BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pencemaran Air Perkembangan pesat dalam dunia industri selain memberikan dampak positif seperti peningkatan taraf ekonomi, juga memiliki dampak negatif seperti adanya pencemaran lingkungan. Dampak paling dirasakan adalah pencemaran di lingkungan perairan karena semua limbah yang dihasilkan dari aktivitas manusia pada akhirnya akan bermuara ke perairan seperti laut. Pencemaran di lingkungan perairan terutama di kota-kota besar didominasi oleh limbah- limbah industri baik yang berskala kecil maupun berskala besar. Beberapa industri menghasilkan limbah yang mengandung bahan-bahan kimia berbahaya seperti logam- logam berat, sehingga merubah tampilan fisik dan kimia dari air yang tercemar. Logamlogam yang terdapat di lingkungan perairan umumnya berada dalam bentuk ion. Ion- ion itu ada yang merupakan ion- ion bebas, pasangan ion organik, ion- ion kompleks dan bentuk-bentuk ion lainnya (Palar, 2004). Logam- logam berat yang terlarut dalam badan perairan pada konsentrasi tertentu akan berfungsi sebagai sumber racun bagi kehidupan perairan. Meskipun daya racun yang ditimbulkan oleh satu jenis logam berat terhadap semua biota perairan tidak sama, namun kehancuran dari satu kelompok dapat menjadikan terputusnya satu mata rantai kehidupan. Pada tingkat selanjutnya keadaan tersebut tentu saja dapat menghancurkan satu tatanan ekosistem perairan.
Ada banyak faktor yang mempengaruhi daya racun dari logam- logam berat yang terlarut dalam badan perairan, seperti bentuk logam dalam air, keberadaan logam- logam lain, sifat fisiologis dari biotanya, dan kondisi biota itu sendiri. B. Logam Krom 1. Sifat Krom Kromium bernomor atom 24, berat atom 51,996, titik cair 1875˚C, titik didih 2665˚C, dan massa jenis 7,19 g/ml. Kromium merupakan logam yang keras, tahan panas, elektropositif, dan merupakan penghantar panas yang baik. Di alam unsur ini tidak ada dalam bentuk logam murni. Sumber alami kromium sangat sedikit,yaitu batuan chromite (FeCr2 O4 ) dan chromic oxide (Cr2 O3 ). Di perairan alami kromium jarang ditemukan dan biasanya dalam bentuk kromium trivalent (Cr
3+
) dan kromium hexavalent (Cr
6+
). Sumber Cr6+ berasal dari industri
pelapisan logam dan produksi pigmen. Cr3+ banyak terdapat dalam limbah industri pencelupan tekstil, keramik gelas, dan dari kegiatan penyamakan kulit. Organisme akuatik dapat terpapar oleh Cr melalui media itu sendiri, sedimen maupun makanan. Toksisitas unsur Cr terhadap organisme perairan tergantung pada bentuk kromium, bilangan oksidasinya, dan pH. Penurunan pH dan kenaikan suhu dapat meningkatkan toksisistas Cr6+ terhadap organisme air. Toksisitas Cr6+ lebih besar daripada toksisitas Cr
3+
. Cr
6+
yang larut di
dalam air sebagian besar diserap oleh ikan melalui insang sehingga akumulasinya paling banyak didapatkan pada insang dari pada organ lainnya. Kadar kromium pada perairan tawar biasanya kurang dari 0,001mg/l dan pada perairan laut sekitar 0,00005 mg/l. Kromium trivalen biasanya tidak ditemukan pada perairan tawar,
sedangkan pada perairan laut sekitar 50% kromium merupakan kromium trivalent. Kadar kromium yang diperkirakan aman bagi kehidupan akuatik adalah sekitar 0,05 mg/l. Kadar kromium 0,1 mg/l dianggap berbahaya bagi kehidupan organisme laut. Kadar maksimum kromium untuk keperluan air baku air minum dan kegiatan perikanan menurut Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001 adalah sebesar 0,05 mg/l (Apriadi, 2005). 