7
BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTETIS TINDAKAN 2.1 Pengertian Menyimak Menurut Badudu-Zain (dalam kamus besar bahasa Indonesia (2004:947) menyimak berarti mendengarkan (memperhatikan) baik-baik apa yang diucapkan atau dibaca orang lain. Tarigan (2002:27) mengemukakan bahwa menyimak adalah suatu proses yang mencakup kegiatan mendengar, mengidentifikasi, menginterprestasi makna dan menanggapi pesan yang tersirat dalam wacana bahasa tersebut. Lebih lanjut Pateda dan Pulubuhu (2004:58) menyebutkan dua pengertian menyimak, yakni pengertian menyimak secara sempit dan pengertian secara luas. Menyimak dalam pengertian sempit mengacu pada proses mental pendengar yang menerima bunyi yang dirangsangkan oleh pembicara dan kemudian menyusun penafsiran apa yang disimaknya. Sedangkan pengertian menyimak secara luas yaitu mengacu pada proses bahwa si penyimak tidak hanya mengerti dan membuat penafsiran tentang informasi namun ia dapat menginformasikan materi yang disimaknya. Mulyadi, dkk (2003:15) mengungkapkan bahwa menyimak merupakan proses yang mencakup kegiatan mendengarkan bunyi bahasa, mengidentifikasi, menafsirkan, menilai, dan mereaksi terhadap makna yang memuat pada wacana lisan. Menurut Erdina (1998:7) menyimak pada hakikatnya adalah mendengarkan dan memahami isi bahan simakan. Lebih lanjut Logan (dalam Santoso, dkk 1990:1) mengemukakan bahwa hakikat menyimak dapat dilihat dari barbagi segi. Menyimak dapat dipandang sebagai suatu sarana, sebagai suatu keterampilan,
8
sebagai seni, sebagau suatu proses sebagai suatu respon atau suatu pengalaman kreatif, Menyimak dikatakan suatu sarana sebab adanya kegiatan yang dilakukan seseorang pada waktu menyimak yang harus melalui tahap mendengar bunyibunyi yang telah dikenalnya. Kemudian secara bersamaan ia memaknai bunyibunyi itu. Sebagai suatu keterampilan, menyimak bertujuan untuk berkomunikasi karena melibatkan keterampilan yang bersifat aural dan oral. Berdasarkan pandangan ini, harus dibedakan antara mendengar dengan menyimak. Mendengar merupakan fase awal dari menyimak, yaitu fase mengenal bunyi, sedangkan menyimak merupakan fase kedua, yaitu fase pemaknaan simbol-simbol aural. Menyimak sebagai seni berarti kegiatan menyimak itu memerlukan adanya kedisiplinan, kosentrasi, partisipasi aktif, pemahaman, dan penilaian, seperti halnya orang mempelajari seni musik, seni peran, atau seni rupa. Sebagai sutu proses, menyimak berkaitan dengan proses keterampilan yang kompleks,
yaitu
keterampilan
mendengarkan,
memahami,
menilai,
dan
merespons. Oleh sebab itu, menyimak harus diajarkan. Menyimak dikatakan sebagai respons sebab respon merupakan unsur utama dalam menyimak. Penyimak dapat merespons dengan efektif jika ia memiliki panca indera yang cukup baik dan mempunyai kemampuan menginterprestasikan pesan yang terkandung dalam tuturan yang disimaknya. Menyimak merupakan pengalaman keatif melibatkan pengalaman yang nikmat, menyenangkan, dan memuaskan. Sehubungan dengan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa menyimak pada intinya merupakan rangkaian kegiatan penggunaan bahasa sebagai alat komunikasi yang diawali dengan mendengarkan bunyi dengan baik
9
mengidentifikasi, menginterprestasi serta mereaksi bunyi bahasa yang di dengar kemudian menginformasikan bunyi bahasa tersebut dengan tepat. Dengan menyimak seseorang dapat menyerap informasi atau pengetahuan yang disimaknya. Menyimak juga memperlancar keterampilan berbicara dan menulis. Semakin baik daya simak seseorang maka akan semakin baik pula daya serap informasi atau pengetahuan yang disimaknya. Faris (1993:154) menguraikan proses menyimak atas tiga tahapan;(1) Menerima masukan auditori (auditory input). Penyimak menerima pesan lisan. Mendengar pesan saja tidak menjamin berlangsungnya pemahaman, (2) memperhatikan masukkan auditori, penyimak berkonsentrasi (secara fisik dan mental) pada apa yang disajikan penutur, (3) menafsirkan dan berinteraksi dengan masukan auditori, penyimak tidak sekedar mengumpulkan dan menyimpan