perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Kebijakan Publik Kebijakan publik adalah ilmu multidisipliner karena terdapat banyak disiplin ilmu didalamnya seperti ilmu ekonomi, politik, sosial, dan psikologi. Studi kebijakan mulai berkembang pada 1970-an melalui tulisan Harold D. Laswell. Definisi dari kebijakan publik yang awalnya dikemukakan oleh Laswell dan Kaplan (1995) mendefinisikan kebijakan publik adalah suatu program yang diproyeksikan dengan tujuan-tujuan, nilai-nilai, dan praktik-praktik tertentu. Definisi kebijakan publik yang sama juga dikemukakan oleh Edwards dan Sharkansky (2008) menjelaskan kebijakan publik sebagai sebuah tindakan pemerintah yang berupa program-program pemerintah untuk mencapai sebuah tujuan. Kebijakan publik memiliki kesamaan utama yaitu “tujuan”, “nilainilai”, dan “praktik”. Kebijakan publik selalu memiliki tujuan, seperti kebijakan pemerintah menghapus subsidi BBM dan mengalihkan subsidi tersebut ke hal lain yang lebih efektif yaitu ke sektor infrastruktur dan kesejahteraan
rakyat
yang
diharapkan
dapat
dirasakan
langsung
manfaatnya oleh seluruh masyarakat. Dye (2005) menjelaskan kebijakan publik adalah adalah segala yang dikerjakan pemerintah, mengapa mereka melakukan, dan perbedaan yang dihasilkanya. Pemahaman bahwa “keputusan” berarti juga ketika pemerintah memutuskan untuk “tidak memutuskan”, “tidak mengubris” atau commit to user
9
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
memutuskan untuk “tidak memperdulikan” suatu isu. Edwards dan Sharkansky (2008) juga menyatakan definisi yang sama yakni kebijakan publik merupakan apa yang dinyatakan dan dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah yang dapat ditetapkan dalam peraturan perundangundangan yang berbentuk pidato-pidato dan wacana yang diungkapkan pejabat politik dan pejabat pemerintah yang segera ditindaklanjuti dengan program-program dan tindakan pemerintah. Definisi baik dari Dye maupun Edwards dan Sharkansky samasama memiliki sebuah kesamaan bahwa kebijakan publik juga termasuk dalam keputusan untuk tidak melakukan, atau menunda tindakan apapun. Misalnya
adalah
pada
keputusan
pemerintah
untuk
menunda
melaksanakan Undang-Undang Anti Pornografi dan Pornoaksi sehingga dalam hal ini pemerintah tidak melakukan tindakan apapun untuk melaksanakan Undang-Undang tersebut, hal tersebut merupakan sebuah kebijakan publik. Anderson (2005) mengatakan kebijakan publik adalah kebijakan yang ditetapkan oleh badan-badan dan aparat pemerintah. Sejalan dengan definisi menurut Laswell dan Kaplan, David Easton (2005) mengartikan kebijakan publik sebagai pengalokasian nilai-nilai kepada masyarakat, karena setiap kebijakan mengandung berbagai nilai di dalamnya. Dari dua definisi ini dapat diartikan bahwa kebijakan publik masuk ke dalam berbagai nilai yang ada didalam masyarakat. contohnya adalah adanya pergeseran nilai-nilai yang ada pada masyarakat dapat menimbulkan kebijakan publik, seperti pada masyarakat yang sangat terbuka akan nilaicommit to user
10
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
nilai baru, dapat membuat beberapa negara mengeluarkan kebijakan yang melegalkan perkawinan sesama jenis. Negara juga dapat mengkampanyekan atau bahkan memaksakan suatu nilai baru kepada masyarakat, seperti pada contoh program KB yang pada mulanya sempat ditentang oleh sebagian kalangan masyarakat tetapi pada akhirnya dapat diterima oleh masyarakat itu sendiri setelah pemerintah mengeluarkan kebijakan tentang program KB, memberikan penyuluhan, menyediakan sarana dan prasarana dan merangkul berbagai pemuka agama untuk mendukung program KB tersebut. Kismartini (2005), mengartikan kebijakan adalah serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dengan menunjukkan hambatan-hambatan dan kesempatan-kesempatan terhadap pelaksana usulan kebijakan tersebut dalam mencapai tujuan tertentu. Berdasarkan definisi diatas, dapat diartikan pemerintah harus memiliki kemampuan yang dapat diandalkan untuk merespon dan menaggulangi permasalahan yang ada dengan memperhatikan sumberdaya yang dimiliki serta menerima masukan dari seseorang/kelompok, sehingga ada jalan keluar yang terbaik dan dihasilkan melalui serangkaian proses yang fair. Berdasarkan berbagai definisi kebijakan publik yang dituliskan sebelumnya, maka kebijakan publik memiliki konsep-konsep sebagai berikut: a. Kebijakan publik memiliki tujuan, nilai- nilai, dan praktik pelaksanaanya
commit to user
11
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b. Kebijakan Publik dilakukan oleh pemerintah c. Kebijakan publik dapat berupa pilihan untuk dikerjakan atau tidak dikerjakan Kebijakan
publik
terdapat
dalam
Peraturan
Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/04/M.PAN/4/2007 tentang Pedoman Umum Formulasi, Implementasi, Evaluasi Kinerja, dan Revisi Kebijakan Publik di Lingkungan Lembaga Pemerintah Pusat dan Daerah. Dalam Peraturan Menteri ini, definisi kebijakan adalah “keputusan yang dibuat oleh suatu lembaga pemerintahan atau organisasi dan bersifat mengikat para pihak yang terkait dengan lembaga tersebut” dan definisi publik adalah “hal- ikhwal yang berkaitan dengan kepentingan orang banyak atau masyarakat luas”. Definisi kebijakan publik menurut pemerintah adalah “keputusan yang dibuat oleh pemerintah atau lembaga pemerintahan untuk mengatasi permasalahan tertentu, untuk melakukan kegiatan tertentu atau untuk mencapai tujuan tertentu yang berkenaan dengan kepentingan dan manfaat orang banyak”. Dalam Peraturan Menteri tersebut, kebijakan publik mempunyai dua bentuk “yaitu peraturan yang terkodifikasi secara formal dan legal, dan pernyataan pejabat publik di depan publik”. Kebijakan publik yang terkodifikasi berarti segenap peraturan perundang- undangan di tingkat pusat dan daerah. Kebijakan publik dapat berupa UndangUndang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Pemerintah Provinsi, Peraturan Pemerintah Kota/Kabupaten, dan Keputusan Walikota/Bupati.
commit to user
12
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Berdasarkan Peraturan Menteri tersebut, pernyataan pejabat publik di depan publik, baik dalam bentuk pidato tertulis, pidato lisan, termasuk pernyataan kepada media massa juga merupakan bagian kebijakan publik. Hal ini karena pejabat publik merupakan salah satu aktor yang berperan dalam pembuatan sampai implementasi kebijakan itu sendiri. Menurut Dye (2000) terdapat tiga elemen kebijakan yang membentuk sistem kebijakan. Ketiga elemen kebijakan tersebut adalah kebijakan publik, pelaku kebijakan, dan lingkungan kebijakan.
Pelaku Kebijakan
Lingkungan Kebijakan
Kebijakan
Sumber: Thomas R. Dye dalam Dunn (2000)
Gambar 2.1 Tiga Elemen Sistem Kebijakan Ketiga
elemen
pada
gambar
2.1
saling
berkaitan
dan
mempengaruhi. Contohnya pelaku kebijakan memiliki peranan dalam membuat kebijakan dan pelaku kebijakan dapat juga dipengaruhi oleh lingkungan kebijakan. Lingkungan kebijakan juga mempengaruhi dan dipengaruhi oleh pembuat kebijakan dan kebijakan publik. 1.1 Tahap Kebijakan Publik Menurut Anderson (2005) proses kebijakan melewati berbagai tahap seperti berikut: commit to user
13
perpustakaan.uns.ac.id
Policy agenda
digilib.uns.ac.id
Policy formulation
Policy adoption
Policy evaluation
Policy implementation
Sumber: James A. Anderson dalam Tilaar dan Nugroho (2005)
Gambar 2.2 Tahapan Kebijakan Publik Menurut Anderson Tahap- tahap pada gambar 2.2 memiliki lima proses. Proses pertama adalah perencanaan kebijakan (policy agenda): adanya permasalahan dan menjadikan permasalahan tersebut masuk dalam agenda pemerintah. Proses kedua adalah formulasi kebijakan (policy formulation):
mengembangkan
solusi
untuk
memecahkan
permasalahan tersebut. Proses ketiga adalah penentuan kebijakan (policy
adoption):
melaksanakan
melaksanakan
kebjakan.
