BAB II Kajian Pustaka
Umumnya bertumbuhnya ekonomi selalu dijelaskan lebih karena faktor eksternal seperti struktur dan sistem ekonomi. Namun, pengaruh internal juga sangat menentukan. Strategi utama yang harus dilakukan oleh toke agar dapat banyak merekrut pelanggan adalah mengemas produk mereka dengan inovasi dan kreasi modren yang mengikuti kualitas selera pelanggan. Veblen memandang selera sebagai senjata dalam kompetisi. Kompetisi tersebut berlangsung antarpribadi, antara seseorang dengan orang lain. Jika masyarakat tradisional, kepercayaan seseorang sangat dihargai sedangkan dalam masyarakat modren, penghargaan diletakkan atas dasar selera dengan mengkonsumsi sesuatu yang merupakan refleksi. Konsumsi dapat dilihat sebagai pembentuk identitas. Barang-barang simbolis dapat juga dipandang sebagai sumber dengan mana mengkonstruksi identitas dan hubungan-hubungan dengan orang lain yang menempati simbolis yang sama (Damsar, 2002:12). Menurut Weber, gambaran gaya hidup tertentu dari kelompok status tertentu adalah konsumsi. Konsumsi dipandang dalam sosiologi bukan sekedar pemenuhan kebutuhan yang bersifat fisik dan biologis manusia tetapi terkait kepada aspek-aspek sosial budaya. Konsumsi berhubungan dengan masalah selera, identitas, atau gaya hidup yang dapat berubah, dan tergantung pada persepsi tentang selera dari orang lain (Damsar, 2002:121).
2.1 Teori Aksi Universitas Sumatera Utara
Strategi toke dalam merekrut pelanggan diwujudkan dalam bentuk tindakan sosial yang penuh arti dilakukan oleh toke itu sendiri. Menurut Weber tindakan sosial adalah tindakan individu sepanjang tindakan itu mempunyai makna atau arti subjek bagi dirinya (Damsar, 2002:124) Tindakan toke menyangkut prilaku perdagangan yang merupakan pertukaran prilaku dalam memberikan pelayanan kepada konsumen. Dalam hal ini termasuk melakukan adaptasi trend dan model yang beredar dipasaran. Dan merekapun memperhitungkan strategi dan merek dengan tujuan agar memperoleh keuntungan sebagai pendapatan hidup sehingga strategi yang dilakukan dapat mempertahankan usahanya. Toke dalam strategi mempertahankan usahanya berusaha melebarkan jaringannya dan merekrut pelanggan melalui teori aksi tentang tindakan sosial sebagai konsep dasar dari Talcott Parsons mengatakan bahwa manusia merupakan aktor yang kreatif dari realitas sosialnya dan memiliki kebebasan untuk bertindak. Menurut teori aksi manusia merupakan aktor yang aktif dan kreatif dari realitas sosial. Asumsi teori aksi yakni: 1. Tindakan manusia mulai dari kesadaran sendiri sehingga subjek dan situasi eksternal dalam posisinya sebagai objek. 2. Sebagai subjek manusia bertindak untuk mencapai tujuan tertentu. 3. Dalam bertindak manusia menggunakan cara, teknik, metode, serta perangkat yang diperkirakan cocok untuk mencapai tujuan tersebut. 4. Kelangsungan tindakan manusia hanya dibatasi oleh kondisi tidak dapat diubah dengan sendirinya. 5. Manusia memilih, menilai dan mengevaluasi terhadap tindakan yang akan dilakukannya. Universitas Sumatera Utara