pesan, tetapi juga mengklasifikasi, membandingkan, dan menghubungkan pesan dengan pengetahuan awal (previus knowledge). Penyimak juga menggunakan strategi prediksi-konfirmasi secara tepat. Urutan proses menyimak secara sederhana dapat diikhtisarkan sebagai berikut. Menyimak dimulai dengan menyerap rentetan bunyi bahasa melalui telinga. Rentetan bunyi bahasa tersebut diteruskan menuju otaqk pada bagian perangkat ingatan pendek untuk diproses dan dianalisis. Alat itu adalah pengetahuan bahasa dan pengetahuan budaya. Apabila pemrosesan atau rentetan bunyi bahasas berhasil, berarti penyimak mengerti atau paham akan makna pesan atau isi informasi yang terkandung dalam rentetan bunyi bahasa tersebut. Selanjutnya isi informasi atau pesan tadi disimpan dalam bagian otak yang lain
10
yang disebut perangkat ingatan jangka panjang. Yang disimpan itu bukan lagi rentetan bunyi bahasa atau lambang bahasa mentah, melainkan lambang bahasa yang telah terproses menjadi konsep. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa menyimak membutuhkan perhatian yang baik agar apa yang disimak dapat dimengerti dan dipahami makna pesan atau isi informasi. Selanjutnya mulyati, (2007:2.6) menjelaskan untuk menyimak bahasa, dapat menggunakan dua strategis yaitu mempusatkan perhatian dan membuat catatan. a.
Memusatkan Perhatian Agar dapat menyimak bahasa dengan baik harus memusatkan perhatian pada tuturan pembicara. Penutur biasanya menggunakan bahasa isyarat visual dan verbal untuk menyampaikan pesan dan mengarahkan perhatian menyimak.
b.
Membuat Catatan Membuat catatan dapat membantu aktivitas menyimak karena mendorong berkonsentrasi, menyediakan bahan-bahan untuk mereview, dan dapat membatu mengingat-ngigat.
2.2 Tujuan Menyimak Tujuan utama menyimak adalah untuk menangkap dan memahami pesan ide serta gagasan yang terdapat pada materi atau bahasa simakan. Dengan demikian tujuan menyimak dapat dijabarkan sebagai berikut : 1) Menyimak memperoleh fakta atau mendapatkan fakta: 2) Untuk menganalisis fakta, 3) Untuk
11
mengevaluasi fakta, 4) Untuk mendapatkan inspirasi, 5) Untuk mendapatkan hiburan atau menghibur diri. 2.3 Pengertian Kemampuan Dalam kamus umum Bahasa Indonesia (Badudu dan Zain, 1994:854) kemampuan berasal dari kata mampu yang artinya sanggup ataupun dapat dan kemampuan diartikan kesanggupan menguji seseorang serta diartikan sebagai kekuatan otak untuk berfikir luas biasa. Kemampuan biasa merupakan kesanggupan bawaan sejak lahir, atau merupakan hasil latihan atau praktek (Robbins, 2000:46). Robbins menyatakan bahwa kemampuan terdiri dari dua faktor yaitu kemampuan intelektual merupakan kemampuan aktivitas secara mental dan kemampuan fisik yang merupakan kemampuan melakukan aktivitas berdasarkan stamina kekuatan dan karasteristik. Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa kemampuan adalah kecakapan atau potensi menguasai suatu keahlian yang merupakan bawaan sejak lahir atau merupakan hasil latihan atau praktek dan digunakan untuk mengerjakan sesuatu yang diwujudkan melalui tindakan. Menyimak dalam Kurikulum Tingkat Satuda Pendidikan (KTSP) digunakan istilah mendengarkan. Dalam kegiatan sehari-hari menyimak merupakan suatu berbahasa yang sangat penting karena melalui menyimak kita dapat memperolh informasi untuk menambah wawasan pengetahuan dan pengalaman tentang kehidupan. Begitu pula di sekolah, menyimak mempunyai peranan penting karena dengan menyimak siswa dapat menambah ilmu, menerima
12
