BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya pertumbuhan jumlah penduduk dari tahun ke tahun menjadikan kebutuhan pangan juga semakin meningkat. Pemenuhan kebutuhan pangan tersebut tidak hanya terbatas pada pemenuhan kebutuhan pangan pokok seperti karbohidrat, akan tetapi juga pemenuhan komponen pangan lain seperti protein. Pemenuhan kebutuhan protein masyarakat dapat dipenuhi dengan meningkatkan konsumsi protein nabati maupun protein hewani. Protein hewani tersebut dapat dipenuhi salah satunya dari konsumsi unggas yang termasuk dalam sub sektor peternakan. Agribisnis perunggasan memiliki peranan penting dalam menggerakkan perekonomian nasional dimana perunggasan menyerap investasi Rp.1,68 triliun (60%) dari investasi di sub sektor peternakan sebesar Rp.2,8 triliun (Dirjen Peternakan dan Keswan, 2012). Perunggasan merupakan komoditas yang secara riil dapat berkontribusi dalam pembangunan nasional dan sebagai penyedia protein hewani untuk menunjang kecerdasan bangsa. Salah satu produk perunggasan yang dihasilkan adalah ayam broiler/ras pedaging. Ayam broiler merupakan produk perunggasan yang dominan dan banyak dikonsumsi oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan protein hewani. Daging ayam broiler banyak dipilih karena harganya yang lebih rendah dibanding sumber protein hewani lainnya seperti daging sapi. Oleh karena itu kebutuhan daging ayam broiler cenderung meningkat setiap tahunnya. Menurut Utoyo (2013), konsumsi ayam broiler pada tahun 2013
1
mencapai 2,2 miliar ekor. Jumlah tersebut naik sebesar 15,79% dibandingkan konsumsi sepanjang 2012 sebanyak 1,9 juta miliar ekor. Peningkatan konsumsi tersebut
dikarenakan
pendapatan
penduduk
juga
cenderung
meningkat.
Pertumbuhan permintaan daging ayam melampaui pertumbuhan jumlah penduduk Indonesia sebesar 1,6% per tahun. Permintaan daging ayam broiler berasal dari beberapa sumber, diantaranya adalah dari rumah tangga maupun industri kuliner. Kabupaten Sleman memiliki tingkat konsumsi daging ayam yang tinggi mengingat di wilayah tersebut banyak terdapat restoran cepat saji maupun rumah makan yang menyediakan menu ayam. Konsumsi ayam di Sleman yang tinggi juga berasal dari penduduk maupun pendatang yang memiliki daya beli tinggi. Sleman memiliki jumlah penduduk terbanyak jika dibandingkan dengan kabupaten lain di DIY. Pada tahun 2012, populasi penduduk yang tinggal di Kabupaten Sleman sebanyak 1.114.833 jiwa atau 31,72% dari seluruh penduduk DIY (Badan Pusat Statistik, 2013). Kabupaten Sleman juga memiliki populasi ayam ras pedaging (broiler) terbesar di Provinsi DIY seperti yang tertera pada Tabel 1.1. Tabel 1.1 Jumlah Ternak Ayam Broiler Menurut Kabupaten/Kota di DIY Tahun 2010 2011 2012
Kabupaten/Kota (ekor) Sleman Kulon Progo Gunung Kidul Bantul 2.522.194 1.236.050 912.500 764.777 2.713.870 1.301.500 943.515 811.974 2.716.054 1.252.900 1.000.982 844.999 Sumber: Badan Pusat Statistik DIY , 2013
Yogyakarta 0 0 0
Produksi daging ayam di Kabupaten Sleman juga mendominasi produksi daging ayam broiler di DIY. Pada tahun 2013 dari total produksi daging ayam
2
