1
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional pada intinya bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Dari sudut pandang perekonomian, makmur dapat diartikan dengan adanya peningkatan pendapatan perkapita nasional, sedangkan adil disini diartikan dapat menjamin adanya pembagian pendapatan yang merata bagi seluruh rakyat dalam berbagai lapisan. Guna mencapai tujuan nasional tersebut maka diperlukan sumber pendanaan yang besar dan kuat disamping sumber daya manusianya. Oleh karena itu sangat diharapkan peran serta masyarakat dan segenap warga negara. Pembangunan merupakan kegiatan yang berlangsung terus menerus dan berkesinanmbungan dan tujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat baik materiil dan spirituil, maka diperlukan usaha untuk menggali potensi sumber dana pembangunan tersebut. Seperti telah diketahui bahwa untuk menyelenggarakan pemerintah dan pembiayaan kegiatan pembangunan telah diupayakan agar sumber dananya diperoleh sebagian dari dalam negeri sendiri yaitu antara lain melalui sektor perpajakan. “Pajak sendiri dapat berarti iuran kepada negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak ada timbal balik (kontraprestasi) secara langsung dan digunakan
untuk membayar
pengeluaran umum”
Soemitro,
Mardiasmo (2011:1). Maka untuk menambah ketaatan wajib pajak dan membayar 1
2
pajaknya perlu diterapkan Undang-Undang perpajakan serta hukum pasti dalam mengatur perpajakan, Undang-undang ini diperlukan supaya penerimaan negara dapat berjalan dengan maksimal dan dengan pajak, pemerintah dapat mengatur alokasi sumber-sumber ekonomi, dan sebagainya. Dimana penerimaan pajak memiliki peranan yang strategis dalam menunjang operasi fiskal pemerintah. Selain sebagai penerimaan utama negara,pajak juga berfungsi sebagai alat untuk mengatur dan mengawasi kegiatan-kegiatan swasta dalam perekonomian. Pandiangan ( 2010 : 24 ) Pajak yang merupakan perpindahan sebagai kekayaan atau harta yang dimiliki masyarakat (privat) kepada negara (publik) yang prosesnya dilakukan berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku. Ciri khas inilah yang membedakan dengan jenis penerimaan atau jenis pemungutan negara yang lainnya. Dari pengamatan dan kajian yang penulis lakukan atau unsur dalam pengertian dan proses pengenaan pajak yaitu dapat dipaksakan kepada masyarakat, hal ini menunjukan bahwa pada hakikatnya pelaksanaan pajak itu lebih cenderung berada di masyarakat sebagai pihak aktif. Ini didukung oleh kondisi riil, bahwa yang mengetahui apakah ada kekayaan (termasuk penghasilan) yang dimiliki dan berapa besarnya, yang dapat dipindah/diberikan kepada negara sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku dimasyarakat sendiri. Sedangkan pemerintah lebih berfungsi sebagai regulator, administrator untuk penerimaan negara, sebagai inspktor apakah masyarakat telah melaksanakan kewajiban pajak sebagaimana diatur dalam ketentuan yang berlaku. Muljono ( 2010:27 ) menyatakan akuntansi pajak adalah bidang akuntansi yang berkaitan dengan perhitungan perpajakan, yang mengacu pada peraturan,
3
perundang-undangan, dan aturan pelaksanaan perpajakan. Prinsip akuntansi pajak meliputi: a. Kesatuan akuntansi Pembukuan harus memisahkan harta, kewajiban, modal, penghasilan, biaya, penjualan dan pembelian wajib pajak. b. Kesinambungan Data-data yang berkaitan dengan pembukuan wajib pajak harus disimpan di Indonesia, sekurang-kurangnya dalam jangka waktu 10 tahun. c. Harga pertukaran yang objektif Direktur Jenderal Pajak berwenang menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan, serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung besarnya penghasilan kena pajak bagi wajib pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan wajib pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman. d. Konsistensi Pembukuan diselenggarakan dengan prinsip atau azas konsisten, dalam artian apabila wajib pajak telah memilih salah satu metode pembukuan, harus diikuti setiap tahunnya secara konsisten. Segala bentuk perubahan dalam prinsip mauupun metode perhitungan pembukuan harus mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal pajak agar dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu tentang ada atau tidaknya objek pajak yang timbul akibat perubahan tersebut. e. Konservatif Akuntansi pajak cenderung menggunakan prinsip realisasi, walaupun terdapat juga pengakuan terhadap prinsip-prinsip konservatif, seperti ada perhitungan
4
rugi selisih kurs; wajib pajak boleh memilih antara kurs tetap-rugi selisih kurs diakui kalau sudah direalisasi, atau kurs tengah BI atau kurs yang sebenarnya berlaku pada akhir tahun-rugi kurs diakui setiap akhir tahun, walaupun belum direalisasi. Pajak Pertambahan Nilai sendiri merupakan pajak yang dikenakan pada waktu perusahaan melakukan pembelian atas Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) yang dikenakan dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP). Setiap pembelian barang yang ada hubungannya secara langsung dengan barang yang dijual/dihasilkan, maka atas pajak yang dikenakan terhadap barang tersebut, oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) merupakan pajak masukan yang besarnya 10% dari hasil beli barang, sedangkan bila barang tersebut akan menambahkan 10% dari harga jual sebelum pajak sebagai PPN yang merupakan pajak pengeluaran untuk masa pajak yang bersangkutan. PT. Bumi Menara Internusa merupakan suatu perusahaan yang bergerak dalam bidang industri perikanan. Perusahaan melakukan pembelian terhadap Barang Kena Pajak (BKP) yaitu berupa perlengkapan peralatan kerja maka dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) masukan dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP) barang tersebut. Sebaliknya perusahaan melakukan penjualan barang tersebut, maka perusahaan berhak melakukan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) keluaran terhadap Barang Kena Pajak (BKP). Pajak masukan yang telah disetorkan dapat dikreditkan dengan pajak keluaran yang telah di pungut. Kelebihan atas Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ini dapat diresitusi atau dikompensasikan kemasa tahun berikutnya.
5
Prosedur Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) lebih kompleks bila dibandingkan dengan Pajak Penjualan (PPn) sebelumnya. Namun, Undangundang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tidak mengatur secara jelas bagaimana mekanisme pembukunan Pajak Masukan dan Pajak Keluaran, sehingga masingmasing perusahaan membukukannya sesuai dengan persepsinya. Tidak ada setoran yang jelas mengenai Pajak Masukan dan Pajak Keluaran tersebut akan menyebabkan terjadinya kesalahan pencatatan oleh perusahaan di dalam laporan keuangan khususnya Neraca. Berdasarkan penjabaran diatas penulis mencoba melakukan pembahasan tentang penghitungan dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap Undang-undang perpajakan yang berlaku. Maka penelitian ini mengambil judul “Analisis Penerapan Penghitungan Dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai Pada PT. Bumi Menara Internusa Surabaya”. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas, maka permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah: “Bagaimana penerapan, penghitungan dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai pada PT. Bumi Menara Internusa?” 1.3. Tujuan Penelitian “Untuk menguji bagaimana penerapan, penghitungan dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai pada PT. Bumi Menara Internusa?”
6
1.4. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah : 1. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi PT. Bumi Menara Internusa Surabaya guna memberi masukan dalam hal pelaporan SPT masa PPN. 2. Bagi penulis sendiri bisa menambah wawasan dan pengetahuan di dalam akuntansi perpajakan terutama dalam hal PPN. 3. Bagi pembaca akan menambah wawasan perihal perlakuan terhadap PPN baik dari mekanisme penghitungan , penyetoran dan perolehan.
7
BAB II TELAAH PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pengertian Pajak Pengertian atau definisi pajak bermacam-macam, para pakar perpajakan mengemukakannya berbeda antara satu sama lain dari waktu ke waktu, meskipun demikian pada dasarnya memiliki tujuan yang sama. Pajak menurut salah satu usaha yang dilakukan oleh pemerintah untuk memperolah atau mendapatkan dana dari masyarakat. Pajak merupakan pungutan wajib atau dipaksakan kepada rakyat. Ada beberapa definisi pajak yang diungkapkan oleh para ahli: Menurut Soemitro, Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Menurut Purwono ( 2010:7 ) pajak menurut pasal 1 Undang-Undang No. 28 tahun 2007 tentang ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan didefinisikan sebagai berikut: “kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
8
2.1.2. Pengelompokkan Pajak Menurut Mardiasmo ( 2011:5 ) pengelompokan pajak di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi 3 bagian yaitu menurut golongan, menurut sifat, dan menurut lembaga pemungutannya. Menurut golongannya pajak terdiri dari: a. Pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh: Pajak Penghasilan. b. Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Menurut sifatnya di bedakan menjadi : a. Pajak subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh: Pajak Penghasilan. b. Pajak Objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Menurut Lembaga Pemungutannya a. Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara.
9
Contoh: Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) dan Bea Cukai. b. Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Pajak Daerah terdiri atas: -
Pajak Provinsi, contoh: Pajak Kendaraan Bermotor dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor.
-
Pajak kabupaten/Kota, contoh: Pajak Hotel, Pajak Restoran, dan Pajak Hiburan. Menurut Mardiasmo ( 2011:7 ), pemungutan pajak dilarang diborongkan.
Setiap Wajib Pajak wajib membayar pajak yang terutang berdasarkan surat ketetapan pajak atau dibayar sendiri oleh Wajib Pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan. Wajib Pajak yang memenuhi kewajiban perpajakan berdasarkan penetapan Kepala Daerah dibayar dengan menggunakan Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) atau dokumen lain yang dipersamakan berupa karcis dan nota perhitungan. Wajib Pajak yang memenuhi kewajiban perpajakan sendiri dibayar dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD), Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar (SKPDKB), dan/atau Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan (SKPDKBT). Pembahasan Tata Cara Pemungutan Pajak antara lain: Stelsel Pajak dalam pemungutannya pajak dapat dilakukan berdasarkan 3 stelsel yaitu :
10
a. Stelse nyata (riel stelsel) Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan yang nyata), sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya diketahui. Stelsel nyata mempunyai kelebihan dan kekurangan.Kebaikan stelsel ini adalah pajak yang dikenakan lebih realistis. Sedangkan kelemahannya adalah pajak baru dapat dikenakan pada akhir periode (setelah penghasilan riil diketahui). b. Stelsel anggapan (fictieve stelsel) Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh undangundang. Misalnya, penghasilan suatu tahun dianggap sama dengan tahun sebelumnya, sehingga pada awal tahun pajak sudah dapat ditetapkan besarnya pajak yang terutang untuk tahun pajak berjalan. Kebaikan stelsel ini adalah pajak dapat dibayar selama tahun berjalan, tanpa harus menunggu pada akhir tahun. Sedangkan kelemahannya adalah pajak yang dibayar tidak berdasarkan pada keadaan yang sesungguhnya. c. Stelsel campuran Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan, kamudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya. Bila besarnya pajak menurut kenyataan lebih besar dari pada pajak menurut anggapan, maka wajib pajak harus menambah. Sebaliknya, jika lebih kecil kelebihannya dapat diminta kembali.
11
Asas Pemungutan Pajak a.
Asas domisili (asas tempat tinggal) Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan wajib pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam maupun luar negeri. Asas ini berlaku untuk wajib pajak dalam negeri.
b. Asas sumber Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan
yang bersumber di
wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal wajib pajak. c. Asas kebangsaan Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara. Sistem pemungutan pajak merupakan ketentuan umum keputusan undang-undang perpajakan yang dilandasi falsafah Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Maka sistem pemungutan pajak menurut Mardiasno (2011:7) terbagi menjadi sebagai berikut: a. Official Assessment System adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Ciri-ciri: 1. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang pada fiskus. 2. Wajib pajak bersifat pasif. 3. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.
12
b. Self Assessment System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Ciri-ciri: 1. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib Pajak sendiri. 2. Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang. 3. Fiskus tidak ikutt campur dan hanya mengawasi. c. With Holding System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga(bukan fiskus dan bukan wajib pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Ciri-ciri: wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan Wajib Pajak. Menurut Mardiasmo ( 2011:8 ) ada dua ajaran yang mengatur timbulnya utang pajak: a) Ajaran formil yaitu Utang pajak timbul karena dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh fiskus. Ajaran ini diterapkan pada official assessment system. b) Ajaran materiil yaitu Utang pajak timbul karena berlakunya undang-undang. Seseorang dikenai pajak karena suatu keadaan dan perbuatan. Ajaran ini diterapkan pada self assessment system.