dan menghargai pendapat orang lain. Oleh karena itu, untuk memperoleh kemampuan menyimak diperlukan latihan-latihan yang intensif. Menyimak dapat juga diartikan sebagai suatu proses yang mencakup kegiatan mendengarkan bunyi bahasa, mengidentifikasi, menginterprestasikan, dan mereaksi atas makna yang terkandung di dalamnya (Sabarti-at all:1992) Berdasarkan pendapat tersebut dapat dirumuskan kemampuan menyimak itu adalah kemampuan, kesanggupan, kecakapan, siswa menerima dan memahami apa yang diucapkan atau dibaca orang lain. Kemampuan menyimak merupakan proses belajar mengajar dan pembentukan kebiasaan yang terus-menerus. Menurut pendapat Michael (1991:108) faktor-faktor yang penting dalam keterampilan menyimak dalam kelas adalah siswa menuliskan butir-butir penting bahan simakan terutama yang berhubungan yang berhubungan dengan bahan simakan. Untuk dapat mengajarkan menyimak sampai pada pemahaman, guru perlu menyusun bahan simakan. Penyimak yang baik apabila individu mampu menggunakkan waktu ekstra untuk mengaktifkan pikiran pada saat menyimak. Ketika para siswa menyimak, perhatiannya tertuju pada objek bahan simakan. Pada saat itulah akan didaptkan proses menyimak yang efektif, menyimak yang lemah, dan menyimak yang kuat sebagaiman dikemukakan oleh Campbell, dkk (2006:16) 2.4 Pembelajaran Menyimak di Sekolah Dasar Menyimak sebagai salah satu keterampilan berbahasa tidak kalah pentingnya dengan berbicara, membaca dan menulis. Menyimak, berbicara,
13
membaca, dan menulis harus disajikan secara terpadu dalam pembelajaran keterampilan berbahasa di SD. Hal ini perlu dikemukakan agar apa yang ditemukan oleh Chastain (dalam Mulyati, 2006 :1,5) dapat kita hindari, yaitu bahwa guru-guru pada umumnya berasumsi keterampilan menyimak dengan sendiri berkembang dari belajar berbicara saja. Dengan kata lain, pembelajaran menyimak itu sendiri tidak perlu diberikan di sekolah. Sehubungan dengan tujuan menyimak Tarigan (2002 :21) mengungkapkan empat tujuan menyimak yaitu ; (1) landasan belajar berbahasa, (2) penunjang keterampilan berbicara, membaca dan menulis, (3) pelancar komunikasi lisan dan (4) penambah informasi. Sedangkan Ficher C. dan Ann Terry (dalam Pateda dan Pulubuhu, 2004:60) menguraikan lima tujuan menyimak yaitu : 1. Apresiatif, “appreciative” penyimak ingin memperoleh kesenangan untuk mendapatkan kesan terhadap bahan yang ia dengar. 2. Diskrimina, ”discriminative”, penyimak berusaha membuat perbedaanperbedaan terhadap apa yang didengarnya. 3. Komprehensive, “komprehensive”, penyimak bermaksud memahami pesanpesan yang ia dengar. 4. Empatik, “emphatic”, penyimak ingin memecahkan persoalan yang ia dengar 5. Kritis, “critical” penyimak menilai, memberikan argument, membuat kritik terhadap bahan simakan. Penyusun materi menyimak pun tidak asal mendapatkan materi saja, tetapi ada beberapa yang harus diperhatikan guru dalam penyusunan materi diantaranya;
14
(1) sasaran kegiatan, (2) sasaran kompetensi siswa, (3) metode pembelajaran, (4) faktor keberhasilan menyimak (Budiman, 2008:2). Sasaran kegiatan berarti tujuan pembelajaran menyimak misalnya menyimak informasi berupa fakta atau opini. Hal ini ditentukan lebih dahulu. Sasaran kompetensi siswa berhubungan dengan kemampuan yang dimiliki siswa di akhir pembelajaran. Misalnya, kemampuan menyeleksi informasi yang mengandung fakta, mengidentifikasi ketidak sesuaian pernyataan seseorang dengan fenomena yang ada. Selain itu menyimak dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk selektif atas informasi. Keberhasilan menyimak dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Lingkungan mempengaruhi siswa dapat menyimak dengan baik atau tidak. Faktor lingkungan berpengaruh buruk bagi keberhasilan pengembangan menyimak. Suasana menyimak tidak nyaman bila ruangan terlalu lebar, kelas disebelah terlalu berisik. Oleh karena itu, peran guru dalam menentukan keberhasilan menyimak sangat penting. Penyimak yang baik apabila individu mampu menggunakan waktu wkstra untuk mengkatifkan pikiran saat menyimak, perhatian tertuju pada materi menyimak. Sehubungan dengan pembelajaran menyimak di SD, Azies dan Chaeda (2002:81) menyebutkan bahwa menyimak merupakan keterampilan yang paling penting diantara keterampilan yang lain. Melalui aktivitas menyimak, siswa dapat memperoleh kosa kata dan gramatika, pengucapan yang baik. Tujuan menyimak dalam interaktif komunikatif memang nyata. Untuk dapat terlibat dalam
15