Talcott Parsons menggunakan istilah ”action” mengatakan secara tidak langsung aktifitas, kreatifitas, dan proses penghayatan diri individu dengan menyusun skema unitunit dasar tindakan sosial dan karekteristik sebagai berikut: 1. Adanya individu sebagai aktor. 2. Aktor dipandang sebagai pemburu tujuan tertentu 3. Aktor mempunyai alternatif cara, alat serta teknik untuk mencapai tujuan. 4. Aktor berhadapan dengan sejumlah kondisi/situasi serta dapat membatasi tindakan untuk mencapai tujuan. 5. Aktor berada di bawah kendali nilai-nilai, norma-norma dan ide abstrak yang mempengaruhi dalam memilih dan menentukan tujuan serta tindakan alternatif untuk mencapai tujuan (Ritzer, 1995:57). Talcott Parsons juga mengatakan bahwa masyarakat adalah suatu organisme yang hidup, agar dapat bertahan hidup dan mencapai suatu tujuan maka perlu empat prasyarat fungsional yaitu : 1. A-Adaptation (Adaptasi) - Bahwa semua sistem sosial berawal dari hubungan dua (2) orang sampai dengan sistem sosial yang lebih besar dan rumit, harus mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya yang dihadapinya baik itu lingkungan fisik atau sosial. - Harus terdapat suatu penyesuaian dari sistem itu terhadap tuntutan kenyataan yang keras dan mungkin dapat diubah dari lingkungan. - Juga dapat dilakukan proses transformasi aktif dari situasi itu, yakni menggunakan keadaan lingkungan sebagai alat untuk mencapai tujuan. 2. G-Goal Attainment (Pencapaian Tujuan)
Universitas Sumatera Utara
Tindakan diarahkan bukan untuk mencapai tujuan pribadi individu, melainkan tujuan bersama para anggota sistem sosial. 3. I-Integration Agar suatu sistem sosial dapat berfungsi secara efektif maka diperlukan adanya tindakan solidaritas di antara individu-individu terlibat. Masalah integrasi merujuk pada kebutuhan untuk menjamin ikatan emosional yang mampu menghasilkan solidaritas dan kerelaan untuk bekerja sama dapat dikembangkan dan dipertahankan. 4. L-Latent Patent Maintenance (Pemeliharaan Pola-pola yang Laten) Suatu sistem sosial diharapkan mampu mengatasi kemungkinan bahwa suatu saat para anggotanya akan merasa letih dan jenuh sehingga mengarah pada terhentinya interaksi. Ini dapat dikatakan wajar, tetapi harus diperhatikan agar komitmen terhadap kelompok tetap utuh sehingga interaksi sistem dapat dilanjutkan bila dirasa perlu (Doyle, 1984:131).
2.2 Jaringan Sosial Selain mempertahankan usahanya dengan melebarkan jaringannya dan merekrut pelanggan dapat juga melalui pembentukan jaringan sosial atau pola kerjasama yang dapat diterapkan oleh toke yaitu: 1.
Jaringan sosial yang dibentuk adalah pola kerja sama pemberi toke dengan penerima petani aren yang berdasarkan pada sistem perjanjian toke.
2.
Jaringan sosial sesama toke dikembangkan melalui jaringan sosial yang bersifat timbal balik dan sejajar. Jaringan sosial dapat dipandang sebagai pengaturan logika atau cara menggerakkan hubungan atau pelaku ekonomi dalam hal ini toke aren. Jaringan sosial merupakan perekat yang menyatukan individu-individu Universitas Sumatera Utara
secara bersama-sama ke dalam suatu sistem terpadu. Keterlekatan hubungan timbal-balik dan koneksi semuanya merupakan hubungan jaringan baik setiap tindakan tertentu melekat dalam struktur yang lebih luas (Damsar, 2002:45). Aktor dalam jaringan sosial berhubungan satu dengan lainnya. Melalui jaringan sosial, individu-individu ikut serta dalam tindakan yang respositas (hubungan timbalbalik) dan melalui hubungan ini pula diperoleh keuntungan yang saling memberikan apa yang dibutuhkan satu sama lain.