Proses
proses keempat
atau adalah
strategi
untuk
implementasi
kebijakan (policy implementation): mengimplementasikan kebijakan oleh pemerintah untuk menyelesaikan masalah tersebut. Proses terakhir adalah evaluasi kebijakan (policy evaluation): melihat dan mengukur tingkat keberhasilan atau dampak kebijakan. Melihat konsekuensi dari kebijakan tersebut, apakah perlu untuk melakukan perubahan atau pembatalan. Tokoh lainya yaitu Dye mengemukakan tahapan proses kebijakan seperti berikut: Identification of policy problem
Agenda setting
Policy formulation
Policy legimitation
Policy implementation
Policy evaluation
Sumber: Thomas R. Dye dalam Dunn (2000)
Gambar 2.3 Tahapan Kebijakan Publik Menurut Dye Pada model Dye terdapat satu tambahan tahapan sebelum agenda
commit to user setting, yaitu identifikasi masalah kebijakan. Dalam model ini Dye
14
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
melihat ada tahapan yang harus dilalui sebelum agenda setting yaitu identification of policy problem. Selain itu Dye juga merubah tahap policy adoption dengan policy legimitation, namun hal ini bukan suatu masalah karena baik anderson maupun Dye sama- sama menekankan pada proses legitimasi dari kebijakan itu menjadi sebuah keputusan pemerintah yang sah. Selain tahap- tahap kebijakan yang dikemukakan Anderson dan Dye terdapat teori lain yang dikemukakan oleh Dunn. Sama seperti teori Anderson, namun disini Dunn mengemukakan model kebijakan yang bersifat siklis dibanding kebijakan yang bersifat tahap- tahapan. Dunn menambahkan proses forecasting, recommendation, dan monitoring. Dunn menambahkan analisis pada tiap tahap dari proses kebijakan dari model Anderson dan Dye. Dunn menggambarkan analisis pada tiap tahap proses kebijakan sebagai berikut: Perumusan masalah
Penyususnan agenda
Peramalan
Formulasi kebijakan
Rekomendasi
Adopsi kebijakan
Pemantauan
Implementasi kebijakan
Penilaian
Penilaian kebijakan
Sumber: Dunn (2000) commit to user Gambar 2.4 Model Analisis Kebijakan Dunn
15
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dunn mendefinisikan analisis kebijakan yang sesuai dengan semestinya. Pada tahap penyusunan agenda/ agenda setting, analisis yang mesti dilakukan adalah perumusan masalah/ identification of policy problem. Dalam hal ini Dunn membuat gabungan dari model Anderson dan Dye yaitu menyatukan tahapan antara identification of problem dan agenda setting dari Dye dengan tahap policy agenda dari Anderson. Pada tahap formulasi kebijakan/ policy formulation, terdapat langkah analisis yang seharusnya dilakukan yaitu peramalan/ forecasting. Peramalan menurutnya dapat menguji masa depan, mengestimasi akibat dari kebijakan, mengenali kendala-kendala yang mungkin akan terjadi, dan mengestimasi kelayakan politik (dukungan dan oposisi) dari berbagai pilihan. Pada tahap adopsi kebijakan/ policy adoption yang merupakan tahap yang dikemukakan oleh Anderson seharusnya dilakukan analisis rekomendasi kebijakan. Rekomendasi kebijakan merupakan hasil dari analisis berbagai alternatif kebijakan setelah alternatif-alternatif tersebut dilakukan estimasi terlebih dahulu dengan peramalan. Pada tahap implementasi kebijakan, Dunn melakukan analisis berupa pemantauan/ monitoring. Pemantauan menurutnya dapat membantu menilai tingkat kepatuhan, menemukan akibat-akibat yang tidak diinginkan, mengidentifikasi berbagai hambatan, dan menentukan pihak-pihak yang harus bertanggungjawab di setiap tahap kebijakan. Pada tahap akhir yaitu evaluasi kebijakanm, Dunn menyatakan
commit to user bahwa tahap ini tidak hanya menghasilkan kesimpulan tentang
16
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
seberapa jauh masalah telah diselesaikan namun juga memberikan penjelsan juga sekaligus kritik bagi nilai-nilai yang mendasari kebijakan, serta membantu penyesuaian dan perumusan kembali masalah. Dalam hal ini evaluasi juga memberikan timbal balik bagi perumusan masalah. Dwidjowijoto (2007) menjelaskan tahap-tahap dalam proses pembuatan kebijakan adalah sebagai berikut: a. Fase penyusunan agenda, dimana para pejabat baik itu yang dipilih lewat pemilu maupun yang diangkat, mengambil isu tertentu menjadi agenda publik. b. Fase formulasi kebijakan, dimana didalamnya pejabat merumuskan alternative kebijakan untuk mengatasi masalah yang dirumuskan. c. Adopsi kebijakan; disini alternative kebijakan dipilih dan diadopsi dengan dukungan dari mayoritas dan consensus kelembagaan. d. Implementasi kebijakan, yang didalamnya kebijakan yang diambil dilaksanakan oleh unit-unit administrasi dengan memobilisasi sumberdaya yang dimilikinya, terutama financial dan manusia. e. Penilaian kebijakan di sini unit-unit pemeriksaan dan akuntansi menilai apakah lembaga pembuatan kebijakan dan pelaksana kebijakan telah memenuhi persyaratan pembuatan kebijakan dan pelaksanaan kebijakan yang telah ditetapkan. Model-model kebijakan dari Anderson, Dye, Dunn dan Dwidjowijoto di atas memiliki satu persamaan, yaitu bahwa proses kebijakan berjalan mulai dari formulasi menuju implementasi untuk commit to user
17
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
memperoleh kinerja kebijakan. Nugroho (2008) menyatakan “Ada satu pola yang sama, bahwa model format kebijakan adalah “gagasan kebijakan”, “formalisasi dan legalisasi kebijakan”, “implementasi”, baru kemudian menuju pada kinerja atau mencapai prestasi yang diharapkan setelah dilakukan evaluasi kinerja kebijakan.”. Teori - teori proses kebijakan yang dikemukakan bebrapa tokoh diatas terdapat tiga kata kunci utama yakni formulasi, implementasi dan kinerja. Setelah sebuah kebijakan diformulasikan, langkah berikutnya adalah
mengimplementasikan
kebijakan
tersebut.
Mengenai
implementasi kebijakan, Nugroho (2008) menyatakan: Rencana adalah 20% keberhasilan, implementasi adalah 60% dan sisanya, 20% adalah bagaimana kita mengendalikan implementasi. Implementasi kebijakan adalah hal yang paling berat, karena di sini masalah-masalah yang kadang tidak dijumpai dalam konsep, kemudian muncul di lapangan. Selain itu, permasalahan utama, adalah konsistensi dari implementasi itu sendiri. Berdasarkan berbagai sudut pandang mengenai pengertian kebijakan publik tersebut, bahwa kebijakan publik hanya dapat ditetapkan
pemerintah.
Kebijakan
dibahas
dan
kemudian
diformulasikan oleh lembaga legislatif. Suatu kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah haruslah mendapatkan respon positif masyarakat, karena kebijakan publik ditujukan untuk kesejahteraan masyarakat.
commit to user
18
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1.2. Hierarki Kebijakan Publik Ada beberapa hal yang menyebabkan pasar tidak dapat bekerja semestinya dan membutuhkan campur tangan dari pemerintah terutama yang menyangkut kebijakan publik. Lewat campur tangan pemerintah, mekanisme koordinasi penyediaan barang dan jasa dilakukan melalui hierarki yang dilakukan berdasarkan perintah dan kontrol oleh pemegang otoritas dan yang memiliki kewenangan. Menurut Bromley (1989) masalah kebijakan publik terkait dengan perubahan dalam aransemen kelembagaan, termasuk diantaranya dalam koordinasi dan penyediaan barang dan jasa. Salah satu model yang sering digunakan dalam analisis ekonomi politik, aliran kelembagaan adalah model hierarki kebijakan publik. Dalam model hierarki kebijakan publik ada tiga lapisan kelembagaan yaitu: level konstitusi, level pemerintah dan level operasional (Deliarnov, 2006). Berkaitan dengan tiga lapisan kelembagaan diatas, ada juga tiga tingkatan kebijakan publik, yaitu: tingkatan kebijakan, tingkatan organisasi (institusi dan aturan main) dan tinhgkatan implementasi untuk evaluasi. Setiap agen dalam semua organisasi memiliki motivasi yang berbeda yang kadang dapat menimbulkan konflik antar agen. Untuk menghindari dampak dari konfilk tersebut, dalam analisis ekonomi politik kelembagaan sering dikaji apa saja keputusan atau kebijakan yang dapat memperbaiki suatu hasil dan apa pula aturan mainya yang memberikan naungan dan sanksi terhadap tingkah laku pihak- pihak commit to user
19
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
yang terlibat dalam suatu aktivitas ekonomi (Deliarnov, 2006). Aturan main sangat penting sebab perekonomian yang sehat dan berdaya saing menuntut adanya aturan tentang hukum untuk menjamin terjadinya persaingan sehat dalam pasar ekonomi dan pasar politik. Aturan main di pasar ekonomi diperlukan untuk menjamin alokasi sumberdaya yang efisien bagi sebesar - besarnya kemakmuran rakyat, sedangkan aturan main di pasar politik diperlukan untuk menjamin agar kekuasaan politik yang ada dapat merepresentasikan berbagai kepentingan masyarakat yang berbeda- beda. Menurut Weber (1978), Negara memiliki monopoli untuk menggunakan legitimasi kekuasaan dalam suatu wilayah tertentu. Monopoli untuk menggunakan legitimasi kekuatan sangat penting karena Negara tidak mau ditentang dan diragukan peranya dalam mengorganisasi semua hal yang diperlukan untuk mencapai tujuan yang akan dikehendaki. Legitimasi untuk menggunakan kekuasaan diperoleh dengan cara demokrasi. Hal ini diperlukan agar masyarakat dapat menerima kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Walau kekuasaan dapat disalahgunakan untuk kepentingan orang- orang maupun golongan tertentu,
tetapi
kekuasaan
tetap
diperlukan
karena
dengan
kekuasaanlah keadilan dapat ditegakkan. Oleh karena fungsi kekuasaan yang tak bisa tergantikan, yang dapat dilakukan adalah dengan mengawasinya agar penyalahgunaan kekuasaan dapat diminimalisasikan.
commit to user
20
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Dinamika Pasar dalam Ekonomi Politik dan Kelembagaan Ekonomi Politik menurut Staniland (1985) adalah studi mengenai teori sosial dan keterbelakangan. Dalam bukunya yang berjudul What is Political Economy? A Study of Social Theory and Underdevelopment (1985) menjelaskan lebih mengenai apa yang dimaksud dengan teori sosial dan keterbelakangan. Bahwa hubungan antara politik dan ekonomi mengacu pada masalah dasar dalam teori sosial. Isu ini memiliki dua sisi yaitu eksplanatori maupun normatif. Isu ini memunculkan pernyataan mengenai bagaimana kedua proses tersebut saling terkait dan bagaimana seharusnya mereka terkait. Akan tetapi pemaknaan ekonomi politik tidak terbatas hanya teori sosial dan keterbelakangan, karena ekonomi politik sebagai suatu ilmu yang digunakan untuk pengelolaan masalah-masalah ekonomi negara. Pemerintah merupakan pembuat kebijakan publik baik dalam hal ekonomi maupun politik. Terutama setelah Keynes menemukan teori baru, bahwa dalam hal perekonomian tidak bisa hanya diserahkan pada produsen dan konsumen yang berinteraksi satu sama lain, akan tetapi campur tangan pemerintah diperlukan jika mekanisme pasar tidak bejalan sempurna. Berbagai keputusan yang menyangkut kebijakan publik dilaksanakan oleh pemerintah sesuai institusi ekonomi dan politik yang ada (Deliarnov, 2006). Caporaso dan Levine (1993) mengatakan pada awalnya ekonomi politik dimaksudkan untuk memberikan saran mengenai pengelolaan berbagai masalah ekonomi kepada para penyelenggara Negara. commit to user
