang dimulai pada tanggal 1 Januari dan
ditentukan dari potensi sumber daya
berakhir 31 Desember. Bentuk dan susunan
alam hasil pertambangan dan hasil
APBD yang ada berbeda dengan susunan
hutan lainnya;
APBD dalam era sebelum otonomi daerah,
f. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Akan tetapi perubahan komposisi dan struktur
berupa pajak pemanfaatan air
APBD tidak merubah maksud dari unsur
permukaan dan air bawah tanah yang
APBD itu sama sekali.
semula merupakan penerimaan
7
daerah tingkat II maka setelah otonomi
d. Pembiayaan belanja rutin didanai dari
daerah pajak ini diserahkan kembali
kemampuan PAD, dan belanja
kepada daerah tingkat I.
pembangunan didanai dari dana
Di sisi lain pengeluaran daerah dan
perimbangan/bagi hasil pajak dan bukan
pengaturan belanja diatur melalui peraturan
pajak.
Pemerintahan Nomor 105 s/d PP Nomor 110
3.3. Regulasi Keuangan Daerah dan Kaitan
Tahun 2000 yang mengatur tentang tata cara
Terhadap Kinerja Penerimaan
penyusunan,
pelaksanaan
dan
Dalam pembahasan ini, lingkup dari
pertanggungjawaban Anggaran Pendapatan
regulasi pengelolaan penerimaan daerah
dan Belanja Daerah (APBD) termasuk
mencakup UU Nomor 34 Tahun 2000 sebagai
kedudukan keuangan kepala daerah dan
pengganti UU No I8 Tahun 1997 dan Peraturan
DPRD. Beberapa karakteristik pengelolaan
Pelaksanaan berupa PP No 65 dan 66 Tahun
belanja daerah di era setelah otonomi daerah
2001 serta UU No 25 Tahun 1999.
diukur dengan alat pengatur berupa regulasi
Secara umum, maksud regulasi
tersebut di atas, dapat dikemukakan sebagai
tersebut disusun/ditetapkan dan dilaksanakan
berikut:
sebagai berikut:
a. Pengeluaran rutin terdiri dan belanja
a. Agar terjadi peningkatan penerimaan
administrasi umum, dan belanja
daerah yang bersumber dari Pendapatan
operasional pemeliharaan.
Asli Daerah dan Dana Perimbangan.
b. Belanja pembangunan merupakan belanja
Permintaan adanya pembagian sumber
yang dialokasikan untuk mernbiayai
daya alam yang lebih adil sesuai potensi
pekerjaan fisik dan disebut sebagai bahan
daerah dan mengurangi upaya monopoli
modal.
pusat terhadap pembagian sumber daya
c. Selain belanja dimaksud terdapat belanja
alam daerah. Ini menyebabkan lahirnya
bagi hasil dari bantuan keuangan yang
UU 22 Tahun 1999 yang diikuti dengan
terbentuk dan pengeluaran dari hasil
UU No 25 Tahun 1999.
bantuan keuangan (sebelum otonomi
b. Jumlah pendapatan yang dianggarkan
daerah) serta pengeluaran tidak tersangka
dalam APBD merupakan perkiraan yang
dengan istilah dan maksud yang sama
terukur secara rasional yang dapat dicapai
seperti sebelum otonomi daerah.
untuk setiap sumber pendapatan. Penerimaan daerah adalah semua
8
komponen pendapatan menurut struktur
dengan UU No 34 Tahun 2000, akan
APBD yang terdiri dari pendapatan asli
mendorong pemerintahan kabupaten/kota
daerah, dana perimbangan dan lain-lain.
untuk menggali potensi Pendapatan Asli
Ini adalah penerimaan daerah yang sah.
Daerah untuk menutupi beberapa pajak
Bahwa besarnya target yang akan dicapai
daerah yang diserahkan ke Provinsi.
merupakan hasil analisa dan kajian yang
Di samping itu, hadirnya regulasi
mendalam dari setiap potensi pajak dan
regulasi tersebut di atas, akan berimplikasi
retribusi dengan memperhatikan tingkat
terutama terhadap kinerja di bidang keuangan
kemampuan pembiayaan dalam
daerah. Berikut diuraikan beberapa pengaturan
pengelolaan pendapatan dimaksud serta
dalam otonomi daerah yang terkait dengan
kesiapan perangkat daerah yang mengelola
peningkatan kinerja keuangan dan dapat dilihat
pendapatan (upaya fiskal).
pada tabel di bawah ini.
c. Desentralisasi fiskal sebagai wujud dari
Tabel 1. Parameter Kinerja
hadirnya regulasi tersebut diatas nantinya diharapkan
akan
lebih
menumbuhkembangkan penerimaan daerah. d. UU Nomor 34 Tahun 2000 sebagai pengganti UU No 18 Tahun 1997 tentang pajak dan retribusi daerah, menghendaki pelaksanaan otonomi daerah yang seluasluasnya dan dijabarkan dalam konteks kemampuan untuk menggali, mengelola, dan
mengalokasikan
serta
mempertanggungjawabkan secara sungguh-sungguh semua sumber daya daerah khususnya dana publik.. e. Penyerahan kembali beberapa jenis pajak yang pernah menjadi komponen pendapatan kabupaten/kota saat UU No 18 Tahun 1997 berlaku dan belum diganti
9
3.4. Kinerja Keuangan Pemerintahan Daerah
trend pola perubahan tersebut untuk
Kinerja (Performance) dapat
menunjukkan risiko dan peluang yang melekat
diartikan sebagai aktivitas terukur dari suatu
pada perusahaan yang bersangkutan. Hal ini
entitas selama periode tertentu sebagai bagian
menunjukkan bahwa analisis rasio keuangan
dan ukuran keberhasilan pekerjaan.