2. Dampak Pe ncemaran Krom di Lingkungan Perairan Dalam perairan krom dapat masuk melalui dua cara yaitu secara alamiah dan non alamiah. Masuknya krom secara alamiah dapat terjadi oleh beberapa faktor fisika, seperti erosi atau pengikisan yang terjadi pada batuan mineral. Disamping itu debu-debu dan partikel-partikel krom yang di udara akan dibawa turun oleh air hujan. Masuknya krom yang terjadi secara non alamiah lebih merupakan dampak dari aktivitas manusia. Sumber-sumber krom yang berkaitan dengan aktivitas manusia dapat berupa limbah atau buangan industri sampai buangan rumah tangga (Palar, 2004). Organisme air sangat dipengaruhi oleh keberadaan logam berat di dalam air seperti krom terutama pada konsentrasi yang melebihi batas normal. Logam berat yang terdapat di air akan terakumulasi dalam tubuh organisme 100 sampai 1000 kali lebih besar dari lingkungan. Akumulasi melalui proses ini disebut bioakumulasi. Kemampuan organisme air dalam menyerap (absorpsi) dan mengakumulasi logam berat dapat melalui beberapa cara, yaitu mela lui saluran pernapasan (insang), saluran pencernaan dan difusi permukaan kulit. Namun sebagian besar logam berat masuk ke dalam tubuh organisme air melalui rantai
makanan dan hanya sedikit yang diambil dari air. Akumulasi dalam tubuh organisme air dipengaruhi oleh konsentrasi bahan pencemar dalam air, kemampuan akumulasi, sifat organisme (jenis, umur dan ukuran) dan lamanya pernapasan. Organisme
air
yang
terakumulasi
krom bila
dikonsumsi
dapat
menyebabkan keracunan. Keracunan yang disebabkan oleh senyawa-senyawa ion krom pada manusia ditandai dengan kecenderungan terjadinya pembengkakan pada hati. Tingkat keracunan krom pada manusia diukur melalui kadar atau kandungan krom dalam urine, dan kristal asam khromat (Laksito, 2009). C. Kerang Hijau 1. Taksonomi Kerang hijau merupakan organisme yang termasuk golongan biota yang bertubuh lunak (mollusca), bercangkang dua (bivalvia), insang berlapis (lamellibrachiata), berkaki lapak (pelecypoda) dan hidup dilaut (Aidia, 2011). Adapun taksonomi kerang hijau adalah sebagai berikut: Kingdom
: Animalia
Filum
: Mollusca
Kelas
: Pelecypoda (Lamellibranchia, Bivalvia)
Ordo
: Filibrachia
Famili
: Pernaidae
Genus
: Perna
Spesies
: Perna viridis
Habitat kerang hijau mempunyai kisaran suhu antara 27˚C - 34˚C, salinitas 27% - 34%, pH 6 - 8, kecerahan 2,6 - 4,0 m dan kedalaman sampai 20 m. Kerang ini mempunyai kebiasaan hidup yang berbeda dari kerang jenis lainnya. Kerang ini senang melekat pada benda-benda keras yang ada di sekelilingnya. Organisme ini tidak mati walaupun tidak terendam selama air laut sedang surut (Akbar, 2002). 2. Morfologi
Gambar 1. Kerang hijau (Perna viridis) (Apriadi, 2005) Jika dibuat sayatan memanjang dan melintang, tubuh kerang akan tampak bagian-bagian sebagai berikut. Paling luar adalah cangkang yang berjumlah sepasang, fungsinya untuk melindungi seluruh tubuh kerang. Mantel, jaringan khusus, tipis dan kuat sebagai pembungkus seluruh tubuh yang lunak. Mantel terdapat di bagian dorsal meliputi seluruh permukaan dari cangkang dan bagian tepi. Pada bagian belakang mantel terdapat dua lubang yang disebut sifon. Sifon atas berfungsi untuk keluarnya air, sedangkan sifon bawah sebagai tempat masuknya air. Kerang juga mempunyai insang yang berlapis- lapis dan berjumlah dua pasang. Dalam insang ini banyak mengandung pembuluh darah. Pertukaran O2 dan CO 2 terjadi pada insang dan sebagian mantel. Alat peredaran darah sudah agak lengkap dengan pembuluh darah terbuka. Sistem pencernaan dari mulut sampai anus. Sistem sarafnya terdiri dari 3 pasang ganglion yang saling
berhubungan yaitu ganglion anterior terdapat di sebelah ventral lambung, ganglion pedal terdapat pada kaki, ganglion posterior terdapat di sebelah ventral otot aduktor posterior. Selain itu kerang juga mempunyai kaki pipih. Bila akan berjalan kaki dijulurkan ke anterior. Cangkang kerang terdiri atas tiga lapis (dari luar ke dalam), yaitu: a. Periostrakum Merupakan lapisan tipis dan gelap yang tersusun atas zat tanduk yang dihasilkan oleh tepi mantel, sehingga sering disebut lapisan tanduk, fungsinya untuk melindungi lapisan yang ada di sebelah dalamnya dan lapisan ini berguna untuk melindungi cangkang dari asam karbonat dalam air serta memberi warna cangkang. b.