komunikasi, seorang siswa harus mampu memahami dan mereaksi apa yang baru saja dikatakan. Dari berbagai uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan utama pembelajaran pemnyimak, melatih siswa memahami bahasa lisan. Oleh sebab itu, pemilihan bahan pembelajaran menyimak harus disesuaikan dengan karakteristik siswa SD. Secara umum, bahan pembelajaran menyimak dapat menggunakan bahan pembelajaran membaca, menulis, kosa kata, karya sastra, bahan yang disusun guru, dari media cetak. Teknik penyajiannya dapat dibacakan langsung oleh guru atau teman sebangku, boleh juga melalui alat perekam suara. Pada penelitian ini teknik penyajiannya bahan simakan dibacakan oleh teman sebagai pasangan dalam pembelajaran yang diramu dalam model pembelajaran Think Pair And Share. 2.5 Pengertian Cerita Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (Badudu dan Zain, 1994 : 277) “cerita” diartikan runtutan peristiwa, kejadian yang dituturkan menarik sekali. Lebih lanjut cerita adalah penuturan tentang suatu kejadian. Dari cerita tersebut dapat diketahui dimana, bagaimana, dan apa yang dialami oleh pelaku dari awal sampai akhir. Pelaku cerita dapat manusia, maupun binatang. Pada jaman dahulu cerita dapat dituturkan secara lisan. Di tempat pesta biasa diramaikan dengan penyanyi dan penari. (http/seamz-independent-com uv.com/pengeritan cerita.html) (online), diakses 25 januari 2011.
16
Cerita dalam penelitian ini berupa cerita pendek yang terdapat dalam wacana yang ada pada buku-buku pelajaran maupun buku penunjang. Cerita pendek ini dituturkan dan diikhriarkan secara lisan oleh siswa secara bergantian dengan berpasangan. Dalam pembelajaran menyimak cerita, siswa dapat membuat ringkasan, menjawab pertanyaan dan menceritakan kembali isi cerita yang dituturkan oleh pasangan masing-masing. 2.5.1 Tujuan Bercerita Tujuan bercerita, yaitu 1) Menanamkan pesan-pesan atau nilai-nilai sosial, moral dan agama yang terkandung dalam sebuah cerita, sehingga mereka dapat menghayati dan menjalankan dalam kehidupan sehari-hari. 2) Guru dapat memberikan informasi tentang lingkungan yang memang perlu diketahui oleh anak. 2.5.2 Manfaat Cerita Bagi Siswa Manfaat Cerita Bagi Siswa: 1) Menanamkan pesan-pesan atau nilai-nilai sosial, moral dan agama 2) Memberikan sejumlah pengetahuan dan pengalaman 3) Mengembangkan kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor 4) Mengembangkan imajinasi siswa 5) Mengembangkan dimensi perasaan siswa 6) Membantu siswa membangun bermacam peran yang mungkin dipilih siswa sesuai karakter yang diinginkan
17
7) Mempengaruhi cara berfikir dan perilaku siswa karena siswa senang mendengarkan erita walaupun cerita dibacakan berulang-ulang 2.6 Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Menurut Nur (dalam Iskoni, 2009:27), pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang mengelompokkan siswa untuk tujuan menciptakan pendekatan pembelajaran yang berhasil mengintegrasikan keterampilan sosial yang bermuatan akademik. Davidson dan Warsham (dalam Isjoni, 2009:27) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah kegiatan pembelajaran secara kelompok-kelompok kecil, siswa belajar dan bekerja sama untuk sampai kepada pengalaman belajar yang berkelompok pengalaman individu maupun pengalaman kelompok. Menurut Johnson (dalam Isjoni, 2009:20) pembelajaran kooperatif sebagai satu kaidah pengajaran. Kaedah ini merupakan satu proses pembelajaran yang melibatkan siswa belajar dalam kumpulan kecil. Setiap siswa dalam kelompok ini dikehendaki bekerja sama untuk memperlengkap dan memperluas pembelajaran diri sendiri dan juga ahli yang lain. Dalam kaedah ini siswa-siswa akan dipecahkan kepada kelompok-kelompok kecil dan menerima arahan dari guru untuk melaksanakan tugas yang diberikan. Selanjutnya menurut Nur (2009:27) pembalajaran kooperatifadalah mode pembelajaran yang mengelompokkan siswa untuk tujuan menciptakan keterampilan sosial yang bermuatan akademik. Effendi Zakaria (dalam Isjoni, 2009:21) menjelaskan pembelajaran kooperatif dirancang dengan tujuan melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran menerusi perbincangan denga rekan-rekan dalam kelompok kecil.
