BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Komunikasi massa Komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah orang (Rakhmat 2008: 188). Perlu diketahui bahwa massa yang dimaksud dalam konteks komunikasi massa disini adalah khalayak luas yang tidak saling mengenal dan terdiri dari berbagai macam latar belakang sosial, ekonomi dan budaya. Ciri-ciri komunikasi massa itu sendiri adalah; komunikasi massa berlangsung satu arah, komunikator komunikasi massa melembaga, pesan pada komunikasi massa bersifat umum, media komunikasi massa menimbulkan keserempakan, dan komunikan komunikasi massa bersifat heterogen. Harold D. Lasswell (dalam Effendy, 2007:27), berpendapat bahwa fungsi komunikasi massa adalah : a) Pengamatan terhadap lingkungan, penyingkapan ancaman dan kesempatan yang mempengaruhi nilai masyarakat dan bagian-bagian unsur di dalamnya. b) Korelasi unsur-unsur masyarakat ketika menanggapi lingkungan. c) Penyebaran warisan sosial. Disini berperan para pendidik, baik dalam kehidupan rumah tangganya maupun di sekolah, yang meneruskan warisan sosial kepada keturunan berikutnya. Dua pemain utama yang sangat mempengaruhi proses komunikasi massa adalah gatekeeper dan regulator. Gatekeeper adalah orang media yang mempengaruhi pesan. Regulator adalah orang media yang melakukan hal serupa (Vivian, 2008:459). Setiap orang media yang dapat menghentikan atau mengubah pesan ditengah jalan menuju audience disebut gatekeeper. Gatekeeper punya tanggungjawab besar karena mereka membentuk pesan yang sampai ke khalayak. Ketika gatekeeper melakukan kesalahan, proses dan pesan komunikasi akan terganggu. Produser siaran berita adalah gatekeeper karena mereka mengambil keputusan, mana yang tidak dan mana yang lebih ditonjolkan. Orang non-media dan instusi non-media yang mempengaruhi pesan komunikasi massa sebelum pesan sampai ke tujuan adalah regulator. Regulator 10
di dalam proses komunikasi massa juga mencangkup kelompok penekan (pressure group). Kelompok komunitas yang mengancam akan memboikot media, juga termasuk regulator. 2.2. Persepsi 2.2.1. Persepsi secara umum Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubunganhubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Menafsirkan makna informasi indrawi tidak hanya melibatkan sensasi, tetapi juga atensi (perhatian), ekspektasi, motivasi dan memori (Desiderato, 1976:129). Untuk lebih memahami persepsi, berikut adalah beberapa definisi lain dari persepsi: Brian Fellows (dalam Mulyana, 2007:252) mendefinisikan bahwa persepsi adalah proses yang memungkinkan suatu organisasi menerima dan menganalisis informasi. Kenneth K. Sereno dan Edward M. Bodaken (dalam Mulyana, 2007:252) mendefinisikan bahwa persepsi adalah sarana yang memungkinkan kita memperoleh kesadaran akan sekeliling dan lingkungan kita. Philip
Goodacre
dan
Jennifer
Follers
(dalam
Mulyana,
2007:252)
mendefinisikan bahwa persepsi adalah proses mental yang digunakan untuk mengenali rangsangan. Joshep A. DeVito (dalam Mulyana, 2007:252) mendefinisikan bahwa Persepsi adalah proses yang menjadikan kita sadar akan banyaknya stimulus yang mempengaruhi indera kita. Menurut Bimo Walgito (1990:54), persepsi adalah suatu kesan terhadap suatu obyek yang diperoleh melalui proses penginderaan, pengorganisasian, dan interpretasi terhadap obyek tersebut yang diterima oleh individu, sehingga merupakan suatu yang berarti dan merupakan aktivitas integrated dalam diri individu. Pendapat ini tidak bertentangan dengan pendapat sebelumnya, tetapi justru lebih menjelaskan proses terjadinya yaitu setelah penyerapan maka gambaran-gambaran yang diperoleh lewat panca indera itu kemudian diorganisisir, kemudian diinterpretasi (ditafsirkan) 11
sehingga mempunyai arti atau makna bagi individu, sedang proses terjadinya persepsi tersebut merupakan satu kesatuan aktifitas dalam diri individu. Pengertian persepsi selanjutnya, dikemukakan oleh Robbins (2003:97) yang mendeskripsikan bahwa persepsi merupakan kesan yang diperoleh oleh individu melalui panca indera kemudian di analisa (diorganisir), diintepretasi dan kemudian dievaluasi, sehingga individu tersebut memperoleh makna. Menurut peneliti definisi dari para ahli diatas, pada dasarnya tidak bertentangan satu sama lain. Dari berbagai sumber tersebut, peniliti melihat terdapat persamaan pemahaman, yaitu : 1. Bahwa persepsi merupakan suatu kesan atau gambaran dari suatu obyek di luar diri individu. 2. Bahwa proses terjadinya persepsi diperoleh melalui indra. Berdasarkan bahasan tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa, persepsi adalah tanggapan gambaran atau kesan tentang suatu obyek yang diperoleh oleh individu melalui panca indera, kemudian diorganisasi, diinterpretasi, dan dievaluasi, sehingga memperolah makna (arti) tentang suatu obyek, sedang yang menjadi obyek persepsi dalam penelitian ini adalah organisasi massa Majelis Tafsir Al-Qur’an melalui siaran radio komunitas MTA FM. Menurut Walgito (1990: 54 -55), persepsi memiliki indikator –indikator sebagai berikut: 1. Penyerapan terhadap rangsangan atau objek dari luar individu. Rangsangan atau objek tersebut diserap atau diterima oleh panca indera, baik penglihatan, pendengaran, peraba, pencium, dan pencecap secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama. Dari hasil penyerapan atau penerimaan oleh alat-alat indera tersebut akan mendapatkan gambaran, tanggapan, atau kesan di dalam otak. Gambaran tersebut dapat tunggal maupun jamak, tergantung objek persepsi yang diamati. Di dalam otak terkumpul gambaran-gambaran atau kesan-kesan, baik yang lama maupun yang baru saja terbentuk. Jelas tidaknya gambaran tersebut tergantung
12