13
Hapusnya utang pajak dapat disebabkan beberapa hal Pembayaran, Kompensasi, Daluwarsa, Pembebasan dan penghapusan. Dengan berpegang teguh pada prinsip kepastian hukum, keadilan, kesederhanaan, arah dan tujuan perubahan UU tentang Perpajakan maka Tarif pajak menurut Mardiasmo ( 2011:9 ) ada 4 macam yaitu sebagai berikut: a) Tarif sebanding/proporsional Tarif berupa presentase yang tetap, terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang proporsional terhadap besarnya nilai yang dikenai pajak. Contoh: Untuk penyerahan Barang Kena Pajak di dalam daerah pabean akan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10%. b) Tarif tetap Tarif berupa jumlah yang tetap (sama) terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang tetap. Contoh: Besarnya tarif Bea Materai untuk cek dan bilyet giro dengan nilai nominal berapapun adalah Rp 3.000,00. c) Tarif progresif Persentase tarif yang digunakan semakin besar bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar. Pasal 17 Undang-undang pajak penghasilan untuk Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri d) Tarif degresif Presentase tarif yang digunakan semakin kecil bila jumlah yang dikenai pajak semaki besar.
14
Menurut Mardiasmo (2011:9-10) ada dua fungsi pajak, yaitu: a. Fungsi budgetair yaitu Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya. b. Fungsi Mengatur (regulerend) yaitu Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial ekonomi. Contoh: 1) Pajak yang tinggi dikenakan terhadap minuman keras untuk mengurangi konsumsi minuman keras. 2) Pajak yang dikenakan terhadap barang-barang mewah untuk mengurangi gaya hidup konsumtif. 3) Tarif pajak untuk ekspor sebesar 0%,
untuk mendorong ekspor produk
Indonesia di pasaran dunia. Menurut Mardiasmo ( 2011:5 ) Hukum Pajak mengatur hubungan antara pemerintah (fiskus) selaku pemungut pajak dengan rakyat sebagai Wajib Pajak. Ada 2 macam hukum pajak yaitu : a) Hukum Pajak materiil, memuat norma-norma yang menerangkan antara lain keadaan, perbuatan, peristiwa hukum yang dikenai pajak (objek pajak), siapa yang dikenal objek pajak (subjek), berapa besar pajak yang dikenakan (tarif), segala sesuatu tentang timbulnya dan hapusnya utang pajak, dan hubungan hukum antara pemerintah dan Wajib Pajak. Contoh : Undang-undang Pajak Penghasilan
15
b) Hukum Pajak Formil, memuat bentuk/tata cara untuk mewujudkan hukum materiil menjadi kenyataan (cara melaksanakan hukum pajak materiil), Dalam Hukum formil memuat antara lain : 1) Tata cara penyelenggaraan (prosedur), penetapan suatu utang pajak. 2) Hak-hak fiskus untuk mengadakan pengawasan terhadap para Wajib Pajak mengenai keadaan, perbuatan dan peristiwa yang menimbulkan utang pajak. 3) Kewajiban Wajib Pajak misalnya menyelenggarakan pembukuan/atau pencatatan, dan hak-hak Wajib Pajak misalnya mengajukan keberatan dan banding. Contoh : Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan 2.1.3. Definisi Pajak Pertambahan Nilai Menurut Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana terakhir dengan Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai bagian penjelasan yang dimaksud Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah Pajak yang dikenakan atas konsumsi barang atau jasa, di dalam daerah pabean yang dikenakan bertingkat disetiap jalur produksi dan distribusi. Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sangat dipengaruhi oleh perkembangan transaksi bisnis serta pola konsumsi masyarakat yang merupakan objek dari Pajak Pertambahan Nilai. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menggantikan peranan Pajak Penjualan (PPn) di Indonesia, karena Pajak Pertambahan Nilai memiliki beberapa karakter positif yang tidak dimiliki oleh Pajak Penjualan. Menurut Sukardji (2009:9)
16
Dasar hukum Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah Undangundang No. 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan undangundang No. 6 Tahun 2009. Mardiasmo ( 2011:22 ) Undang-undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dilandasi falsafah Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, yang di dalamnya terutang ketentuan yang menjunjung tinggi hak warga negara dan menempatkan kewajiban perpajakan sebagai kewajiban kenegaraan. Undang-undang ini memuat ketentuan umum dan tata cara perpajakan yang pada prinsipnya diberlakukan bagi undang-undang pajak material, kecuali dalam undang-undang pajak yang bersangkutan telah mengatur sendiri mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan. Mardiasmo ( 2011:274 ) menyatakan Undang-undang yang mengatur pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjulan atas Barang Mewah (PPnBM) adalah Undang-Undang Nomor 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang atau Jasa dan PPnBM sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009. Undang-undang ini disebut Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984. Menurut Sukardji (2009:133), Subyek PPN dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu : a. Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN 1984.
17
b. Bukan pengusaha kena pajak Subjek PPN tidak harus Pengusaha Kena Pajak, tetapi bukan Pengusaha Kena Pajak pun dapat menjadi subyek PPN sebagaimana diatur dalam pasal 4 huruf b, huruf d, huruf e serta pasal 16C UU PPN 1984. Berdasarkan pasal-pasal ini dapat diketahui bahwa dapat dikenakan PPN: 1) Siapa pun yang mengimpor Barang Kena Pajak (Pasal 4 huruf b UU PPN 1984) 2) Siapa pun yang memanfaatkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean (Pasal 4 huruf d dan huruf e UU PPN 1984) 3) Siapa pun yang membangun sendiri tidak dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya (Pasal 16C UU PPN 1984). PPN dikenakan terhadap konsumsi yang dilakukan didalam negeri. Oleh sebab itu, ketika konsumsi dilakukan atas Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang berasal dari luar daerah pabean oleh konsumen dalam negeri, maka PPN yang terutang akan dibayar sendiri oleh konsumen tanpa memperhatikan apakah konsumen tersebut Pengusaha Kena Pajak. Menurut Resmi ( 2011:5 ) PPN merupakan pajak tidak langsung, artinya pajak yang pada akhirnya dapat dibebaskan atau diahlikan kepada orang lain atau pihak ketiga. Pihak-pihak yang mempunyai kewajiban memungut, menyetorkan, dan melaporkan PPN terdiri atas:
18
1. Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang melakukan penyerahan BKP dan atau JKP di dalam Daerah Pabean dan melakukan ekspor BKP Berwujud/BKP tidak Berwujud/JKP. 2. Pengusaha kecil yang memiliki untuk dikukuhkan sebaagai PKP. Menurut Mardiasmo ( 2011:283 ) Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas: 1. Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha. Syarat-syaratnya adalah : -
Barang berwujud yang diserahkan merupakan BKP
-
Barang tidak berwujudnya yang diserahkan merupakan BKP Tidak Berwujud
-
Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean, dan
-
Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya.
2.
Impor Barang Kena Pajak;
3.
Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha, syarat-syaratnya adalah : -
Jasa yang diserahkan merupakan JKP
-
Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean, dan
-
Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya
4. Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam daerah Pabean; 5. Pemanfaatan Jasa Kena pajak dari luar daerah pabean didalam daerah pabean; 6. Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak; 7. Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh pengusaha Kena Pajak; dan
19
8. Ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak. Barang Kena Pajak (BKP) dalam Pasal 1 angka 2 dan angka 3 Undangundang Nomor 42 Tahun 2009 adalah barang berwujud yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak dan barang tidak berwujud yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang. Jenis-jenis barang yang termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak dalam Pasal 1A ayat 1 Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009 adalah: 1. Penyerahan hak atas Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian 2. Pengalihan Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian sewa beli dan/atau perjanjian sewa guna usaha (leasing) 3. Penyerahan Barang Kena Pajak kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang 4. Pemakaian sendiri dan/atau pemberian cuma-cuma atas Barang Kena Pajak 5. Barang Kena Pajak berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjual belikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan 6. Penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau penyerahan Barang Kena Pajak antar cabang 7. Penyerahan Barang Kena Pajak secara konsinyasi 8. Penyerahan Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak dalam rangka perjanjian pembiayaan yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah, yang
20
penyerahannya dianggap langsung dari Pengsaha Kena Pajak kepada pihak yang membutuhkan Barang Kena Pajak. Sedangkan penyerahan barang yang tidak termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak adalah: 1. Penyerahan Barang Kena Pajak kepada makelar sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-undang Hukum Dasar; 2. Penyerahan Barang Kena Pajak untuk jaminan utang piutang; 3. Penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau penyerahan Barang Kena Pajak antar cabang dalam hal PKP melakukan pemusatan tempat pajak terutang; 4. Pengalihan BKP dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan usaha dengan syarat pihak yang melakukan pengalihan dan yang menerima pengalihan adalah Pengusaha Kena Pajak; dan 5. BKP berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, dan yang Pajak Masukan atas perolehan tidak dapat dikreditkan. Menurut Mardiasmo ( 2011:277 ), Jasa Kena Pajak (JKP) adalah setiap kegiatan pelayanan yang derdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang, fasilitas, kemudahan, atau hak sedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan berdasarkan UndangUndang PPN 1984.
21
Menurut Mardiasmo ( 2011:289 ) ketentuan Pasal 11 Undang-Undang PPN dan PPnBM menyebutkan terutang pajak terjadi pada saat: 1. Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP); 2. Impor Barang Kena Pajak (BKP); 3. Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; 4. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean; 5. Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud; 6. Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud; 7. Ekspor Jasa Kena Pajak; 8. Pembayaran, pembayaran diterima sebelum penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) atau dalam hal pembayaran dilakukan sebelum dimulainya pemanfaatan Barang Kena Pajak (BKP) Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak (JKP) dari luar Daerah Pabean. Menurut Waluyo (2011,31) sebagaimana diamanatkan oleh pasal 12 ayat (1) Undang-Undang PPN dan PPnBM bahwa Direktur Jendral diberikan kewenangan menetapkan tempat lain sebagai tempat pajak terutang. Untuk menghitung besarnyanya pajak PPN yang terutang perlu adanya Dasar Pengenaan Pajak (DPP). Menurut Mardiasmo ( 2011:285 ) Dasar Pengenaan Pajak (DPP) adalah jumlah Harga Jual atau Pengganti atau Nilai Impor atau Nilai Ekspor atau Nilai lain yang diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan yang dipakai sebagai dasar
22
untuk menghitung pajak yang terutang. Untuk menghitung besarnya Pajak Pertambahan Nilai yang terutang perlu adanya Dasar Pengenaan Pajak. yang menjadi Dasar Pengenaan Pajak adalah : a) Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-undang PPN dan pemotongan harga yang dicantumkan dalam faktur pajak (UndangUndang Nomor 42 Tahun 2009 pasal 1 ayat 18). b) Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pengusaha karena penyerahan JKP, ekspor JKP, atau ekspor BKP tidak berwujud, tetapi tidak termasuk PPN yang dipungut menurut Undang-Undang PPN dan potongan harga yang dicantumkan dalam faktur pajak atau nilai berupa uang yang dibayar atau seharusnya dibayar oleh Penerima Jasa karena pemanfaatan JKP dan/atau oleh penerima manfaat BKP Tidak berwujud karena pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean. c) Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk ditambah pungutan berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundangundangan yang mengatur mengenai kepabean dan cukai untuk impor BKP, tidak termasuk PPN dan PPn BM yang menurut Undang-Undang PPN 1984. d) Nilai Ekspor adalah nilai berupa uang termasuk biaya yang diminta atau seharusnya di minta oleh eksportir.
23
Penerapan DPP diatur dalam berbagai peraturan pelaksanaan undang-undang sebagai berikut: 1. Untuk penyerahan atau penjualan BKP, yang menjadi DPP adalah jumlah harga jual. 2.
Untuk penyerahan JKP, yang menjadi DPP adalah penggantian.
3. Untuk impor, yang menjadi DPP adalah nilai impor. 4. Untuk ekspor, yang menjadi DPP adalah nilai ekspor. 5. Atas kegiatan membangun sendiri bangunan permanen dengan luas 300 m² atau lebih, yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan tidak dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya, DPP-nya adalah 40% (empat puluh persen) dari jumlah biaya yang dikeluarkan untuk membangun (tidak termasuk biaya perolehan tanah). 6. Untuk pemakaian sendiri BKP dan/atau JKP adalah Harga Jual atau penggantian setelah dikurangi laba kotor. 7. Untuk pemberian cuma-cuma BKP dan/atau JKP adalah Harga Jual atau penggantian setelah dikurangi laba kotor. 8. Untuk penyerahan media rekaman suara atau gambar adalah perkiraan harga jual rata-rata. 9. Untuk penyerahan film cerita adalah perkiraan hasil rata-rata per judul film. 10. Untuk penyerahan produk hasil tembakau adalah sebesar harga jual eceran. 11. Untuk BKP berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, adalah harga pasar wajar.