18
Selanjutnaya Lie (dalam Isjoni, 2009:23) menyebutkan pembelajaran kooperatif dengan istilah pembelajaran gotong royong, yaitu sistem pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama dengan siswa lain dalam tugas-tugas yang terstruktur. Suprijono (2009:54) mengartikan pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau yang diarahkan oleh guru. Isjon (2009:27) menyebutkan beberapa ciri dari pembelajaran kooperatif adalah ; (a) setiap anggota memiliki peran, (b) terjadi hubungan interaksi langsung diantara siswa, (c) setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas belajarnya dan juga temanteman sekelompoknya, (d) guru membantu mengembangkan keterampilanketerampilan interpersonal kelompok, dan (e) guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan. Berdasarkan pengertian diatas dapat dikemukakan bahwa model pembelajaran kooperatif dapat membangkitkan minat dan motivasi belajar siswa. Siswa dapat belajar berbagi pengalaman dan pengetahuan dengan temannya, saling shering pendapat dan saling menginformasikan pengetahuan dalam kelompok kecil. 2.7 Ciri-Ciri Model pembelajaran Kooperatif Isjoni, (2009:27) menjelaskan model pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut : (1) setiap anggota memiliki peran, (2) terjadi hubungan interaksi langsung di antara siswa, (3) setiap anggota keompok bertanggungjawab atas belajarnya dan juga teman-teman sekelompoknya, (4) guru membantu
19
mengembangkan keterampilan-keterampilan interpersonal kelompok, (5) guru hanya berinteraksi dengan kelompoknya saat diperlukan. 2.8 Tujuan Pembelajaran Kooperatif Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidaktidaknya tiga tujuan pembelajaran yang disarikan dalam Ibrahim, dkk (2000:78) sebagai berikut : a. Meskipun pembelajaran kooperatif meliputi berbagai macam tujuan sosial, tetapi juga bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep yang sulit. Model struktur penghargaan kooperatif juga telah dapat meningkatkan penilaian siswa pada belajar akademi dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar. b. Penerimaan yang luas terhadap orang yang berbeda menurut ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, maupun ketidakmampuan. Pembelajaran kooperatif memberikan peluang kepada siswa yang berbeda latar belakang dan kondisi untuk bekerja saling bergantung satu sama lain atas tugas-tugas bersama, dan melalui
penggunaan
struktur
penghargaan
kooperatif,
belajar
untuk
menghargai satu sama lain. c. Tujuan penting ketiga dari pembelajaran kooperatif adalah mengajarkan kepada siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi. Keterampilan ini penting karena banyak anak muda dan orang dewasa masih kurang dalam keterampilan sosial.
20
Pembelajaran kooperatif bukan hanya mempelajari materi saja, tetapi siswa atau peserta didik juga harus mempelajari keterampilan-keterampilan khusus yang disebut keterampilan kooperatif. Fungsi keterampilan kooperatif adalah untuk melancarkan hubungan kerja dan tugas. Untuk membuat keterampilan kooperatif dapat bekerja, guru harus mengajarkan keterampilanketerampilan kelompok dan sosial yang dibutuhkan. Keterampilanketerampilan itu menurut Ibrahim, dkk. (2000:47 55), antara lain : a.
Keterampilan-keterampilan Sosial Keterampilan sosial melibatkan perilaku yang menjadikan hubungan sosial berhasil dan memungkinkan seseorang bekerja secara efektif dengan orang lain.
b.
