BAB II KAJIAN TEORI
A. Buku 1. Pengertian Buku Buku adalah kumpulan kertas atau bahan lainnya yang dijilid menjadi satu pada salah satu ujungnya dan berisi tulisan atau gambar. Setiap lembaran yang terdapat pada buku disebut dengan halaman. Dalan bahasa Indonesia terdapat kata kitab yang diserap dari bahsa Arab, yang memilik arti buku. Namun, kitab biasanya merujuk pada jenis tulisan kuno yang mempunyai ketetapan hukum, atau dengan kata lain merupakan undangundang yang mengatur. (www.id.m.wikipedia.org/wiki/buku/. Diakses pada tangga, 4 Maret 2016 pukul 19:20 WIB) Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, buku merupakan sekumpulan lembaran kertas yang terjilid, dalam lembaran tersebut berisi tulisan maupun kosong, dapat pula disebut dengan kitab. Dapat disimpulkan, buku merupakan kumpulan bahan, sebagian besar berupa bahan kertas yang kemudian dijilid menjadi satu, yang memiliki halaman didalamnya, serta terdapat tulisan, gambar, maupun simbol disetiap sisi halamannya. 2. Jenis-jenis Buku Dalam perkembangannya buku dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis buku. Dalam bukunya, Bambang Trim (2013: 7) membedakan sebuah
buku
menurut
bidang
12
kreativitasnya,
sebagai
berikut:
13
a. Buku fiksi, merupakan buku yang diciptakan penulis sesuai dengan imajinasinya, bukan merupakan buku dengan cerita yang tidak nyata, namun pembaca merasa seolah-olah cerita tersebut nyata. Jenis buku ini adalah kumpulan cerita pendek, kumpulan puisi, kumpulan drama, serta novel. b. Buku faksi, merupakan buku berdasarkan cerita nyata dengan tidak menyamarkan para pelaku cerita dan dikreasikan dengan imajinasi penulis. Jenis buku ini adalah biografi, autobiografi, kisah nyata, memoar, cerita-cerita dari kitab suci. c. Buku nonfiksi, merupakan buku berdasarkan data valid tentang pengetahuan tanpa mengurangi isi data tersebut. Jenis buku ini adalah buku referensi, buku petunjuk/panduan, buku pelajaran, kamus, ensiklopedia, directory, peta. Adapun pengelompokkan lain jenis buku menurut dari isi buku tersebut, yaitu sebagai berikut: a. Novel, merupakan karya fiksi prosa yang tertulis dan narasi, biasanya dalam bentuk cerita. Novel biasanya berisi kurang lebih 4.000 kata, lebih kompleks dari cerpen, dan tidak dibatasi keterbatasan struktural dan sajak. b. Ensiklopedia, merupakan sejumlah buku yang berisi penjelasan mengenai ilmu pengetahuan yang tersusun menurut abjad atau kategori singkat dan padat. c. Antologi, merupakan kumpulan karya sastra, seperti puisi, syair, pantun, cerita pendek, novel pendek, prosa. Antologi berasal dari bahasa Yunani
14
yang berarti “karangan bunga” atau “kumpulan bunga”, yang berarti sebuah kumpulan karya-karya sastra. d. Biografi atau Autobiografi, merupakan buku yang memuat kisah seseorang, mulai dari kehidupan tokoh tersebut sejak kecil hingga tua, bahkan sampai meninggal dunia. e. Catatan Harian (Jurnal/Diary), merupakan buku yang berisi catatan harian atau catatan harian itu sendiri, misalnya catatan harian Anne Frank. f. Buku panduan, disebut juga buku petunjuk, berisi tentang tata cara dalam melakukan suatu pekerjaan atau aktivitas. Misalnya panduan dalam berkebun kelapa sawit, panduan beternak ayam, dan lain-lain. g. Fotografi, meruapakan proses melukis/menulis dengan manggunakan media cahaya. Secara umum buku fotografi meruapakan kumpulan gambar-gambar yang diambil menggunakan alat kamera. h. Atlas, merupakan kumpulan peta yang dijilid menjadi satu kesatuan berupa buku. i.
