BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Pengertian Menulis Setiap orang mempunyai kemampuan untuk mengekspresikan pikiran, perasaan dan sikapnya. Kemampuan mengekspresikan tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk tulisan seperti artikel, sketsa, puisi, maupun bentuk karangan. Melalui kegiatan menulis, penulis akan memberikan masukan berbagai informasi maupun pengetahuan kepada pembaca dari hasil tulisannya. Suwandi (2005: 1) menyatakan bahwa menulis adalah kegiatan menyusun dan mengkomunikasikan gagasan dengan medium bahasa yang dilakukan penulis kepada pembaca sehingga terjadi interaksi antara keduanya demi tercapainya suatu tujuan. Menulis adalah sebuah keterampilan berbahasa yang terpadu, yang ditujukan untuk menghasilkan sesuatu yang disebut tulisan. Menulis merupakan kegiatan mengekspresikan informasi yang diterima dari proses menyimak dan membaca. Jadi, semakin banyak seseorang menyimak atau membaca semakin banyak pula informasi yang diterimanya untuk diekspresikan secara tertulis (Syarkawi, 2008). Pendapat lain menyatakan bahwa menulis adalah menyusun buah pikiran dan perasaan atau data-data informasi yang diperoleh menurut organisasi penulisan sistematis, sehingga tema karangan atau tulisan yang disampaikan sudah dipahami pembaca (Mujiyanto, dkk. 2000: 63). Menurut Suyitno dan Purwadi (2000:1) menulis ialah menurunkan atau melukiskan lambing - lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang di pahami oleh
9
10
seseorang, sehingga orang-orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut kalau mereka memahami bahasa dan gambaran grafik itu. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa menulis adalah kegiatan berkomunikasi secara tidak langsung untuk menyampaikan pesan dengan menggunakan tulisan sebagai medianya. Tulisan itu terdiri atas rangkaian huruf yang bermakna dengan segala kelengkapan lambang tulisan yang diorganisasikan secara logis dan sistematis. Kegiatan menulis ini bersifat produktif dan ekspresif 2.1.2 Tujuan Menulis dan Manfaat Menulis Pembelajaran menulis di SD yang bertujuan mengarahkan siswa agar memiliki
kemampuan
menulis
yang
dilaksanakan
guru
dalam
bentuk
pembelajaran yang menekankan pada kegiatan menulis (Novi R, 2006 : 238). Menurut Harting (dalam Mukhlisoh, 1992:234-235), tujuan menulis adalah sebagai berikut : 1. Tujuan penugasan (assigment purpose) Menulis tidak memiliki tujuan, untuk apa dia menulis. Penulis hanya menulis , tanpa mengetahui tujuannya. Dia menulis karena mendapat tugas, bukan atas kemauan sendiri. 2. Tujuan altruistik (altruistic purpose) Penulis
bertujuan
ingin
menyenangkan
para
pembaca,
ingin
menghilangkan rasa duka yang mendalam dari para pembaca, ingin menolong para pembaca memahami, menghargai perasaan dan penalarannya, ingin membuat hidup para pembaca lebih muda dan lebih menyenangkan dengan karyanyaitu. Penulis harus berkeyakinan bahwa pembaca adalah “teman hidupnya”. Sehingga
11
penulis benar-benar dapat berkomunokasikan suatu ide atau gagasan bagi kepentingan pembaca. 3. Tujuan Perduasif (persuasive purpose) Penulis bertujuan mempengaruhi pembaca, agar para pembaca yakin akan kebenaran gagasan atau ide yang diutarakan oleh penulis. 4. Tujuan Informasional (informational purpose) Penulis menuangkan ide/gagasan dengan tujuan memberi informasi atau keterangan
kepada pembaca. Penulis berusaha memberikan informasi agar
pembaca menjadi tahu mengenai hal-hal apa yang diinformasikan oleh penulis. 5. Tujuan Pernyataan Diri Penulis berusaha untuk memperkenalkan atau menyatakan dirinya sendiri kepada para pembaca. Dengan melalui tulisannya, pembaca dapat memahami “siapa” sebenarnya penulis itu. 6. Tujuan kreatif (creative purpose) Penulis bertujuan agar para pembaca dapat memiliki nilai-nilai artistik atau nilai-nilai kesesuaian dengan membaca tulisan si penulis. Disini penulis bukan saja memberikan informasi yang disajikan oleh penulis, para pembaca tidak sekedar tahu apa yang disajikan oleh penulis, tetapi juga merasa terharu membaca tulisan itu. 7. Tujuan Pemecahan Masalah (problem solving purpose) Penulis berusaha memecahkan suatu masalah yang dihadapi. Dengan tulisannya penulis berusaha memberi kejelasan kepada para pembaca tentang bagaimana cara pemecahan suatu masalah.
12
Maka dari itu tujuan menulis dilakukan dengan cara mengarang cerita dengan baik dan benar,oleh karena itu harus melalui pembelajaran dan latihan. Menurut Braja, 1975, pengajaran mengarang terdiri atas lima tahap, yaitu : 1) Mencontoh Mencontoh adalah aktivitas mekanisme. Sungguhpun demikian bukan berarti bahwa siswa tidak belajar apa-apa. Ada beberapa keuntungan yang diperoleh lewat mencontoh, misalnya berlatih menulis dengan tepat, sesuai dengan contoh, belajar mengeja dengan tepat dan membiasakan diri menggunakan bahasa yang baik. 2) Mereproduksi Menulis apa yang telah dipelajari secara lisan maupun tertulis.Kegiatan ini diawali dengan kegiatan menyimak dan membaca. Hasilnya dituangkan kembali kedalm bentuk karangan yang disusun dengan kata-katanya sendiri. 3) Rekombinasi dan Tranformasi Rekombinasi merupakan latihan menggabungkan beberapa karangan menjadi satu karangan yaitu berupa penggabungan antar kalimat, antar paragraf dan antar wacana, sedangkan Transformasi adalah mengubah salah satu bentuk karangan kedalam bentuk karangan yang lain. 4) Mengarang terpimpin Menulis terpimpin dapat dilakukan dengan bantuan gambar dan kerangka karangan. Penyusunan alinea berdasarkan kalimat-kalimat tertentu.
13
5) Mengarang bebas Sebagai tahap akhir dari pengajaran dilakukan dengan memberi tugas kepada siswa untuk membuat karangan secara bebas.Oleh sebab itu siswa ada baiknya diberikan ketentuan, misalnya : tema atau judul karangan, jumlah kata yang harus ditentukan oleh guru. Hal ini untuk dapat memudahkan guru dapat mengevaluasi karangan siswa. Menulis merupakan bagian dari aktivitas intelektual dan sebuah keterangan berbahasa yang memiliki berbagai manfaat. Adapun manfaat menulis telah dikemukakan oleh Percy (1980) dalam Nursisto (1999:12) manfaat menulis terdiri dari : (1) sebagai sarana untuk pengungkapan diri, (2) sebagai sarana untuk memahami sesuatu, (3) sebagai sarana untuk mengembangkan kepuasan pribadi, kebanggaan dan rasa harga diri, (4) sebagai sarana untuk meningkatkan kesadaran dan penyerapan terhadap lingkungan sekeliling, (5) sebagai sarana untuk mengembangkan pemahaman dan kemampuan mempergunakan bahasa. Manfaat menulis yang pertama adalah sebagai sarana pengungkapan diri. Pengungkapan diri dalam menulis adalah kegiatan menuangkan gagasan kedalam bentuk tulisan. Seseorang ketika melakukan menulis adalah dalam rangka menjelaskan perasaan dan menerangkan ide kedalam tulisan. Manfaat menulis kedua yaitu sebagai sarana memahami sesuatu. Kegiatan menulis adalah proses kegiatan berfikir, mencoba memahami setiap pilihan kata yang disusun dan menyelesaikan dengan ide tau gagasan, tulisan sehingga proses tersebut merupakan pemahaman terhadap sesuatu.
