BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN
A. Kajian Teori 1. Gagasan Emansipasi Kartini Tiga gagasan yang diperjuangkan Kartini yaitu emansipasi dalam bidang pendidikan, gagasan kesamaan hak atau kesetaraan gender, dan gagasan anti poligami (Lucia Juningsih, 2012: 2-3). a. Emansipasi dalam bidang pendidikan sangatlah penting karena pendidikan merupakan jendela bagi perempuan untuk melihat dunia yang
lebih
memperoleh
luas.
Dengan
pengetahuan
pendidikan dan
wawasan
diharapkan yang
perempuan
nantinya
akan
menyadarkan bahwa perlu adanya kesetaraan kedudukan antara permpuan dan laki-laki sehingga perempuan mampu keluar dari keterbelakangan dan tuntutan budaya. b. Gagasan tentang persamaan hak atau kesetaraaan gender. Maksud dari gagasan kedua ini ialah bahwa Kartini menginginkan perempuan agar memiliki hak-hak sama dengan laki-laki sebagai makhluk ciptaan Tuhan dengan tetap menjaga kodrat sebagai perempuan. Kartini menginginkan posisi perempuan tidak hanya sebatas kanca wingking yang hanya mengurusi urusan rumah tangga semata tetapi juga perempuan yang memiliki kekuatan (power) untuk melakukan aktifitas di luar rumah (publik).
7
c. Gagasan
anti
poligami.
Poligami
dipandang
sebagai
bentuk
ketidaksetaraan gender dimana perempuan sangatlah dirugikan dan kedudukan perempuan hanya sebatas objek bagi suami. 2. Peran Ganda Perempuan Peran pertama mereka ialah peran sebagai ibu dan istri (domestik). Peran domestik adalah peran perempuan sebagai ibu rumah tangga yang melayani suami dan anak-anaknya. Perempuan sebagai sumber yang dapat membahagiakan individu lain termasuk suami dan anak-anaknya. Sebagai istri yang bertugas menjadi pengasuh, pendidik anak, pengatur, dan pengurus rumah tangga. Sedangkan peran kedua mereka ialah sebagai perempuan yang mampu membebaskan diri dari sifat naturalnya sehingga perempuan mampu mengisi sektor publik dan memberikan sumbangan lebih dari sifat natural tersebut (S.C. Utami Munandar, 1985: 22) Menurut Iwan Abdullah dalam buku Sangkan Paran Gender menyebut peran perempuan sebagai ibu dan istri merupakan sifat alam (nature). Dalam menjalani peran ganda sekaligus dan untuk keluar dari hukum hegemoni patriarki sifat nature perempuan itu harus ditundukkan agar lebih membudaya (culture) (Iwan Abdullah, 2006: 3). 3. Pemberdayaan (Empowerment) Perempuan Enpowerment adalah istilah dalam bahasa Inggris power yang berarti kekuasaan atau kekuatan, sedangkan enpowerment dalam bahasa Indonesia berarti pemberdayaan. Menurut Pranarka dan Moeljarto konsep power lahir dari perkembangan alam fikiran masyarakat dan kebudayaan
8
Barat, terutama di Eropa. Gagasan dari konsep power ini mulai berkembang pada sekitar dekade 70-an, kemudian terus berkembang sepanjang dekade 80-an hingga sekarang ini. Gagasan dari konsep power antara lain menunjukkan bahwa perlunya memberikan power dan perlunya menekankan keberpihakan kepada “the powerless”. Dengan demikian mereka dapat memiliki kekuatan yang nantinya menjadi pola atau modal dasar dari proses aktualisasi eksistensinya (Pranarka dan Moeljarto, 1996: 44-45). Bila dikaji secara mendalam, pemberdayaan sering disamakan dengan perolehan kontrol dan akses terhadap sumber daya untuk mencari nafkah yang diinginkan oleh setiap individu. Setiap individu mempunyai pilihan dan kontrol di semua aspek kehidupan sehari-hari, misalnya pekerjaan, akses terhadap sumber daya, partisipasi dalam pembuatan keputusan sosial, dan lain sebagainya (Pranarka dan Moelyarto, 1996: 62). Dalam kaitannya dengan pekerja perempuan, pemberdayaan harus memberikan
power
kepada
perempuan
serta
usaha-usaha
untuk
memperbaiki kondisi perempuan seperti meningkatkan intelektual, meningkatkan keterampilan, dan menumbuhkan motivasi. Hal ini sebagai wujud aktualisasi dan kesetaraan gender serta menentang ideologi patriarki yang terlalu mendominasi.