24
12. Untuk penyerahan BKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau penyerahan BKP antar cabang adalah harga pokok penjualan atau harga perolehan. 13. Untuk penyerahan BKP melalui pedagang perantara adalah harga yang disepakat antara pedagang perantara dengan pembeli. 14. Untuk penyerahan BKP melalui juru lelang adalah harga lelang. 15. Untuk penyerahan jasa pengiriman paket adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah yang ditagih atau jumlah yang seharusnya ditagih. 16. Untuk penyerahan jasa biro perjalanan atau jasa biro pariwisata adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih. Menurut Sukrisno ( 2010:166 ) tarif PPN umumnya 10%, tetapi dengan peraturan pemerintah dapat diubah serendah-rendahnya 5% dan setinggi-tingginya 15%. Sedangkan Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 0% (nol persen) ditetapkan atas: a. Ekspor BKP Berwujud; b. Ekspor BKP Tidak Berwujud; dan c. Ekspor JKP Pengenaan tarif 0% (nol persen) tidak berarti pembebasan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. Dengan demikian, Pajak Masukan yang telah dibayar untuk perolehan BKP/JKP yang berkaitan dengan kegiatan dengan kegiatan tersebut dapat dikreditkan.
25
Menurut Mardiasmo ( 2011:288 ) cara menghitung Pajak Pertambahn Nilai yang terutang adalah dengan mengalikan Tarif Pajak Pertambahan Nilai (10% atau 0% untuk Ekspor Barang Kena Pajak) dengan Dasar Pengenaan Pajak. PPN = Dasar Pengenaan Pajak x Tarif Pajak Menurut Muljono ( 2008:61 ) Pajak Masukan adalah: “Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh PKP karena perolehan BKP dan atau pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean dan atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean dan atau impor BKP”. Pajak keluaran menurut Muljono ( 2008:73 ) adalah: “Pajak Pertambahan Nilai terutang yang wajib dipungut oleh PKP yang melakukan penyerahan BKP, penyerahan JKP, ekspor BKP berwujud, ekspor BKP tidak berwujud dan atau ekspor JKP”. Mekanisme Pengkreditan Pajak Masukan menurut Waluyo (2011,99) adalah: 1. Pajak Masukan yang telah dibayar oleh pengusaha Kena Pajak pada waktu perolehan atau impor Barang Kena Pajak atau penerimaan Jasa Kena Pajak dapat dikreditkan dengan Pajak Keluran yang dipungut Pengusaha Kena Pajak pada waktu menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak. 2. Pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran tersebut harus dilakukan dalam Masa Pajak yang sama.
26
3. Penghitungan PPN yang harus dibayar dan disetorkan oleh Pengusaha Kena Pajak ke kas Negara, terlebih dahulu wajib pajak harus mengurangi Pajak Keluaran dengan Pajak Masukan yng dapat dikreditkan. 4. Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Keluaran lebih besar dari pada Pajak Masukan, maka selisihnya merupakan Pajak Pertambahan Nilai yang harus dibayar dan disetorkan oleh Pengusaha Kena Pajak ke Kas Negara. 5. Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, tetapi ternyata belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak yang bersangkutan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan sepanjang belum
dibebankan
sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan. Faktur pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau penyerahan Jasa Kena Pajak atau bukti pungutan pajak karena impor Barang Kena Pajak digunakan oleh Direktorata Jendral Bea dan Cukai.(Waluyo, 2011 : 83) Ketentuan formal perubahan Faktur Pajak diatur dalam Pasal 13 UndangUndang PPN dan PPnBM dan ditindak lanjuti dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 38/Pj/2010 dan Peraturan Direktur Jendral Pajak No. 13/Pj/2010 yang telah diubah dengan peraturan Direktur Jendral Pajak Nomor Per 65/Pj/2010 Tentang Perubahan Atas Peraturan Direktur Jendral Pajak No. 13/Pj/2010 Tentang Bentuk, Ukuran, Prosedur Pemberitahuaan Dalam Rangka Pembuatan, Tata Cara Pengisian Keterangan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak.(Waluyo, 2011 : 91)
27
Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP yang paling sedikit memuat: a. Nama, alamat, dan NPWP yang menyerahkan BKP atau JKP; b. Nama, alamat, dan NPWP pembeli BKP atau Penerima JKP; c. Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan Pemotongan harga; d. PPN yang dipungut; e. PPn BM yang dipungut; f. Kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan g. Nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak. Mardiasmo (2011 : 37) telah menjelaskan Surat Setoran Pajak (SSP) adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan. Fungsi Surat Setoran Pajak (SSP) sendiri yaitu sebagai bukti pembayaran pajak apabila telah disahkan oleh Pejabat kantor penerima pembayaran yang berwenang atau apabila telah mendapatkan validasi.(Mardiasmo, (2011 : 37) Menurut Mardiasmo (2011 : 31) Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
28
Menurut Mardiasmo (2011:32) Fungsi Surat Pemberitahuan (SPT) antara lain yaitu : Bagi Wajib Pajak Penghasilan adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang : a) Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan/atau mulai pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam 1 (satu) Tahun Pajak atau Bagi Tahun Pajak; b) Penghasilan yang merupakan objek pajak dan/atau bukan objek pajak; c) Harta dan kewajiban; dan/atau d) Pembayaran dari pemotongan atau pemungutan tentang pemotongan atau pemungutan pajak orang peribadi atau badan lain dalam 1(satu) Masa Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang : a) Pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran; dan b) Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh Pengusaha Kena Pajak dan/atau melalui pihak lain dalam satu Masa Pajak, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
29
Bagi pemotong atau pemungut pajak, fungsi Surat Pemberitahuan (SPT) adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong atau dipungut dan disetorkannya. Secara garis besar Jenis SPT dibedakan menjadi dua (Mardiasmo, 2011:34) yaitu: a. Surat Pemberitahuan Masa adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Masa Pajak atau pada suatu saat. SPT Masa terdiri dari: 1) SPT Masa Pajak Penghasilan; 2) SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai; dan 3) SPT Masa Pajak Pertambahn Nilai bagi Pemungut Pajak Pertambahan Nilai. SPT dapat berbentuk formulir kertas (hardcopy) dan e-SPT b. Surat Pemberitahuan Tahunan adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak. 2.1.4. Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai Menurut Purwono (2011 : 308) ada satu hal yang harus diperhatikan ketika melakukan pencatatan perkiraan PPN, yaitu sifat PPN Masukan (PM), jika PM dapat dikreditkan, maka pencatatannya dilakukan sebagai uang muka pajak. Sebaliknya jika PM tidak dapat dikreditkan, maka pencatatan langsung dibebaskan sebagai biaya.
30
Muljono (2010:27) menyatakan bahwa Akuntansi pajak adalah bidang akuntansi yang berkaitan dengan penghitungan perpajakan, yang mengacu pada peraturan, perundang-undangan, dan aturan pelaksanaan perpajakan. Prinsip akuntansi pajak meliputi: a) Kesatuan akuntansi Pembukuan harus memisahkan harta, kewajiban, modal, penghasilan, biaya, penjualan dan pembelian wajib pajak. b) Kesinambungan Data yang berkaitan dengan pembukuan wajib pajak harus disimpan diIndonesia, sekurang-kurangnya dalam jangka waktu 10 tahun. c) Harga pertukaran yang objektif Direktur Jendral Pajak berwenang menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan, serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung besarnya penghasilan kena pajak bagi wajib pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan wajib pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman. d) Konsistensi Pembukuan diselenggarakan dengan prinsip atau azas konsisten, dalam artian apabila wajib pajak telah memiliki salah satu metode pembukuan, harus diikuti tiap tahunnya secara konsisten. Segala bentuk perubahan dalam prinsip maupun metode penghitungan pembukuan harus mendapat persetujuan dari Direktur Jendral Pajak agar dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu tentang ada atau tidaknya objek pajak yang timbul akibat perubahan tersebut.
31
e) Konservatif Akuntansi pajak cenderung menggunakan prinsip realisasi, walaupun terdapat juga pengakuan terhadap prinsip-prinsip konservatif, seperti ada penghitungan rugi selisih kurs; wajib pajak boleh memilih antara kurs tetap/atau rugi selisih kurs diakui kalau sudah direalisasi, atau kurs tengah BI atau kurs yang sebenarnya berlaku pada akhir tahun /atau rugi kurs diakui akhir tahun, walaupun belum direalisasikan. 2.2. Penelitiaan Terdahulu Penelitian ini memiliki 3 (tiga) penelitian sebelumnya. Penelitian sebelumnya tahun 2011, diteliti oleh Andri dengan judul penelitian Analisis Pemotongan/Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai pada PT. Healty Wold tahun 2007, 2008, dan 2009 yang pada hasilnya peneliti menyatakan bahwa PT. Healty Wold sebenarnya belum melakukan kewajiban sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku, yang berakibat terdapat kesalahan-kesalahan seperti terdapat faktur pajak standart yang cacat baik pajak Masukan atau Pajak Keluaran yang tidak diperbaiki dan tidak meminta perbaikan, dan dalam melaksanakan pelaporan dan pembayaran perusahaan sering tidak tepat waktu yang mengakibatkan adanya sanksi perpajakan pada perusahaan. Penelitian yang penulis lakukan adalah mengenai penghitungan, penyetoran dan pelaporan pajak pertambahan nilai pada PT Bumi Menara Internusa yang bergerak dibidang makanan. Persamaan antara penelitian yang sebelumnya dengan penelitian ini adalah sama-sama membahas tentang Pajak Pertambahan Nilai. Perbedaan dari penelitian ini adalah dalam penggunaan metode pengkreditan Pajak Masukan
32
untuk menghitung besarnya pajak pertambahan nilai terutang adalah berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 74/PMK.03/2010 sedangkan penelitian sebelumnya menggunakan mekanisme pengkreditan Pajak Pertambahan Nilai secara umum. Penelitian berikutnya diteliti oleh Whaskita (2013) dengan judul penelitian Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai pada PT. Indoprima Gemilang Surabaya yang hasil penelitiannya menemukan bahwa PT. Indoprima Gemilang sudah melaporkan secara akurat dalam SPT Masa PPN, baik pada Pajak Masukan maupun Pajak Keluarannya. Pencatatan Pajak Masukan dan Pajak Keluaran dilakukan setiap akhir bulan, yaitu setelah dibuatnya rekapitulasi pembelian dan rekapitulasi penjualan. Persamaan skripisi ini dengan penelitian yang dilakukan penulis adalah untuk mengetahui Penghitungan, Pencatatan dan Pelaporan yang dilakukan oleh perusahaan apakah telah sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku atau tidak. Perbedaannya adalah pada pembahasan penerapan akuntansi, yaitu penulis melakukan pembahasaan tentang penghitungan dan pencatatannya secara umum. Penelitian ketiga diteliti oleh Herrina (2013) dengan judul Analisis Penghitungan dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai pada CV. Family dari tahun 2009 sampai dengan 2010 berdasarkan atas hasil penelitian menyatakan bahwa CV. Family belum melakukan kewajiban sesuai dengan Undang-Unadang PPN No. 18/2000 dan terbaru No. 42/2009. Metode yang digunakan adalah metode pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran. Namun ada beberapa bagian untuk pelaporannya masih ada sedikit kendala, yaitu pelaporan melampaui
33
batas waktu. Hal ini terjadi karena pada saat yang bersangkutan ada waktu-waktu dimana pada tanggal jatuh tempo, yaitu tanggal 20 bulan berikutnya/akhir bulan berikutnya setalah Masa Pajak (UU 42/2009) merupakan hari libur/hari besar sehingga tidak bisa dilaporkan. Kemudian dalam pengisian SPT Masa PPN untuk pelaporan masih terdapat beberapa kekeliruan, seperti adanya pembetulan SPT. Penelitian yang penulis lakukan adalah mengenai penghitungan, penyetoran dan pelaporan pajak pertambahan nilai pada PT Bumi Menara Internusa yang bergerak dibidang makanan. Persamaan antara penelitian yang sebelumnya
dengan
penelitian ini adalah sama-sama membahas tentang Pajak Pertambahan Niali. Perbedaan dari penelitian ini adalah sedangkan penelitian sebelumnya menggunakan mekanisme pengkreditan Pajak Pertambahan Nilai secara umum. 2.3. Kerangka Konseptual Dalam kerangka konseptual tersebut dapat dijelaskan mengenai alur tentang penelitian ini. Penelitian ini mulai dengan penghitungan Pajak Keluaran yang dipungut atas penyerahan Barang Kena Pajak / Jasa Kena Pajak. Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dihitung menggunakan Pedoman penghitungan Pengkeriditan Pajak Masukan. Dari Pajak Keluaran dan Pajak Masukan maka akan dapat dihitung besarnya Pajak Pertambahan Nilai yang harus dibayar. Setelah proses penghitungan Pajak Pertambahan Nilai yang harus dibayar maka proses selanjtnya yang akan dilakukan adalah penyetoran dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai tersebut. Dalam penjabaran kerangka konseptual tersebut akan diketahui sejauh mana pemenuhan kewajiban perpajakan yang dilakukan oleh perusahaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
34
Gambar 2.1 Kerangka konseptual Penjualan
PM dari DPP
PK dari SPT Penyerahan
PK dari penjualan
PM dari pembelian
PK lebih kecil
PM lebih besar
Selisih kurang (lebih) bayar Pelaporan
Sumber :data olahan
35
BAB III METODE PENELITIAN 3.1.
