BAB I PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG MASALAH Pembangunan nasional Indonesia bertujuan untuk mewujudkan suatu
masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila di dalam wadah negara kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, berdaulat, bersatu dan berkedaulatan rakyat dalam suasana perikehidupan bangsa yang sama, tenteram, tertib dan dinamis serta dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka, bersahabat, tertib dan damai.1 Dari uraian tersebut diatas menyatakan bahwa Negara bertugas meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sebagai tindak lanjut dari tugas Negara, maka Negara melaksanakan pembangunan yang selanjutnya akan diikuti oleh Pemerintahan Daerah, seperti halnya di kota Salatiga. Hal tersebut ditata dan disusun agar fungsi kota Salatiga dapat berfungsi dan berjalan dengan baik serta terwujud sesuai dengan letak yang strategis sebagaimana yang diinginkan. Penanganan khusus terhadap penertiban kota Salatiga sangat diperlukan dalam rangka menjadikan kota Salatiga sebagai kota yang aman dan tertib. Pembangunan daerah sebagai bagian integrasi dari pembangunan nasional tidak bisa dilepaskan dari prinsip otonomi daerah. Daerah otonom harus memiliki kewenangan dan tanggung jawab dalam menyelenggarakan kepentingan
1
Kasum Djajasumarga, Prinsip-Prinsip Pengelolaan Pembangunan Nasional, IKIP Semarang Press, Semarang, 1992, hlm. 43-44.
1
masyarakat berdasarkan prinsip keterbukaan, partisipasi, dan pertanggungjawaban kepada masyarakat.2 Dengan demikian pembangunan merupakan suatu perubahan terencana dan terarah yang antara lain mencakup berbagai aspek ekonomi, hukum, sosial, dan budaya. Oleh karena itu pembangunan harus dikaitkan dengan pandangan – pandangan yang optimis, berwujud untuk mencapai taraf kehidupan masyarakat yang lebih baik daripada sebelumnya. Soerjono Soekanto dalam bukunya Pengantar Penelitian Hukum mengatakan Penelitian sosial merupakan kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala sosial tertentu, dengan jalan menganalisisnya. Selain itu, juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta sosial tersebut untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan yang timbul dalam gejala yang bersangkutan.Salah satu masalah yang timbul yakni Parkir liar.3 Penegakan hukum adalah kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan dalam kaidah-kaidah atau pandangan-pandangan menilai yang mantap dan mengejawantah dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan ( sebagai social engenering ) , memelihara dan mempertahankan ( social control ) kedamaian pergaulan hidup.4
2
Ridwan, Juniarso dan Achmad Sodik Sudrajat, Hukum Administrasi Negara dan Kebijakan Pelayanan Publik, Nuansa, Bandung, 2009, Hlm. 116. 3 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Penerbit Universitas Indonesia (UI-PRESS), Jakarta, 1986, Hlm. 33. 4 Soejono soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993, Hal. 13.
2
Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah, sering mengeluarkan suatu kebijakan guna mengatasi suatu permasalahan atau guna mencapai suatu tujuan yang diiinginkan.Pada dasarnya kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah atau para penentu kebijakan adalah untuk mengatasi permasalahan umum.5 Dari uraian diatas nampaklah bahwa suatu penegakan hukumadalah suatu proses untuk mewujudkan keinginan-keinginan hukum menjadi suatu kenyataan. Keinginan-keinginan tersebut adalah pikiran badan pembuat undang-undang yang dirumuskan dalam peraturan hukum.6Tujuan dari suatu Kebijakan berorientasi guna mengatasi masalah yang dihadapi masyarakat.Namun demikian suatu kebijakan harus rasional yaitu merupakan pilihan- pilihan terbaik dari beberapa alternative yang diperhitungkan atas dasar kriteria- kriteria rasional.7 Sesuai dengan Undang- UndangNo 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan, yang di maksud dalam Pasal 287 ayat (3) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang melanggar tata cara berhenti dan parkir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (4) huruf e dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp 250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah). Pasal 106 ayat (4) huruf e berbunyi: Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan wajib mematuhi ketentuan: berhenti dan parkir.
