1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pesatnya pembangunan pariwisata di Bali tidak hanya menimbulkan dampak positip seperti peningkatan pendapatan daerah, penciptaan lapangan kerja, dan peningkatan kesejahteraan, tetapi juga menimbulkan dampak negatip seperti pencemaran, kemacetan lalu lintas, kerusakan lingkungan dan pengalihan fungsi lahan terutama lahan pertanian yang dijadikan sebagai tempat pengembangan fasilitas dan sarana pariwisata. Dampak negatip pariwisata yang mengancam kelestarian lingkungan adalah meningkatnya volume limbah hotel. Limbah hotel ini berupa limbah padat, cair dan gas. Apabila permasalahan limbah ini tidak ditanggulangi dengan cara yang tepat, dapat menimbulkan pencemaran lingkungan yang akan berdampak pula pada manusia dan makhluk hidup lainnya (Sitompul, 2013). Tahun 2013 terdata jumlah hotel yang ada di Provinsi Bali sebanyak 223 buah dengan kelas hotel bintang 1 hingga bintang 5, jumlah ini meningkat sebesar 30,04% dari tahun 2012, dan rata-rata pertumbuhan hotel berbintang di Bali sebesar 10.85% per tahun (Dinas Pariwisata Provinsi Bali, 2013). Jumlah ini selalu meningkat setiap tahunnya seiring dengan peningkatan jumlah wisatawan yang berkunjung ke Bali. Data PROPER tahun 2014, hotel bintang 5 yang ada di Kabupaten Badung rata-rata menghasilkan air limbah sebesar 364,4 m3/hari dan limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) sebesar 2,3 kg/hari (BLH Prov. Bali, 2014).
1
2
Kinerja hotel dalam pengelolaan limbah terawasi dan terpantau secara kontinyu oleh pemerintah bagi yang telah mengikuti PROPER (Program of Pollution Control Evaluation and Rating). Sampai dengan tahun 2014, jumlah hotel yang telah mengikuti PROPER sebanyak 28 buah, atau 21% dari total keseluruhan hotel bintang 4 dan 5 yang ada di Provinsi Bali. Berdasarkan hasil pemantauan tersebut, sebanyak 12 hotel tidak taat dalam pengelolaan lingkungan hidup (BLH Prov. Bali, 2014). Meskipun sudah dilakukan pengawasan secara rutin oleh pemerintah, namun pelanggaran dalam hal pengelolaan lingkungan masih saja terjadi. Penanganan limbah merupakan suatu keharusan guna terjaganya kesehatan manusia dan lingkungan pada umumnya, namun pengadaan sarana pengolahan limbah ternyata masih dianggap memberatkan bagi sebagian industri maupun instansi (Ratman, 2010). Masih banyak hotel yang belum mengikuti PROPER yaitu sekitar 79%, namun ini tidak berarti bahwa kinerja pengelolaan limbah hotel tersebut tidak baik. Hotel yang telah mengikuti PROPER masih terdapat pelanggaran, lalu bagaimana dengan hotel yang tidak ikut PROPER. Penelitian ini diharapkan dapat membuktikan bahwa PROPER bukan menjadi alasan utama hotel melakukan pengelolaan lingkungan, namun lebih pada kesadaran dan komitmen pengelola hotel dalam menjaga kelestarian lingkungan. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kinerja pengelolaan limbah hotel, baik yang ikut PROPER maupun tidak ikut PROPER.
2
3
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah kinerja pengelolaan limbah oleh hotel peserta PROPER dan bukan peserta PROPER?
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi kinerja pengelolaan limbah oleh hotel peserta PROPER dan bukan peserta PROPER.
3
4
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Limbah Pengertian limbah menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan. Limbah juga merupakan suatu bahan yang tidak berarti dan tidak berharga, limbah bisa berarti sesuatu yang tidak berguna dan dibuang oleh kebanyakan orang, mereka menganggapnya sebagai sesuatu yang tidak berguna dan jika dibiarkan terlalu lama maka akan menyebabkan penyakit atau merugikan. Limbah erat kaitannya dengan pencemaran, karena limbah inilah yang menjadi substansi pencemaran lingkungan. Limbah yang dihasilkan oleh suatu kegiatan baik industri maupun non-industri dapat menimbulkan gas yang berbau busuk misalnya H2S dan ammonia akibat dari proses penguraian material-material organik yang terkandung didalamnya. Selain itu, limbah dapat juga mengandung organisme pathogen yang dapat menyebabkan penyakit dan nutrien terutama unsur N dan P yang dapat menyebabkan eutrofikasi, Karena itu, pengolahan limbah sangat dibutuhkan agar tidak mencemari lingkungan (Harmayani, 2007). Dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 dijelaskan polusi atau pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat energi, dan atau komponen lain kedalam lingkungan, atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam sehingga kualitas lingkungan turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukkannya. Zat
4
5
atau bahan yang dapat mengakibatkan pencemaran disebut polutan. Suatu zat dapat disebut polutan apabila: 1) jumlahnya melebihi jumlah normal, 2) berada pada waktu yang tidak tepat, dan 3) berada pada tempat yang tidak tepat. Sifat polutan antara lain: 1) merusak untuk sementara, tetapi bila telah bereaksi dengan zat lingkungan tidak merusak lagi, dan 2) merusak dalam jangka waktu lama seperti Pb tidak merusak bila konsentrasinya rendah, akan tetapi dalam jangka waktu yang lama, dapat terakumulasi dalam tubuh sampai tingkat yang merusak.
2.2 Jenis Limbah Berdasarkan karakteristiknya, limbah dapat digolongkan menjadi empat bagian, yaitu (Sugiharto, 1987): 1) limbah cair; 2) limbah padat; 3) limbah gas dan partikel; 4) limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun).
2.2.1 Limbah cair Limbah cair atau air limbah adalah air yang tidak terpakai lagi, yang merupakan hasil dari berbagai kegiatan manusia sehari-hari. Sesuai dengan sumber asalnya, air limbah mempunyai komposisi yang sangat bervariasi dari setiap tempat dan setiap saat, tetapi secara garis besar zat yang terdapat didalam air limbah dikelompokkan seperti terlihat pada Gambar 2.1.