meskipun didasarkan pada data dan kondisi
Performance measurement atau pengukuran
masa lalu tetapi dimaksudkan untuk menilai
kinerja menurut kamus yang sama diartikan
risiko dan peluang di masa yang akan datang.
sebagi suatu indikator keuangan atau non
Rasio keuangan digunakan analisis kredit untuk
keuangan dari suatu pekerjaan yang
menilai kemampuan perusahaan-perusahaan
dilaksanakan atau hasil yang dicapai dari suatu
dalam melunasi utang-utangnya, sedangkan
aktivitas, suatu proses atau suatu unit organisasi.
analisis manajemen digunakan untuk mengukur
Dalam penelitian ini, istilah yang penulis
tingkat profitabilitasnya.
maksudkan tentang kinerja keuangan
Manajemen pertanggungjawaban
pemerintahan daerah adalah tingkat pencapaian
laporan keuangan atas sumber daya yang
dan suatu hasil kerja di bidang keuangan daerah
dipercayakan kepada para pemilik perusahaan
yang meliputi penerimaan dan belanja daerah
atas kinerja yang telah dicapainya adalah
dengan menggunakan indikator keuangan yang
laporan
ditetapkan melalui suatu kebijakan atau
mengkomunikasikan informasi kepada pihak-
ketentuan perundang-undangan selain
pihak yang berkepentingan dalam membuat
satu periode anggaran. Bentuk dan pengukuran
analisa ekonomi dan peramalan untuk masa
kinerja tersebut berupa rasio keuangan yang
yang akan datang. Pihak yang melakukan
terbentuk
laporan
reformasi keuangan perusahaaan bukan hanya
pertanggungjawaban kepala daerah berupa
manajer keuangan saja. Di samping manajer
perhitungan APBD.
keuangan (pihak intern perusahaan), beberapa
dan
unsur
akuntansi
utama
yang
Helfert dalam Lesmana Rico (2003)
perusahaan juga perlu mengetahui kondisi
memahami rasio keuangan sebagai instrumen
keuangan perusahaan. Pihak-pihak tersebut
analisis prestasi perusahaan yang menjelaskan
diantaranya adalah para (calon) pemodal, dan
berbagai hubungan dan indikator keuangan
kreditur. Kepentingan mereka mungkin
yang ditujukan untuk menunjukkan perubahan
berbeda-beda, mereka mengharapkan untuk
dalam kondisi keuangan atau prestasi operasi
memperoleh informasi dan laporan keuangan
di masa lalu dan membantu menggambarkan
perusahaan.
10
Indikator kinerja juga dikemukakan oleh
5. Metode Penelitian
Mardiasmo (2002). bahwa sekurang-
a. Jenis Penelitian
kurangnya ada empat tolok ukur penilaian
Penelitian akan dilakukan dengan cara
kinerja keuangan pemerintahan daerah yaitu:
melakukan uji banding atas laporan keuangan
a. Penyimpangan antara realisasi anggaran
Kota Denpasar yang didapat dari laporan
dengan target yang ditetapkan dalam
realisasi
anggaran.
Laporan
yang
APBD.
diperbandingkan adalah laporan tahun
b. Efisiensi biaya
anggaran 1997 dan tahun anggaran 2013. Dari
c. Efektivitas program
laporan keuangan Kota Denpasar ini diambil
d. Pemerataan dan keadilan
beberapa ratio yang dianggap cukup memadai dalam menilai kinerja keuangan Kota Denpasar
4. Tujuan dan Manfaat Penelitian
tersebut. Pertama adalah jumlah PAD antara
a. Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh
sebelum otonomi dan sesudah ex: tahun 1997
kebijakan fiskal dalam konteks Otonomi
dan 2013. Dari Ratio inilah selanjutnya akan
daerah terhadap kemampuan fiskal
dijadikan sebagai alat ukur untuk menilai
pemerintah Kota Denpasar sekarang ini.
apakah terdapat peningkatan kinerja keuangan
b. Untuk mengetahui perbandingan atas
setelah melakukan uji perbandingan dari hasil
kemampuan fiscal Pemerintah Kota
PAD yang didapatkan. Kemudian diidentifikasi
Denpasar sebelum dan setelah otonomi
faktor yang meningkatkan kinerja maupun yang
daerah.
menghambat kinerja keuangan Kota Denpasar.
c. Untuk mengetahui factor-faktor yang
Beberapa faktor yang dapat dianalisis
menunjang dan menghambat kinerja dan
sebagai pendukung terhadap kinerja keuangan
kemampuan fiscal dalam pengelolaan
dapat dilihat dari faktor ekonomi, politik, dan
keuangan daerah Kota Denpasar.
lain sebagainya. Variabel yang dapat digunakan
d. Mendapatkan informasi pengetahuan dan
dalam penelitian ini adalah kinerja keuangan
teknis tentang pengelolaan keuangan
pemerintah daerah yang mencakup beberapa
daerah.
parameter berupa rasio menurut Musgrave dan
e. Mendapatkan hasil analisis mengenai
AbduI Halim (Reksohadiprojo;1999) yaitu:
peningkatan kinerja keuangan terhadap penerapan desentralisasi fiskal.