Jenis Penelitian Dalam penelitian ini, jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian
deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk memberikan gambaran secara objektif tentang keadaan sebenarnya dari objek yang diteliti. Penelitian ini dilakukan dengan cara mendeskripsi masalah yang telah diidentifikasikan dan terbatas pada sejauh mana usaha untuk mengungkap masalah dan keadaan sebagaimana adanya, sehingga merupakan pengungkapan fakta-fakta yang ada. 3.2
Deskripsi Populasi dan Penentuan Sampel Populasi merupakan objek atau subjek yang memenuhi kriteria tertentu
yang telah ditentukan oleh peneliti. Pengertian Populasi menurut Sugiono (2011:80) yaitu: “Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh penelitian untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan”. Berdasarkan pengertian diatas, penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa populasi merupakan obyek atau subyek yang berada pada suatu wilayah dan memenuhi syarat tertentu yang berkaitan dengan masalah dalam penelitian, maka Obyek yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah PT. Bumi Menara Internusa.
36
Pengertian sampel menurut Sugiyono adalah sebagian dari jumlah dan karekteristik yang dimiliki oleh populasi”. (2001:81) Setelah peneliti memasuki subyek penelitian maka penetuan sampel yang berkaitan dalam pengambilan data adalah Pajak Pertambahan Nilai PT. Bumi Menara Internusa pada tahun 2012. 3.3. Variabel dan Definisi Operasional Variabel Variabel adalah suatu atribut atau sifat atau niali dari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan. Definisi oprasional variabel adalah konsep atau variabel yang abstrak ketingkat yang lebih tinggi realitis, konkrit sehingga gejala tersebut mudah dikenakan dan diuji secara empiris. Adapun variabel yang terkait dalam penelitian ini adalah Analisis penghitungan dan pelaporan Pajak Pertambahan Nialai (PPN). Dalam hal ini analisis yang dilakukan terhadap pencatatan atas pengakuan penghitungan dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dapat disesuaikan dengan Undang-Undang PPN di mana Undang-Undang 42/2009 yang baru mulai diberlakukan per 1 April 2010. Tentang Pajak Pertambahan Nilai bagian penjelasan yang dimaksud Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah Pajak yang dikenakan atas konsumsi barang atau jasa, di dalam daerah pabean yang dikenakan bertingkat disetiap jalur produksi dan distribusi.
37
3.4
Teknik Pengumpulan Data dan Intrumen Penelitian Data Primer merupakan jenis data yang didapat langsung dari tempat atau
orang, yang dalam penelitian ini pimpinan atau kepala bagian akuntansi yang di teliti yaitu PT. Bumi Menara Internusa. Data sekunder merupakan jenis data yang didapat langsung dari dokumendokumen yang berasal dari PT. Bumi Menara Internusa yang berguna untuk memudahkan didalam penelitian yang dilakukan. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data dilakukan pada kondisi yang alamiah ada pun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Dokumentasi Dokumentasi adalah penelitian yang diperoleh melalui data-data perusahaan serta buku-buku dan lain-lain yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. b. Wawancara Teknik wawancara baru dilakukan dengan memberikan pertanyaan lisan kepada subyek penelitian, apabila terkait dengan informasi yang dirasa tidak dapat ditemukan sumbernya dari sumber data yang ada. c. Penelitian Kepustakaan Penelitian Kepustakaan dilakukan dengan membaca dan mempelajari sumbersumber kepustakaan di perpustakaan berupa literature, peraturan perundangundangan serta dokumen-dokumen yang berhubungan erat dengan penelitian
38
yang dapat digunakan sebagai dasar teori yang melengkapi proses penyusunan skripsi. 3.5. Teknik Analisis Data 3.5.1. Ruang Lingkup Analisis Agar pembahasan dalam penelitian ini tidak terlalu luas dan bisa terarah maka dalam penelitian ini penulis membatasi hanya pada masalah Analisis peghitungan dan pelaporan Pajak Pertambahn Nilai (PPN). Adapun data yang dianalisis juga dibatasi hanya dalam kurun 1 tahun yaitu tahun 2012 dengan lokasi perusahaan Surabaya. 3.5.2. Teknik Analisis Teknik analisis data kualitatif digunakan peneliti dalam mengolah dan menganalisis data sehingga dapat memberikan deskripsi atau uraian informasi mengenai tahap-tahap aktivitas penghitungan dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Selanjutnya hasil penelitian tersebut dibandingkan dengan teori-teori yang berlaku dalam membuat kesimpulan dan saran. Dalam memperoleh data dan informasi yang berkenaan dengan penelitian ini, maka teknik analisis untuk memecahkan masalah adalah sebagai berikut: 1. Mengumpulkan informasi yang berhubungan dengan PPN 2. Memperoleh
gambaran
umum
mengetahui permasalahan yang ada 3. Mengelolah data yang diperoleh
perusahaan
secara
keseluruhan
serta
39
4. Menerapkan standart perpajakan yang berlaku sebagai alat ukur penilaian kinerja dalam perusahaan untuk mencatat, menghitung dan melaporkan PPN 5. Menarik kesimpulan dan memberikan saran yang dianggap sebagai perbaikan manajemen.
40
BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA 4.1.
Penyajian Data
4.1.1. Sejarah Singkat Perusahaan PT. Bumi Menara Internusa Surabaya merupakan perusahaan yang bergerak dibidang Sea Food yang didirikan dengan Akte Notaris No. 04 tanggal 04 September
1989
dengan
surat
ijin
usaha
perdagangan
No.
503/411.A/436.611/2010 tanggal 28 januari 2010 beralamat di jalan Margomulyo 4E Tandes Surabaya dengan susunan pengurus sebagai berikut: 1. Direktur (Pengurus Persero) : Indra winoto 2. Direktur komanditer
: Ir. Andreas Sukowijoyo, MM
PT. Bumi Menara Internusa merupakan salah satu perusahaan yang membidik segmentasi pada tingkat pasar menengah keatas. Menjaga fasillitas, kualitas produk serta telah memenuhi standart pangan dengan HACCP, GMP, SSOP yaitu: a. HACCP (Hazard Analysis Critial Control Point) merupakan suatu sistem pencegahaan untuk keamanan pangan b. GMP (Good Manufacturing Practice) merupakan satatu cara pengelolaan makanan dengan benar. c. SSOP (Sanitation Standart Operating Procedures) yaitu standar kebersihan prosedur operasional
41
PT. Bumi Menara Internusa berupaya memberikan pelayanan yang terbaik kepada setiap pelanggan dan terus meningkatkan tingkat pelayanan mutu produk serta tingkat penjualan, perusahaan dapat pula meningkatkan tingkat loyalitas pelanggan. Bagi setiap perusahaan yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak atas penyerahannya wajib memungut Pajak Pertambahn Nilai termasuk PT. Bumi Menara Internusa merupakan perusahaan yang telah dikukuhkan sebagai Pengusahan Kena Pajak. Pajak Pertambahan Nilai yang telah dipungut dinamakan dengan Pajak Keluaran. Bila perusahaan melakukan pembelian terhadap Barang Kena Pajak (BKP) maka akan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai masukan (Pajak Masukan) dari dasar pengenaan pajak barang tersebut. Pajak Masukan yang telah dibayar dari transaksi pembelian tersebut kemudian akan dikreditkan dengan pajak Keluaran yang telah dipungut. Apabila nilai Pajak Keluaran lebih besar dari Pajak Masukan maka atas selisih ini wajib disetorkan ke kas negara setiap masa pajaknya. Sebaliknya jika Pajak Masukan lebih besar dari Pajak Keluaran
maka
atas
kelebihan
Pajak
Pertambahan
Nilai
ini
dapat
dikompensasikan ke masa pajak berikutnya. PT. Bumi Menara Internusa memutuskan untuk menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan dengan katagori Pengusaha Kena Pajak yang peredaran usahanya tidak melebihi jumlah tertentu maka jumlah Pajak Masukan yang dapat dikeriditkan dengan pajak keluaran adalah sebesar 60% dari Pajak Keluaran atau 6% dari jumlah peredaran usaha selama satu bulan. Sehingga jumlah Pajak Pertambahan
42
Nilai yang harus disetorkan oleh PT. Bumi Menara Internusa ke kas negara adalah sebesar 4% dari peredaran usaha selama satu bulan. Berikut visi misi PT. Bumi Menara Internusa yaitu “Bersama menyediakan pangan bagi Dunia dengan layanan Prima” Misi perusahaan adalah: -
Menyediakan produk berkualitas dan aman sesuai persyaratan pelanggan dengan harga komperaif
-
Mengutamakan kepuasan pelanggan secara menyeluruh dengan memberikan pelayanan yang terbaik dan prima
-
Memimpin dalam bidang inovasi, kualitas dan efisiensi proses
-
Menjaga keseimbangan antara pertumbuhan keuntungan dan pengembangan kualitas
-
Memiliki tanggung jawab sosial dan ramah lingkungan
Perusahaan bertekad melaksanakan peningkatan secara terus menerus dalam bidang: -
Kualitas, Keamanan Pangan, Legalitas dan efisien proses
-
Pelayanan pelanggan
-
Pengembangan Sumber Daya Manusia
-
Inovasi
-
Tanggung jawab sosial dan Ramah lingkungan
43
Sehingga dapat menghasilkan produk berkualitas, aman dan meningkatkan kepuasan pelanggan. Perusahaan berkomitmen untuk memenuhi persyaratan dari badan sertifikasi yang perusahaan ikuti, peraturan dalam negeri yang berlaku, peraturan negara tujuan export, dan persyaratan relevan lainnya. 4.1.2. Struktur Organisasi Perusahaan Sruktur organisasi PT. Bumi Menara Internusa Surabaya ini berbentuk lini atau garis, yaitu suatu organisasi yang kekuasaan dan tanggung jawab mengalir dalam suatu garis lurus dari puncak pimpinan samapai bagian terbawah. Perusahaan ini adalah perusahaan perseroan, sehingga perusahaan bertanggung jawab dalam pengambilan keputusan dan mengkoordinir seluruh aktivitas dalam perusahaan. Untuk lebih jelasnya penulis sajikan struktur organisasi, uraian tugas, tanggung jawab dan wewenang masing-masig bagian adalah pada gambar 4.1
44
Gambar 4.1 Struktur Organisasi PT. Bumi Menara Internusa Direktur
General Manajer
Manajer marketing
Manajer produksi
Staff gudang
Quality control
Teknisi
Staff pembelian
Manajer personalia
Staff penjualan
Akuntansi
Manajer akuntansi
Kasir
Sumber: data perusahaan Adapun pembagian tugas, wewenang dan tanggung jawab masing-masing bagian adalah sebagai berikut: 1) Direktur Utama/ Pimpinan Perusahaan a. Menentukan kebijakan perusahaan b. Merencanakan pelaksnaan kerja c. Memimpin, memerintah, mengkoordinir dan mengontrol bawahan d. Mengusahakan perkembangan dan kemajuan perusahaan e. Bertanggung jawab kepada komisaris atau keseluruhan hasil karyanya 2) General Manajer a. Bertanggung jawab kepada Direktur
Payrol
45
b. Membawahi manajer-manajer yang menunjang kegiatan bagian yang bersangkutan seperti manajer produksi, maanajer akuntansi, manajer personalia, manajer marketing. 3) Manajer Akuntansi/ keuangan a. Membuat laporan secara oeriofik tentang realisasi anggaran b. Membuat perncanaan penerimaan dan pengeluaran perusahaan c. menyiapkan pembagian gaji dan upah d. Bertanggung jawab kepada deriktur 4) Manajer produksi Merencanakan dan mengatur jalannya proses produksi untuk menghasilkan barang jadi dengan kualitas produk yang memuaskan. 5) Bagian Akuntansi a. Memimpin dan mengkoordinasi kegiatan akuntansi umum perusahaan. b. Mengadakan pencatatan atas semua transaksi yang terjadi c. Merencanakan anggaran perusahaan dan laporan keuangan perusahaan d. Bertanggung jawab terhadap kelengkapan data-data dan pelaporan untuk kepentingan perpajakan 6) Pemasaran a. Mengatur pengadaan bahan baku dan suku cadang mesin b. Mengurus sarana transportasi dan penjualan hasil produksi 7) Manajer peronalia a. Mengurus segala sesuatu yang menyangkut pengundurn diri kryawan, keselamatan kerja, tunjangan kesehatan, dan pembayaran gaji karyawan
46
b. Mengadakan penertiban dalam perusahaan mengenai masalah umum dan keamanan c. Memelihara dan menjaga semua aktivitas tetap yang ada di perusahaan 8) PPC a. Melakukan pengecekan kualitas bahan dan barang yang diterima b. Melakukan pengecekan kualitas barang dalam proses c. Melakukan pengawasan terhadap penghitungan jumlah hasil produksi sesuai order d. Pengepakan barang jadi dan pengesahan bahwa barang yang telah di paking dan akan dikirim sesuai dengan kualitas yang dipesan pelanggan e. Melakukan penecekan perlengkapan dan peralatan untuk proses produksi 9) Bagian QC a. Mengkoordinir, menjawab, mengevaluasi hasil kerja semua bagian b. Melakukan, pengontrolan pada aktivias produksi c. Memberi pengarahan kepada karyawan dalam mengerjakan produk dan menjalankan mesin-mesin produksi 10) Bagian teknisi a. Merawat dan memperbaiki seluruh sarana da prasarana pabrik b. Melakukan perbaikan mesin produksi apabila mengalami keruskan c. Menyusun laporan perawatan dan perbaiakn setiap periode tertentu
47
11) Bagian pembelian Bertugas untuk mengadakan bahan baku dari membeli ke perusahaanperusahaan, suku cadang mesin-mein produksi yang telah dibeli sesuai dengan anggaran perusahaan 12) Bagian Pergudangan a. Mengadakan penyimpanan produk maupun bahan baku dan bertanggung jawabkepada Direktur atas semua barang yang ada didalam gudang b. Mengevaluasi dan mengontrol setiap permintaan bahanatau barang, (pihak gudang harus melakukan pengecekan dahulu antara permintaan barang dengan stock yang ada, setelah itu baru menesahkan untuk diajukan kebagian pembelian) c.