5
6
Air limbah
Air (99,9%)
Bahan padatan (0,1%)
Organik (70%) - Protein (65%) - Karbohidrat (25%) - Lemak (10%)
Anorganik (30%) - Butiran - Garam - Logam
Gambar 2.1 Komposisi Air Limbah Domestik (Effendi, 2003)
Berdasarkan Gambar 2.1, air limbah secara umum terdiri dari 99,9% komponen air dan 0,1% bahan padatan. Bahan padatan itu sendiri 70% berupa bahan organik dan 30% berupa bahan anorganik. Buangan dapur dan kamar mandi memberikan tambahan beraneka ragam bahan kimia, deterjen, sabun, bermacam-macam lemak, pestisida, segala sesuatu yang keluar dari bak dapur misalnya susu masam, potongan sayuran, ampas teh, tanah (berasal dari pembersihan sayuran) dan pasir-pasiran (yang digunakan untuk membersihkan alat dapur) (Mara, 1978). Air tercemar dapat dilihat dengan mudah, misalnya dari kekeruhan, karena umumnya orang berpendapat bahwa air murni atau bersih itu jernih dan tidak keruh, atau dari warnanya yang transparan dan tembus cahaya, atau dari baunya yang menyengat hidung, atau menimbulkan gatal-gatal pada kulit dan ada juga yang dapat merasakan dengan lidah, seperti rasa asam dan getir. Air tercemar juga dapat diketahui dari matinya atau terganggunya organisme perairan, baik ikan,
6
7
tanaman dan hewan-hewan yang berhubungan dengan air tersebut. Dengan demikian, sebenarnya mudah untuk mengenal pencemaran terhadap air (Herlambang, 2006). Dalam usaha pengendalian pencemaran perairan danau atau sungai sangat diperlukan informasi dan masukan mengenai tingkat pencemaran yang terjadi di perairan tersebut. Untuk mengetahui lebih mendalam tentang air limbah, perlu diketahui mengenai kandungan yang ada didalam air limbah serta sifat-sifatnya (Sugiharto, 1987). Pada dasarnya pencemaran adalah resiko dari pemanfaatan sumberdaya alam, oleh karena itu pencemaran haruslah merupakan suatu masalah yang mau tidak mau harus dicegah, ditanggulangi dan dikendalikan. Pengendalian pencemaran air bertujuan untuk memperkecil atau memaksa gangguan yang ditimbulkan oleh limbah sekecil mungkin. Pencemaran air tidak dapat ditiadakan, namun dapat dikurangi dengan cara pengolahan sehingga bebannya yang masuk ke lingkungan menjadi sekecil-kecilnya, untuk itu diperlukan strategi pengelolaan limbah cair.
2.2.2 Limbah padat Limbah padat adalah benda-benda yang keberadaannya melebihi jumlah normal dan tidak berfungsi sebagaimana mestinya (merugikan). Yang termasuk kategori limbah padat adalah sampah. Berdasarkan karakteristiknya, sampah hotel adalah sampah sejenis sampah rumah tangga, yaitu terdiri dari sampah organik (sisa makanan), plastik, kertas, logam, kaca, kayu, karet, kain dan sebagainya. Menurut Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008, pengelolaan sampah
7
8
diselenggarakan dengan tujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumber daya. Paradigma baru dalam UU No. 18 Tahun 2008 memandang sampah sebagai sumber daya yang mempunyai nilai ekonomi dan dapat dimanfaatkan, misalnya untuk energi kompos, pupuk ataupun bahan baku industri (Wibowo, 2013). Secara umum, dampak yang ditimbulkan oleh sampah dapat membawa efek langsung dan tidak langsung. Efek langsung merupakan akibat yang disebabkan karena kontak langsung dengan sampah tersebut. Misalnya sampah beracun, sampah yang teratogenik dan lainnya. Selain itu, ada pula sampah yang mengandung kuman pathogen sehingga dapat menimbulkan penyakit. Sampah ini dapat berasal dari sampah rumah tangga selain sampah industri (Slamet, 1996 dalam Wardi, 2011). Dampak tidak langsung dapat dirasakan oleh masyarakat akibat proses pembusukan, pembakaran dan pembuangan sampah. Dekomposisi sampah biasanya terjadi secara aerobik, dilanjutkan secara fakultatif dan secara anaerobik apabila oksigen telah habis. Dekomposisi anaerob akan menghasilkan cairan yang disebut leachate beserta gas. Leachate atau lindi adalah cairan yang mengandung zat padat tersuspensi yang sangat halus dan hasil penguraian mikroba. Tergantung dari kualitas sampah, maka leachate bisa pula didapat mikroba pathogen, logam berat dan zat yang berbahaya. Mengalirnya lindi akan berdampak terhadap kesehatan masyarakat, karena tercemarnya air sungai, air tanah, tanah dan udara (Wardi, 2011).
8
9
Adapun strategi pola pengelolaan yang dapat diterapkan dilihat Berdasarkan karakteristiknya (Maharani, 2007): 1.
Pengomposan Sampah organik dapat diminimalisasi dengan cara pengomposan di sumber penghasil sampah. Dengan pengelolaan yang tepat melalui program pengomposan sampah akan memiliki nilai yang positip dari segi kegunaan dan nilai ekonominya.
2.
Reduce, Reuse dan Recycling (3R) Mengoptimalisasi potensi pemilahan, mereduksi sampah, daur ulang (recycle) dan penggunaan kembali (reuse) perlu dilakukan pada sampah anorganik, seperti plastik, kaca dan tekstil berbahan sintetik. Adanya program penggunaan sampah kembali yang masih layak pakai juga dapat meminimalisasi timbulan sampah dan mengurangi beban lingkungan serta TPA.
2.2.3 Limbah gas dan partikel Gas adalah uap yang dihasilkan dari zat padat atau zat cair karena dipanaskan atau menguap sendiri, contohnya: CO2, CO, SOx, NOx. Partikel, adalah suatu bentuk pencemaran udara yang berasal dari zarah¬zarah kecil yang terdispersi ke udara, baik berupa padatan, cairan, maupun padatan dan cairan secara bersama-sama, contohnya: debu, asap, kabut, dan lain-lain (Fardiaz, 1992).
9
10
2.2.4 Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) Pengertian Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) menurut UU No. 32 Tahun 2009, adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung B3, yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya. Yang termasuk limbah B3 antara lain adalah bahan baku yang berbahaya dan beracun yang tidak digunakan lagi karena rusak, sisa kemasan, tumpahan, sisa proses, dan oli bekas yang memerlukan penanganan dan pengolahan khusus. Bahan-bahan ini termasuk limbah B3 bila memiliki salah satu atau lebih karakteristik berikut: mudah meledak, mudah terbakar, bersifat reaktif, beracun, menyebabkan infeksi, bersifat korosif, dan lain-lain, yang bila diuji dengan toksikologi dapat diketahui termasuk limbah B3. Macam limbah beracun: a.
limbah mudah meledak adalah limbah yang melalui reaksi kimia dapat menghasilkan gas dengan suhu dan tekanan tinggi yang dengan cepat dapat merusak lingkungan;
b.
limbah mudah terbakar limbah yang bila berdekatan dengan api, percikan api, gesekan atau sumber nyala lain akan mudah menyala atau terbakar dan bila telah menyala akan terus terbakar hebat dalam waktu lama;
c.
limbah reaktif adalah limbah yang menyebabkan kebakaran karena melepaskan atau menerima oksigen atau limbah organik peroksida yang tidak stabil dalam suhu tinggi;
10
11
d.
limbah beracun adalah limbah yang mengandung racun yan berbahaya bagi manusia dan lingkungan. Limbah B3 dapat menimbulkan kematian atau sakit bila masuk kedalam tubuh melalui pernafasan, kulit atau mulut;
e.
limbah yang menyebabkan infeksi adalah limbah laboratorium yang terinfeksi penyakit atau limbah yang mengandung kuman penyakit, seperti bagian tubuh manusia yang diamputasi dan cairan tubuh manusia yang terkena infeksi;
f.
limbah yang bersifat korosif adalah limbah yang menyebabkan iritasi pada kulit atau mengkorosikan baja, yaitu memiliki pH sama atau kurang dari 2,0 untuk limbah yang bersifat asam dan lebih besar dari 12,5 untuk yang bersifat basa. Prinsip-prinsip dasar pengelolaan limbah B3 (Ratman, 2010):
1.
minimasi limbah;
2.
polluter pays principle;
3.
pengolahan dan penimbunan limbah B3 di dekat sumber;
4.
pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan;
5.
konsep “cradle to grave” dan “cradle to cradle”. Berbagai jenis limbah industri B3 yang tidak memenuhi baku mutu yang
dibuang langsung ke lingkungan merupakan sumber pencemaran dan perusakan lingkungan.
