BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1.Kajian Teoritis 2.1.1Hasil Belajar a. Pengertian Hasil Belajar Hasil belajar adalah perilaku yang diperoleh dari pembelajaran setelah mengalami aktivitas belajar (Chantarina, dkk, 2004 : 4) perolehan aspek-aspek perilaku tergantung pada apa yang dipelajari oleh pembelajaran. Belajar merupakan kegiatan semua orang. Pengetahuan terbentuk dan berkembang disebabkan adanya belajar. Oleh karena itu seseorang dikatakan belajar bila dapat diasumsikan dalam diri seseorang itu menjadi suatu proses kegiatan yang mengakibatkan perubahan tingkah laku. Perubahan tanpa disertai usaha bukanlah dinamakan belajar. Menurut Uno dan Mohamad ( 2012 : 105 )
proses belajar mengajar
merupakan inti dari kegiatan pendidikan disekolah. Agar tujuan pendidikan dan pembelajaran berjalan dengan benar, maka perlu mengadministrasikan kegiatankegiatan belajar mengajar, yang lazim disebut administrasi kurikulum. Bidang pengadministrasian ini sebenarnya merupakan pusat dari semua kegiatan disekolah. Belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi setelah seseorang mengalami proses belajar sehingga terjadi perubahan tingkah laku, baik pengetahuan,
ketrampilan, maupun sikap kearah yang lebih baik. Perubahan ini diperoleh dari pengumpulan sejumlah pengetahuan baik dalam bentuk latihan maupun pengalaman. Skinner (dalam Dimyati dan Mudjiono, 2002:9) berpandangan bahwa belajar adalah suatu perilaku. Pada saat orang belajar maka responnya menurun. Berdasarkan alasan tersebut, maka sangatlah penting bagi para pendidik untuk memahami karakteristik materi, peserta didik dan metodologi pembelajaran dalam proses
pembelajaran
terutama
berkaitan
dengan
pemilihan
model-model
pembelajaran moderen. Dengan demikian proses pembelajaran akan variatif, inovatif, dan konstruktif dalam merekonstruksi wawasan pengetahuan dan implementasinya sehingga dapat meningkatkan aktivitas dan kreativitas peserta didik. Belajar merupakan suatu proses dari seorang induvidu yang berupaya mencapai tujuan belajar atau yang biasa disebut hasil belajar. Sudjana (2005:22) mendefinisikan bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajar. Menurut Gagne (dalam Suprijono, 2009 : 5 ) hasil belajar berupa : 1. Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis. 2. Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempersentasikan konsep dan lambing. 3. Strategi kongnitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kongnitifnya sendiri.
4. Ketrampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani. 5. Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut. Lindgren (dalam Suprijono, 2009:7) memberikan pemikiran terhadap hasil belajar, menurutnya hasil pembelajaran meliputi kecakapan, informasi, pengertian dan sikap. Hasil belajar dapat diartikan sebagai perubahan tingkah laku seseorang setelah melakukan
kegiatan
belajar
melalui
proses
belajar.
Sudjana
(2005:22)
mengemukakan bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Dengan mengetahui hasil belajar siswa, kita dapat mengetahui sejauh mana perubahan perilaku siswa sebagai akibat kegiatan belajar mengajar. Menurut Romiszowski (dalam Abdurrahman, 2003:28) hasil belajar merupakan keluaran (output) dari suatu sistem pemprosesan masukan (input). Masukan dari sistem tersebut berupa bermacam-macam informasi sedangkan keluarnya adalah perbuatan atau kinerja (performance). Menurut Romiszowski perbuatan merupakan petunjuk bahwa proses belajar telah terjadi, dan hasil belajar dapat dikelompokkan kedalam dua macam saja yaitu pengetahuan dan ketrampilan. Pengetahuan terdiri dari empat kategori, yaitu: (1). Pengetahuan tentang fakta, (2).
