BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan di Indonesia bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap orang sehingga terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Setiap warga negara berhak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau . Hak akan pelayanan kesehatan merupakan salah satu hak mendasar dari warga negara Indonesia, sehingga pemerintah wajib menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan yang layak. Salah satu fasilitas pelayanan kesehatan untuk masyarakat yang disediakan adalah puskesmas. Puskesmas merupakan unit teknis pelayanan dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan. Puskesmas memiliki tiga fungsi yaitu sebagai pusat pembangunan kesehatan masyarakat, pusat pemberdayaan masyarakat, dan pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama yang menjadi ujung tombak pembangunan bidang kesehatan (Muninjaya, 2004). Tuntutan masyarakat saat ini akan pelayanan kesehatan yang bermutu semakin meningkat. Hal tersebut seiring dengan meningkatnya pendapatan dan tingkat pendidikan masyarakat. Puskesmas diharapkan mampu memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan memberikan kepuasan bagi masyarakat. Persaingan yang semakin ketat dengan fasilitas pelayanan primer lainnya juga
menuntut peningkatan mutu pelayanan di puskesmas. Upaya dalam meningkatkan mutu puskesmas harus dilakukan dari segala aspek seperti meningkatkan profesionalisme dari para pegawainya dan meningkatkan fasilitas kesehatannya. (Muninjaya, 2004). Mutu pelayanan kesehatan adalah pelayanan kesehatan yang diberikan oleh petugas kesehatan yang meliputi lima dimensi yaitu bukti fisik (tangible) kehandalan (reliability), daya tanggap (responsiveness), jaminan (assurance) dan empati (emphaty) (Parasuraman dkk. dalam Muninjaya, 2014). Pelayanan kesehatan yang bermutu diselenggarakan sesuai dengan kode etik dan standar pelayanan profesi yang telah ditetapkan, sehingga dapat memberikan kepuasan kepada setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan. Berdasarkan hasil penelitian Safrudin dkk. (2010) menyatakan bahwa mutu pelayanan kesehatan berhubungan dengan kepuasan pasien. Masalah mutu pelayanan kesehatan di puskesmas semakin berkembang menjadi masalah kesehatan masyarakat yang serius. Rendahnya mutu pelayanan di puskesmas sering menjadi keluhan dari masyarakat. Upaya kesehatan yang diselenggarakan di puskesmas terdiri dari upaya kesehatan wajib dan upaya kesehatan pengembangan. Salah satu dari enam program wajib puskesmas adalah program pengobatan. Upaya pengobatan ini perlu mendapat perhatian, karena masyarakat cenderung melihat puskesmas pada mutu pelayanan upaya kuratif daripada program lain seperti upaya promotif, dan preventif. Masyarakat berpandangan bahwa puskesmas merupakan tempat pelayanan kesehatan
seperti rumah
sakit,
sehingga
masyarakat
sering
membanding-bandingkan kualitas pelayanan di puskesmas dengan rumah sakit. Program pengobatan dasar di puskesmas saat ini juga mendapat perhatian dari pengelola Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Puskesmas merupakan gate keeper dalam penerapan pelayanan rujukan berjenjang pada program JKN. Ada beberapa diagnosa pasien peserta JKN yang tidak dapat dirujuk langsung, namun harus ditangani di puskesmas sebagai pemberi layanan tingkat pertama. Berdasarkan situasi tersebut, puskesmas dituntut untuk meningkatkan mutu pelayanan pada upaya pengobatan dasar. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi mutu pelayanan kesehatan termasuk pada pelayanan pengobatan di puskesmas adalah faktor input, lingkungan dan proses (Azwar, 1994 dalam Endarwati, 2012). Untuk dapat mewujudkan pelayanan kesehatan yang berkualitas perlu ditunjang oleh manajemen puskesmas yang baik dan tenaga yang profesional (Kemenkes, 2012). Penerapan manajemen puskesmas merupakan proses dalam rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara sistematis untuk mencapai tujuan puskesmas (Kemenkes, 2012). Manajemen puskesmas terdiri dari perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian, serta pengawasan dan pertanggungjawaban. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ramsar dkk. (2012) tentang penerapan fungsi manajemen puskesmas di Puskesmas Minasa Upa Makasar, dinyatakan bahwa sebelum melakukan kegiatan dan strategi, terlebih dahulu dilakukan perencanaan dan penetapan tujuan kegiatan, pembagian tugas dan wewenang, koordinasi dan pengarahan serta penilaian. Hal tersebut menjadi tolak ukur dalam pelaksanaan kegiatan untuk mencapai tujuan.