Untuk
menghindari
kerusakan
tersebut
perlu
dilaksanakan
pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup. Salah satu komponen penting agar program tersebut dapat berjalan adalah dengan diberlakukannya peraturan perundang-undangan lingkungan hidup sebagai dasar dalam menjaga kualitas lingkungan. Dengan diberlakukannya peraturan tersebut
11
12
maka hak, kewajiban dan kewenangan dalam pengelolaan limbah oleh setiap orang, badan usaha maupun organisasi kemasyarakatan dijaga dan dilindungi oleh hukum (Setiyono, 2001).
2.3 Pengertian Hotel Pengertian hotel Berdasarkan Surat Keputusan Menparpostel No. KM 37/PW. 340/MPPT-86 tentang Peraturan Usaha dan Penggolongan Hotel, “hotel adalah suatu jenis akomodasi yang mempergunakan sebagian atau seluruh bangunan untuk menyediakan jasa penginapan, makanan dan minuman serta jasa penunjang lainnya bagi umum yang dikelola secara komersial”. Menurut Keputusan ini pula, penginapan atau losmen tidak termasuk dalam pengertian hotel. Penginapan atau losmen adalah suatu usaha komersial yang menggunakan seluruh atau sebagian dari suatu bangunan yang khusus disediakan bagi setiap orang untuk memperoleh pelayanan sewa kamar untuk menginap. Dengan demikian bedanya dengan hotel adalah, bahwa penginapan tidak menyediakan pelayanan makanan dan minuman, serta jasa penunjang lainnya.
2.3.1
Klasifikasi hotel Menurut Keputusan Menparpostel No. KM 37/PW. 340/MPPT-86,
penggolongan hotel ditandai dengan bintang, yang disusun mulai dari hotel berbintang satu (1) sampai dengan yang tertinggi dengan bintang lima (5). Klasifikasi hotel berbintang tersebut secara garis besar didasarkan pada: (1) besar/kecil atau banyaknya jumlah kamar;
12
13
(2) lokasi hotel; (3) fasilitas-fasilitas yang dimiliki hotel; (4) kelengkapan peralatan; (5) spesialisasi dan tingkat pendidikan karyawan; (6) kualitas bangunan; (7) tata letak ruangan.
2.3.2
Sumber limbah kegiatan perhotelan
Hotel menyediakan pemenuhan berbagai kebutuhan hidup sehari-hari seperti makanan, pencucian/laundry, dan lain-lain bagi para pengunjungnya, sehingga dalam aktivitasnya hotel menghasilkan berbagai limbah padat, cair dan gas. Karena aktivitas yang ada di hotel relatif sama seperti layaknya pemukiman, maka sumber limbah yang ada juga relatif sama seperti pada pemukiman dan fasilitas tambahan lainnya yang ada di hotel. Pada umumnya sumber limbah cair perhotelan antara lain dapat dilihat pada Tabel 2.1. Sumber limbah padat/sampah di hotel hampir semua kegiatan di hotel menghasilkan sampah. Sumber limbah gas/emisi antara lain: genset dan boiler. Sedangkan sumber limbah B3, dikarenakan sifat limbah ini spesifik sehingga hanya pada tempat dan kegiatan tertentu yang menghasilkan limbah B3. Pada umumnya limbah B3 yang dihasilkan hotel bersumber dari: 1) kamar/kantor/area publik (jenis limbah B3: lampu bekas, batere bekas, cartridge, dan sebagainya); 2) workshop/engineering (jenis limbah B3: oli bekas, accu bekas, kain majun terkontaminasi limbah B3, kemasan bekas limbah B3, filter oli dan sebagainya).
13
14
Tabel 2.1 Sumber Air Limbah di Hotel Kegiatan
Sumber Air Limbah
Dapur
Wastafel dan air limbah masak-memasak di dapur
Laundry
Wastafel dan mensin cuci laundry
Kantor
Kamar mandi, WC, wastafel
Kantin, Restoran
Wastafel dan air limbah masak-memasak, cucimencuci
KM/WC
Kamar mandi dan WC di kamar hotel dan umum, wastafel
Kolam renang
Backwash filter kolam renang
Spa
Kamar mandi, WC, wastafel
Sumber: Cahyana, 2009
2.3.3
Karakteristik limbah hotel
Karakteristik limbah dari perhotelan relatif sama seperti limbah domestik dari permukiman, karena aktivitas-aktivitas yang ada di hotel relatif sama seperti aktivitas yang ada di lingkungan pemukiman, namun ada beberapa tambahan kegiatan hotel lainnya yang tidak ada di permukiman. Sementara jumlah limbah yang dihasilkan dari perhotelan tergantung dari jumlah kamar yang ada dan tingkat huniannya. Disamping itu juga dipengaruhi oleh fasilitas tambahan yang ada di hotel. Limbah cair perhotelan pada umumnya mempunyai sifat-sifat sebagai berikut: 1.
senyawa fisik: berwarna, mengandung padatan;
14
15
2.
senyawa kimia organik: mengandung karbohidrat, mengandung minyak dan lemak, mengandung protein, mengandung unsur surfactant antara lain deterjen dan sabun;
3.
senyawa kimia anorganik: mengandung alkalinity, mengandung chloride, mengandung nitrogen, mengandung phosphor, mengandung sulfur;
4.
unsur biologi: mengandung protista dan virus. Rata-rata karakteristik air limbah hotel adalah sebagai berikut (Morimura, et
al., 1988): a.
konsentrasi BOD didalam air limbah 200 – 300 mg/L
b.
konsentrasi SS didalam air limbah 200 – 250 mg/L Menurut Morimura dan Soufyan (1988), standar pemakaian air untuk hotel
adalah 250-300 liter per orang tamu per hari, dan untuk karyawan adalah 120-150 liter per karyawan per hari.
