BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Dalam beberapa tahun terakhir ini beberapa industri di Indonesia mengalami kenaikan dari tahun ke tahun, salah satunya industri yang bergerak dalam sektor konsumsi harian (consumer goods).
Hal ini terjadi karena
adanya peningkatan jumlah masyarakat kelas menengah dan kenaikan GDP masyarakat Indonesia sebesar US$3.500 per kapita yang menandakan adanya peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia (www.marketing.co.id). Hal ini dibuktikan dengan peningkatan angka tumbuh pasar industri consumer goods yang kian positif di mana pada tahun 2011 terjadi peningkatan sebesar 9,6% menjadi Rp 165,95 triliun dari tahun sebelumnya, dan diprediksi akan terus naik di tahun 2013 menjadi Rp 199,34 triliun (www.marketing.co.id). Dalam industri consumer goods atau fast moving consumer goods (FMCG) yang merupakan barang-barang non-durable yang diperlukan untuk penggunaan sehari-hari, terbagi dalam tiga kategori besar yakni produk makanan dan minuman (food and beverages) seperti mie instan, susu, biscuit, sereal, dan sebagainya; produk perlengkapan rumah tangga (home care) seperti deterjen, pelembut pakaian, pengharum ruangan, dan produk rumah tangga lainnya; dan produk perawatan pribadi (personal care) seperti sabun
1
mandi, shampoo, conditioner, hand and body lotion, after shave, hingga deodorant (www.supplychainindonesia.com, www.marketing.co.id). Hasil survei yang dilakukan Kantor Worldpanel sepanjang tahun 2011 menemukan produk makanan dan minuman menjadi barang konsumsi harian paling banyak dibeli konsumen, yaitu sebesar 81 persen. Disusul produk perawatan pribadi sebanyak 10,6 persen dan produk rumah tangga sebanyak 8,4 persen (www.jpnn.com). Produk makanan dan minuman menempati posisi pertama, kemudian disusul oleh produk perawatan pribadi, dan terakhir adalah produk rumah tangga. Produk perawatan pribadi mengalami peningkatan dari tahun ke tahun walaupun tidak menampilkan angka yang terlalu besar (www.designlogodesign.com). Menurut Nielsen dalam www.designlogodesign.com peningkatan angka konsumsi produk personal care bisa mencapai 20%, hal ini terjadi karena belanja iklan yang meningkat dan trend fashion yang mempengaruhi konsumen. Tingginya permintaan konsumen akan produk personal care di Indonesia membuat para produsen produk personal care dalam negeri harus meningkatkan produksi mereka. Namun ternyata produksi dalam negeri pun belum cukup mampu menutupi kebutuhan konsumen Indonesia yang pangsa pasarnya besar dan luas, sehingga membuka peluang bagi produsen produk personal care asing untuk masuk ke dalam pasar domestik Indonesia. Banyaknya produk luar negeri yang masuk ke dalam pasar domestik menjadikan pilihan produk personal care di Indonesia semakin beragam. 2
Bahkan, Adidas, sebagai merek sepatu olahraga terkenal di dunia turut meramaikan pasar produk personal care dengan rangkaian produk brand extension Bodycare Adidas pada tahun 2005. Produk bodycare keluaran Adidas merupakan produk personal care salah satunya adalah deodorant. Produk personal care atau toiletries yang biasa digunakan oleh konsumen selain sabun mandi, shampoo, conditioner, fragrance, make up, dan body lotion adalah deodorant. Deodorant digunakan untuk menghilangkan bau tidak sedap, mencegah keringat berlebih dan mengurangi bakteri pada kulit bawah lengan. Deodorant juga termasuk dalam kosmetik untuk tubuh (body cosmetics) (Mitsui (1997) dalam Nofianty, 2008). Kosmetik itu sendiri memiliki pengertian bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir, dan organ genintal bagian luar) atau gigi dan membran mukosa mulut terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan dan atau memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik tetapi tidak
dimaksudkan
untuk
mengobati
atau
menyembuhkan
penyakit
(www.notifkos.pom.go.id). Brand extension menurut Keller (2007 dalam Martinez dan Pina, 2009) adalah strategi yang digunakan perusahaan dengan menggunakan nama merek yang sudah berdiri lama untuk mengeluarkan produk baru dengan nama yang sama. Dalam memilih dan menggunakan sebuah produk brand 3