Keterampilan Berbagi Banyak siswa mengalami kesulitan berbagi waktu dan bahan. Komplikasi ini dapat mendatangkan masalah pengelolaan yang serius selama pelajaran pembelajaran kooperatif. Siswa-siswa yang mendominasi sering dilakukan secara sadar dan tidak memahami akibat perilaku mereka terhadap siswa lain atau terhadap kelompok mereka.
c.
Keterampilan Berperan Serta Sementara ada sejumlah siswa mendominasi kegiatan kelompok, siswa lain tidak mau atau tidak dapat berperan serta. Terkadang siswa yang menghindari kerja kelompok karena malu. Siswa yang tersisih adalah jenis lain siswa yang mengalami kesulitan berperan serta dalam kegiatan kelompok.
d.
Keterampilan keterampilan Komunikasi
21
Kelompok pembelajaran kooperatif tidak dapat berfungsi secara efektif apabila kerja kelompok itu ditandai dengn miskomunikasi. Empat keterampilan komunikasi, mengulang dengan kalimat sendiri, memberikan perilaku, memberikan perasaan, dan mengecek kesan adalah penting dan seharusnya diajarkan kepada siswa untuk memudahkan komunikasi di dalam seting kelompok. e.
Keterampilan keterampilan kelompok Kebanyakan orang telah mengalami bekerja dalam kelompok dimana anggota-anggota secara individu merupakan orang yang baik dan memiliki keterampilan sosial. Sebelum siswa dapat belajar secara efektif di dalam kelompok pembelajaran kooperatif, mereka harus belajar tentang memahami satu sama lain dan satu sama lain menghormati perbedaan mereka.
2.9 Pengertian Model Meyer, W.J (dalam Trianto, 2009:21) mengemukakan bahwa secara Kaffiah model dimaknakan sebagai suatu objek atau konsep yang digunakan untuk mempresentasikan sesuatu hal. Sesuatu yang nyata dikonversi untuk sebuah bentuk yang lebih komprehensif. Milis (dalam Suprijono, 2009:45) mengemukakan model adalah bentuk representasi akurat sebagai proses aktual yang memungkinkan seseorang atau sekolompok orang mencoba tindakan berdasarkan model tersebut. Model merupakan interprestasi terhadap hasil observasi dan pengukuran yang diperoleh dari beberapa sistem. Selanjutnya Suprijono (2009:46) mengemukakan bahwa
22
model adalah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan sesuatu. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa model merupakan poa atau kerangka konseptual yang digunakan untuk merencanakan sesuatu demi tercapainya suatu tujuan yang telah direncanakan. 2.10 Model Pembelajaran Think Pair and Share Pada dasarnya, agar semua model berhasil seperti yang diharapkan pembelajaran kooperatif, setiap model harus melibatkan materi ajar yang memungkinkan siswa saling membantu dan mendukung ketika mereka belajar materi dan bekerja saling tergantung (interdepen) untuk menyelesaikan tugas. Keterampilan sosial yang dibutuhkan dalam usaha berkolaborasi harus dipandang
perlu
dalam
keberhasilan
menyelesaikan
tugas
kelompok.
Keterampilan ini dapat ditentukan untuk memfasilitasi proses kelompok peran tersebut mungkin bermacam-macam menurut tugas masing-masing. 2.10.1 Manfaat Model Menurut Soekanto (dalam Trianto 2009:22) model memiliki beberapa manfaat sebagai berikut : 1) Sebagai
kerangka
dalam
melukiskan
prosedur
sistematis
mengorganisasikan sesuatu untuk mencapai tujuan. 2) Pedoman bagi seseorang untuk merencanakan sesuatu aktivitas 3) Kerangka dan arah dalam mencapai suatu tujuan 4) Memudahkan sesuatu kegiatan menjadi tertata secara sistematis.
dalam
23
2.10.2.1 Kelebihan Model Think Pair and Share Menurut Hartina (2008:) model pembelajaran Think Pair And Share mempunyai kelebihan sebagai berikut : a. Memungkinkan siswa untuk merumuskan dan mengajukan pertanyaanpertanyaan mengenai meteri yang diajarkan karena secara tidak langsung memperoleh contoh pertanyaan yang diajukan oleh guru, serta memperoleh kesempatan untuk memikirkan materi yang diajarkan. b. Siswa akan terlatih menerapkan konsep karena bertukar pendapat dan pemikiran dengan temannya untuk mendapatkan kesempatan dalam memecahkan masalah c. Siswa lebih aktif dalam pembelajaran karena menyelesaiakn tugasnya dalam kelompok, dimana tiap kelompok terdiri dari 2 oarang d. Siswa memperoleh kesempatan untuk mempersentasikan hasil diskusinya dengan seluruh siswa sehingga ide yang ada menyebar. e. Memungkinkan guru untuk lebih banyak memantau siswa dalam proses pembelajaran 2.10.2.2 Kekurangan Model Think Pair And Share Selanjutnya model pembelajaran Think Pair And Share mempunyai kekurangan yaitu ketidak sesuaian antara waktu yang direncanakan dengan pelaksanaannya, hal ini dikarenakan siswa suka mengulur-ulur waktu dengan alasan pekerjaan belum selesaikan, siswa kurang menunjukkan kemampuan yang sesungguhnya.