14
Manfaat menulis ketiga adalah mengembangkan kepuasan pribadi, kepercayaan diri dan sebuah kebanggaan. Kegiatan menulis adalah kegiatan menghasilkan karya tulis, setiap proses dalam kegiatan. Menulis adalah upaya dan kerja keras yang dilakukan penulis. Hasil dari kegiatan menulis tersebut memberikan nilai positif tersendiri bagi penulis yaitu rasa puas, bangga dan percaya diri karena telah menghasilkan sebuah karya tulis. Manfaat menulis yang keempat dan kelima dapat dijelaskan bahwa kegiatan menulis merupakan sarana melibatkan diri dalam lingkungan dan meningkatkan kesadaran akan potensi diri. Manfaat menulis yang keenam
adalah menggunakan pemahaman dan
kemampuan berbahasa. Hal ini sangat jelas, karena kegiatan menulis menggunakan bahasa yang digunakan. Hairston dan Nursisto (1999 : 7) melengkapi pendidikan tentang manfaat menulis, yaitu a)
Sebagai sarana untuk menemukan sesuatu
b) Memunculkan ide baru c)
Melatih kemampuan mengorganisasi dan menjenihkan berbagai konsep
d) Melatih sikap objektif yang ada pada diri seseorang e)
Membantu untuk menyerap dan memproses informasi
f)
Melatih untuk berfikir aktif Penulis dapat memunculkan ide baru adan menuangkannya dalam sebuah
tulisan dengan mengorganisasi informasi dan pengetahuan melalui pemahaman bahasa yang sesuai dengan ide dan gagasan penulisan.
15
2.1.3 Jenis-jenis Menulis Ketika penulis membuat sebuah tulisan, hal pertama yang dapat dilakukan yaitu menyusun kerangka tulisan. Kerangka ini dibuat agar tulisan yang dihasilkan dapat mengungkapkan informasi, maksud dan tujuan yang sistematis serta tidak melenceng kemana-mana. Kerangka tulisan merupakan ringkasan sebuah tulisan, dapat dilihat gagasan, tujuan, wujud, dan sudut pandang penulis. Kurniawan (2006) menyatakan berdasarkan kerangka tulisan tersebut dapat diketahui tujuan penulis, dapat diketahui bentuk tulisan dari sebuah naskah (tulisan). Pada umumnya, tulisan dapat dikelompokkan atasempat macam bentuk, yaitu: narasi, deskripsi, eksposisi, dan argumentasi. Sejalan dengan pendapat tersebut, Parera (1993:5) juga membuat klasifikasi yang sama, yaitu: 1) narasi, 2) eksposisi, 3) deskripsi, dan 4) argumentasi. Narasi merupakan tulisan yang terdapat peristiwa atau kejadian dalam satu urutan waktu. Di dalam kejadian itu ada tokoh yang menghadapi suatu konflik. Menurut Kurniawan (2006), narasi merupakan himpunan peristiwa yang disusun berdasarkan urutan waktu atau urutan kejadian. Menurut Keraf (2003 : 136), narasi adalah semacam bentuk wacana yang berusaha menggambarkan dengan sejelas-jelasnya kepada pembaca suatu peristiwa yang telah terjadi. Narasi berusaha menjawab pertannyaan “Apa yang telah terjadi?”. Deskripsi adalah tulisan yang dipilih jika penulis ingin menggambarkan bentuk, sifat, rasa, corak dari hal yang diamatinya. Deskripsi juga dilakukan untuk melukiskan perasaan, seperti bahagia, sedih, takut, sepi, dan sebagainya. Penggambaran itu mengandalkan panca indera dalam proses penguraiannya.
16
Deskripsi yang baik harus didasarkan pada pengamatan yang cermat dan penyusunan yang tepat. Tujuan deskripsi adalah membentuk, melalui ungkapan bahasa, imajinasi pembaca agar dapat membayangkan suasana, orang, peristiwa, dan agar mereka dapat memahami suatu sensasi atau emosi. Pada umumnya, deskripsi jarang berdiri sendiri. 2.1.4 Proses dan Tahap-tahap Menulis Proses
menulis
merupakan
suatu
pendekatan
untuk
mengamati
pembelajaran menulis yang penekanannya bergeser dari produk pada proses penuangan apa yang berfikir dan ditulis siswa. Proses menulis bukan linear, melainkan rekursif (berulang). Dengan demikian, kegiatan menulis dilakukan melewati proses yang selesai dalam satu kali atau beberapa kali pengulangan dengan tingkat penekanan yang berbeda selama setiap tahapannya. Proses menulis yang terdiri dari tahapan-tahapan mulai dari pramenulis sampai kegiatan publikasi merupakan kegiatan yang sifatnya fleksibel dan tidak kaku. Pada saat satu tahapan telah dilakukan dan tahap selanjutnya akan dikerjakan, siswa dapat kembali pada tahap sebelumnya. Sebagaimana yang dikemukakan Rofi’uddin (1997 : 16) bahwa menulis dapat dipandang sebagai rangkaian aktifitas yang bersifat fleksibel. Rangkaian aktivitas yang dimaksud meliputi pramenulis, penulisan draf, perevisian, penyuntingan, pemublikasian dan pembahasan. Oleh karena itu pembinaan yang diberikan oleh gurupada saat proses menulis berlangsung mulai dari tahap awal sampai tahap kelahiran produk tulisan sangat diperlukan. Intervensi dapat
17
dilakukan oleh guru dengan memantau kegiatan menulis siswa melalui kegiatan observasi dan konferensi serta dengan melakukan kegiatan memeriksa hasil tulisan siswa. Donald Murray telah menulis sebuah deskripsi tentang proses menulis yang deskripsinya membangkitkan semangat menulis siswa disekolah. Menulis diberikan sebagai proses berfikir yang terus menerus, proses eksperimentasi dan proses review. Menurut Temple (dalam Resmini. 2006 : 243), aktifitas menulis karya tulis berkembang dalam tiga tahap yaitu : 1) Tahap Perencanaan Tahap perencanaan adalah tahap penulis berusaha menemukan apa yang akan mereka tulis. Guru dapat mendorong penemuan topik ini dengan cara ramu pendapat (brainstorming) yang memungkinkan anak berfikir dan menulis berbagai rincian tentang orang, tempat atau peristiwa yang bermakna bagi mereka. Kadangkadang guru memperkenalkan menulis bebas selam tahapan ini. 2) Tahap Penyusunan konsep (drafiting) Istilah draft dipilih karena aktivitas menulis dalam tahap ini bersifat sementara. Ketika menyebut draft pertama, kedua maka secara tidak langsung potongan kerja tersebut akan berubah, draft lain akan menyusul. Penulis perlu menuangkan pikiran dan mempertimbangkannya untuk disampaikan kepada orang lain.Penulis perlu berdialog dengan dirinya selama proses peyusunana konsep. 3) Tahap Perbaikan Sekalipun demikian perlu diingat bahwa perbaikan dapat berlanjut pada perencanaan dan penyusunan konsep lebih lanjut.
