BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Hakikat Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) Slavin (1995: 5) mendefinisikan pembelajaran kooperatif sebagai berikut “Cooperative learning methods share the idea that students work together to learn and are responsible for their teammates learning as well as their own”. Definisi ini mengandung pengertian bahwa dalam belajar kooperatif siswa belajar bersama, saling menyumbang pemikiran dan bertanggung jawab terhadap pencapaian hasil belajar secara individu maupun kelompok. Sementara itu, Artzs dan Newman (1990: 448) memberikan definisi belajar kooperatif sebagai berikut: “Cooperative learning is an approach that involves a small group of learners working together as a team to solve a problem, complete a task, or accomplish a common goal”. Menurut pengertian definisi ini, belajar kooperatif adalah suatu pendekatan yang mencakup kelompok kecil dari siswa yang bekerja sama sebagai suatu tim untuk memecahkan masalah, menyelesaikan suatu tugas, atau menyelesaikan suatu tujuan bersama. Cooper (1999: 11) dan Heinich (2002: 11) menjelaskan bahwa “Pembelajaran kooperatif sebagai metode pembelajaran yang melibatkan kelompok-kelompok kecil yang heterogen dan siswa bekerja sama untuk mencapai tujuan-tujuan dan tugas-tugas akademik bersama, sambil bekerja sama belajar keterampilan-
9
10
keterampilan kolaboratif dan sosial. Anggota-anggota kelompok memiliki tanggung jawab dan saling bergantung satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama”. Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan salah satu pembelajaran yang terstruktur dan sistematis, dimana masing-masing anggota kelompok bertanggung jawab pada aktivitas belajar kelompoknya, sehingga seluruh anggota kelompok dapat menguasai materi pelajaran dengan baik. 2.1.2 Tujuan Pembelajaran Kooperatif Model pembelajaran kooperatif adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Menurut Nur Asma (2006: 12) “Pembelajaran kooperatif bertujuan untuk pencapaian hasil belajar, penerimaan terhadap keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial”. 1. Pencapaian Hasil Belajar Untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik baik kelompok bawah maupun kelompok atas agar hasil belajar dapat tercapai, maka siswa kelompok atas akan menjadi tutor bagi siswa kelompok bawah. Dimana dalam proses ini, siswa kelompok atas kemampuan akademiknya akan meningkat karena memberikan pelayanan pada teman sebaya yang membutuhkan pemikiran lebih mendalam terhadap materi tertentu.
11
2. Penerimaan Terhadap Perbedaan Individu Efek penting yang kedua dari model pembelajaran kooperatif ialah penerimaan yang luas terhadap orang yang berbeda menurut ras, budaya, tingkat sosial,
kemampuan
maupun
ketidakmampuan.
Pembelajaran
kooperatif
memberikan peluang kepada siswa yang berbeda latar belakang untuk bekerja saling bergantung satu sama lain atas tugas-tugas bersama. Oleh sebab itu, dalam pembelajaran kooperatif setiap anggota kelompok dituntut untuk saling menerima kekurangan masing-masing. Misalnya siswa yang pintar dapat membantu temannya yang kurang pintar. 3. Pengembangan Keterampilan Sosial Pengembangan
keterampilan
sosial
ini
mengajarkan
kepada
siswa
keterampilan kerja sama dan kolaborasi. Keterampilan bekerja sama itu kemudian dipraktikkan melalui aktivitas dan kegiatan yang tergambarkan dalam keterampilan bekerja sama. Dengan demikian, siswa perlu didorong untuk mau dan sanggup berinteraksi dan berkomunikasi serta membantu siswa lain dalam memahami konsep-konsep sulit. 2.1.3 Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Kooperatif 1. Kelebihan Pembelajaran Kooperatif Arends (1997: 118) menyatakan bahwa tidak satupun studi menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif memberikan pengaruh negatif. Arends menunjukkan bahwa penggunaan model-model yang ada dalam pembelajaran kooperatif terbukti lebih
12