Bertanggung jawab terhadap keluar masuknya barang dan mencocokan antara barang yang dibeli dengan surat jalan, bukti keluar dan/atau bukti masuknya permintaan barang
Usaha PT. Bumi Menara Internusa menjaring pasar dan nasabah baru adalah dengan berupaya sebagai berikut: 1. Terhadap Produk a. Meningkatkan kualitas pangan b. Menjaga standart pagan c. Meningkatkan usaha-usaha pengendalian mutu 2. Terhadap nasabah a. Memberikan pelayanan yang baik mulai dari transaksi hingga ke konsumen
48
b. Memperhatikan keluhan nasbah dan/atau pelanggan c. Selalu mengadakan komunikasi dengan nasabah dan/atau pelanggan 4.2.
Analisis Data Pada bagian ini akan ditampilkan data yang diperoleh penulis dari PT.
Bumi Menara Internusa. Data yang akan ditampilkan oleh penulis antara lain adalah data pembelian, data penjualan, Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai bulan Januari-Desember 2012, dan faktur pajak standar perusahaan selama periode Januari-Desember 2012. 4.2.1. Data Pembelian Dalam memproduksi sea food perusahaan membutuhkan berbagai macam bahan baku dimana perusahaan membeli bahan baku nya dari beberapa supplier yang berbeda. Tabel 4.1 memperlihatkan data pembelian yang dilakukan oleh perusahaan selama periode tahun 2012. Deskripsi untuk ringkasan data pembelian bahan baku selama periode tahun 2012 adalah sebagai berikut: 1. Jumlah dari setiap bahan baku dihitung berdasarkan Bukti Terima Barang (BTB) yang akan ditotal setiap akhir bulannya. 2. Harga merupakan harga belum termasuk PPN dari setiap bahan baku seperti yang tertera di dalam kolom DPP pada faktur pajak dimana kemudian harga tersebut dijumlahkan setiap akhir bulannya.
49
50
3. Total bahan baku meripakan jenis pembelian seluruh bahan baku yang dilakukan oleh perusahaan selama satu periode bulan. Tabel 4.2 Data Pembelian Bahan Pembantu Periode Tahun Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
Preform Jumlh Unit
Hagra (Rp)
100,000
30,909,000
60,000 40,000
180,000,000 11,963,600
120,000
35,890,800
180,000
63,544,800
Cylinder lideup Jumlh Unit Hagra (Rp)
4
5,664,000
1
1,200,000
Tolal Bahan Pembantu 5,664,000 30,909,000 19,200,000 11,963,600 35,890,800 63,544,800
Sumber: Data perusahaan
Deskripsi untuk ringkasan data pembelian bahan pembantu selama periode tahun 2012 (tabel 4.2) adalah sebagai berikut: 1. Bahan pembantu adalah barang yang digunakan dalam proses produksi untuk menciptakan suatu produk namun bukan bagian dari bahan baku utama dari produk yang diciptakan. 2. Jumlah dari setiap bahan baku dihitung berdasarkan Bukti Terima Barang (BTB) yang akan ditotal setiap akhir bulannya. 3. Harga merupakan harga belum termasuk PPN dari setiap bahan baku seperti yang tertera di dalam kolom DPP pada faktur pajak dimana kemudian harga tersebut dijumlah setiap akhir bulan.
51
4.2.2. Data Penghitungan Pajak Masukan Data untuk penghitungan pajak masukan ditentukan berdasarkan data pembelian yang dilakukan oleh perusahaan selama satu periode tertentu. Tabel 4.3 akan memperlihatkan ringkasan data pembelian yang akan digunakan untuk menghitung pajak masukan perusahaan selama tahun 2012. Tabel 4.3 Penghitungan Pajak Masukan Periode Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Grand Total
Jumlah Pembelian 139,839,540 97,966,876 102,465,621 139,164,839 63,382,885 167,839,791 129,575,594 101,010,052 138.593.344 113,736,174 75,411,639 97,230,654 1,366,217,009
PM dari SPT 13,983,950 9,796,685 10,246,559 13,916,481 6,338,286 16,783,977 12,957,558 10,101,004 13,859,332 11,373,616 7,541,162 9,723,064 136,621,674
PM dari DPP 13,983,954 9,769,688 10,246,562 13,916,484 6,338,289 16,783,979 12,957,559 10,101,005 13,859,334 11,373,617 7,541,164 9,723,065 136,621,701
Selisih 4 3 3 3 3 2 1 1 2 1 2 1 27
Sumber : Data Perusahaan
Deskripsi dari ringkasan pajak masukan selama periode 2012 adalah sebagai berikut: 1. Total jumlah pembelian bahan baku periode bulan selama satu tahun buku yakni periode Januari-Desember 2012 adalah sebesar Rp. 1.366.217.009,00 2. Pembelian yang dilakukan oleh perusahaan adalah Barang Kena Pajak PPN 3. Dasar pengenaan pajaknya adalah jumlah dari pembelian barang kena pajak yang dikenakan oleh PPN
52
4. PM dari SPT merupakan total pajak masukan setiap bulan dari pembelian yang dilakukan oleh perusahaan yng tercantum di dalam SPT buan yang bersangkutan 5.
Grand total dari penghitungan pajak masukan di dalam SPT Masa PPN adalah sebesar Rp. 136.621.674,00
6. PM dari DPP merupakan total pajak masukan perhitungan kembali yang dilakukan oleh penulis. Perhitungan dengan mengalikan 10% dari DPP dari pembelian untuk setiap bahan baku dan bahan pembantunya 7. Grand total dari perhitungan pajak masukan yang dilakukan oleh penulis adalah sebesar Rp. 136.621.701,00 8. Selisih merupakan selisih antara perhitungan yang dilakukan oleh penulis dengan perhitungan dari PT. Bumi Menara Internusa 9. Dalam penghitungan selisih tersebut ditemukan perbedaan sebesar Rp. 27,00 perbedaan penghitungan ini timbul karena adanya perbedaan dalam pengenaan pajak PPN yang dilakukan oleh Penjual.
4.2.3. Data Penjualan Perusahaan selalu mencatat penjualan produknya sesuai dengan note penjualan yang dibuat oleh perusahaan. Tabel 4.4 akan memperlihatkan ringkasan data penjualan yang dilakukan oleh perusahaan selama tahun 2012.
53
Tabel 4.4. Data Penjualan Periode
Garden
tahun
Sping roll
Ikan
Kepiting
Jmlh
Penjualan
Jmlh
Penjualan
Jmlh
Penjualan
Jmlh
unit
(Rp)
unit
(Rp)
unit
(Rp)
unit
Aquastar
Grand total
Penjualan
Jmlh
Penjualan
(Rp)
(Rp)
unit
(Rp)
Jan
3.000
25.650.000
7.350
66.330.000
380
7.037.500
5
93.750
21
105.000
99.216.250
Feb
3.500
29.925.000
7.090
65.025.000
150
2.637.500
20
348.750
26
130.000
98.066.250
Mar
5.100
44.115.000
8.750
79.265.000
810
14.750.000
10
187.500
52
260.000
138.577.500
Apr
5.200
44.980.000
10.250
94.365.000
66
1.246.250
16
300.000
26
130.000
141.021.250
Mei
2.400
20.760.000
4.710
43.079.000
74
1.331.250
61
1.067.500
25
125.000
66.362.750
Jun
7.100
61.415.000
9.765
87.571.250
580
10.425.000
379
5.710.000
21
105.000
165.226.250
Jul
4.300
37.195.000
9.600
85.475.500
420
7.484.500
-
21
105.000
130.260.000
-
-
9.925
88.793.750
430
7.690.000
305
4.575.000
15
75.000
101.133.750
Sep
7.100
61.415.000
8.650
77.775.000
-
-
-
-
-
-
139.190.000
Okt
5.400
46.710.000
7.250
65.280.000
50
937.500
15
225.000
18
90.000
113.242.500
Nov
-
-
7.100
63.860.000
700
13.300.000
-
-
-
-
77.160.000
Des
4.100
35.465.000
6.670
60.700.000
55
1.008.750
-
-
20
100.000
97.273.750
Total
47.200
407.630.000
97.110
877.519.500
3.715
67.848.250
811
12.507.500
245
1.225.000
1.366.730.250
Agus
Sumber: Data Perusahaan
Ringkasan data penjualan selama periode tahun 2012 adalah sebagai berikut: 1. Jumlah merupakan penjumlahan setiap satu jenis produk yang terjual setiap bulannya. Penjualan dihitung berdasarkan pada nota penjualan yang diterbitkan oleh perusahaan.