24
2.10.2.3 Langkah-langkah Pembelajaran Think Pair And Share Adapun langkah-langkah penerapan model Think Pair And Share adalah sebagai berikut : a. Guru menyampaikan inti materi dan kompetensi yang ingin dicapai b. Siswa di minta untuk berfikir tentang materi/permasalahan yang disampaikan
guru
c. Siswa diminta berpasangan dengan teman sebelahnya (kelompok 2 orang) dan mengutarakan hasil pemikiran masing-masing. d. Guru memimpin pleno kecil diskusi, tiap kelompok mengemukakan hasil diskusinya. e. Berawal dari kegiatan tersebut, guru mengarahkan pembicaraan pada pokok permasalahan dan menambah materi yang belum diungkapkan para siswa f. Kesimpulan guru g. Penutup 2.11 Kajian Penelitian yang Relevan Penelitian tentang Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Dengan Pendekatan Think Pair Share sebelumnya telah dilakukan oleh peneliti tahun 2010 dalam skripsinya yang “Penerapan model pembelajaran kooperatif dengan Pendekatan Think Pair and Share terhadap prestasi belajar pada mata pelajaran IPS (Ekonomi) siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Wilangan”. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dilaksanakan melalui 3 (tiga) siklus untuk melihat prestasi belajar
25
siswa dalam mengikuti mata pelajaran IPS (Ekonomi). Subjek Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini adalah adalah siswa kelas VIII-1 SMP Negeri 1 Wilangan Kabupaten Nganjuk dengan jumlah siswa sebanyak 40 orang dengan komposisi perempuan 22 orang dan laki-laki 18 orang. Hasil belajar dengan menggunakan analisis nilai latihan dan nilai ulangan harian. Data disaring melalui proses pembelajaran dengan menggunakan instrumen yang dirancang untuk penelitian ini. Instrumen meliputi : test hasil belajar, observasi, wawancara dan jurnal. Sedangkan implementasi tindakan dalam pembelajaran kooperatif pendekatan think pair share dengan mengalisis tingkat keberhasilannya. Berdasarkan lembar observasi pada siklus I 55% pada siklus II 75%. dapat disimpulkan dari siklus I ke siklus II meningkat. Perbedaan kajian penelitian yang relevan dengan penelitian pada skripsi ini yaitu 1.
Mata pelajaran yang berbeda yaitu mata pelajaran IPS (Ekonomi) siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Wilangan sedangan pada penelitian ini yang diteliti mata pelajaran Bahasa indonesia kelas V SDN 1 Lamu Kecamatan Batudaa Pantai
2.
Siklus : Pada Kajian Penelitian yang Relevan dilakukan dalam 3 siklus sedangkan pada penelitian ini hanya dilakukan dalam 2 siklus
3.
Data yang di observasi : pada kajian penelitian yang relevan data yang di observasi yaitu data tentang keaktifan siswa, respon siswa dan hambatanhambatan dalam proses belajar-mengajar sedangkan pada penelitian ini data yang di observasi yaitu tentang kemampuan menyimak cerita
26
2.12 Hipotetis Tindakan Berdasarkan kerangka teoritis, maka hipotetis tindakan dalam penelitian ini adalah “Jika digunakan model pembelajaran Think Pair And Share maka kemampuan menyimak cerita pada siswa kelas V SDN I Lamu dapat meningkat.” 2.13 Indikator Kinerja Keberhasilan penelitian tindakan kelas ini ditunjukkan oleh adanya peningkatan kemampuan menyimak cerita dengan indikator kinerja minimal 16 siswa atau 80 % dari seluruh siswa yang dikenakan tindakan mampu menyimak cerita dengna perolehan nilai 65 ke atas.