Pengetahuan tentang prosedur, (3). Pengetahuan tentang konsep, (4). Pengetahuan tentang prinsip. Ketrampilan juga dibagi atas empat kategori yaitu: (1). Ketrampilan untuk berfikir dan atau ketrampilan kongnitif, (2). Ketrampilan untuk bertindak atau ketrampilan motorik, (3). Ketrampilan untuk bereaksi atau bersikap dan (4). Ketrampilan berinteraksi. Berdasarkan beberapa pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa Hasil belajar merupakan salah satu faktor penting untuk mengukur keberhasilan seseorang dalam belajar yang berupa kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajar. Untuk mengetahui hasil belajar yang diperoleh siswa diperlukan suatu evaluasi setelah siswa mengalami proses belajar. Alat digunakan untuk melihat hasil belajar siswa dapat berupa tes lisan, tes tertulis, dan tugas-tugas. Adapun penilaian hasil belajar yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian yang menyangkut kemampuan kongnitif, afektif maupun spikomotorik. b. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar Proses belajar merupakan hal yang kompleks. Siswalah yang mementukan terjadinya atau tidak terjadinya belajar. Untuk itu bertindak belajar siswa menghadapi masalah-masalah secara intern. Masalah tersebut menjadi faktor yang berpengaruh dalam proses belajar mengajar yang dapat mempengaruhi dalam belajar siswa. Tentunya hal ini berakibat pula pada hasil belajar siswa. Prestasi belajar merupakan ukuran keberhasilan yang diperoleh siswa dalam proses belajarnya. Keberhasilan itu ditentukan oleh berbagai faktor yang saling berkaitan.
Dimyati dan Mudjiono (2009 : 236-254) memberikan pendapat bahwa ada masalah-masalah intern maupun ekstern yang jika masalah ini tidak diselesaikan maka akan menghambat proses belajar mengajar yang berakibat pada hasil belajar siswa. Masalah – masalah tersebut adalah sebagai berikut : a. Masalah-masalah intern belajar, faktor ini berada pada diri siswa dan menjadi faktor yang paling penting dalam pembelajaran. Faktor-faktor tersebut yaitu : (1) sikap terhadap belajar, (2) motivasi belajar, (3) kosentrasi belajar, (4) mengelola bahan belajar, (5) menyiapkan perolehan hasil belajar, (6) menggali hasil belajar yang tersimpan, (7) keamampuan atau unjuk hasil belajar rasa percaya diri dari siswa, (8) intelegensi dan keberhasilan belajar, (9) kebiasaan belajar b. Masalah-masalah ekstern belajar, faktor ini berasal dari luar diri siswa yang dapat mempengaruhi faktor intern diatas. Faktor tersebut yaitu : (1) guru sebagai Pembina belajar siswa, (2) sarana dan prasarana pembelajaran, (3) kebijakan penilaian lingkungan sosial siswa disekola, dan (4)
kurikulum
disekolah Berdasarkan pemikiran para ahli di atas dapat diketahui bahwa hasil yang paling berpengaruh terhadap hasil
belajar siswa yaitu berasal dari diri siswa. Karena
dimana seseorang siswa adalah organisme yang unik yang berkembang sesuai dengan tahap perkembanganya, akan tetapi tempo dan irama perkembangan masing-masing anak pada setiap aspek tidak selalu sama. Proses pembelajaran dapat dipengaruhi oleh perkembangan anak yang tidak sama itu, disamping karakteristik lain yang melekat
pada diri anak. Meskipun faktor ekstern seperti lingkungan, teman, orang tua, kurikulum sekolah, dan lain-lain sebagainya hanyalah faktor pendorong. Sehingga yang perlu ditekankan dalam belajar yaitu siswa itu sendiri. Karena belajar itu adalah kewajiban siswa. c. Peranan Guru Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Guru dapat diartikan sebagai orang yang mengetahui atau berpengetahuan. Guru ialah orang yang pekerjaannya hanyalah mengajar, guru merupakan orang yang harus diduga dan ditiru, dalam arti orang yang memiliki karisma atau wibawa yang perlu ditiru dan diteladani. Menurut Darmadi (2012 : 35 ), seorang guru yang Progresif dan Inovatif harus mengetahui dengan pasti, kemampuan apa yang dituntutkan oleh masyarakat terhadap guru dimasa datang. Guru sebagai komponen pendidikan dan pengajaran disekolah menjalankan tugas dan fungsinya didalam proses belajar mengajar yang dimiliki (Hariwung, 1989). Sesuai dengan tuntutan situasi yang dihadapi guru, Proyek pengembangan Lembaga pendidikan Indonesia Merumuskan secara eksplisit kemampuan dasar guru Indonesia sebagai berikut: (1). Menguasai bahan, (2). Mengelola program belajar mengajar, (3). Mengelola kelas. (4). Menggunakan media/sumber, (5). Menguasai landasan-landasan kependidikan. (6). Mengelola interaksi belajar mengajar. (7). Menilai prestasi siswa untuk kepentingan pengajaran. (8). Mengenal fungsi dan program layanan bimbingan dan penyuluhan disekolah. (9).
Mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah. (10). Memahami prinsipprinsip dan menjelaskan hasil penilitian kependidikan guna keperluan pendidikan. Djamarah (2005:31) guru adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuannya kepada anak didiknya. Guru adalah salah satu komponen manusiawi dalam proses belajar mengajar, yang ikut berperan dalam usaha pembentukan sumber daya manusia yang potensial dibidang pembangunan. Guru berperan sebagai fasilitator atau intruksi yang membantu murid mengkontruksi konseptualisasi dan solusi dari masalah yang dihadapi. Dasar pertama dari pendekatan konstruktivisme dalam pendidikan adalah teori konvergensi, yang menyatakan bahwa pengetahuan manusia merupakan hasil interaksi dari faktor bawaan (nature) dan faktor pengasuhan (nurture). Menurutnya baik dasar (faktor bawaan) maupun ajar (pendidikan) peran dalam pembentukan watak seseorang. Guru di dalam meningkatkan hasil belajar siswa tidak terlepas dari adanya prinsip-prinsip belajar. Karena guru sebagai penyelenggara dan pengelola kegiatan pembelajaran terimplikasi oleh adanya prinsip-prinsip belajar ini. Implikasi prinsip belajar bagi guru terwujud dalam perilaku guru dapat diharapkan adanya peningkatan kualitas pembelajaran yang diselenggarakan. Sehingga guru perlu memberikan beberapa pendekatan terhadap siswa, agar peran guru dalam meningkatkan hasil belajar siswa dapat tercapai yaitu: (a). persiapan sebelum mengajar, (b). sasaran belajar, (c). susunan bahan ajar, (d). perhatian dan motivasi, (e). keaktifan siswa, (f).
