I. PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan
kesejahteraan masyarakat ke arah yang lebih baik sesuai dalam UUD 1945 (Ramelan, 1997). Peran pemerintah sebagai pengendali pembangunan dalam mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat serta pertumbuhan ekonomi negara Indonesia sangat diperlukan. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator untuk melihat hasil pembangunan yang telah dilakukan dan juga untuk menentukan arah pembangunan di masa yang akan datang. Dalam rangka mencapai sasaran pertumbuhan yang tinggi, infrastruktur berfungsi sebagai roda penggerak ekonomi. Infrastruktur pembangunan terdiri atas dua jenis, yaitu infrastruktur ekonomi dan infrastruktur sosial (Ramelan et al, 1997). Infrastruktur ekonomi adalah infrastruktur fisik baik yang digunakan dalam proses produksi maupun yang dimanfaatkan oleh masyarakat luas. Dalam pengertian ini meliputi semua prasarana umum seperti tenaga listrik, telekomunikasi, perhubungan, irigasi, air bersih, dan sanitasi. Sedangkan infrastruktur sosial antara lain meliputi prasarana kesehatan dan pendidikan. Infrastruktur dapat digolongkan sebagai modal atau kapital. Melalui karakteristik ini, perluasan infrastruktrur tidak hanya menambah stok dari kapital tetapi juga sekaligus meningkatkan produktivitas perekonomian dan taraf hidup masyarakat luas. Bagi negara berkembang, ketersediaan infrastruktur dipandang sebagai prasyarat pokok yang harus dipenuhi oleh suatu negara bagi berlangsungnya kegiatan pembangunan.
Dalam rangka mencapai sasaran pertumbuhan yang tinggi, infrastruktur berfungsi sebagai roda penggerak ekonomi. Sebagai contoh, prasarana perhubungan yang tersebar merata ke seluruh pelosok daerah dengan kualitas yang semakin meningkat akan mempercepat arus barang, jasa, dan manusia sehingga waktu yang dibutuhkan menjadi semakin singkat. Dengan demikian pembangunan
infrastruktur
tidak
hanya
meningkatkan
efisiensi
dalam
perekonomian, tetapi lebih jauh juga akan mendorong perekonomian melalui peningkatan produktivitas ekonomi. Infrastruktur juga memegang peranan yang sangat penting dalam upaya meningkatkan pemerataan pendapatan dan hasil-hasil pembangunan. Selanjutnya infrastruktur yang mampu menghubungkan semua wilayah di tanah air juga akan mempersempit kesenjangan daerah. Untuk menjaga keseimbangan dari segi kesejahteraan hidup maupun dukungan untuk usaha, pelayanan infrastruktur harus ditingkatkan dan diperbaiki (Ramelan, 1997). Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) merupakan salah satu provinsi yang mempunyai potensi ekonomi dalam pertanian dan pariwisata. Potensi tersebut membuat jumlah orang yang datang ke Provinsi ini meningkat. Kenaikan jumlah pesawat, penumpang, dan barang yang datang ke Provinsi NTB melalui Bandara Selaparang sebelumnya membuat pemerintah Provinsi NTB merasa perlu memajukan daerahnya. Saat ini, fungsi Bandara Selaparang telah digantikan dengan bandara baru yaitu Bandara Internasional Lombok (BIL). Semua aktivitas penerbangan dari dan menuju Provinsi NTB telah dipindahkan ke BIL sejak tanggal 1 Oktober 2011.