18
Berikut ini tahap-tahap menulis yang dirangkum dari Tompkins (1994: 110), yang menguraikan proses menulis menjadi lima tahap yaitu : a)
Tahap Pramenulis (prewriting) Pramenulis merupakan tahap siap menulis, Murray (1985) menyebutkan
tahap ini dengan tahap penemuan menulis. Muray (1982) meyakini bahwa 20% atau lebih waktu tesrsita pada tahap ini. Aktivitas dalam tahap ini meliputi 1) memilih topik, 2) memikirkan tujuan, bentuk, audiens, dan 3) memanfaatkan dan mengorganisir gagasan-gagasan. Pada tahap pramenulis sisiwa berusaha mengemukakan apa yang akan mereka tulis. Dalam hal ini guru bisa menggunakan berbagai strategi pramenulis yang diiplementasikan di kelas untuk membantu siswa memilih tema dan menentukan lancarnya proses menulis. Bila guru menetukan tema untuk siswa dan tema tersebut tidak sesuai dengan mina serta skemata siswa maka kegiatan menulis siswa akan terhambat. Misalnya saja dalam pembelajaran menukis cerita, tema cerita yang harus ditulis siswa harus sesuai dengan minat mereka. Pada tahap ini siswa mengumpulkan gagasan dan informasi serta mencoba membuat kerangka atau garis besar yang akan ditulis. Di sini guru dapat melakukan kolaborasi melalui ramu pendapat (brainsorming), membuat klaster (clustering), atau menyusun daftar ide (listing) sehingga melahirakna tema dan topik tulisan yang sesuai dengan minat keinginan mereka. Syafi’ie (1988) berpendapat bahwa untuk dapat menemukan perihal pokok karangan yang akan di tulis, maka dapat dilakukan dalam kegiatan penjajagan
ide melalui
19
brainstorming. Melalui kegiatan ini juga guru dapat mengetahui seberapa luas skemata yang dimiliki siswa berkaitan dengan hal atau topik yang akan dibahas. Masih dalam tahap pramenulis, siswa mulai mencari dan menentukan arah dan bentuk tulisannya. Hal ini dapat dilakuka melalui kegiatan membaca untuk menelaah satu bentuk tulisan. Selain melakukan kegitan membaca, khususnya dalam memilih topik, siswa juga dapat melakukan observasi, membaca buku dan sastra, serta menggunakan chart dan gambar. b) Penyusunan Draf Tulisan (Drafting) Tahap kedua dalam proses menulis adalah menulis draf. Dalam proses menulis, siswa menulis dan menyaringtulisan mereka melalui sejumlah konsep. Siswa terfokus dalam pengumpulan gagasan. Perlu disampaikan kepada siswa bahwa pada tahap ini mereka tidak perlu merasa takut melakukan kesalahan. Kesempatan dalam menuangkan ide-ide dilakukan dengan sedikit memperhatikan ejaan, tanda baca, dan kesalahan mekanikal yang lain. Aktivitas dalam tahap ini meliputi: 1) menulis draft kasar, 2) menulis konsep utama, dan 3) menekankan pada pengembangan isi. Penyusunan konsep merupakan tahap saat siswa mengorganisasikan dan mengembangkan ide yang telah dikumpulkannya lewat kegiatan brainstorming dalam buku draft kasar. Misalnya, dalam pembelajaran menulis cerita, selama tahap penyusunan konsep siswa terfokus pada aktivitas menuangkan ide dan menyusun konsep cerita yang akan dibuatnya. Untuk membantu siswa mengembangkan ide dan menyusun konsep tulisannya, dapat dilakukan pemberian chart struktur cerita sebagai media bagi siswa untuk menuangkan
20
sebuah ide yang dimilikinya. Hal ini diharapkan dapat memudahkan mereka untuk mengungkapkan idenya berkaitan dengan struktur cerita secar tidak ragu-ragu, karena pada tahap berikutnya teks yang sudah disusun akan diperbaiki dan di susun ulang. c)
Perbaikan (Revising) selama tahap perbaikan, penulis menyaring ide-ide dalam tulisan mereka.
Siswa biasanya mengakhiri dan melengkapi draf kasar, mereka percaya bahwa tulisan mereka telah lengkap. Revisi bukan penyempurnaan tulisan, revisi adalah mempertemuka kebutuhan pembaca dan menambah, mengganti, menghilangkan, dan menyusun kembali bahan tulisan. Kata revisi berarti melihat kembali, pada tahap ini penulis melihat tulisannya kembali dengan teman sekelas dan guru yang membantu mereka. Aktivitas dalam tahap ini meliputi: 1) membaca ulang draf kasar, 2) menyempurnakan draf kasar dalam proses menulis, dan 3) memperbaiki bagian yang mendapat balikan dari kelompok menulis. Pada tahap perbaikan ini siswa melihat kembali tulisannya untuk selanjutnya menambah, mengganti, atau menghilangkan sebagian ide dalam tulisannya. Misalnya, dalam menulis cerita berkaitan dengan penggarapan struktu cerita yang telah disusunnya siswa dapat mengubah watak pelaku yang semula jahat menjadi baik. d) Penyutingan (Editing) penyuntingan merupakan penyempunaan tulisan sampi pada bentuk akhir ini, fokus utama proses menulis adalah pada isi tulisan siswa dengan fokus berganti pada kesalahan mekanik. Siswa menyempurnakan tulisan mereka dengan
21
mengoreksi ejaan dan kesalahan mekanikal yang lain. Tujuannya membuat tulisan menjadi “siap membaca secara optimal” (optimally readable) (Smith, 1982). Cara paling efektif dalam mengajarkan keterampilan mekanikal adalah pada saat penyuntingan. Ketika penyuntingan tulisan disempurnakan melalui kegiatan membaca, siswa lebih tertarik pada pemakaian keterampilan secara benar kerena mereka dapat berkomunikasi secara efektif. Para peneliti menyarankan bahwa pendekatan fungsional dalam pengajaran mekanikal tulisan lebih efektif dari pada latihan praktis. Aktivitas dalam tahap ini meliputi: 1) mengambil jarak dari tulisan, 2) mengoreksi awal dengan menandai kesalahan, dan 3) mengoreksi kesalahan. Sebagai
contoh,
dalam
pembelajaran
menulis
cerita,
proses
penyuntingan merupakan tahap penyempurnaan tulisan cerita yang dilakukan sebelum kegiatan publikasi cerita yang ditulis siswa. Pada tahap ini siswa menyalin kembali draf yang telah dibuatnya ke dalam polio bergaris sehingga menjadi sebuah karangan yang utuh. Pada saat yang sama siswa juga melakukan perbaikan kesalahan yang bersifat mekanis berkaitan dengan ejaan dan tanda baca. e)
Pemublikasian (publishing) Pada tahap akhir proses penulisan, siswa mempublikasikan tulisan
mereka dan menyempurnakannya dengan membaca pendapat dan komentar yang diberikan teman atau siswa yang lain, orangtua yang komunitas mereka sebagai penulis. Pada tahap publikasi siswa mempublikasikan hasil penulisannya melalui kegiatan berbagi hasil tulisan (sharing). Kegiatan berbagi hasil ini dapat dilakukan diantaranya melalui kegiatan penugasan siswa untuk membacakan hasil karangan
22
di depan kelas (Tompkins, 1994). Sebagai contoh dalam pembelajaran menulis cerita, kegiatan publikasi dapat dilakukan dengan menugaskan siswa membacakan hasil cerita yang telah ditulisnya, sementara siswa lain memberikan pendapat berkaitan dengan cerita tersebut. Kegiatan sharing lainnya dapat dilakukan dengan meminta orang tua siswa membaca dan memberi komentar terhadap cerita yang telah ditulis siswa. Dengan demikian, dalam kegiatan publikasi siswa mendapat beragam penguatan. 2.1.5 Pengertian Narasi Istilah narasi berasal dari Bahasa Inggris naration (cerita) dan narrative (yang menceritakan). Karangan yang disebut narasi yang menyajikan serangkaian peristiwa menurut urutan kejadian atau kronologis atau dengan maksud memberi arti kepada seluruh atau serentetan kejadian, sehingga pembaca dapat memetik hikmah dari cerita itu. Menurut Farris (1993) Mengemukakan bahwa dalam konteks kiat berbahasa (language art) Menulis merupakan kegiatan yang paling konteks untuk dipelajari siswa. Khususnya disekolah dasar, Menulis merupakan keterampilan yang sulit diajarkan sehingga bagi guru mengajarkan menulis juga merupakan tugas yang paling sulit. Newman (1985) menegaskan bahwa hal ini dikarenakan menulis berkembang dalam berbagai arah atau kecenderungan. Menulis kadangkadang berkembang secara berkesinambungan, kadang-kadang tidak dapat dikenali dan kadang-kadang juga menunjukkan perkembangan yang yang mengejutkan atau luar biasa (suwignyo,1997).