5
M. Islamy, M. Irfan, Materi Pokok Kebijakan Publik, Karonika, Jakarta, 1988, hal 13. Satjipto rahardjo, Masalah-Masalah Hukum Sebagai Suatu Tinjauan Sosiologis, Sinar Bandung, Bandung, 1986, Hal. 24. 7 M. Islamy, M. Irfan, Materi Pokok Kebijakan Publik, Karonika, Jakarta, 1988, hal 14. 6
3
Peraturan Daerah Kota Salatiga No. 15 tahun 2013 Pasal 16 Ayat (1) yang berbunyi :Walikota menetapkan lokasi Parkir pada badan Jalan dan diluar badan jalan dengan memperhatikan : a. Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah b. Analisis dampak Lalu Lintas c. Kemudahan bagi Pengguna jasa d. Kebutuhan penegendalian Lalu Lintas e. Ketersediaan Lahan. Dalam hal menentukan penetapan lokasi parkir diatur dengan Pasal 16 ayat (2) yang berbunyi : prosedur penetapan lokasi parkir sebagaimana pada ayat (1) sebagai berikut : a. Pengumpulan data kinerja jalan b. Analisis kebutuhan ruang Parkir c. Menentukan pola Parkir dan kelengkapan pendukung d. Analisis kinerja jaringan Jalan sebelum dan sesudah penetapan ruang Parkir e. Informasi lokasi Parkir ditampilkan dalam peta jaringan lokasi Parkir dan dipublikasikan untuk mendapat masukan masyarakat.
Dalam suatu metode perencanaan penyelenggaraan fasilitas parkir kendaraan di badan jalan,Pihak yang berwenang dalam mengatasi masalah parkir adalah SKPD Dinas Perhubungan sub bidang UPTD parkir Kota Salatiga yang diatur oleh Pasal 17 yang berbunyi :
4
(1) penyelenggaraan parkir pada badan jalan dilaksanakan oleh Satuan Kerja Peerangkat Daerah (SKPD) yang membidangi perhubungan. (2) Penyelenggaraan Parkir pada badan Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilaksanakan di tempat tertentu pada Jalan kota dinyatakan dengan Rambu Lalu Lintas dan / atau Marka Jalan. Dalam suatu metode perencanaan, penyelenggaraan fasilitas parkir kendaraan di luar badan jalan diatur oleh Pasal 18 yang berbunyi : (1) Penyelenggaraan fasilitas parkir di luar badan jalan dapat dilakukan oleh perseorangan warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia berupa : a. Usaha khusus perparkiran; atau b. Penunjang usaha pokok. (2) Penyelanggaraan
fasilitas
parkir
diluar
badan
jalan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan pajak parkir yang ditetapkan dengan peraturan daerah sendiri. (3) Penyelenggaraan
fasilitas
parkir
diluar
badan
jalan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan parkir insidentil tetap memperhatikan prosedur penetapan lokasi parkir sebagaimana pasal 16 ayat (2) huruf a, b, dan c. Adapun tentang izin penyelenggaraan fasilitas parkir diatur dalam Pasal 19 yang berbunyi :
5
(1) Setiap penyelenggara parkir diluar badan jalan sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 ayat (1) wajib memiliki izin penyelenggaraan fasilitas parkir yang diterbitkan oleh Walikota. (2) Ketentuan lebih lanjut menegenai persyaratan dan tata cara pemberian izin penyelenggara parkir diluar badan jalan diatur dengan Peraturan Walikota. Selama ini belum ada aturan tertulis tentang zonasi, baru ada dalam bentuk draft. SKPD terkait yakni Dinas Perhubungan sub UPTD parkir yang membuat kebijakan zonasi parkir yaitu:8 (1) Setiap ruas jalan yang ditetapkan sebagai lokasi tempat parkir, dinyatakan dengan rambu parkir, dan atau marga parkir. (2) Lokasi parkir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibedakan menjadi 3 kawasan, yaitu kawasan utama I, kawasan utama 2, dan kawasan pengembangan. (3) Kawasan Utama I yang meliputi ruas- ruas jalan. (4) Kawasan Utama II yang meliputi ruas- ruas jalan. (5) Kawasan Pengembangan yang meliputi seluruh ruas jalan pada wilayah Kota Salatiga yang tidak termasuk dalam Kawasan Utama I dan Kawasan Utama II. Dalam melakukan observasi penulis melihat Undang-Undang Lalu LintasAngkutan Jalan No. 22 Tahun 2009 Pasal 106 ayat (4) dan Peraturan
8
Hasil Wawancara dengan Kepala UPTD Parkir Kota Salatiga, Bpk. Agus Nursholichin, Tgl 1-04-14.