21
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Selanjutnya ekonomi politik oleh para pakar ekonomi politik baru lebih diartikan sebagai analisis ekonomi terhadap proses politik. Dalam kajian tersebut mereka mempelajari institusi politik sebagai entitas yang bersinggungan dengan pengambilan keputusan ekonomi- politik, yang berusaha mempengaruhi pengambilan keputusan dan pilihan publik, baik untuk kepentingan kelompoknya maupun untuk kepentingan masyarakat luas. Salah satu tokoh pemikir ekonomi politik klasik yaitu Adam Smith memiliki pemikiran yang cenderung anti dengan campur tangan pemerintah. Menurutnya campur tangan pemerintah berikut aturanaturan yang dibuat oleh pejabat lebih sering dijadikan alat oleh kaum kaya untuk menekan kaum miskin (Deliarnov, 2006). Smith
lebih
percaya bahwa campur tangan pemerintah yang terlalu banyak akan menyebabkan distorsi di perekonomian yang berakibat pada inefisiensi. Dilihat dari pemikiran Smith tersebut dapat disimpulkan bahwa pemerintah tidak boleh ikut campur dan menyerahkan posisinya pada pasar sebagai aktor sentral. Bahkan pasar juga yang menentukan agenda dan output pemerintah. Veblen (1929) mengatakan bahwa teori- teori ekonomi politik klasik maupun neoklasik memiliki kesamaan yang bias yaitu terlalu menyederhanakan berbagai fenomena ekonomi dan mengabaikan berbagai aspek non ekonomi seperti kelembagaan dan lingkungan. Padahal pengaruh keadaan dan lingkungan sangat besar terhadap perilaku ekonomi masyarakat, sebab struktur politik dan sosial yang commit to user
22
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
tidak mendukung dapat menciptakan distorsi dalam proses ekonomi. Menurut Veblen, keadaan dan lingkungan ini yang disebut dengan isntitusi. Karena kelembagaan sudah menjadi kebiasaan yang mendarah daging dalam masyarakat, maka ia relatif dapat dengan mudah diprediksi, lebih stabil, dan dapat diaplikasikan pada situasi yang berulang. Dalam pengalokasian sumber daya dan pendistribusian hasilhasil produksi untuk konsumsi, ada 4 lembaga ekonomi yang berperan (Deliarnov, 2006). Yang pertama adalah altruisme, yaitu pola alokasi dan distribusi atas dasar kebaikan hati dan nilai- nilai moral. Yang kedua adalah anarki, yaitu pola alokasi dan distribusi tanpa disertai hukum dan aturan, yang mengandalkan kekuasaan dan kekuatan. Lembaga ketiga adalah mekanisme pasar, melalui pasar, alokasi sumber daya dilakukan sesuai kekuatan permintaan dan penawaran. Lembaga ekonomi yang terakhir adalah pemerintah, peranya diperlukan untuk mengatasi kegagalan pasar, untuk mengatasi eksternalitas, dan untuk pengadaan barang publik. Sebagai lembaga yang memiliki otoritas tertinggi, pemerintah punya kekuatan memaksa. Pemerintah dapat menetapkan undang- undang dan mengeluarkan sangsi bagi yang melanggarnya. Politik memiliki keterkaitan dengan berbagai hal, tetapi yang potensial dikatikan dengan ekonomi adalah pemaknaan politik sebagai pemerintah, politik sebagai kehidupan publik, dan politik sebagai otoritas untuk mengalokasikan sumber- sumber dan nilai- nilai (Caporaso & Levine, 1993). Politik diartikan sebagai pemerintah, politik commit to user
23
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
adalah mesin politik formal Negara secara keseluruhan. Disini politik mencakup semua aktivitas, proses, dan struktur pemerintahan. Dalam pendekatan politik sebagai pemerintah, politik didefinisikan sebagai organisasi, aturan- aturan, dan keagenan. Organisasi merujuk pada struktur- struktur yang kongkret missalnya pengadilan, birokrasi dan partai politik. Aturan- aturan merujuk pada hak dan kewajiban, termasuk prosedur dan strategi yang akan digunakan dalam proses politik. Menurut deliarnov (2006), ekonomi politik kelembagaan lebih banyak diarahkan untuk menjelaskan suatu hasil dari suatu pola interaksi aktivitas perekonomian, seperti untuk menjawab pertanyaan- pertanyaan seperti: apa hakikat barang dan jasa yang dianalisis? Apa mekanisme penyediaan dan koordinasi yang digunakan? Siapa saja yang terlibat? Apa motivasi dari para actor yang terlibat? Apa keputusan atau kebijaksanaan yang dapat mempengaruhi hasil dan bagaimana?apa insentif yang diberikan kepada pembuat keputusan? Apa dan bagaimana aturan main yang member naungan dan sanksi terhadap tingkah laku? Ekonomi politik memiliki kaitan yang sangat erat dengan kebijakan publik, perekonomian tidak bisa hanya diserahkan kepada produsen dan konsumen yang saling berinteraksi dalam suatu mekanisme pasar. Perlu adanya campur tangan pemerintah yang digunakan ketika mekanisme pasar tidak berjalan dengan semestinya. Selain itu campur tangan pemerintah digunakan untuk mengatasi eksternalitas dan untuk pengadaan barang- barang publik. Berbagai keputusan yang menyangkut kebijakan publik dilaksanakan oleh commit to user
24
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pemerintah sesuai institusi ekonomi dan politik yang ada. Suatu kebijakan disebut kebijakan publik karena kebijakan itu menyangkut kesejahteraan umum (Arifin dan Rachbini, 2001). Terdapat hubungan yang erat antara ekonomi politik dengan kebijakan publik melihat dari berbagai penjelasan diatas, dimana disiplin ilmu ekonomi politik dimaksudkan untuk membahas keterkaitan antara berbagai aspek, proses, dan institusi politik dengan berbagai kegiatan ekonomi. Penelusuran yang mendalam mengenai ekonomi politik biasanya didekati dengan format dan pola hubungan antara swasta, masyarakat, organisasi, partai politik, pemerintah, lembaga konsumen, dan lain sebagainya. Dengan demikian pembahasan ekonomi politik memiliki kaitan yang sangat erat dengan kebijakan publik, mulai dari proses perancangan, perumusan, sistem organisasi, dan implementasi kebijakan publik tersebut. 2.1. Teori Ekonomi Biaya Transaksi Dalam ekonomi kelembagaan dikenal adanya teori ekonomi biaya transaksi. Ekonomi kelembagaan sendiri merupakan cabang dari ilmu ekonomi yang menekankan pada pentingnya aspek kelembagaan dalam menentukan bagaimana sistem ekonomi dan sosial bekerja (Black, 2002). Salah satu alat analisis dalam ilmu ekonomi kelembagaan adalah ekonomi biaya transaksi (transaction cost economics). Teori ekonomi biaya transaksi biasa digunakan untuk mengukur apakah desain kelembagaan itu efisien atau tidak.
commit to user
25
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Semakin tinggi biaya transaksi yang terjadi dalam sebuah kegiatan ekonomi, berarti semakin tidak efisien desain kelembagaan tersebut. North (1991) mendefinisikan biaya transaksi adalah ongkos untuk menspesifikasi dan memaksakan kontrak yang mendasari pertukaran, sehingga dapat mencakup semua biaya organisasi politik dan
ekonomi
yang
memungkinkan
mendapatkan
laba
dari
perdagangan yang dikutip dari sebuah kegiatan ekonomi. Dalam literatur ekonomi biaya transaksi mengidentifikasi tiga biaya yang sangat penting dalan proses pertukaran (Dietrich, 1994). Pertama biaya yang muncul atas seluruh perbedaan yang terjadi nanti setelah hubungan kontrak telah diputuskan dan biaya perencanaan untuk menyelesaikan bagaimana persoalan perbedaan tersebut harus diselesaikan. Kedua, biaya negosiasi dengan pihak yang berkenaan dengan rencana yang akan dibuat. Ketiga, biaya pembuatan rencana yang dalam implementasinya bisa ditegakkan oleh pihak ketiga (pengadilan) misalnya ketika terjadi perselisihan. Biaya transaksi dipisahkan menjadi dua, yaitu biaya transaksi sebelum kontrak dan biaya transaksi setelah kontrak. Biaya transaksi sebelum kontrak meliputi biaya membuat draft, negosisasi dan mengamankan kesepakatan. Sedang biaya transaksi setelah kontrak meliputi biaya kegagalan adaptasi ketika transaksi menyimpang dari kesepakatan awal, biaya negosiasi yang terjadi jika upaya bilateral dilakukan untuk mengoreksi penyimpangan setelah kontrak, biaya untuk merancang dan menjalaknan kegiatan yang berkaitan dengan commit to user
26
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
struktur tata kelola pemerintahan apabila terjadi sengketa dan terakhir adalah biaya pengikatan agar komitmen yang dilakukan bisa terjamin. Mburu (2002) mengartikan biaya transaksi terdapat tiga kategori yang lebih luas yaitu: (1) Biaya pencarian dan informasi. (2) Biaya negosiasi dan keputusan. (3) Biaya pengawasan, pemaksaan dan pelaksanaan. Perubahan Parameter
Lingkungan Kelembagaan
Tata Kelola
Preferensi Endogen
Atribut Perilaku Individu
Sumber: Yustika (2013)
Gambar 2.5 Skema Lapisan Biaya Transaksi Ekonomi biaya transaksi dapat bekerja dalam tiga level skema diatas (Gambar 2.5). Kelembagaan tata kelola/institutions of governance (kontrak intra-perusahaan, korporasi, birokrasi, nonprofit, dan sebagainya) di batasi oleh lingkungan diatasnya yaitu lingkungan kelembagaan dan oleh lingkungan dibawahnya yaitu individu. Garis lurus menunjukan efek primer dan garis putus putus menunjukan efek sekunder. Efek utama diperoleh dari lingkungan kelembagaan.
commit to user
27
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Perubahan-
perubahan
dalam
lingkungan
kelembagaan
digunakan sebagai parameter perubahan yang menggeser biaya perbandingan pasar (market), hybrid, dan hierarki. Implikasi kedua terjadi dari asumsi perilaku. Asumsi perilaku dari ekonomi biaya transaksi tersebut adalah rasional terbatas (bounded rationality) yaitu perilaku rasional tetapi terbatas dan perilaku oportunis. Perilaku oportunis adalah perilaku mementingkan diri sendiri yang dilakukan dengan cara licik. Perilkau oportunis tersebut dapat dihilangkan dengan
cara
mengeliminasi
biaya
lewat
proses
pembuatan
kesepakatan formal yang “bertanggung jawab”. (Williamson, 1997) tipu muslihat tidak akan terjadi apabila semua pihak yang terlibat menaati kesepakatan dan memiliki komitmen yang kredibel. Dalam hal tata kelola, terdapat tiga tipe konsep hubungan tata kelola, yaitu: (1) tata kelola pasar (market governance), (2) tata kelola bertingkat (hierarchical governance), (3) tata kelola relasional (relational governance). Tata kelola pasar merujuk pada transaksi yang terjadi di pasar, tata kelola bertingkat biasanya diasosiasikan dengan kontrak formal (penggunaan otoritas, aturan dan prosedur dalam pengawasan kegiatan), dan tata kelola relasional yang dimengerti sebagai norma kewajiban dan kerja sama untuk mengkoordinasi kegiatan yang terpecah- pecah (Svendsen dan Haugland, 2011).