23
Mengacu pada proses pelaksanaannya, menulis merupakan kegiatan yang dapat dipandang sebagai berikut : 1) Suatu Keterampilan; Suatu keterampilan menulis sebagaimana keterampilan berbahasa lainnya perlu dilatihkan secara rekursif dan ajek. Hal ini akan memberi kemungkinan lebih besar bagi siswa untuk memiliki keterampilan menulis yang lebih baik. Latihan harus selektif sehingga pelaksanaannya benar-benar sesuai dengan tujuan yang dapat menunjang pencapaian target kemampuan menulis yang diharapkan sehingga dapat memberikan manfaat bagi siswa secara nyata dalam kehidupan sehari-hari. 2) proses berfikir (kegiatan bernalar) Sebagai suatu proses berfikir (kegiatan bernalar) dalam menulis penulis dituntut untuk memiliki penalaran yang baik sehingga menghasilkan tulisan yang baik. Tehudy mengemukakan bahwa bernalar merupakan dasar dalam kegiatan menulis. Siswa harus menyelesaikan dan mengorganisasikan informasi untuk kemudian
merepresentasikannya
kembali
dalam
urutan
yang
logis
(Crawley,1988:200). Dengan demikian, penilis yang memiliki penalaran yang beik akan menghasilkan tulisan yang baik. 3) Kegiatan tansformatif Sebagai suatu kegiatan transformatif, dalam menulis diperlukan dua kompetensi dasar, yaitu kompetensi mengelola cipta, rasa dan karsa serta kompetensi memformulasikan ketiga hal itu kedalam bahasa tulis. Tercakup dalam kompetensi pertama, yaitu penguasaan tentang substansi, ruang lingkup dan
24
sistematika permasalahan yang akan ditulis. Kompetensi kedua berkaitan dengan kemampuan menggunakan bahasa tulis mencakup penguasaan kaidah tulis, diksi kalimat, paragraf, dan sebagainya. 4) Kegiatan Berkomunikasi ; Seseorang menulis dengan mempertimbangkan audiens (pembaca) karena menulis tidak ditujukan hanya untuk diri sendiri. Untuk itu dalam menulis perlu mempertimbangkan konteks tulisan mencakup apa, siapa, kapan, untuk tujuaa apa, bentuk tulisan, media penyajian yang dipilih, dan sebagainya sehingga tulisan yang dihasilkan komunikatif. 5) Suatu Proses ; Suatu proses yang berisi serangkaian kegiatan mulai dari menyusun rencana (perncanaan, pramenulis), menulis draf (pengedrafan), memperbaiki draf (perbaikan), menyunting draf (penyuntingan) dan mempublikasikan hasil tulisan (pemublikasikan). Pada setiap akan menulis karangan narasi kumpulkan peristiwa atau kejadian, kemudian disusun secara beruntun sehingga menjadi serangkaian peristiwa yang menarik untuk ini coba renungkan peristiwa yang Anda baca. Anda akan merasakan bahwa daya khayal atau imajinasi pengarang dapat mengembara kemana-mana, dapat melihat barang yang aneh-aneh, melihat kejadian yang istimewa, melihat batas waktu yang dapat terbang kemasa yang akan datang. Kita masih ingat cerita Gatot kaca dan dewi-dewi yang dapat terbang, dan cerita Tarzan yang hidup dalam rimba dan dapat memahami bahasa binatang. Yang penting dalam mengarang narasi adalah: (1) Kita tidak boleh
25
sesuka hati menciptakan, walaupun khayal atau imajinasi; (2) Tokoh harus bertindak wajar sesuai dengan watak dan kepribadian yang diberikan; (3) Harus berlogika, kalau tidak cerita akan kacau, dan sukar dimengerti (Resmini. 2006 :241). Berikut ini contoh peristiwa atau kejadian yang merupakan suatu cerita yang merupakan suatu pengalaman yaitu : Sudah Tua Renta Tapi Banyak Berjasa Nama dia sendiri Tarkimi. Tapi lebih dikenal dengan panggilan Bu Dar’an, karena telah berpuluhan tahun menjadi istri Pak Dar’an. Kini Bu Tarkimi atau Bu Dar’an ini usianya sekitar 65 tahun, sudah tua renta, lagi berstatus janda, sebab hampir setahun yang lalu Pak Dar’an meninggal dunia. Namun demikian, ketentuannya tidak menjadi penghalang pekerjaan pokoknya sebagai tukang memperbaiki allat-alat musik, dan begitu terkenal sejak zaman
penjajahan
Belanda
dulu,
sampai
detik-detik
terakhir
sebelum
meninggalnya. Pak Dar’an dikenal sangat teliti dan rapi dalm bekerja, sehingga banyak pemilik alat-alat musik yang kebetulan mengalami kerusakan, membawa alat-alatnya kesana untuk diperbaiki. Mereka yang datang bukan hanya dari kota tegal saja sebagai tempat kelahiran sekaligus tempat parkir Pak Dar’an, tetapi juga darikota-kota lain, seperti Pemalang, Pekalongan, Slawi, Bumiayu, Brebes, pendek kata seluruh Karesidenan Pekalongan. Rupanya kebolehan Pak Dar’an dengan istrinya dalm hal mereparasi ala-alat musik ini tak ada duanya di Karesidenan Pekalongan. Bagaimana kisah Bu Tarkimi bisa bertemu Pak Dar’an? Tanya penulis. “wah mula-mula saya hanya menjadi juru masak perkumpulan orkes yang
26
bernama “Mata Roda”. Salah seorang anggotanya adalah Pak Dar’an itu”, katanya.”Kemana-mana kalau orkes Mata Roda mengadakan pertujukan, saya tentu dibawa serta sebagai tukang mngurus makanan dan minuman. Lamakelamaan, karena kami sering bertemu pandang, dia melamar saya adan akhirnya saya diambil sebagai istrinya, dengan maskawin tujuh ringgit”. Dan sejak Pak Dar’an meninggal dunia, senua pekerjaan memperbaiki alat-alat musik diambil oper oleh Bu Dar’an. Karena keterbatasan kemampuan serta tenaganya, maka Bu Dar’an tidak sanggup membuat gitar, cuk, bass atau cello lagi. Dulu, ketika Pak Dar’an masih hidup, dia memang bukan hanya pandai memperbaiki saja. Bahkan gitar, cello, bass tau cuk buatannya sangat terkenal karena mutunya tidak kalah jauh dengan buatan luar negeri. Itulah pengalaman estetis suatu yang hanya hidup dalam benak pengarang, tetapi mampu menarik dan menggerakkan perasaan, seperti apa yang disajikan pengarang itu benar-benar ada dalam kenyataan hidup sehari-hari. Perbedaan antara narasi informasional dan narasi artistik dapat dilihat pada tabel berikut ini : Narasi Informasional
Narasi Artistik
1. Memperluas Pengetahuan 2. Menyampaikan informasi faktual mengenai sesuatu kejadian. 3. Didasarkan pada penalaran untuk mencapai kesepakatan. 4. Bahasanya lebih condong kebahasa informatif dengan titik berat pada pemakaian kata-kata denotatif.
1. Menyampaikan suatu makna atau suatu amanat yang tersirat. 2. Menimbulkan daya khayal. 3. Penalaran hanya berfungsi sebagai alat menyampaikan makna, sehingga kalau perlu penalaran dapat dilanggar. 4. Bahasanya lebih condong kebahasa figuratif dengan menitikberatkan penggunaan kata-kata konotatif.
27
Secara umum tulisan dapat dikembangkan dalam empat bentuk atau jenis, yaitu : narasi, eksposisi, deskripsi dan argumentasi. Salah satu jenis tulisan yang dipelajari adalah tulisan narasi. Tulisan narasi merupakan tulisan yang menceritakan suatu peristiwa yang tesusun secara teratur sehingga menimbulkan pengertian-pengertian yang dapat merefleksi interpretasi penulisannya. Sedangkan deskripsi merupakan suatu bentuk tulisan yang tujuannya memberikan perincian detail tentang obyek sehingga dapat memberi pengaruh pada sensitifitas dan imajinasi pembaca atau pendengar, bagaikan mereka ikut melihat, mendengar, merasakan atau mengalami langsung obyek tersebut. Tulisan eksposisi adalah tulisan yang bertujuan menjelaskan atau memberikan informasi tentang sesuatu, sehingga dapat memperluas pandangan atau pengetahuan seseorang. Tulisan argumentasi adalah tulisan yang bertujuan meyakinkan atau membujuk pembaca tentang kebenaran pendapat atau pernyataan penulis (Semi, 1990 : 37-47). Keraf (2003:136) membatasi pengertian narasi sebagai suatu bentuk wacana yang sasaran utamanya adalah tindak tanduk yang dijalin serta dirangkaikan menjadi sebuah peristiwa yang terjadi dalam satu kesatuan waktu. Jadi, narasi menceritakan serangkaian kegiatan yang terjadi pada suatu kejadian secara berurutan dalam jalinan kesatuan waktu. Pendapat lain menyatakan bahwa, narasi merupakan satu bentuk pengembangan karangan dan tulisan yang bersifat menyejahterakan sesuatu berdasarkan perkembangannya dari waktu ke waktu. Narasi mementingkan urutan kronologis suatu peristiwa, kejadian, dan masalah (Parera, 1993:5). Sementara itu,
28
Suyitno dan Purwadi (2000:42) mengungkapkan, bahwa narasi adalah tulisan yang berisikan atau yang isinya menceritakan suatu peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disusun sedemikian rupa sehingga menimbulkan pengertian yang merefleksikan interpretasi penulisnya. Secara sederhana narasi dikenal sebagai cerita. Pada narasi terdapat peristiwa atau kejadian dalam satu urutan waktu. Di dalam kejadian itu ada pula tokoh yang menghadapi suatu konflik. Pola narasi secara sederhana adalah awal – tengah – akhir. Awal narasi biasanya berisi pengantar yaitu memperkenalkan suasana dan tokoh. Bagian awal harus dibuat menarik agar dapat mengikat pembaca. Bagian tengah merupakan bagian yang memunculkan suatu konflik. Konflik lalu diarahkan menuju klimaks cerita. Setelah konflik timbul dan mencapai klimaks, secara berangsur-angsur cerita akan mereda. Akhir cerita yang mereda
ini
memiliki
cara
pegungkapan
bermacam-macam.