6
Daerah Nomor15 Tahun 2013 Pasal 16, 17 dan 18 ini paling sering dilanggar yakni adanya Parkir liar. Dimanakini maraknya pengemudi kendaraan bermotor melakukanpelanggaran parkir menjadi salah satu masalah yang cukup sulit diatasi oleh pemerintah kota Salatiga. Penegakan hukum yang diambiloleh Dinas Perhubungan kota Salatiga sesuai dengan kewenangan bidang UPTD Parkir untuk mengatasi pelanggaran parkir yang telah melanggar Undang-Undang Lalu Lintas Angkutan Jalan dan Peraturan Daerah nomor 15 tahun 2013 tersebut di lakukan memberikan sanksi yang tegas seperti
dengan cara
menggembosi ban pengemudi sepeda
motor pelanggar parkir, gembok roda pengemudi sepeda motor pelanggar parkir, mencabut pentil ban sepeda motor pelanggar parkir.9 Adapan sanksi adminitratif sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 2013 Pasal 78 yang berbunyi : (1) Penyelenggaraan atas ketentuan dalam peraturan daerah ini dikenakan sanksi administratif. (2) Sanksi admiinistratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa : a. Peringatan tertulis; b. Penghentian sementara kegiatan ; c. Pembekuan izin ; d. Pencabutan izin ; e. Pembatalan izin ; dan / atau
9
Hasil wawancara dengan kepala UPTD parkir, Bpk. Agus Nursolichin, 11-10-13
7
f. Denda administratif. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a sampai dengan huruf e diatur dalam Peraturan Walikota. Pasal 79 yang berbunyi : setiap orang atau badan yang menyelenggarkan fasilitas parkir tanpa izin sebgaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (1) dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dikalikan luas area fasilitas parkir. Menurut hasil wawancara dengan Kepala UPTD Parkir, hampir semua tukang atau juru parkir liar meminta masyarakat untuk membayar namun tidak diberikan tanda bukti pembayaran, apabila ada Tukang Parkir yang tidak memberikan karcis parkir masyarakat dihimbau agar tidak memberikan uang kepada tukang parkir tersebut, bahkan tindakan tegas telah diberikan untuk mengatasi tukang parkir liar. Penegakan hukum yang telah diterapkan yaitu dengan memberikan pidana ringan hukuman kurungan 5 s/d 7 hari Dengan keberadaan adanya Parkir liar ini tentunya sangat mengganggu aktivitas jalan.10 Parkir liar merupakan parkir diluar zona parkir khususnya terhadap aturan lalu lintas yang ditandai dengan rambu larangan parkir, rambu larangan stop, serta marka larangan parkir dijalan atau walaupun tidak ada rambu larangan parkir tapi tidak semestinya digunakan untuk parkir seperti trotoar yang seharusnya digunakan untuk pejalan kaki, jembatan, zebra cross, dan jarak 50m dari rambu
10
Hasil wawancara dengan kepala UPTD parkir, Bpk. Agus Nursolichin, 11-10-13
8
larangan.11 Parkir liar ini dapat dijumpai dibanyak tempat seperti: di depan SD LAB, depan Gereja GKJ, Universitas Kristen Satya Wacana dimana Halte yang digunakan untuk naik turunnya penumpang dijadikan lahan Parkir. Menurut hasil wawancara dengan pengemudi motor yang melakukan parkir liar di depan halte UKSW, depan gereja GKJ dan SD LAB sebagian besar mengatakan lebih mudah dan praktis sehingga menjadi kebiasaan serta kurang sadarnya akan aturan hukum yang berlaku. Dalam mengatasi masalah Parkir liar tersebut Pemerintah Kota Salatiga memiliki hambatan keterbatasan dana, sehingga karena keterbatasan tersebut Pemerintah tidak dapat mengajak Satpol PP, Dinas Perhubungan, Polisi Lalu Lintas, untuk dapat saling bekerja sama mengatasi masalah Parkir liar tersebut.12 Dalam penulisan skripsi ini penulis merasa tertarik untuk mengambil kasus pelanggaran parkir. Oleh karena itu Penulis tertarik untuk mengkaji mengapa Parkir liar kian marak terjadi di kota salatiga. Dan ingin melihat bagimanakah Penegakan Hukum Terhadap Parkir Liar di Kota Salatiga. Perbandingan penelitian dalam upaya mempertegas Skripsi Penulis, sebagai berikut: Nama
Stevanus Supriyono (312010601)
Judul
Penegakan Hukum Terhadap Parkir Liar di Kota Salatiga
10-13
Agung Maulana Putra (312003065) Kepatuhan Petugas Parkir terhadap PERDA No. 9 Tahun 1998 dalam Pelaksanaan Pemungutan Retribusi Parkir di Kota
11
Hasil wawancara dengan kepala UPTD Parkir Kota Salatiga, Bpk. Agus Nursholichin, tanggal 11-
12
Hasil wawancara dengan kepala UPTD Parkir Kota Salatiga, Bpk. Agus Nursholichin, tanggal 24-
10-13
9
Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah Penegakan Hukum oleh Dinas Perhubungan Kota Salatiga dalam mengatasi kasus parkir liar di Kota Salatiga. 2. Apa hambatan yang dialami Dinas Perhubunga Kota Salatiga dalam pelaksanaan Penegakan Hukum terhadap parkir liar.