broiler di DIY sebanyak 35,8 juta kilogram, Kabupaten Sleman menyumbang produksi daging ayam broiler sebesar 50% atau sebanyak 17,9 juta kilogram. Tingkat permintaan daging ayam merupakan suatu fenomena yang bersifat dinamis dimana terjadi perubahan kondisi sistem sebagai reaksi terhadap perubahan waktu. Realita yang terjadi menunjukkan bahwa permintaan konsumen terhadap daging ayam broiler tidak selamanya mampu terpenuhi oleh ketersediaannya di pasar. Menurut Fadilah (2013), di Indonesia permintaan Day Old Chicken (DOC) masih dipengaruhi oleh budaya, cuaca, dan tradisi serta acara keagamaan. Keseimbangan antara permintaan dan kemampuan produksi pada bulan-bulan tertentu sering tidak seimbang. Terkadang, saat permintaan rendah justru pasokan daging ayam di pasar cukup banyak sehingga akan menyebabkan over stock yang berdampak pada anjloknya harga di pasaran. Sebaliknya, kerap terjadi fenomena jumlah permintaan tinggi namun pasokan daging ayam di pasaran tidak mampu memenuhi permintaan yang ada sehingga menyebabkan kenaikan harga yang fluktuatif seperti pada tahun 2013 yang meningkat sekitar 16% dibanding tahun 2012 (Badan Pusat Statistik, 2013). Terganggunya pasokan daging ayam dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kasus penyakit yang menyerang unggas seperti flu burung, cuaca buruk, bencana alam, maupun kurangnya integrasi antara pemangku kepentingan dalam rantai pasok daging ayam broiler. Supply Chain Management (SCM) merupakan pendekatan yang dilakukan untuk mengintegrasikan komponen rantai pasok yang terdiri dari pemasok, industri, dan konsumen secara efisien. Dengan SCM diharapkan produk dapat
3
didistribusikan dengan kuantitas, waktu, serta lokasi yang tepat sehingga tercapai biaya distribusi yang optimal dan mampu memenuhi kepuasan konsumen. Rantai pasok ayam broiler di Sleman melibatkan banyak pihak mengingat banyaknya produsen, konsumen, dan distributor di wilayah tersebut. Integrasi yang baik antara setiap tier akan mampu menjamin ketersediaan daging ayam broiler. Fenomena dinamika ketersediaan daging ayam yang kerap terjadi diharapkan dapat diminimalisasi dengan mengggunakan pendekatan Supply Chain Management (SCM). Sistem rantai pasok yang baik mampu menjamin kepuasan setiap komponen rantai pasok dari hulu hingga ke hilir. Tujuan dari pendekatan SCM adalah untuk melakukan pengelolaan serta pengawasan saluran distribusi secara kooperatif demi menciptakan efisiensi penggunaan sumber daya dalam kegiatan rantai pasok daging ayam. Salah satu aspek penting dalam SCM adalah persediaan. Diharapkan dengan adanya pengendalian persediaan dalam rantai pasok mampu menjamin ketersediaan ayam broiler di pasar. Permasalahan ketersediaan ayam broiler secara regional merupakan suatu permasalahan sistem yang kompleks dengan melibatkan berbagai komponen dan variabel yang saling berinteraksi dan terintegrasi. Sistem rantai pasok tersebut merupakan sebuah sistem yang dinamis dimana setiap pelaku sistemnya selalu berinteraksi membentuk suatu hubungan feedback yang berubah seiring perubahan waktu. Sistem dinamis diaplikasikan melalui pemodelan yang merepresentasikan kondisi yang sebenarnya dan kemudian dilakukan simulasi untuk menganalisis karakteristik sistem tersebut. Keuntungan dari pemodelan adalah mampu menghemat waktu dan biaya dalam mengkaji obyek yang diteliti.