unggul dalam meningkatkan hasil belajar siswa dibandingkan dengan model-model pembelajaran individual yang digunakan selama ini. Nur (1998: 9) menjelaskan bahwa “Penerapan pembelajaran kooperatif dapat membantu siswa mengaktifkan pengetahuan latar mereka dan belajar dari pengetahuan latar teman sekelas mereka”. Davidson (dalam Noornia, 1997: 24) menyatakan bahwa “Keuntungan yang paling besar dari penerapan pembelajaran kooperatif terlihat ketika siswa menerapkannya dalam menyelesaikan tugas-tugas yang kompleks. Keuntungan pembelajaran kooperatif juga dapat meningkatkan kecakapan individu maupun kelompok
dalam
memecahkan
masalah,
meningkatkan
komitmen,
dapat
menghilangkan prasangka buruk terhadap teman sebayanya dan siswa yang berprestasi dalam pembelajaran kooperatif ternyata lebih mementingkan orang lain, tidak bersifat kompetitif, dan tidak memiliki rasa dendam”. Slavin (1995: 26) menyatakan “Pembelajaran kooperatif dapat menimbulkan motivasi sosial siswa karena adanya tuntutan untuk menyelesaikan tugas”. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kelebihan dari pembelajaran kooperatif yaitu: 1. Membuat siswa lebih aktif dalam pembelajaran di kelas. 2. Dapat mengembangkan potensi yang dimiliki siswa. 3. Memberi kesempatan kepada siswa untuk bisa saling melengkapi dan mengoreksi segala kesalahan. 4. Dapat menerima segala kekurangan teman sekelas. 5. Tercipta rasa kebersamaan yang tinggi. 2. Kekurangan Pembelajaran Kooperatif
13
Slavin (1995: 27) menyatakan bahwa “Kekurangan dari pembelajaran kooperatif adalah konstribusi dari siswa berprestasi rendah menjadi kurang dan siswa yang memiliki prestasi tinggi akan mengarah kepada kekecewaan, hal ini disebabkan oleh peran anggota kelompok yang pandai lebih dominan”. Johnson, dkk (1991: 27) menyatakan bahwa “Siswa yang berkemampuan tinggi merasakan kekecewaan ketika mereka harus membantu temannya yang berkemampuan rendah. Mereka mengatakan bahwa efek yang harus dihindari dalam pembelajaran kooperatif adalah adanya pertentangan antar kelompok yang memiliki nilai lebih tinggi dengan kelompok yang memiliki nilai rendah”. Noornia (1997: 27) menyatakan “Untuk menyelesaikan suatu materi pelajaran dengan pembelajaran kooperatif akan memakan waktu yang relatif lebih lama dibandigkan dengan pembelajaran konvensional, bahkan dapat menyebabkan materi tidak dapat disesuaikan dengan kurikulum yang ada apabila guru belum berpengalaman”. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kekurangan dari pembelajaran kooperatif yaitu: 1. Siswa yang memiliki kemampuan lebih tinggi akan lebih dominan bekerja didalam kelompoknya. 2. Pembelajaran kooperatif
lebih banyak menyita waktu dalam pelaksanaan
pembelajaran. 2.1.4
Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Teams Achievement Divisions)
14
Tipe STAD dikembangkan oleh Robert Slavin dan kawan-kawannya dari Universitas John Hopkins. Tipe ini dipandang sebagai yang paling sederhana dan paling langsung dari pendekatan pembelajaran kooperatif. Slavin (1995: 51) menjelaskan bahwa “Pembelajaran kooperatif dengan model STAD, siswa ditempatkan dalam kelompok belajar beranggotakan empat atau lima orang siswa yang merupakan campuran dari kemampuan akademik yang berbeda, sehingga dalam setiap kelompok terdapat siswa yang berprestasi tinggi, sedang, dan rendah atau variasi jenis kelamin, kelompok ras dan etnis, atau kelompok sosial lainnya”. Jadi dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah model pembelajaran berkelompok yang dibentuk beranggotakan empat atau lima orang secara heterogen yaitu ada yang berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Dalam pembentukan kelompok STAD ini bukan hanya pada tingkat kemampuan yang dibedakan, juga pada suku, ras, dan lain sebagainya. Hal ini bertujuan agar siswa dapat menerima kelebihan maupun kekurangan dari siswa yang lain. Kunandar
(2008:
275)
menjelaskan
bahwa
langkah-langkah
model
pembelajaran kooperatif tipe STAD: 1. Para siswa di dalam kelas dibagi menjadi beberapa kelompok, masingmasing terdiri atas 4 atau 5 anggota kelompok. Tiap kelompok mempunyai anggota yang heterogen, baik jenis kelamin, ras, etnis, maupun kemampuannya (prestasinya). 2. Guru menyampaikan materi pelajaran. 3. Guru memberikan tugas kepada kelompok dengan menggunakan lembar kerja akademik, dan kemudian saling membantu untuk menguasai materi
15
4.