Prismatik Lapisan tengah yang tebal dan terdiri atas kristal-kristal kalsium karbonat
yang berbentuk prisma yang berasal dari materi organik yag dihasilkan oleh tepi mantel. c. Nakreas Merupakan lapisan terdalam yang tersusun atas kristal-kristal halus kalsium karbonat, merupakan lapisan mutiara yang dihasilkan oleh seluruh permukaan mantel. Dilapisan ini, materi organik yang ada lebih banyak daripada di lapisan prismatik. Lapisan ini tampak berkilauan dan banyak terdapat pada tiram/kerang mutiara. Jika terkena sinar, mampu mamancarkan keragaman warna. Lapisan ini sering disebut sebagai lapisan mutiara.
3. Kandungan Ke rang Hijau (Perna viridis) Kerang hijau (Perna viridis) merupakan salah satu jenis kerang yang digemari masyarakat, memiliki nilai ekonomis dan kandungan gizi yang sangat baik untuk dikonsumsi. Tabel 1. Komposisi kimia rata-rata daging kerang (Sugiyono, 1992) No.
Komposisi kimia
Kadar
1.
Air
85 %
2.
Protein
8%
3.
Lemak
1,1 %
4.
Karbohidrat
3,6 %
5.
Ca
13,3 mg/100 g
6.
P
170 mg/100 g
7.
Fe
3,1 mg/100 g
8.
Vitamin A
300 SI
9.
Vitamin B1
0,01 mg/100 g
4. Manfaat Kerang hijau (Perna viridis) memiliki banyak manfaat, seperti: a. Pada daging kerang hijau terdapat zat yang dapat membantu meningkatkan
kerja organ hati dalam tubuh manusia. b. Sedangkan ekstrak daging kerang hijau bermanfaat sebagai anti rematik dan
arhtritis (penyakit radang sendi).
c. Selain untuk konsumsi daging kerang hijau juga digunakan sebagai alternatif
pengganti tepung ikan (Hendar, 2011). d. Kerang hijau juga memiliki kegunakan sebagai bioindikator dari limbah
logam berat (Aidia, 2011).
D. Jeruk Nipis 1. Taksonomi Jeruk nipis merupakan salah satu jenis citrus yang berasal dari kawasan Asia Tenggara. Adapun sistematika jeruk nipis adalah sebagai berikut (Rukmana, 1996) : Kingdom
: Plantae (tumbuh-tumbuhan)
Divisi
: Spermatophyta (tumbuhan berbiji)
Sub-divisi
: Angiospermae (berbiji tertutup)
Kelas
: Dicotyledonae (biji berkeping dua)
Ordo
: Rutales
Famili
: Rutaceae
Genus
: Citrus
Spesies
: Citrus aurantifolia Swingle
Nama daerah
: Jeruk asam (Jawa), Limau asam (Sunda), Jeruk dhurga (Madura)
Nama asing
: Lime (Inggris), Lima (Spanyol), dan Limah (Arab)
2. Morfologi Tanaman Morfologi tanaman jeruk nipis memiliki susunan tubuh yang terdiri atas pohon atau batang, daun, bunga, buah, dan akar. Secara umum jeruk nipis termasuk tanaman tahunan (perennial) yang masa reproduksinya terjadi berulang- ulang. a. Batang
Gambar 2. Batang pohon jeruk nipis (Pranitasari, 2011) Batang jeruk nipis ukurannya relatif kecil, berkayu dan bercabang banyak, serta dapat mencapai tinggi 1,5 – 3,5 meter atau lebih. Pada bagian batang, cabang, dan ranting terdapat banyak duri dengan tata letak berjauhan dan ukurannya relatif pendek. b. Daun
Gambar 3. Daun jeruk nipis (Pranitasari, 2011) Daun jeruk nipis bentuknya bulat telur, memiliki tangkai daun bersayap, dan ujung daun agak tumpul. Warna daun pada permukaan bawah umumnya hijau
muda, sedangkan di bagian permukaaan atas berwarna hijau tua mengkilap. Bila daun digosok-gosok dengan tangan, akan menebar aroma khas yang harum. c. Bunga
Gambar 4. Bunga jeruk nipis (Wijanarti, 2008) Selama fase reproduksi, jeruk nipis menghasilkan bunga majemuk yang keluar dari ketiak daun pada ujung tangkai. Bunga-bunga berukuran kecil dengan kelopak bunga berwarna kemerah- merahan. d. Buah
Gambar 5. Buah jeruk nipis (Naziq, 2012) Buah jeruk nipis berbentuk bulat sampai bulat telur. Diameter buahnya sekitar 3-6 cm, ketebalan kulit buahnya berkisar 0,2-0,5 mm, dan permukaannya memiliki kelenjar yang banyak sekali. Buahnya kadang-kadang memiliki papila atas berwarna kuning kehijau-hijauan.