Komik, merupakan suatu bentuk karya seni yang menggunakan gambargambar tidak bergerak yang disusun sedemikian rupa sehingga membentuk jalinan cerita. Komik biasanya dicetak pada kertas dengan terdapat teks didalamnya.
j.
Dongeng, merupakan cerita tradisional atau sastra lama yang bercerita tentang kejadian luar biasa yang penuh khayalan yang tidak benar-benar dianggap terjadi oleh masyarakat. Dongeng biasanya ditujukan untuk menyampaikan ajaran moral dan mendidik, serta menghibur anak.
15
k. Cergam, menurut seorang pengamat budaya bernama Arswendo Atmowiloto (1986) cergam merupakan komik, yang berupa gambar yang dinarasikan. Istilah cergam atau cerita bergambar pertama kali dicetuskan oleh seorang komikus Medan bernama Zam Nuldyn sekitar tahun 1970. (www.id.m.wikipedia.org) 3. Buku Bergambar a. Pengertian Buku Bergambar Huck, dkk (dalam Nurgiyantoro, 2005: 153). Buku bergambar (picture books) menunjuk pada pengertian buku yang menyampaikan pesan lewat dua cara, yaitu lewat ilustrasi dan tulisan Dikemukakan juga oleh Mitchel (dalam Nurgiyantoro, 2005: 153) bahwa buku cerita bergambar adalah buku yang menampilkan gambar dan teks dan keduanya cukup untuk mengungkapkan cerita secara lebih mengesankan, dan keduanya saling membutuhkan untuk saling mengisi dan melengkapi. Menurut Tarigan (1995: 209) mengemukakan bahwa pemilihan gambar haruslah tepat, menarik dan dapat merangsang anak untuk belajar. Menurut Muh. Nur Mustakim (2005: 32) bahwa buku bergambar adalah buku yang memuat suatu cerita melalui gabungan antara teks dan ilustrasi. Kata-kata dan teks untuk bacaan anak harus sederhana tetapi tidak perlu melakukan penyederhaan yang berlebihan, hal tersebut cukup dalam kontek yang dapat dipahami anak bersama dengan bantuan gambar atau ilustrasi.
16
b. Jenis-jenis Buku Bergambar Buku bergambar dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis. Rothlein dan Meinbach (1991) membedakan jenis buku bergambar menjadi 5 macam, yaitu sebagai berikut: 1) Buku abjad (alphabet book) Setiap halaman dalam buku ini selalu dikaitkan dengan ilustrasi huruf alfabet. Ilustrasi dalam buku ini harus jelas berkaitan dengan huruf-huruf kunci dan gambar yang objek dan mudah teridentifikasi terutama oleh anak-anak. 2) Buku mainan (toys book) Buku mainan menggunakan metode yang tidak biasa dalam penyajian isinya. Buku mainan dapat berupa buku dari kartu papan, buku pakaian atau paper-doll, dan buku pipet tangan. Buku mainan ini
mengarahkan
anak-anak
untuk
memahami
teks
dan
mengeksplorasi konsep nomor, kata bersajak dan alur cerita. Buku mainan ini membantu anak meningkatkan keterampilan kognitif, meningkatkan kemampuan bahasa dan sosialnya. 3) Buku konsep (consept book) Dalam buku ini menggunakan satu atau lebih contoh untuk membantu pemahaman konsep anak yang sedang dikembangkan. Buku ini berisi penyajian konsep seperti warna, bentuk, ukuran yang dapat didemonstrasikan dengan konsep yang lain. 4) Buku bergambar tanpa kata (wordless picture book)
17