dari jelas tidaknya rangsang, normalitas alat indera dan waktu, baru saja atau sudah lama. 2. Pengertian atau pemahaman Setelah terjadi gambaran-gambaran atau kesan-kesan di dalam otak, maka gambaran tersebut diorganisir, digolong-golongkan (diklasifikasi), dibandingkan, diinterpretasi, sehingga terbentuk pengertian atau pemahaman. Proses terjadinya pengertian atau pemahaman tersebut sangat unik dan cepat. Pengertian yang terbentuk tergantung juga pada gambaran-gambaran lama yang telah dimiliki individu sebelumnya (disebut apersepsi). 3. Penilaian atau evaluasi Setelah terbentuk pengertian atau pemahaman, terjadilah penilaian dari individu. Individu membandingkan pengertian atau pemahaman yang baru diperoleh tersebut dengan kriteria atau norma yang dimiliki individu secara subjektif. Penilaian individu berbeda-beda meskipun objeknya sama. Oleh karena itu persepsi bersifat individual. Menurut Robbins (2003:124-130), indikator-indikator persepsi ada 2 dua macam, yaitu: a. Penerimaan. Proses penerimaan merupakan indikator terjadinya persepsi dalam tahap fisiologis, yaitu berfungsinya indera untuk menangkap rangsang dari luar. b. Evaluasi Rangsang-rangsang (stimulus) dari luar yang telah ditangkap indera, kemudian dievaluasi oleh individu. Evaluasi ini sangat subjektif. Individu yang satu menilai suatu rangsang sebagai sesuatu yang sulit dan membosankan. Tetapi individu yang lain menilai rangsang yang sama tersebut sebagai sesuatu yang bagus dan menyenangkan. Peneliti lebih sependapat dengan Bimo Walgito bahwa indikator persepsi ada 3 (tiga) butir, yaitu menyerap, mengerti dan menilai (evaluasi). Alasan peneliti menggunakan pendapat Bimo Walgito yaitu; lebih lengkap dan memadahi pendapat13
pendapat para ahli lainnya, atas pemahamannya tentang persepsi. Selanjutnya indikator-indikator
persepsi
tersebut
sangat
berguna
untuk
pengembangan
pemahaman persepsi masyarakat Nahdatul Ulama di Kecamatan Susukan terhadap organisasi massa Majelis Tafsir Al-Qur’an melalui siaran radio komunitas MTA FM. Peneliti memilih menggunakan definisi dan pemahaman persepsi dari Bimo Walgito (1990:54), persepsi adalah suatu kesan terhadap suatu obyek yang diperoleh melalui proses penginderaan, pengorganisasian, dan interpretasi terhadap obyek tersebut yang diterima oleh individu, sehingga merupakan suatu yang berarti dan merupakan aktivitas integrated dalam diri individu. Pendapat ini tidak bertentangan dengan pendapat sebelumnya, tetapi justru lebih menjelaskan proses terjadinya yaitu setelah penyerapan maka gambaran-gambaran yang diperoleh lewat panca indera itu kemudian diorganisisir, kemudian diinterpretasi (ditafsirkan) sehingga mempunyai arti atau makna bagi individu, sedang proses terjadinya persepsi tersebut merupakan satu kesatuan aktifitas dalam diri individu. Berikut adalah indikator-indikator persepsi dalam penelitian ini yang disusun oleh peneliti: 1. Beberapa pernyataan yang menyangkut indikator pertama, menerima atau menyerap: a. Siaran dari progam acara Jihad Pagi radio komunitas MTA FM dapat diterima dengan jelas. b. Siaran dari progam acara Jihad Pagi radio komunitas MTA FM dapat diterima dengan cepat. c. Siaran dari progam acara Jihad Pagi radio komunitas MTA FM dapat diterima sebagian saja. d. Siaran radio komunitas MTA FM, tidak semua progam acaranya didengarkan. 2. Beberapa pernyataan yang menyangkut indikator kedua, mengerti atau memahami: a. Siaran dari progam acara Jihad Pagi radio komunitas MTA FM dapat dimengerti sebagian saja. 14
b. Siaran dari progam acara Jihad Pagi radio komunitas MTA FM dapat dipahami secara keseluruhan. c. Siaran dari progam acara Jihad Pagi radio komunitas MTA FM tidak dapat dipahami dalam penerapan sehari-hari. 3. Beberapa pernyataan yang menyangkut indikator ketiga yaitu menilai: a. Organisasi massa Majelis Tafsir Al-Qur’an mempunyai ajaran Islam yang sulit/rumit. b. Organisasi massa Majelis Tafsir Al-Qur’an mempunyai ajaran Islam yang sangat menakutkan. c. Organisasi massa Majelis Tafsir Al-Qur’an mempunyai ajaran Islam yang tidak ada gunanya. d. Organisasi massa Majelis Tafsir Al-Qur’an mempunyai ajaran Islam yang membingungkan. e. Organisasi massa Majelis Tafsir Al-Qur’an mempunyai ajaran Islam yang memancing reaksi berlebihan. Indikator-indikator persepsi diperlukan untuk menyusun instrument. Butirbutir pertanyaan dalam proses wawancara dan sebagai landasan observasi yang disusun peneliti, harus sesuai atau sinkron dengan indikator-indikator persepsi diatas. Dengan demikian butir-butir pertanyaan dalam proses wawancara mendalam dapat mengungkap dengan teliti atau tepat sesuai dengan apa yang akan diukur, dalam hal ini adalah persepsi. Menurut Sutrisno Hadi (2003:17), sebagai ilustrasi proses terjadinya persepsi, ia bereksperimen tentang kubus dari kayu dengan melalui indera penglihatan: 1. Kubus terkena sinar matahari, dipantulkan mengenai mata. 2. Sinar diteruskan ke kornea (lapisan tanduk bagian depan), dibiaskan ke air mata bagian depan (humor aques anterior), dibiaskan ke lensa cristalina dibiaskan ke air mata bagian belakang (humor aques posterior) terus dibiaskan lagi ke corpus vitreum, diteruskan ke bintik kuning atau retina,
15
sehingga timbul gambaran kubus dalam retina, sampai diterima inilah yang disebut tahap fisik. 3. Gambaran kubus dalam retina (bintik kuning) dirubah menjadi rangsang syaraf, yang selanjutnya dibawa ke otak, dimasukkan ke dalam lapisan (tempat) yang disebut lobus occipitalis. Sampai inilah yang disebut tahap fisiologis. 4. Selanjutnya gambaran kubus kayu yang ada dalam otak (lobus accipitalis) itu diolah, diorganisir, dinterpretasi dan dievaluasi, sehingga individu menyadari bahwa itu kubus kayu, sisi sama, sudut delapan, besar dan bagus, berat, sulit membuatnya, dan berbagai penilaian lain. Terjadinya persepsi diawali dengan adanya stimulus yang ditangkap melalui panca indera. Padahal panca indera individu yang satu dengan yang lain, berbeda keadaannya misalnya, ketajaman dan normalitasnya. Perbedaan lainnya terletak pada pengalaman-pengalaman tiap individu yang berbeda-beda, maka hal ini akan menyebabkan persepsi itu bersifat subjektif, berbeda-beda persepsi tiap individu, meskipun benda atau peristiwa yang dipersepsi sama. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi antara lain adalah faktor perhatian (attention). Perhatian adalah proses mental ketika stimuli atau rangkaian stimuli menjadi menonjol dalam kesadaran saat stimuli lainnya melemah (Andersen, 1972:46). Perhatian dipengaruhi oleh faktor eksternal dan faktor internal, Berikut ini adalah penjelasannya : A. Faktor Eksternal Penarik Perhatian Apa yang kita perhatikan ditentukan oleh faktor-faktor situasional dan personal. Faktor situasional kadang juga disebut sebagai determinan perhatian yang bersifat eksternal atau penarik perhatian (attention getter). Stimuli diperhatikan karena mempunyai sifat-sifat yang menonjol, antara lain; gerakan, intensitas stimuli, kebaruan, dan perulangan. a) Gerakan; Seperti organism yang lain, manusia secara visual tertarik pada objek-objek yang bergerak. 16