2.4 Modal Sosial Modal Sosial adalah (social capital) pertama kali muncul dalam kajian masyarakat (community studies) untuk menunjukkan pentingnya jaringan hubungan pribadi yang kuat dan dalam (crosscutting), yang berkembang perlahan-lahan sebagai landasan bagi saling percaya, kerjasama, dan tindakan kolektif dari komunitas yang bersangkutan. Jaringan ini menentukan bertahannya dan berfungsinya sebuah kelompok masyarakat. Walaupun pada awalnya kajian tentang modal sosial ini lebih merupakan upaya untuk memahami kehidupan kelompok-kelompok penduduk perkotaan dan para penghuni daerah-daerah kumuh (slums), dalam perkembangan selanjutnya teori tentang modal sosial banyak membantu para peneliti kajian organisasi (organization studies) dan praktisi bisnis (http://74.125.153.132/search? ). Modal sosial merupakan modal dasar dalam dari para toke untuk menjalankan usahanya di bidang pembelian gula aren. Unsur unsur/ elemen-elemen dari pada modal sosial terebut yang bisa menjelaskan bagaimana strategi toke yang di terapkan di dalam masyarakat desa. Elemen-elemen tersebut antara lain: Tras, jaringan sosial, norma. Starategi yang di gunakan toke tersebut tidak membutuhkan modal yang besar artinya Universitas Sumatera Utara
dengan modal sosial maka usahanya bisa berjalan. Karena walaupun seseorang punya modal besar belum tentu bisa membeli gula aren.
Adapun penjelasan dari pada elemen-elemen modal sosial adalah:
1. Kepercayaan Sebagaimana dijelaskan Fukuyama (1995), kepercayaan adalah harapan yang tumbuh di dalam sebuah masyarakat yang ditunjukkan oleh adanya perilaku jujur, teratur, dan kerjasama berdasarkan norma-norma yang dianut bersama. Kepercayaan sosial merupakan penerapan terhadap pemahaman ini. Cox (1995) kemudian mencatat bahwa dalam masyarakat yang memiliki tingkat kepercayaan tinggi, aturan-aturan sosial cenderung bersifat positif; hubungan-hubungan juga bersifat kerjasama. Menurutnya ‘We expect othersto manifest good will, we trust our fellow human beings. We tend to work co-operatively, to collaborate with others in collegial relationships (Cox, 1995: 5). Kepercayaan sosial pada dasarnya merupakan produk dari modal sosial yang baik. Adanya modal sosial yang baik ditandai oleh adanya lembaga-lembaga sosial yang kokoh; modal sosial melahirkan kehidupan sosial yang harmonis (Putnam, 1995). Kerusakan modal sosial akan menimbulkan anomie dan perilaku anti sosial (Cox, 1995). 2. Norma Norma-norma terdiri dari pemahaman-pemahaman, nilai-nilai, harapan-harapan dan tujuan-tujuan yang diyakini dan dijalankan bersama oleh sekelompok orang. Norma-norma dapat bersumber dari agama, panduan moral, maupun standar-standar sekuler
seperti
halnya
kode
etik
profesional. Norma-norma
dibangun
dan
berkembang berdasarkan sejarah kerjasama di masa lalu dan diterapkan untuk
Universitas Sumatera Utara
mendukung iklim kerjasama (Putnam, 1993; Fukuyama, 1995). Norma-norma dapat merupaka pra-kondisi maupun produk dari kepercayaan sosial. 3. Jaringan Infrastruktur dinamis dari modal sosial berwujud jaringan-jaringan kerjasama antar manusia (Putnam, 1993). Jaringan tersebut memfasilitasi terjadinya komunikasi dan interaksi,
memungkinkan
tumbuhn ya
kepercayaan
dan memperkuat kerjasama.
Masyarakat yang sehat cenderung memiliki jaringan-aringan sosial yang kokoh. Orang mengetahui dan bertemu dengan orang lain. Mereka kemudian membangun inter-relasi yang kental, baik bersifta formal maupun informal (Onyx, 1996). Putnam
(1995)
memperkuat
berargumen
bahwa jaringan-jaringan sosial
yang erat
akan
perasaan kerjasama para anggotanya serta manfaat-manfaat dari
partisipasinya itu.Bersandar pada parameter di atas, beberapa indikator kunci yang dapat dijadikan ukuran modal sosial antara lain (Spellerber, 1997; Suharto, 2005b): 1. Perasaan identitas 2. Perasaan memiliki atau sebaliknya, perasaan alienasi 3. Sistem kepercayaan dan ideologi 4. Nilai-nilai dan tujuan-tujuan 5. Ketakutan-ketakutan 6. Sikap-sikap terhadap anggota lain dalam masyarakat 7. Persepsi mengenai akses terhadap pelayanan, sumber dan fasilitas 8. (misalnya pekerjaan, pendapatan, pendidikan, perumahan, kesehatan, 9. transportasi, jaminan sosial) 10. Opini mengenai kinerja pemerintah yang telah dilakukan terdahulu 11. Keyakinan dalam lembaga-lembaga masyarakat dan orang-orang pada umumnya Universitas Sumatera Utara
12. Tingkat kepercayaan 13. Kepuasaan dalam hidup dan bidang-bidang kemasyarakatan lainnya 14. Harapan-harapan yang ingin dicapai di masa depan
Dapat dikatakan bahwa modal sosial dilahirkan dari bawah (bottom-up), tidak hierarkis dan berdasar pada interaksi yang saling menguntungkan. Oleh karena itu, modal sosial bukan merupakan produ k dari inisiatif dan kebijakan . Namun demikian, modal sosial dapat ditingkatkan atau dihancurkan oleh negara melalui kebijakan publik (Cox, 1995; Onyx, 1996).
