BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Keberhasilan program pembangunan membawa pada perbaikan
kesehatan, taraf kehidupan, dan taraf pendidikan tetapi juga membawa dampak masalah kependudukan. Masalah kependudukan dapat timbul karena terjadinya penuaan penduduk (aging population). Aging population ditandai dengan terus meningkatnya angka harapan hidup penduduk Indonesia. Penuaan adalah proses seumur hidup yang tidak bisa dihindari. Perubahan dalam fisik, mental dan status sosial ini bersifat progresif sejak di dalam kandungan sampai kematian. Penduduk lanjut usia adalah seseorang baik wanita maupun laki-laki yang telah berusia 60 tahun ke atas. Proporsi penduduk lanjut usia di Indonesia mengalami peningkatan cukup signifikan selama 30 tahun terakhir dengan populasi 5,3 juta jiwa (4,48 persen dari total keseluruhan penduduk Indonesia) pada tahun 1971 menjadi 19,3 juta (8,37 persen dari total keseluruhan penduduk Indonesia) pada tahun 2009 (Komnas Lansia, 2009). Indonesia merupakan negara terbesar keempat di dunia dengan jumlah penduduk lanjut usia tertinggi setelah China, India dan Amerika Serikat (AS) (dalam Info Care, 2009). Badan kesehatan dunia WHO memprediksikan bahwa penduduk lanjut usia di Indonesia pada tahun 2020 mendatang sudah mencapai angka 11,34% atau tercatat 28,8 juta orang. Jumlah penduduk lanjut usia Indonesia mencapai 18,04 juta jiwa pada 2010 atau 9,6
1
persen dari jumlah penduduk (U.S. Census Bureau, International Data Base, 2009). Berdasarkan data Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) tahun 2011, jumlah penduduk lanjut usia mencapai sekitar 24 juta jiwa. Hasil sensus penduduk tahun 2010 jumlah penduduk lanjut usia di Daerah Istimewa Yogyakarta sebanyak 448.223 orang atau 12,96 persen dari total jumlah penduduk. Daerah Istimewa Yogyakarta mempunyai angka harapan hidup tertinggi. Perubahan struktur penduduk tersebut mempengaruhi angka beban ketergantungan
penduduk
tua
(Old
Dependency
Ratio/ODR).
Rasio
ketergantungan penduduk tua di Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 2010 sebesar 19,92. Angka rasio tersebut menunjukkan bahwa setiap 100 orang penduduk usia produktif harus menanggung sekitar 19 sampai 20 orang penduduk lanjut usia. Tahun 2013 Kabupaten Sleman mempunyai angka harapan hidup tertinggi yaitu 75,79 tahun (BPS Prov. Yogyakarta, 2013). Pada urutan kedua berada di Kabupaten Kulonprogo, yaitu 75,03 tahun, meskipun tingkat kemiskinan masih cukup tinggi (BPS Prov. Yogyakarta, 2013). Data hasil sensus tahun 2010 menunjukkan jumlah penduduk di Kabupaten Sleman 1.093.110 jiwa. Data BPS tahun 2010 menunjukkan jumlah lanjut usia di Kabupaten Sleman 115.377 jiwa. Angka rasio ketergantungan penduduk tua di kabupaten Sleman pada tahun 2010 sebesar 10,60 hal ini menunjukkan bahwa setiap 100 orang penduduk usia produktif harus menanggung sekitar 10 sampai 11 orang penduduk lanjut usia (60 tahun keatas) (Data sensus
2
penduduk 2010). Angka estimasi penduduk Kabupaten Sleman tahun 2011 tercatat sekitar 1.107.304 jiwa dengan jumlah penduduk lanjut usia tidak produktif (65 tahun ke atas) 90.223 dengan rasio ketergantungan sebesar 12 (BPS Kabupaten Sleman, 2011). Pada tahun 2011 di Kabupaten Sleman terdapat 5.536 orang lanjut usia terlantar (Dinas Sosial Prov. Yogyakarta, 2011). Mundiharno (1997) secara demografi menyatakan bahwa keberadaan lanjut usia menjadi persoalan penting ketika jumlah persentasenya meningkat lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok umur yang