54
2. Angka yang tercantumkan di dalam kolom penjualan tersebut merupakan harga yang belum termasuk PPN. Jadi nilai yang tercantum merupakan DPP atau harga jual barang. 3. Produk yang dihasilkan oleh PT. Bumi Menara Internusa adalah Darden, Sping Roll, Ikan, Kepiting, Aquastar. Total penjualan selama tahun 2012 adalah 47.200 dus, 97.110 dus, 3.715 dus, 811 dus dan 245 dus. 4. Grand total setiap bulan merupakan jumlah total penjualan yang dilakukan oleh PT. Bumi Menara Internusa selama satu periode bulan. 5. Nilai yang berada di grand total ini nanti akan menjadi dasar pengenaan pajak atas PPN-nya. 4.2.4. Data Penghitungan Pajak Keluaran Data untuk penghitungan pajak keluaran ditentukan berdasarkan data penjualan yang dilakukan oleh perusahaan selama satu periode tertentu. Tabel 4.5 memperhatikan penghitungan pajak keluaran selama tahun 2012. Tabel 4.5 Penghitungan Pajak Keluaran Periode Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Total
Jumlah Penjualan 99.216.250 98.066.250 138.577.500 141.021.250 66.362.750 165.226.250 130.260.000 101.133.750 139.190.000 113.242.500 77.160.000 97.273.750 1.366.730.250
Sumber: Data Perusahaan
PK dari SPT 9.921.625 9.806.625 13.857.750 14.102.125 6.636.275 16.522.625 13.026.000 10.113.375 13.919.000 11.324.250 7.716.000 9.727.375 136.673.025
PK dari DPP 9.921.625 9.806.625 13.857.750 14.102.125 6.636.275 16.522.625 13.026.000 10.113.375 13.919.000 11.324.250 7.716.000 9.727.375 136.673.025
Selisih 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
55
Ringkasan data penghitungan pajak keluaran adalah sebagi berikut: 1. Jumlah Penjualan merupakan DPP setiap bulan dari penjualan barang kena pajak 2. Total jumlah penjualan selama satu tahun buku yakni periode januari Desember 2012 adalah sebesar Rp 1.366.730.250,00 3. PK dari SPT merupakan perhitungan pajak keluaran yang dihitung oleh perusahaan selama satu periode bulan dan dicantumkan didalam SPT Masa PPN-nya 4.
Grand total dari penghitungan pajak keluaran di dalam SPT Masa PPN adalah sebesar Rp. 136.673.025,00
5. PK dari DPP merupakan penghitungan pajak keluaran yang dilakukan oleh penulis. Penghitungan dilakukan dengan cara mengalikan 10% dengan DPP atau harga jual produknya 6. Grand total dari penghitungan pajak keluaran yang dilakukan oleh penulis adalah sebesar Rp. 136.673.025,00 7. Selisih merupakan selisih perhitungan yang dilakukan oleh penulis dengan perusahaan. Dimana di dalam perhitungan pajak keluaran ini tidak ditentukan adanya perbedaan perhitungan 8. PT. Bumi Menara Internusa menjual produknya dipasar lokal atau dalam negri. Seluruh transaksi penjualan yang dilakukan oleh perusahaan ini dilakukan dengan non pengusaha kena pajak atau konsumen akhir. 9. Perusahaan melakukan seluruh penjualan produknya secara tunai
56
10. Pajak keluaran merupakan PPN yang dipungut oleh perusahaan pada saat menjual kepada konsumen
4.2.5. Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai digunakan untuk melaporkan pajak pertambahan nilai teritang selama satu periode. Di dalam PT. Bumi Menara Internusa yang mengisi Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahn
Nilai
adalah
bagian
tax
accaunting
dimana
pengisiannya
menggunakan bahasa indonesia, huruf latin, angka arab, dan jumlah dalam satuan mata uang rupiah, serta dibubuhi tanda tangan dan nama terang. Perusahaan menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dengan meggunakan lampiran yang telah ditetapkan oleh Direktur Jendral Pajak dimana lampiran tersebut sudah dibubuhi dan nama jelas pada Surat PemberitahuanMasa induk maupun SPT yang telah dibukukan. Tabel 4.6 akan memperlihatkan jumlah penyerahan yang terdapat di Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahn Nilai, Pajak Masukan, Pajak Keluaran, dan Pajak Pertambahan Nilai yang kurang bayar atau lebih dibayar.
57
Tabel 4.6 SPT Masa PPN 2012 Periode
Jumlah Penyerahan
Pajak Keluaran
Pajak Masukan
PPN Kurang (lebih) bayar
Januari
99.216.250
9.921.625
13.983.950
(4.062.325)
Februari
98.066.250
9.806.625
9.796.685
(4.052.385)
Maret
138.577.500
13.857.750
10.246.559
(441.194)
April
141.021.250
14.102.125
13.916.481
(255.550)
Mei
66.362.750
6.636.275
6.338.286
42.439
Juni
165.226.250
16.522.625
16.783.977
(261.352)
Juli
130.260.000
13.026.000
12.957.558
(192.910)
Agustus
101.133.750
10.113.375
10.101.004
(180.539)
September
139.190.000
13.919.000
13.859.332
(120.871)
Oktober
113.242.500
11.324.250
11.373.616
(170.237)
November
77.160.000
7.716.000
7.541.162
4.601
Desember
97.273.750
9.727.375
9.723.064
4.311
1.366.730.250
136.673.025
136.621.674
(9.686.012)
Sumber: Data Perusahaan Penjelasan ringkasan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai adalah sebagai berikut: 1. Jumlah penyerahan di Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai adalah jumlah penjualan barang kena pajak yang telah dilakukan oleh perusahaan selama periode tertentu 2. Pajak Keluaran merupakan pajak pertambahan nilai yang terhutang akibat penjualan barang kena pajak yang dilakukan oleh perusahaan dalam kurun waktu tertentu.
58
3. Pajak masukan merupakan pajak pertambahan nilai yang dapat dikreditkan oleh perusahaan akibat pembelian barang kena pajak yang dilakukan oleh perusahaan tersebut dalam kurun waktu tertentu. 4. PPN kurang bayar contohnya pada bulan Mei timbul karena pajak keluaran lebih besar daripada pajak masukan sehingga akan menimbulkan hutang pajak pertambahan nilai yang harus dibayar oleh perusahaan. 5. PPN lebih bayar contoh pada bulan April timbul karena pajak keluaran lebih kecil daripada pajak masukan. Dengan adanya lebih bayar ini maka kelebihannya dapat dikompensasikan ke masa pajak berikutnya ataupun direstitusi. Sedangkan deskripsi data untuk Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai adalah sebagai berikut : 1. Dalam formulir 1107 atau biasa disebut dengan SPT induk terdapat jumlah penyerahan barang dan jasa kepada pihak lain baik penyerahan yang dikenakan PPN maupun yang tidak dikenakan PPN. 2. Dalam formulir 1107 juga terdapat jumlah pajak keluaran dan jumlah pajak masukan yng akan menjadi dasar penghitungan Pajak Pertambahan Nilai kurang bayar atau lebih bayar. 3. Dalam formulir 1107 atau biasa disebut lampiran 1 terdapat jumlah penyerahan yang dilakukan oleh perusahaan kepada pihak lain yang kemudian dijadikan pajak keluaran oleh perusahaan dalam suatu masa pajak. 4. Dalam formulir 1107 B atau biasa disebut dengan lampiran 2 terdapat jumlah pajak masukan yang dapat dikreditkan oleh perusahaan dalam masa pajak
59
4.2.6
Surat Setoran Pajak (SSP) Surat Setoran Pajak adalah surat yang digunakan untuk Wajib Pajak untuk
melakukan pembayaran atau penyetoran pajak
yang terutang ke kas negara
melalui Kantor Penerima Pembayaran. Tabel 4.7 akan menunjukkan jumlah Pajak Pertambahn Nilai yang kurang bayar dan harus disetor perusahaan ke kas Negara. Tabel 4.7 Surat Setor Pajak (SSP) 2012 Periode Bulan Mei
Tanggal Setor
Jumlah yang disetorkan di SSP 42,439
14 juni 2012
November
14 Desember 2012
4,601
Desember
14 Januari 2012
4,311
Sumber : Data Perusahaan Surat Setoran pajak adalah sebagi berikut : 1. Perusahaan menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai yang kurang dibayar dengan menggunakan Surat Setoran Pajak. 2. Wajib Pajak harus mengisi Surat Setor Pajak dengan mrnggunakan bahasa Indonesia, huruf latin, angka arab dan dalam mata uang rupiah. 3. Wajib pajak harus mengisi data dengan lengkap, jelas dan benar. Data yang harus di isi adalah sebagai berikut NPWP, Nama Wajib pajak, alamat Wajib Pajak, kode akun pajak, kode jenis setoran, uraian pembayaran, masa pajak, tahun,
jumlah
pembayaran,
terbilang,
tempat
pembayaran,
pembayaran, cap, tanda tangan dan nama jelas penyetor.
tanggal
60
4. Surat Setoran Pajak yang telah diisi secara lengkap, benar dan jelas kemudian akan diberikan ke Kantor Pelayanan Pajak bersama dengan PPN kurang bayar terhutang perusahaan disetorkan. 5. Menurut Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 42/2009 terdapat kelonggaran dalam hal penyetoran Pajak Pertambahn Nilai kurang bayar terhutang yakni sebelum akhir masa pajak berikutnya berakhir.
4.2.7. Bukti Penerimaan Surat (BPS)
Bukti penerimaan surat merupakan bukti bahwa wajib pajak telah melakukan kewajibannya dalam melaporkan Pajak Pertambahan Nilai. Tabel 4.8 memperlihatkan jumlah Pajak Pertambahan Nilai yang kurang bayar atau lebih bayar disertai dengan tanggal masuk SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai. Tabel 4.8 Bukti Penerimaan Surat 2012 Periode
PPN Kurang(lebih) Bayar
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Sumber : Data Perusahaan
(4.062.325) (4.052.385) (441.194) (255.550) 42.439 (261.352) (192.910) (180.539) (120.871) (170.237) 4.601 4.311
Tanggal Masuk SPT Masa PPN 16 Februari 2012 15 maret 2012 14 april 2012 17 mei 2012 21 juni 2012 14 juli 2012 12 agustus 2012 23september 2012 14 oktober 2012 16 november 2012 15 desember 2012 17 januari 2013
61
Bukti Penerimaan Surat adalah sebagai berikut : 1. Bukti Penerimaan Surat diisi oleh petugas di Kantor Pelayanan Pajak pada saat wajib pajak menyempaikan atau melaporkan Surat Pembaritahuan Pajak pertambahan Nilai. 2. Menurut Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 42/2009 terdapat kelonggaran dalam hal pelaporan SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai yakni sebelum akhir masa pajak berikutnya berakhir. 3. Status yang ada di dalam Bukti Penerimaan Surat adalah lebih bayar atau kurang bayar sesuai dengan yang sudah tertera di dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai. 4. Nilai yang tercantum di dalam Bukti Penerimaan Surat adalah sama dengan jumlah yang tercantum di dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai. 4.2.8. Faktur Pajak Standar Faktur Pajak Standar adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak. Dalam hal ini Faktur Pajak Standar digunakan perusahaan untuk mengkreditkan pajak masukannya diman faktur pajak ini diterima oleh perusahaan ketika perusahaan melakukan pembelian bahan baku atau paling lambat akhir bulan berikutnya setelah penyerahan barang dilakukan. Deskripsi Faktur Pajak Standar adalah sebagai berikut : 1. Faktur pajak standar merupakan sarana yang digunakan perusahaan untuk mengkreditkan pajak masukannya.