2.3.4
Baku mutu limbah perhotelan
Untuk menentukan sistem pengolahan limbah diperlukan pemilihan teknologi yang tepat, agar biaya investasi IPAL tersebut murah. Disamping itu, biaya operasional IPAL nantinya juga harus murah, namun harus dapat memberikan hasil olahan yang memenuhi baku mutu limbah buangan sesuai dengan baku mutu limbah buangan yang berlaku. Limbah perhotelan yang sudah ditetapkan baku mutunya adalah limbah cair dan limbah gas (emisi). Baku mutu limbah cair hotel adalah batas maksimum limbah cair yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan. Sedangkan baku mutu
15
16
limbah gas adalah batas maksimum limbah gas yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan. Baku mutu limbah cair dan gas perhotelan telah ditetapkan dengan Peraturan Gubernur Bali Nomor 8 Tahun 2007 tentang Baku Mutu Lingkungan Hidup dan Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup seperti terlihat pada Tabel 2.2 dan 2.3. Tabel 2.2 Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Hotel Parameter Satuan Kadar Maksimum
No 1.
Zat padat tersuspensi
mg/L
50
2.
pH
3.
BOD
mg/L
30
4.
COD
mg/L
50
5.
Amonia bebas (NH3N)
mg/L
0,02
6.
Nitrat (NO3-N)
mg/L
10
7.
Nitrit (NO2-N)
mg/L
0,06
8.
Sulfida (H2S)
mg/L
0,01
6-9
Sumber: BLH Prov. Bali, 2007 Tabel 2.3 Baku Mutu Limbah Emisi Bagi Kegiatan Hotel Parameter Satuan Kadar Maksimum
No 1.
mg/m3
Nitrogen Dioksida (NO2)
mg/m
3
1.000
2.
Sulfur Dioksida (SO2)
3.
Opasitas
%
30
4.
Partikel
mg/m3
350
Sumber: BLH Prov. Bali, 2007
16
800
17
2.4 Kinerja Pengelolaan Limbah Hotel Schermerhon dkk (1991) mendefinisikan kinerja sebagai kuantitas dan kualitas pencapaian tugas-tugas, baik yang dilakukan oleh individu, kelompok maupun organisasi. Tinggi atau rendahnya kinerja ini dapat dilihat dari kuantitas dan kualitas pencapaian tugasnya. Kinerja juga merupakan ukuran suatu hasil dari suatu perbuatan. Terdapat tiga kriteria mengukur kinerja: 1) kuantitas kerja, yaitu jumlah yang harus dikerjakan; 2) kualitas kerja, yaitu mutu yang dihasilkan; dan 3) ketepatan waktu, yaitu kesesuaiannya dengan waktu yang telah ditetapkan (Gomes, 2000). Pengelolaan limbah hotel memiliki prosedur yang cukup kompleks, karena sumber dan jenis limbah hotel yang cukup banyak dan bervariasi, serta harus berdasarkan peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Hal tersebut dikarenakan dampak negatip dari limbah hotel sehingga pengelolaan lingkungan dan limbah di hotel perlu dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Kinerja pengelolaan limbah hotel sangat erat kaitannya dengan kualitas produk limbah yang dihasilkan. Selain pemilihan teknologi yang tepat, sumber daya manusia atau tenaga kerja yang memahami permasalahan dan pengelolaan limbah hotel menjadi sangat penting untuk terciptanya kinerja pengelolaan limbah hotel yang baik. Sumberdaya manusia memiliki kaitan erat dengan metode pekerjaan dan prasarana teknis yang dilakukan (Arbani, 2014). Menurut Kuhre (1996) diperlukan pengalaman teknis, ukuran organisasi, banyaknya pekerjaan yang diperlukan dan adanya kewenangan untuk memastikan implementasi dari sistem pengelolaan lingkungan, juga diperlukan memperoleh dukungan penuh dari
17
18
pimpinan organisasi agar dapat menjamin dilaksanakannya kebijakan pengelolaan lingkungan.
2.5 PROPER 2.5.1 Pengertian PROPER Program Penilaian Peringkat Kinerja perusahaan yang selanjutnya disebut PROPER (Program of Pollution Control Evaluation and Rating) adalah program penilaian terhadap upaya penanggung jawab usaha dan atau kegiatan dalam mengendalikan pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup (Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 3 Tahun 2014). Sistem peringkat kinerja PROPER mencakupi pemeringkatan perusahaan dalam lima peringkat warna yang mencerminkan kinerja pengelolaan lingkungan secara keseluruhan, yaitu emas, hijau, biru, merah dan hitam. Perusahaan berperingkat merah dan hitam merupakan perusahaan yang belum taat, perusahaan berperingkat biru adalah perusahaan yang taat, sedangkan perusahaan berperingkat hijau dan emas adalah perusahaan yang pengelolaan lingkungan lebih dari yang dipersyaratkan. Dengan demikian untuk perusahaan berperingkat emas, hijau dan biru mendapatkan insentif reputasi, sedangkan perusahaan yang berperingkat merah dan hitam mendapatkan disinsentif reputasi. Peringkat tersebut, diharapkan menjadi landasan bagi masyarakat untuk dapat menilai dan kemudian mengaktualisasikan hak berperan serta dalam bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Hal tersebut, misalnya saja dilaksanakan melalui upaya pengawasan serta pemboikoitan produk-produk perusahaan yang memiliki
18
19
peringkat buruk (hitam dan/atau merah). Hal inilah yang dimaksud sebagai suatu instrumen penaatan melalui sistem informasi kepada masyarakat. Pelaksanaan PROPER merupakan salah satu bentuk perwujudan transparansi dan pelibatan masyarakat dalam pengelolaan lingkungan di Indonesia, dengan kata lain PROPER juga merupakan perwujudan dari demokratisasi dalam pengendalian dampak lingkungan.
2.5.2 Tujuan dan sasaran PROPER Tujuan dari pelaksanaan PROPER adalah: 1. mendorong terwujudnya pembangunan berkelanjutan; 2. meningkatkan komitmen para stakeholder dalam upaya pelestarian lingkungan; 3. meningkatkan kinerja pengelolaan lingkungan secara berkelanjutan; 4. meningkatkan kesadaran para pelaku usaha/kegiatan untuk menaati peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup; 5. mengurangi dampak negatip kegiatan perusahaan terhadap lingkungan. Adapun sasaran dari pelaksaan PROPER adalah: 1. mendorong perusahaan untuk menaati peraturan perundang-undangan melalui instrument insentif dan disinsentif reputasi; 2. mendorong perusahaan yang sudah baik kinerja lingkungannya untuk menerapkan produksi bersih (cleaner production).
19
20
2.5.3 Kriteria dan prosedur penilaian PROPER Dasar penilaian dengan orientasi kepada hasil (result oriented) yang sudah dicapai oleh perusahaan dalam pengelolaan lingkungan, dititikberatkan pada empat area penilaian utama (KLH, 2014): 1.
pentaatan terhadap peraturan AMDAL/dokumen lingkungan;
2.
pengendalian pencemaran air;
3.
pengendalian pencemaran udara; dan
4.
pengelolaan limbah B3.