keterlibatan langsung, (g). pengulangan dan latihan, (h). balikan dan penguatan, (i). perbedaan induvidu, (j). urutan kegiatan belajar mengajar, (k). penyajian didepan kelas. Menurut Darmadi ( 2012 : 53-54 ) Fungsi dan Peran Guru dalam menciptakan kemampuan Dasar Mengajar Berorientasi pada: 1. Guru sebagai pendidik dan pengajar, harus memiliki kestabilan emosional, bersikap realistic, jujur dan terbuka, peka terhadap perkembangan, terutama tetang inovasi pendidikan. 2. Guru sebagai anggota masyarakat, harus pandai bergaul dengan masyarakat. Untuk
itu
guru
harus
menguasai
spikologi
sosial,
ketrampilan
menyelesaikan tugas bersama dengan masyarakat. 3. Guru sebagai pemimpin. Guru harus memiliki kepribadian, menguasai ilmu kepemimpinan. Teknik komunikasi, dan menguasai berbagai aspek kegiatan organisasi yang ada disekolah. 4. Guru sebagai pelaksana administrasi. Berhubungan dengan administrasi yang harus dikerjakan disekolah. Untuk itu tenaga kependidikan harus memiliki kepribadian, jujur, teliti, rajin, menyimpan arsip dan administrasi lainnya. 5. Guru sebagai pengelola kegiatan belajar mengajar, harus menguasai berbagai metode mengajar dan harus menguasai situasi belajar mengajar, baik di dalam maupun diluar.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa guru adalah seorang yang berdiri di depan kelas untuk menyampaikan ilmu pengetahuan serta guru berperan didalam meningkatkan hasil belajar siswa perlu adanya penerapan didalam persiapan guru sebelum mengajar, dan memberikan penguatan kepada siswa seperti pendekatan dan motivasi, serta penyajian guru didepan kelas didalam penerapan model-model pembelajaran yang berfariasi. Peran guru didalam meningkatkan hasil belajar siswa yang baik, harus dilakukan dengan baik dan pedoman cara yang tepat juga. Karena setiap orang mempunyai cara atau pedoman sendiri-sendiri dalam belajar. d. Penilaian Hasil Belajar Skor hasil pengukuran yang merupakan data hasil belajar yang dikumpulkan dari proses testing belum dapat digunakan untuk membuat pengambilan keputusan. Untuk dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan maka skor tersebut harus terlebih dahulu diubah menjadi nilai dalam proses penilaian. Nilai merupakan hasil dari proses penilaian. Nilai diperoleh dengan mengubah skor dengan skala dan acuan tertentu. Oleh karena itu nilai hanya dapat dimaknai dan digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan dengan memperhatikan skala dan acuan yang digunakan. Skor pengukuran hasil belajar menjadi bermakna dan dapat digunakan untuk mengambil keputusan setelah di ubah menjadi nilai. Nilai adalah ubahan skor hasil pengukuran menurut acuan dan skala tertentu (Arikunto, 1995). Pengukuran menghasilkan skor, sedangkan penilaian menghasilkan
nilai. Penilaian mengubah skor menjadi nilai menggunakan skala dan acuan tertentu. Oleh karena itu, proses penilaian hanya dapat dijalankan apabila telah jelas skala yang digunakan dan acuan yang dianutnya. Hasil belajar menurut Anni (2004:4) merupakan perubahan perilaku yang diperoleh pembelajaran yang dialami aktivitas belajar. Menurut Sudjana (1990:20) adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajar. Gangne mengungkapkan ada lima kategori hasil belajar yakni: (a). informasi verbal, (b). kecakapan intelektual, (c). strategi kongnitif, (d). sikap, dan (e). keterampilan. Sementara Bloom mengungkapkan tiga tujuan pengajaran yang merupakan kemampuan seseorang yang harus dicapai dan merupakan hasil belajar yaitu: kongnitif, afektif, dan spikomotorik (Sudjana 1990:22). Menurut Nasution (2006:36) hasil belajar adalah hasil dari suatu interaksi tindak belajar mengajar dan biasanya ditunjukan dengan nilai tes yang ditunjukan oleh guru. Berdasarkan uraian di atas maka disimpulkan bahwa penilaian hasil belajar adalah hasil yang diperoleh siswa setelah terjadi proses pembelajaran yang diunjukan dengan nilai tes yang diberikan oleh guru setelah selesai memberikan materi pelajaran pada suatu pokok pembahasan.