Buku bergambar tanpa kata merupakan buku cerita yang penyampaian materinya melalui ilustrasi saja. Buku ini memiliki keunggulan, misalnya untuk mengambangkan bahasa tulis dan lisan secara produktif yang mengikuti gambar, serta pemahaman juga dapat dikembangkan pada saat anak membaca melalui ilustrasi. 5) Buku cerita bergambar Buku cerita ini merupakan buku cerita yang biasa digunakan atau dimanfaatkan untuk menulis cerita. Buku ini berisi gambar ilustrasi dan dilengkapi dengan teks tertulis. Buku ini memuat berbagai tema yang sering didasarkan pada pengalaman kehidupan sehari-hari anak. 4. Media Pop-up Book a. Sejarah Pop-up Book Pop-up book mempunyai manfaat dan telah dipergunakan untuk sarana pembelajaran sejak abad ke-13. Pada abad ke-13, buku dengan elemen mekanik diciptakan untuk sarana pembelajaran orang dewasa. Seorang biarawan Inggris bernama Matthew Paris, dipercaya menjadi orang pertama yang memikirkan alat movable book (yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan pop-up book), dengan teknik volvelles, untuk Chronica Majorca (1236-1253) untuk menghitung hari raya umat Kristian ditahun yang akan datang. Teknik volvelles, berbentuk lingkaran dengan gambar ditengahnya, dengan mengikatkan tali atau kawat pada paku ditengahnya dapat berputar pada porosnya. Matthew Paris menggunakan movable book tersebut untuk kalender keagamaan,
18
matematika, ilmu pengetahuan, dan perhitungan astronomi, dan bantuan navigasi. Dengan berbentuk lingkaran bermacam informasi dan data dapat dibandingkan dan fakta baru dapat disimpulkan. (di akses www.popuplady.com pada tanggal 5 Maret 2016 pukul 19:40 WIB) Tipe movable book oleh Johannes Guttenberg pada 1450 mulai diproduksi movable book secara massal dengan menggunakan percetakan buku dan perkembangan teknik yang lebih luas. Pada tahun 1500-an, movable book dimanfaatkan dalam bidang medis
yaitu untuk
menggambarkan anatomi tubuh manusia. Seorang profesor anatomi dari Brussels bernama Andreas Vesalius (1514-1564) menerapkan movable book pada bukunya yang berjudul, De corporis humani fabrica libri septem pada 1543. Vesalius menggunakan teknik baru yang disebut flaps atau fugitive sheets, yang dikenal dengan sebutan lift the flap. Lift the flap adalah teknik dengan menumpuk atau menyusun beberapa kertas, dengan mengunci salah satu sisi dan menyisakan bagian kertas agar dapat dibuka dan ditutup. Pada masa itu, lift the flap merupakan sarana medis untuk menjelaskan susunan tubuh manusia yang diciptakan dari material kertas yang pada masa itu belum memiliki teknologi yang canggih seperti saat ini. Vesalius memanfaatkan teknologi tersebut untuk menjelaskan hasil pengamatannya terhadap anatomi tubuh manusia dari pembedahanpembedahan selama 4 tahun. (diakses dari www.dgi-indonesia.com pada tanggal 5 Maret 2016 pukul 21:11 WIB) Sebelum tahun 1800 di Eropa barat, buku tidak ditulis dengan tujuan untuk menghibur anak-anak. Buku pada saat itu ditulis bertujuan
19
sebagai sarana pembelajaran. Pop-up book pada awal kemunculannya merupakan sarana pembelajaran yang diperuntukan untuk orang dewasa. Pada saat itu kemunculan pop-up book tidak dihubungkan dengan anakanak. Pada tahun 1765, seorang penerbit bernama Rober Sayer merupakan penerbit pertama yang mulai memproduksi movable book sebagai sarana hiburan untuk anak-anak. Di Inggris pada saat itu tengah terjadi pengembangan minat baca pada anak. Akibatnya, penerbit di Inggris mulai menjadikan bacaan anak-anak sebagai sasaran pasarnya. Pada tahun 1810, S & J Fuller mencetak The History Of Little Fanny, merupakan buku paper-doll pertama dengan baju yang dapat bergerak. Pada tahun 1850-an, Dean & Sons diakui sebagai penemu ilustrasi 3 dimensi, mulai dengan 50 judul yang berbeda dengan perubahan