5. 6.
7.
pelajaran yang telah diberikan melalui tanya jawab atau diskusi antar sesama anggota kelompok. Guru memberikan pertanyaan atau kuis kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab pertanyaan atau kuis dari guru siswa tidak boleh saling membantu. Setiap akhir pembelajaran guru memberikan evaluasi untuk mengetahui penguasaan siswa terhadap bahan akademik yang telah dipelajari. Tiap siswa dan tiap kelompok diberi skor atas penguasaannya terhadap materi pelajaran, dan kepada siswa secara individual atau kelompok yang meraih prestasi tingi atau memperoleh skor sempurna diberi penghargaan. Kesimpulan.
1. Keuntungan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Keuntungan model pembelajaran koooperatif tipe STAD menurut Roestiyah (2001: 17), yaitu: a. Dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk menggunakan keterampilan bertanya dan membahas suatu masalah. b. Dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk lebih intensif mengadakan penyelidikan mengenai suatu masalah. c. Dapat mengembangkan bakat kepemimpinan dan mengajarkan keterampilan berdiskusi. d. Dapat memungkinkan guru untuk lebih memperhatikan siswa sebagai individu dan kebutuhan belajarnya. Para siswa lebih aktif bergabung dalam pelajaran mereka dan mereka lebih aktif dalam diskusi. e. Dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan rasa menghargai, menghormati pribadi temannya, dan menghargai pendapat orang lain. 2. Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Kelemahan model pembelajaran koooperatif tipe STAD menurut Roestiyah (2001: 17), yaitu kerja kelompok hanya melibatkan mereka yang mampu memimpin dan mengarahkan mereka yang kurang pandai dan kadang-kadang menuntut tempat yang berbeda dan gaya-gaya mengajar berbeda.
16
2.1.5 Kemampuan Analisis Dalam Kamus Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2007: 707) kemampuan didefinisikan sebagai kesanggupan, kecakapan, atau kekuatan berusaha. Kemampuan adalah kesanggupan dalam melakukan sesuatu. Seseorang dikatakan mampu apabila ia bisa melakukan sesuatu. Kemampuan itu pada pokoknya ada tiga langkah (Suryabrata: 55) yaitu: (1) pembentukan pengertian, (2) pembentukan pendapat, dan (3) penarikan kesimpulan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kemampuan adalah kesanggupan untuk malakukan atau menggerakkan segala potensi yang dimiliki agar dapat memaknai atau menangkap segala peristiwa yang terjadi disekitarnya. Kemampuan adalah kekuatan seseorang sebagai kesanggupannya untuk dapat melakukan sesuatu dengan dirinya sendiri. Menurut Robbin (2007: 57) pada dasarnya kemampuan terdiri atas 2 kelompok faktor yaitu: 1. Kemampuan intelektual (intellectual ability) yaitu kemampuan yang dibutuhkan untuk melakukan berbagai aktivitas mental, berfikir, bernalar, dan memecahkan masalah. 2. Kemampuan fisik (physical ability) yaitu kemampuan melakukan tugastugas yang menuntut stamina, keterampilan, kekuatan, dan karakteristik serupa. Kemampuan intelektual (intellectual ability) di dalam matematika sangat dibutuhkan untuk memahami konsep dan menyelesaikan masalah-masalah yang
17