b) Intensitas stimuli; manusia akan lebih memperhatikan stimuli yang menonjol dari stimuli yang lain. Misalnya saja, orang bertubuh jangkung ditengahtengah kerumunan orang bertubuh pendek. c) Kebaruan (Novelity); Hal-hal yang baru yang luar biasa yang berbeda akan menarik perhatian. d) Perulangan; Hal-hal yang disajikan berulangkali, bila disertai dengan sedikit variasi akan menarik perhatian. Disini, unsur “famialarity” (yang sudah kita kenal) berpadu dengan unsur “novelity” (yang baru kita kenal). B. Faktor Internal Penaruh Perhatian Faktor-faktor internal yang mempengaruhi perhatian antara lain; faktor biologis dan faktor sosiopsikologis. Faktor biologis terjadi misalnya pada saat keadaan lapar, bagi orang tersebut yang paling menarik adalah makanan. Faktor sosiopsikologis terdiri dari motif sosiogenis, sikap, kebiasaan, yang nantinya akan mempengaruhi apa yang kita perhatikan (perhatian yang selektif). C. Faktor fungsional yang menentukan persepsi Faktor fungsional berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal-hal lain yang termasuk yang apa kita sebut sebagai faktor-faktor personal. Faktor-faktor fungsional yang mempengaruhi persepsi lazim disebut sebagai kerangka rujukan. Dalam kegiatan komunikasi, kerangka rujukan mempengaruhi bagaimana orang memberi makna pada pesan yang diterimanya. 2.2.2. Persepsi interpersonal Persepsi interpersonal tidak jauh berbeda dengan persepsi pada umumnya. Persepsi interpersonal juga dipengaruhi oleh faktor personal dan situasional, Di dalam persepsi sosial terdapat persepsi interpersonal dan persepsi objek. Persepsi interpersonal adalah manusia (bukan benda) sebagai objek persepsi, disini digunakanlah istilah persepsi interpersonal. Sedangkan persepsi objek adalah persepsi pada objek selain manusia (Rakhmat, 2008:81).
17
Berikut ini adalah penjelasan dari perbedaan antara persepsi objek dengan persepsi interpersonal; 1) Persepsi objek: stimuli ditangkap oleh alat indera kita melalui benda-benda fisik; gelombang cahaya, suara, temperatur dan sebagainya. Persepsi interpersonal: stimuli sampai pada kita melalui lambang-lambang verbal atau grafis yang disampaikan pihak ketiga. 2) Persepsi objek: apabila kita menanggapi objek, kita hanya menanggapi sifatsifat luar objek itu. Persepsi interpersonal: kita mencoba memahami apa yang tidak tampak pada alat indera kita. 3) Persepsi objek: ketika kita mempersepsi objek, objek tidak bereaksi pada kita; kita pun tidak memberikan reaksi emosional kepadanya. Persepsi interpersonal: fakor-faktor personal anda, dan karakteristik orang yang ditanggapi, serta hubungan anda dengan orang tersebut, menyebabkan persepsi interpersonal cenderung untuk keliru. 4) Objek relatif tetap, manusia berubah-ubah. Berikut ini merupakan pengaruh faktor-faktor situasional pada persepsi interpersonal: A. Deskripsi Verbal Solomon E. Asch (dalam Rakhmat, 2008:82) berekperimen tentang bagaimana rangkaian kata sifat menentukan persepsi orang. Apabila X adalah orang yang digambarkan sebagai orang rajin, lincah, kritis, kepala batu dan dengki maka banyak orang akan menyimpulkan X adalah orang yang bahagia atau humoris. Akan tetapi kata sifat tersebut dibalik, dimulai dari dengki dan diakhiri dengan kata rajin maka banyak orang akan menyimpulkan X adalah orang yang tidak baik, atau tidak beretika. Menurut Solomon E. Asch, kata yang disebut pertama akan mengarahkan penilaian selanjutnya.
18
B. petunjuk proksemik Proksemik adalah studi tentang penggunaan jarak dalam penyampaian pesan. Istilah ini dilahirkan oleh antropolog intercultural Edward T. Hall. Hall (dalam Rakhmat, 2008:83), membagi jarak dalam empat macam; jarak publik, jarak sosial, jarak personal dan jarak akrab. C. Petunjuk kinestik Petunjuk kinesik adalah persepsi yang didasarkan kepada gerakan orang lain yang ditunjukkan kepada kita. Begitu pentingnya petunjuk kinestik, sehingga bila petunjuk-petunjuk lainnya seperti ucapan bertentangan dengan petunjuk kinestik, maka orang akan lebih mempercayai petunjuk kinestik. Semua ini dikarenakan petunjuk kinestik adalah yang paling sukar untuk dikendalikan secara sadar oleh orang yang menjadi stimuli (Rakhmat, 2008:86). D. Petunjuk Wajah Diantara petunjuk nonverbal, petunjuk wajah adalah yang penting dalam mengenali perasaan persona stimuli. Ahli komunikasi non-verbal Dale G. Leathers (1976) menulis; “Wajah sudah lama menjadi sumber informasi dalam komunikasi interpersonal, inilah alat yang penting dalam menyampaikan makna. Dalam beberapa detik ungkapan wajah dapat menggerakan kita kepuncak keputusan. Kita menelaah wajah rekan dan sahabat kita untuk perubahan-perubaan halus dan nuansa makna dan mereka pada gilirannya menelaah kita” (Rakhmat, 2008:87). E. Petunjuk paralinguistik Paralinguistik adalah cara bagaimana orang mengucapkan lambang-lambang verbal. Jadi, jika petunjuk verbal menunjukan apa yang diucapkan, petunjuk paralinguistik mencerminkan bagaimana mengucapkannya. Ini meliputi tinggi rendahnya suara, tempo bicara, gaya verbal (dialek), dan interaksi (Rakhmat, 2008:87).