2.2 Pembelajaran Kooperatif a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif suatu model pembelajaran yang saat ini banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan belajar mengajar yang berpusat pada siswa, terutama untuk mengatasi permasalahan yang ditemukan guru dalam mengaktifkan siswa yang tidak dapat bekerja sama dengan orang lain, siswa yang agresif dan tidak perduli pada yang lain. Model pembelajaran ini telah terbukti dapat dipergunakan dalam berbagai mata pelajaran dan berbagai usia. Model pembelajaran kooperatif adalah dimana siswa dapat belajar dengan cara bekerja sama dengan teman. Teman yang lebih mampu dapat menolong teman yang lemah. Menurut Huda (Johnson, dkk 1998) Pembelajaran kooperatif menjadi salah satu model pembelajaran yang selalu disarankan oleh hampir semua peneliti pedagogis. Mereka bahkan sudah menunjukkan superioritas dan efektivitas pembelajaran ini dibandingkan dengan pembelajaran kompetitif dan individualistik. Tidak hanya itu, nyaris semua peneliti yang membandingkan ketiga model pembelajaran ini dan pengaruhnya terhadap prestasi belajar siswa melaporkan bahwa pembelajaran kooperatif cenderung memberikan hasil belajar yang lebih baik. Pembelajaran ini bisa diterapkan dihampir semua tingkatan umum, kelas, mata pelajaran, dan tugas akademik yang melibatkan proses berfikir tingkat tinggi, seperti pencapaian konsep
(concept attainment), kategorisasi (categorization), pemecahan masalah secara verbal dan spasial (verbal and spatial problem solving), retensi dan daya ingat (retention and memory), performa motorik (motor performance), prediksi (predicting), dan penilaian (judging). Bahkan, untuk tugas-tugas yang bersifat hafalan maupun korektif sekalipun, pembelajaran kooperatif tidak kalah efektif dibandingkan dengan pembelajaran kompetitif dan individualistik. Usaha pemecahan masalah yang dilakukan melalui kerja kooperatif umumnya juga memberikan kecenderungan dan hasil yang lebih baik dari pada melalui kerja kompetitif atau individual. Tidak perduli apakah masalh tersebut benar-benar jelas atau tidak, memiliki solusi yang pasti atau tidak, pembelajaran kooperatif tetap memberikan pengaruh yang lebih baik dibandingkan dengan dua jenis pembelajaran tersebut. Menurut Slavin ( NM-004-1-08 : 27-28 ) Metode pembelajaran kooperatif yang alternatif memiliki berbagai macam perbedaan, tetapi dapat dikategorisasikan menurut enam karakteristik prinsipil berikut: 1. Tujuan kelompok. Dengan metode pembelajaran Tim Siswa, bisa berupa sertifikat atau rekognisi lainnya yang diberikan kepada Tim yang memenuhi criteria yang telah ditentukan. 2. Tanggung jawab individual. Ini laksanakan dengan Dua cara:
pertama
Dengan menjumlahkan skor kelompok atau nilai rata-rata kusi individual atau penilaian lainnya, seperti model pembelajaran siswa. Kedua Spesialisasi tugas, dimana tiap siswa diberikan tanggung jawab khusus untuk sebagian tugas kelompok.
3. Kesempatan sukses yang sama, karakteristik unik dari metode pembelajaran tim siswa adalah penggunaan metode skor yang memastikan semua siswa mendapat kesempatan yang sama untuk berkontribusi dalam timnya. Metode tersebut terdiri atas poin kemajuan ( STAD ), kompetisi dengan yang setara ( TGT ) atau adaptasi tugas terhadap tingkat kinerja individual ( TAI dan CIRC). 4. Kompetisi Tim. Studi tahap awal dari STAD dan TGT menggunakan kompetisi antar tim sebagai sarana untuk memotivasi siswa untuk berkerja sama dengan anggota timnya. 5. Spesialisasi tugas. Unsur utama dari jiksaw, Group Investigation, dan metode spesialisasi tugas lainnya adalah tugas untuk melaksanakan subtugas terhadap masing-masing anggota kelompok. 6. Adaptasi terhadap kebutuhan kelompok, kebanyakan metode pembelajaran kooperatif menggunakan pengajaran yang mempercepat langkah kelompok, tetapi ada dua TAI dan CIRC mengadaptasi pengajaran terhadap kebutuhan pengajaran. Menurut Nur (dalam Isjoni, 2009: 20) “pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang mengelompokan siswa untuk tujuan menciptakan pendekatan pembelajaran yang berhasil yang mengintegrasikan yang bermuatan akademik.” Shlomo Sharan mengilhami peminat model pembelajaran kooperatif yaitu untuk membuat setting kelas dan proses pembelajaran yang memenuhi tiga kondisi yaitu: (1). Adanya kontak langsung, (2). Sama-sama berperan serta dalam kerja kelompok,
