BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Evaluasi 1. Pengertian Menurut kamus besar Indonesia, evaluasi adalah suatu penilaian dimana penilaian yang ditujukan kepada seseorang. Evaluasi adalah suatu proses penilaian positif dan negatif atau juga gabungan dari keduanya (Depdikbud, 2009). Pengertian evaluasi menurut WHO (1990) adalah : a. Suatu cara yang sistematis untuk memperbaiki kegiatan-kegiatan yang sedang dilakukan dengan cara menyeleksi alternatif tindakan yang akan diambil b. Suatu proses yang berlanjut sehingga kegiatan menjadi lebih relevan, efisien,dan efektif c. Suatu
proses
untuk
mengukur
pencapaian
tujuan
dengan
cara
membandingkan terhadap standar nilai yang telah ditentukan. Ada 3 jenis evaluasi, yaitu menurut Widiarty (2007) 1. Evaluasi pada awal program (formative evaluation), adalah evaluasi yang dilakukan pada saat merencanakan suatu program. Tujuan utama adalah untuk meyakinkan bahwa rencana yang disusun benar-benar telah sesuai dengan masalah yang ditemukan, dalam arti dapat menyelesaikan masalah tersebut 2. Evaluasi pada tahap pelaksanaan program (promotion evaluation), adalah evaluasi yang dilakukan pada saat program sedang dilaksanakan, apakah program tersebut telah sesuai dengan rencana atau tidak, atau apakah terjadi
penyimpangan- penyimpangan yang dapat merugikan pencapaian tujuan dari program tersebut. Ada 2 bentuk evaluasi pada tahap pelaksanaan program, yaitu pemantauan dan penilaian berkala. 3. Evaluasi pada akhir program (summative evaluation), adalah evaluasi yang dilakukan pada saat program telah selesai dilaksanakan. Tujuan utama adalah mengukur keluaran (output) dan mengukur dampak (impact) yang dihasilkan. Evaluasi keluaran lebih mudah daripada penilaian dampak karena relatif diperlukan dalam waktu yang lebih lama. B. Pre- Eklampsia Berat 1. Pengertian Pre-eklampsia ialah penyakit dengan tanda-tanda khas tekanan darah tinggi (hipertensi), dan ditemukannya protein dalam urin (proteinuria) yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi dalam triwulan ke-3 kehamilan, tetapi dapat juga terjadipada trimester kedua kehamilan (Hanifa, 2002).
Sering tidak
diketahui atau diperhatikan oleh wanita hamil yang bersangkutan, sehingga tanpa disadari dalam waktu singkat pre-eklampsia berat bahkan dapat menjadi eklampsia yaitu dengantambahan gejala kejang-kejang dan atau koma (Manuaba, 2009). Perkataan “eklampsia” berasal dari Yunani yang berarti “halilintar” karena gejala eklampsia datang dengan mendadak dan menyebabkan suasana gawat dalam kebidanan. Dikemukakan beberapa teori yang dapat menerangkan kejadian preeklampsia dan eklamsia sehingga dapat menetapkan upaya promotif dan preventif (Manuaba, 2009). 2. Gejala Hipertensi biasanya timbul lebih dahulu dari pada tanda-tanda lain (Hanifa, 2002). Bila peningkatan tekanan darah tercatat pada waktu kunjungan pertama kali
dalam trimester pertama atau kedua awal, ini mungkin menunjukkan bahwa penderita menderita hipertensi kronik. Tetapi bila tekanan darah ini meninggi dan tercatat pada akhir trimester kedua dan ketiga, mungkin penderita menderita preeklampsia( Benson, 2001). Peningkatan tekanan sistolik sekurang-kurangnya 30 mm Hg, atau peningkatan tekanan diastolik sekurang-kurangnya 15 mm Hg, atau adanya tekanan sistolik sekurang-kurangnya 140 mmHg, atau tekanan diastolik sekurang-kurangnya 90 mm Hg atau lebih atau dengan kenaikan 20 mm Hg atau lebih, ini sudah dapat dibuat sebagai diagnosa (Taber, 1994). Penentuan tekanan darah dilakukan minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam pada keadaan istirahat. Tetapi bila diastolik sudah mencapai 100 mmHg atau lebih, ini sebuah indikasi terjadi preeklampsia berat (Sellers, 1993). Kenaikan berat badan ½ kg setiap minggu dalam kehamilan masih diangap normal, tetapi bila kenaikan 1 kg seminggu beberapa kali