2.5 Patron-Klien Patron-klien merupakan sebagai suatu hubungan
(dua orang) yang melibatkan
persahabatan instrumental, dalam hal ini patron yang memiliki perdagangan, menggunakan pengaruh dan sumber-sumber yang ada padanya untuk memberikan perlindungan, kemudahan dan informasi harga, keuntungan dan sebagiannya kepada klien yang berstatus rendah. Namun walaupun patron memberikan perlindungan dan bantuan dalam bentuk yang lain sangat dibutuhkan klien untuk menghindari kesulitan yang sering mengancam kehidupan dan keluarganya oleh para ahli ilmu sosial melihat secara ekonomis secara ekonomi kerja sama yang terjadi antara patron-klien tidak saling menguntungkan. Yang selalu beruntuk dalam kerja sama ini adalah pihak patron sebagai pelindung Hubungan antara petani dan elit agraris dapat diibaratkan sebagai hubungan pertukaran yang vertikal, dimana perubahan-perubahan dalam legitimasi kaum elit secara kolektif maupun individual berhubungan langsung baik dengan perubahan dalam neraca
Universitas Sumatera Utara
peralihan barang
dan jasa, nilai perdagangan diantara mereka maupun dalam sifat
kelengkapan pertukaran tersebut. Dalam kehidupannya, masyarakat memiliki suatu kebutuhan yang mendasar yaitu keinginan
untuk
mempertahankan
hidup.
Keinginan
untuk
mempertahankan
kelangsungan hidup tersebut diwujudkan dalam berbagai bentuk usaha untuk mencapai tujuan. Manusia tidak hanya bertindak dan melakukan pemilihan terhadap sejumlah metode dan cara untuk mencapai tujuan yang bervariasi. Tindakan manusia selalu mengandung tujuan serta melibatkan variabel-variabel yang ada didalam dirinya yang saling mengkait, yaitu: emosi, pikiran serta mengikuti berbagai peraturan dalam kehidupan, baik dalam lingkungan sosial maupun lingkungan pribadinya sendiri.
Hubungan patron klien adalah pertukaran hubungan antara kedua peran yang dapat dinyatakan sebagai kasus khusus dari ikatan yang melibatkan persahabatan instrumental dimana seorang individu dengan status sosio-ekonominya yang lebih tinggi (patron) menggunakan pengaruh dan sumber dayanya untuk menyediakan perlindungan, serta keuntungan-keuntungan bagi seseorang dengan status yang dianggapnyanya lebih rendah (klien). Klien kemudian membalasnya dengan menawarkan dukungan umum dan bantuan termasuk jasa pribadi kepada patronnya. Sebagai pola pertukaran yang tersebar, jasa dan barang yang dipertukarkan oleh patron dan klien mencerminkan kebutuhan yang timbul dan sumber daya yang dimiliki oleh masing-masing pihak. Adapun arus patron ke klien yang dideteksi oleh james scott berkaitan dengan kehidupan petani adalah:
1. Penghidupan subsistensi dasar yaitu pemberian pekerjaan tetap atau tanah untuk bercocoktanam
Universitas Sumatera Utara
2. Jaminan krisis subsistensi, patron menjamin dasar subsistensi bagi kliennya dengan menyerap kerugian-kerugian yang ditimbulkan oleh permasalahan pertanian (paceklik dll) yang akan mengganggu kehidupan kliennya
3. Perlindungan dari tekanan luar
4. Makelar dan pengaruh. Patron selain menggunakan kekuatanya untuk melindungi kliennya,
ia
juga
dapat
menggunakan
kekuatannya
untuk
menarik
keuntungan/hadiah dari kliennya sebagai imbalan atas perlindungannya.