extension konsumen memiliki beberapa pertimbangan seperti merek yang terkenal, harga, serta kualitas yang tidak perlu diragukan lagi mengingat merek tersebut sebelumnya sudah memiliki produk yang unggul di pasaran. Namun, sebelum seseorang memutuskan untuk menggunakan sebuah produk brand extension muncul sebuah sikap yang mencerminkan penerimaan atau penolakan terhadap produk brand extension tersebut. Sikap tersebut tercermin dalam Attitude Toward Product of Brand Extension yang menurut Schiffman dan Kanuk (2010) adalah sikap yang ditunjukkan konsumen dapat dilihat dari apa yang konsumen rasakan, pikirkan, dan tindakan yang dilakukan terhadap produk perluasan tersebut. Menurut Hem, Leslie, dan Iversen (2001), attitude toward product of brand extension dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni Similarity, Parent Brand Reputation, Perceived Risk, dan Consumer Inovation. Similarity merupakan tingkat kesamaan yang dirasakan oleh konsumen antara produk brand extension yang dikonsumsi dengan parent brand (Smith dan Park (1992) dalam Hem, Leslie, dan Iversen, 2001). Similarity dapat diukur dari kualitas, apakah produknya konsisten atau tidak. Semakin besar kesesuaian persepsi antara merek awal dengan brand extension, maka akan semakin besar pengaruh yang ditimbulkan oleh parent brand terhadap brand extension (Aaker (1996), Keller (2000) dan Hem Lief (2001)). Semakin tinggi konsumen merasakan similarity antara kategori asli dengan kategori perluasan, maka akan semakin tinggi pula attitude toward 4
product of brand extension yang diberikan oleh konsumen kepada produk brand extension (Boush, et. al..(1987); Aaker dan Keller (1990); Park, et. al..(1991); Boush dan Loken (1991); Dacin dan Smith (1994); Herr, et. al.(1996); Keller dan Sood (2001/2) dalam Hem, Leslie and Iversen (2001)). Faktor kedua adalah Parent Brand Reputation, persepsi konsumen terhadap kualitas parent brand yang dapat mempengaruhi reaksi konsumen terhadap produk perluasannya (Aaker dan Keller (1990); Broniarczyk dan Alba (1994); Bhat dan Reddy (2001) dalam Wu dan Yen (2007)). Lebih lanjut, Smith dan Park (1992) menyatakan bahwa dasar pemikiran dalam menggunakan brand extension adalah merek yang kuat akan lebih banyak memberikan keuntungan daripada merek yang lemah. Oleh karena itu tingkat keberhasilan suatu produk brand extension sangat tergantung pada parent brand (Rangkuti, 2002). Broniarczyk dan Alba (1994) dalam Bhat and Reddy (2001)
mengemukakan
bahwa
dampak
dari
parent
brand
dapat
mempengaruhi sikap evaluasi baik positif atau negatif yang diberikan konsumen pada product of brand extension Faktor ketiga yakni Perceived Risk dimana pengalaman ketidakpastian akan kerugian yang akan dialami konsumen sebelum membeli sebuah produk (pre-purchase experience) (Bauer (1960); Cox (1967) dalam Hem, Leslie dan Iversen (2001); Laronche et. al (2004) ; Zheng et. al (2012)). Perceived Risk dalam penelitian ini diartikan sebagai multi-dimensional construct yang terdiri dari social, financial, physical, psychological, time, dan performance risk 5
(Stone dan Gronhaug (1993), dalam Laronche et. al., (2004)). Perceived risk menjadi salah satu variabel penting karena mempengaruhi evaluasi konsumen terhadap sebuah produk (Wood dan Scheer (1996) dalam Chen dan Dubinsky (2003)). Menurut Havlena dan Dasarbo (2007), perceived risk memberikan pengaruh negatif terhadap sikap konsumen dalam mengevaluasi sebuah produk baru karena didalamnya terdapat beberapa pertimbangan sebelum membuat sebuah keputusan. Sedangkan menurut Hem, Leslie, dan Iversen (2001), perceived risk berdampak positif terhadap sikap yang akan ditunjukkan konsumen terhadap produk brand extension. Namun dalam penelitian ini, yang akan diteliti adalah apakah perceived risk memberikan pengaruh negatif yang signifikan terhadap sikap konsumen pada produk brand extension. Selanjutnya, faktor keempat adalah Consumer Innovation yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah ciri kepribadian (personality trait) yang berkaitan dengan kemampuan penerimaan masing-masing individu terhadap ide-ide baru dan kemauan untuk mencoba kebiasaan baru dan merekmerek lain (Hem, Leslie, dan Iversen, 2001; Martinez dan Pina, 2009). Individu yang memiliki tingkat inovasi tinggi tidak segan untuk mencoba produk ataupun merek baru yang ada di pasaran selain untuk memenuhi rasa penasaran mereka, konsumen tersebut juga mencari produk mana yang benarbenar cocok untuk mereka. Konsumen dengan tingkat inovasi yang tinggi menunjukkan attitude toward product of brand extension yang lebih baik 6