atau3 kg dalam sebulan pre-eklampsia harus dicurigai (Hanifa, 2002). Atau bila terjadi pertambahan berat badan lebih dari 2,5 kg tiap minggu pada akhir kehamilan mungkin merupakan tanda preeklampsia ( Benson, 2001). Proteinuria berarti konsentrasi protein dalam air kencing yang melebihi 0,3 g/liter dalam air kencing 24 jam atau pemeriksaan kualitatif menunjukkan 1+ atau 2 + ( menggunakan metode turbidimetrik standard ) atau 1g/liter atau lebih dalam air kencing yang dikeluarkan dengan kateter atau midstream untuk memperoleh urin yang bersih yang diambil minimal 2 kali dengan jarak 6 jam (Hanifa, 2002). Pre –Eklampasia dibagi menjadi ringan dan berat. Sedangkan penyakit preeklampsia digolongkan berat apabila satu ataulebih tanda / gejala dibawah ini ditemukan:
a. Tekanan darah sistolik 160 mmHg atau lebih, atau tekanan diastole 110 mmHg atau lebih b. Proteinuria 3 gram atau lebih dalam 24 jam, 3+ atau 4+ pada pemeriksaan semikuantitatif (Phelan, dkk,1999).
3. Etiologi dan Patofisiologi Sebab preeklampsia dan eklampsia sampai sekarang belum diketahui(Hanifa, 2002). Telah banyak teori yang mencoba menerangkan sebab-akibat penyakit tersebut, akan tetapi tidak ada yang memberikan jawabanyang memuaskan. Teori yang diterima harus dapat menerangkan hal-hal berikut: (a) sebab bertambahnya frekuensi pada primigrafiditas, kehamilanganda, hidramnion dan mola hidatidosa; (b) sebab bertambahnya frekuensidengan makin tuanya kehamilan; (c) sebab terjadinya perbaikan keadaanpenderita dengan kematian janin dalam uterus; (d) sebab jarangnya terjadieklampsia pada kehamilan-kehamilan berikutnya; dan (e) sebab timbulnyahipertensi, edema, proteinuria, kejang dan koma (Wiknyosastro Hanifa, 2002). Salah satu teori yang dikemukakan ialah bahwa eklampsia disebabkan ischaemia rahim dan plascenta (ischemaemia uteroplacentae). Selama kehamilan uterus memerlukan darah lebih banyak. Pada molahidatidosa, hydramnion, kehamilan ganda, multipara, pada akhir kehamilan, pada persalinan, juga pada penyakit pembuluh darah ibu, diabetes , peredaran darah dalam dinding rahim kurang, maka keluarlah zat-zat dari placenta atau decidua yang menyebabkan vasospasmus dan hipertensi (FK. Unpad, 1994). Tetapi dengan teori ini tidak dapat diterangkan semua hal yang berkaitan dengan penyakit tersebut. Rupanya tidak hanya satu faktor yang menyebabkan pre-eklampsia dan eklampsia (Hanifa, 2002).
Pada pemeriksaan darah kehamilan normal terdapat peningkatan angiotensin, renin, dan aldosteron, sebagai kompensasi sehingga peredaran darah dan metabolisme dapat berlangsung. Pada pre-eklampsia dan eklampsia, terjadi penurunan angiotensin, renin, dan aldosteron, tetapi dijumpai edema, hipertensi, dan proteinuria. Berdasarkan teori iskemia implantasi plasenta, bahan trofoblas akan diserap ke dalam sirkulasi, yang dapat meningkatkan sensitivitas terhadap angiotensin II, renin, dan aldosteron, spasme pembuluh darah arteriol dan tertahannya garam dan air (Manuaba, 2009). Teori iskemia daerah implantasi plasenta, didukung kenyataan sebagai berikut: a. Pre-eklampsia dan eklampsia lebih banyak terjadi pada primigravida,hamil ganda, dan mola hidatidosa. b. Kejadiannya makin meningkat dengan makin tuanya umur kehamilan c. Gejala penyakitnya berkurang bila terjadi kamatian janin (Manuaba, 2009). Dampak terhadap janin, pada pre-eklampsia / eklampsia terjadi vasospasmus yang menyeluruh termasuk spasmus dari arteriol spiralis deciduae dengan akibat menurunya aliran darah ke placenta. Dengan demikian terjadi gangguan sirkulasi fetoplacentair yang berfungsi baik sebagai nutritisi maupun oksigenasi. Pada gangguan yang kronis akan menyebabkan gangguan pertumbuhan janin didalam kandungan disebabkan oleh mengurangnya pemberian karbohidrat, protein, dan faktor-faktor pertumbuhan lainnya yang seharusnya diterima oleh janin ( Sibai,dkk, 1981).