2
Tabel 1.1 Aktivitas Bandara Selaparang
Jumlah pesawat (buah) Jumlah penumpang (orang)
2006
2007
2008
2009
2010
Datang
6.104
5.617
6.511
6.511
7.066
Berangkat
6.106
5.618
6.488
6.731
7.066
Datang
437.496
447.466
528.331
703.644
676.889
Berangkat
450.615
467.490
524.855
584.818
701.664
Sumber: BPS Provinsi NTB, 2011
Aktivitas Bandara Selaparang lima tahun terakhir tergambar pada Tabel 1.1. Jumlah penumpang yang datang ke Provinsi NTB melalui Bandara Selaparang cenderung terus meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2009, jumlah penumpang yang datang mencapai 703.644 orang. Untuk jumlah pesawat yang datang dan berangkat di Bandara Selaparang juga cenderung meningkat setiap tahunnya dan pada tahun 2010 jumlahnya mencapai 7.066 buah. Pembangunan Bandar Udara Internasional Lombok (BIL) di Dusun Slanglit, Desa Tanak Awu, Kabupaten Lombok Tengah ini, selain karena untuk alasan keselamatan, juga bertujuan untuk mengembangkan dan menggerakkan perekonomian Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). BIL yang pembangunannya sempat tersendat, kini sudah diresmikan dan mulai beroperasi. Berdiri diatas tanah seluas 551 hektare dengan landasan pacu 2.750 x 40 meter persegi, sehingga dapat didarati pesawat Air Bus 330 dan Boeing 767. BIL nantinya diharapkan akan menjadi pintu masuk investasi dan memberikan nilai tambah yang lebih baik lagi bagi perkembangan perekonomian Provinsi NTB. Sektor pariwisata dianggap paling akan berpengaruh dari pembangunan BIL ini. Peningkatan jumlah wisatawan yang datang ke Provinsi NTB akan meningkat seiring dengan mudahnya akses menuju Lombok yang dianggap memiliki wisata alam yang
3
masih asli. Pembangunan BIL ini diharapkan mampu menjadikannya sebagai poros Lombok yang akan mendatangkan banyak penumpang demi kemajuan sektor Pariwisata, tenaga kerja, dan perdagangan di wilayah NTB. Untuk dapat melihat kontribusi sektor bandara selama ini, maka dilakukan pendekatan dengan melihat kepada sektor bangunan pada nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi NTB. Tabel 1.2 Kontribusi Bangunan (Bandara) Terhadap Perekonomian Provinsi NTB 2007
2008
2009
2010
PDRB NTB ADHK 2000 (Rp Triliun)
16,37
16,83
18,87
20,05
Kontribusi Bangunan (Rp Triliun)
1,15
1,25
1,46
1,48
7,0
7,4
7,7
7,3
7,59
8,76
16,74
1,68*
Persentase (%) Laju Pertumbuhan PDRB Bangunan (%) Keterangan : *) Angka Sementara Sumber : BPS NTB, 2010
Kontribusi sektor bangunan (bandara) terhadap PDRB Provinsi NTB meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2008 kontribusi sektor bangunan (bandara) terhadap PDRB NTB sebesar Rp 1,248 triliun setelah ditahun sebelumnya 2007 hanya sebesar Rp 1,148 triliun. Pada tahun 2009 kontribusi sektor ini pun meningkat sangat tajam menjadi Rp 1,457 triliun. Seperti yang kita ketahui, bahwa di tahun 2006 adalah peletakkan batu pertama pembangunan BIL dan di tahun selanjutnya BIL sedang dibangun untuk segera dioperasikan. Di tahun 2010 kontribusinya kembali meningkat menjadi Rp 1,482 triliun.
4
1.2.
Perumusan Masalah Permasalahan transportasi di Indonesia yang masih dirasakan selama
2005-2006 adalah (Bappenas, 2007): 1. Terjadinya penurunan kualitas dan keberlanjutan pelayanan infrastruktur transportasi akibat masih terbatasnya sumberdaya dalam memenuhi kebutuhan standar pelayanan minimal (SPM) jasa pelayanan prasarana dan sarana transportasi. 2. Belum optimalnya dukungan infrastruktur dalam peningkatan daya saing sektor riil dan daya saing jasa transportasi yang mandiri, terutama ditandai dengan masih belum efisiennya biaya transportasi dalam komponen biaya produksi maupun biaya pemasaran. 3. Belum berkembangnya peran serta masyarakat dan swasta untuk berpartisipasi dalam penyediaan infrastruktur transportasi. 4. Masih terbatasnya aksesibilitas pelayanan transportasi dalam mengurangi kesenjangan
antarwilayah,
meningkatkan
pengembangan
wilayah
perbatasan, serta memberikan dukungan dalam penanganan bencana di berbagai wilayah. 5. Keterbatasan kemampuan penyediaan lahan untuk infrastruktur. Upaya penyediaan lahan sering menjadi penghambat percepatan pembangunan infrastruktur.