lain. Hal tersebut akan berdampak pada pergeseran struktur penduduk suatu negara atau daerah dari negara atau daerah berstruktur penduduk muda ke tua. Suatu negara atau daerah disebut berstruktur penduduk muda apabila persentase penduduk lanjut usia dibawah 4%, dewasa jika persentasenya 4-7%, dan tua apabila persentasenya di atas 7%. Jumlah penduduk lanjut usia di Indonesia saat ini melebihi 7 % dan telah memasuki era penduduk berstruktur tua (aging structured population) begitu juga Daerah Istimewa Yogyakarta dan Kabupaten Sleman. Peningkatan rasio ketergantungan pada lanjut usia akan mengakibatkan meningkatnya beban keluarga, masyarakat, dan pemerintah. Peningkatan yang terjadi antara lain yang berhubungan dengan kebutuhan ekonomi, kesehatan yang nantinya juga akan menimbulkan beban sosial yang tinggi karena pertumbuhan lanjut usia akan terus meningkat. Permasalahan umum yang sering muncul dengan meningkatnya jumlah penduduk lanjut usia antara lain: 1) rasio ketergantungan antara penduduk tua dengan penduduk usia produktif (15-59 tahun) semakin meningkat, 2) lanjut usia
3
mengalami masalah kesehatan yang signifikan, 3) terlantarnya lanjut usia, dan 4) lanjut usia sering menjadi korban tindak kekerasan (Departemen Sosial RI, 2009). Lanjut usia merupakan kelompok masyarakat yang merasa terabaikan. Mereka akan menjalani diskriminasi ganda, karena statusnya sebagai lanjut usia. Diskriminasi dimulai dari lingkungan keluarga dan berlanjut pada lingkungan masyarakat, sehingga aksesnya terhadap pendidikan, kesehatan, pengembangan keterampilan, serta kegiatan yang potensial di dalam masyarakat terhambat. Di samping itu sebagian lanjut usia adalah kelompok miskin dan sangat potensial memiliki resiko yang tinggi untuk menjalani perlakuan kasar baik secara fisik maupun mental dan sosial. Menurut Saparinah (1991) dalam Suhartini (2004) penurunan kondisi fisik lanjut usia juga berpengaruh pada kondisi psikis. Berubahnya penampilan fisik, menurunnya fungsi panca indra menyebabkan lanjut usia merasa rendah diri, mudah tersinggung dan merasa tidak berguna lagi. Dari segi inilah lanjut usia sering mengalami masalah psikologis. Adanya gangguan tersebut, menyebabkan lanjut usia menjadi tidak mandiri dan membutuhkan orang lain untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari (Hurlock, 1999). Masalah ketergantungan lanjut usia disebabkan kondisi orang lanjut usia banyak mengalami kemunduran demikian menurut Nugroho (2000) dalam Suhartini (2004). Faktor lain yang menjadi pemicu munculnya masalah pada lanjut usia yaitu keluarga dan kemiskinan. Dalam perkembangannya menunjukkan, bahwa perubahan sistem nilai pada masyarakat dari agraris menjadi industrialis, dari keluarga besar menjadi keluarga inti, penghasilan keluarga yang tidak memadai,
4
anggota keluarga yang memerlukan perhatian khusus. Hal-hal tersebut secara keseluruhan menjadikan keluarga tidak dapat melaksanakan fungsinya untuk memberikan perlindungan dan pelayanan kepada lanjut usia. Keluarga selaku kerabat terdekat sebenarnya memegang peranan yang sangat penting. Peran keluarga dapat mengembalikan kepercayaan lanjut usia agar merasa masih dibutuhkan dan mampu berdayaguna, baik di lingkungan keluarga maupun dalam hidup bermasyarakat. Sehingga lanjut usia akan dapat mencapai kesejahteraan lahir dan batin atau dengan kata lain para lanjut usia dapat menjalankan fungsi-fungsi sosialnya dengan baik dan dapat meningkatkan kualitas hidupnya. Kemiskinan
menjadikan
lanjut
usia
tidak
dapat