5. Jasa patron secara kolektif. Secara internal patron sebagai kelompok dapat melakukan fungsi ekonomisnya secara kolektif. Yaitu mengelola berbagai bantuan secara kolektif bagi kliennya.
Sedangkan arus dari klien ke patron, adalah jasa atau tenaga yang berupa keahlian teknisnya bagiu kepentingan patron. Adapun jasa-jasa tersebut berupa jasa pekerjaan dasar/pertanian, jasa tambahan bagi rumah tangga, jasa domestik pribadi, pemberian makanan secara periodik dll. Bagi klien, unsur kunci yang mempengaruhi tingkat ketergantungan dan penlegitimasiannya kepada patron adalah perbandingan antara jasa yang diberikannya kepada patron dan dan hasil/jasa yang diterimannya. Makin besar nilai yang diterimanya dari patron dibanding biaya yang harus ia kembalikan, maka makin besar kemungkinannya ia melihat ikatan patron-klien itu menjadi sah dan legal.
Dalam suatu kondisi yang stabil, hubungan kekuatan antara patron dan klien menjadi suatu norma yang mempunyai kekuatan moral tersendiri dimana didalamnya berisi hakhak dan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh kedua belah pihak.
Universitas Sumatera Utara
Norma-norma tersebut akan dipertahankan sejauh memberikan jaminan perlindungan dan keamanan dasar bagi klien. Usaha-usaha untuk merusmuskan kembali hubungan tersebut kemudian dianggap sebagai usaha pelanggaran yang mengancam struktur interaksi itu sehingga sebenarnya kaum elitlah/patronlah yang selalu berusaha untuk mempertahankan sistem tersebut demi mempertahankan keuntungannya. Hubungan ini adalah berlaku wajar karena pada dasarnya hubungan sosial adalah hubungan antar posisi atau status dimana masing-masing membawa perannya masing-masing. Peran ini ada berdasarkan fungsi masyarakat atau kelompok, ataupun aktor tersebut dalam masyarakat, sehingga apa yang terjadi adalah hubungan antar posisi dikeduanya.
Tujuan dasar dari hubungan patron klien bagi klien yang sebenarnya adalah penyediaan jaminan sosial dasar bagi subsistensi dan keamanan. Apabila hubungan dagang/pertukaran yang menjadi dasar pola hubungan patron klien ini melemah karena tidak lagi memberikan jaminan sosial dasar bagi subsistensi dan keamanan maka klien akan mempertimbangkan hubungannya dengan patron menjadi tidak adil dan eksploitatif. Yang terjadi kemudian legitimasi bukanlah berfungsi linear dari neraca pertukaran itu.Oleh sebab itu tidak mengherankan jika ada tuntutan dari pihak klien terhadap patronnnya untuk memenuhi janji-janji atau kebutuhan dasarnya sesuai dengan peran dan fungsinya.
Dalam sebuah skema digambarkan dalam perkebunan aren. Perkebunan aren merupakan usaha yang digeluti di daerah pedesaan. Jadi akses untuk memasarkanya ke luar kota harus lah memerlukan agen. Atau yang sering di sebut dengan istilah” toke”. Dalam hal ini dia lah yang pemasarkan gula merah ke beberapa kota di indonesia. Jadi
Universitas Sumatera Utara
toke yang mengumpulkan dari petani. Dan dari petani di jula ke distributor ke kota kota besar di indonesia. Dan peroses ini berjalan disebabkan karena adanya jaringan sosial. Skema jaringan sosial mulai dari petani hingga ke pedagang”toke” gula aren sampai pada konsumen.
Petani Aren
pengecer
Anak buah toke
Toke Besar
Penampung dalam partai besar di kota medan
konsumen
Gambar 2.1 Mata Rantai Hubungan Perdagangan Gula Aren di Desa Hutabaringin
Universitas Sumatera Utara