Hal
ini
tidak
semata-mata
kurangnya
kemampuan
pendanaan, tetapi lebih kepada kepastian hukum. Pemindahan Bandara Selaparang ke BIL yang pembangunannya dimulai tahun 2006 mengeluarkan biaya yang sangat besar menimbulkan berbagai pertanyaan akan alasan pemindahan tersebut. Banyak pihak merasa tidak perlu 5
melakukan pemindahan bandara dan cukup dengan pengembangan bandara yang sudah ada serta menginvestasikan dana yang tersedia untuk pengembangan sektorsektor lain yang ada di Provinsi NTB. Akan tetapi, sebetulnya permasalahan utama yang dirumuskan oleh Pemerintah Daerah Provinsi NTB saat ini adalah mengenai ketersediaan infrastruktur yang masih timpang antarwilayah pulau yang berakibat tidak berkembangnya dayasaing antarwilayah. Oleh karena itu, untuk dapat mengembangkan sektor-sektor perekonomian Provinsi
NTB
lainnya
diperlukan
sebuah
komponen
pendukung
yaitu
infrastruktur. Pembangunan BIL ini dilakukan mengingat Provinsi NTB memang masih perlu untuk membuka akses berbagai kawasan strategis maupun kawasan ekonomis yang potensial memicu dayasaing. Adanya pembangunan BIL tersebut, maka diharapkan akan dapat menunjang dan mendorong sektor-sektor ekonomi lainnya di Provinsi NTB. Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan masalah-masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana keterkaitan ke depan dan ke belakang serta dampak penyebaran pembangunan BIL terhadap perekonomian Provinsi NTB? 2. Bagaimana efek pengganda dari pembangunan BIL terhadap output dan pendapatan rumah tangga di wilayah Provinsi NTB? 3. Bagaimana dampak adanya investasi
pembangunan BIL terhadap
pembentukan output dan pendapatan rumah tangga di wilayah Provinsi NTB?
6
1.3.
Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:
1. Menganalisis keterkaitan ke depan dan ke belakang serta dampak penyebaran pembangunan BIL terhadap perekonomian Provinsi NTB. 2. Menganalisis efek pengganda dari pembangunan BIL terhadap output dan pendapatan rumah tangga di wilayah Provinsi NTB. 3. Menganalisis
dampak
yang
ditimbulkan
dari
adanya
investasi
pembangunan BIL terhadap pembentukan output dan pendapatan rumah tangga di wilayah Provinsi NTB.
1.4.
Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang ingin didapat dari penelitian ini diantaranya adalah
sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam menentukan kebijakan pembangunan infrastruktur khususnya bandara sehingga dapat menunjang sektorsektor lain guna meningkatkan perekonomian daerah. Selain itu penelitian ini juga dapat dijadikan bahan informasi serta rujukan bagi penelitian selanjutnya.
1.5.
Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian Analisis peran BIL dalam penelitian ini difokuskan pada analisis aspek
makroekonomi dengan model Input Output tahun 2005, dengan analisis menggunakan Microsoft Excel dan IOAP (Input Output Analysis for Practitioners). Tabel Input Output yang digunakan adalah Tabel Input Output NTB tahun 2005 atas dasar transaksi domestik berdasarkan harga produsen.
7
Dalam penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan. Salah satunya adalah keterbatasan klasifikasi sektor dalam Tabel Input- Output NTB Tahun 2005, maka untuk melihat pengaruh dari bandara dilakukan pendekatan pada sektor bangunan. Selain dari keterbatasan klasifikasi sektor, keterbatasan dalam penelitian ini adalah data yang kurang terbarui. Penelitian ini juga tidak dapat melihat efek pengganda tenaga kerja dari masing-masing sektor karena keterbatasan data tenaga kerja sesuai dengan klasifikasi sektor pada tabel input-ouput. Dampak yang ditimbulkan dari pembangunan BIL pada penelitian ini masih dilihat sebatas pada sektor bangunan (bandara) terhadap perekonomian. Dampak yang ditimbulkan dari beroperasinya BIL ini sesungguhnya dapat lebih besar lagi, terkait dengan berkembangnya sektor-sektor lainnya yang tidak tergambar dalam penelitian ini terutama sektor angkutan udara yang merupakan sektor yang paling terintegrasi dengan keberadaan BIL ini. Hal tersebut karena bangunan sendiri terdiri dari berbagai macam sektor yang mungkin saja justru sektor bandara lebih memiliki dampak yang besar dibanding dengan sektor bangunan itu sendiri. Seperti yang kita ketahui bahwa pada Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2005 klasifikasi 175 sektor, sektor bangunan terdiri dari bangunan tempat tinggal dan bukan tempat tinggal; prasarana pertanian; jalan jembatan dan pelabuhan; bangunan dan instalasi, listrik, gas dan air bersih dan komunikasi;
serta
bangunan
lainnya.
Selain
itu
dilihat
dari
tingkat
pengembaliannya, pada penelitian ini juga belum dihitung keuntungan yang didapat oleh pihak swasta karena keberadaan BIL tersebut. Oleh karena itu, nilainilai pada hasil penelitian ini masih dapat dikatakan underestimate dari dampak yang sesungguhnya.
8