lain dan dengan elemen yang dapat digerakkan, seperti
peepshows, transformation, dan metamorphoses. Penerbit lain, seperti Darton & Son, Ernest Nister dari Nuremberg, Jerman, dan Raphael Tuck & Sons, juga mulai memproduksi buku ilustrasi dan movable book. (diakses di www.popuplady.com pada tanggal 5 Maret 2016 pukul 22:18 WIB) Hingga saat ini, pop-up book digunakan sebagai salah satu sarana edukasi dan hiburan bagi anak-anak. Pop-up book sebagai sarana edukasi dapat dilihat dari pengambilan cerita di dalamnya. Menurut Suyanto & Abas (2001), cerita dapat digunakan sebagai sarana mendidik dan membentuk kepribadian anak memalui pendekatan transmisi budaya atau cultural transmison approach (Itadz, 2008:19). Selain sebagai
20
sarana edukasi, pop-up book juga dimanfaatkan sebagai sarana untuk melatih otot motorik anak-anak dengan membuka dan menutup ataupun menggerakkan gambar pada pop-up book (www.dgi-indonesia.com). Hal tersebut sangat bermanfaat karena pada anak-anak terutama pada anak usia 4-7 tahun sangat aktif, mereka juga menunjukkan perkembangan yang cukup pesat dalam penggunaan alat manipulatif dan konstruktif (Itadz, 2008:6). Pop-up book sebagai sarana, mempuyai peran penting dalam meningkatkan kreativitas anak. Sebuah kondisi yang dapat meningkatkan kreativitas anak-anak, sarana merupakan salah satu faktor dalam meningkatkan kreativitas anak tersebut. Sarana untuk bermain dan kelak sarana
lainnya
harus
disediakan
untuk
merangsang
dorongan
eksperimentasi dan eksplorasi, yang merupakan unsur penting dari semua kreativitas (Hurlock, 1978:11). Dari sejarah Pop-up book tersebut, pop-up book merupakan suatu inovasi dalam metode pembelajaran. Dimanfaatkan sebagai sarana yang berbeda dari yang saat ini banyak digunakan. Pada awal kemunculan
pop-up
book
dimanfaatkan
sebagai
media
dalam
pembelajaran dan ilmu pengetahuan hingga keagamaan seiring berjalannya waktu pop-up book dimanfaatkan juga sebagai media hiburan, meski manfaatnya sebagai media pembelajaran tetap tidak hilang. Dari uraian diatas, pop-up book mempunyai kaitan erat dengan sejarah, terutama pada sejarah dalam pembelajaran anatomi tubuh manusia dan pemanfaatnnya dalam bidang keagamaan, astronomi,
21
navigasi, dan ilmu pengetahuan yang hingga saat ini bermanfaat bagi kehidupan manusia. b. Pengertian Pop-up book Dalam proses pembelajaran, peranan media sangatlah penting mengingat media pembelajaran dapat meningkatkan motivasi dalam belajar. Adanya media pembelajaran dapat mendukung proses belajar, mengingkatkan kualitas belajar, dan mempermudah dalam menerima pembelajaran dengan bantuan media yang sesuai dengan karakteristik siswa. Salah satunya adalah menggunakan media Pop-up book. Dalam Desain Grafis Indonesia oleh Alit Ayu Dewantari, Pop-up merupakan salah satu bidang kreatif dari paper engineering yang di Indonesia kini semakin digemari dan sedang berkembang. Banyak buku-buku pop-up yang beredar di pasaran, namun masih didominasi oleh karya impor. Pop-up adalah sebuah kartu atau buku yang ketika dibuka bisa menampilkan bentuk 3 dimensi atau timbul. Kalimat tersebut merupakan penjelasan sederhana
yang sering disampaikan pada beberapa orang
yang masih asing dengan pop-up. Penjelasan tersebut akhirnya membuat kita berpatokan bahwa dalam membuat karya pop-up harus menghasilkan bentuk
timbul
atau
3
dimensi.