Daging buah jeruk nipis bersegmen,
segmen buahnya berdaging hijau kekuning-kuningan dan mengandung banyak sari buah yang beraroma harum. Sari buahnya asam sekali, sari buahnya yang asam berisi asam sitrat berkadar 7-8 % dari berat daging buah (Sarwono, 2001). e. Akar Sistem perakaran tanaman jeruk nipis menyebar ke semua arah dan cukup dalam. Percabangan akar relatif banyak, namun kurang memiliki rambut akar, sehingga untuk pertumbuhan yang optimal menghendaki keadaan tanah (media) subur, kaya bahan organik dan cukup air. 3. Varietas Jeruk Nipis Dewasa ini belum banyak jenis atau varietas jeruk nipis hasil mutasi alam atau rekayasa manusia sebagaimana terjadi pada jenis-jenis jeruk lainnya. Meskipun demikian berkat kemajuan teknologi di bidang pertanian,telah dihasilkan jeruk nipis tanpa biji (non-biji). Sehingga jeruk nipis dapat digolongkan menjadi 2 golongan yaitu jeruk nipis berbiji dan jeruk nipis non-biji. 4. Manfaat Jeruk Nipis Buah jeruk selain kaya vitamin dan mineral, juga mengandung zat “Bioflavonoid” yang berguna untuk mencegah terjadinya pendarahan pada pembuluh nadi, kemunduran mental dan fisik, serta mengurangi luka memar (bruise). Buah jeruk nipis juga sering digunakan sebagai bahan minuman dan pencampur berbagai masakan serta menghilangkan bau amis pada ikan. Dalam kehidupan sehari- hari, buah jeruk nipis sering digunakan sebagai bahan obat-obatan tradisional. Beberapa jenis penyakit yang dapat diobati dengan jeruk nipis antara lain batuk, panas pada anak, polip, serta sakit amandel
(Rukmana, 1996). Selain itu kandungan asam sitrat yang terdapat pada jeruk nipis dapat digunakan untuk menurunkan kadar logam berat. 5. Kandungan Jeruk Nipis Buah jeruk nipis memiliki rasa pahit, asam, bersifat sedikit dingin,dan kandungan gizi dalam tiap 100 gram buah jeruk nipis tertera pada tabel 2. Tabel 2. Kandungan gizi dalam tiap 100 gram buah jeruk nipis (Rukmana, 1996) No
Kandungan Gizi
Kadar
1.
Kalori
37,00 kal
2.
Protein
0,80 g
3.
Lemak
0,10 g
4.
Karbohidrat
12,30 g
5.
Kalsium
40,00 mg
6.
Fosfor
22,00 mg
7.
Zat Besi
0,60 mg
8.
Vitamin A
-
9.
Vitamin B1
0,04 mg
10.
Vitamin C
27,00 mg
11.
Air
86,00 mg
12.
Bagian yang dapat dimakan
76,00 %
Selain itu ada beberapa bahan kimia lain yang terkandung dalam jeruk nipis diantaranya adalah asam sitrat sebanyak 7-8%.