ada. Pemahaman konsep matematika merupakan salah satu modal bagi siswa untuk menerapkan atau mengaplikasikan pemahamannya dalam berbagai permasalahan matematika. Dengan demikian mereka bisa menganalisis setiap permasalahan dalam matematika. Memiliki kemampuan yang rendah dalam memahami konsep matematika merupakan suatu konflik dan hambatan bagi siswa dalam menyelesaikan soal-soal matematika itu sendiri. Masalah tersebut harus dapat diatasi agar kemampuan siswa dapat terus berkembang khususnya dalam menganalisis soal matematika. Suherman dan Sukjaya (1990: 49) menyatakan bahwa “Kemampuan analisis adalah kemampuan untuk merinci atau menguraikan suatu masalah (soal) menjadi bagian-bagian yang lebih kecil (komponen) serta mampu untuk memahami hubungan diantara bagian-bagian tersebut”. Hal ini juga diperkuat oleh Bloom (2001) yang menyatakan bahwa “Kemampuan analisis menekankan pada pemecahan materi ke dalam bagian-bagian yang lebih khusus atau kecil dan mendeteksi hubungan-hubungan dan bagian-bagian tersebut dan bagian-bagian itu diorganisir”. Sedangkan
menurut
Hardian
(2010)
“Kemampuan
analisis
adalah
kemampuan siswa untuk menguraikan atau memisahkan suatu hal ke dalam bagian-bagiannya dan dapat mencari keterkaitan antara bagian-bagian tersebut. Menganalisis adalah kemampuan memisahkan materi (informasi) ke dalam bagian-bagiannya yang perlu, mencari hubungan antarabagian-bagiannya, mampu melihat (mengenal) komponen-komponennya, bagaimana komponen-komponen itu berhubungan dan terorganisasikan, membedakan fakta dari hayalan.”
18
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan analisis adalah kemampuan untuk memecahkan suatu materi serta mampu memahami hingga ke dalam komponen yang lebih kecil. Para siswa memiliki kemampuan analisis matematika yang rendah karena siswa belum mampu memeriksa, dan menganalisis sebuah persoalan, pernyataan dan rumus matematika dilihat dari indikator kemampuan analisis menurut Hardian (2010) yaitu “(1) Kemampuan mengidentifikasi masalah, (2) Kemampuan menggunakan konsep yang sudah diketahui dalam suatu permasalahan, (3) Dan mampu menyelesaikan suatu persoalan dengan cepat.” Ketiga indikator tersebut akan menjadi tolak ukur dalam penelitian ini untuk menilai kemampuan analisis siswa dalam menghitung luas segitiga. Adapun indikator dari materi luas segitiga itu sendiri adalah: (1) Menghitung luas segitiga jika diketahui dua sudut dan satu sisi. (2) Menghitung luas segitiga jika diketahui dua sisi dan satu sudut. (3) Menghitung luas segitiga jika diketahui panjang ketiga sisinya. (4) Menghitung luas segienam beraturan menggunakan rumus luas segitiga. (5) Menghitung luas jajar genjang menggunakan rumus luas segitiga. Ranah kognitif menurut taksonomi Bloom bahwa pada tingkat analisis (C4) peserta didik diminta untuk menguraikan informasi ke dalam beberapa bagian, menemukan asumsi, membedakan fakta dan pendapat dan menemukan sebab akibat. Soal berbentuk analisis yakni soal yang menuntut uraian informatif, penemuan asumsipembedaan antara fakta dan pendapat dan penemuan sebab akibat.
19
Kemampuan analisis siswa dalam menganalisis sebuah persoalan matematika sangat berperan penting untuk dapat menyelesaikan setiap persoalan atau permasalahan menggunakan konsep-konsep yang ada dengan mudah, tepat dan cepat. Kemampuan analisis siswa terhadap suatu materi pelajaran sangatlah penting apalagi dalam mata pelajaran matematika yang memang membutuhkan siswa untuk dapat berfikir secara logis dan sistematik. Banyak siswa yang tidak mampu menyelesaikan soal
matematika disebabkan karena tidak mampu
menganalisis soal. Dengan demikian, tugas guru bukan sekedar mengajarkan ilmu semata kepada siswa, tetapi membantu siswa untuk belajar. Guru juga diharapkan dapat memampukan siswa menguasai konsep dan memecahkan suatu masalah dengan menggunakan kemampuan menganalisisnya.