(diakses
di
http://dgi-
indonesia.com/sekilas-tentang-pop-up-lift-the-flap-dan-movable-book/. pada 26 Februari 2016 pukul 22:31 WIB) Menurut Ellen G. Kreiger Rubin, seorang profesional dan pengamat di bidang paper engineering, mengungkapkan bahwa pop-up merupakan sebuah ilustrasi yang ketika halaman tersebut dibuka, ditarik,
22
atau diangkat, akan timbul tingkatan dengan kesan 3 dimensi. Sebuah buku “The Element Of Pop-up”, menjelaskan secara singkat bahwa popup adalah wujud dimensional struktur dan mekanik yang terbuat dari kertas.
(diakses
di
http://dgi-indonesia.com/workshop-pop-up-
mengamati-mengenal-dan-memahami-pop-up/. pada tanggal 26 Februari 2016 pukul 20:38 WIB) Menurut Dzuanda (2011: 1) Pop-up book adalah buku yang memiliki bagian yang dapat bergerak atau memiliki unsur 3 dimensi serta memberikan visualisasi cerita yang menarik, mulai dari tampilan gambar yang dapat bergerak ketika halamannya dibuka. Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa Pop-up book merupakan media buku ataupun kartu yang memiliki bentuk 3 dimensi yang dapat bergerak, berubah atau menampilkan kesan timbul ketika halamannya dibuka, serta memiliki visualisasi yang menarik. c. Teknik Pembuatan Pop-up Menurut Robert Sabuda (diakses di http://robertsabuda.com tanggal 26 Februari 2016, pukul 23:18 WIB) terdapat beberapa macam teknik pop-up diantaranya sebagai berikut: 1) Transformations, merupakan teknik pop-up yang terdiri dari potongan-potangan pop-up yang disusun secara vertikal. 2) Peepshow, merupakan teknik pop-up dengan menyusun tumpukan kertas yang disusun bertumpuk menjadi satu sehingga menciptakan ilusi kedalam dan perspektif.
23
3) Carousel, merupakan teknik pop-up dengan menggunakan tali, pita, atau kancing yang apabila dibuka dan dilipat kembali berbentuk benda yang komplek. 4) Volvelles, teknik pop-up yang menggunakan unsur lingkaran dalam pembuatannya. 5) Pull-tabs, merupakan sebuah teknik pop-up dengan menggunakan tab kertas geser atau bentuk yang dapat ditarik dan didorong untuk memperlihatkan gerakan gambaran baru. 6) Box and cylinder, merupakan teknik dengan menggunakan sebuah gerakan bentuk tabung atau kubus yang bergerak naik dari tengah halaman ketika halaman dibuka. Sedangkan menurut Desain Grafis Indonesia oleh Alit Ayu Dewantari
(diakses
di
http://dgi-indonesia.com/workshop-pop-up-
mengamati-mengenal-dan-memahami-pop-up/. Pada tanggal 26 Februari 2016 pukul 20:38 WIB), mengungkapkan terdapat 5 teknik dasar dalam pembuatan pop-up yaitu: 1) Teknik V-Folding, teknik ini menggunkan tumpukan kertas yang ditempel ditengah lipatan dasar pop-up sehingga seolah-olah berbentuk huruf ‘V’. 2) Teknik Internal Stand, teknik ini biasanya berbentuk persegi dengan menempelkannya searah dengan lipatan dari pop-up. 3) Teknik Mouth, teknik ini berbentuk seperti mulut yang terbuka dan berada ditengah-tengah lipatan pop-up.