11
Tabel 2. Variabel Penelitian
Data penelitian ini dilakukan analisis normalitas data yang bertujuan untuk menentukan metode alat uji hasil penelitian. Analisis ini diperlukan untuk mengetahui apakah data penelitian mernpunyai distribusional atau tidak. Analisis normalitas ini diperlukan sebagai prasyarat dan uji beda untuk dua sample yang berpasangan. d. Batasan Waktu dan Lokasi Penelitian ini mengambil batasan periode waktu Tahun Anggaran 1997 dan Tahun Anggaran 2013. Dan mengambil lokasi di : Kota Denpasar
b. Jenis Data dan Sumber Data Penelitian ini rnenggunakan data
6. Hasil dan Pembahasan
sekunder berupa Laporan Keuangan Daerah
A. Kota Denpasar Sebelum Otonomi
atau dengan nama lain Perhitungan APBD. Data
Daerah
dan informasi keuangan tersebut diperoleh dari
Dalam penelitian Bapennas (2003)
Hasil Laporan Periodik Direktorat Jenderal
tentang “Peta Kemampuan Keuangan Provinsi/
Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah
Kabupaten dan Kota se-Jawa dan Bali sebelum
(DJPKPD), Dinas Pendapatan Daerah, dan
dan sesudah Otonomi Daerah. Provinsi Bali
Badan Pengelolaan Aset Daerah Kota
umumnya dan Kota Denpasar khususnya lebih
Denpasar.
siap mengahadapi era otonomi daerah.
Struktur data dan informasi keuangan
Kesiapan Provinsi Bali dikarenakan
yang disajikan untuk periode sebelum dan
kedudukannnya yang lebih strategis khususnya
sesudah otonorni daerah oleh PJPKPD masih
(sebagai daerah wisata) yang berpeluang lebih
sama walaupun komponen pembentuk struktur
besar untuk meningkatkan penerimaan dari
APBD setelah otonomi daerah telah berganti
berbagai pihak yang diperkenankan untuk
nama. Hal ini memungkinkan dilakukan uji beda
dipungut. Kota Denpasar khususnya dalam
terhadap kinerja keuangan daerah.
temuan Bappenas tersebut dikategorikan di
c. Analisis Data
kuadran kondisi I: yaitu sebagai daerah dengan
12
kondisi paling ideal. Hal ini disebabkan Kota Denpasar mengambil peran besar dalam PAD dan total belanja daerah, sehingga berkemampuan mengembangkan potensi lokal dengan besaran pertumbuhan nilai yang sangat tinggi. Contohnya tahun 1997 PAD Kota Denpasar mencapai 373.272.050.9 rupiah, tetapi karena kemampuan menciptakan kemandirian dalam menyongsong desentralisasi fiskal tahun 2000, penciptaan ini berjalan dinamis setiap tahunnya. Oleh karenanya tidak mengherankan jika Denpasar mendapatkan posisi penilaian yang baik pula. Seperti dapat dilihat bagan di bawah ini: Tabel 3. Klasifikasi Status Kemampuan Keuangan Daerah sebelum Otonomi Berdasarkan Metode Kuadran (Sumber; Bappenas tahun 2003)
Tabel.4. Penjelasan Kuadran dan Kondisinya.
13
Daerah-daerah lain tersebut di atas, yang tidak
tidak langsung juga menunjukkan adanya
memiliki potensi wilayah strategis dapat
pola perubahan kinerja yang dilakukan
dijelaskan adanya kekurangan dalam
oleh Pemerintah Daerah Kota Denpasar
kemandiran daerahnya karena masih tergantung
untuk mengupayakan dan menghasilkan
kepada dana perimbangan yang diberikan oleh
PAD sebesar-besarnya.
pusat.
Dengan adanya desentralisasi fiskal
B. Kinerja Keuangan Kota Denpasar
dimana pemberian kebebasan seluas-
Sesudah Otonomi
luasnya atas kewenangan dan tanggung
1. Upaya Desentralisasi Fiskal Kota
jawab daerah dalam mengelola
Denpasar Seteleh Otonomi
keuangannya sendiri. Sehingga membuat
Desentralisasi fiskal dalam otonomi
daerah harus berupaya keras untuk
dearah sebenarnya ditujukan untuk
mencari sumber penerimaan dan
menciptakan kemandirian daerah. Artinya
pendapatan daerahnya agar kehidupan
pemerintah daerah di wilayah Indonesia
daerah dapat berjalan optimal. Sedangkan
diharapkan mampu menggali dan
pemerintah pusat hanya memberikan aturan
mengoptimalkan potensi (keuangan lokal)
dan arahan dalam hal pengelolaan
khususnya PAD, sehingga mampu
keuangan yang masing-masing daerah
mengurangi ketergantungan terhadap
harus bersandar pada aturan pusat agar
pemerintah pusat. Dalam hal ini Kota
operasionalisasi pemeriksaan keuangan
Denpasar selain memiliki kesiapan dan
lebih mudah dan cepat.
berkemampuan dalam merealisasikan
Oleh karenanya, dapat dianalisa
desentralisasi fiskal juga didukung oleh
bahwa kinerja keuangan Kota Denpasar
penghasilan PAD yang cukup signifikant.
perlu diperhitungkan dalam rangka
Contohnya PAD Kota Denpasar tahun
mempercepat pertumbuhan ekonomi Kota/
2013 memperoleh: 578.818.021.154,18,
Kabupaten di Propinsi Bali. Seiring dengan
sedangkan sebelum otonomi, tahun 1998
meningkatnya PAD, menggambarkan
hanya mencapai: 36.621.783.390,00.
tingkat kemandirian pemerintah daerah
Perbedaan yang cukup jauh tersebut
semakin meningkat dan tingkat
menunjukkan rasio perbandingan yang
kemandirian ini ditunjukkan dengan
cukup penting untuk diperhatikan yakni
memberikan kontribusi dalam mendanai
1:16 (PAD sebelum otonomi: setelah
belanja-belanja daerahnya.