62
2. Faktur pajak standar yang dikreditkan oleh perusahaan hanya berasal dari pembelian bahan baku dan bahan pembantu yang dilakukan selama satu periode tertentu. 3. Faktur pajak standar ini dibuat oleh supplier dan diserahkan pada PT. Bumi Menara Internusa pada saat penyerahan barang atau pada akhir bulan berikutnya setelah penyerahan barang, selama pembelian atas bahan baku dan bahan pembantu tersebut belum bayar. 4. Berdasarkan wawancara dengan akuntan internal perusahaan diperoleh informasi bahwa supplier akan menerbitkan faktur pajak ketika supplier menerima pembayaran dari perusahaan atau paling lambat akhir bulan berikutnya setelah penyerahan barang dilakukan. 5. Dalam mengkreditkan pajak masukannya perusahaan terkadang menunda pengkreditan pajak masukannya. Hal ini dilakukan perusahaan dengan maksud untuk melakukan tax planning agar lebih bayar timbul tidak semakin besar. 4.3. Interpretasi Berdasarkan data-data yang telah penulis deskripsikan di atas, kemudian penulis akan melakukan analisis dan pembahasan terhadap hal-hal berikut ini yaitu: 4.3.1. Membandingkan Data Pembelian Berdasarkan dari faktur pajak pembelian yang dilampirkan PT. Bumi Menara Internusa pada SPT Masa PPN penulis dapat mengetahui pembelian yang
63
dilakukan oleh PT. Bumi Menara Internusa setiap bulannya. Kemudian penulis melakukan pencocokan dengan Bukti Terima Barang (BTB) yang diterbitkan oleh bagian staff gudang. Perusahaan telah mencantumkan seluruh pembelian yang telah terjadi selama periode tahun 2012. Hal ini dapat dilihat dari nomor Bukti Terima Barang (BTB) yang urut. Selain itu, penulis juga mengelompokkan pembelian bahan baku yang dilakukan PT. Bumi Menara Internusa. Pengelompokkan tersebut dapat dilihat di dalam Tabel 4.1 dan 4.2 di atas. Sedangkan pada Tabel 4.9 akan memperlihatkan perhitungan jumlah pembelian yang dilakukan oleh penulis. Tabel 4.9 Perbandingan Penghitungan Pembelian Periode
Total B. Baku
Total B. Pembantu
Total Pembelian
Jumlah Pembelian di SPT
Selisih
Januari
139.839.540
0
139.839.540
139.839.540
0
Februari
97.966.876
0
97.966.876
97.966.876
0
Maret
96.801.621
5.664.000
102.465.621
102.465.621
0
April
108.255.839
30.909.000
139.164.839
139.164.839
0
Mei
63.382.885
0
63.382.885
63.382.885
0
Juni
167.839.791
0
167.839.791
167.839.791
0
Juli
110.375.594
19.210.000
129.585.594
129.585.594
0
89.046.452
11.963.600
101.010.052
101.010.052
0
138.593.344
0
138.593.344
138.593.344
0
Oktober
77.845.374
35.890.800
113.736.174
113.736.174
0
November
75.411.639
0
75.411.639
75.411.639
0
Desember
33.685.854
63.544.800
97.230.654
97.230.654
0
Grand total 1.199.044.809 Sumber : data diolah
167.182.200
1.366.227.009
1.366.227.009
0
Agustus September
64
Perhitungan atas pembelian yang dilakukan oleh penulis adalah dengan cara menjumlahkan seluruh pembelian bahan baku dan bahan pembantu, selama satu periode bulan. Kemudian hasil tersebut dicantumkan di dalam kolom total pembelian. Sedangkan, jumlah pembelian di SPT merupakan penjumlahan seluruh pembelian yang dilakukan oleh PT. Bumi Menara Internusa selama satu periode bulan. Setelah itu, kedua data tersebut dibandingkan dan tidak ditemukan adanya perbedaan dalam perhitungan jumlah pembelian seluruh bahan baku dan bahan pembantu ini. 4.3.2. Membandingkan Data Penjualan Berdasarkan data penjualan produk seafood yang dilakukan selama tahun 2012 di dalam perusahaan. Data penjualan ini berasal dari nota penjualan yang diterbitkan oleh perusahan. Setiap menjual produknya PT. Bumi Menara Internusa akan membuat nota penjualan dengan menggunakan nomor unit yang sudah terkomputerisasi. Kemudian penulis membandingkannya data penjualan yang direkap oleh peneliti dengan jumlah penjualan yang tertera di dalam SPT Masa PPN. Ternyata tidak ada perbedaan perhitungan antara penulis dengan PT. Bumi Menara Internusa. PT. Bumi Menara Internusa telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak oleh karena itu perusahaan ini berhak untuk memungut PPN setiap melakukan penjualan produknya. Dalam perbandingan ini ternyata tidak ditemukan kesalahan dalam perhitungannya. Selain itu, hasil antara jumlah
65
penjualan dengan DPP untuk PPN keluaran sudah sesuai. Jadi data yang diberikan oleh PT Bumi Menara Internusa sudah akurat.
4.3.3. Pengkreditan Pajak Masukan yang Dilakukan oleh PT. Bumi Menara Internusa Besarnya pajak masukan dihitung dengan cara mengalikan dasar pengenaan pajak (DPP) dengan tarif PPN yakni 10%. DPP adalah harga jual yang ditentukan oleh perusahaan supplier. Pajak Masukan dapat dikreditkan jika memenuhi syarat formal dan material. Syarat formal berarti faktur pajak tersebut tidak cacat. Yang dikategorikan sebagai faktur pajak cacat adalah ada coretan yang tidak diperbolehkan, nama PKP/NPWP, nomor serinya salah, menggunakan cap tanda tangan, dan dibuat lebih dari tiga bulan sejak batas waktu pembuatan faktur pajak. Sedangkan syarat material adalah pajak masukan tersebut belum dibebankan sebagai biaya. Selain itu, pajak masukan yang dapat dikreditkan digunakan untuk memperoleh barang kena pajak dan jasa kena pajak yang berhubungan langsung dengan kegiatan usaha dalam melakukan penyerahan barang kena pajak dan atau jasa kena pajak. PT. Bumi Menara Internusa hanya mengkreditkan pajak masukan yang terkait dengan bahan baku dan bahan pembantunya saja. Pembelian yang dilakukan oleh PT. Bumi Menara Internusa selain pembelian bahan baku dan bahan pembantu tidak dikreditkan. Seharusnya, setiap perusahaan pasti mempunyai pembelian selain pembelian bahan baku seperti pembayaran untuk
66
telepon dan listrik. Pembayaran telepon dan listrik termasuk hutang PPN karena pelayanan jasa yang diterima oleh perusahaan tidak termasuk di dalam pengecualian jasa kena pajak. Akan tetapi, PT. Bumi Menara Internusa tidak mencantumkan pembayaran atas telepon dan listrikdi dalam SPT Masa PPN selama periode tahun 2012. PT. Bumi Menara Internusa boleh tidak mencantumkan di dalam SPT Masa PPN karena pembayaran telepon dan listrik tersebut sudah dibebankan sebagai Maya di laporan laba rugi perusahaan. Pajak masukan yang sudah dibebankan menjadi biaya tidak dapat dikreditkan. Hal ini sesuai dengan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai No. 42/2009 Pasal 9 ayat 9 yang berisi pajak masukan yang dapat dikreditkan, tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama dapat dikreditkan pada Masa pajak berikutnya paling lambat 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya Masa pajak yang bersangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan. PT. Bumi Menara Internusa tidak mengkreditkan pajak masukan atas pembayaran telepon dan listrik mungkin untuk memperkecil laba yang ada di laporan laba rugi sehingga dapat mengurangi beban mengurang (PPh 25) yang harus dibayar oleh perusahaan tersebut. Pajak masukan dapat dikreditkan dalam masa pajak sama atau dalam masa pajak yang tidak sama. Pengkreditan pajak masukan dalam masa pajak yang tidak sama paling lambat tiga bulan setelah masa pajak yang bersangkutan berakhir. Dalam hal penundaan pengkreditan pajak masukan ini harus memenuhi syarat pajak tersebut sebelum dibebankan sebagai biaya dan sebelum dilakukan pemeriksaan.
67
PT. Bumi Menara Internusa sudah melakukan pengkreditan pajak masukan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang yang berlaku hal ini dapat dilihat pada : 1. Faktur pajak yang digunakan untuk mengkreditkan pajak masukannya sudah lengkap dan benar. Hal ini dapat dilihat pada faktur pajak yang mencantumkan identitas dari PKP, nomor serta faktur pajak, spesifikasi BKP dan atau JKP, DPP, PPN terhutang serta dibubuhi cap, tanda tangan dan nama terang dari PKP supplier. 2. Pajak masukan milik PT. Bumi Menara Internusa dapat dikreditkan sebab semua pembelian yang dilakukan selama tahun 2012 berhubungan langsung dengan kegiatan usahanya yaitu untuk memproduksi produk seafood. 3. Pajak masukan yang dikreditkan oleh perusahaan dilakukan pada masa pajak yang sama yaitu pada bulan Januari-Mei. Sedangkan, bulan Juni-Desember PT. Bumi Menara Internusa menggunakan penundaan untuk pengkreditan pajak masukannya. 4. Penundaan pengkreditan pajak masukan yang dilakukan oleh PT. Bumi Menara Internusa sesuai dengan Undang-undang PPN karena penundaan dilakukan kurang dari tiga bulan sejak masa pajak yang bersangkutan berakhir. Selain itu, pajak masukannya tidak dibebankan sebagai biaya oleh perusahaan.
68
4.3.4. Pengenaan Pajak Keluaran Besarnya PPN keluaran diperoleh dengan cara mengalikan dasar pengenaan pajak (DPP) dengan tarif PPN yang telah ditetapkan oleh pemerintah yaitu sebesar 10%. DPP adalah harga jual dari produk seafood yang bersangkutan. Ketika PKP menyerahkan barang kena pajak maka PKP wajib untuk memungut PPN. Penyerahan produk seafood termasuk dalam kategori penyerahan barang kena pajak oleh karena itu PT. Bumi Menara Internusa wajib utuk memungut PPN dari konsumennya. Seluruh konsumen dari PT. Bumi Menara Internusa merupakan bukan PKP atau konsumen akhir. PT. Bumi Menara Internusa menerbitkan faktur ketika perusahaan menyerahkan produk seafood kepada konsumen. Penyerahan Barang Kena Pajak selalu diikuti dengan penyerahan Faktur Pajak karena seluruh penjualan yang dilakukan oleh PT. Bumi Menara Internusa dilakukan secara tunai atau kas. PT. Bumi Menara Internusa juga sudah dikukuhkan sebagai PKP oleh karena itu PT. Bumi Menara Internusa wajib untuk memungut PPN.
4.3.5. Perhitungan untuk Menentukan PPN Kurang (Lebih) Bayar Periode Januari-Desember 2012 berdasarkan UU PPN No. 42/2009 Perhitungan PPN Keluaran, PPN masukan dan PPN terhutang tidak mengalami perusahaan di dalam Undang-Undang PPN yang baru. Pada tabel 4.12 akan ditampilkan jumlah perhitungan pajak keluaran dan pajak masukan sehingga
69
menghasilkan Pajak Pertambahan Nilai Kurang Bayar atau Lebih Bayar yang harus disetorkan ke kas Negara oleh perusahaan. Tabel 4.12 Perhitungan PPN Kurang (lebih) bayar periode Januaril-Desember 2012 Periode
Pajak Keluaran
Pajak Masukan
PPN Kurang(lebih) Bayar
Januari
9.921.625
13.983.950
(4.062.325)
Februari
9.806.625
9.796.685
(4.052.385)
Maret
13.857.750
10.246.559
(441.194)
April
14.102.125
13.916.481
Mei
6.636.275
6.338.286
Juni
16.522.625
16.783.977
Juli
13.026.000
12.957.558
Agustus
10.113.375
10.101.004
September
13.919.000
13.859.332
Oktober
11.324.250
11.373.616
November
7.716.000
7.541.162
Desember
9.727.375
9.723.064
(255.550) 42.439 (261.352) (192.910) (180.539) (120.871) (170.237) 4.601 4.311
Sumber : Data perusahaan Keterangan yang terkait dengan Tabel 4.11 Perhitungan PPN Kurang (Lebih) Bayar Periode Januari-Maret 2012 adalah sebagai berikut : 1. Pada
periode
Januari-Desember
2012
perusahaan
mengalami
Pajak
Pertambahan Nilai Kurang Bayar sebanyak 3 (tiga) kali dimana terdapat pada bulan Mei, November dan Desember 2012.
70
2. Pajak Keluaran yang dipungut oleh perusahaan berasal dari penjualan lokal dan penerbitan faktur pajakatas penjualannya dilakukan pada saat pembayaran diterima atau paling lambat akhir bulan berikutnya setelah dilakukan penyebaran barang. 3. Pajak masukan yang dapat dikreditkan oleh perusahaan berasal dari pembelian bahan baku yang dilakukan oleh perusahaan. Dimana perusahaan menerima faktur pajak masukannya ketika perusahaan melakukan pembayaran. Sedangkan jika pembelian bahan baku secara kredit maka faktur pajak diterima paling lambat akhir bulan berikutnya setelah penyerahan barang dilakukan atau pada saat pembayaran dilakukan. 4. Pada bulan April 2012 perusahaan kembali mengalami Pajak Pertambahan Nilai Lebih Bayar. Hal ini timbul karena pajak masukan Lebih besar daripada pajak keluarannya. Sebenarnya pada bulan ini perusahaan memperoleh pajak keluaran sebesar Rp 14.102.125,00 dan pajak masukan sebesar Rp 13.916.481,00 sehingga menimbulkan Pajak Pertambahan Nilai terhutang akan tetapi dengan adanya kompensasi dari masa pajak berikutnya maka perusahaan kembali mengalami Pajak Pertambahan Nilai Lebih Bayar. 5. Perhitungan untuk Pajak Pertambahan Nilai Lebih Bayar sudah sesuai dengan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai No. 42/2009 pasal 9 ayat 4 yang berisi apabila dalam suatu masa pajak, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar daripada Pajak Keluaran, selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dikompensasikan ke masa pajak berikutnya.