dan (3). Adanya persetujuan antara anggota dalam kelompok tentang setting kooperatif tersebut. Menurut Davidson dan Warsham ( dalam Isjoni, 2009:20 ) pembelajaran kooperatif adalah kegiatan belajar mengajar secara kelompok-kelompok kecil, siswa belajar dan bekerja sama untuk sampai kepada pengalaman belajar yang berkelompok, pengalaman induvidu maupun pengalaman kelompok. Pada hakekatnya pembelajaran kooperatif sama dengan kerja kelompok, oleh karena itu, banyak guru yang mengatakan bahwa tidak ada sesuatu yang aneh dalam pembelajaran kooperatif karena mereka menganggap telah terbiasa menggunakannya. Walaupun pembelajaran kooperatif terjadi dalam bentuk kelompok, tetapi tidak setiap kerja kelompok dikatakan pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada pengguna kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar. ( Sugianto 2008: 35). Koes ( dalam Isjoni, 2009:20 ) menyebutkan bahwa belajar kooperatif di dasarkan pada hubungan antara motivasi, hubungan interpersonal, srategi pencapaian khusus, suatu ketegangan dalam induvidu memotivasi gerakan kearah pencapaian hasil yang diinginkan. Menurut Nurhadi, dalam pembelajaran kooperatif terhadap elemen-elemen yang saling terkait didalamnya, diantaranya saling ketergantungan positif, interaksi tatap muka, akuntabilitas individual, ketrampilan untuk menjalin hubungan antara pribadi atau ketrampilan sosial yang sengaja dijalankan.
Menurut Suherman (2003: 206) “model pembelajaran kooperatif mencakup suatu kelompok kecil siswa yang bekerja sebagai sebuah tim untuk menyelesaikan sebuah masalah, menyelesaikan sebuah tugas, atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama lainnya.”
Tidaklah cukup menunjukkan sebuah
pembelajaran kooperatif jika para siswa duduk bersama dalam kelompok-kelompok kecil tetapi menyelesaikan masalah secara sendiri-sendiri. Bukanlah pembelajaran kooperatif
jika
para
siswa
duduk
dalam
kelompok-kelompok
kecil
dan
mempersilahkan salah seorang diantaranya untuk menyelesaikan seluruh pekerjaan kelompok. Pembelajaran kooperatif menekankan pada kehadiran teman sebaya yang berinteraksi antara teman sebayanya sebagai sebuah tim dalam penyelesaikan atau membahas suatu masalah atau tugas. Menurut Isjoni (2010:16) pembelajaran kooperatif atau cooperative learning adalah sebuah model pembelajaran yang saat ini banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan belajar mengajar yang berpusat pada siwa (student oriented), terutama untuk mengatasi permasalahan yang ditemukan guru dalam mengaktifkan siswa, yang tidak dapat bekerja sama dengan orang lain. Siswa agresif dan tidak peduli pada orang lain. Model pembelajaran ini telah terbukti dapat dipergunakan dalam berbagai mutu pelajaran dan berbagai usia. Berdasarkan pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang dalam proses pelaksanaannya dilakukan secara kelompok-kelompok kecil, dimana siswa dalam sebuah kelompok saling
bergantung satu sama lain, saling bekerja sama yang dapat membentuk hubungan sosial diantara siswa. Adapun cirri-ciri pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut: (1). Siswa dalam sebuah kelompok secara kooperatif menyelesaikan materi belajar sesuai kompetensi dasar yang ingin dicapai, (2). Pembagian kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan yang berbeda-beda, baik yang memiliki kemampuan tinggi, sedang atau rendah. Pembagian kelompok, jika memungkinkan anggota kelompok berasal dari Ras, budaya, suku yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan jender, (3). Adanya penghargaan. Dalam artian penghargaan dalam pembelajaran kooperatif lebih menekankan pada kelompok daripada masing-masing induvidu. Ada beberapa hal yang perlu dipenuhi dalam pembelajaran kooperatif agar lebih menjamin para siswa belajar secara kooperatif yaitu: 1. Para siswa yang bergabung pada suatu kelompok harus merasa bahwa mereka adalah bagian dari sebuah tim dan mempunyai tujuan bersama yang harus dicapai. 2. Para siswa yang bergabung dalam kelompok harus menyadari bahwa masalah yang mereka hadapi adalah masalah kelompok dan berhasil atau tidak kelompok itu akan menjadi tanggung jawab bersama oleh seluruh anggota kelompok.