memenuhi
kebutuhannya baik secara fisik, mental maupun sosial. Rendahnya tingkat pendidikan menyebabkan lanjut usia tidak mempunyai posisi tawar yang kuat dalam dunia kerja. Pada masa usia senja selayaknya lanjut usia dapat menikmati hidupnya dan mendapatkan hak-haknya untuk hidup nyaman. Jumlah panti sosial tresna werdha (PSTW) yang dikelola oleh pemerintah pusat/daerah pada tahun 2012 adalah 249 unit dengan jumlah lanjut usia yang mampu ditangani sebanyak 12.500 orang lanjut usia (dalam Widyakusuma, 2012). Jika dibandingkan dengan jumlah lanjut usia yang terus bertambah jumlahnya maka masih banyak jumlah lanjut usia yang miskin dan terlantar tidak dapat ditampung di dalam panti. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia dan Undang-Undang Nomor 39 tentang Hak Azasi Manusia, mengamanatkan
5
bahwa Negara mengakui dan menjamin perlindungan hak asasi manusia tanpa terkecuali,
termasuk
penduduk
lanjut
usia.
Berbagai
program/kegiatan
pengembangan model pelayanan dalam mewujudkan lanjut usia sejahtera telah dilakukan. Kegiatan tersebut dilaksanakan melalui kerjasama lintas program maupun lintas sektoral, antara pemerintah dan organisasi sosial, pemerintah dan masyarakat, pemerintah, organisasi sosial, dan masyarakat secara bersama-sama baik melalui sistem panti, maupun non panti atau berbasis masyarakat. Pelayanan bagi lanjut usia sebagai salah satu upaya untuk pemenuhan hak azasi manusia, termasuk lanjut usia. Menurut Piagam perserikatan BangsaBangsa tentang hak azasi yang dituangkan dalam United Nations Principles for Older Person tahun 1999 lanjut usia mempunyai hak-hak universal yaitu: hak kemandirian, hak partisipasi, hak perawatan, hak kepuasan diri dan hak harga diri. Pelayanan bagi usia lanjut juga sebagai upaya untuk memenuhi tujuan MDGs (Millenium Development Goals) yang menempatkan manusia sebagai fokus utama pembangunan yang tujuan akhirnya adalah kesejahteraan masyarakat. Hal tersebut merupakan komitmen Negara terhadap rakyat Indonesia dan Komitmen Indonesia untuk mendukung pencapaian Millennium Development Goals (MDGs). Millennium Development Goals (MDGs) merupakan suatu kesepakatan dan kemitraan
global untuk memperbaiki kesejahteraan masyarakat. Home care merupakan salah satu model yang diharapkan dapat memberikan pelayanan kepada lanjut usia. Home care yaitu pemberian pelayanan dengan pendampingan dan perawatan lanjut usia di rumah atau di lingkungan keluarga. Home Care dilaksanakan karena adanya keterbatasan dari pemerintah
6
dan masyarakat dalam menyediakan sarana dan prasarana seperti panti. Sasaran dari pelayanan home care selain lanjut usia juga keluarga dan anggota masyarakat sekitar lanjut usia tinggal. Menjalin kerja sama dengan keluarga dan masyarakat sekitar menjadi hal yang paling penting dilakukan. Pemegang peran utama untuk pelayanan home care ini adalah anggota keluarga lanjut usia. Jika tidak ada anggota keluarga lanjut usia, maka dapat melibatkan anggota masyarakat yang tinggal di lingkungan yang sama dengan lanjut usia yang memerlukan pendampingan ataupun perawatan di lingkungan keluarga. Home Care dilaksanakan pada awalnya adalah kegiatan melalui kegiatan pertemanan (companionship) untuk membantu sesama manusia yang berada dalam satu lingkungan (luar panti) oleh anggota masyarakat yang perduli dengan lanjut usia. Indonesia sudah melaksanakan home care sebagai program nasional sejak tahun 2006 melalui keputusan Menteri Sosial Nomor 67/HUK/2006. Program uji coba pendampingan dan perawatan sosial