20
21
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir Kedatangan wisatawan di Pulau Bali berfluktuatif, namun kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun. Jumlah wisatawan mancanegara ke Bali pada Bulan Januari 2014 naik sebesar 19,89% dibandingkan dengan Bulan Januari 2013 dan turun sebesar 6,61% dibandingkan dengan bulan Desember 2013 (BPS Prov. Bali, 2014). Perkembangan pariwisata di Bali ini juga berimbas pada peningkatan sarana akomodasi seperti: hotel, restoran, artshop dan lain-lain. Jumlah hotel untuk kategori bintang satu hingga bintang lima terbanyak ada di Kabupaten Badung yaitu 154 buah, diikuti oleh Kota Denpasar sebanyak 26 buah dan Kabupaten Gianyar 14 buah (Dinas Pariwisata Prov. Bali, 2014). Seiring dengan terus berkembangnya pariwisata, terjadilah perubahan pada komponen lingkungan sebagai penyangganya. Menurut Inskeep (1991) dalam Lestyono (2011), pengembangan pariwisata menimbulkan dua tipe dampak, dampak tersebut dapat berupa dampak positip maupun dampak negatip. Dampak positip seperti terciptanya kesempatan kerja dan peningkatan pendapatan masyarakat. Disisi lain perkembangan hotel tersebut juga memberikan ancaman terhadap kelestarian lingkungan. Hal ini dapat terjadi karena hotel-hotel memiliki potensi buangan limbah yang cukup besar, apalagi hotel bintang lima yang memiliki fasilitas sangat lengkap. Limbah yang dihasilkan hotel berupa limbah cair, yaitu: sisa-sisa buangan hasil kegiatan atau operasional harian dapur, MCK, laundry, dan kegiatan lainnya; limbah gas berasal dari emisi yang dihasilkan dari
21
22
unit boiler dan genset; sedangkan limbah padat yaitu sampah. Selain itu terdapat pula limbah B3 (fase cair dan padat) yang dihasilkan dari aktivitas hotel. Limbahlimbah tersebut apabila sampai terbuang ke media lingkungan tanpa adanya proses pengolahan terlebih dahulu akan dapat menurunkan kualitas lingkungan. Untuk meminimalkan dampak negatip yang ditimbulkan akibat pencemaran, sudah seharusnya setiap manajemen hotel memiliki komitmen yang kuat dalam pengelolaan lingkungan, hotel dan restoran; seyogyanya menunjukkan tanggung jawab terhadap kelestarian lingkungan dengan melakukan pengelolaan lingkungan dan pemantauan lingkungan (Lensiana, 2010). Limbah hotel yang terdiri dari: limbah cair/air limbah, emisi, limbah B3 dan sampah, masing-masing memiliki peraturan dalam pengelolaannya, termasuk baku mutu lingkungan yang dipersyaratkan. Kewajiban-kewajiban perusahaan dalam pengelolaan limbah sudah tercantum dalam dokumen lingkungan, namun dalam pelaksanaannya tidak selalu sesuai dengan dokumen lingkungan. Hal ini tergantung pada komitmen perusahaan dalam melestarikan lingkungan dan mewujudkan eco-hotel. Efektivitas pengelolaan limbah hotel juga sangat didukung oleh pemahaman pengelola hotel terhadap peraturan terkait pengendalian pencemaran lingkungan. Didalam pelaksanaannya pun terintegrasi antara seluruh komponen hotel, tidak bisa diserahkan tanggung jawab pada satu divisi saja. Hendaknya pihak hotel tidak hanya memikirkan keuntungan semata, namun juga harus memperhatikan keberlanjutan lingkungan (environmental sustainability).
22
23
Pada intinya, setiap orang atau penanggungjawab usaha wajib melakukan pengelolaan limbah sebelum dibuang ke lingkungan sehingga tidak melampaui baku mutu lingkungan hidup (Pasal 5 ayat (3) Pergub Bali Nomor 8 Tahun 2007). Oleh karenanya, hotel sebagai polluter wajib mengelola limbah yang dihasilkan agar limbah yang dibuang ke media lingkungan memenuhi baku mutu lingkungan yang telah ditetapkan, sehingga kelestarian lingkungan tetap terjaga. Ketentuan ini sudah diatur dalam UU No. 32 tahun 2009, termasuk didalamnya sanksi yang bisa dikenakan kepada penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang melakukan pelanggaran serius di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Bagi hotel yang telah mengikuti PROPER, mereka telah mengetahui peraturan terkait pengendalian pencemaran lingkungan, serta kegiatan-kegiatan apa saja yang harus dilakukan pihak hotel dalam pengelolaan limbah, seperti: identifikasi jenis dan jumlah limbah, pengukuran kualitas air limbah/emisi, perizinan serta pelaporan kegiatan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup. Pembinaan dan penilaian yang dilakukan secara rutin oleh pemerintah melalui mekanisme PROPER yang meliputi: pengendalian pencemaran air, udara dan limbah B3, telah memotivasi pihak hotel memenuhi kewajibannya menaati ketentuan hukum pengelolaan lingkungan hidup. Hal ini tergambar dari berbagai upaya yang dilakukan pihak perusahaan untuk meningkatkan kinerjanya dan menjadi ajang kompetisi dalam mencapai standar peringkat penilaian yang baik. Melalui mekanisme PROPER ini, ouput yang dihasilkan hotel yaitu berupa limbah cair, emisi dan limbah B3 dapat dikendalikan. Kerangka berpikir dapat dilihat pada gambar 3.1.