Tujuan Penelitian
1. Mengetahui Penegakan Hukum yang dilakukan Dinas Perhubungan Kota Salatiga dalam mengatasi kasus parkir liar di Kota Salatiga 2. Mengetahui hambatan yang dialami pemerintah dalam melaksanakan Penegakan Hukum parkir liar.
Unit Amatan
Unit
1. Dinas Perhubungan UPTD Parkir Kota Salatiga 2. Undang-Undang Lalu Lintas Angkutan Jalan 3. Peraturan daerah Kota Salatiga Nomor 15 tahun 2013 4. Halte depan UKSW yang digunakan sebagai tempat parkir liar 5. Tukang parkir liar 6. Pengemudi motor pelanggar parkir / pelaku parkir liar Penegakan pemerintah Kota Salatiga 10
Salatiga 1. Bagaimana kepatuhan petugas parkir dalam menjalankan tugasnya sebagai juru parkir sesuai dengan Peraturan Daerah No. 9 Tahun 1998 sebagai peraturan pelaksanaannya 1. Untuk mengetahui kepatuhan atau ketidakpatuhan Petugas Parkir Kota Salatiga dalam melakukan tugasnya menurut Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 1998 2. Untuk mengetahui faktor-faktor kepatuhan dan ketidakpatuhan petugas parkir dalam melakukan tugas sesuai Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 1998 Proses pungutan retribusi parkir Kota Salatiga oleh petugas parkir Kota Salatiga berdasarkan ketentuan Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 1998 yang belaku
kepatuhan Petugas Parkir
Analisa
dalam mengatasi masalah Parkir liar dan faktor-faktor yang mempengaruhi penertiban parkir liar yang dilakukan oleh Dinas Perhubungan UPTD parkir Kota Salatiga
menurut Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 1998 dalam pemungutan retribusi parkir Kota Salatiga
Agung Maulana Putra, dalam penelitiannya lebih difokuskan kepada kepatuhan petugas parkir dalam pelaksanaan pemungutan retribusi yang sudah diatur dalam Perda Kota Salatiga. Penelitian tersebut mengupas sejauh mana kepatuhan atau ketidakpatuhan petugas parkir dalam pelaksanaan pemungutan retribusi, dan dari adanya retibusi ini menjadi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Salatiga.13 Berkaitan dengan hal tersebut diatas, penulis merasa tertarik dan akan menyajikannya dalam suatu tulisan skripsi dengan judul “PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PARKIR LIAR DI KOTA SALATIGA Definisi
operasional
dimaksudkan
untuk
menghindari
perbedaan
interpretasi makna terhadap hal yang bersifat esensial yang dapat menimbulkan kerancuan dalam mengartikan judul, maksud dari penelitian serta digunakan sebagai penjelas secara redaksional agar mudah dipahami. Definisi operasional meliputi : 1. Penegakan Hukum : kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan didalam kaidah-kaidah yang mantap dan mengejawantah dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran
13
Agung Maulana Putra 312003065, KEPATUHAN PETUGAS PARKIR TERHADAP PERDA NO. 9 TAHUN 1998 DALAM PELAKSANAAN PEMUNGUTAN RETRIBUSI PARKIR DI KOTA SALATIGA
11
nilai
tahap
akhir,
untuk
menciptakan,
memelihara
dan
mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.14 2. Parkir liar : parkir diluar zona parkir khususnya pelanggaran terhadap aturan lalu lintas yang ditandai dengan rambu larangan parkir, rambu larangan stop, serta marka larangan parkir dijalan atau walaupun tidak ada rambu larangan parkir tapi tidak semestinya digunakan untuk parkir seperti trotoar yang seharusnya digunakan untuk pejalan kaki, jembatan, zebra cross, dan jarak 50m ( meter ) dari rambu larangan.