3. Untuk mencapai hasil yang maksimum, para siswa yang bergabung dalam kelompok itu harus berbicara satu sama lain dalam mendiskusikan masalah yang dihadapi. 4. Para siswa yang bergabung dalam suatu kelompok harus menyadari bahwa setiap pekerjaan siswa mempunyai akibat langsung pada keberhasilan kelompoknya. Menurut Tarigan (1998:4) pembelajaran kooperatif mempunyai cirri-ciri sebagai berikut: 1. Siswa belajar dalam kelompok kecil (4-5 orang) tentang bekerja sama dan duduk berdampingan. 2. Siswa bersifat hetorogen (jenis kelamin dan kemampuan serta saling membantu satu sama lain. 3. Siswa dapat bekerja sama dengan baik dan kelompoknya atau dapat meningkatkan hubungan kerja. 4. Selama kerja kelompok tugas anggota kelompok adalah membantu teman sekelompoknya untuk mencapai ketuntasan materi yang disajikan oleh guru. 5. Siswa belum boleh mengakhiri sebelum yakin bahwa seluruh anggota kelompok menyelesaikan seluruh tugas. Dalam pembelajaran kooperatif tidak hanya mempelajari materi saja, tetapi siswa atau peserta didik juga harus mempelajari ketrampilan-ketrampilan khusus yang disebut ketrampilan kooperatif. Ketrampilan kooperatif ini berfungsi untuk
melancarkan hubungan kerja dan tugas. Peranan hubungan kerja dapat dibangun dengan membangun tugas dan anggota kelompok selama kegiatan. Ketrampilan-ketrampilan selama kooperatif tersebut antara lain sebagai berikut Lungdren ( dalam Isjon: 2009:65) : 1. Ketrampilan kooperatif tingkat awal, meliputi: a. Menggunakan kesepakatan. b. Menghargai kontribusi. c. Mengambil giliran dan berbagi tugas. d. Berada dalam kelompok. e. Berada dalam tugas. f. Mendorong partipasi. g. Mengundang orang lain. h. Menyelesaikan tugas dalam waktunya. i. Menghormati perbedaan induvidu. 2. Ketrampilan tingkat menengah, meliputi: a. Penghargaan dan simpati. b. Mengungkapkan tingkat ketidak setujuan dengan cara yang dapat diterima. c. Mendengar dengan arif. d. Bertanya. e. Membuat ringkasan. f. Menafsirkan.