Tenaga profesional merupakan faktor produksi utama untuk menghasilkan pelayanan kesehatan yang bermutu. Berkenaan dengan hal ini, maka sumber daya manusia yang berkualitas mutlak diperlukan. Makna dari yang berkualitas merupakan tidak hanya terbatas pada pekerja yang mempunyai pendidikan dan keahlian saja, melainkan juga yang memiliki motivasi dan komitmen pada pekerjaan dan organisasi (Muninjaya, 2004). Komitmen kerja adalah identifikasi kekuatan yang terkait dengan nilai-nilai dan tujuan untuk memilih keanggotaan dalam institusi pelayanan kesehatan (Robbins, 2006). Suatu puskesmas akan efektif bila memiliki pegawai yang mempunyai komitmen kerja yang kuat. Petugas dengan komitmen yang kuat akan rela mencurahkan segenap kemampuan yang dimilikinya untuk kepentingan puskesmas dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. Dari beberapa penelitian tentang komitmen kerja, diketahui bahwa komitmen kerja dapat mengurangi adanya keinginan karyawan untuk meninggalkan organisasi (Aziza, 2010). Komitmen kerja juga berpengaruh terhadap prestasi kerja (Sudiro, 2011). Penelitian lain tentang komitmen perawat terhadap perilaku caring oleh Noyumala (2013) diketahui bahwa ada hubungan komitmen perawat dengan perilaku caring profesional. Karyawan yang memiliki komitmen kerja akan lebih bertanggungjawab dalam memberikan pelayanan (Ping dalam Puspitawati, 2012). Komitmen kerja harus dimiliki oleh seluruh petugas puskesmas terutama oleh petugas yang memiliki waktu kontak lebih lama dengan pasien seperti dokter dan perawat. Petugas ini sangat berpotensi untuk pengembangan mutu dalam upaya peningkatan mutu pelayanan pada program pengobatan di puskesmas. Oleh
karena itu komitmen kerja dokter dan perawat harus ditingkatkan. Dalam upaya peningkatan komitmen tersebut, terlebih dahulu harus diketahui bagaimana komitmen kerja petugas dalam memberikan pelayanan pengobatan di puskesmas. Jumlah puskesmas saat ini di Indonesia adalah sebanyak 9.510 buah (Kemenkes, 2012), di Propinsi Bali sebanyak 120 buah (Dinkes Propinsi Bali, 2013). Dari seluruh jumlah puskesmas tersebut, 12 puskesmas terdapat di Kabupaten Karangasem yang terletak diujung timur Pulau Bali. Upaya program pengobatan telah berjalan di puskesmas Kabupaten Karangasem. Jumlah kunjungan pasien di puskesmas Kabupaten Karangasem
adalah tahun 2011
sebanyak 281.676 kunjungan (63,0%) , tahun 2012 sebanyak 243.916 kunjungan (53,5%) dan tahun
2013 sebesar 238.018 kunjungan (52,1%). Pencapaian
cakupan kunjungan pasien di puskesmas rata-rata sebesar 56,2 % (Dinkes Karangasem, 2014). Mengingat jumlah kunjungan pasien ke puskesmas mengalami penurunan dalam tiga tahun terakhir,
maka perlu diketahui bagaimana mutu pelayanan
pengobatan di puskesmas Kabupaten Karangasem. Berdasarkan hasil survei pendahuluan melalui wawancara dan observasi, diketahui bahwa masih ada beberapa permasalahan yang terkait dengan mutu pelayanan, komitmen petugas dan penerapan manajemen puskesmas. Hasil wawancara dengan pasien yang pernah berobat ke puskesmas, terdapat beberapa keluhan seperti 1) jam pelayanan belum tepat waktu sehingga pasien sering menunggu petugas, 2) petugas kurang ramah, 3) ketelitian dan kecepatan petugas dalam memberikan pelayanan masih kurang. Hasil wawancara dengan
petugas pelayanan pengobatan, diketahui bahwa petugas pada pelayanan pengobatan memiliki beban ganda, yaitu sebagai pelaksana program pengobatan dan bertanggungjawab terhadap program promotif dan preventif. Ketersediaan alat kesehatan yang sering digunakan seperti tensimeter masih kurang. Beberapa obat-obat yang diperlukan tidak tersedia di puskesmas.