4
Selain itu juga dapat mengurangi risiko terhadap sistem nyata karena dapat dilakukan eksperimen tanpa mengganggu sistem nyata yang sedang berjalan. Diharapkan melalui pendekatan sistem dinamis tersebut mampu memberikan gambaran bagi proses perencanaan dan peningkatan kinerja terkait pengendalian persediaan ayam broiler di Sleman secara makro. Selain menggambarkan perilaku sistem dengan pemodelan sistem dinamis, perlu dilakukan juga analisis persediaan secara mikro pada setiap tier rantai pasok. Kondisi kelebihan maupun kekurangan pasokan akan berdampak negatif pada kinerja rantai pasok. Kelebihan persediaan akan mengakibatkan kerugian terutama pada produk yang mudah rusak (perishable) seperti daging ayam. Sedangkan kekurangan persediaan akan mengakibatkan ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan konsumen. Maka dari itu penting dilakukan pengendalian persediaan dengan menentukan inventory management yang tepat setiap tier. Pengambilan keputusan inventory management yang tepat diharapkan mampu mengoptimalkan kinerja tier dalam hal persediaan sebagai bagian dari sistemrantai pasok ayam broiler. Pengendalian persediaan dengan memperhatikan perspektif konsumen dalam memberikan tingkat pelayanan yang optimal juga penting untuk dilakukan. Oleh karena itu tingkat persediaan setiap tier dapat diseimbangkan dengan melakukan inventory balancing.
1.2 Rumusan Masalah Meningkatnya pertumbuhan penduduk dan daya beli masyarakat menjadikan kebutuhan pangan juga semakin meningkat, termasuk kebutuhan
5
protein hewani seperti ayam broiler. Kabupaten Sleman merupakan kabupaten yang memiliki tingkat konsumsi dan produksi ayam broiler yang tertinggi di DIY. Akan tetapi realita yang terjadi menunjukkan bahwa permintaan konsumen terhadap daging ayam broiler tidak selalu mampu terpenuhi oleh ketersediaannya di pasar. Fenomena tersebut merupakan penyebab fluktuasi harga daging ayam yang kerap terjadi. Terkadang saat permintaan rendah, justru pasokan ayam banyak sehingga menyebabkan overstock yang berdampak pada jatuhnya harga ayam. Sebaliknya, terjadi pula fenomena jumlah permintaan tinggi namun pasokan daging ayam di pasaran tidak mampu memenuhi permintaan yang ada sehingga menyebabkan kenaikan harga ayam. Integrasi yang kurang baik setiap anatar tier rantai pasok ayam broiler juga menjadi salah satu pemicu terjadinya kondisi tersebut.
1.3 Batasan Masalah Agar tujuan pembahasan lebih jelas dan terarah, maka dalam penelitian ini dilakukan pembatasan masalah sebagai berikut: 1. Komoditas yang dikaji dalam penelitian ini adalah ayam jenis broiler (ayam ras pedaging). 2. Ruang lingkup penelitian adalah ayam broiler yang didistribusikan melalui sistem rantai pasok yang berada di Kabupaten Sleman, DIY. 3. Aliran yang diteliti adalah rantai pasok ayam broiler mulai dari peternak hingga konsumen dalam bentuk ayam hidup maupun karkas, tidak
6
termasuk aliran distribusi Parent Stock (PS) maupun Day Old Chicken (DOC). 4. Penelitian dilakukan dengan sampling pada setiap tier rantai pasok ayam broiler di Sleman. 5. Model sistem dinamis yang dihasilkan tergantung pada input yang diberikan pada model sehingga kondisi non linier dan perubahan yang sebenarnya pada sistem nyata tidak dapat digambarkan dalam output model.
1.4 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang ada, maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk: 1. Mengidentifikasi sistem rantai pasok daging ayam broiler yang terdapat di Kabupaten Sleman. 2. Melakukan pemodelan dan simulasi terhadap sistem rantai pasok ayam broiler di Sleman dengan pendekatan sistem dinamis. 3. Menentukan keputusan inventory management yang tepat pada tier rantai pasok ayam broiler di Sleman. 4. Menentukan stocking level optimal pada tier rantai pasok ayam broiler di Sleman.
7
1.5 Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Mengetahui informasi mengenai pelaku dan perilaku sistem dalam rantai pasok daging ayam broiler. 2. Memberikan pertimbangan terkait alternatif kebijakan untuk mendukung ketersediaan ayam broiler khususnya di Kabupaten Sleman. 3. Memperluas kajian penelitian mengenai Supply Chain Management (SCM) bagi masyarakat luas, produsen, pelaku pasar, dan pelaku rantai pasok produk pertanian secara umum dan daging ayam broiler secara khusus.
8