6. Uji Asam Sitrat pada Je ruk Nipis Untuk menguji keberadaan asam sitrat dalam jeruk nipis dapat dilakukan dengan uji kualitatif sebagai berikut: a. Sampel + FeCl3 → warna kuning b. Sampel + pereaksi cuprifil → warna biru muda 7. Uji Vitamin C pada jeruk Nipis Untuk menguji keberadaan vitamin C dalam jeruk nipis dapat dilakukan dengan uji kualitatif sebagai berikut: a. Sampel + benedict (dipanaskan sampai mendidih selama 2 menit) → endapan hijau kekuning-kuningan sampai merah bata b. Sampel dinetralkan dengan NaHCO 3 5% + FeCl3 1% → warna merah-ungu E. Spektrofotometer 1. Pengertian Spektrofotometer adalah suatu alat atau instrumen untuk mengukur transmisi atau absorben suatu contoh sebagai fungsi panjang gelombang (Kristanto, 2011). 2. Jenis Spektrofotometer Ada tiga jenis spektrofotometer yang dikenal, yaitu: a. Single beam ( berkas sinar tunggal ) spektrofotometer Spektrofotometer jenis ini banyak digunakan karena cukup murah tapi memberikan hasil yang memuaskan. Spektrofotometer jenis ini hanya satu berkas
sinar sehingga dalam praktek pengukuran sampel dan larutan blangko atau standar harus dilakukan bergantian dengan sel yang sama. b. Double beam (berkas ganda) spektrofotometer Spektrofotometer jenis ini biasa ditemui pada spektrofotometer yang telah memakai automatis absorbansi (A) sebagai fungsi panjang gelombang (λ). Spektrofotometer jenis ini mempunyai dua buah berkas sinar sehingga dalam pengukuran absorbansi tidak perlu bergantian antara sempel dan larutan blangko, tetapi dilakukan secara paralel. c. Gilford spektrofotometer Spektrofotometer jenis ini banyak dipakai di laboratorium biokimia dan mempunyai beberapa kuntungan dibanding spektrofotometer biasa, karena mampu membaca absorbansi (A) sampai satuan 3 (spektrofotometer biasa 0,1,1,0). Ini disebabkan karena spektrofotometer ini menggunakan photomultiplier feed back sirkut. 3. Metode Analisis Ada tiga metode yang biasa dipakai dalam analisis secara spektrofotometer, yaitu: a. Metode Standar Tunggal Metode ini sangat praktis karena menggunakan satu larutan standar yang telah diketahui konsentrasinya, selanjutnya absorbansi larutan standar dan absorbansi larutan sampel diukur dengan spektrofotometer. b. Metode Kurva Kalibrasi Dalam metode ini dibuat suatu seri larutan standar dengan berbagai konsentrasi selanjutnya absorbansi masing- masing larutan tersebut diukur dengan
spektrofotometri. Kemudian dibuat grafik antara konsentrasi dengan absorbs i yang merupakan garis lurus melewati titik.
Y y =bx + a
X
Keterangan : Y = absorbansi X = konsentrasi c. Metode Adisi Standar Metode ini dipakai secara luas karena mampu meminimalkan kesalahan yang disebabkan oleh perbedaan kondisi lingkaran (matriks) sampel dan standar. Dalam metode ini dua atau lebih sejumlah volume tertentu dari sampel dipindahkan kedalam labu takar. Satu larutan diencerkan sampai volume tertentu kemudian diukur absorbansinya tanpa ditambah dengan zat standar, sedangkan larutan yang lain sebelum diukur absorbansinya ditambahkan terlebih dahulu dengan sejumlah tertentu larutan standar dan diencerkan seperti pada larutan yang pertama. 4. Komponen Spektrofotometer Pada dasarnya semua spektrofotometer mempunyai komponen yang sama seperti gambar di bawah ini :
Sumber energi
Monokromato r
Kuvet
Detektor
Pengganda
Piranti baca a. Sumber energi cahaya yang berkesinambungan yang meliputi daerah spectrum. b. Monokromator yai c. Suatu piranti yang menghubungkan pita yang sempit panjang gelombang dari spektrum lebar yang dipancarkan oleh sumber cahaya. d. Wadah sampel (kuvet) adalah sel yang digunakan untuk menaruh cairan ke dalam berkas cahaya spektrofotometri. e. Detektor yang berupa transduser yang mengubah energi cahaya menjadi suatu isyarat listrik. f.
Isyarat listrik dari detektor akan diperkuat dan dibaca pada piranti baca.
5. Penetapan Kadar Cr Metode Spektrofotometri a. Prinsip Ion
Cr
dalam
suasanan
asam bereaksi dengan
difenilkarbazida
menghasilkan senyawa berwarna merah ungu (lembayung). Serapan diukur dengan spektrofotometer pada λ 540 nm.
b. Reaksi
H
H
N- N-H
N-N- H
C=O
+ Cr2O72- → C = O
N-N-H
+ Cr3+ + 4H2 O
N=N
H
diphenilkarbazida
diphenilkarbazida 2+
H N-N-H C=O N=N
diphenilkarbazida
N=N 3+
+ Cr → C = O
Cr
N=N
diphenilkarbazon (lembayung)
Gambar 6. Reaksi Kompleks Difenilkarbazida (Vogel, 1990)