19
F. Petunjuk artifaktual Petunjuk artifaktual meliputi segala macam penampilan (appearance) sejak potongan tubuh, kosmetik yang dipakai, baju, tas dan atribut-atribut yang dipakai lainnya (Rakhmat, 2008:87). Berikut ini adalah penjelasan tentang pengaruh faktor-faktor personal pada persepsi interpersonal : A. Pengalaman Pengalaman mempengaruhi kecermatan persepsi. Pengalaman tidak selalu lewat proses belajar formal. Pengalaman kita bertambah juga melalui rangkaian peristiwa yang kita hadapi (Rakhmat, 2008:89). B. Motivasi Perceptual defence (pembelaan perceptual). Jalaludin Rakhmat (2008:90) mengatakan bahwa; “bila anda dihadapkan pada stimuli yang mengancam anda, anda akan bereaksi begitu rupa sehingga mungkin tidak akan menyadari bahwa stimuli itu ada. Disini berlaku dalil komunikasi; anda hanya mendengar apa yang mau anda dengar dan anda tidak akan mendengar apa yang tidak ingin dengar”. Motif personal lainnya adalah kebutuhan untuk mempercayai dunia yang adil (need to believe). Menurut Melvin Lerner (dalam Rakhmat, 2008:91), kita perlu mempercayai bahwa dunia ini diatur secara adil; setiap orang memperoleh apa yang layak diperoleh, misalnya orang diganjar dan dihukum karena perbuatannya. C. Kepribadian Dalam psikoanalis dikenal sebagai proyeksi, sebagai salah satu cara mempertahankan ego. Proyeksi adalah mengekternalisasikan pengalaman subjektif secara tidak sadar. Orang melemparkan perasaan bersalahnya pada orang lain. Kepribadiaan otoriter adalah sindrom kepribadian yang ditandai oleh ketegaran berpegang pada nilai-nilai konvensional, hasrat berkuasa tinggi, kekakuan dalam hubungan interpersonal, kecenderungan melemparkan tanggungJawab pada suatu di
20
luar dirinya dan memproyeksikan sebab-sebab dari peristiwa yang tidak menyenangkan pada kekuatan diluar dirinya. 2.3. Perbedaan Kelompok, Organisasi, Komunitas dan Organisasi Kemasyarakatan Kelompok adalah suatu sistem yang diorganisasikan pada dua orang atau lebih yang dihubungkan satu dengan yang lainnya yang mana sistem tersebut menunjukan fungsi yang sama, memiliki sekumpulan standar (patokan) peran dalam berhubungan antar anggotanya dan memiliki sekumpulan norma yang mengatur fungsi kelompok dan setiap anggotanya (Iskandar,1990:120). Sheriff dan Sheriff (1957) mengatakan; perbedaan antara kelompok sosial dengan massa terletak pada struktur. Kelompok sosial telah memiliki struktur tertentu, sedangkan massa tidak memiliki struktur. Forsyt (1999) mengatakan; dengan mengesampingkan definisi tentang kelompok yang sangat variatif, Foryst berpendapat bahwa kelompok pada umummya mempunyai ciri-ciri interaksi, struktur, tujuan, groupness, atau unity. Penjelasan diatas membedakan kelompok dan organisasi. Terdapat beberapa teori dan perspektif mengenai organisasi, ada yang cocok sama satu sama lain, dan ada pula yang berbeda. Organisasi pada dasarnya digunakan sebagai tempat atau wadah dimana orang-orang berkumpul, bekerjasama secara rasional dan sistematis, terencana, terorganisasi, terpimpin dan terkendali, dalam memanfaatkan sumber daya (uang, material, mesin, metode, lingkungan), sarana-prasarana, data, dan lain sebagainya yang digunakan secara efisien dan efektif untuk mencapai tujuan organisasi1. Organisasi menurut Evert M. Rogers dan Rekha Argawala Rogers (dalam Onong U., 2007:114) adalah sebagai berikut: “ a stable sistem of individuals who work together to achieve, through a hierarchy of ranks and division of labour, common goals”.
1
http://tkampus.blogspot.com/2012/03/definisi-organisasi.html, (diunduh tanggal 01-07-2012)
21
“suatu sistem yang mapan dari mereka yang bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama, melalui jenjang kepangkatan dan pembagian tugas”. Definisi Organisasi Kemasyarakatan menurut undang-undang nomer 8 tahun 1985 adalah organisasi yang dibentuk oleh anggota masyarakat warga negara Republik Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kegiatan, profesi, fungsi, agama, dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, untuk berperanserta dalam pembangunan dalam rangka mencapai tujuan nasional dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila2. Komunitas ialah kumpulan dari berbagai populasi yang hidup pada suatu
waktu
dan
daerah
tertentu
yang
saling
berinteraksi
dan
mempengaruhi satu sama lain. Komunitas memiliki derajat keterpaduan yang lebih kompleks bila dibandingkan dengan individu dan populasi3. Sukanto (2001) menggunakan istilah masyarakat setempat untuk istilah komunitas, yang menunjuk kepada warga sebuah Desa, Kota, Suku atau Bangsa yang hidup sedemikian rupa sehingga merasakan kelompok tersebut dapat memenuhi kepentingan hidup yang utama (Rachmistie, 2007:71). Gottschalk (dalam Horton dan Hunt, 1975:18) dalam buku sociology, mengemukakan bahwa; komunitas dapat didefinisikan baik sebagai suatu kelompok kesatuan manusia (Kota kecil, Kota dan Desa maupun sebagai seperangkat perasaan (rasa keterikatan, kesetiaan). Menurut Garna (1999:147) tentang komunitas adalah; “suatu kelompok manusia yang menempati suatu kawasan geografis, yang terlibat dalam aktifitas ekonomi, politik, dan juga membentuk suatu satuan sosial yang memiliki nilai-nilai tertentu, serta rasa kebersamaan”. Faktor utama yang menjadi dasar suatu komunitas adalah adanya interaksi yang lebih besar diantara para anggotanya sehingga menumbuhkan rasa keterikatan 2
http://www.elsam.or.id/downloads/1337933159_RUU_tentang_Organisasi_Masyarakat.pdf (diunduh tanggal 01-07-2012) 3 http://id.scribd.com/doc/28335794/BAB-II-PEMBAHASAN-a-Pengertian-Komunitas-Komunitas, (diunduh tanggal 01-07-2012)
22
dan keakraban yang menimbulkan kenyamanan bagi para anggotanya. Umumnya mereka memiliki kebiasaan-kebiasaan yang sama, meskipun hanya sebagian yang menjalankan tradisi yang dimiliki. Mac Iver dan Charles H. Page (1961:293) menjelaskan bahwa dalam membentuk suatu komunitas harus ada perasaan saling memerlukan diantara anggotanya. Perasaan ini disebut persaan komunitas (community sentiment). Berikut ini dijelaskan unsur-unsur perasaan komunitas antara lain: a.
Perasaan altruisme, yakni lebih menekankan perasaan solider kepada orang lain. Perasaan individu yang diselaraskan dengan perasaan kelompoknya sehingga mereka merasakan kelompoknya sebagai bagian dari struktur sosial.
b.
Perasaan sepenanggungan, yakni setiap individu sadar akan peranannya dalam kelompok.
c.