Kegiatan pelatihan-
pelatihan terkait dengan program pengobatan hampir tidak pernah diadakan. Pasien peserta jaminan /asuransi kesehatan banyak yang tidak mengetahui prosedur pelayanan sehingga banyak pasien yang datang ke puskesmas hanya mencari surat rujukan untuk ke rumah sakit. Hal ini kemungkinan disebabkan karena kurangnya sosialisasi prosedur pelayanan pengobatan kepada masyarakat atau ketidak puasan pasien terhadap pengobatan di puskesmas. Kondisi tersebut mengakibatkan angka rujukan di puskesmas melebihi dari target yang ditetapkan yaitu sebesar 15%. Angka rujukan khususnya untuk puskesmas yang lokasinya dekat dengan rumah sakit umum daerah, rata-rata sebesar 20% (Dinkes Karangasem, 2014). Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala puskesmas diketahui bahwa terdapat beberapa permasalahan yang terjadi berkaitan dengan pelayanan di puskemas. Permasalahan tersebut seperti masih adanya keluhan dari masyarakat terkait dengan mutu pegobatan di puskesmas, keluhan ini disampaikan secara langsung maupun dipublikasikan melalui media massa. Permasalahan lain yang disampaikan kepala puskesmas adalah kurangnya komitmen kerja dari pegawai di puskesmas. Hal ini dilihat dari beberapa hal seperti 1) terjadi kesulitan dalam membagi pekerjaan karena petugas sering
menolak tugas yang diberikan, 2) tempat pengobatan sering terlihat kosong terutama pada siang hari, 3) petugas tidak memiliki inisiatif dalam pengembangan program, 4) inovasi petugas di puskesmas masih kurang dimana petugas terlihat bekerja hanya melanjutkan yang sudah berjalan dan menjadi rutinitas. Beberapa petugas juga mempunyai keinginan pindah tugas dari puskesmas terutama yang berasal dari luar Kabupaten Karangasem. Kedisiplinan petugas juga masih menjadi masalah di puskesmas Kabupaten Karagasem. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan kepala puskesmas diketahui bahwa penerapan manajemen puskesmas di puskesmas Kabupaten Karangasem belum berjalan dengan optimal. Hal ini terlihat dalam pembuatan perencanaan tingkat puskesmas (PTP) belum dilakukan dengan baik. Pembuatan rencana kegiatan dari masing-masing program tidak dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan namun lebih banyak bersifat melaksanakan apa yang diinstruksikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Karangasem. Penyampaian rencana usulan kegiatan (RUK) yang diajukan ke Dinas Kesehatan Kabupaten Karangasem juga tidak tepat waktu, sehingga Dinas Kesehatan Kabupaten Karangasem mengalami kesulitan dalam mengajukan anggaran ke Pemerintah Daerah Kabupaten Karangasem. Hal ini mengakibatkan banyaknya kegiatan yang semestinya dibutuhkan di puskesmas tidak mendapatkan anggaran biaya. Terkait dengan penerapan manajemen puskesmas di Kabupaten Karangasem yaitu dalam hal pengawasan dan pertanggungjawaban juga belum berjalan optimal, hal ini terlihat dari 12 puskesmas yang ada di Kabupaten Karangasem hanya tiga puskemas yang menyusun laporan kinerja secara rutin. Pembinaan dan