otonomi). Artinya bahwa hal ini secara 14
Misalnya terdapat kejadian terbalik
harga tanah dan bangunan di Bali
yang ditemukan oleh Susilo dan Adi
khususnya Denpasar terbilang cukup
(2007), bahwa dalam era Otonomi daerah
mahal, hal ini tidak menurunkan minat para
terdapat juga daerah yang peningkatan
investor asing maupun domestik untuk
PAD nya tinggi tetapi justru menunjukkan
berinvestasi dan melakukan perdagangan
adanya penurunan kemandirian daerah
dan bisnis di Bali. Sehingga wajar bila
misalnya yang terjadi di beberapa Kota/
pendapatan daerah Kota Denpasar
Kabupaten di Jawa Tengah. Daerah ini
semakin tahun semakin besar. Dan
umumnya belum memiliki kesiapan untuk
pendapatan maupun penerimaan yang
melaksanakan desentralisasi fiskal sebab
paling besar diperoleh dari bidang pajak
daerah tidak memiliki wilayah potensial
daerah yaitu bea perolehan hak atas tanah
untuk menghasilkan PAD yang tinggi, dan
dan bangunan (BHPHTB) atau pajak bumi
juga masih memiliki ketergantungan dengan
dan bangunan.
penyediaan anggaran pusat.
2.
Upaya Fiskal setelah Otonomi
Hal senada juga pernah dialami oleh
Peningkatan pendapatan PAD maupun
Provinsi Bali dan Denpasar, ketika Pulau
Penerimaan Keuangan Kota Denpasar
Bali sempat diterjang tragedi Bom Bali I
secara langsung konsekuensinya
dan II tahun 2002 dan 2005, kinerja
berdampak pada peningkatan jumlah
keuangan Kota Denpasar khususnya
pengeluaran dan belanja daerah. Hal ini
sempat mengalami penurunan yang cukup
dilakukan sebagai upaya untuk
tajam. Hal ini disebabkan kondisi Pulau Bali
memperoleh transfer yang lebih besar.
yang dianggap tidak aman untuk
Logika pemiikiran pengelolaan keuangan
berinvestasi dan bisnis, karena menjadi
semacam ini tidak menyurutkan upaya dan
salah satu target serangan teorois, sehingga
kerja keras Pemerintahan Kota Denpasar
semua sektor pendapatan dan penerimaan
dengan didukung penuh oleh staff dan
Kota Denpasar sempat mengalami
terutama pemimpin walikota yang selalu
guncangan. Akan tetapi setelah melalui
progresif, dan ambisif dalam mereformasi
pemulihan dan pemutihan kota dari
sistem kinerja pemerintahan dan juga
serangan teroris, Propinsi Bali kini menjadi
pengelolaan keuangan daerah. Seperti
tempat yang aman, nyaman untuk peluang
perbaikan sistem peningkatan ekonomi,
bisnis, ekonomi dan parawisata. Meskipun
pendidikan, kesehatan dan lain sebagainya.
15
Meskipun diakui kendala SDM di jajaran
Meskipun upaya fiskal Kota Denpasar
pemerintahan Kota Denpasar untuk tenaga
telah dianggap berhasil, namun semua itu
profesional pengelolaan keuangan belum
tidak terlepas dari hambatan dan tantangan
memadai, sampai saat ini Pemda masih
yang kerap menghampiri. Misalnya
menggunakan tenaga outsourcing yang
keterlambatan penetapan APBD yang tidak
dianggap memiliki skill dalam pengelolaan
sesuai dengan pedoman penyusunan
keuangan ataupun konsultan keuangan di
APBD yang diterbitkan oleh Mendagri,
luar seperti perguruan tinggi. Meskipun
disamping itu masyarakat kurang aktif serta
demikian, Pemda Kota Denpasar tetap
berpartisipasi dalam proses penyusunan
melakukan upaya fiskal dalam rangka
APBD pada awal perencanaan, sehingga
meningkatkan kinerja keuangan dan PAD
banyak program kerja di SKPD-SKPD
nya. Berikut ini Beberapa aspek dan upaya
tidak mengacu pada aspek partisipatoris
yang dilakukan oleh Pemerintah Kota
(program kebutuhan rakyat).
Denpasar untuk meningkatkan PAD antara
Di samping itu dalam rangka
lain:
meningkatkan upaya fiskal dan kinerja
1). Melakukan koordinasi dengan dinas/
keuangan bagi para para staff pengelolaan
instansi terkait.
keuangan Pemerintah Daerah Kota
2). Membentuk tim intensifikasi dan ekstensifikasi PAD.
Denpasar juga melakukan bimtek (bimbingan teknologi) dan pelatihan-
3). Melakukan pembinaan berkelanjutan kepada wajib pajak.
pelatihan di bidang keuangan, yang narasumbernya didatangkan dari kalangan
4). Melaksankan penilaian wajib pajak terbaik.
profesional yaitu konsultan keuangan dan guru besar perguruan tinggi. disamping
5). Melakukan audit pajak secara berkala
Pemda Kota Denpasar juga harus
dengan melibatkan Universitas
mempunyai pedoman keuangan daerah
Udayana
yang memuat perda pokok pengelolaan
sebagai
lembaga
independen.
keuangan daerah, perwali tentang
6). Melakukan pendataan, penyuluhan,
kebijakan dan sistem akuntasi pemerintah
monitoring secara terus menerus
daerah, dan sistem prosedur pengelolaan
terhadap wajib pajak.
keuanagan daerah. Hal ini sebagai panduan dan pedoman bagi semua staff
16
untuk siap mengimplementasikan
melakukan pembiayaan dearah dan juga
bagaimana mengelola aset dan keuangan
mendanai belanja-belanja daerahnya.