terhadap produk yang mereka rasa cocok. Penggemar fanatik Adidas biasanya akan mencoba produk-produk keluaran Adidas guna melengkapi koleksi produk-produk Adidas mereka (Dick dan Basu dalam East et.al.,2005). Adidas adalah sebuah perusahaan sepatu asal Jerman yang telah menggeluti bisnis olahraga selama hampir 64 tahun lebih dari tahun 1949 sampai dengan sekarang, bahkan Adolph Dassler pencipta sepatu dengan logo tiga strip ini telah lebih dulu mengawali kariernya dalam bidang sepatu sejak 1920-an. Produk-produk Adidas beragam mulai dari sepatu olahraga basket, football, futsal dan lainnya; peralatan olahraga; fashion seperti baju, jaket,tas dan perlengkapan lainnya; serta melengkapi kebutuhan konsumen Adidas dalam produk bodycare dari Adidas antara lain shower gel, eau de toillete, after shave dan deodorant (www.adidas-group.com) . Adidas dengan brand image sporty yang dimiliki memproduksi produk-produk yang berkaitan dengan olahraga membuat merek dengan logo tiga strip ini menjadi sangat terkenal dengan kualitas terbaik yang diberikan. Persepsi konsumen akan Adidas semakin diperkuat dengan hadirnya produk bodycare yang melengkapi kebutuhan para pecinta Adidas. Hal ini merupakan sebuah terobosan bagi Adidas, yang selama ini dikenal dengan produksi sepatu dan perlengkapan olahraga, kini mengeluarkan produk bodycare berupa deodorant. Pasar deodorant selama ini sudah ramai diisi oleh Rexona dan Axe yang memang pada dasarnya adalah produsen deodorant. Namun Adidas berani mengambil peluang pasar deodorant dengan mengandalkan 7
brand image sporty yang dimilikinya. Deodorant Adidas pun mengambil konsep sporty yang sama dengan parent brand-nya, hal ini dapat terlihat dari pemilihan nama seperti Adidas Pure Game, Adidas Action 3, Adidas Team Force, Adidas Deep Energy dan lain sebagainya. Kemunculan Adidas deodorant ini merupakan wujud dari brand extension yang dilakukan oleh Adidas guna memenuhi kebutuhan konsumen dan karena marketer sadar akan peluang pasar deodorant ini karena bau badan merupakan salah satu hambatan konsumennya untuk tampil sempurna dan memang digunakan oleh pria dan wanita . Terdapat dua alasan mengapa perusahaan melakukan brand extension yang pertama untuk mengurangi resiko kegagalan produk baru yang mungkin terjadi di pasaran , alasan kedua adalah untuk mengurangi biaya distribusi dan meningkatkan efisiensi promosi produk brand extension tersebut (Rangkuti, 2002). Namun, marketer maupun produsen juga harus tetap melihat sikap apakah yang ditunjukkan oleh konsumen terhadap produk brand extension deodorant Adidas, baik positif maupun negatif, serta diterima atau tidaknya produk brand extension tersebut di masyarakat. Untuk itu perlu dikaji bagaimana sikap konsumen terhadap produk brand extension deodorant Adidas, mengingat bahwa Adidas sudah terlebih dahulu dikenal sebagai merek sepatu dan peralatan olahraga. Untuk itu, berdasarkan paparan tersebut penelitian ini akan mengkaji tentang pengaruh Similarity, Parent Brand Reputation, Perceived Risk, dan 8
Consumer Innovation terhadap Attitude Toward Product of Brand Extension pada produk Adidas deodorant.
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan analisis yang telah disampaikan dalam latar belakang terdapat fenomena dimana Adidas sebagai merek produsen sepatu dan peralatan olahraga terkenal, kini turut meramaikan pasar kosmetik dengan rangkaian produk bodycare khususnya deodorant. Walaupun deodorant Adidas menggunakan nama merek yang sama dengan parent brand-nya, tetapi bukan berarti deodorant Adidas akan langsung menimbulkan kesuksesan yang sama seperti produk Adidas lainnya. Perlu dilihat bagaimana sikap konsumen Adidas terhadap produk deodorant tersebut, apa yang dipikirkan, dirasakan, dan tindakan yang dilakukan konsumen terhadap produk tersebut tercermin dalam attitude toward product of brand extension. Hal ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya Similiarity, Parent Brand Reputation, Perceived Risk, dan Consumer Innovation (Hem, Leslie, dan Iversen, 2001).
Berikut adalah
rumusan masalah yang hendak penulis teliti lebih lanjut : 1. Apakah similarity memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap attitude toward product of brand extension? 2. Apakah parent brand reputation memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap attitude toward product of brand extension ? 9
3. Apakah perceved risk memiliki pengaruh negatif yang signifikan terhadap attitude toward product of brand extension? 4. Apakah consumer innovation memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap attitude toward product of brand extension?