24
4) Teknik Rotary, teknik ini menggunakan lingkaran sebagai media penggeraknya, lingkaran terebut berada dibelakang gambar yang telah dilubangi sehingga seolah-olah gambar tersebut bergerak. 5) Teknik Parallel Slide, teknik ini menggunakan tambahan kertas dibelakang gambar, sehingga kertas tersebut dapat didorong dan ditarik, seperti teknik Pull-tabs. d. Jenis-Jenis Pop-up book Menurut situs Hunghing, pop-up book dibedakan menjadi 2 jenis. Jenis tersebut berdasarkan bentuknya yang beredar di pasaran saat ini, yaitu jenis pop-up book berdasarkan cara pandang mata dan yang kedua jenis pop-up book berdasarkan komponen tambahan yang ada pada struktur pop-up. Jenis-jenis pop-up book berdasarkan cara pandang mata dibagai menjadi tiga cara kita dalam memandang pop-up tersebut, yaitu sebagai berikut: 1) Terbuka 90o Jenis ini merupakan model lama dari desain pop-up. Pop-up ini akan terlihat bentuk 3 dimensinya apabila benar-benar dibuka selebar 90 o. Model pop-up ini sangat sederhana, dengan biaya pembuatan yang murah dan mudah dalam merakitnya. Namun, model ini terlalu sederhana apabila dibandingkan dengan buku pop-up lain yang ada di pasaran saat ini. 2) Terbuka 180o
25
Pop-up jeis ini merupakan model pop-up yang biasanya ada pada pasaran saat ini. Model jenis ini akan terlihat bentuk 3 dimensinya apabila dibuka selebar 180 o dan dapat dilihat selebar 360 o pada bird’s view. Pop-up dengan model seperti ini sangat fleksibel, beragam dan dapat diaplikasikan dengan banyak teknik. 3) Terbuka 360o Jenis pop-up ini disebut juga “Carousel”. Pop-up jenis ini sangat cocok untuk membuat pop-up bentuk bangunan. Pop-up ini akan terlihat bentuk 3 dimensinya dengan membukanya selebar 360 o. Model pop-up ini memiliki desain sederhana, dengan biaya produksi yang terjangkau, dan mudah dalam merakitnya. Namun, bentuk popup seperti ini sangat populer dan sudah banyak di pasaran. Yang kedua adalah jenis pop-up book berdasarkan komponen tambahan yang ada pada struktur pop-up, jenis ini dibagi menjadi 3 bentuk, yaitu sebagai berikut: 1) Semi-auto movement component Alasan komponen ini disebut dalam kategori “semi-auto movement” karena komponen tersebut akan bergerak dalam satu langkah: apabila halaman buku dibuka oleh pembaca. Jenis ini hanya menampilkan gerakan komponen pop-up pada saat pembaca membuka halaman saja. Sebagian besar komponen dalam kategori ini dibuat dengan melipat komponen secara paralel dan bagian sudut yang berbeda sebagai bagian tengah desain. 2) Manual-movement component
26
Komponen dalam kategori ini merupakan menutup (flaps), menarik (pull tab), dan memutar (wheels). Model komponen seperti ini bergerak dengan dua langkah: komponen akan terbuka saat halaman dibuka dan pada saat komponen digerakan. Meskipun membukatutup, menarik, dan memutar terlihat sederhana. Namun, untuk membuat mereka bergerak membutuhkan keahlian. Tetapi, teknik ini cocok untuk beberapa desain dan desainer dapat menggunakan nya untuk membuat pop-up yang menarik. 3) Semi-auto and manual combination Model pop-up ini merupakan kombinasi dari model semi-auto dan manual-movement. Kadangkala kita perlu mengkombinasikan kedua model tersebut untuk membuat pop-up lebih komplek dan menarik. (The fundamental of designing and producing pop-up, online. www.hunghing.co.uk/. Diakses tanggal 5 Maret 2016 pukul 00:26 WIB) e. Manfaat Media Pop-up book Penggunaan sebuah media dalam suatu pembelajaran tentunya memiliki sebuah manfaat. Menurut Dzuanda (2011: 5-6) media Pop-up book memiliki manfaat sebagai berikut: 1) Mengajarkan anak untuk menghargai buku dan merawatnya dengan baik. 2) Mendekatkan anak dengan orang tua karena pop-up book memberi kesempatan
orang
menggunakannya.