Sebab salah satu fokus
dalam pembelajaran matematika adalah pemecahan suatu masalah. Sehingga kompetensi dasar yang harus dimiliki setiap siswa adalah standar, minimal tentang pengetahuan yakni mampu menganalisis soal-soal yang diberikan dan dapat menyelesaikannya dengan tepat dan cepat. Dengan mampunya siswa dapat menyelesaikan setiap soal menggunakan kemampuan analisisnya, maka tingkat keberhasilan siswa akan terlihat dalam menerima hasil pembelajaran atau ketercapaian siswa dalam penerimaan pembelajaran. Yang berarti bahwa hasil belajar siswapun dengan sendirinya akan meningkat. Russefendi (1988: 123) menyatakan bahwa “Pencapaian kemampuan analisis siswa dalam belajar mencerminkan domain cognitive Taxonomy Bloom yang meliputi translation, interpretation, dan extrapolation“.
20
Translation, yaitu kemampuan untuk mengubah simbol/kalimat tanpa mengubah makna. Simbol berupa kata (verbal) diubah menjadi gambar atau grafik/bagan. Misalnya, simbol berupa segitiga ABC dapat disajikan dalam gambar; segitiga ABC lancip dan tumpul dapat disajikan dalam bentuk gambar; dan seterusnya. Interpretation,
yaitu
kemampuan
menafsirkan,
menjelaskan,
membandingkan, membedakan, dan mempertentangkan makna yang terdapat di dalam simbol baik simbol verbal maupun non verbal. Misalnya, siswa dapat membedakan penyelesaian menggunakan luas segitiga; dan sebagainya. Ekstrapolation, yaitu kemampuan untuk melihat kecenderungan atau arah kelanjutan dari suatu temuan (menghitung). Misalnya, jika siswa diberi suatu permasalahan mencari panjang sisi dengan satu sisi dan dua sudut yang diketahui, maka siswa harus menyadari bahwa panjang tersebut tidak dapat dihitung tanpa mengubah terlebih dahulu ke dalam bentuk segitiga siku-siku; dan sebagainya. 2.1.6 Implementasi Model Pembelajaran Koopratif Tipe STAD Pada Materi Luas Segitiga Implementasi pembelajaran materi luas segitiga dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (student teams achievement divisions) adalah: 1. Guru membagi siswa ke dalam 5 kelompok yang heterogen dengan anggota kelompok masing-masing 5 orang. 2. Guru menjelaskan pokok dari materi luas segitiga secara singkat di depan kelas.
21
3. Guru memberikan beberapa masalah-masalah terkait luas segitiga melalui lembar bahan diskusi kepada masing-masing kelompok yang telah dibagi secara heterogen. 4. Guru memberikan pertanyaan atau kuis diakhir pembelajaran kepada seluruh siswa untuk mengetahui penguasaan siswa terhadap materi luas segitiga. 5. Guru memberikan penghargaan terhadap kelompok yang mendapatkan skor tertinggi dari nilai kuis yang diberikan. 6. Guru mengarahkan siswa untuk menyimpulkan materi luas segitiga. 2.2 Tinjauan Materi Luas Segitiga Dalam Kompetensi Matematika 1B (Johanes,Kastolan dan Sulasim) luas segitiga dapat dihitung dengan menggunakan rumus
1 2
alas tinggi . Pada
segitiga ABC dengan sudut-sudutnya A, B, C serta sisi-sisi di hadapan sudut tersebut berturut-turut adalah a, b, dan c, berlaku. 1) Luas segitiga jika diketahui dua sisi dan satu sudut menggunakan rumus
L
1 bcSinA, L 2
1 acSinB, L 2
1 abSinC. 2
2) Luas segitiga jika diketahui dua sudut dan satu sisi menggunakan rumus
22
luas ABC luas ABC luas ABC
a 2 . sin . sin 2. sin 2 b . sin . sin 2. sin c 2 . sin . sin 2. sin
3) Luas segitiga jika diketahui panjang ketiga sisinya menggunakan rumus
luas ABC
ss
a s b s c , s
1 a 2
b
c
1 keliling ABC 2
2.3 Hipotesis Tindakan Berdasarkan
kajian
teoritis,
dapat
dirumuskan
hipotesis
tindakan
“Kemampuan analisis siswa dalam menghitung luas segitiga akan meningkat jika dibelajarkan melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada siswa kelas X-2 SMAN 3 Gorontalo Kecamatan Kota Tengah Kabupaten Gorontalo”.