4. Faktor Prediposisi Wanita hamil cenderung dan mudah mengalami pre-eklampsia bila mempunyai faktor-faktor predisposing sebagai berikut .(Phelan, dkk 1999):
a. Nulipara b. Kehamilan ganda c. Usia < 20 atau > 35 th d. Riwayat pre-eklampsia, eklampsia pada kehamilan sebelumnya e. Riwayat dalam keluarga pernah menderita pre-eklampsia f. penyakit ginjal, hipertensi dan diabetes melitus yang sudah ada sebelum kehamilan g. obesitas.
5. Faktor Risiko Yang Mungkin Berperan Melalui pendekatan safe motherhood terdapat peran determinan yang dapat mempengaruhi terjadinya komplikasi kehamilan seperti preeklampsia/ eklampsia yang menjadi faktor utama yang menyebabkan angka kematian ibu tinggi disamping perdarahan dan infeksi persalinan. Determinan tersebut dapat dilihat melalui determinan proksi/dekat ( proximate determinants ), determinan antara ( intermediate determinants ), dan determinan kontekstual (Contextual determinants ). a) Determinan proksi/dekat Wanita yang hamil memiliki risiko untuk mengalami komplikasi preeklampsia berat, sedangkan wanita yang tidak hamil tidak memiliki risiko tersebut. b) Determinan intermediat Yang berperan dalam determinan intermediat antara lain: 1.
Status reproduksi.
a) Faktor usia Usia 20 – 30 tahun adalah periode paling aman untuk hamil /melahirkan, akan tetapi di negara berkembang sekitar 10% - 20%bayi dilahirkan dari ibu remaja yang sedikit
lebih besar dari anak-anak.Padahal daru suatu penelitian ditemukan bahwa dua tahunsetelah menstruasi yang pertama, seorang wanita masih mungkinmencapai pertumbuhan panggul antara 2 – 7 % dan tinggi badan 1 % (Moerman,). Dampak dari usia yang kurang, dari hasil penelitian diNigeria, wanita usia 15 tahun mempunyai angka kematian ibu 7kali lebih besar dari wanita berusia 20 – 24 tahun (Harrison, 1985). b) Paritas Catatan statistik menunjukkan dari seluruh insidensi dunia, dari 5%-8% preeklampsia dari semua kehamilan, terdapat 12% lebih dikarenakan oleh primigravida (Sellers, 1993). Faktor yang mempengaruhi pre-eklampsia frekuensi primigravida lebih tinggi bila dibandingkan dengan multigravida, terutama primigravida muda (Duffus,dkk, 1994).Persalinan yang berulang-ulang akan mempunyai banyak risiko terhadap kehamilan.telah terbukti bahwa persalinan kedua dan ketiga adalah persalinan yang paling aman. Pada The New England Journal of Medicine tercatat bahwa pada kehamilan pertama risiko terjadi preeklampsia 3,9% , kehamilan kedua 1,7% , dan kehamilan ketiga 1,8%. c) Kehamilan ganda Preeklampsia dan eklampsia 3 kali lebih sering terjadi pada kehamilan ganda dari 105 kasus kembar dua didapat 28,6% preeklampsia dan satu kematian ibu karena eklampsia. Dari hasil pada kehamilan tunggal, dan sebagai faktor penyebabnya ialah distensia uterus. Dari penelitian Agung Supriandono dan Sulchan Sofoewan menyebutkan bahwa 8 dari 24 kasus pre eklampsia berat (4%) kasus preeklampsia berat mempunyai jumlah janin lebih dari satu, sedangkan pada kelompok kontrol, 2 (1,2%) kasus mempunyai jumlah janin lebih dari satu. d) Faktor genetika