tua
untuk
mendampingi
anak
saat
27
3) Mengembangkan kreativitas anak. 4) Merangsang imajinasi anak. 5) Menambah pengetahuna serta memberi pengenalan bentuk pada benda. 6) Dapat digunakan sebagai media untuk menumbuhkan minat baca pada anak. Berdasarkan penjelasan diatas, diharapkan peneggunaan media pop-up book memudahkan anak untuk memahami cerita atau pesan yang ada pada buku pop-up tersebut. Selain itu, diharapkan dapat mengembangkan saraf motorik anak karena adanya kegiatan membuka, menutup, melipat, menarik, maupun mendorong yang ada di media popup book.
B. Pembaca 1. Dewasa Menurut Hurlock (1996) rentang kehidupan dibagi menjadi sembilan periode, yaitu sebelum kelahiran, baru dilahirkan (hingga akhir minggu kedua), masa bayi (akhir minggu kedua hingga akhir tahun kedua), awal masa kanak-kanak (2-10 tahun), masa pubertas (10-13 tahun), remaja (13-18 tahun), awal dewasa (18-40 tahun), usia pertengahan (40-60 tahun), usia lanjut (60 tahun sampai meninggal). Masa dewasa, dibagi menjadi 3 masa, yaitu masa dewasa dini (awal dewasa), masa dewasa madya (usia pertengahan), dan masa dewasa lanjut (usia lanjut). Pada masa awal dewasa, individu mengalami perubahan
fisik dan psikologis, bersamaan dengan
28
masalah-masalah penyesusaian diri dan harapan-harapan terhadap perubahan tertentu. Masa dewasa madya, individu mengalami penurunan kemampuan fisik dan psikologis yang jelas nampak. Masa usia lanjut, individu mengalami perubahan dan penurunan kemampuan fisik dan psikologis yang sangat nampak dan jelas terjadi pada usia ini. (Hurlock, 1996) Karakteristik dalam rentang usia ini biasanya ditandai dengan tingkat emosi yang stabil dan matang sehingga mereka mampu menetukan masalahmasalah mereka dengan cukup baik, namun apabila hal tersebut belum tercapai menandakan orang tersebut belum matang secara emosional. Dalam masa dewasa tersebut individu mulai melakukan penyesuaian diri secara mandiri terhadap kehidupan dan harapan sosial. Walgito (1984), individu yang
telah
mencapai
kematangan
emosi
mampu
mengontrol
dan
mengendalikan emosinya, dapat berpikir secara baik dengan melihat persoalan secarra obyektif dan mampu mengambil sikap dan keputusan akan suatu hal yang tepat. Adapun ciri-ciri kematangan emosi menurut Anderson (dalam Mappiare, 1983), sebagai beriku: a. Berorientasi pada tugas, bukan pada diri sendiri atau pada ego b. Tujuan-tujuan yang jelas dan kebiasaan-kebiasaan bekerja yang efisien c. Dapat mengendalikan perasaan pribadi d. Memiliki sifat obyektif e. Mampu dan mau menerima kritik dan saran f. Pertanggungjawaban terhadap usaha-usaha pribadi g. Penyesuaian yang realistik dan terhadap siituasi-situasi baru
29
Melalui ciri-ciri tersebut dapat disimpulkan bahwa usia dewasa sudah memiliki kematangan emosi, sehingga dapat mengendalikan pikiran dan emosinya. Lebih berorientasi terhadap tugas dan tanggungjawabnya dari pada mementingkan diri sendiri dan pada ego. Berpikir jelas dan terarah dengan bekerja secara efisien. 