lanjut usia di lingkungan keluarga (home care) di Indonesia dilakukan mulai tahun 2006. Daerah uji coba program ini awalnya terdiri dari tiga (3) provinsi, yaitu Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), dan Daerah Khusus Ibu kota Jakarta (DKI Jakarta). Home care dipandang sangat tepat diterapkan dalam masyarakat kita yang masih berpegang pada nilai-nilai budaya timur, sebagai wujud perhatian pada lanjut usia dengan mengutamakan peran masyarakat berbasis keluarga. Home care merupakan kegiatan dilaksanakan melalui kerjasama lintas program maupun lintas sektoral, antara pemeritah, organisasi sosial, dan masyarakat. Home care dalam
7
kegiatannya melibatkan kerjasama dari pendamping lanjut usia, tenaga kesehatan, keluarga, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang mempunyai kepedulian pada masalah lanjut usia. Skema home care digambarkan sebagai berikut. Input pendampingan : Adanya tenaga pendamping terlatih (sosial) untuk pendampingan lanjut usia di rumah Adanya tenaga kesehatan (dokter dan perawat Puskesmas) yang dapat memfasilitasi pelayanan ramah lanjut usia (konsep wilayah Puskesmas) Adanya disiplin ilmu terkait lainya yang dapat memberikan pelayanan (komplementer) Populasi lanjut usia yang terus meningkat dan transisi epidemiologi penyakit infeksi ke penyakit degeneratif
Proses: Identifikasi masalah Kesepakatan mengatasi masalah lanjut usia dengan keluarga (peran dan fungsi unit terlibat) Penyusunan rencana kegiatan dan implementasi pada lanjut usia di rumah Monev
Output: Lanjut usia sehat dan mandiri
Sumber: Departemen Sosial RI, 2009 Gambar 1.1 Skema Pendampingan dan Perawatan Lanjut Usia di Lingkungan Keluarga
Program home care mempunyai maksud dan tujuan dalam memberikan pelayanan dan perawatan dengan cara memberikan pendampingan di rumah. Home Care diharapkan dapat membantu lanjut usia yang mengalami hambatan fisik, mental dan sosial, termasuk memberikan dukungan dan pelayanan untuk tetap dapat melakukan aktivitas dalam kegiatan sehari-hari. Dengan mampu melakukan aktivitas dalam kegiatan sehari-hari, lanjut usia dapat mengurangi beban baik anggota keluarga, teman, kerabat maupun tetangga yang membantu memenuhi kebutuhan lanjut usia. Menurut Departemen Sosial RI (2009) tujuan dari adanya program home care yaitu :
8
1. Meningkatkan kemampuan lanjut usia untuk menyesuaikan diri terhadap proses perubahan dirinya secara fisik, mental dan sosial. 2. Terpenuhinya kebutuhan dan hak lanjut usia agar mampu berperan dan berfungsi di masyarakat secara wajar. 3. Meningkatnya peran serta keluarga dan masyarakat dalam pendampingan dan perawatan lanjut usia di lingkungan keluarga. 4. Terciptanya rasa aman, nyaman dan tenteram bagi lanjut usia, baik di rumah maupun di lingkungan sekitarnya. Program uji coba home care di Daerah Istimewa Yogyakata dilaksanakan oleh Organisasi Sosial lanjut usia Melati di Kecamatan Melati. Kegiatan Home Care di Kecamatan Mlati melibatkan pemerintah, organisasi sosial dan masyarakat. Organisasi Sosial Melati merupakan salah satu lembaga yang bermitra dengan pemerintah dalam penyelenggaraan Home Care. Studi awal yang sudah dilakukan di Organisasi Sosial Melati memberikan gambaran umum tentang keberadaan home care di Kecamatan Mlati. Pendampingan dalam kegiatan home care dilakukan minimal dua kali setiap minggu dengan jumlah pendamping lanjut usia sebanyak 25 orang. Masing-masing pendamping mempunyai dampingan sepuluh orang lanjut usia, minimal tiga orang lanjut usia yang menjadi prioritas. Jumlah lanjut usia yang mendapatkan dampingan meliputi beberapa desa di Kabupaten Sleman. Harapan yang terpenting dari adanya home care ini adalah dapat memberikan peran maksimal agar penduduk lanjut usia masih dapat tetap aktif dalam menjalankan aktivitas kegiatan sehari-hari sehingga dapat mengurangi