23
24
Perkembangan pariwisata di Bali
Peningkatan sarana akomodasi: Hotel
Dampak positip
Dampak negatip
PROPER sebagai instrument pembinaan dan pengawasan
- Terciptanya kesempatan kerja - Peningkatan pendapatan masyarakat - dan sebagainya Potensi buangan limbah hotel yang mengancam kelestarian lingkungan
Komitmen pengelola hotel untuk mengelola lingkungan (limbah) - Memahami regulasi terkait pengendalian pencemaran lingkungan - Melakukan pengelolaan lingkungan (limbah) sesuai dengan peraturan
Bukan Peserta PROPER
Peserta PROPER
- Tidak terkendalinya buangan limbah hotel (kuantitas dan kualitas) - Tidak terkendalinya beban pencemaran - Kinerja pengelolaan limbah belum baik
- Terkendalinya buangan limbah hotel (kuantitas dan kualitas) - Terkendalinya beban pencemaran - Kinerja pengelolaan limbah yang lebih baik Gambar 3.1 Kerangka Berpikir
24
25
3.2 Konsep Penelitian Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) merupakan sarana vital yang harus dimiliki oleh sebuah hotel. IPAL harus benar-benar mampu beroperasi dengan baik dan mempunyai hasil olahan yang baik pula sesuai dengan kualitas baku mutu yang ditetapkan. Air limbah hotel dapat dibuang ke lingkungan apabila sudah memenuhi nilai standar baku mutu air limbah hotel yang telah diatur dalam Peraturan Gubernur Bali Nomor 8 Tahun 2007 tentang Baku Mutu Lingkungan Hidup dan Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup. Dalam peraturan tersebut telah dijabarkan secara rinci tentang standar baku mutu air limbah hotel yang harus dipenuhi agar layak dibuang ke lingkungan. Untuk mencapai kualitas air limbah seperti yang dipersyaratkan dalam standar baku mutu tersebut, maka idealnya setiap hotel harus melakukan pemeriksaan kualitas air limbah sebelum dibuang ke lingkungan. Apabila kemudian hasil pemeriksaan air limbah menunjukkan bahwa air limbah hotel masih berada diatas standar baku mutu yang dipersyaratkan, maka hotel wajib melakukan pengolahan air limbah terlebih dahulu sebelum dibuang ke lingkungan. Hal ini bertujuan untuk menurunkan kandungan bahan-bahan kimia, bahan organik, maupun bahan toksik berbahaya yang ada pada air limbah tersebut. Apabila pengolahan air limbah yang ada di hotel mempunyai hasil pengolahan yang kurang baik akan mengakibatkan pencemaran pada areal hotel dan menjadi beban pada badan air tempat dimana air limbah tersebut dibuang. Maka dari itu sudah menjadi kewajiban hotel untuk menjaga kualitas air limbahnya salah satunya adalah dengan optimalisasi IPAL. Menurut Supriyanto (2000), strategi
25
26
pengelolaan air limbah seyogyanya merupakan strategi yang dimulai dimana limbah dihasilkan sampai tempat air limbah itu dibuang. Begitu pula dengan limbah emisi/gas yang dihasilkan dari unit boiler/genset, pihak hotel berkewajiban pula mengukur kualitas emisi cerobongnya dengan periode minimal enam bulan sekali. Untuk kegiatan pengelolaan limbah B3, pihak hotel wajib mengidentifikasi jenis dan volume limbah B3, serta membuat bangunan/gudang penyimpanan sementara limbah B3 di areal hotel yang dilengkapi dengan Izin Penyimpanan Sementara Limbah B3. Selanjutnya limbah B3 tersebut harus diserahkan kepada pihak ketiga yang berizin untuk pengelolaan lebih lanjut. Untuk limbah padat/sampah hotel yang terdiri dari sampah organik dan anorganik, masing-masing hotel berbeda dalam hal pengelolaannya. Ada hotel yang mengolah sampah organiknya sendiri untuk diolah menjadi kompos dan sampah anorganiknya dikelola oleh pihak ketiga, ada pula hotel yang menyerahkan seluruh sampahnya baik organik maupun anorganik kepada pihak ketiga. Melalui instrumen PROPER, pemerintah melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dalam bidang pengelolaan lingkungan hidup. Penilaian kinerja perusahaan dalam pengelolaan lingkungan hidup dititikberatkan pada empat aspek, yaitu: pelaksanaan dokumen/izin lingkungan, pengendalian pencemaran air, pengendalian pencemaran udara, dan pengelolaan limbah B3. Saat ini sifat keikutsertaan peserta PROPER masih bersifat sukarela. Beberapa persyaratan agar bisa diikutkan PROPER, antara lain: perusahaan yang memiliki dampak besar
26
27
terhadap lingkungan,
menghasilkan limbah
yang berpotensi
mencemari
lingkungan, dan sebagainya. Hotel peserta PROPER pun masih terbatas pada hotel bintang empat dan lima. Pengelolaan limbah seharusnya dilakukan oleh seluruh perusahaan baik peserta PROPER maupun bukan peserta PROPER, karena komponen kegiatan tersebut sudah tercantum dalam dokumen lingkungan yang dimiliki perusahaan. Keterbatasan pembinaan dan pengawasan yang dilakukan Pemerintah Daerah, mengakibatkan perusahaan non PROPER khususnya kurang optimal dalam melakukan
pengelolaan
lingkungan
hidup
karena
ketidaktahuan
atau
kekurangpahaman perusahaan dalam pengelolaan lingkungan hidup dan kewajiban apa saja yang harus dilakukan. Berbeda halnya dengan hotel peserta PROPER yang secara rutin dinilai dan dievaluasi kinerja pengelolaan lingkungannya oleh pemerintah. Bagi hotel yang belum mengikuti PROPER, kinerja pengelolaan limbahnya belum bisa dikatakan tidak baik, karena pada dasarnya pembinaan dan pengawasan dari Pemerintah Kabupaten/Kota dan Provinsi terus dilaksanakan secara rutin, namun instrumen lingkungan untuk menilai kinerja tersebut tidak ada. Pembandingan kinerja pengelolaan limbah hotel peserta PROPER dan non PROPER untuk melihat bagaimana kinerja hotel dilihat dari kualitas limbah serta bagaimana hotel mengelola limbah yang dihasilkan khususnya bagi hotel yang non PROPER, dimana kegiatan pengelolaan limbah memang dilakukan dengan kesadaran sendiri. Konsep penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.2.
27
28
Pengelolaan Limbah Hotel Kinerja Pengelolaan Limbah Hotel Hotel Hotel Peserta PROPER
Hotel Non PROPER
Pengelolaan air limbah - mengukur pH dan debit air limbah harian - menguji kualitas air limbah (efluen) setiap bulan - memiliki IPLC
Pengelolaan air limbah - tidak mengukur pH dan debit air limbah harian - tidak menguji kualitas air limbah (efluen) setiap bulan - tidak memiliki IPLC
Pengelolaan limbah emisi - menginventarisasi sumber emisi - mengukur kualitas emisi secara periodik
Pengelolaan limbah emisi - tidak menginventarisasi sumber emisi - tidak mengukur kualitas emisi secara periodik
Pengelolaan limbah B3 - mendata jenis dan volume limbah B3 yang dihasilkan - menyimpan di TPS limbah B3 - memiliki Izin TPS LB3
Pengelolaan limbah B3 - tidak mendata jenis dan volume limbah B3 yang dihasilkan - tidak menyimpan di TPS limbah B3 - tidak memiliki Izin TPS LB3
Pengelolaan sampah - mendata jenis dan volume sampah yang dihasilkan - memilah sampah - membuat kompos
Pengelolaan sampah - tidak mendata jenis dan volume sampah yang dihasilkan - tidak memilah sampah - tidak membuat kompos
Kinerja pengelolaan limbah hotel peserta PROPER
Kinerja pengelolaan limbah hotel non PROPER
Kinerja pengelolaan limbah hotel PROPER lebih baik daripada non PROPER
Gambar 3.2 Konsep Penelitian
28
29
3.3 Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka konsep di atas, maka hipotesis dapat dirumuskan bahwa kinerja hotel dalam pengelolaan limbah cair, udara, B3 dan sampah, hotel peserta PROPER lebih baik daripada hotel non PROPER.
29
30
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Pendekatan penelitian yang dilakukan adalah studi deskriptif survey, yaitu mengumpulkan data sebanyak-banyaknya mengenai kegiatan pengelolaan limbah hotel. Faktorfaktor yang dijadikan fokus perhatian bagi kegiatan pengelolaan limbah hotel diantaranya: pengelolaan air limbah, pengelolaan limbah emisi, pengelolaan limbah B3 dan pengelolaan sampah.