Perasaan saling memerlukan, yakni individu yang tergabung dalam masyarakat
setempat
merasakan
dirinya
bergantung
pada
komunitasnya, baik kebutuhan fisik maupun psikologis. Selanjutnya,
tujuan
membangun
sebuah
komunitas
(communicaty
development), dijelaskan oleh Rubin & Rubin (1992:10) sebagai berikut: a. Memperbaiki kualitas hidup anggota komunitas melalui resolusi dan berbagai masalah. b. Mengurangi ketidakadilan sosial seperti ras, kekerasaan, gender dll. c. Melatih dan menyebarluaskan nilai-nilai demokratis sebagai proses menuju keberhasilan pembangunan komunitas. d. Memberi kesempatan kepada orang-orang untuk meningkatkan potensi mereka sebagai individu. e. Menciptakan kebersamaan dalam komunitas sehingga orang-orang merasa mantap hidup dalam komunitas tersebut.
23
2.4. Radio Secara Umum 2.4.1. Radio Dalam Siaran Radio sebagai salah satu media elektronik, adalah produk perkembangan dan dan kemajuan teknologi media informasi. Radio seakan-akan telah memperpendek jarak dan mempersempit kesenjangan kehidupan masyarakat, serta memberikan peluang untuk memperkaya pengetahuan dan wawasan masyarakat. Sebagai audience dituntut untuk semakin terbuka terhadap perubahan yang terjadi. Hal ini konsekuensi logis dari berlangsungnya gerakan kebudayaan. Radio saat ini tidak lagi sekedar sebagai alat komunikasi, tetapi bergerak jauh dan cepat sebagai salah satu alat kelengkapan hidup terhadap informasi, pendidikan dan hiburan. Pada kenyataannya radio lebih ampuh dalam hal mempengaruhi, walaupun titik tekan radio pada fungsi menghibur/hiburan. Tetapi, karena kelahirannya relatif lebih muda dari pada media cetak, radio hanya menempati the fifth state setelah surat kabar (Bambang, 2003:8). 2.4.2. Radio Siaran Bersifat Langsung Makna langsung sebagai sifat radio siaran, ialah bahwa setiap pesan yang akan disiarkan dapat dilakukan tanpa proses yang rumit. Bandingkan dengan penyiaran pesan melalui surat kabar, brosur, pamflet, atau media cetak lainnya yang selain lama dalam memprosesnya, juga tidak mudah menyebarkannya. Penyampaian pesan propaganda lebih efektif dan efisien melalui radio karena langsung tertuju ke rumah-rumah, dan langsung pula dapat disampaikan oleh mikrofon (Effendy, 2003:139-140). 2.4.3. Radio Siaran Tidak Mengenal Jarak dan Rintangan Faktor lain yang menyebabkan radio dianggap memiliki “kekuasaan” ialah tidak dijumpainya jarak dan rintangan. Bagi radio “tidak ada jarak dan waktu”, begitu suatu pesan diucapkan oleh seorang penyiar, bagi radio tiada pula jarak dan ruang, bagaimanapun jauhnya sasaran yang dituju, radio dapat mencapainya.
24
Gunung, Lembah, Padang Pasir, ataupun Samudera tidak menjadi rintangan (Effendy, 2003:142). 2.4.4. Radio Siaran Memiliki Daya Tarik Radio dijuluki kekuasaan kelima ialah karena daya tarik yang dimilikinya. Sebelum pesawat televisi muncul sebagai pelengkap rumah tangga sekitar tahun 1950, pada waktu itu hanya terdapat dua jenis media massa, yaitu surat kabar dan majalah serta radio. Radio memiliki daya tarik yang disebabkan oleh tiga unsur yang melekat padanya (Effendy, 2003:143-145), yakni : 1. Kata-kata lisan (spoken word) 2. Musik (music) 3. Efek suara (sound effect) Dengan dihiasi musik dan efek suara, seperti suara binatang, hujan (badai), mobil atau pesawat terbang dan lain-lainnya, merupakan suatu cara yang disajikan radio sehingga tampak lebih “hidup”. Meskipun kemudian muncul di rumah-rumah pesawat televisi yang audial dan visual, pesawat radio tetap tidak tergeser olehnya, sebab untuk menikmati suatu acara dari pesawat televisi, khalayak tidak dapat beranjak dari kursi di depan pesawat, sedangkan dari pesawat radio dapat dinikmati sambil mandi dan bekerja, atau sambil mengemudikan kendaran (Effendy, 2004: 107108). 2.4.5. Fungsi Radio Menurut Bambang, (2003:81) fungsi umum dari media massa radio adalah; 1. Sebagai alat hiburan 2. Sebagai alat penerangan 3. Sebagai sarana pendidikan 4. Sebagi propaganda saat genting Sifat-sifat penting radio yang perlu dipahami agar efektif dalam pemanfaatannya, sebagai berikut : 1. Radio siaran (Broadcasting) bersifat langsung dan segar (direct and fresh)
25
2. Siaran radio tidak mengenal jarak dan rintangan, tentunya dalam pengertian geografis 3. Siaran radio mempunyai daya tarik yang bertumpuan kepada musik, efek suara dan kata-kata. Siaran radio menggunakan musik untuk menghibur atau untuk pengiring informasi tertentu, sehingga menimbulkan daya cekam yang cukup ampuh. Siaran radio karena sifatnya auditif maka lebih tertumpu pada kata-kata jika dibandingkan dengan media massa lainnya. 2.4.6. Karekteristik Radio a. Auditori Sound Only, auditif Radio adalah “suara”, untuk didengar, dikonsumsi telinga atau pendengaran. Apapun yang disampaikan melalui radio harus berbentuk suara dan hanya suara saja. b. Transisi Proses penyebarluasan yang disampaikan kepada pendengar melalui pemancar. c. Theater Of Mind Radio menciptakan gambar (makes picture) dalam imajinasi pendengar (memainkan imajinasi pendengar), dengan kekuatan kata dan suara. Jadi Radio mampu menggugah imajinasi pendengarnya, dengan suara, musik, vokal atau bunyi-bunyian. 2.4.7. Kekuatan Radio Kekuatan Radio sebagai media promosi sudah tidak dapat dipungkiri lagi. Sebelum televisi lahir dan media cetak menerbitkan sebuah pesan layanan, radio lebih awal menyampaikannya kepada publik. Tiga keunggulan utama yang dimiliki Radio adalah ketersegeraan, keluasan jangkauan pendengar, dan kedalaman unsur imajinasi sehingga membuat iklan layanan masyarakat dan komersil menjadi lebih hidup (Masduki, 2001:68). 2.4.8. Kelemahan Radio Kelemahan radio hanya suara. Meski suara dalam “butir keunggulan” punya kharisma besar, dalam beberapa hal kemampuan radio yang hanya mengeluarkan suara merupakan kelemahan. Suara tidak mampu menjelaskan gambar, grafik data, atau hal-hal teknis tanpa menimbulkan kesalahpahaman. Bandingkan saja dengan 26
televisi dan media cetak, yang mudah menjelaskan sesuatu dalam bantuan gambar, data atau petunjuk instruksional. Dalam beberapa hal gambar lebih mampu mengkomunikasikan sesuatu dari pada rangkaian kata dalam kalimat sebanyak apapun. 2.4.9. Radio komunitas Radio komunitas, memiliki karakteristik yang berbeda dengan siaran radio sosial. Terutama pada aspek kepemilikan, pengawasan, serta tujuan dan fungsinya. Perbedaan tersebut diantaranya; radio komunitas bersifat independen, tidak komersial, daya pancar rendah, luas jangkauan wilayah terbatas, dan untuk melayani komunitasnya. Estrada (2001:15) mengemukakan bahwa fokus yang khas dari radio komunitas adalah membuat audiens/khalayaknya sebagai protagonist (tokoh utama), melalui keterlibatan mereka dalam seluruh aspek menejemen, dan produksi progamnya, serta menyajikan progam yang membantu mereka dalam pembangunan dan kemajuan sosial didalam komunitas mereka. Berikut ini, beberapa pandangan mengenai radio komunitas. a. Lembaga penyiaran komunitas merupakan lembaga penyiaran berbentuk hukum Indonesia, didirikan oleh komunitas tertentu, bersifat independen dan tidak komersial, dengan daya pancar rendah, luas jangkauan wilayah terbatas, serta untuk melayani kepentingan komunitasnya (UU Penyiaran, 2002). b. Terdapat perbedaan antara lembaga penyiaran publik, komersial, dan komunitas. Lembaga penyiaran publik dan komersial termasuk kategori memperlakukan pendengar sebagai subjek dan pesertanya terlibat dalam penyelenggaraannya (Fraser & Estrada, Unesco, 2001:29).