commit to user
28
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2.2. Teori Perubahan Kelembagaan Kelembagaan tidak berarti statis, namun dinamis sesuai dengan interaksi ekonomi yang mempertemukan bergbagai kepentingan. Selain itu sifat dinamis dari kelembagaan juga dipengaruhi oleh perubahan kultur masyarakat seiring dengan waktu. Dengan begitu kelembagaan selalu berubah mengikuti kondisi zaman. Yustika (2003) mengatakan pada titik ini perubahan kelembagaan memiliki dua dimensi, yang pertama perubahan konfigurasi antar pelaku ekonomi
dapat
memacu
terjadinya
perubahan
kelembagaan
(institutional change) dan yang kedua adalah perubahan kelembagaan yang sengaja didesain untuk mempengaruhi kegiatan ekonomi. Perubahan kelembagaan di dalam masyarakat berarti terjadinya perubahan di dalam prinsip regulasi dan organisasi, perilaku, dan pola - pola interaksi (Yustika, 2013). Perubahan kelembagaan merupakan proses
transformasi
permanen
yang
merupakan
bagian
dari
pembangunan. Oleh karena itu, tujuan utama dari setiap perubahan kelembagaan adalah untuk menginternalisasikan potensi produktivitas yang lebih besar dari perbaikan pemanfaatan sumberdaya yang kemudian secara simultan menciptakan keseimbangan baru. Perubahan kelembagaan dapat dianggap sebagai suatu proses terus - menerus yang bertujuan memperbaiki kualitas interaksi antar pelakunya. Hal ini menunjukkan bahwa proses transformasi permanen merupakan bagian penting dari perubahan kelembagaan. Dengan begitu, apabila perubahan kelembagaan dianggap sebagai proses commit to user
29
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
transformasi permanen, maka perubahan kelembagaan dapat menjadi faktor utama terhadap perubahan struktur dalam sistem sosial tertentu (Yustika, 2013). Perubahan kelembagaan muncul karena adanya masalah kelangkaan dan perilaku individu yang sulit ditebak (Yustika, 2013). Kelangkaan ini tidak hanya menyangkut keterbatasan sumber daya, akan tetapi juga keterbatasan aturan main (rules of the game). Perubahan kelembagaan bisa muncul dari perubahan tuntutan pemilih atau perubahan kekuasaan pemasok kelembagaan yaitu pemerintah. Apabila
para
menyempurnakan melakukan
pelaku
aturan
fungsinya
ekonomi
main sebagai
dan
berkepentingan pemerintah
regulator,
maka
untuk
berkehendak perubahan
kelembagaan dalam pengertian transformasi permanen menjadi sebuah kepastian. Apabila pelaku ekonomi bermaksud mengubah kelembagaan untuk menghalangi pelaku oportunis, maka pemerintah memiliki kepentingan mengubah kelembagaan untuk mencegah eksploitasi dari salah satu pihak kepada pihak lainya (Yustika, 2013). Dalam ekonomi pasar yang makin terkonsentrasi, perubahan kelembagaan pasti terjadi namun dalam konteks yang negatif. Pelaku ekonomi kecil yang menguasai pasar dapat mendikte aturan main (kelembagaan) mereka sendiri. Jika hal ini terus terjadi tanpa adanya regulasi dari pemerintah, maka perubahan kelembagaan yang terjadi akan merugikan sebagian pelaku ekonomi. Disinilah perlunya peran pemerintah sebagai regulator yang memiliki otoritas yang bisa commit to user
30
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
memfasilitasi perubahan kelembagaan tersebut dengan peraturanya sehingga tidak merugikan kepentingan pelaku ekonomi lainya. 2.3. Ekonomi Kelembagaan dan Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi merupakan bagian dari pembangunan yang sangat penting. Dalam pertumbuhan ekonomi, secara implicit menunjukan kinerja ekonomi secara keseluruhan, seperti tingkat investasi, penyerapan tenanga kerja, jumlah output, dan peningkatan pendapatan nasional. Negara dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi mendeskripsikan kemampuan Negara tersebut untuk menyejahterakan rakyatnya. Sebaliknya tanpa adanya pertumbuhan ekonomi, sulit bagi Negara untuk meningkatkan kemakmuran rakyatnya. Dengan pertimbangan ini, maka hamper semua Negara memasukan
aspek
pertumbuhan
ekonomi
sebagai
target
pembangunan yang harus dipenuhi (Yustika, 2013). Salah satu cara untuk meningkatkan efisiensi sebagai sumber pertumbuhan
ekonomi
adalah
dengan
cara
meningkatkan
produktivitas tenaga kerja yang diperoleh melalui spesialisasi dan pembagian tenaga kerja (Yustika, 2013). Tugas yang harus dilakukan agar muncul spesialisasi adalah dengan menciptakan kelembagaan yang efisien. Indicator efisiensi kelembagaan dapat dilihat dari tinggi rendahnya biaya transaksi. Semakin rendah biaya transaksi yang muncul
dari
sebuah
kegiatan
ekonomi
berarti
menunjukan
kelembagaan yang efisien dan sebaliknya.
commit to user
31
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dua jalur yang dapat digunakan agar dapat mendesain kelembagaan ekonomi yang berbiaya transaksi rendah (Yustika, 2013). Yang pertama adalah membuat regulasi yang menjamin kepastian pelaku ekonomi melakukan transaksi atau pertukaran, yang kedua adalah memperkuat system penegakan apabila terjadi masalah dalam proses transaksi. Kelembagaan (aturan main) dalam pendekatan dinamis diharapkan bisa mengubah perilaku organisasi, sebagai gambaran: perusahaan selalu berorientasi pada profit, profit dapat diperoleh dengan jalan misalnya melobi pemerintah agar mendapatkan kuota impor, hak monopoli, lisensi, tata niaga dan lain sebagainya. Dengan hak keistimewaan tersebut dengan mudah dapat memperoleh profit. Cara lain untuk mendapat profit dapat juga dilakukan dengan seperti melalui peningkatan teknologi sehingga produknya dapat kompetitif di pasar. Perusahaan seperti inilah yang dapat bertahan dalam jangka waktu yang panjang, karena memiliki kemampuan untuk terus melakukan pembaruan produk lewat pengembangan teknologi yang dilakukanya (Yustika, 2013). Peran terpenting dari kelembagaan adalah mendesain aturan yang membuat perusahaan mempunyai intensif untuk melakukan proses kreatif yang pada akhirnya berimplikasi pada penemuan teknologi baru yang dapat memicu pertumbuhan ekonomi.
commit to user
32
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3. Pengertian Pasar Istilah pasar banyak mendapatkan perhatian sejak dahulu. Pada intinya pasar adalah tempat bertemunya para penjual dan pembeli untuk melakukan pertukaran atas barang dan jasa. Selain itu, pasar dapat pula diartikan sebagai himpunan para pembeli aktual dan potensial dari suatu produk. Dalam hal demikian pasar terdiri dari semua pelanggan potensial yang memiliki kebutuhan dan keinginan tertentu yang sama. Dimana setiap konsumen bersedia dan mampu melaksanakan pertukaran untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan mereka (Rismayani, 1999). Menurut Mankiw (2000) pasar adalah sekumpulan pembeli dan penjual dari sebuah barang atau jasa tertentu. Para penjual sebagai kelompok yang menentukan penawaran terhadap sebuah produk dan para pembeli sebagai kelompok yang menentukan penawaran terhadap produk. Menurut sudut pandang Sofyan Assauri (1993) pasar adalah arena pertukaran potensial baik dalam bentuk fisik sebagai tempat bertemunya penjual dan pembeli, maupun bentuk non fisik yang memungkinkan terjadinya pertukaran, karena adanya syarat pertukaran yaitu adanya minat dan citra yang baik serta daya beli yang cukup. Pasar dapat terbentuk jika memenuhi empat syarat sebagai berikut: a. adanya pembeli b. adanya penjual c. adanya barang yang diperjualbelikan d. adanya kesepakatan antara pembeli dan penjual
commit to user
33
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Menurut Peraturan Presiden RI No. 112 Tahun 2007, pasar adalah tempat jual beli barang dengan jumlah penjual yang lebih dari satu, baik yang disebut pusat perbelanjaan, mall, pertokoan, pasar tradisional, plasa, pusat grosir, pusat perdagangan maupun sebutan yang lain. Dapat diartikan pasar menurut pemerintah adalah tempat terjadinya proses jual beli dimana pedagang berjumlah lebih dari satu dengan berbagai penyebutan namanya. Pasar sebagai tempat terjadinya transaksi jual beli antara pedagang dan pembeli memiliki peran dan fungsi penting dalam kegiatan perekonomian masyarakat. Adapun fungsi pasar dalam kegiatan ekonomi menurut Sadono (1994) ada 3 macam yaitu: a. Fungsi distribusi Dalam kegiatan distribusi, pasar memiliki fungsi mendekatkan jarak antara penjual dan pembeli dalam bertransaksi. Pasar memiliki fungsi distribusi yaitu menyalurkan barang- barang hasil produksi kepada konsumen. Penjual dapat memasarkan barang daganganya baik secara langsung maupun tidak langsung kepada pembeli atau kepada sesama pedagang perantara lainya. Melalui transaksi jual beli itu, konsumen bisa mendapatkan barang ataupun jasa yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhanya. b. Fungsi pembentukan harga Sebelum terjadinya proses jual beli terlebih dahulu melakukan tawar menawar,
sehingga
antara
penjual
dan
pembeli
memperoleh
kesepakatan harga. Dalam proses tawar menawar itu keinginan diantara
commit to user
34
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kedua belah pihak antara penjual dan pembeli digabungkan untuk mendapatkan kesepakatan harga, atau yang disebut dengan harga pasar. c. Fungsi promosi Pasar merupakan sarana yang paling tepat untuk melakukan promosi, karena di pasar banyak dikunjungi para pembeli. Promosi dapat dilakukan dengan berbagai cara misalnya dengan membagikan brosur, memasang spanduk, membagikan sampel atau contoh produk kepada calon pembeli, dan sebagainya. Pasar secara fisik adalah tempat pemusatan beberapa pedagang tetap dan tidak tetap yang terdapat di suatu ruangan terbuka atau tertutup atau sebagian badan jalan. Selanjutnya pengelompokkan para pedagang eceran tersebut menempati bangunan-bangunan dengan kondisi bangunan temporer, semi permanen ataupun permanen (Sulistyowati, 1999). Berdasarkan pengertian pasar sebagaimana telah dikemukakan di awal, pasar adalah tempat bertemunya berbagai penjual dan pembeli, maka dapat dilihat secara umum instrumen pasar terdiri dari sudut pandang pengelola, maka pasar di satu sisi dapat dilaksanakan oleh pemerintah dan dapat juga dilaksakan oleh pihak swasta. Dilihat dari instrument pengelolaan ini, yang digolongkan dengan pasar modern adalah Mall, Plaza, Supermarket maupun Hypermarket. Pemerintah maupun swasta sebagai pengelola pasar menawarkan tempat berjualan kepada pedagang dan melaksanakan perawatan pasar (Bustaman, 1999). Pasar dapat berada di luar maupun di dalam ruangan, commit to user adapun yang berada di dalam ruangan, pasar bisa menempati bangunan 35
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
semi permanen maupun permanen. Pasar dalam teori ekonomi adalah sebuah situasi dimana pembeli dan penjual melakukan transaksi setelah kedua pihak telah bersepakat tentang harga terhadap sejumlah barang dengan kuantitas tertentu yang menjadi objek transaksi. Kedua pihak baik penjual maupun pembeli memperoleh manfaat dari adanya transaksi pada pasar. 3.1 Pasar Tradisional Menurut Peraturan Presiden RI No. 112 Tahun 2007, yang dimaksud pasar tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Swasta, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa kios, toko, los dan tenda yang dimiliki/dikelola