daerah yang baik. 3. Kemampuan Pembiayaan Setelah Otonomi
Pendapatan PAD yang besar sepantasnya didukung dengan hasil kinerja pengelolaan keuangan yang baik dan efisien
Kota Denpasar adalah ibu kota
pula. Pengelolaan keuangan Kota Denpasar
Provinsi Bali yang menjadi pusat kegiatan
setelah otonomi mengikuti standar laporan
bisnis dan Kota dengan pendapatan
perhitungan, ketentuan dan peraturan
perkapita dan pertumbuhan tinggi di
pemerintah pusat yakni menggunakan SAP
Provinsi Bali. Sebagai pusat bisnis,
(sistem operasional prosedur) yang sudah
perdagangan, maka pendapatan untuk
ditentukan oleh pusat, sedangkan sistem
pajak daerah juga sangat tinggi. Misalnya
terdahulu sebelum otonomi masih memakai
Pendapatan Asli daerah (PAD) tahun 2013
manual administrasi keuangan daerah (makuda)
telah mencapai 513.061.591.494,85 yang
Dari Perbedaan perhitungan anggaran
terdistribusikan dari pajak, retribusi dan
sekarang ini tentu saja lebih mempermudah
yang lainnya, seperti tabel di bawah ini.
kerja biro keuangan karena ditunjang dengan alat dan program tekhnologi komputer yang lebih canggih dan yang lebih penting adanya pengawasan dan audit oleh BPK, ini sematamata bertujuan untuk meningkatkan akuntabilitas dan transparansi kinerja keuangan pemerintah daerah kabupaten dan kota. Kegiatan semacam inipun mencitrakan bahwa
Tabel 5. Realisasi Penerimaan Pendapatan Asli Daerah Kota Denpasar tahun 2013
daerah juga memiliki kemampuan dalam rangka mencukupi keinginan pusat untuk mempercepat penyusunan laporan keuangan daerah dengan
Atas dasar Penghasilan PAD yang
dukungan adanya peningkatan transparansi dan
cukup besar yang dihasilkan dari distribusi
akuntabilitas laporan keuangan yang tetap
pendapatan pajak dan lain-lain menunjukkan
menjadi prioritas, meskipun selama ini informasi
Kota Denpasar telah cukup mandiri untuk
APBD yang ada di daerah terutama Kota Denpasar belum banyak disosialisasikan
17
kepada publik, dan juga banyak masyarakat
memperhitungkan samasekali perbedaan luas
masih kurang aktif partisipasinya dalam
dan keadaan antara daerah. Nampaknya sekarang ini, setiap
pembangunan. Dengan adanya peraturan, ketentuan
daerah khususnya Denpasar masih tetap
dan pedoman penyusunan laporan dan
berpangkal dan berkeyakinan pada pihak
pengelolaan keuangan dari pusat yang memiliki
pemerintah pusat atas prosedur dan peraturan
kemudahan untuk bekerja, namun tidak dapat
mengenai pengelolaan keuangan. Ini dilakukan
dipastikan apakah ini baik untuk sistem
untuk menghindari resiko kesalahan dan
pemerintahan daerah berdasarkan asas
kerugian yang ditimbulkan dalam pengelolaan
desentralisasi. Karena betapapun cermatnya
keuangan daerah. Oleh karenanya penerapan
sistem yang disiapkan pemerintah pusat, sistem
desentralisasi tidak memberikan efek
tersebut
mampu
keleluasaan daerah sama sekali. Hal ini tidak
memperhitungkan berbagai perbedaan yang
berlaku terutama bagi daerah yang wilayahnya
ada antara daerah. Misalnya kalau suatu
sangat berpotensi untuk menghasilkan PAD
peraturan mengharuskan daerah menggunakan
serta didukung oleh kualitas SDM dan
suatu sistem yang membutuhkan pegawai
efektifitas kinerja daerah.
dalam jumlah tertentu, sedang daerah hanya
4. Efisiensi Penggunaan Anggaran
tidak
mungkin
dapat menyediakan separuh dari jumlah
Efisensi adalah salah satu kunci dari
pegawai yang diperlukan. Sistem ini jelas tidak
penyelenggaraan pemerintahan yang berbasis
sesuai dengan daerah tersebut. Namun
pada Good Governance. Seiring dengan
biasanya daerah tidak terkesan membandel
konsep tersebut terkadang daerah yang PAD
dengan perintah pusat, maka daerah yang
nya sangat besar akan selalu diikuti dengan
bersangkutan akan berusaha mengikuti
belanja atau pengeluaran yang juga cukup
peraturan itu sejauh mungkin, tanpa
besar, sehingga tidak menutup kemungkinan
mempertimbangkan cara-cara lain yang lebih
akan sulit dalam melakukan efisiensi
cocok. Peranan pemerintah pusat yang terlalu
penggunaan anggaran, dan sebaliknya daerah
berlebihan dalam memberikan tuntutan pada
yang kurang potensial akan lebih banyak
daerah menimbulkan kecenderungan mengikuti
menghemat sumber anggaran pendapatan
peraturan secara dangkal tanpa memikirkan
daerahnya, sehingga besar kemungkinan untuk
samasekali tujuan peraturan yang bersangkutan
menyegerakan efisensi anggaran.