g. Mengorganisir. h. Mengurangi ketegangan. 3. Ketrampilan tingkat mahir, meliputi: a. Mengelaborasi. b. Memeriksa dengan cermat. c. Menanyakan kebenaran. d. Menetapkan tujuan. e. Berkompromi. Adapun kelemahan pembelajaran kooperatif bersumber pada dua faktor, yaitu faktor dari dalam (intern) dan faktor dari luar (ekstern). Faktor dari dalam yaitu sebagai berikut: 1). Guru harus mempersiapkan pembelajaran secara matang, disamping itu memerlukan lebih banyak tenaga, pemikiran dan waktu. 2). Agar proses pembelajaran berjalan dengan lancer maka dibutuhkan dukungan fasilitas, alat, dan biaya yang cukup memadai. 3). Selama kegiatan diskusi kelompok berlangsung, ada kecenderungan topic permasalahan yang sedang dibahas meluas sehingga tidak banyak yang sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Dan 4). Saat diskusi kelas, terkadang didominasi oleh seseorang, hal ini menyebabkan siswa yang lain menjadi pasif. Faktor dari luar erat kaitannya dengan kebijakan pemerintah, yaitu semakin pudarnya kurikulum pembelajaran sejarah, selain itu pelaksanaan tes yang berpusat
seperti Ujian Nasional ( UN ) sehingga kegiatan belajar mengajar dikelas cenderung dipersiapkan untuk keberhasilan perolehan NEM. Dengan demikian model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang dicirikan dengan adanya kerja sama dalam kelompok heterogen yang terdiri dari siswa dengan berbagai kemampuan akademik, jenis kelamin dan ras. Setiap anggota saling bergantung untuk memperoleh skor tertinggi sebagai sumbangan untuk skor kelompoknya. Dan terakhir adanya sistem penghargaan baik kelompok dan induvidu yang memperoleh skor tertinggi. b. Model Pembelajaran Snowball Throwling Model pembelajaran Snowball Throwling adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil yang memiliki tingkat kemampuan berbeda, serta mampu berkomunikasi antara satu siswa dengan siswa lain, serta memiliki sikap keberanian dan mengemukakan pendapatnya. Sintaks dalam pembelajaran Snowball Throwling yaitu dibentuk kelompok yang diawali ketika kelompok untuk mendapat tugas dari guru, kemudian masingmasing siswa membuat pertanyaan yang dibentuk seperti bola ( kertas pertanyaan ) untuk melemparkan kesiswa yang masing-masing siswa menjawab pertanyaan dari bola yang diperoleh. Menurut Saminto ( 2010 :37 ) model pembelajaran Snowball Throwling disebut juga model pembelajaran gelundung bola salju, karna model pembelajaran ini
melatih siswa untuk lebih tangkap menerima pesan dari siswa lain dalam bentuk bola salju yang terbuat dari kertas, dan menyampaikan pesan tersebut kepada teman dalam satu kelompok. Model pembelajaran Snowball Throwling adalah suatu tipe model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran ini menggali potensi kepemimpinan murid dalam kelompok dan ketrampilan membuat, menjawab pertanyaan yang dipadukan melalui permainan imajinatif membentuk dan melempar bola salju (Komalasari : 2010). Menurut Uno dan Mohamad ( 2012 : 88 ), Langkah-langkah pembelajaran model Snowball Throwling adalah sebagai berikut: 1. Guru menyampaikan materi yang akan disajikan. 2. Guru membentuk kelompok-kelompok dan memanggil masing-masing ketua kelompok untuk memberikan penjelasan tetang materi. 3. Masing-masing ketua kelompok kembali ke kelompoknya, kemudian menjelaskan materi yang disampaikan oleh guru kepada temannya. 4. Kemudian, masing-masing siswa diberi satu lembar kerja, untuk menulis satu pertanyaan apa saja yang menyangkut materi yang sudah dijelaskan oleh ketua kelompok. 5. Kemudian, kertas tersebut dibuat seperti bola dan dilempar dari satu siswa kesiswa yang lain selama lebih kurang 5 menit.
6. Setelah siswa dapat satu bola/ satu pertanyaan, siswa diberi satu kesempatan untuk menjawab pertanyaan yang tertulis dalam kertas yang terbentuk bola terbentuk secara bergantian. 7. Guru memberikan kesimpulan. 8. Evaluasi. 9. Penutup. 2.2 Hipotesis Tindakan Berdasarkan kerangka teoritis yang ada, maka hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah “ jika guru menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwling , maka hasil belajar siswa di kelas VIII C pada mata pelajaran IPS Madrasah Tsanawiyah Kaidipang akan meningkat.