71
6. Pada bulan Mei 2012 perusahaan mengalami Pajak Pertambahan Nilai Kurang Bayar sebesar Rp 42.439,00 karena pajak keluarannya sebesar Rp 6.636.275,00 sedangkan pajak masukannya sebesar Rp 6.338.286,00. Selain itu, kompensasi dari masa pajak bulan sebelumnya lebih besar daripada Pajak Pertambahan Nilai terhutangnya. Seperti dapat dilaihat pada lampiran 1. 7. Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai Kurang Bayar sudah sesuai dengan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai No 42/2009 pasal 9 ayat 3 yang berisi apabila dalam suatu masa pajak, Pajak Keluaran lebh besar daripada Pajak Masukan, selisihnya erupakan Pajak Pertambahan Nilai yang harus disetor oleh Pengusaha Kena Pajak. 8. Pada bulan Juni 2012 perusahaan mengalami Pajak Pertambahan Nilai Lebih Bayar. Hal ini terjadi karena pajak masukan lebih besar daripada pajak keluarannya. Akan tetapi, pajak masukan yang dapat dikreditkan ada yang berasal dari masa pajak bulan Mei sehingga pajak masukan di bulan Juni menjadi lebih besar dari yang seharusnya 9. Pengkreditan pajak masukan pada bulan Juni 2012 sudah sesuai dengan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai No 42/2009 Pasal 9 ayat 9 yang berisi pajak masukan yang dapat dikreditkan, tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lama 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai Masa dan belum dilakukan pemeriksaan.
72
10. Untuk periode bulan Juli-Oktober 2012 perusahaan mengalami Pajak Pertambahan Nilai Lebih Bayar. Hal ini terjadi karena, pajak keluaran lebih besar dibandingkan pajak masukannya akan tetapi dengan adanya kompensasi dari masa pajak bulan sebelumnya maka kembali menimbulkan Pajak Pertambahan Nilai Lebih Bayar. Namun pada bulan Oktober memang pajak masukan yang timbul lebih besar dibandingkan dengan pajak keluarannya. 11. Pengkreditan pajak masukan selama periode bulan Juli-Oktober 2012 ada yang berasal dari faktur pajak bulan sebelumnya. Hal ini dilakukan perusahaan sebagai langkah untuk mengurangi besarnya jumlah Pajak Pertambahan Nilai Lebih Bayar. 12. Pada bulan November dan Desember 2012 perusahaan mengalami Pajak Pertambahan Nilai Kurang Bayar. Hal ini terjadi karena pajak keluaran lebih besar daripada pajak masukannya. Selain itu, kompensasi dari masa pajak bulan berikutnya lebih kecil dibandingkan pajak pertambahan nilai terhutangnya.
4.3.6.
Pengisian
SPT
Masa
PPN
Periode
Januari-Desember
2012
berdasarkan UU PPN No. 42/2009 1. Ketentuan pengisian SPT Masa PPN dengan jelas, lengkap dan benar tidak diubah. Jadi perusahaan sudah melakukan pengisian dengan jelas, lengkap dan benar sesuai dengan ketentuan yang berlaku. SPT yang digunakan adalah SPT Masa 1107
73
2. Namun pada Dasar Pengenaan Pajak untuk periode April-Desember 2012 terdapat perbedaan dengan periode Januari-Maret 2012. Hal ini terjadi karena adanya penundaan pengkreditan PPN Masukan. 3. Penundaan pengkreditan Pajak Masukan yang dilakukan oleh perusahaan ini terjadi pada bulan Juni-Desember 2012. Perusahaan melakukan penundaan pengkreditan selama satu bulan dan belum membebankannya sebagai biaya. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai No 42/2009 Pasal 9 ayat 9 yang berisi pajak masukan yang dapat dikreditkan, tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lama 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan. 4. Jika perusahaan sudah menggunakan SPT Masa 111 maka akan muncul beberapa perbedaan dalam pengisiannya. Perbedaan yang paling jelas adalah adanya daftar pajak keluaran atas penyerahan dalam negeri dengan faktur pajak (Formulir 111 A2) disini PT Bumi Menara Internusa harus mencantumkan semua penyerahan produknya dengan jelas dan lengkap. 5. Selain itu, formulir tambahan yakni formulir untuk rekapitulasi penyerahan dan perolehan. Formulir ini digunakan untuk mempermudah dalam memasukkan angka sebelum mengisi SPT induk. 6. Pengisian untuk SPT 1107 dan 111 tidak berbeda terlalu jauh, hanya pada SPT Masa 111 lebih diperjelas dan lebih rinci untuk bagian pajak keluaran dan
74
pajak
masukannya
sehingga
lebih
mempermuda
dalam
melakukan
perhitungan pengisiannya. 7. Perusahaan belum menggunakan SPT Masa 111 hingga Desember 2012. PT Bumi Menara Internusa mulai menggunakan untuk melaporkan SPT Masa Januari 2013. 4.3.7. Penyetoran PP Periode Januari-Desember 2012 Berdasarkan UU PPN No. 42/2009 Perusahaan mengalami PPN kurang bayar pada bulan Mei, November dan Desember 2012. PT. Bumi Menara Internusa melakukan penyetoran secara berturut-turut pada tanggal 14 Juni 2012, 14 Desember 2012 dan 14 Januari 2013. pada Tabel 4.13 akan memperlihatkan tentang penyetoran Pajak Pertambahan Nilai kurang bayar. Tabel 4.13 Tanggal Penyetoran PPN Kurang Bayar Periode Mei
PPN KB
Tanggal Setor
Tanggal Lapor
42,439
14 Juni 2012
21 Juni 2012
November
4,601
14 Desember 2012
15 Desember 2012
Desember
4,311
14 Januari 2013
17 januari 2013
Sumber : Data Perusahaan Penyetoran PPN kurang bayar yang dilakukan oleh perusahaan selalu lebih dulu dilakukan dibandingkan pelaporan SPT Masa Pajak Pertambahan Nilainya.
75
Hal ini sudah sesuai dengan UU PPN No. 42/2009 Pasal 15A ayat 1 yang berisi Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai oleh Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat 3 harus dilakukan paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak sebelum SPT Masa PPN disampaikan. 4..3.8. Pelaporan SPT Masa PPN Periode April-Desember 2012 Berdasarkan UU PPN No. 42/2009 Pelaporan SPT Masa PPN periode April-Desember 2012 dapat dilihat pada tabel 4.14 di bawah ini : Tabel 4.14 Tanggal Pelaporan SPT Masa PPN Periode Januari
Tanggal lapor 16 Februari 2012
Februari
15 Maret 2012
Maret
14 April 2012
April
17 Mei 2012
Mei
21 Juni 2012
Juni
14 Juli 2012
Juli
12 Agustus 2012
Agustus
23 September 2012
September
14 Oktober 2012
Oktober
16 November 2012
November
15 Desember 2012
Desember
17 Januari 2013 Sumber – Data Perusahaan
Pelaporan SPT Masa PPN periode April-Desember 2012 sudah disampaikan sebelum masa pajak berikutnya berakhir. Hal ini sudah sesuai
76
dengan Undang-undang PPN yang baru yakni UU PPN No. 42/2009 pasal 15A I ayat 2 yang berisi Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai disampaikan paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak. maka pelaporan SPT Masa PPN yang dilakukan oleh PT Bumi Menara Internusa sudah tepat waktu.
77
PT Bumi Menara Internusa Neraca 31 Desember 2012 ASET Aset lancar Kas Bank Piutang Persediaan bahan baku Persediaan bahan pembantu Asuransi dibayar dimuka Total Aset lancar Aset tetap Tanah Bangunan Mesin-mesin Kendaraan Peralatan Aakumulasi penyusutan Total Aset tetap
98.051.248 283.027.800 13.192.107.600 5.250.220.700 147.019.550 64.648.325 19.035.075.223
3.231.730.000 18.105.105.075 27.406.189.750 3.728.795.225 8.057.811.775 (20.264.217.625) 40.265.414.200
TOTAL ASET
59.300.489.423
KEWAJIBAN DAN MODAL Hutang lancar Hutang Usaha Hutang bank Hutang PPN
24.356.525.475 15.825.120.550 4.311
Hutang jangka panjang Hutang sewa guna usaha
11.623.249.672
Modal awal- tahun 2012
7.495.589.415
TOTAL KEWAJIBAN DAN MODAL
59.300.489.423
78
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan oleh penulis maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Perhitungan PPN terhutang yang dilakukan PT Bumi Menara Internusa antara lain sebagai berikut yaitu : a. Perhitungan pajak keluaran menggunakan data penjualan yang berasal dari nota penjualan yang dibuat oleh perusahaan. Data penjualan merupakan jumlah penjualan semua produk yang dilakukan oleh perusahaan dalam satu periode. b. Perhitungan pajak masukan dengan menggunakan data pembelian yang berasal dari faktur pajak standar dari supplier dan Surat Penerimaan Barang yang diterbitkan oleh Staff Gudang. Data pembelian merupakan jumlah pembelian bahan baku selama satu periode. c. Pengkreditan pajak masukan oleh perusahaan dilakukan pada masa pajak yang sama namun ada pula yang ditunda dalam pengkreditan pajak masukannya. Penundaan pengkreditan pajak masukan sesuai dengan Undang-undang PPN karena penundaan dilakukan kurang dari tiga bulan sejak masa pajak yang bersangkutan berakhir dan pajak masukannya tidak dibebankan sebagai biaya oleh perusahaan.
79
d. Cara menghitung PPN terhutang adalah dengan mengurangkan Pajak Keluaran dan Pajak Masukan. Jika Pajak Keluaran lebih besar dari pajak masukan maka akan menimbulkan PPN kurang bayar. Namun jika yang terjadi sebaliknya akan menimbulkan PPN lebih bayar. e. Cara penghitungan dan pelaporan PPN untuk periode Januari-Desember 2012 juga sudah benar dan sesuai dengan UU PPN No. 42/2009. f. Perusahaan mengalami PPN kurang bayar hanya dalam tiga bulan dalam satu pajak yakni Mei, November dan Desember 2012. Akan tetapi, walaupun PT Bumi Menara Internusa seringkali mengalami lebih bayar tetapi perusahaan ini tidak pernah mengalami pemeriksaan pajak. 2. Pengisian, Penyetoran dan Pelaporan SPT Masa PPN yang dilakukan oleh perusahaan adalah sebagai berikut : a. Dalam melakukan pengisian SPT Masa PPN sudah benar dalam mencantumkan jumlah pajak keluaran dan pajak masukannya karena jumlah yang tercantum didalam SPT Masa PPN sama dengan jumlah yang tertera didalam data penjualan dan data pembelian perusahaan. Selain itu, faktur pajak yang terlampir sudah sesuai dengan jumlah pajak masukannya. b. Pengisian SPT Masa PPN juga sudah lengkap dan jelas. SPT Masa PPN sudah lengkap karena SPT yang disampaikan disertai dengan lampiran yang telah dibakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak dan sudah dibubuhi tanda tangan, nama jelas dan cap perusahaan baik didalam SPT induk maupun stempelnya. Sedangkan, SPT diisi secara jelas maksudnya adalah
80
pengisian menggunakan bahasa Indonesia, huruf latin, angka arab dan mata uang Rupiah. c. Perusahaan sudah menyetorkan PPN kurang bayarnya tepat waktu dan tidak melanggar UU PPN No. 42/2009. d. Perusahaan melakukan pelaporan SPT Masa PPN selalu tepat pada waktunya dan sesuai dengan UU PP yang berlaku. 5.2. Saran Berdasarkan analisis dan pembahasan yang telah dilakukan pada penulis maka penulis dapat mengemukakan beberapa saran kepada perusahaan yaitu : 1. Perusahaan sebaiknya menggunakan tax planning agar tidak menimbulkan PPN lebih bayar selama tiga bulan berturut-turut. Karena PPN lebih bayar yang terjadi selama tiga bulan berturut-turut akan menimbulkan pemeriksaan pajak. 2. Perusahaan sebaiknya tidak menggunakan cara menunda pengkreditan pajak masukan ke masa pajak berikutnya untuk mencegah SPT Masa PPN lebih bayar, karena apabila dilakukan pemeriksaan pajak maka pajak masukan yang seharusnya masih dapat dikreditkan ke masa pajak berikutnya menjadi tidak dapat dikreditkan.