27
Menurut hasil riset Combine Resources Institution (CRI) pada tahun 2002 (Rachmistie, 2007:79), tipologi radio komunitas, khususnya di Indonesia terdiri dari empat bentuk, yaitu: a. Community Based (Radio Berbasis Komunitas) Radio yang didirikan oleh komunitas yang menempati wilayah geografis tertentu sehingga basisnya adalah komunitas yang menempati suatu daerah dengan batasan-batasan tertentu, seperti Kecamatan, Kelurahan dan Desa. b. Issue/Sector Based (Radio Berbasis masalah atau sektor tertentu) Radio yang didirikan oleh komunitas yang terikat oleh kepentingan dan minat yang sama sehingga basisnya adalah komunitas yang terikat oleh kepentingan yang sama dan terorganisasi, seperti komunitas petani, buruh, dan nelayan. c. Personal Initiative Based (Radio Berbasis Inisiatif Pribadi) Radio yang didirikan oleh perorangan karena hobi atau memiliki tujuan lainnya, seperti hiburan, informasi, dan tetap mengacu pada kepentingan warga komunitas. d. Campus Based (Radio Berbasis Kampus) Radio yang didirikan oleh warga kampus perguruan tinggi dengan berbagai tujuan, termasuk sebagai sarana laboratorium dan sarana belajar mahasiswa. 2.5. Teori divusi inovasi 2.5.1. Latar Belakang Teori Munculnya Teori Difusi Inovasi dimulai pada awal abad ke-20, tepatnya tahun 1903, ketika seorang sosiolog Perancis, Gabriel Tarde, memperkenalkan Kurva Difusi berbentuk S (S-shaped Diffusion Curve)4. Kurva ini pada dasarnya menggambarkan bagaimana suatu inovasi diadopsi seseorang atau sekolompok orang dilihat dari dimensi waktu. Pada kurva ini ada dua sumbu dimana sumbu yang satu menggambarkan tingkat adopsi dan sumbu yang lainnya menggambarkan dimensi waktu. 4
http://wsmulyana.wordpress.com/2009/01/25/teori-difusi-inovasi/, (diunduh tanggal 20 Januari 2013)
28
Pemikiran
Tarde
menjadi
penting
karena
secara
sederhana
bisa
menggambarkan kecenderungan yang terkait dengan proses difusi inovasi. Rogers (1983) mengatakan, Tarde’s S-shaped diffusion curve is of current importance because “most innovations have an S-shaped rate of adoption”. Dan sejak saat itu tingkat adopsi atau tingkat difusi menjadi fokus kajian penting dalam penelitianpenelitian sosiologi. Pada tahun 1940, dua orang sosiolog, Bryce Ryan dan Neal Gross, mempublikasikan hasil penelitian difusi tentang jagung hibrida pada para petani di Iowa, Amerika Serikat. Hasil penelitian ini memperbarui sekaligus menegaskan tentang difusi inovasi model kurva S. Salah satu kesimpulan penelitian Ryan dan Gross menyatakan bahwa “The rate of adoption of the agricultural innovation followed an S-shaped normal curve when plotted on a cumulative basis over time.” Perkembangan berikutnya dari teori Difusi Inovasi terjadi pada tahun 1960, di mana studi atau penelitian difusi mulai dikaitkan dengan berbagai topik yang lebih kontemporer, seperti dengan bidang pemasaran, budaya, dan sebagainya. Di sinilah muncul tokoh-tokoh teori Difusi Inovasi seperti Everett M. Rogers dengan karya besarnya Diffusion of Innovation (1961); F. Floyd Shoemaker yang bersama Rogers menulis Communication of Innovation: A Cross Cultural Approach (1971) sampai Lawrence A. Brown yang menulis Innovation Diffusion: A New Perpective (1981). 2.5.2. Esensi Teori Rogers (dalam Effendy, 2003:284) mendefinisikan difusi sebagai suatu proses dimana inovasi dikomunikasikan melalui saluran tertentu dalam jangka waktu tertentu diantara para anggota suatu sistem sosial (the process by which an innovation is communicated through certain channels over time among the members of a sosial system). Difusi adalah suatu jenis khusus komunikasi yang berkaitan dengan penyebaran pesan-pesan sebagai ide baru. Sedangkan komunikasi didefinisikan sebagai proses dimana para pelakunya menciptakan informasi dan saling bertukaran informasi tersebut untuk mencapai pengertian bersama. Di dalam isi pesan itu terdapat ketermasaan (newnees) yang memberikan kepada difusi ciri khusus yang 29
menyangkut ketidakpastian (uncertainty). Ketidakpastian adalah suatu derajat dimana sejumlah alternatif dirasakannya berkaitan dengan suatu peristiwa beserta kemungkinan-kemungkinan pada alternatif tersebut. Derajat ketidakpastian oleh seseorang akan dapat dikurangi dengan jalan memperoleh informasi. Sesuai dengan pemikiran Rogers, dalam proses difusi inovasi terdapat 4 (empat) elemen pokok, yaitu: 1. Inovasi Inovasi adalah gagasan, tindakan, atau barang yang dianggap baru oleh seseorang. Dalam hal ini, kebaruan inovasi diukur secara subjektif menurut pandangan individu yang menerimanya. Jika suatu ide dianggap baru oleh seseorang maka ia adalah inovasi untuk orang itu. Konsep ”baru” dalam ide yang inovatif tidak harus baru sama sekali. 2. Saluran komunikasi Saluran komunikasi adalah alat untuk menyampaikan pesan-pesan inovasi dari sumber kepada penerima. Dalam memilih saluran komunikasi, sumber paling tidak perlu memperhatikan; tujuan diadakannya komunikasi dan karakteristik penerima. Jika komunikasi dimaksudkan untuk memperkenalkan suatu inovasi kepada khalayak yang banyak dan tersebar luas, maka saluran komunikasi yang lebih tepat, cepat dan efisien, adalah media massa. Tetapi jika komunikasi dimaksudkan untuk mengubah sikap atau perilaku penerima secara personal, maka saluran komunikasi yang paling tepat adalah saluran interpersonal. 3. Jangka waktu Jangka waktu adalah proses keputusan inovasi, dari mulai seseorang mengetahui sampai memutuskan untuk menerima atau menolaknya, dan pengukuhan terhadap keputusan itu sangat berkaitan dengan dimensi waktu. Paling tidak dimensi waktu terlihat dalam proses pengambilan keputusan inovasi, keinovatifan seseorang: relatif lebih awal atau lebih lambat dalam menerima inovasi, dan kecepatan pengadopsian inovasi dalam sistem sosial.