9
4. Ideologi Familialisme Ideologi Familialisme merupakan ideologi yang memandang bahwa peran perempuan haruslah menjadi ibu yang baik dan istri yang patuh terhadap suami. Ideologi familialisme menyebabkan perempuan hanya ingin menjadi istri dan ibu yang baik. Sebagai istri yang baik, perempuan diharapkan mendampingi dan mendorong keberhasilan suami. Untuk itu, seorang perempuan diharapkan pandai bersikap dan bertingkah laku atau menjaga diri agar selalu dikasihi suami (Irwan Abudllah, 2006: 6). 5. Jenis Peran Perempuan Perempuan memiliki peran yang bermacam-macam, menurut Ashar Sunyoto Munandar dalam S.C. Utami Munandar (1985:22-23), peran perempuan tersebut dikelompokkan ke dalam tiga tipe, yaitu: a. Perempuan yang melayani Kegiatan perempuan berpusat pada kegiatan melayani dalam arti kata yang luas termasuk mendidik, merawat, mengatur, dan mengurus keperluan individu lain. Perempuan menjadi sumber untuk dapat membahagiakan orang lain. Sebagai istri ia menjadi pengasuh, pendidik anak, pengatur, pengurus rumah tangga, dan pemberi pelayanan yang menyenangkan kepada suaminya dan sebagian besar waktunya berada di rumah.
10
b. Perempuan yang bekerja Pada jenis perempuan kedua ini kegiatan melayani keluarga masih menjadi tanggung jawab besar bagi perempuan dan belum adanya pembagian kerja dengan suami. Selain melayani keluarga, perempuan dalam jenis tipe kedua ini juga melakukan kegiatan dengan memberikan penghasilan untuk keperluan (bekerja). Kerena kesibukan lebih banyak dan besarnya tanggung jawab keluarga yang diemban sendiri tanpa pembagian kerja rumah tangga dengan suami maka berdampak pada kurang terpenuhinya fungsi perempuan sebagai istri dan ibu dalam rumah tangga. c. Perempuan yang mandiri Tipe perempuan ini menekankan pada otoritas seorang perempuan yang melakukan pekerjaan untuk menghasilkan uang dan uang tersebut dapat dikelola penggunaannya secara mandiri sesuai prioritas kebutuhan keluarga. Perann perempuan sebagai istri dalam hal pendidikan, perawatan anak, dan pekerjaan rumah tangga diatur bersama dengan suami melalui kesepakatan. Pada tipe ini suami istri merupakan partner yang duduk sama rendah berdiri sama tinggi. 6. Konsep Gender Konsep gender adalah sifat yang melekat pada kaum laki-laki dan perempuan yang dibentuk oleh faktor-faktor sosial maupun budaya, sehingga lahir beberapa anggapan tentang peran sosial dan budaya antara laki-laki dan perempuan. Bentuk sosial atas laki-laki misalnya kuat,
11
rasional, jantan, dan perkasa, sedangkan perempuan dikenal dengan makhluk yang lemah lembut, cantik, emosional, dan keibuan. Yang terpenting dalam pengertian gender yaitu bahwa sifat-sifat diatas dapat berubah dan bertukar dari waktu ke waktu. Perbedaan secara kodrati misalnya laki-laki memiliki alat kelamin yang sifatnya memberi sedangkan perempuan memilki alat reproduksi sifatnya menerima (hamil dan menyusui). Perbedaan secara kodrati inilah yang secara turun temurun menjadikan perempuan memiliki kedudukan dan peran berbeda yang kemudian berhubungan erat dengan faktor sosial, geografis, dan kebudayaan suatu masyarakat (Trisakti Handayani dan Sugiarti, 2002: 6). Banyak mitos dan kepercayaan yang kemudian menjadi steriotip terhadap perempuan sehingga perempuan dipandang berkedudukan lebih rendah dari pada laki-laki. Memang perbedaan secara kodrat tidak dapat ditukarkan
tetapi
pandangan
yang
salah
sehingga
menimbulkan
ketidaksetaraan gender dapat berubah dari waktu ke waktu. 7. Faktor-Faktor Penyebab Ketidaksetaraan Gender Perbedaan jenis kelamin melahirkan perbedaan gender dan perbedaan gender
telah
melahirkan
berbagai
ketidakadilan.