yang sebenarnya. Dan juga terkadang tidak
18
Berbeda dengan pernyataan di atas,
dalam mengelola sumber pendapatan dan juga
meskipun PAD yang dihasilkan oleh Pemerintah
pintar dalam pengeluaran maupun
Kota Denpasar setiap tahunnya mengalami
pembelanjaan daerahnya. Untuk itulah
progres yang signifikant, namun daerah ini telah
penggunaan efisiensi anggaran menjadi sangat
melakukan jembatan efisiensi tersebut. misalnya
penting dalam rangka menjaga stabilitas PAD
Dinas DKP Kota Denpasar tahun 2013 telah
yang dihasilkan. Hal ini berbeda dengan daerah
melakukan pemotongan biaya untuk anggaran
yang kaya akan sumber daya alam (SDA)
asuransi perindang pohon, disebabkan
seperti Kaltim, yang sebagian besar PAD nya
anggaran untuk melakukan kegiatan ini tidak
bersumber dari pendapatan kekayaan alam
sebanding dengan realisasinya yang cukup
tersebut. Sehingga kekayaan alam tersebut
berat di lapangan. Misalnya Pemkot Denpasar
menjadi penopang kehidupan daerah yang tidak
sering mengalami kerugiaan materiil akibat
perlu dicari. kelemahannya daerah terkadang
adanya klaim dan tuntutan masyarakat. Juga
kurang pintar dalam menggali dan mengelola
efisiensi-sfisiensi di dinas-dinas lain seperti
kekayaan alam tersebut, ini biasanya
mengurangi jumlah kunjungan kerja ke daerah
disebabkan minimnya kualitas SDM yang
lain yang tidak terlalu signifikant, menggunakan
dihasilkan di daerah tersebut. Akibatnya efisiesi
sarana teknologi berbasis on line dalam
penggunaan anggaran juga terkadang
memudahkan proses perijinan. ini dilakukan
diabaikan.
oleh Dinas Perijinan Kota Denpasar. Kegiatan
C Analisa Keuangan Daerah
efisiensi yang lain adalah melakukan efisiensi
Beragam tantangan yang dihadapi
dari sisa tender, sisa anggaran saat pelaksanaan
pemerintah dalam mereformasi anggaran dan
kegiatan dengan menentukkan skala prioritas
keuangan berdasarkan peraturan perundangan
program yang diunggulkan di masing-masing
yang berlaku. Selain berupa peraturan yang
SKPD atau dinas.
yang saling bertentangan yang dikeluarkan oleh
Provinsi Bali dan Kota Denpasar
departemen di tingkat nasional, kesulitan muncul
khususnya adalah daerah yang potensi wilayah
dalam keseluruhan siklus keuangan pemerintah
PAD nya lebih banyak bersumber dari pajak
daerah, mulai dari pengesahan anggaran sampai
daerah, sedangkan SDA dan pengelolaan
ke penyusunan laporan keuangan, yang
kekayaan daerah belum menjadi sumber
disebabkan oleh kompleksitas peraturan,
prioritas memadai dalam pendapatan PAD.
kurangnya SDM, buruknya koordinasi dan
Oleh karena itu Pemkot Denpasar harus pintar
tidak memadainya teknologi yang digunakan.
19
Beberapa contoh yang lebih spesifik
sehingga menyebabkan konflik eksekutif dan
antara lain: keterpaduan perencanaan dan
legislatif. Tertundanya pengesahan APBD juga
penganggaran. keterkaitan antara UU no 25/
merupakan hal yang sangat lazim terjadi, akibat
1999, UU no 17/2003 dan UU no 32/2004
prosesnya sendiri yang seringkali berjalan tidak
dalam penyusunan rencana pembangunan
sesuai dengan kalender anggaran yang telah
jangka menengah (RPJM). Perencanaan
ditetapkan sebelumnya.
tahunan kebijakan umum anggaran (KUA/
D. Politik Penentuan Anggaran Keuangan
PPS), dan anggaran tahunan tidak jelas.
Hampir semua kabupaten dan kota di
Sedangkan tujuan dari PP no 58/2005 dan
indonesia khusunya juga Kota Denpasar, bahwa
penyediaan layanan yang digunakan dalam
kinerja pemerintahan pada era otonomi daerah
perencanaan, serta tidak adanya kaitan dengan
dipengaruhi oleh suasana politik baik yang ada
indikator target dalam anggaran tahunan yang
ditingkat nasional maupun daerah itu sendiri.
berbasiskan kinerja.
Tentu berbeda dengan sebelum otonomi yang
Dalam Kep. Mendagri no 29 tahun
mesin politiknya dibawa kendali satu partai
2002, DPRD (pihak legislatif) menetapkan
yakni Golkar. Garis birokrasi yang diharapkan
arah kebijakan umum (AKU) yang berfungsi
menjadi lebih singkat, namun menjadi lebih
sebagai panduan kebijakan umum bagi
panjang dan bahkan rumit. Salah satu
eksekutif dalam menyusun rancangan
contohnya adalah rumitnya dan lamanya
anggaran (RAPBD). Sementara, dalam
pengesahan APBD (Anggaran Pendapatan
Permendagri no 13 tahun 2006, DPRD
Belanja Daerah) oleh DPRD kabupaten/ kota
mengeluarkan KUA, yang mirip dengan AKU
tersebut. Sehingga kinerja yang diharapkan
tapi dengan program dan kegiatan yang jauh
tidak dapat sesuai apa yang direncanakan
lebih rinci. AKU membatasi eksekutif dalam
semula. Hal ini karena beberapa hal:
penyusunan rancangan anggaran sampai batas
1. Kurangnya implementasi kewenangan
rincian yang mungkin tidak realistis atau tidak
daerah secara mutlak Era otonomi daerah bukan berarti
praktis. Hasilnya, rancangan anggaran yang dihasilkan akan terlihat berbeda dengan KUA sehingga menyebabkan sering terjadi konflik antara DPRD dan eksekutif. Hasilnya, rancangan anggaran yang dihasilkan akan terlihat berbeda dengan KUA
kewenangan mutlak semua pada daerah namun, kewenangan daerah justru dibatasi oleh ketentuan-ketentuan pusat yang sudah ditentukan. Sehingga dekosentrasi daerah bekerja di bawah kendali
20
pemerintah pusat. Hal ini pun juga masih
keuangannya. Daerah-daerah tersebut
memicu adanya kecemburuan sosial
menerapkan
antara daerah yang lain yang memiliki para
komprehenshif yang pada saat bersamaan
wakil rakyat terbanyak di Jakarta/
juga mereformasi susunan organisasi dan
Senayan.