Ada
yang
menceritakannnya dengan panjang, ada pula yang berusaha menggantungkan akhir cerita dengan mempersilakan pembaca untuk menebaknya sendiri. Narasi dapat berisi fakta atau fiksi. Narasi yang berisi fakta adalah biografi, autobiografi, atau kisah pengalaman. Sedangkan narasi yang berupa fiksi adalah novel, cerpen, cerbung, ataupun cergam, Sunarno (2007). Menurut Keraf (2003:136-139) secara umum narasi dapat dibedakan menjadi dua yaitu sebagai berikut : 1) Narasi Ekspositoris Narasi ekspositoris bertujuan untuk menggugah pikiran para pembaca untuk mengetahui apa yang dikisahkan. Sasaran utama hasil narasi ini adalah
29
rasio, yaitu berupa perluasan pengetahuan para pembaca sesudah membaca kisah tersebut. Narasi ini mempersoalkan tahap-tahap kejadian, rangkaian-rangkaian perbuatan kepada pembaca atau pendengar. Runtutan kejadian atau peristiwa tersebut
digunakan
untuk
menyampaikan
informasi
untuk
memperluas
pengetahuan atau pengertian pembaca. Narasi ekspositoris masih dibagi lagi menjadi narasi ekspositoris yang bersifat khusus dan yang bersifat general. 2) Narasi Sugestif Sama juga dengan narasi ekspositoris, namun tujuan atau sasaran utamanya bukan mamperluas pengetahuan seseorang. Tujuan narasi sugestif adalah berusaha memberi makna atas peristiwa atau kejadian sebagai suatu pengalaman. Narasi ini selalu melibatkan daya khayal atau imajinasi pembacanya. Keraf (2003:136) juga merumuskan bahwa narasi adalah bentuk wacana yang berusaha menggambarkan dengan sejelas-jelasnya kepada pembaca suatu perisiwa yang telah terjadi. Jadi, peristiwa yang telah terjadi dan dikisahkan pada karangan narasi diceritakan selelngkap-lengkapnya sesuai dengan cerita sebenarnya. Peristiwa yang diceritakan tidak bersifat statis, melainkan bersifat dinamis dan terjadi dalam suatu rangkaian waktu. Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa narasi adalah karangan yang mengisahkan suatu peristiwa dan disusun menurut urutan waktu. Unsur waktu lebih ditekankan untuk membedakan narasi dengan karangan yang lain. Dengan adanya unsur waktu narasi dapat menggambarkan perubahan-perubahan yang ada pada objeknya. Jadi, dengan demikian narasi menggambarkan objek yang dinamis. Pengalaman-
30
pengalaman yang dijalani penulis merupakan sumber inspirasi sebuah tulisan bersifat naratif. 2.1.6 Tujuan dan Prinsip Menulis Narasi Tujuan menulis narasi secara fundamental ada dua, yaitu: (1) Hendak memberikan informasi atau wawasan dan memperluas pengetahuan pembaca; dan (2) memberikan pengalaman estetis kepada pembaca. Tujuan pertama disebut narasi informasional atau cerita ekspositoris, sasaran utamanya adalah rasio, yaitu berupa perluasan pengetahuan pada pembaca setelah membaca karangan tersebu. Sedangkan pengalaman estetis menghasilkan jenis narasi yang disebut artistik atau sugestif, sasaran utamanya berusaha memberikan makna atas peristiwa atau kejadian sebagai suatu pengalaman. Jika kita menulis sebuah karangan narasi, maka perlu diperhatikan prinsipprinsip dasar sebagai tumpuan berfikir bagi terbentuknya karangan narasi. Prinsip -prinsip narasi tersebut antara lain (Resmini. 2006 : 240) : 1. Alur (plot) Alur (plot) artinya raja mati yang disebut juga dengan jalan cerita. Namun, jalan cerita bukanlah alur. Jalan cerita hanyalah manifestasi, bentuk wadah, bentuk jasmaniah dari alur cerita. Alur dengan jalan cerita memeang tak terpisahkan, tetapi haru dibedakan. Orang sering mengacaukan kedua pengertian tersebut. Jalan cerita memuat kejadian. Tetapi suatu kejadian ada karena ada sebabnya, ada alasannya. Yang menggerakkan kejadian cerita tersebut adalah alur, yaitu segi rohanian dari kejadian. Suatu kejadian baru dapat di sebut narasi kalau
31
di dalamnya ada perkembangan kejadian. Dan suatu kejadian berkembang kalau ada yang menyebabkan terjadinya perkembangan, dalam hal ini konflik. Saudara, intisari alur memang konflik. Tetapi suatu konflik dalam narasi tak bisa dipaparkan begitu saja. Harus ada dasarnya. Oleh karena itu, alur sering dikupas menjadi elemen – elemen berikut: (1) pengenalan, (2) timbulnya konflik,(3) konflik memuncak, (4) klimaks, dan (5) pemecahan masalah. Pada fase pengenalan, pengarang mulai melukiskan situasi dan memperkenalkan tokoh – tokoh cerita sebagai pendahuluan. Pada bagian kedua, pengarang mulai menampilkan pertikaian yang terjadi diantara tokoh. Pertikaian ini semakin meruncing, dan puncaknya terjadi pada bagian keempat (klimaks). Setelah fase tersebut terlampaui, sampailah pada bagian kelima (pemecahan masalah). Alur menuju pemecahan masalah dan “penyelesaian” cerita. 2.
Penokohan Ciri utama membedakan karangan deskripsi dengan karangan narasi
adalah adanya rangkaian perbuatan (aksi). Tanpa rangkaian perbuatan, narasi itu akan berubah menjadi deskripsi, karena semuanya dilihat dalam keadaan yang statis. Rangkaian perbuatan atau tindakan menjadi landasan utama untuk menciptakan sifat dinamis sebuah narasi. Salah satu ciri khas narasi adalah mengisahkan tokoh cerita bergerak dalam suatu rangkaian perbuatan atau mengisahkan tokoh cerita terlibat dalam suatu peristiwa dan kejadian. Tindakan, peristiwa, kejadian, itu disusun bersamasama sehingga mendapatkan kesan atau efek tunggal.