9
beban tanggungan keluarga maupun orang lain. Namun belum bisa dirasakan sepenuhnya oleh lanjut usia di desa Sendangadi dan Sumberadi. Kenyataan menunjukkan bahwa masih banyak lanjut usia yang belum mendapatkan perlindungan serta akses pada pelayanan sosial, baik fisik maupun non fisik. Aktivitas lanjut usia merupakan kegiatan integral dalam kehidupan sehari-hari. Semakin lanjut usianya, kondisi hidupnya semakin banyak menghadapi berbagai keterbatasan, karena terjadi penuaan secara biologis yang berakibat semakin sering menghadapi hambatan dalam kehidupanya di masa tua. Hal tersebut menjadi salah satu pemicu menurunya aktivitas lanjut usia. Lanjut usia kurang mampu melakukan aktivitas sehari-hari baik fisik, mental maupun sosial karena adanya gangguan fisik, kurang melakukan interaksi karena merasa tersisih dan kurang dilibatkan dalam kegiatan masyarakat. 1.2 Permasalahan Latar belakang di atas memberikan gambaran semakin meningkatnya populasi penduduk lanjut usia serta jumlah lanjut usia terlantar semakin bertambah. Di satu sisi karena keterbatasan usia para lanjut usia tidak dapat meraih akses terhadap kesempatan-kesempatan yang tersedia dari hasil pembangunan, sehingga tidak bisa memenuhi kebutuhan hidup secara berkecukupan. Dari aspek keluarga perubahan nilai terhadap lanjut usia ini mulai terasa. Kendati peran lanjut usia di tengah masyarakat masih sering diperlukan namun fakta memperlihatkan masih relatif banyak nasib para lanjut usia yang ditelantarkan baik oleh keluarga maupun lingkungan sosial sekitarnya. (Adam, 2010).
10
Program uji coba home care di Kecamatan Mlati dilaksanakan oleh Orsos Melati. Jumlah lanjut usia yang menjadi kelayan home care saat ini berjumlah 80 orang, dengan 25 orang pendamping. Satu orang pendamping mendampingi tiga (3) orang lanjut usia padahal idealnya adalah satu orang pendamping mendampingi dua orang lanjut usia. Menurunnya kemampuan dalam melakukan aktvitas sehari-hari lanjut usia di Kecamatan Mlati semakin meningkat karena dipicu oleh beberapa hal seperti, meningkatnya usia, tingkat pendidikan, jenis kelamin, perhatian keluarga dan faktor-faktor lain. Tantangan yang dihadapi dalam home care
yang
mempunyai peran mendampingi dan merawat lanjut usia yang sebagian besar lanjut usia miskin dan terlantar adalah tetap mempertahankan kemampuan aktivitas baik fisik, sosial, kesehatan dll. Hal tersebut agar lanjut usia dapat melaksanakan aktivitas meskipun mereka berada pada keterbatasan baik dari segi fisik, ekonomi, sosial, dan lain-lain. Home care memberikan pendampingan dan perawatan bagi lanjut usia agar menghasilkan output lanjut usia tetap dapat menyesuikan diri dengan perubahannya, tetap dapat melakukan aktivitas sehari-hari, dapat menjalin hubungan dengan baik dan dapat menjaga kesehatan. Untuk itu rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana peranan home care terhadap aktivitas lanjut usia. Dari rumusan masalah tersebut dapat dilihat : 1. Kegiatan apa sajakah yang dilaksanakan dalam home care? 2. Bagaimanakah tingkat aktivitas lanjut usia? 3. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas lanjut usia? 4. Bagaimana peranan home care dalam mendukung aktivitas lanjut usia?