oleh
pedagang
kecil,
menengah,
swadaya
masyarakat atau koperasi dengan usaha skala kecil, modal kecil dan dengan proses jual beli barang dagangan melalui proses tawar menawar. Menurut Peraturan Presiden RI No. 112 Tahun 2007, pasar tradisional boleh berlokasi pada setiap sistem jaringan jalan, termasuk sistem jaringan jalan lokal atau jalan lingkungan pada kawasan pelayanan bagian kota/kabupaten atau lokal atau lingkungan perumahan di kota/kabupaten. Salah satu karakteristik yang paling menonjol dari pasar tradisional (Sinungan, 1987) adalah banyaknya pedagang yang menjual jenis barang dagangan yang tidak berbeda commit to user
36
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
atau sama. Selain itu penentuan harga dilakukan melalui proses tawar menawar. Walaupun harga di pasar tradisional relatif lebih murah dibanding pasar modern namun kualitas dan kebersihan barang kurang diperhatikan. Secara fisik suasana berbelanja di pasar kurang menyenangkan, namun pasar tradisional mempunyai jangkauan pelayanan yang luas kepada masyarakat. Berdasarkan survey yang dilakukan oleh Asosiasi Pengecer dan Pusat Pertokoan Indonesia (AP3I) di Jakarta hampir satu juta orang yang berbelanja di pasar setiap harinya. Bahkan pangsa pasarnya mencapai 50% dari seluruh konsumen (Sinungan, 1987). Menurut Poniwatie (2008) pasar adalah salah satu unsur penggerak kegiatan perekonomian sebuah kota dan merupakan unsur utama pembentuk struktur tata ruang kota. Oleh sebab itu, kawasan perdagangan kota umumnya tumbuh dan berkembang dari adanya pasar. Secara langsung pasar memberikan dampak langsung lapangan pekerjaan kepada para mantri pasar, pemasok barang, buruh angkut, pemulung, tukang parkir dan lain sebagainya. Kekuatan pasar tradisional dapat dilihat dari beberapa aspek (Esther dan Didik, 2003). Aspek-aspek tersebut di antaranya harganya yang lebih murah dan bisa ditawar, dekat dengan permukiman, dan memberikan banyak pilihan produk yang segar. Kelebihan lainnya adalah pengalaman berbelanja yang berbeda, dimana kita bisa commit to user
37
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
melihat, merasakan dan memegang secara langsung produk yang umumnya masih segar. Akan tetapi dengan adanya hal tersebut bukan berarti pasar tradisional tidak memiliki kelemahan. Selama
ini
justru
pasar
tradisional
lebih
dikenal
kelemahannya. Kelemahan itu antara lain adalah kesan bahwa pasar becek, kotor, bau dan terlalu padat lalu lintas pembelinya. Ditambah lagi ancaman bahwa keadaan sosial masyarakat yang berubah, di mana kebanyakan wanita di perkotaan umumnya berkarir sehingga hampir tidak memiliki waktu untuk berbelanja ke pasar tradisional. Selain kelemahan-kelemahan di atas, menurut ekapribadi (2007) faktor desain dan tampilan pasar, atmosfir, tata ruang, tata letak, keragaman dan kualitas barang, promosi pengeluaran, jam operasional pasar yang terbatas, serta optimalisasi pemanfaatan ruang jual merupakan kelemahan terbesar pasar tradisional dalam menghadapi persaingan dengan pasar modern. Dalam hal pasokan barang, 40% pedagang menggunakan pemasok profesional, sementara 60% lainnya mendapatkan barangnya dari pusat-pusat perkulakan. Hampir 90% pedagang membayar tunai kepada pemasok (Suryadarma, dkk. 2007). Hal ini berarti bahwa pedagang di pasar tradisional sepenuhnya menanggung resiko kerugian dari usaha dagangnya. Ini berbeda dengan supermarket yang umumnya menggunakan metode konsinyasi atau kredit dengan pemasoknya. Terkait dengan modal usaha, sebagian besar pedagang commit to user menggunakan modal sendiri yang berarti minimnya akses atau 38
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
keinginan untuk memanfaatkan pinjaman komersial untuk mendanai bisnisnya. Hal ini bisa menjadi hambatan terbesar dalam memperluas kegiatan bisnis mereka. Sebagaimana pengertian pasar tradisional diatas, pasar tradisional dari kepemilikanya adalah milik pemerintah dan dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Swasta, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah. Karakteristik pasar tradisional yang paling menonjol adalah adanya proses tawar menawar hingga terjadinya kesepakatan harga dan banyaknya pedagang yang menjual jenis barang dagangan yang tidak berbeda atau sama. Secara fisik suasana berbelanja di pasar kurang menyenangkan cenderung becek, kotor, bau dan terlalu padat lalu lintas pembelinya, namun pasar tradisional juga mempunyai keunggulan diantaranya adalah memberikan pengalaman berbelanja yang berbeda, dimana kita bisa melihat, merasakan dan memegang secara langsung produk yang umumnya masih segar, pasar memiliki jangkauan pelayanan yang luas kepada masyarakat, dan adanya interaksi sosial antara pedagang dan pembeli sehingga terjadi sebuah keakraban. Dalam hal pasokan barang, sebagian kecil pedagang menggunakan pemasok profesional, sementara sebagian besar pedagang mendapatkan barangnya dari pusat-pusat perkulakan. Hal ini berarti bahwa pedagang di pasar tradisional sepenuhnya commit to user
39
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
menanggung resiko kerugian dari usaha dagangnya. Terkait dengan modal usaha, sebagian besar pedagang menggunakan modal sendiri yang berarti minimnya akses atau keinginan untuk memanfaatkan pinjaman komersial untuk mendanai bisnisnya. Hal ini bisa menjadi hambatan terbesar dalam memperluas kegiatan bisnis mereka. Untuk mempertahankan eksistensi pasar dan menaikan potensi pasr tradisional sebagai penggerak perekonomian, diperlukan sebuah model pengembangan pasar tradisional. Dalam model ini pemerintah memiliki tugas untuk mengatur alokasi peran para stakeholder dan sebagai penyusun regulasi. 3.2. Pasar Modern Pasar modern berawal dari toko serba ada (toserba) yang kemudian berkembang menjadi supermarket. Supermarket kemudian berkembang menjadi hypermarket yaitu sebuah toko serba ada dengan skala yang lebih besar. Supermarket atau hypermarket memiliki keunggulan dibandingkan dengan pasartradisional karena harga barang murah, kemasan rapi, jenis barang lengkap, kondisi yang bersih dan nyaman menjadikan hypermarket sebagai one stop shopping. Banyak barang yang tidak dikenal dan sebenarnya bukan menjadi
sebuah
kebutuhan,
akhirnya
menumbuhkann
selera
konsumen. Supermarket dan hypermarket tidak saja memenuhi kebutuhan konsumen, tetapi juga menciptakan kebutuhan. Berdasarkan Pasal 1 butir 5 Perpres 112/2007 Pasal 1 butir 5 commit to user Permendag 53/2008 yang dimaksud dengan ritel modern atau toko 40
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
modern yaitu toko dengan sistem pelayanan mandiri, menjual berbagai jenis barang secara eceran yang berbentuk Minimarket, Supermarket, Department Store, Hypermarket, ataupun grosir berbentuk Perkulakan. Pasar modern atau disebut juga gerai modern mulai beroperasi awal tahun 1960-an di ibukota Jakarta. Arti modern disini adalah
penataan
barang
menurut
keperluan
yang
sama
dikelompokkan di bagian yang sama yang dapat silihat dan diambil langsung oleh pembeli, penggunaan alat pendingin udara, dan adanya pramuniaga professional. Modernisasi
bertambah
meluas
pada
tahun
1970-an.
Supermarket mulai diperkenalkan pada dasawarsa ini. Konsep onestop shopping mulai dikenal pada tahun 1980-an. Kemudian konsep one-stop shopping ini mulai digantikan oleh istilah pusat belanja. Banyak orang yang mulai beralih ke gerai modern seperti pusat belanja ini untuk berbelanja. Jenis-jenis gerai modern: a. Minimarket Minimarket adalah toko yang menjual kebutuhan sehari-hari secara eceran dan konsumen berbelanja dengan sistem swalayan. Luas area minimarket tidak lebih dari 200 meter persegi. Yang termasuk dalam peritel kategori minimarket adalah Indomaret dan Alfamart.
commit to user
41
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b. Convenience Store Convenience Store mirip minimarket dalam hal produk yang dijual, tetapi berbeda dalam hal harga, jam buka, luas ruang, dan lokasi. Convenience store ada yang buka 24 jam dengan luas lantai kurang dari 350 meter persegi dan berlokasi di tempat yang strategis. Gerai ini memiliki variasi dan jenis produk yang terbatas. Convinience store biasanya didefinisikan sebagai pasar swalayan mini yang menjual hanya lini terbatas dari berbagai produk kebutuhan sehari-hari yang perputarannya relatif tinggi. Convinience membutuhkan
store
ditujukan
pembelian
kepada
dengan
konsumen
cepat
tanpa
yang harus
mengeluarkan upaya yang besar dalam mencari produk-produk yang diinginkannya. Produk-produk yang dijual biasanya ditetapkan dengan harga yang lebih tinggi daripada di supermarket. c. Specialty Store Sebagian masyarakat lebih menyukai belanja di toko di mana pilihan produk tersedia lengkap sehingga tidak harus mencari lagi di toko lain. Keragaman produk disertai harga yang bervariasi dari yang terjangkau hingga yang premium membuat specialty store unggul. d. Factory Outlet Adalah toko yang lebih banyak menjual barang kebutuhan fashion, dan memiliki pelayanan mandiri. commit to user
42
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
e. Supermarket Supermarket memiliki luas area penjualan 400 meter persegi sampai 2500 meter persegi. Komposisi penjualan barangnya adalah sekitar 70% makanan yang mencakup kebutuhan seharihari dan Sembilan bahan pokok secara eceran. Tetapi adapula supermarket dengan ukuran yang lebih kecil yaitu kurang dari 100 meter persegi, dan adapula yang memiliki luas area lebih dari 2500 meter persegi. Yang masuk dalam peritel kategori supermarket adalah Gelael, Hero, dan Superindo. f. Department Store atau toserba (toko serba ada) Gerai jenis ini mempunyai ukuran luas ruang yang beraneka, mulai dari beberapa ratus m2 hingga 2.000-3.000m2. Department store merupakan jenis ritel yang menjual variasi produk yang luas dan berbagai jenis produk dengan menggunakan beberapa staf, seperti layanan pelanggan (customer service) dan tenaga sales counter. g. Supercenter Supercenter adalah supermarket yang memiliki luas lantai 3.000 hingga 10.000 meter persegi dengan variasi produk yang dijual, untuk makanan sebanyak 30-40% dan produk-produk non makanan sebanyak 60-70%. Supermarket jenis ini termasuk supermarket yang tumbuh dengan cepat. Persediaan yang dimiliki berkisar antara 12.000-20.000 item. Supermarket jenis ini memiliki kelebihan sebagai tempat belanja dalam 1 atap (one commit to user
43
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
stop shopping) sehingga banyak pengunjungnya yang datang dari tempat yang jauh. h. Hypermarket Merupakan supermarket yang memiliki luas antara lebih dari 18.000 meter persegi dengan kombinasi produk makanan 6070%
dan
produk-produk
umum
30-40%.