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Jimbaran, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung. Lokasi ini ditentukan secara purposive dengan alasan tertentu, yaitu: (1) Desa Jimbaran merupakan salah satu desa di Kecamatan Kuta Selatan yang merupakan kawasan wisata di Kabupaten Badung; (2) lokasi hotel bintang empat dan lima di desa ini terletak mengelompok dengan karakteristik yang tidak jauh berbeda yaitu dekat dengan pesisir pantai; (3) kriteria penilaian PROPER dilakukan untuk kategori hotel bintang empat dan lima. Di Kelurahan Jimbaran terdapat hotel bintang empat dan lima, baik telah mengikuti PROPER maupun belum. Lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.1.
30
31
D B
E
C F
A
H
G
Gambar 4.1 Lokasi Penelitian Keterangan: Hotel peserta PROPER A = Ayana Resort & Spa B = Four Season Resort Bali at Jimbaran C = Hotel Bali Intercontinental Hotel bukan peserta PROPER D = Keraton Jimbaran E = Kayu Manis Jimbaran F = Jimbaran Puri Bali G = Le Meridien Bali Jimbaran H = Karma Jimbaran
Penelitian dilaksanakan mulai bulan Januari sampai bulan Juni 2015 terhitung mulai dari tahap persiapan sampai pembahasan hasil penelitian.
31
32
4.3 Penentuan Sumber Data 4.3.1
Penentuan sampel
Jumlah populasi hotel bintang empat dan lima yang ada di Kelurahan Jimbaran sebanyak delapan buah dimana tiga hotel telah mengikuti PROPER dan lima hotel lainnya belum. Sampel dalam penelitian ini diambil secara sensus, dimana semua anggota populasi diambil sebagai sampel. Lokasi sampel dapat dilihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Sampel Penelitian No
Nama Hotel
1.
Hotel peserta PROPER a. Bali Intercontinental b. Four Season Resort Bali at Jimbaran c. Ayana Resort & Spa Bali
Alamat Jl. Uluwatu 45 Jimbaran Kawasan Bukit Permai Jimbaran Jl. Karang Mas Rias Sejahtera
Hotel bukan peserta PROPER a. Kayu Manis Jimbaran Jl. Yoga Perkanthi Jimbaran Private Estate & Spa b. Le Meridien Bali Jl. Bukit Permai Jimbaran Jimbaran c. Jimbaran Puri Bali Jl. Yoga Perkanthi Jimbaran d. Keraton Jimbaran Resort Jl. Mrajapati, Jimbaran e. Karma Jimbaran Jl. Bukit Permai Jimbaran Sumber: Dinas Pariwisata Prov. Bali, 2014
Kelas Bintang 5 5 5
2.
4.3.2
5 5 4 4 4
Teknik pengumpulan data
4.3.2.1 Sumber data Data yang dipergunakan dalam penelitian ini bersumber dari data primer dan sekunder. Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari pihak perusahaan yaitu melalui proses.
32
33
1.
Wawancara Wawancara menurut Satori, dkk (2009), adalah suatu teknik pengumpulan
data untuk mendapatkan informasi yang digali dari sumber data langsung melalui percakapan atau tanya jawab terhadap informan. Dalam penelitian ini, informan yang dimaksud adalah Manajer Lingkungan, staf Engineering yang menangani pengelolaan limbah di hotel. Jadi dengan wawancara, maka peneliti akan mengetahui hal-hal tentang partisipan dalam menginterpretasikan situasi dan fenomena yang terjadi, dimana hal ini tidak bisa ditemukan melalui observasi. 2.
Observasi Observasi adalah pengamatan terhadap suatu obyek yang diteliti baik secara
langsung maupun tidak langsung untuk memperoleh data yang harus dikumpulkan dalam penelitian (Satori dkk, 2009). Secara langsung maksudnya adalah dengan langsung terjun ke lapangan serta melibatkan seluruh panca indera. Secara tidak langsung adalah pengamatan yang dibantu melalui media visual atau audio visual. Dalam penelitian ini yang menjadi obyek observasi lapangan adalah lokasi yang menjadi tujuan penelitian, yaitu: 1) Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL); 2) ruang genset/boiler dan lokasi sampling emisi; 3) tempat penyimpanan sementara limbah B3; dan 4) tempat penampungan dan/atau pengelolaan sampah. 3.
Dokumentasi Dokumentasi (foto) yang diambil pada saat observasi lapangan merupakan
salah satu sumber data primer. Foto-foto tersebut digunakan untuk melihat kondisi
33
34
eksisting kegiatan pengelolaan limbah di hotel dan diperlukan dalam proses analisis. Data sekunder yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung dari narasumber, melainkan sudah dalam bentuk hasil penelitian dari berbagai pihak, yang dapat berupa dokumen dan laporan ilmiah maupun buku-buku yang dipakai sebagai pendukung dan penunjang dalam proses analisis. Sumber data sekunder dalam penelitian ini adalah: 1). Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Badung; 2). Badan Lingkungan Hidup Provinsi Bali; 3). Dinas Pariwisata Provinsi Bali; 4). Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan; 5). hotel lokasi sampling.
4.3.2.2 Jenis data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Data kualitatif Data kualitatif adalah data yang berbentuk kata-kata, bukan dalam bentuk angka. Data kualitatif diperoleh melalui berbagai macam teknik pengumpulan data, misalnya wawancara, analisis dokumen, diskusi terfokus, atau observasi. Data kualitatif berfungsi untuk mengetahui kualitas dari sebuah obyek yang akan diteliti. Yang termasuk data kualitatif antara lain: a. keterangan dari responden, dalam hal ini adalah staf di Divisi Engineering yang menangani pengelolaan limbah di hotel;
34
35
b. hasil pemotretan dari obyek penelitian; c. data hasil observasi lapangan. 2. Data kuantitatif Data kuantitatif adalah data yang berbentuk angka atau bilangan. Data kuantitatif berfungsi untuk mengetahui jumlah atau besaran suatu obyek yang akan diteliti. Yang termasuk data kualitatif antara lain: a. hasil analisis kualitas air limbah; b. hasil analisis kualitas emisi cerobong; c. perhitungan beban pencemaran air limbah.
4.4 Variabel Penelitian Variabel yang diteliti adalah sebagai berikut. 1.
Ketersediaan sarana pengolahan air limbah pada hotel dan seluruh air limbah yang dihasilkan diolah pada sarana tersebut.
2.
Ketersediaan sarana sampling emisi dari cerobong sumber tidak bergerak (boiler/genset), seperti: lubang sampling, tangga, lantai kerja dan sebagainya.
3.
Ketersediaan sarana penyimpanan sementara (TPS) limbah B3 dan seluruh limbah B3 disimpan di TPS limbah B3, serta mengidentifikasi seluruh jenis limbah B3 yang dihasilkan.
4.
Ketersediaan sarana pengolahan limbah padat (sampah)/komposter dan beroperasi optimal. Ketersediaan tempat sampah secara terpilah dan adanya kegiatan pemilahan sampah yang dilakukan sejak dari sumber.