pengawasan dari dinas kesehatan terkait pelaksanaan program pengobatan dan manajemen puskesmas dirasakan masih kurang oleh puskesmas. Hal ini mengakibatkan puskesmas mengalami kesulitan dalam melaksanakan kegiatan seperti dalam menyusun perencanaan kegiatan termasuk program pengobatan, penyusunan Standar Operational Prosedure (SOP), dan penyusunan laporan pengukuran kinerja puskesmas. Kepala puskesmas saat ini sebagian besar belum mendapatkan pelatihan terkait dengan manajemen puskesmas, yaitu dari 12 kepala puskesmas hanya tiga orang yang pernah mendapatkan pelatihan tentang manajemen puskesmas. Dilihat dari beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya menunjukkan hasil yang beragam yaitu diantaranya ada yang menunjukkan hubungan dan ada pula penelitian yang tidak menunjukkan adanya hubungan antara pelaksanaan fungsi manajemen dengan pencapaian program di puskesmas. Hasil penelitian tersebut adalah penelitian dari Kustiawan tahun
2014
menyatakan bahwa adanya hubungan fungsi manajemen dengan cakupan kegiatan pada program Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue di Puskesmas Kabupaten Gerobogan. Terdapat pula hasil penelitian lain oleh Ningrum, S.F (2006) yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan fungsi manajemen dengan keberhasilan program PMT di Puskesmas Kabupaten Tegal. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti tertarik untuk meneliti hubungan penerapan manajemen puskesmas dan komitmen kerja petugas dengan mutu pelayanan pengobatan pada Poli Umum di puskesmas yang ada di Kabupaten Karangasem.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: 1.
Bagaimanakah hubungan penerapan manajemen puskesmas dengan mutu pelayanan pengobatan pada Poli Umum di puskesmas se- Kabupaten Karangasem?
2.
Bagaimanakah hubungan komitmen kerja petugas dengan mutu pelayanan pengobatan pada Poli Umum di puskesmas se- Kabupaten Karangasem?
3.
Variabel manakah yang paling dominan berhubungan dengan mutu pelayanan pengobatan pada Poli Umum di puskesmas se- Kabupaten Karangasem?
1.3
Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana hubungan antara penerapan manajemen puskesmas dan komitmen kerja petugas dengan mutu pelayanan pengobatan pada Poli Umum di puskesmas se- Kabupaten Karangasem. 1.3.2 Tujuan Khusus Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk mengetahui : 1.
hubungan penerapan manajemen puskesmas dengan mutu pelayanan pengobatan pada Poli Umum di puskesmas se-Kabupaten Karangasem
2.
hubungan komitmen kerja petugas dengan mutu pelayanan pengobatan pada Poli Umum di puskesmas se- Kabupaten Karangasem
3.
variabel yang paling
dominan berhubungan dengan mutu pelayanan
pengobatan pada Poli Umum di puskesmas se- Kabupaten Karangasem.
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan dapat memberikan sumbangan pemikiran untuk peneliti lain serta sebagai dokumen ilmiah untuk bahan penelitian selanjutnya. 1.4.2 Manfaat Praktis Diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dan sebagai masukan untuk puskesmas dan dinas kesehatan terkait dengan intervensi pada penerapan manajemen puskesmas dan komitmen kerja petugas sebagai upaya peningkatan mutu pelayanan di puskesmas.