Faktor
yang
menyebabkan ketidakadilan gender adalah akibat adanya gender yang dikonstrusikan secara sosial dan budaya, antara lain: a. Mitos sejak dulu menjadi penyebab ketidakadilan gender misalnya perempuan itu sebagai suargo nunut neraka katut, perempuan
12
memiliki 3M (masak, macak, manak). Pada ungkapan kedua terdapat kepercayaan bahwa seorang laki-laki pantangan untuk mengerjakan segala urusan dapur. b. Hukum Hegemoni Patriarki, yaitu dominasi laki-laki atas perempuan dan anak didalam keluarga dan ini berlanjut kepada dominasi laki-laki dalam semua lingkup kemasyarakatan lainnya. Patriarki adalah konsep bahwa laki-laki memegang peran penting dalam masyarakat, pemerintah, militer, pendidikan, industri, bisnis, perawatan kesehatan, agama, dan lain sebagainya. c. Sistem kapitalis yang berlaku, yaitu siapa yangg mempunyai modal besar itulah yang menang. Hal ini mengakibatkan laki-laki yang dilambangkan lebih kuat daripada perempuan akan mempunyai peran dan fungsi yang lebih besar (Trisakti Handayani dan Sugiarti, 2002: 11-12). 8. Perubahan Sosial Kecenderungan terjadinya perubahan-perubahan sosial merupakan gejala yang wajar yang timbul dari pergaulan hidup manusia di dalam masyarakat. Perubahan-perubahan sosial akan terus berlangsung sepanjang masih terjadi interaksi antar manusia dan antar masyarakat. Perubahan sosial terjadi karena adanya perubahan dalam unsur-unsur yang mempertahankan keseimbangan masyarakat, seperti perubahan dalam unsur-unsur geografis, biologis, ekonomis, dan kebudayaan. Perubahanperubahan tersebut dilakukan untuk menyesuaikan dengan perkembangan
13
zaman yang dinamis. Menurut Selo Sumardjan, perubahan sosial mencakup bermacam-macam perubahan dilembaga-lembaga masyarakat yang mempengaruhi sistem sosial, termasuk nilai-nilai sikap dan pola tingkah laku antar kelompok di dalam masyarakat (Selo Sumardjan 2009:xii). B. Penelitian Yang Relevan Sebuah buku dari Pudjiwati Sajogyo dengan judul Peranan Wanita dalam Perkembangan Masyarakat Desa. Persamaan tulisan Pudjiwati Sajogya dengan penelitian skripsi ini adalah keduanya menulis mengenai peran ganda perempuan dalam sektor domestik sebagai ibu dan istri. Sedangkan perbedaannya terletak pada pembahasan peran ganda tersebut dari sektor publik. Dalam buku Pudjiwati Sajogyo peran perempuan dalam sektor publik lebih menekankan kehidupan mereka sebagai masyarakat agraris sedangkan dalam penelitian skripsi ini lebih menekankan pada masyarakat pelaku industri manufaktur (pabrik). F.X. Gunarsa Irianta dalam tesisnya dengan judul Kajian Dampak Perkembangan Industri Terhadap kondisi lahan di Kawasan Bawen Kabupaten Semarang.
Penelitian
ini
berisi
perubahan
penggunaan
lahan
dan
perkembangan industri Kecamatan Bawen terhadap daya dukung dan kemampuan lahan dengan metode Sistem Informasi Geografis (SIG), metode pembobotan, dan metode Matriks Interaksi Leopold. Persamaan dari F.X. Gunarsa Irianta adalah cakupan tempat atau spasial yang sama yaitu terletak
14
pada kawasan industri Bawen, sehingga penelitian tesis F.X. Gunarsa cukup signifikan dalam penelitian skripsi ini. Anton Haryono dalam tulisan Bersahaja Sekaligus Perkasa: Perempuan Pedesaan dalam Industri Rakyat, Yogyakarta 1820-an dan 1930-an yang dimuat dalam buku Sejarah (Sosial) Ekonomi Teori Metodologi Penelitian dan Narasi Kehidupan. Tulisan tersebut menjelaskan peran perempuan desa yang memberikan kontribusi signifikan dalam industri rakyat di daerah Yogyakarta pada masa Kolonial. Persamaan tulisan Anton Haryono dengan skripsi ini adalah keduanya membahas peran perempuan yang memberikan kontribusi tidak terbatas dengan kodrat mereka sebagai istri dan ibu, sehingga peneliti memandang bahwa tulisan Anton Haryono signifikan dalam skripsi ini. Aloysius Belawa Kelen jurusan Magister Studi Pembangunan dalam tesisnya berjudul Peranan Perempuan Lamaholot Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya (Studi Kasus Di Kelurahan Waibalun, Kabupaten Flores NTT). Penelitian ini mengungkap hubungan antara peran perempuan dengan tiga faktor. Pertama, kekerabatan bahwa terdapat kausalitas antara sisitem kekerabatan dan peranan perempuan dimana sistem kekerabatan turut membentuk peran perempuan. Kedua, antara adat perkawinan dan peranan perempuan terdapat kausalitas dimana adat perkawinan membentuk peranan perempuan. Ketiga, suatu pengakuan bahwa agama suku turut membentuk peranan perempuan dan laki-laki secara lebih egaliter, hubungan yang egaliter ini hilang dalam benturan dengan berbagai kepentingan baik dengan pemerintah maupun agama kristen.
15