Hypermarket
merupakan salah satu bentuk supermarket yang memiliki persediaan lebih sedikit dibanding supercenter, yaitu lebih dari 25.000
item
yang
meliputi
produk
makanan,
perkakas
(hardware), peralatan olahraga, furniture, perlengkapan rumah tangga, computer, elektronik, dan sebagainya. i. Pusat belanja yang terdiri atas dua macam : mall dan trade center. Mall memuat banyak gerai mulai dari toko biasa sampai supermarket,
department
store,
amusement
center,
dan
foodcourt. Trade center mirip mall tetapi tidak memiliki ruang publik seluas mall dan biasanya tidak tersedia department store dan amusement store. Pasar modern dari uraian diatas dapat berarti toko dengan sistem pelayanan mandiri, Arti modern disini adalah penataan barang menurut keperluan yang sama dikelompokkan di bagian yang sama yang dapat silihat dan diambil langsung oleh pembeli, penggunaan alat pendingin udara, dan adanya pramuniaga professional. Pasar modern menjual berbagai jenis barang secara eceran yang berbentuk Minimarket, Supermarket, Department Store, Hypermarket, Mall, commit to user
44
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Supercenter, Toserba, Factory outlet, Speciality Store, Convenience Store ataupun grosir berbentuk Perkulakan. 3.3. Persaingan Antara Pasar Tradisional dan Pasar Modern Menurut Samuelson (1996) dengan kondisi yang terjadi di pasar, jika banyak perusahaan menjual produk-produk yang serupa tapi tak sama hal ini termasuk ke dalam struktur pasar yang dikenal dengan
persaingan
monopolistik.
Persaingan
monopolistik
menyerupai persaingan sempurna dalam tiga hal yaitu terdapat banyak penjual dan pembeli, mudah keluar masuk industri, dan perusahaan-perusahaan menganggap harga perusahaan lain tetap. Adapun perbedaan antar persaingan sempurna dengan monopolistik adalah pada produknya. Jika pada persaingan sempurna produknya identik, tetapi pada monopolistik produknya lebih didiferensiasikan. Dengan semakin pesatnya pertumbuhan jumlah retail modern maka persaingan di bidang perdagangan semakin ketat. Bagi para pedagang yang tidak siap menghadapi gencaran masuknya pedagang baru yang lebih menarik dengan menggunakan berbagai strategi pemasaran yang menarik dan disertai dengan teknologi yang modern serta dibarengi dengan manajemen yang lebih baik maka persaingan akan semakin ketat. Siapa saja yang tidak bisa membaca peluang bisnis yang terjadi maka akan menjadi ancaman, tertindas atau kalah dalam persaingan (Rahardja, 2010). Suryani (2010) mengatakan bahwa dengan berlanjutnya pertumbuhan ekonomi dan meningkatnya rata-rata pendapatan yang commit to user
45
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dapat dibelanjakan, akan bertambah besar pula permintaan akan pasar yang lebih khusus dan spesifik. Sehingga dapat dikatakan bahwa pasar yang berhasil adalah yang paling dapat menyesuaikan barang dan jasanya dengan permintaan pasar. Dalam sistem ekonomi pasar, aktivitas produsen dan konsumen tidak direncanakan oleh sebuah lembaga sentral, melainkan
secara
individual
oleh
para
pelaku
ekonomi.
Persainganlah yang bertindak sebagai tangan-tangan tidak terlihat yang mengkoordinasi rencana masing-masing. Sistem persaingan yang terbentuk dapat membuat produksi serta konsumsi dan alokasi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan modal menjadi efisien (Rahardja, 2010). Dalam sebuah persaingan usaha sangat diperlukan adanya strategi. Strategi merupakan modal utama untuk bertahan. Bagi perusahaan kecil maupun perusahaan besar yang ingin meningkatkan efisiensinya, dapat mengadakan segmentasi pasar. Mereka dapat memusatkan kegiatan pemasaran pada segmen-segmen pasar yang dipilih. Jika sasaran pasarnya sudah ditentukan melalui riset pemasaran, maka perusahaan harus membuat suatu rencana yang baik untuk memasuki segmen pasar yang dipilih. Keputusankeputusan dalam pemasaran dapat dikelompokkan ke dalam empat strategi, (Swastha, 2002) yaitu : strategi produk, strategi harga, dan strategi promosi, strategi distribusi. Kombinasi dari keempat strategi tersebut akan membentuk marketing mix. commit to user
46
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Rahardja (2010) mengatakan, konsep preferensi berkaitan dengan kemampuan konsumen menyusun prioritas pilihan agar dapat mengambil
keputusan.
Perilaku
konsumen
dengan
sejumlah
permintaan dapat diasumsikan bahwa seorang konsumen akan mengalokasikan pendapatannya berupa uang yang terbatas terhadap barang dan jasa yang tersedia untuk memenuhi kebutuhannya seharihari. Dalam mengalokasikan pendapatannya tersebut seorang konsumen akan memaksimalkan agar mendapatkan kepuasanya. Sehingga dapat dikatakan seorang konsumen akan mengatur pembeliannya sesuai dengan pendapatan yang dimilikinya dengan memilih berbelanja di pasar tradisional atau di retail modern. Jika seorang konsumen ingin mendapatkan harga yang lebih murah mereka rela berdesak-desakan di dalam pasar tradisional dengan suasana yang kumuh, kotor, dan bau. Lain halnya dengan seorang konsumen yang berpendapatan tinggi menengah ke atas pasti lebih senang belanja ke supermarket atau minimarket dengan pertimbangan tempat yang nyaman, bersih, serta pelayanan prima. Kepuasan mereka ketika suasana berbelanja terasa nyaman harga tidak menjadi permasalahan yang utama. Setelah preferensi konsumen sudah ditetapkan maka akan muncul utilitas (utility). utilitas (utility) adalah manfaat yang diperoleh karena mengkonsumsi barang dan utilitas merupakan ukuran
manfaat
suatu
barang
dibanding
dengan
alternatif
penggunaannya (Rahardja, 2010) commit to user
47
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Prioritas antara pasar tradisional dan pasar modern juga tergantung pada pendapatan, keinginan, gengsi, dll. Suatu contoh, seorang supir yang pendapatanya selalu habis oleh kebutuhan keluarganya dalam satu bulan, bisa dikatakan pas-pasan. pada saat itu istri supir ini selalu belanja di pasar tradisional, akan tetapi bila pendapatannya bisa naik hingga tiga kali lipat, makaistri supir tersebut akan lebih memilih berbelanja di pasar modern yang notebene produk yang dijual lebih mahal dari pada yang dijual di pasar tradisional. Persaingan antara pasar tradisional dan pasar modern, memiliki karakteristik persaingan yang unik, yaitu persaingan antar sesama pasar modern, persaingan antar sesama pasar tradisional, dan persaingan antar suplier, telah sejak awal menempatkan pasar tradisional pada posisi yang lemah. Perbedaan karakteristik yang berbanding terbalik semakin memperlemah posisi pasar tradisional. Penguatan kemampuan bersaing pasar tradisional dapat dilakukan dengan menuntut peran serta banyak pihak terutama pemerintah sebagai pemilik kekuasaan regulasi. Tahun 2007 pemerintah melakukan intervensi kebijakan melalui Peraturan Presiden No. 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, pusat Perbelanjaan dan Toko Modern, yang berisi tentang aturan aspek-aspek lokasi, perizinan, jam buka dan kemitraan pemasok dengan pengusaha pasar modern. Diharapkan
implementasi dari peraturan commit to user
presiden
ini
akan
48
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
mewujudkan keserasian kelangsungan usaha bagi pedagang di pasar tradisional dan pasar modern. B. Kajian Operasional Pasar merupakan salah satu penggerak perekonomian di Kota Surakarta, oleh karena itu diperlukan kebijakan dari pemerintah kota untuk mengatur pasar di Kota Surakarta. Peran pemerintah dalam membuat sebuah kebijakan sangatlah penting dikarenakan persaingan antara pasar tradisional dan modern saat ini sudah semakin ketat. Menurut definisi, kebijakan publik adalah apa yang dinyatakan dan dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah yang dapat ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan (Edwards dan Sharkansky, 2008). Kebijakan mengenai pasar di Kota Surakarta yang berlaku saat ini diatur dalam dua Peraturan Daerah Kota Surakarta, tiga peraturan walikota dan satu surat edaran dari sekretariat daerah yaitu: A. Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 1 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Pasar Tradisonal B. Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 5 Tahun 2011 tentang Penataan dan Pembinaan Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern C. Peraturan Walikota Nomor 4 Tahun 2011 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Pasar Tradisonal Kota Surakarta D. Peraturan Walikota Nomor 17-A Tahun 2012 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 5 Tahun 2011 tentang Penataan dan Pembinaan Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern commit to user
49
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
E. Peraturan Walikota Nomor 3 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan Walikota Nomor 4 Tahun 2011 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan dan Perlindungan Pasar Tradisional Kota Surakarta F. Surat Edaran dari Sekertariat Daerah Kota Surakarta Nomor 510 Tahun 2014 Tentang Pembatasan Usaha Toko Modern Minimarket Pemerintah Kota Surakarta mengeluarkan Peraturan Daerah nomor 1 Tahun 2010 tentang pengelolaan dan perlindungan pasar tradisional. Perda ini berisikan 21 Bab dan 52 Pasal. Perda nomor 1 Tahun 2010 dikeluarkan karena semakin meningkatnya dinamika kehidupan masyarakat di Kota Surakarta sehingga menimbulkan fenomena baru di sektor perekonomian berupa pasar modern. Keberadaan pasar modern disini kurang mendukung dan terencana dalam pengaturan terhadap pengelolaan, lokasi dan pembentukan sinergi dengan pasar tradisional. Perda dikeluarkan untuk menghindari dampak dari kehadiran pasar modern dan diharapkan memberikan perlindungan bagi pasar tradisional serta membentuk sinergi antara pasar tradisional dan pasar modern. Perda ini berlaku sebagai pedoman baik bagi pemerintah maupun pihak pihak yang terkait di dalam pasar tradisional. Sekaligus sebagai dasar hokum penyelenggaraan
dan
pengembangan
pasar
yang
diharapkan
dapat
memberikan pelayanan kepada masyarakat. Pengelolaan dan perlindungan pasar dalam Perda ini memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk mengelola atau memanfaatkan pasar untuk kemajuan Kota Surakarta melalui commit to user proses kerjasama dengan pemerintah daerah. 50
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Setelah dikeluarkanya peraturan daerah Nomor 1 Tahun 2010 mengenai pasar tradisional, setahun kemudian dikeluarkan Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2011 Tentang Penataan dan Pembinaan Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern. Perda ini berisikan 13 Bab dan 26 Pasal. Perda mengenai pasar modern ini diterbitkan karena keberadaan pusat perbelanjaan dan took modern yang merupakan perwujudan hak masyarakat dalam berusaha di sektor perdagangan yang perlu diberi kesempatan untuk mengembangkan usahanya demi meningkatkan perekonomian daerah Kota Surakarta. Kebijakan pembangunan dan perizinan pendirian ini dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan dan daya saing para pedagang baik dengan skala modal besar ataupun kecil berdampak pada pertumbuhan jumlah pelaku bisnis ritel yang dikelola oleh sektor swasta. Perda Nomor 5 Tahun 2011 berisikan pengaturan mengenai penataan dan pendirian pusat perbelanjaan dan toko modern di Kota Surakarta agar terjadi sinergi dengan pasar tradisional. Dalam perda ini Pemerintah Kota Surakarta memiliki wewenang dalam pengaturan perencanaan, perijinan pendirian, pengawasan dan pengendalian pusat perbelanjaan dan toko modern. Kemudian dikeluarkanya Peraturan Walikota Nomor 4 Tahun 2011 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Pasar Tradisonal Kota Surakarta yang ditujukan sebagai pedoman pelaksanaan dari Perda Nomor 1 Tahun 2010 agar dapat jelas dimengerti dalam pelaksanaanya. Peraturan walikota ini commit to user berisikan 10 Bab dan 17 Pasal. Perwali ini berisikan penjelasan mengenai 51
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
segala hal dalam pasar tradisional, klasifikasi dan bentuk pasar, segala bentuk administrasi pedagang, tata cara merenovasi dan merubah bangunan pasar, standar operasional pelayanan pasar, dan peran serta masyarakat. Setelah adanya Perda yang mengatur mengenai pusat perbelanjaan dan toko modern, pemerintah Kota Surakarta kemudian mengeluarkan Peraturan walikota Surakarta Nomor 17-A Tahun 2012 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 5 Tahun 2011 Tentang Penataan dan Pembinaan Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern. Peraturan Walikota ini berisikan 8 Bab dan 10 Pasal. Perwali ini dikeluarkan berisikan penjelasan peraturan mengenai jam kerja minimarket, pembinaan dan pengawasan pusat perbelanjaan dan toko modern, dan berbagai hal- hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2011. Tahun 2013 Pemerintah Kota Surakarta mengeluarkan Peraturan Walikota Surakarta Nomor 3 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan Walikota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan dan Perlindungan Pasar Tradisional Kota Surakarta. Peraturan Walikota ini berisikan 2 pasal. Perwali ini dikeluarkan berdasarkan karena telah selesainya revitalisasi Pasar Depok sebagai pasar burung dan ikan hias, dan revitalisasi Pasar Turisari, serta dengan ditetapkanya bangunan cagar budaya, maka dalam Perwali ini dijelaskan peninjauan ulang nama pasar- pasar tradisional sesuai dengan konsep pengembangan dan sejarah pasar tersebut.