11
1.3
Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan penelitian, maka tujuan penelitian yang akan
dilakukan adalah : 1. Mengetahui kegiatan yang dilaksanakan dalam home care. 2. Mengetahui tingkat aktivitas para lanjut usia. 3. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas lanjut usia. 4. Mengetahui peranan home care dalam mendukung aktivitas lanjut usia. 1.4
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat secara teoritis maupun
praktis. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan dan referensi yang berkaitan dengan pelayanan lanjut usia melalui kegiatan home care. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada pihak-pihak yang mempunyai tanggung jawab terhadap pelayanan kepada lanjut usia: 1. Pihak pemerintah sebagai masukan dalam pengambilan kebijakan untuk peningkatan fasilitas dan pelayanan kepada lanjut usia 2. Organisasi sosial lanjut usia sebagai referensi untuk pengembangan dalam memberikan pelayanan kepada lanjut usia. 3. Pendamping lanjut usia, sebagai referensi untuk mengembangkan pelayanan di lapangan. 1.5
Keaslian Penelitian Penelitian yang relevan dengan topik penelitian ini telah dilakukan oleh
beberapa peneliti. Penelitian yang telah dilakukan dengan tema, tujuan, metode,
12
lokasi, dan hasil yang berbeda-beda. Berikut beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini antara lain: 1) Indrasanti (2001) yang meneliti mengenai Citra layanan home care lanjut usia di RS Ludira Husada Tama, 2) Mulia (2011) yang meneliti mengenai Peranan kelompok lansia terhadap kesejahteraan sosial lansia, 3) Raharjo (2011) yang meneliti mengenai Pandangan Lanjut Usia terhadap Program Home Care, 4) Nuraeni (2012) Upaya Peningkatan Pelayanan Sosial bagi Lansia Melalui Home Care Service di Panti Sosial Tresna Werdha Yogyakarta Unit Budhi Luhur, dan 5) Widyakusuma (2012) Peran Pendamping Dalam Meningkatkan Keberfungsian Sosial Lanjut Usia Dalam Program Pendampingan dan Perawatan Sosial Lanjut Usia di Lingkungan Keluarga (Home Care) : Studi Tentang Pendamping di Yayasan Pitrah Sejahtera, Kelurahan Cilincing, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara. Perbedaan kajian penelitian terdahulu dengan penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1.1 Tabel 1.1 Beberapa Penelitian Terdahulu Tentang Lanjut Usia No 1.
2.
Peneliti, Tahun Indrasanti 2001
Judul, Metode Citra Layanan Home care di RS Ludira Husada Tama Survei
Mulia, 2009
Peranan kelompok lansia terhadap kesejahtera an sosial lansia Survei
Tujuan
Hasil
Perbedaan
pasien lansia dan keluarganya, mengidentifikasi atribut layanan home care lansia yang paling dominan dalam terbentuknya citra positif
secara keseluruhan Metode, layanan home care tujuan, lansia mempunyai lokasi hubungan yang kuat terhadap citra Citra layanan home care lansia rumah sakit Ludira Husada Tama baik.