30
4. Sistem sosial Sistem sosial adalah kumpulan unit yang berbeda secara fungsional dan terikat dalam kerjasama untuk memecahkan masalah dalam rangka mencapai tujuan bersama. Ciri-ciri inovasi yang dirasakan oleh para anggota sistem sosial menentukan tingkatan adopsi. Lima ciri inovasi menurut Rogers (Rogers, 1983:35) adalah Relatif Advantage (keuntungan relatif), Combatibility (kesesuaian), Complexity (kerumitan), Trialability (kemungkinan dicoba), Observability (kemungkinan diamati). Relatif Advantage adalah suatu derajat dengan mana inovasi dirasakan lebih baik daripada ide lain yang menggantikannya. Derajat keuntungan relatif tersebut dapat diukur secara ekonomis, tetapi faktor prestasi sosial, kenyamanan dan kepuasan juga merupakan unsur penting. Combatibility adalah suatu derajat dengan mana inovasi dirasakan ”ajeg” atau konsisten dengan nilai-nilai yang berlaku, pengalaman dan kebutuhan mereka yang melakukan adopsi. Complexity adalah mutu derajat dengan mana inovasi dirasakan sukar untuk dimengerti dan dipergunakan. Trialability
adalah
mutu
derajat
dengan
mana
inovasi
dapat
dieksperimentasikan pada landasan yang terbatas. Observability adalah suatu derajat dengan mana inovasi dapat disaksikan oleh orang lain. Mengenai saluran komunikasi sebagai sarana untuk menyebarkan inovasi. Rogers menyatakan bahwa media massa lebih efektif untuk menciptakan pengetahuan tentang inovasi, sedangkan saluran antarpribadi lebih efektif dalam pembentukan dan percobaan sikap terhadap ide baru, jadi dalam upaya mempengaruhi keputusan untuk melakukan adopsi atau menolak ide baru. Aspek lain dalam kegiatan difusi adalah apa yang dalam komunikasi dikenal sebagai heterophily dan homophily. Homophily adalah suatu istilah yang menggambarkan derajat pasangan perorangan yang berinteraksi yang memiliki kesamaan dalam sifatnya (attribute), seperti kepercayaan, nilai, pendidikan, status 31
sosial, dan sebagainya. Heterophily, sebagai kebalikan dari homophily, didefinisikan sebagai derajat pasangan orang-orang yang berinteraksi yang berada dalam sifat-sifat tertentu (Effendy, 2003:64). Dalam situasi bebas memilih, dimana komunikator dapat berinteraksi dengan seseorang dari jumlah komunikan yang satu sama lain berbeda, di situ terdapat kecenderungan yang kuat untuk memilih komunikan yang menyamai komunikator. Komunikasi yang lebih efektif terjadi apabila komunikator dan komunikan terdapat persamaan dalam pengertian, sikap, bahasa, maka komunikasi diantara mereka itu akan lebih efektif. Kesamaan orang-orang itu menimbulkan kemungkinan untuk berkomunikasi, dan pada gilirannya lebih besar kemungkinan komunikasi lebih berarti. Kebanyakan orang menyenangi interaksi dengan orang yang benar-benar sama dalam status sosial, pendidikan, kepercayaan dan sebagainya. Mengenai waktu sebagai salah satu unsur utama dari difusi ide baru itu meliputi 3 hal, yakni sebagai berikut : 1. Innovations-decision process (proses inovasi keputusan). 2. Innovativeness (keinovatifan). 3. Innovation’s rate of adoption (tingkat inovasi dari adopsi). Innovations-decision process adalah proses mental dimana seseorang berlalu dari pengetahuan pertama mengenai inovasi ke pembentukan sikap terhadap inovasi, ke keputusan menerima atau menolak, ke pelaksanaan ide baru, dan ke peneguhan keputusan itu. Ada lima langkah yang dikonseptualisasikan dalam proses ini, yaitu : 1. Tahap Munculnya Pengetahuan (Knowledge) ketika seorang individu (atau unit pengambil keputusan lainnya) diarahkan untuk memahami eksistensi dan keuntungan/manfaat dan bagaimana suatu inovasi berfungsi. 2. Tahap Persuasi (Persuasion) ketika seorang individu (atau unit pengambil keputusan lainnya) membentuk sikap baik atau tidak baik. 3. Tahap Keputusan (Decisions) muncul ketika seorang individu atau unit pengambil keputusan lainnya terlibat dalam aktivitas yang mengarah pada pemilihan adopsi atau penolakan sebuah inovasi.