commit to user
52
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Kebijakan terakhir yang dikeluarkan oleh pemerintah Kota Surakarta adalah dikeluarkanya Surat Edaran Nomor 510/15191 Tentang Pembatasan Usaha Toko Modern Minimarket pada Tahun 2014. Surat edaran ini dikeluarkan atas dasar Perda Kota Surakarta Nomor 5 Tahun 2011, Perwali Surakarta Nomor 17-A Tahun 2012, dan dari hasil kajian minimarket Kota Surakarta yang dilakukan oleh Bagian Perekonomian Setda Kota Surakarta yang berkerjasama dengan Pusat Informasi Pembangunan Wilayah (PIPW) LPPM UNS Surakarta. Surat Edaran ini bertujuan mencegah persaingan pasar yang tidak sehat dan memperluas kesempatan kerja serta meningkatkan Usaha Mikro Kecil dan Menengah. Surat edaran Nomor 510/15191 berisikan pembatasn jarak toko modern dengan pasar tradisional, peraturan zonasi yang berdasar tata ruang wilayah, kondisi wilayah setempat dan kebutuhan masyarakat, dan pembatasan jumlah usaha minimarket disetiap kecamatan. Dengan surat edaran ini segala proses pendirian ijin usaha toko modern (IUTM) minimarket terhitung mulai hari senin tanggal 12 Mei 2014 ditunda permohonan pendirian IUTM Minimarket sampai diterbitkanya Kebijkan yang lebih lanjut oleh Pemerintah Kota Surakarta. C. Penelitian Terdahulu Penalitian terdahulu adalah suatu jenis penelitian sejenis yang pernah dilakukan sebelumnya untuk memperkuat teori yang sudah ada. Penelitian dengan judul “Persaingan Bisnis Ritel : Tradisional VS Modern” yang ditulis oleh Tri Joko Utomo, dalam Fokus Ekonomi, pada tahun 2011 commit to user menyimpulkan bahwa strategi yang bisa digunakan pasar tradisional untuk 53
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
menghadapi pasar modern adalah dengan cara mensinergikan pasar tradisional dengan pasar modern, bukan dengan cara melawan langsung pasar modern karena karakter antara kedua pasar ini sangat berbeda sehingga kalau dibenturkan, maka membuat pasar tradisional semakin melemah. Agar pasar tradisional dapat bertahan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan pasar tradisional antara lain: Harga, ukuran yang akurat, Keramahan pelayanan, Lokasi, Suasana outlet (keamanan, kenyamanan, dan kebersihan). Setyorini (2013) mengemukakan munculnya banyak toko modern memberikan banyak manfaat bagi masyarakat dan pemerintah, diantaranya adalah penambahan retribusi dan memberikan kemudahan transaksi bagi masyarakat. Namun di sisi lain pertumbuhan toko modern yang semakin pesat hingga ke pelosok desa menimbulkan persaingan yang tidak seimbang. Kondisi tersebut memberatkan pedagang dengan modal yang kecil lewat berbagai program toko modern misalnya banting harga. Dalam penelitian Setyorini, Pemkab Bantul mengeluarkan Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 16 Tahun 2010 tentang pengelolaan pasar dan Peraturan Bupati Kabupaten Bantul Nomor 34 Tahun 2011. Implementasi dari kebijakan yang telah dibuat oleh pemerintah Kabupaten Bantul dilakukan dengan malakukan rehab pada bangunan pasar tradisional di Kabupaten Bantul. Selain itu, Pemkab Bantul juga melakukan penataan toko atau ritel modern. Penataan tersebut berupa peraturan lokasi dan jarak pendirian bagi ritel modern yang tertuang dalam Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 16 Tahun 2010.
commit to user
54
perpustakaan.uns.ac.id
Warsiti (2011)
digilib.uns.ac.id
penataan pasar legi yang dilakukan oleh Dinas
Pengelolaan Pasar Kota Surakarta secara umum bisa dikatakan berhasil. Terdapat tiga tahap dalam strategi pemberdayaan oleh Dinas Pengelolaan Pasar Kota Surakarta yaitu tahap penyadaran tahap pengkapasitasan, dan tahap empowerment. Strategi pemberdayaan dalam penataan pasar dapat dilihat dari lima indikator yaitu pemeliharaan pasar, peningkatan kebersihan pasar, peningkatan keamanan dan ketertiban pasar, peningkatan fasilitas pasar, dan pembinaan pedagang pasar. Indikator - indikator yang dinilai kurang lancar dalam pelaksanaan dan mengalami kendala adalah keamanan dan ketertiban pasar serta pembinaan pedagang pasar. Wirantari (2014) mengemukakan penataan Pasar Badung belum dapat dilaksanakan dengan maksimal sesuai dengan peraturan Walikota Denpasar nomor 9 tahun 2009. Terdapat kendala dalam penerapan kebijakan ini, yang pertama yaitu kurang adanya intruksi dari pemerintah pusat, sehingga pemerintah yang berada dibawah pemerintah pusat belum mampu menerapkan peraturan Walikota Denpasar tanpa adanya komando dari pusat, kedua ketidak tegasan pemerintah pusat dalam penataan Pasar Badung, ketiga keterhambatan penurunan anggaran yang diberikan Pemerintah sehingga belum bisa dilakukan penataan dan pengelolaan Pasar Badung, keempat kurangnya koordinasi yang dilakukan diantara PD Pasar dengan pihak Walikota terkait penataan Pasar Badung kelima kurangnya koordinasi yang dilakukan diantara pihak PD Pasar dengan pedagang Pasar Badung terkait iuran ataupun biaya sewa tempat berjualan. Dengan adanya keterhambatan tersebut perencanaan dan penataan Pasar Badung belum dapat dilaksanakan commit to user
55
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dengan segara, harus adanya proses yang bertahap dalam menjalankan perencanaan penataan Pasar Badung agar mampu menjadikan Pasar Tradisional Badung menjadi Pasar tradisional yang berbasis modern. Dewi dan Winarni (2012) dalam penelitianya menunjukkan bahwa Pemerintah Kota Yogyakarta telah mengeluarkan sejumlah kebijakan dalam mengelola dan mengembangkan pasar tradisional untuk menghadapi gempuran pasar modern. Sejumlah langkah yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Yogyakarta dalam mengelola dan mengembangkan pasar tradisional diantaranya adalah dengan mengeluarkan Peraturan Walikota No. 86 tahun 2008 tentang Fungsi, Rincian Tugas Dan Tata Kerja Dinas Pengelolaan Pasar Kota Yogyakarta; Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2009 tentang Pasar dan Perda Nomor 3 Tahun 2009 tentang Retribusi Pelayanan Pasar. Beberapa program pengembangan pasar yang telah dilaksanakan yaitu: 1. Revitalisasi pasar tradisional melalui perbaikan sarana prasarana pendukung pasar tradisional 2. Pemberdayaan pasar dan komunitas 3. Pengembangan dan pembuatan media promosi pasar. Sejumlah program tersebut belum mampu memajukan pasar tradisional di Kota Yogyakarta. Salah satu hal yang kontradiksi adalah Dinas Perijinan memberikan kemudahan bagi pasar modern dan warung waralaba untuk berdiri pesat di Kota Yogyakarta. Dalam melaksanakan program pengembangan pasar tersebut, Dinlopas Kota Yogyakarta menghadapi sejumlah kendala meliputi: commit to user
56
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1. Sumber Daya Manusia, baik para pegawai Dinlopas maupun pedagang. 2. Dana revitalisasi pasar tradisional masih terlalu kecil 3. Kurangnya koordinasi antar dinas di lingkungan Kota Yogyakarta. 4. Lemahnya penegakan hukum terhadap kebijakan yang telah berlaku. Masitoh (2012) mengemukakan secara fisik, pasar tradisional terlihat lebih kumuh daripada pasar modern. Hal itu dapat mengakibatkan orang lebih memilih berbelanja ke pasar modern yang memiliki kenyamanan lebih daripada pasar tradisional. Untuk mengatasi permasalahan tersebut dilakukan kebijakan revitalisasi pasar oleh Pemerintah Kabupaten Bantul, salah satunya dilakukan di Pasar Piyungan Bantul. Revitalisasi di Pasar Piyungan merupakan keharusan disebabkan sebagian besar fisik Pasar Piyungan telah rusak akibat gempa bumi 2006. Revitalisasi ini telah merubah kondisi pasar menjadi lebih bersih, tertata rapi, dan mempunyai sarana pendukung, mulai kamar kecil, mushola, sampai PAUD. Namun demikian, revitalisasi pasar tidak secara langsung mendorong peningkatan pembeli. Bahkan dalam jangka pendek, revitalisasi pasar membuat orang kehilangan pelanggan karena untuk sementara pasar tutup selama dilakukan penataan. Untuk itu dilakukan proses pemulihan untuk menarik kembali pelanggan pasar yang lama. Pasar Piyungan tidak hanya direvitalisasi secara fisik, tapi juga dikelola dengan tata kelola yang baru dan modern. Terbukti dengan adanya beberapa fasilitas penunjuang berupa layanan umum dan program pendampingan. Namun masih terdapat berbagai keluhan para pedagang pasca
commit to user
57
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
relokasi pasar mengenai sepinya pengunjung dan menurunnya omset pedagang setelah revitalisasi Pasar Piyungan. Widodo dan Wardani (2012) menyatakan di Kota Salatiga Pemkot tidak membatasi perkembangan dan jumlah minimarket atau pasar modern di kota ini. Alasannya, pasar modern sudah memiliki pangsa pasar sendiri dan keberadaan pasar tersebut bisa menunjang roda perekonomian. Dengan demikian, pasar modern yang ada di Kota Salatiga diprediksi bakal berkembang pesat. Menjamurnya minimarket memungkinkan pembangunan lokasi minimarket di perkampungan penduduk, akan menguasai pemasaran berbagai produk. Ketidakjelasan regulasi mengenai industri ritel, terutama menyangkut jarak lokasi ritel modern, akan menambah berat upaya bagi pasar tradisional untuk bersaing dengan pasar modern. Faktor desain dan tampilan pasar, tata ruang, tata letak keragaman dan kualitas barang, promosi penjualan, jam operasional pasar yang terbatas serta optimalisasi pemanfaatan ruang jual merupakan kelemahan terbesar pasar tradisional dalam menghadapi persaingan dengan pasar modern. Omega (2012) mengemukakan pelaksanaan kebijakan Pemerintah Kota Surakarta dengan program revitalisasi pasar tradisional khususnya Pasar Gading sudah berjalan dengan baik. Pada tahapan sosialisasi, lelang gambar desain dan sosialisasi penempatan dilaksanakan dengan tanpa konflik. Demikian pula dengan tahapan desain dan tahapan pelaksanaan juga berjalan dengan cukup baik karena pembangunan pasar sudah sesuai desain yang ditetapkan dan tidak ada keberatan antara pedagang. Pelaksanaan program commit to user
58
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
revitalisasi pasar tradisonal membawa dampak pada kondisi fisik bangunan pasar menjadi lebih baik, membuat pedagang maupun pengunjung pasar lebih nyaman, dan pendapatan pedagang meningkat. Meskipun pelaksanaan program revitalisasi pasar tradisional sudah berjalan dengan baik, namun ada beberapa permasalahan yang terjadi dalam tahapan pelaksanaan dan menjadikan hambatan dalam proses pelaksanaan program revitalisasi pasar. Indikator yang dinilai kurang mendukung sepenuhnya terhadap program revitalisasi pasar adalah Sumber Daya. Sumber daya terdiri dari sumber daya manusia, dana, data dan fasilitas. Indikator yang dinilai menjadi faktor pendorong keberhasilan pelaksanaan program revitalisasi Pasar yaitu standar dan sasaran kebijakan, tingkat kepatuhan dan responsivitas, kelompok sasaran, komunikasi antar organisasi, karakteristik agen pelaksana, dan disposisi implementor. Tabel 2.1 Posisi Penelitian Ini dan Penelitian Terdahulu No 1.