2. Anak-anak Dalam perancangan ini anak-anak usia 7-10 tahun dipilih sebagai target audience, dengan alasan anak-anak pada usia 7-10 tahun merupakan fase tumbuh dan berkembang. Dalam fase ini anak-anak sangat mudah untuk di bentuk kepribadian dan pola berfikirnya, sehingga pada fase ini anak lebih mudah menyerap pengetahuan yang didapatnya. a. Masa Kanak-kanak Dalam perancangan ini, usia yang digunakan dalam penelitian adalah usia 7-10 tahun. Tahap perkembangan dan pertumbuhan anak bervariasi antara anak satu dan lainnya, menurut Hasil Rapat Kerja UKK Pedriatic Sosial di Jakarta (dalam Yudrik, 2011: 31), masa anak-anak dibedakan menjadi masa prasekolah (usia 3-6 tahun) dan masa sekolah (usia 6-18/20 tahun). Masa kanak-kanak merupakan masa yang pendek tetapi merupakan masa yang penting dalam tahap pertumbuhan dan perkembangan seseorang. Oleh karena itu, pada masa ini perlu didorong seluruh potensi yang dimiliki anak sehingga dapat berkembang dengan optimal. Ahli lain bernama Froebel (dalam Roopnaire, J.L & Johnson, J.E., 1993) berpendapat bahwa masa anak merupakan suatu fase yang sangat
30
penting dan berharga, dan merupakan masa pembentukan dalam periode kehidupan manusia. Oleh karenanya masa anak sering dipandang sebagai masa emas (golden age) bagi peneyelenggara pendidikan. Secara garis besar, pada periode ini merupakan periode emas dimana seorang anak akan dengan mudah menyerap informasi yang diberikan apabila didorong untuk belajar sehingga perkembangannya tidak terhambat. Menurut Jean Jacques Rosseu (dalam Syaiful Bahri, 2011: 122) mengatakan bahwa dalam tahap perkembangan masa kanak-kanak, yaitu usia 2 hingga 12 tahun, perkembangan pribadi anak ditandai dengan berkembangnya fungsi-fungsi indra anak untuk melakukan pengamatan. Perkembangan fungsi tersebut memperkuat perkembangan fungsi pengamatan pada anak, sehingga dapat dikatakan, perkembangan aspek kejiwaan anak pada usia tersebut sangat didominasi oleh pengamatannya. b. Karakteristik Masa Kanak-kanak Terdapat beberapa pendapat tentang karakteristik pada masa anak dengan rentang usia 7-10 tahun. Menurut Oemar Hamalik (2002:144), perkembangan emosi anak usia 6-8 tahun antara lain: 1) Anak telah dapat mengekspresikan reaksi terhadap orang lain; 2) Anak telah dapat mengontrol emosi; 3) Anak telah dapat berpisah dengan orang tua; 4) Anak telah dapat membedakan benar dan salah. Sedangkan untuk perkembangan kecerdasannya anak pada usia sekolah dasar antara lain: 1) Anak dapat melakukan seriasi; 2) Anak dapat mengelompokkan obyek yang dilihatnya; 3) Anak pada usia sekolah dasar telah berminat terhadap angka dan tulisan; 4) Perbendaharaan kata pada anak lebih
31
meningkat; 5) Anak lebih sennag berbicara dan lebih aktif dalam bertanya; 6) Anak pada usia ini telah memahami suatu sebab dan akibat; 7) Pada usia ini pemahaman terhadap ruang dan waktu anak telah berkembang. Menurut
Soesilowindradini
(1990:116-119)
tugas-tugas
perkembangan anak-anak usia 6-13 tahun akan memiliki keterampilan. Keterampilan yang dicapai antara lain social-help skill dan play skil. Social –help skill merupakan kemmapuan anak dalam membantu orang lain di rumah, di sekolah, maupun di tempat bermain. Hal tersebut menambah rasa percaya diri anak sebagai anak yang berguna sehingga anak suka bekerja sama (bersikap kooperatif). Play skill terkait dengan kemampuan motorik anak, seperti melempar, menangkap, berlari, menjaga keseimbangan.