pengelolaan keuangan serta meningkatkan
Secara lebih mendasar pembagian kewenangan antar tingkatan pemerintahan
pendekatan
yang
mutu SDM nya. 3. Pengawasan
adalah dengan memperhatikan aspek
Unit dekosentrasi sebagai perangkat
economies of scale, akuntabilitas dan
Gubernur UU no 22 /1999 (pasal 33) telah
eksternalitas. Betapapun luasnya otonomi
mengatur mengenai kegiatan supervisi yang
yang diberikan kepada daerah haruslah
difasilitasi oleh pusat agar daerah dapat
berkorelasi dengan pelayanan riil yang
menjalankan otonominya secara optimal.
dibutuhkan masyarakat. Konsekuensinya
PP no 20/2001 tentang pembinaan
perlu adanya penataan ulang kewenangan
pengawasan juga telah mengatur peranan
antara pusat, propinsi, kabupaten dan
gubernur selaku wakil pusat di daerah
kota dengan memperhatikan hak-hal di
untuk melakukan pengawasan, supervisi
atas.
dan fasilitasi terhadap jalannya otonomi
2. Kepegawaian Pemda (SDM)
kabupaten/kota di wilayahnya namun,
Kemampuan pemerintah daerah
tidak terdapat kejelasan mengenai
dalam menangani persoalan-persoalan
perangkat dekosentrasi yang melibatkan
SDM-nya tentu berbeda-beda. Beberapa
gubernur dan kapasitasnya sebagai wakil
daerah bahkan telah melakukan lompatan
pusat untuk melakukan pembinaan dan
besar dengan menerapkan prinsip-prinsip
pengawasan di wilayahnya. Kelembagaan
pengelolaan keuangan yang baik.
yang dibentuk dipropinsi lebih bertumpu
Kabupaten Kebumen di Jawa Tengah,
pada dinas adalah unit pelaksana otonomi
Kabupaten Pare pare dan Kota Takalar
daerah dan bukan unit pelaksana
Sulawesi Selatan dan Kota Banda Aceh
dekonsentrasi.
serta Kabupaten Aceh Besar di Nangroe
Revitalisasi peran gubernur sebagai
Aceh Darussalam merupakan contoh
wakil pusat di daerah seharusnya berperan
beberapa pemerintah daerah yang relatif
aktif sebagai wakil pusat dalam melakukan
maju dalam meningkatkan transparansi
pengawasan, supervisi dan fasilitasi
21
terhadap pelaksanaan otonomi daerah,
dengan pertumbuhan PAD nya setiap tahun
memang sebagai daerah otonom propinsi
selalu yang meningkat. Ditambah lagi
tidaklah membawahi kapubaten/kota,
dengan menciptakan daerah dengan tujuan
namun sebagaai wakil pusat dalam rangka
investasi bisnis, perdagangan khususnya di
NKRI,
bidang parawisata.
gubernur
berkewajiban
mengawasi dan memfasilitasi otonomi daerah 7. Kesimpulan Berdasarkan hasil pengolahan data dan analisis temuan, studi ini menarik beberapa kesimpulan yang sesuai dengan rumusan masalah sebagai berikut: Penerapan desentralisasi fiskal dalam era otonomi daerah membawa konsekuensi pada perubahan cara dan tata kelola anggaran keuangan daerah. Perubahan ini pun diikuti oleh Pemerintah kota Denpasar untuk melakukan perubahan kinerja pada SDM dalam rangka upaya fiskal pada penyusunan standar operasional sistem (SOP) mengenai pengelolaan keuangan atau anggaran daerah. Peningkatan kinerja pemkot Denpasar dalam pengelolaan keuangan tersebut dapat dilihat dari beberapa hal berikut ini: 1. Sebelum sistem desentralisasi dan otonomi daerah diberlakukan, Pemerintah Kota Denpasar jauh sebelumnya sudah melakukan kesiapan dan berkemampuan dalam merealisasikan bentuk dan kerja dari desentralisasi fiskal. Hal ini dibuktikan
2. Dalam upaya fiskal yang dilakukan Pemerintah Kota Denpasar untuk meningkatkan kemampuan daerah dalam mencapai target PAD antara lain adalah: a). Meningkatkan pelayanan kepada masyarakat wajib pajak misalnya dnegan membentuk tim intensifikasi dan ekstensifikasi PAD; melalui kegiatan-kegiatan seperti mendata wajib pajak yang belum melaporkan usahanya untuk ditetapkan menjadi wajib pajak daerah. b). Melakukan pemeriksaan audit wajib pajak yang belum optimal membayar pajak c). Memberikan penghargaan dan hadiah uang kepada wajib pajak terbaik di Kota Denpasar. Upaya fiskal yang lain untuk menunjang kinerja pengelolaan keuangan daerah adalah membina dan memberikan pelatihan kepada staff pengelolaan keuangan dengan diikutsertakan pada kegiatan bimtek (bimbingan teknologi) dan pelatihan-pelatihan di bidang keuangan, yang nara sumbernya didatangkan dari
22
kalangan profesional yaitu konsultan
pengesyahan RAPBD menjadi APBD
keuangan dan guru besar perguruan tinggi.
membutuhkan waktu yang panjang. Oleh
Hal ini dilakukan agar semua staff siap
karena itu menjalin koordinasi dan sinergi
mengimplementasikan dan mengelola aset
antara eksekutif dan legislatif menjadi sesuatu
dan keuangan daerah yang lebih baik.
yang penting dalam harmonisasi hubungan antar
3. Untuk meningkatkan pendirian
lembaga. Terakhir pengawasan terhadap
pembiayaan, yang dilakukan oleh Pemkot
pengelolaan keunagan daerah juga diperlukan
Denpasar adalah meningkatkan PAD
sebagai audit yang mencegah hal-hal yang tidak
sebesar-besarnya
diinginkan.