2.
Peneliti, Tahun Tri Joko Utomo, 2012
Tatik Setyorini, 2013
Judul Persaingan Bisnis Ritel : Tradisional VS Modern
Metode Analisis Analisis Kualitatif
Hasil Penelitian
Strategi yang digunakan pasar tradisional untuk menghadapi pasar modern adalah dengan cara mensinergikan pasar tradisional dengan pasar modern. Dengan memperhatikan: Harga, ukuran yang akurat, Keramahan pelayanan, Lokasi, dan Suasana. Kebijakan Analisis Pemkab Bantul mengeluarkan Pemkab Bantul Kualitatif Peraturan Daerah Kabupaten dalam Bantul Nomor 16 Tahun 2010 Menangani tentang pengelolaan pasar dan Menjamurnya Peraturan Bupati Kabupaten Toko Modern Bantul Nomor 34 Tahun 2011. commit to user Implementasi dari kebijakan Lanjutan……….. 59
perpustakaan.uns.ac.id
3.
Sat Warsiti, 2011
4.
I Dewa Ayu Putri Wirantari, 2014
digilib.uns.ac.id
yang telah dibuat oleh pemerintah Kabupaten Bantul dilakukan dengan malakukan rehab pada bangunan pasar tradisional di Kabupaten Bantul. Selain itu, Pemkab Bantul juga melakukan penataan toko atau ritel modern. Penataan tersebut berupa peraturan lokasi dan jarak pendirian bagi ritel. Strategi Analisis Penataan pasar legi yang Pemberdayaan model dilakukan oleh Dinas Dalam interaktif Pengelolaan Pasar Kota Penataan Surakarta secara umum bisa Pasar Legi dikatakan berhasil. Terdapat Oleh Dinas tiga tahap dalam strategi Pengelolaan pemberdayaan oleh Dinas Pasar Kota Pengelolaan Pasar Kota Surakarta Surakarta yaitu tahap penyadaran, tahap pengkapasitasan, dan tahap empowerment. Indikatorindikator yang dinilai kurang lancar dalam pelaksanaan dan mengalami kendala adalah keamanan dan ketertiban pasar serta pembinaan pedagang pasar. Kebijakan Analisis Penataan Pasar Badung belum Penataan dan Kualitatif dapat dilaksanakan dengan Pengelolaan Deskriptif maksimal sesuai dengan Pasar Badung peraturan Walikota Denpasar Kota Denpasar nomor 9 tahun 2009. Terdapat Menuju Pasar kendala dalam penerapan Tradisional kebijakan ini, yaitu: yang Berbasis - Kurang adanya instruksi dari Modern pemerintah pusat. - Ketidak tegasan pemerintah pusat dalam penataan Pasar Badung. - Keterhambatan penurunan anggaran. - Kurangnya koordinasi yang dilakukan diantara PD Pasar dengan pihak Walikota. - Kurangnya koordinasi yang commit to user dilakukan diantara pihak PD Lanjutan……….. 60
perpustakaan.uns.ac.id
5.
Utami Dewi dan F. Winarni, 2012
6.
Eis Al Masitoh, 2012
7.
Tri Widodo dan Bertha Kusuma Wardani
digilib.uns.ac.id
Pasar dengan pedagang Pasar Badung. Pengembangan Analisis Sejumlah langkah yang Pasar Kualitatif dilakukan oleh Pemerintah Tradisional Deskriptif Kota Yogyakarta dalam Menghadapi mengelola dan Gempuran mengembangkan pasar Pasar Modern tradisional diantaranya adalah di Kota dengan Mengeluarkan Yogyakarta Peraturan Walikota No. 86 tahun 2008 tentang Fungsi, Rincian Tugas Dan Tata Kerja Dinas Pengelolaan Pasar Kota Yogyakarta dan mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2009 tentang Pasar dan Perda Nomor 3 Tahun 2009 tentang Retribusi Pelayanan Pasar. Tetapi terdapat sejumlah kendala meliputi: Sumber Daya Manusia; Dana revitalisasi pasar tradisional masih terlalu kecil; Kurangnya koordinasi antar dinas di lingkungan Kota Yogyakarta; Lemahnya penegakan hukum. Upaya Analisis Kebijakan yang dilakukan oleh Menjaga Kualitatif Pemerintah Kabupaten Bantul Eksistensi untuk menghadapi persaingan Pasar antara pasar tradisional dan Tradisional: modern,salah satunya dengan Studi revitalisasi di Pasar Piyungan Revitalisasi Bantul. Namun demikian, Pasar Piyungan revitalisasi pasar tidak secara Bantul langsung mendorong peningkatan pembeli. Bahkan dalam jangka pendek revitalisasi pasar membuat orang kehilangan pelanggan karena untuk sementara pasar tutup selama dilakukan penataan. Strategi Analisis Pemkot Kota Salatiga tidak Equilibrium Deskriptif membatasi perkembangan dan Pasar Kualitatif jumlah minimarket atau pasar Tradisional modern di kota ini. Alasannya, Mensiasati pasar modern sudah memiliki commit to user Kepungan pangsa pasar sendiri dan Lanjutan……….. 61
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pasar Modern
8.
Carolina Duta Omega, 2012
Implementasi Program Revitalisasi Pasar Tradisional di Kota Surakarta
Analisis Interaktif
9.
Eka Indriya Setyawan, 2015
Analisis ??? Kebijakan Pemerintah Kota Surakata Terhadap Pasar Tradisional dan Pasar Modern
keberadaan pasar tersebut bisa menunjang roda perekonomian. Menjamurnya minimarket memungkinkan pembangunan lokasi minimarket di perkampungan penduduk dan akan menguasai pemasaran berbagai produk. Ketidakjelasan dan tidak adanya nyali Pemkot Salatiga dalam membuat regulasi mengenai industri ritel akan menambah berat pasar tradisional untuk bersaing dengan pasar modern. Pemerintah Kota Surakarta dengan program revitalisasi pasar tradisional khususnya Pasar Gading sudah berjalan dengan baik dan tanpa konflik. Pelaksanaan program revitalisasi pasar tradisonal membawa dampak pada kondisi fisik bangunan pasar menjadi lebih baik, membuat pedagang maupun pengunjung pasar lebih nyaman, dan pendapatan pedagang meningkat. Namun ada beberapa permasalahan yang dinilai kurang mendukung terhadap program revitalisasi yaitu sumber daya manusia, dana, data dan fasilitas. ???
commit to user
62
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
D. Kerangka Pemikiran Untuk memberikan pedoman dan mempermudah dalam kegiatan penelitian pengolahan data, juga untuk menganalisa agar hasil penelitian yang diperoleh benar, maka dibuat kerangka pemikiran sebagai berikut: Permasalahan Umum: Jumlah pasar modern lebih besar dari pasar tradisional Peran Pemerintah
Melalui kebijakan yang dikeluarkan (menimbulkan kecenderungan)
Opsional Hasil:
Lebih memperkuat kebijakan untuk memacu eksistensi dan perkembangan
pasar
tradisional;
dengan
membatasi
perkembangan pasar modern
Lebih memperkuat kebijakan untuk memacu eksistensi dan perkembangan
pasar
modern;
dengan
membatasi
perkembangan pasar tradisional
Memperkuat kebijakan untuk memacu eksistensi dan perkembangan pasar tradisional, dengan terintegerasi pada perkembangan pasar modern
Rekomendasi
commit to user
63
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Semakin berkembangnya perbelanjaan modern seperti minirmarket, supermarket hingga hypermarket dapat mengganggu eksistensi pasar tradisional. Pesatnya laju pertumbuhan pasar modern berbanding terbalik dengan tingkat pertumbuhan pasar tradisional. Hal tersebut tidak lepas dari peran pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan- kebijakan yang berkaitan dengan pasar modern maupun pasar tradisional. Dari kebijakan yang dikeluarkan Pemerintah Kota Surakarta tersebut dapat dilihat kecenderungan Pemerintah Kota Surakarta dalam mengatur pasar tradisional dan pasar modern. Kecenderungan
pemerintah
dalam
mengeluarkan
kebijakan
menghasilkan tiga opsional hasil yang dapat terjadi, yang pertama adalah lebih memperkuat kebijakan untuk memacu eksistensi dan perkembangan pasar tradisional; dengan membatasi perkembangan pasar modern, yang kedua lebih memperkuat kebijakan untuk memacu eksistensi dan perkembangan pasar modern; dengan membatasi perkembangan pasar tradisional, dan yang ketiga adalah memperkuat kebijakan untuk memacu eksistensi dan perkembangan pasar tradisional, dengan terintegerasi pada perkembangan pasar modern. Dari hasil yang
akan
diteliti
nantinya
diharapkan
dapat
mengetahui
bagaimana
kecenderungan kebijakan Pemerintah Kota Surakarta terhadap pasar tradisional dan pasar modern.
commit to user
64