14
Soerojo Wignjodipoero, Pengantar Ilmu Hukum, Gunung Agung, Jakarta, 1985, Hal.18
12
B.
RUMUSAN MASALAH Berdasarkan uraian-uraian Latar BelakangMasalah yang telah diuraikan
diatan maka penulis merumuskan masalah yang hendak ditulis sebagai berikut: 1. Bagaimanakah PenegakanHukum olehDinas Perhubungan kota Salatiga dalam mengatasi kasus parkir liar di kota Salatiga? 2. Apa hambatan yang dialami Dinas Perhubungan Kota Salatiga dalam pelaksanaan Penegakan Hukum terhadap parkir liar ?
C.
TUJUAN PENELITIAN Berdasarkan Rumusan Masalah tersebut diatas bertujuan untuk :
1. Mengetahui Penegakan Hukum olehDinas PerhubunganKota Salatiga dalam mengatasi kasus Parkir liar di kota Salatiga. 2. Mengetahui hambatan yang dialami Dinas PerhubunganKota Salatiga dalam melaksanakan Penegakan hukum terhadap parkir liar. D.
METODE PENELITIAN 1. Jenis Penelitian Jenis Penelitian yang dilakukan penulis adalah eksploratif. Penelitian Eksploratif dilakukan apabila pengetahuan tentang gejala yang diselidiki masih kurang.Pemilihan jenis penelitian yang tepat akan membantu pemecahan masalahmelalui pengumpulan data yang diperlukan. Dalam masalah ini penulis menggunakan jenis penelitian yang berusaha untuk mengetahui
sesuatu
yang
13
ada
dalam
masyarakat
dengan
jalan
mengumpulkan data, menyusun, dan menganalisa, sehingga memenuhi apa yang disebut sebagai jenis penelitian eksporatif.15 2. Jenis Pendekatan Penulis menggunakan pendekatan dengan cara Yuridis Sosiologis, yaitu pendekatan atau penelitian yang didasarkan fakta-fakta lapangan atau kenyataan yang ada. Berimplementasikan Undang-undang Lalu Lintas Angkutan Jalan dan Peraturan Daerah khususnya mengenai penegakan hukum terhadap parkir liar. 3. Teknik Pengumpulan data dilakukan dengan cara: a. Studi Pustaka: Penulis melakukan penelitian dengan mempelajari buku- buku, dokumen, Perda , yang berasal dari instansi terkait b. Wawancara, dilakukan dengan Dinas Perhubungan Kota Salatiga, Kepala UPTD Parkir Salatiga, pengemudi motor yang melakukan parkir liar, dan juru parkir liar.
4. Jenis Data Jenis data yang dipakai penulis adalah: a. Data Primer, ialah data yang dikumpulkan, dari tangan pertama dan diolah oleh suatu organisasi atau perorangan. Data Primer diperoleh dari hasil wawancara langsung kepada sumber terkait, yaitu :
15
Soejono, Soekanto, Suatu Tinjauan Sosiologis Hukum Terhadap Masyarakat Sosial. Jakarta,
RajawalI.
14
Wawancara dengan Dinas Perhubungan Kota Salatiga
Wawancara terhadap Kepala UPTD Parkir Kota Salatiga
Wawancara dengan juruparkir liar
Wawancara dengan pengemudi motor yang melakukan parkir liar.
b. Data Sekunder Data sekunder dilakukan dengan penelitian kepustakaan dilakukan dengan mencari informasi dengan menggunakan atau memanfaatkan, mempelajari buku- buku, surat kabar, Lalu Lintas Angkutan Jalan, peraturan daerah kota salatiga dan data- data terkait lainnya berhungan dengan pokok permasalahan. 5. Unit analisa dan Unit amatan a. Unit Analisa Sebagai
unit
analisa adalah Penegakan Hukum oleh Dinas
Perhubungan Sub Bidang UPTD Parkir Kota Salatiga Pemerintah Kota Salatiga dalam mengatasi masalah parkir liar dan Faktor-Faktor yang mempengaruhi penertiban parkir liar. b. Unit Amatan Sebagai unit amatan :
Dinas Perhubungan dan UPTD Parkir Kota Salatiga.
Undang- Undang Lalu Lintas Angkutan Jalan No 22 tahun 2009.
Peraturan Daerah No.15 tahun 2013 Kota Salatiga.
Juru Parkir Liar.
15
Pengemudi motor pelanggar parkir / pelaku parkir liar.
16