32
Untuk mendapatkan pemusatan kesan itu, perlu diadakan pemilihan dan pembatasan tokoh yang akan bertindak atau yang akan mengalami peristiwa dan kejadian dalam keseluruhan narasi. Agar cerita tidak bertele-tele, hendaklah menjalin sekitar satu atau dua orang pelaku saja. Dengan demikian cerita mudah diikuti. 3. Latar (setting) Dalam karangan narasi terkadang tidak disebutkan secara jelas tempat tokoh berbuat atau mengalami peristiwa
tertentu, misalnya : ditepi hutan,
disebuah desa atau disebuah pulau. Dalam latar waktu, misalnya : pada zaman dahulu, pada suatu senja, pada suatu malam atau pada suatu hari. Namun demikian, ada juga yang menyebabkan latar tempat dan waktu secara pasti. Narasi artistik esensinya adalah hasil pengarang untuk memberikan pengalaman estetik kepada pembaca. Dalam hubungannya dengan pemilihan dan pembatasan latar, penyebutan nama-nama latar secara realitas sebenarnya tidak terlalu penting. Yang utama ialah bahwa penyebutan latar itu konsisten dan berfungsi merangsang imajinasi pembaca untuk menghasilkan satu dunia mandiri yang utuh. Penyebutan nama latar secara realistis itu dilakukan jika untuk membantu imajinasi pembacanya, terutama bagi pembaca yang telah memiliki persepsi terhadap latar tersebut. 4. Sudut Pandang Sudut pandang yang dipilih pengarang akan menentukan sekali gaya dan corak cerita, sebab watak dan pribadi si pencerita akan banyak menentukan cerita yang dituturkan pada pembaca. Tiap orang mempunyai pandangan hidup,
33
intelegensi, kepercayaan dan temperamen yang berbeda-beda. Dengan begitu keputusan pengarang tentabg soal siapa yang akan menceritakan kisah, menentukan sekali apa yang ada dalam cerita. Jika pencerita (narrator) berbeda maka detail-detail cerita yang dipilih juga berbeda. Kedudukan narator dalam cerita secara pokok ada tiga macam yaitu ; (1) narator serba tahu yaitu yang bertindak sebagai pencipta. Ia bisa menciptakan apa saja yang ia perlukan untuk melengkapi ceritanya, sehingga mencapai efek yang diinginkannya. Pengarang juga bisa mengomentari kelakuan para pelakunya, (2) narator berindak objektif yaitu pengarang sama sekali tak memberi komentar apa-apa. Pengarang sama sekali tak mau masuk kedalam pikiran para pelaku jadi pembaca bebas menafsirkan apa yang diceritakan pengarang, (3) narator sebagai peninjau yaitu pengarang memilih salah satu tokoh ceritanya. Seluruh kejadian cerita diikuti bersama tokoh ini. Tokoh ini bisa bercerita tentang pendapatnya atau perasaannya sendiri. Sementara tokoh lain hanya bisa memberitahukan apa yang dia lihat. 2.1.7 Langkah-langkah Menulis Narasi Dalam proses menulis narasi, penekanannya terletak pada keseimbangan antara proses dan produk. Produk merupakan tujuan penulisan dan juga merupakan alasan proses pra menulis, konsep revisi dan tahap editing (cooper, 1988:34) dengan mengikuti langkah-langkah yang jelas siswa diharapkan dapat menghasilkan tulisan yang terkualitas. Seiring pendidikan dengan Brown, Joy M. Reid (dalam Ano, 1986 : 34), kegiatan menulis merupakan suatu proses dimana harus melalui beberapa tahap poenulisan, tahap perbaikan dan tahap editing. Tahap prapenulisan adalah tahap berfikir sebelum menuliskan sesuatu. Tahap ini
34
meliputi memahami dasar menulis, pemilihan subyek penulisan yang diminati memperdalam subyek
sehingga mendekati hal yang benar-benar diinginkan
setelah memperdalam subyek sehingga penulis mengumpulkan ide-ide. Satu hal dan tahap ini adalah perlu pertimbangan calon pembaca yang akan membaca tulisan tersebut. Calon pembaca adalah suatu konsep yang penting untuk dapat memprediksi siapa pembaca tulisannya nanti untuk dapat berkomunikasi melalui tulisan, penulis harus memahami untuk siswa, anak laki-laki, anak perempuan, untuk orang tua bahkan tulisan tersebut adalah untuk ilmuwan. Dengan memahami calon pembaca penulis akan memutuskan pola bahasa yang akan digunakan dalam tulisannya sehingga pembaca akan mudah memahaminya. Tahap kedua adalah tahap penulisan dimana penulis mulai mengorganisasi semua ide-ide yang akan kedalam kesatuan tulisan yang saling berkaitan. Ada tiga hal yang dilakukan dan tahap ini yaitu memulai dan mengakhiri tulisan dengan jelas dan menuliskan kalimat-kalimat dengan lancar dimana unsur koherensi dan kohensi antar paragraf harus diperhatikan. Dengan melakukan tiga hal tersebut diharapkan tulisan yang dihasilkan dapat menjelaskan sesuatu kepada para pembacanya. Tulisan yang berkualitas juga memiliki arti bahwa tulisan tersebut menggunakan pola pendahuluan, isi dan kesimpulan. Tahap ketiga adalah tahap perbaikan. Pada tahap ini seorang penulis dapat memberikan hal-hal berupa ide dan hal-hal berupa yang spesifik. Selain itu penulis dapat menggunakan fakta-fakta, gambaran fisik dan pengalaman yang dapat meningkatkan ide pokok. 2.1.8 Pengertian Pendekatan Kontekstual
35
Dewasa ini ada kecenderungan untuk kembali pada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan secara alamiah. Belajar akan lebih
bermakna
jika
anak
mengalami
apa
yang dipelajarinya,
bukan
mengetahuinya. Pembelajaran kontekstual merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang melibatkan siswa secara penuh dalam proses pembelajaran. Belajar dalam kontekstual bukan hanya sekedar mendengarkan dan mencatat, tetapi belajar adalah proses berpengalaman secara langsung. Melalui proses berpengalaman itu diharapkan perkembangan siswa terjadi secara utuh, yang tidak hanya berkembang dalam aspek kognitif saja, tetapi juga aspek afektif dan juga psikomotor. Menurut Nurhadi dan Senduk, (2004: 13), pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar dimana guru menghadirkan dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari; sementara siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan dari konteks yang terbatas, sedikit demi sedikit, dan dari proses mengkonstruksi sendiri, sebagai bekal untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat. Sementara itu Sanjaya, (2006:253) menyatakan bahwa pendekatan kontekstual adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan kepada prospek keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.