1.3.
Pembatasan Masalah 1) Penelitian ini hanya dibatasi pada pengaruh dari faktor-faktor seperti Similarity, Parent Brand Reputation, Perceived Risk, dan Consumer Innovation terhadap Attitude Toward Product of Brand Extension. 2) Sedangkan objek penelitian ini hanya dibatasi pada produk deodorant dengan merek Adidas. Peneliti tertarik untuk mengangkat produk deodorant Adidas karena Adidas adalah merek sepatu terkenal yang melakukan brand extension pada produk yang cukup bertolak belakang dengan sejarah perusahaan sepatu Adidas yakni produk perawatan tubuh salah satunya adalah deodorant. Penulis ingin melihat bagaimana sikap konsumen terhadap product of brand extension tersebut, apakah positif atau negatif.
1.4
Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas maka berikut beberapa tujuan dari penelitian ini :
10
1) Mengetahui dan menganalisis similarity menghasilkan pengaruh positif terhadap attitude toward product of brand extension. 2) Mengetahui dan menganalisis parent brand reputation menghasilkan pengaruh positif terhadap attitude toward product of brand extension. 3) Mengetahui dan menganalisis perceived risk menghasilkan pengaruh negatif terhadap attitude toward product of brand extension. 4) Mengetahui
dan
menganalisis
consumer
innovation
konsumen
menghasilkan pengaruh positif terhadap attitude toward product of brand extension.
1.5
Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1) Manfaat Akademis Dapat memberikan kontribusi potensial informasi dan referensi kepada pembaca pemasaran, khususnya dalam pembelajaran mengenai faktorfaktor yang mempengaruhi attitude toward product of brand extension yang diberikan oleh konsumen. 2) Manfaat Kontribusi Praktis Dapat memberikan gambaran, informasi, pandangan, dan saran yang berguna bagi para pelaku bisnis sehingga, mengetahui beberapa faktor penting yang harus diperhatikan dalam strategi sebuah produk brand extension. Attitude toward product of brand extension, merupakan 11
evaluasi sikap positif maupun negatif yang diberikan konsumen terhadap produk brand extension tersebut.
3) Manfaat Peneliti Peneliti dapat mempelajari bagaimana menganalisis secara langsung mengenai pengaruh similarity, parent brand reputation, perceived risk, dan consumer innovation terhadap attitude toward product of brand extension pada konsumen Adidas deodorant. Selain itu, melalui penelitian ini peneliti berharap dapat menambah wawasan dan pengetahuan yang dapat membantu peneliti dalam menerapkan teori pemasaran yang telah dipelajari selama perkuliahan.
1.6
Sistematika Penulisan Skripsi Penulisan skripsi ini terbagi atas lima bab, di mana antara bab satu dengan bab yang lainnya terdapat ikatan yang sangat erat. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :
1.6.1
BAB I: PENDAHULUAN Bagian ini berisi latar belakang yang memuat hal-hal yang mengantarkan pada pokok permasalahan, rumusan masalah yang dijadikan dasar dalam melakukan penelitian ini, tujuan dari dibuatnya
12
skripsi ini yang akan dicapai, dan manfaat yang diharapkan serta terdapat sistematika penulisan skripsi. 1.6.2
BAB II : TINJAUAN KEPUSTAKAAN Dalam bab II berisi tentang konsep-konsep yang berhubungan dengan rumusan masalah yang dirumuskan, yaitu tentang faktor yang mempengaruhi attitude toward product of brand estension yang ditunjukkan konsumen. Uraian tentang konsep-konsep di atas diperoleh melalui studi kepustakaan dari literatur yang berkaitan, buku, dan jurnal.
1.6.3
BAB III : METODE PENELITIAN Pada bagian ini peneliti akan menguraikan tentang gambaran umum dari objek penelitian yang akan diteliti, metode-metode yang akan digunakan, variabel penelitian, teknik pengumpulan data, prosedur pengambilan data, serta teknik analisis yang akan digunakan untuk menjawab semua rumusan masalah.
1.6.4
BAB IV : ANALISIS DAN PEMBAHASAN Bagian ini berisi tentang gambaran secara umum mengenai objek dan setting dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti, kemudian paparan mengenai hasil kuisioner attitude toward product of brand extension tersebut. Hasil dari kuisioner tersebut akan dihubungkan dengan teori dan proporsi yang terkait dalam bab II.
13
1.6.5
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN Bagian ini memuat kesimpulan dari peneliti yang dikemukakan berdasarkan hasil penelitian yang menjawab proporsi penelitian serta membuat saran-saran yang terkait dengan objek penelitian.
14