Untuk mengetahui bagaimana peranan kelompok lansia sebagai produk kebijakan terhadap kesejahteraan sosial lansia
Bahwa semakin Metode, banyak mekanisme tujuan, yang dilaksanakan lokasi oleh kelompok, maka semakin berpeluang anggota kelompok (lansia) sejahtera. Sebagian besar
13
Lanjutan Tabel 1.1 kelompok lansia hanya mampu melaksanakan 3 bentuk kegiatan, sehingga kelompok lansia memiliki sedikit pengaruhnya terhadap kesejahteraan sosial lansia Bahwa kelompok lansia memiliki peranan terhadap kesejahteraan sosial lansia, yakni sebagai wadah dukungan sosial dan sebagai wadah pelayanan kesehatan. 3. Raharjo, 2011
Pandangan Lanjut Usia terhadap Program home Care Panti Sosial Tresna Werdha Budi Luhur Yogyakarta Metode deskriptif kualitatif
Mendeskripsikan pandangan lanjut usia terhadap pelaksanaan program home care Untuk mengetahui manfaat program home care bagi lanjut Usia Mendeskripsikan harapan lanjut usia selanjutnya terhadap program home care
Pelaksanaan pendampingan dan perawatan lanjut usia di rumah dapat dilaksanakan dengan baik sesuai kebutuhan lanjut usia Manfaat yang dirasakan melalui home care, terutama bantuan sembako, perawatan, pemeriksaan kesehatan
Nuraeni, 2012
Upaya Peningkata n Pelayanan Sosial bagi Lansia Melalui Home Care Service di Panti Sosial Tresna
Mendeskripsikan upaya peningkatan pelayanan sosial bagi lansia melalui home care service Mendeskripsikan dan faktor penghambat upaya peningkatan pelayanan sosial
Upaya peningkatan Metode, pelayanan sosial tujuan, bagi lansia melalui lokasi home care service dilakukan memberikan beberapa kegiatan Faktor pendukung pelayanan sosial bagi lansia, yaitu
4.
Metode, Lokasi, tujuan Metode, Lokasi, tujuan
14
Lanjutan Tabel 1.1 Werdha bagi lansia melalui Yogyakarta home care service Unit Budhi Luhur Metode kualitatif Werdha Yogyakarta Unit Budhi Luhur Metode kualitatif
5.
Widyaku suma 2012
Peran Pendampin g Dalam Meningkatk an Keberfungs ian Sosial Lanjut Usia Dalam Program Pendampin gan dan Perawatan Sosial Lanjut Usia di Lingkungan Keluarga (Home Care) : Studi Tentang Pendampin g di Yayasan Pitrah Sejahtera, Kelurahan Cilincing, Kecamatan Cilincing,
adanya Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkemampuan, tersedianya dana dari pemerintah, dan adanya dukungan dari keluarga/masyaraka t sekitar lansia. Faktor penghambat keterbatasan waktu dari instruktur bimbingan, sarana dan prasarana kurang memadai
Metode, Bahwa pendamping telah tujuan, lokasi melaksanakan perannya dengan baik walaupun diakui bahwa tidak semua peran dapat mereka laksanakan. Dalam pelaksanaan di lapangan, pendamping Untuk menemui mendeskripsikan beberapa faktor faktor pendukung pendukung dan dan penghambat penghambat, baik pendamping yang berasal dari dalam dalam diri meningkatkan pendamping keberfungsian sosial dalam maupun dari luar pendamping. program
Untuk mendeskripsikan peran pendamping dalam meningkatkan keberfungsian sosial dalam program Pendampingan dan Perawatan Lanjut Usia.
Pendampingan dan Perawatan Lanjut Usia
Kualitatif
15
Berdasarkan hasil-hasil penelitian diatas yang telah dilakukan, kajian penelitian Peranan Home Care dalam Mendukung Aktivitas Lanjut Usia di Kecamatan Mlati belum pernah dilakukan penelitian oleh peneliti lain. Penelitian ini melihat kemampuan aktivitas lanjut usia dikaitkan dengan adanya program kegiatan pelayanan bagi lanjut usia melalui kegiatan home care. Penelitian ini juga melihat keberadaan pendamping lanjut usia dalam mendampingi lanjut usia untuk dalam mendukung aktivitas lanjut usia yang belum dilihat pada penelitian sebelumnya secara keseluruhan.
16