36
Senada dengan pendapat tersebut, Johnson (2007: 67) menyatakan bahwa sistem kontekstual adalah sebuah proses pendidikan yang bertujuan menolong para siswa melihat makna di dalam materi akademik yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan subjek-subjek akademik dengan konteks dalam kehidupan keseharian mereka, yaitu dengan konteks keadaan pribadi, sosial, dan budaya mereka. Untuk mencapai tujuan ini, sistem tersebut meliputi delapan komponen berikut: membuat keterkaitan-keterkaitan yang bermakna, melakukan pekerjaan yang berarti, melakukan pembelajaran yang diatur sendiri, melakukan kerja sama, berpikir sama, berpikir kritis dan kreatif, membantu individu untuk tumbuh dan berkembang, mencapai standar yang tinggi, dan menggunakan penilaian autentik Menurut Johnson (dalam Nurhadi. 2004: 13-14), menyatakan bahwa terdapat delapan karakteristik dalam sistem pembelajaran kontekstual, antara lain: 1. Melakukan hubungan yang bermakna (making meaningful connection) Siswa dapat mengatur diri sendiri sebagai orang yang belajar secara aktif dalam mengembangkan minatnya secara individual, orang yang dapat bekerja sendiri atau bekerja dalam kelompok, dan orang yang dapat belajar sambil berbuat (learning by doing). 2. Melakukan kegiatan-kegiatan yang signifikan (doing significant work) Siswa membuat hubungan-hubungan antara sekolah dan berbagai konteks yang ada dalam kehidupan nyata sebagai pelaku bisnis dan sebagai anggota masyarakat. 3. Belajar yang diatur sendiri (self regulated learning) Siswa melakukan pekerjaan yang signifikan: ada tujuannya, ada urusannya dengan orang lain,
37
ada hubungannya dengan penentuan pilihan, dan ada produknya atau hasilnya yang sifatnya nyata. 4. Bekerja sama (collaborating) Siswa dapat bekerja sama. Guru membantu siswa bekerja secara efektif dalam kelompok, membantu mereka memahami bagaimana mereka saling mempengaruhi dan saling berkomunikasi. 5. Berpikir kritis dan kreatif (critical and creative thinking) Siswa dapat menggunakan tingkat berpikir yang lebih tinggi secara kritis dan kreatif, dapat menganalisis, membuat sintesis, memecahkan masalah, membuat keputusan, dan menggunakan logika dan bukti-bukti. 6. Mengasuh atau memelihara pribadi siswa (nurturin the individual) Siswa memelihara pribadinya: mengetahui, memberi perhatian, memiliki harapanharapan yang tinggi, memotivasi dan memperkuat diri sendiri. Siswa tidak dapat berhasil tanpa dukungan orang dewasa. Siswa menghormati temannya dan juga orang dewasa. 7. Mencapai standar yang tinggi (reaching high standards) Siswa mengenal dan mencapai standar yang tinggi: mengidentifikasi tujuan dan memotivasi siswa untuk mencapainya. Guru memperlihatkan kepada siswa cara mencapai apa yang disebut “excellence”. 8. Menggunakan penilaian autentik (using authentic assessment) Siswa menggunakan pengetahuan akademis dalam konteks dunia nyata untuk suatu tujuan yang bermakna. Misalnya, siswa boleh menggambarkan informasi akademis yang telah mereka pelajari dalam pendidikan. 2.1.9 Komponen dan Penerapan Pendekatan Kontekstual
38
Kontekstual (CTL) sebagai suatu pendekatan pembelajaran memiliki tujuh asas (komponen). Komponen-komponen ini yang melandasi pelaksanaan proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual (Sanjaya, 2006: 262267). Komponen pendekatan kontekstual tersebut antara lain: (1) konstruktivisme (constructivism); (2) menemukan (inquiry); (3) bertanya (questioning); (4) masyarakat belajar (learning community); (5) pemodelan (modelling); (6) refleksi (reflection); dan(7) penilaian nyata (authentic assessment). 1. Konstruktivisme (constructivism) Konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman Menurut kontruktivisme, pengetahuan itu berasal dari luar, akan tetapi dikonstruksi oleh dan dari dalam diri seseorang. Oleh sebab itu pengetahuan terbentuk oleh dua faktor penting, yaitu objek yang menjadi bahan pengamatan dan kemampuan subjek untuk menginterpretasi objek tersebut. Kedua faktor itu sama pentingnya. Dengan demikian pengetahuan itu tidak bersifat statis tetapi bersifat dinamis, tergantung individu yang melihat dan mengkonstruksinya. Asumsi itu yang kemudian melandasi kontekstual. Pembelajaran melalui kontekstual pada dasarnya mendorong agar siswa bisa mengkonstruksi pengetahuannya melalui proses pengamatan dan pengalaman. Atas dasar asumsi yang mendasari itulah, maka penerapan asas konstruktivisme dalam pembelajaran melalui CTL, siswa didorong untuk mampu mengkonstruksi pengetahuan sendiri melalui pengalaman nyata. 2. Menemukan (inquiry)
39
Komponen yang kedua dalam pembelajaran kontekstual adalah inkuiri. Artinya, proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis. Pengetahuan bukanlah sejumlah fakta dari hasil mengingat, akan tetapi hasil dari proses perencanaan, guru bukanlah mempersiapkan sejumlah materi yang harus dipahaminya. Belajar pada dasarnya merupakan proses mental seseorang yang tidak terjadi secara mekanis. Melalui proses mental itulah, diharapkan siswa berkembang secara utuh baik intelektual, mental, emosional, maupun pribadinya. 3. Bertanya (Questioning) Belajar pada hakikatnya adalah bertanya dan menjawab pertanyaan. Bertanya dapat dipandang sebagai refleksi dari keingintahuan setiap individu, sedangkan menjawab pertanyaan mencerminkan kemampuan seseorang dalam berpikir.
Dalam
proses
pembelajaran
melalui
kontekstual,
guru
tidak
menyampaikan informasi begitu saja, akan tetapi memancing agar siswa dapat menemukan sendiri. Karena itu peran bertanya sangat penting, sebab melalui pertanyaan-pertanyaan guru dapat membimbing dan mengarahkan siswa untuk menemukan setiap materi yang dipelajari. 4. Masyarakat Belajar (Learning Community) Dalam masyarakat belajar, hasil pembelajaran dapat diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Suatu permasalahan tidak mungkin dapat dipecahkan sendirian, tetapi membutuhkan bantuan orang lain. Kerja sama saling memberi dan menerima sangat dibutuhkan untuk memecahkan persoalan. Konsep masyarakat belajar (learning community) dalam kontekstual menyarankan agar
40
hasil pembelajaran diperoleh melalui kerja sama dengan orang lain. Kerja sama itu dapat dilakukan dalam berbagai bentuk baik dalam kelompok belajar secara formal maupun dalam lingkungan yang terjadi secara alamiah. Hasil belajar dapat diperoleh dari hasil sharing dengan orang lain, antar teman, antar kelompok, yang sudah tahu memberi tahu pada yang belum tahu. Inilah hakikat dari masyarakat belajar, masyarakat yang saling berbagi. Dalam kelas kontekstual, penerapan komponen masyarakat belajar dapat dilakukan dengan menerapkan pembelajaran melalui kelompok belajar. Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok yang anggotanya bersifat heterogen, baik dilihat dari kemampuan dan kecepatan belajarnya, maupun dilihat dari bakat dan minatnya. Biarkan dalam kelompoknya mereka saling membelajarkan, yang cepat belajar didorong untuk membantu yang lambat belajar, yang memiliki kemampuan tertentu didorong untuk menularkannya pada yang lain. 5. Pemodelan (modelling) Yang dimaksud komponen modeling adalah proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswa. Misalnya, guru memberikan contoh bagaimana cara mengoperasikan sebuah alat, atau bagaimana cara melafalkan sebuah kalimat asing, dan sebagainya. Proses modeling tidak terbatas dari guru saja, akan tetapi dapat juga guru memanfaatkan siswa yang pernah jadi juara dalam membaca puisi dapat disuruh untuk menampilkan kebolehannya di depan temannya. Melalui modelling siswa dapat terhindar dari pembelajaran yang teoretis-abstrak yang dapat memungkinkan terjadinya verbalisme.
41
6. Refleksi (reflection) Refleksi adalah proses pengendapan pengalaman yang telah dipelajari yang dilakukan dengan cara mengurutkan kembali kejadian-kejadian atau peristiwa pembelajaran yang telah dilaluinya. Melalui proses refleksi, pengalaman belajar akan dimasukkan dalam struktur kognitif siswa yang pada akhirnya akan menjadi bagian dari pengetahuan yang dimilikinya. Dalam proses pembelajaran dengan menggunakan kontekstual, setiap berakhir proses pembelajaran, guru memberikan kesempatan pada siswa untuk merenung atau mengingat kembali apa yang telah dipelajarinya. 7. Penilaian Nyata (Authentic Assessmet) Penilaian nyata (authentic assessment) adalah proses yang dilakukan guru untuk mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar yang dilakukan siswa. Penilaian ini diperlukan untuk mengetahui apakah siswa benar-benar belajar atau tidak, apakah pengalaman belajar siswa memiliki pengaruh yang positif terhadap perkembangan baik intelektual maupun mental siswa. Penilaian yang autentik dilakukan secara terintegrasi dengan proses pembelajaran. Penilaian ini dilakukan secara terus-menerus selama proses kegiatan pembelajaran berlangsung. Oleh sebab itu, tekanannya diarahkan kepada proses belajar bukan kepada hasil belajar. Penerapan pendekatan kotekstual merupakan sesuatu yang kompleks dan multidimensional yang jauh melampaui berbagai metodologi yang hanya berorientasi pada latihan dan rangsangan / tanggapan. Pendekatan kontekstual menganjurkan bahwa belajar hanya terjadi jika siswa memproses informasi atau
42
pengetahuan baru sedemikian rupa sehingga dirasakan masuk akal sesuai dengan kerangka berpikir yang dimiliki siswa (ingatan, pengalaman, dan tanggapan). Pendekatan kontekstual mengasumsikan bahwa secara alamiah, pikiran mencari makna konteks sesuai dengan situasi nyata lingkungan seseorang dan itu dapat terjadi melalui pencaharian hubungan yang masuk akal dan bermanfaat. Penerapan pendekatan
kontekstual
akan sangat
membantu
guru
untuk
menghubungkan materi mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa membentuk hubungan antara pengetahuan dan aplikasinya dengan kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga negara dan pekerja (dalam Nurhadi dan Senduk. 2003:16). Berdasarkan pemahaman tersebut, teori pembelajaran kontekstual berfokus pada multi aspek lingkungan belajar diantaranya ruang kelas, laboratorium sains, laboratorium komputer, tempat bekerja, maupun tempat-tempat lainnya (misalnya ladang, sungai dan sebagainya). Pendekatan kontekstual mendorong para guru untuk memilih dan mendesain lingkungan belajar yang memungkinkan untuk mengaitkan berbagai bentuk pengalaman sosial, budaya, fisik dan psikologi dalm mencapai hasil belajar. Di dalam suatu lingkungan yang demikian, siswa menemui hubungan yang sangat bermakna antara ide-ide abstrak dan penerapan praktis didalam konteks dunia nyata, konsep dipahami melalui proses penemuan, pemberdayaan dan hubungan. Dengan demikian, siswa belajar diawali dengan pengetahuan, pengalaman dan konteks keseharian yang mereka miliki yang dikaitkan dengan konsep mata
43
pelajaran yang dipelajari di kelas dan selanjutnya dimungkinkan untuk mengimplementasikan dalam kehidupan keseharian mereka.