35
36
5.
Kualitas efluen atau buangan air limbah dari hotel, yaitu parameter fisika (TSS) dan parameter kimia (pH, H2S, NO3, NO2, NH3, BOD dan COD).
6.
Beban pencemaran air limbah dari parameter fisika (TSS) dan kimia (H2S, NO3, NO2, NH3, BOD dan COD).
4.5 Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian antara lain: 1.
blanko isian data/check list;
2.
pH meter;
3.
thermometer;
4.
botol sampler;
5.
kamera digital.
4.6 Prosedur Penelitian Dalam proses penelitian, tahapan-tahapan yang dilakukan adalah pertama peneliti melakukan persiapan, baik itu persiapan administrasi (surat-menyurat) maupun teknis (instrumen penelitian). Langkah berikutnya adalah pengumpulan data, seperti pelaporan pelaksanaan kegiatan UKL-UPL atau RKL-RPL yang dikirimkan hotel kepada instansi terkait. Selanjutnya adalah pengambilan data primer di lapangan dengan 4 (empat) komponen utama penelitian, yaitu: 1) kegiatan pengelolaan air limbah; 2) kegiatan pengelolaan limbah emisi; 3) kegiatan pengelolaan limbah B3; dan 4) kegiatan pengelolaan sampah. Setelah data dikumpulkan selanjutnya dilakukan proses analisa data.
36
37
Pada saat bersamaan juga dilakukan wawancara terhadap manajemen hotel Wawancara terutama dilakukan kepada para teknisi yang secara langsung menangani sistem pengelolaan limbah di masing-masing hotel. Dalam wawancara tersebut, pengelola hotel juga akan mengisi kuisioner tentang tingkat pengetahuan manajemen hotel dalam pengelolaan limbah. Kuisioner ini bertujuan untuk mengetahui sejauhmana pengetahuan manajemen hotel dalam pengelolaan limbah terkait dengan regulasi tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Komponen-komponen yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1.
Pengelolaan air limbah. a. identifikasi pemakaian air bersih; b. pengukuran debit air limbah; c. rata-rata tingkat hunian kamar; d. data kualitas air limbah (outlet); e. data IPAL (kapasitas, diagram proses IPAL).
2.
Pengelolaan limbah emisi. a. identifikasi sumber emisi (jenis, jumlah, kapasitas, jam operasi); b. data kualitas emisi.
3.
Pengelolaan limbah B3. a. identifikasi limbah B3 (jenis, jumlah, volume); b. pencatatan limbah B3 (logbook, neraca); c. bangunan/gudang penyimpanan limbah B3 (ketentuan teknis pengemasan dan penyimpanan limbah B3);
37
38
d. rencana tindak lanjut pengelolaan limbah B3 (kerjasama dengan pihak ketiga). 4.
Pengelolaan sampah. a. identifikasi jenis dan jumlah sampah; b. kegiatan pemilahan sampah di sumber; c. rencana tindak lanjut pengelolaan sampah (kerjasama dengan pihak ketiga). Penelitian
dilaksanakan
melalui
beberapa
tahap,
yaitu:
persiapan,
pengumpulan data melalui observasi lapangan, wawancara dan dokumentasi, analisis data, penyusunan kesimpulan, saran, dan rekomendasi. Tahap penelitian dapat dijelaskan pada Gambar 4.2.
4.7 Analisis Data Menurut Sugiyono (2008), analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang telah diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data kedalam kategori, menjabarkan kedalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun kedalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh sendiri maupun orang lain. Proses analisis data dilakukan dengan tahapan sebagai berikut. 1.
Data tingkat pengetahuan manajemen hotel dalam pengelolaan limbah dilihat dari analisis deskriptif kualitatif yaitu dari kuisioner yang dibagikan kepada hotel.
38
39
2.
Data yang diperoleh dari pengamatan langsung terhadap kegiatan pengelolaan limbah hotel, disusun dalam bentuk tabel dan dianalisis secara deskriptif.
3.
Data kualitas air limbah dianalisis di Laboratorium Analitik Universitas Udayana. Parameter yang diukur mengacu pada Pergub Bali Nomor 8 Tahun 2007 seperti terlihat pada Tabel 4.2. Tabel 4.2 Parameter Kualitas Air Limbah yang Diukur Parameter Satuan Alat
No 1.
Suhu (insitu)
2.
Zat padat tersuspensi
o
Metode
C
Thermometer
Pemuaian
mg/L
Gravimetrik
Gravimetrik
pH meter
-
(TSS) 3.
pH (insitu)
-
4.
Sulfida (H2S)
mg/L
Spektrofotometer Colorimetrik
5.
Amonia (NH3)
mg/L
Tabung Nessler
Nessler
6.
Nitrat (NO3)
mg/L
Tabung Nessler
Nessler
7.
Nitrit (NO2)
mg/L
Tabung Nessler
Nessler
8.
BOD5
mg/L
Buret
Titrimetrik
9.
COD
mg/L
Buret
Titrimetrik
Sumber: Santika dan Alaerts, 1984 4.
Data beban pencemaran (BP) air limbah yang dihasilkan hotel dapat dianalisis dengan mengalikan konsentrasi bahan pencemar (C) dengan kapasitas aliran air limbah (Q) yang mengandung bahan pencemar, seperti dinyatakan dalam persamaan berikut: BP = C x Q - BP = beban pencemar kegiatan, dalam satuan kg/hari - C = kadar parameter air limbah, dalam satuan mg/L - Q = kuantitas air limbah, dalam satuan m3/hari
39
40
Beban pencemaran pada hakikatnya adalah jumlah massa pencemar dalam badan air pada periode tertentu (Pujiastuti, 2013). Pada air limbah hotel juga bisa dihitung beban pencemarannya. Perhitungan beban pencemaran bertujuan untuk mengetahui dan mengidentifikasi sumber pencemaran, jenis pencemar dan besarnya beban pencemar yang dihasilkan dari aktivitas hotel. Analisis beban pencemaran pada penelitian ini digunakan pendekatan perhitungan berdasarkan beban air limbah hotel, dari parameter fisika (TSS) dan kimia (sulfida, amonia bebas, nitrat, nitrit, BOD dan COD). 5.
Gambaran kinerja pengelolaan limbah hotel diperoleh dengan: a. melihat sejauh mana pemahaman pengelola hotel terkait regulasi tentang pengelolaan lingkungan melalui kuisioner maupun pengamatan langsung di lapangan. Hal ini bisa dilihat melalui pemenuhan ketentuan teknis dan administrasi yang telah dilakukan hotel dalam pengelolaan limbah; b. evaluasi kinerja IPAL, dengan melihat proses pengolahan air limbah serta kualitas air limbah yang dihasilkan.
40
41
Tahap Persiapan
Tahap Pengumpulan Data
Observasi Lapangan
Wawancara
Tahap Analisis Data
Kesimpulan
Saran & Rekomendasi Gambar 4.2 Tahapan Penelitian
41
Dokumentasi