32
4. Tahapan Implementasi (Implementation), ketika sorang individu atau unit pengambil keputusan lainnya menetapkan penggunaan suatu inovasi. 5. Tahapan Konfirmasi (Confirmation), ketika seorang individu atau unit pengambil keputusan lainnya mencari penguatan terhadap keputusan penerimaan atau penolakan inovasi yang sudah dibuat sebelumnya. Innovativeness adalah derajat dengan mana seseorang relatif dini dalam mengadopsi ide-ide baru ketimbang anggota-anggota lain dalam suatu sistem sosial. Pengadopsi tersebut dikategorikan sebagai berikut : 1) Innovators: Sekitar 2,5% individu yang pertama kali mengadopsi inovasi. Cirinya: petualang, berani mengambil resiko, mobile, cerdas, kemampuan ekonomi tinggi 2) Early Adopters (Perintis/Pelopor): 13,5% yang menjadi para perintis dalam penerimaan inovasi. Cirinya: para teladan (pemuka pendapat), orang yang dihormati, akses di dalam tinggi 3) Early Majority (Pengikut Dini): 34% yang menjadi pera pengikut awal. Cirinya: penuh pertimbangan, interaksi internal tinggi. 4) Late Majority (Pengikut Akhir): 34% yang menjadi pengikut akhir dalam penerimaan inovasi. Cirinya: skeptis, menerima karena pertimbangan ekonomi atau tekanan sosial, terlalu hati-hati. 5) Laggards (Kelompok Kolot/Tradisional): 16% terakhir adalah kaum kolot/tradisional. Cirinya: tradisional, terisolasi, wawasan terbatas, bukan opinion leaders, sumberdaya terbatas. Innovation’s rate of adoption adalah kecepatan relatif dengan mana suatu inovasi di adopsi oleh anggota-anggota suatu Rate of adoption atau tingkat adopsi biasanya diukur dengan waktu yang diperlukan untuk prosentase tertentu dari para anggota sistem untuk mengadopsi suatu inovasi. Sistem sosial adalah tatanan kesatuan yang terhubungkan satu sama lain dalam upaya pemecahan masalah dalam rangka mencapai tujuan tertentu (Rogers 1938: 37).
33
2.6. Teori Stimulasi Teori stimulasi memandang manusia sebagai mahluk yang lapar “stimuli”, yang senantiasa mencari pengalaman-pengalaman baru, yang selalu berusaha memperoleh hal-hal yang memperkaya pemikirannya. Hasrat ingin tahu, kebutuhan untuk mendapatkan rangsangan emosional, dan keinginan untuk menghindari kebosanan merupakan kebutuhan dasar manusia (Rakhmat, 2008:212). Komunikasi massa menyajikan hal-hal yang baru, yang aneh, yang spektakuler, yang menjangkau pengalaman-pengalaman yang tidak terdapat peda pengalaman individu sehari-hari. 2.7. Teori Disonansi Kognitif Istilah disonansi kognitif dari teori yang ditampilkan oleh Leon Festinger (dalam Effendy, 2003:262), ini berarti ketidaksesuaian antara kognisi sebagai aspek sikap dengan perilaku yang terjadi pada diri seseorang. Orang yang mengalami disonansi akan berupaya mencari dalih untuk mengurangi disonansinya itu. Jika seseorang mempunyai informasi atau opini yang tidak menuju kearah menjadi perilaku, maka informasi atau opini itu akan menimbulkan disonansi dengan perilaku. Apabila disonansi tersebut terjadi, maka orang akan berupaya menguranginya dengan jalan merubah perilakunya, kepercayaan atau opininya. 2.8. Teori inokulasi Teori inokulasi atau teori suntikan yang pada mulanya ditampilkan oleh MCGuire ini mengambil analogi dari peristiwa medis. Orang yang secara fisik tidak siap untuk menahan penyakit infeksi, seperti cacar dan polio, memerlukan inokulasi (suntikan) vaksin untuk merangsang mekanisme daya tahan tubuhnya supaya dapat melawan penyakit tersebut. Teori inokulasi (suntikan) menyatakan bahwa lebih baik mempersenjatai
terbujuk
(persuadee)
dengan
counterarguments
daripada
membiarkan tidak siap menyangkal perspektif lawan. Orang yang tidak memiliki informasi mengenai suatu hal atau tidak menyadari posisi mengenai hal tersebut, maka ia akan lebih mudah untuk dipersuasi atau dibujuk, oleh karena ia tidak siap untuk menolak argumentasi si persuader atau pembujuk. Suatu cara untuk
34
membuatnya agar tidak terkena pengaruh adalah menyuntiknya dengan argumentasi balasan (counterarguments) (Effendy, 2003:263). 2.9. Teori Kategori Sosial Teori kategori sosial
menyatakan adanya perkumpulan-perkumpulan,
kebersamaan-kebersamaan atau kategori sosial pada masyarakat urban-industrial yang perilakunya ketika diterpa perangsang-perangsang tertentu hampir seragam (Effendy, 2003:276). Asumsi dasar dari teori kategori sosial adalah teori sosiologis yang menyatakan bahwa meskipun masyarakat modern sifatnya heterogen, penduduk yang memiliki sejumlah ciri yang sama akan mempunyai pola hidup tradisional yang sama. Persamaan gaya, orientasi dan perilaku akan berkaitan dengan suatu gejala seperti pada media massa dalam perilaku yang seragam. Anggota-anggota dari kategori tertentu akan memilih pesan komunikasi yang kira-kira sama, dan menanggapinya dengan cara yang hampir sama pula.
35
2.10. Kerangka Pikir
ORMAS MTA
RADIO KOMUNITAS MTA FM PERSEPSI
PROGAM ACARA JIHAD PAGI MTA FM
INDIKATOR PERSEPSI -Menyerap -Mengerti -Menilai
T O K O H & A N G G O T A
KHALAYAK; KOMUNITAS NAHDATUL ULAMA KECAMATAN SUSUKAN
Teori Divusi Inovasi & Teori Kategori Sosial
Teori Stimuli Teori Disonansi Kognitif Teori Inokulasi Teori Divusi Inovasi
36
Penjelasan : Islam merupakan agama yang paling banyak penganutnya di Indonesia, demikian juga yang terjadi di wilayah Kecamatan Susukan, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Mayoritas masyarakat Islam di wilayah tersebut adalah penganut Islam dibawah kepemimpinan Ormas Islam Nahdatul Ulama (NU). Kemudian dapat diceritakan secara singkat, muncul Ormas Islam di Kota Solo (Surakarta) yang bernama Majelis Tafsir Al-Qur’an (MTA). Antara Ormas NU dan MTA ini terdapat berbagai macam perbedaan pemahaman tentang Islam yang harus ditaati oleh pengikutnya masing-masing, hal ini dapat diketahui dari progam acara Jihad Pagi MTA FM, radio (milik Ormas MTA) yang kualitas dan jangkauan siarannya dapat diterima dengan baik di wilayah Kecamatan Susukan. Melalui media tersebutlah menjadi sumber informasi yang dominan yang dapat diakses oleh komunitas Nahdatul Ulama mengenai Ormas MTA beserta ajarannya. Oleh karena itu peneliti ingin mengetahui persepsi dari komunitas NU di Kacamatan Susukan, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah terhadap Ormas Islam MTA melalui pesan pada progam acara Jihad Pagi MTA FM yang diterima masyarakat NU di daerah tersebut. Peneliti menggunakan teori divusi inovasi dari Everett Rogers untuk mendalami dan menganalisa khalayak NU tentang persepsinya terhadap Ormas Islam MTA. Mengenai persepsi itu sendiri, oleh peneliti akan dikaji menggunakan teori persepsi dari Bimo Walgito. Disamping itu, peneliti juga menggunakan teori-teori lainnya seperti teori stimuli, teori disonansi kognitif, teori inokulasi, teori divusi inovasi dan teori kategori sosial untuk menganalisa penelitian ini.
37