2.1.10 Pendekatan Kontekstual dalam Kemampuan Menulis Kemampuan menulis mempunyai peran yang sangat penting dalam kehidupan. Namun demikian, pembelajaran menulis di sekolah-sekolah ternyata belum mendapat tempat yang cukup. Pembelajaran menulis hanya mendapat porsi waktu yang sedikit dibandingkan dengan pembelajaran kebahasaan yang lainnya. Selain itu, guru hanya berorientasi untuk melihat hasil tulisan siswa tanpa membelajarkan proses menulis pada siswa. Akhirnya, tujuan pembelajaran menulis hanya mengarah pada pencapaian
kemampuan menulis siswa
(Kusmiatuni, 2005: 133). Menulis merupakan suatu proses bukan produk. Pembelajaran keterampilan menulis akan lebih mudah apabila berorientasi pada proses bukan produk (Brookes, dan Grundy, 1991: 12). Pada model pembelajaran kontekstual, pembelajaran menulis dipadukan atau dikaitkan satu dengan yang lain agar sesuai dengan kehidupan nyata di masyarakat. Pembelajaran menulis dikaitkan dengan konteks kehidupan peserta didik, agar memungkinkan mereka belajar menerapkan isi pembelajaran dalam pemecahan problema yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari (Wagiran, 2005: 172). Kemampuan menulis narasi dengan pendekatan kontekstual berorientasi pada suatu proses. Pembelajaran kemampuan menulis narasi yang berorientasi pada proses yang memiliki langkah-langkah sebagaimana yang telah disebutkan oleh Brown, dan Douglas (1994: 335-336), yakni (1) pusatkan perhatian pada
44
proses menulis yang mengarah pada hasil akhir; (2) bantulah para siswa untuk memahami proses menulis mereka; (3) bantulah mereka untuk membuat juduljudul strategi tahapan pramenulis (prewriting), membuat konsep (drafting), dan menulis kembali (rewriting); (4) berikan waktu pada siswa untuk menulis (write) dan menulis kembali (rewrite); (5) letakkan kepentingan utama pada proses revisi; (6) biarkan siswa menemukan apa yang ingin mereka katakan ketika mereka menulis; (7) berikanlah pada siswa umpan balik melalui proses mengarang (bukan hanya hasil akhir) ketika mereka berusaha mengungkapkan perasaan yang semakin dekat dengan tujuan; (8) dapatkan umpan balik dari guru dan temanteman mereka; (9) adakan diskusi individual antara guru dan siswa selama proses menulis. Pendekatan kontekstual dengan lima karakteristik pembelajarannya dapat diterapkan dalam pembelajaran keterampilan menulis. Lima karakteristik pembelajaran kontekstual yang disebutkan oleh Sanjaya (2006: 254), yakni (1) pengaktifan pengetahuan yang ada (activating knowledge); (2) pemerolehan pengetahuan baru dengan cara mempelajari secara keseluruhan kemudian memperhatikan detailnya (acquiring knowledge); (3) pemahaman pengetahuan (understanding knowledge) dengan cara menyusun konsep sementara, meminta tanggapan atau pendapat orang lain, dan merevisi serta mengembangkan konsep tersebut; (4) mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman (applying knowledge); dan (5) melakukan refleksi terhadap strategi pengembangan pengetahuan (reflecting knowledge). Secara
garis
besar,
penerapan
pembelajaran
kontekstual
dalam
pembelajaran keterampilan menulis dapat dilaksanakan dengan langkah-langkah
45
sebagai berikut: (1) guru dan siswa bertanya jawab mengenai materi yang akan dipelajari; (2) guru membagi siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar, masing-masing beranggotakan 4 orang siswa; (3) guru memberikan tugas pada siswa dengan terlebih dahulu memberikan contoh; (4) siswa mendiskusikan hasil pekerjaannya dengan teman satu tim dengan cara memeriksa, mengoreksi, dan memperbaiki kesalahan temannya; dan (5) guru merefleksi kegiatan hari itu. 2.2 Kajian Penelitian yang Relevan Penelitian yang pertama Sumantri A. Karim
yaitu : “ Meningkatkan
kemampuan siswa dalam menulis karangan deskripsi melalui penggunaan media gambar seri di kelas V SDN 01 Mananggu Kabupaten Boalemo”. Yang menunjukkan bahwa kemampuan siswa dalam menulis karangan deskripsi melalui penggunaan media gambar menunjukkan hasil yang cukup baik. Pada siklus I adalah 48% dari 25 orang siswa dan siklus II adalah 80%. Berdasarkan hasil penelitian ini kemampuan siswa dapat ditingkatkan. Penelitian yang kedua Raplin Harmain yaitu : “Meningkatkan kemampuan menulis puisi sederhana melalui teknik pengamatan obyek pada siswa kelas V SDN 1 Tilamuta Kabupaten Boalemo”. Yang menunjukkan bahwa kemampuan menulis puisi sederhana melalui teknik pengamatan obyek menunjukkan hasil yang sangat baik. Pada siklus I adalah 45 % dari 20 orang siswa dan siklus II adalah 80 % dari 20 siswa. Penelitian Sri Harjani yaitu : “Meningkatkan kemampuan menulis puisi menggunakan pendekatan Cotextual Teaching and Learning (CTL) dikelas V SDN Inpres Bumbulan Kabupaten Pohuwato”. Yang menunjukkan bahwa
46
kemampuan siswa dalam hal menulis puisi dengan menggunakan Contextual Teaching and Learning menunjukkan hasil yang cukup baik. Pada siklus 1 adalah 67,13 % dari 15 siswa dan siklus II adalah 76,70 %. Berdasarkan hasil penelitian ini, kekurangan dan kelebihan siswa pada umumnya
hampir sama. Namun
dengan diterapkannya pendekatan kontekstual kekurangan dan kesalahan siswa dapat dikurangi. Ketiga penelitian di atas pada dasarnya memiliki relevansi dalam hal pemilihan
model
pembelajaran.
pembelajaran
Penggunaan
sebagai
model-model
upaya
meningkatkan
pembelajaran
yang
kualitas bervariasi
menjadikan guru lebih kreatif dalam menyimpulkan pelajaran pada siswa. Model pembelajaran yang diterapkan menjadikan siswa tidak cepat bosan dan mampu memotivasi siswa untuk belajar lebih baik. 2.3 Hipotesis Tindakan Berdasarkan kajian teoretis dapat dirumuskan dalam hipotesis tindakan sebagai berikut : “ Jika Guru menggunakan Pendekatan Kontekstual pada siswa Kelas V SDN 2 Bonepantai maka Kemampuan Menulis
Narasi dapat
ditingkatkan”. 2.4 Indikator Kinerja Yang menjadi indikator kinerja keberhasilan penelitian tindakan kelas ini minimal 80% dari 20 orang siswa memperoleh peningkatan dalam kemampuan menulis narasi melalui pendekatan kontekstual.