dengan
jalan
meningkatkan sumber pendapatan pajak daerah, karena ini merupakan sumber
8. Rekomendasi
utama penerimaan dan pendapatan PAD
1. Pemerintah Kota Denpasar harus lebih
Kota Denpasar serta meminimalisir
serius kembali memikirkan, menyediakan
pengeluaran dan belanja daerah.
pegawai pemda yang memiliki skill dalam
4. Efisiensi penggunaan anggaran dilakukan
pengelolaan keuangan, sehingga tenaga
dengan cara membagi pos-pos keuangan
outsourcing lebih diminimalisir. Hal ini
pada program-program SKPD yang
sebgai upaya meningkatkan SDM
mengarah pada kepentingan publik, dan
pegawai daerah pemkot Denpasar.
mengedepankan partisipasi masyrakat.
2. Persoalan politik anggaran bagi legislatif
Bentuk efisiensi yang lain adalah dengan
merupakan sesuatu yang rumit untuk
cara mengefisiensi anggaran dari sisa
diselesaikan, apalagi dalam konteks
tender saat pelaksanaan kegiatan dengan
pengesyahan RAPBD. oleh karenanya
menentukkan skala prioritas program.
pihak legislatif harus lebih mengedepankan
Namun demikian, keberhasilan atas kinerja pengelolaan anggaran Pemerintah kota
logika kepentingan publik dibanding politisnya.
Denpasar juga harus didukung dengan
3. Studi ini hanya mengkaji pada aspek
persetujuan atas rancangan anggaran yang
bagaimana pengaruh implementasi
diajukan oleh pihak legislatif yang lebih
desentralisasi fiskal terhadap upaya fiskal
mengedepankan muatan politis. Tarik menarik
yang dilakukan oleh Pemerintah Kota
kepentingan dan logika pemikiran yang
Denpasar untuk meningkatkan kinerja
berbeda antara legislatif dan eksekutif membuat
pengelolaan keuangan daerahnya.
23
Sehingga hasilnya masih terlalu dangkal dan
Governance, Democratization,
selanjutnya diperlukan kajian yang
Local Government Financial
menyeluruh dan mendalam tentang studi
Management.
pengelolaan keuangan daerah dengan
Indonesia, Yogyakarta; Penerbit Andi.
Edisi
Bahasa
Mafruhah, Izzah. 2000. Kepastian Daerah
kajian dari aspek yang lain.
Tingkat II di Provinsi Kalimantan Timur
dalam
Menghadapi
Daftar Pustaka
Implementasi UU No. 25 Tahun
Bappenas .2003. Peta Kemampuan
1999, Thesis Pasca Sarjana
Keuangan Provinsi Se-jawa dan Bali
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Sebelum dan Sesudah Otonomi
Mc Andrew, Collin & Ichlasul Amal.
Daerah; Tinjauan atas Kinerja PAD
2003.Hubungan Pusat – Daerah
dan Upaya yang dilakukan Daerah.
Dalam Pembangunan, Edisi Bahasa
Jakarta; Direktorat Pengembangan
Indonesia, Cetakan Keempat.
Otonomi Daerah.
Jakarta; PT. Radja Grafindo Indonesia.
Hilton, W Ronald. 2003. Cost Management,
Reksohadiprojo, Sukanto. 1999.. Ekonomi
Strategis for Business Decision,
Publik, Edisi Pertama,Yogyakarta;
International Edition. Edisi Kedua,
Penerbit BPFE.
McGraw-Hill Companies.
Tangkilisan, Hesel S. 2003. Manajemen
Hariyadi, Bambang. 2002. Analisis Fiskal
Modern untuk Sektor Publik :
Stress Terhadap Kinerja Keuangan
Strategic Management, Total
Pemerintah Daerah. Makasar;
Quality Management, Balance Score
Simposium Nasional Akuntansi ke-12.
Card and Scenario Planning, Edisi
Lesmana,
Rico.
2003.
Financial
Bahasa
Indonesia,
Cetakan
Performance Analyzing:Pedoman
Pertama.Yogyakarta; Penerbit
Menilai Kinerja Keuangan Untuk
Balairung
Perusahaan Tbk, Yayasan, BUMN,
Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
BUMD dan Organisasi Lainnya,
Pemerintah Pusat dan Daerah. 2004.
Jakarta; Elex Media Komputindo,
Laporan
Mardiasmo. 2002. Otonomi dan Manajemen Keuangan
Keuangan
Daerah
Historis.
Daerah:Good
24
Dinas Pendapatan Kota Denpasar 1997 dan 2013.
Laporan
Realisasi
Sumber Lain
Bali Post, 2010: “Laporan Keuangan
Penerimaan Pendapatan Asli
Kota
Daerah Kota Denpasar, Bulan Juli
Kewajaran” Laporan Keuangan Kota
Biro Keuangan Kota Denpasar, 1997 &2013. Laporan Belanja Rutin pengeluaran
Daerah.
Denpasar
melebihi
Denpasar 2010
dan Bulan
Desember Undang-Undang
UU nomor 5 tahun 1974 tentang Pokok Pokok Pemerintah daerah
UU nomor 5 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah
UU nomor 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah
UU no 22 dan 25 tahun 1999 tentang Sistem Perusahaan Pembiayaan Daerah
Permen nomor 5 dan 6 tahun 1975
Permendagri nomor 2 tahun 1991
UU no 34 tahun 2000 tentang Pendapatan Pajak dan Retribusi Daerah
UU no 25 tahun 1999 tentang Penerimaan Daerah
Peraturan pemerintah nomor 105 dan PP no 110 tahun 2000 tentang Tata cara Penyusunan Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban APBD dan Keuangan Kepala daerah dan DPRD
25