Terdapat bukti bahwa pre-eklampsia merupakan penyakit yangditurunkan, penyakit ini lebih sering ditemukan pada anak wanitadari ibu penderita pre-eklampsia (Manuaba Ida Bagus, 2009). Atau mempunyai riwayat preeklampsia/ eklampsia dalam keluarga (Taber, 1994).Faktor ras dan genetik merupakan unsur yang penting karenamendukung insiden hipertensi kronis yang mendasari.Kami menganalisa kehamilan pada 5.622 nulipara yang melahirkandi Rumah Sakit Parkland dalam tahun 1986, dan 18% wanita kulitputih, 20% wanita Hispanik serta 22% wanita kulit hitammenderita hipertensi yang memperberat kehamilan (Cuningham dan Leveno, 2006). Insiden hipertensi dalam kehamilan untukmultipara adalah 6,2% pada kulit putih, 6,6% pada Hispanik, dan8,5% pada kulit hitam, yang menunjukkan bahwa wanita kulit hitam lebih sering terkena penyakit hipertensi yang mendasari.Lebih dari separuh dari multipara dengan hipertensi juga menderitaproteinuria
dan
karena
menderita
superimposed
pre-eclampsia
(Cunningham, dkk 2006). 2) Status kesehatan a) Riwayat preeklampsia Hasil penelitian Agung Supriandono dan Sulchan Sofoewan menyebutkan bahwa terdapat 83 (50,9%) kasus pre-eklampsia mempunyai riwayat preeklapmsia, sedangkan pada kelompok kontrol terdapat 12 (7,3%) mempunyia riwayatpreeklampsia berat. b) Riwayat hipertensi Salah satu faktor predisposing terjadinya pre-eklampsia atau eklampsia adalah adanya riwayat hipertensi kronis, atau penyakit vaskuler hipertensi sebelumnya, atau hipertensi esensial ( Derek,2001).
Sebagian besar kehamilan dengan hipertensi esensial berlangsung normal sampai cukup bulan. Pada kira-kira sepertiga diantara para wanita penderita tekanan darahnya tinggi setelah kehamilan 30 minggu tanpa disertai gejala lain. Kira-kira 20% menunjukkan kenaikan yang lebih mencolok dan dapat disertai satu gejala preeklampsia atau lebih, seperti edema, proteinuria, nyeri kepala, nyeri epigastrium, muntah, gangguan visus ( Supperimposed preeklampsia ), bahkan dapat timbul eklampsia dan perdarahanotak (Cunningham,dkk 2006).
6.
Pencegahan kejadian pre-eklampsia dan eklampsia Pre-eklampsia dan eklampsia merupakan komplikasi kehamilan yang
berkelanjutan dengan penyebab yang sama. Oleh karena itu, pencegahan atau diagnosis dini dapat mengurangi kejadian dan menurunkan angka kesakitan dan kematian. Untuk dapat menegakkan diagnosis dini diperlukan pengawasan hamil yang teratur dengan memperhatikan kenaikan berat badan, kenaikan tekanan darah, dan pemeriksaan untuk menentukan proteinuria (Hanifa, 2002). Pemeriksaan antenatal yang teratur dan teliti dapat menemukan tanda-tanda dini pre-eklampsia, dan dalam hal itu harus dilakukan penanganan semestinya. Karena para wanita biasanya tidak mengemukakan keluhan dan
jarang
memperhatikan tanda-tanda preeklampsia yang sudah terjadi, maka deteksi dini keadaan ini memerlukan pengamatan yang cermat dengan masa interval yang tepat (Cunningham,dkk 2006). Walaupun timbulnya pre-eklampsia tidak dapat dicegah sepenuhnya, komplikasi dapat dihindari dengan penanganan yang tepat a) Pengawasan antenatal ( hamil ) Bila terjadi perubahan perasaan dan gerak janin dalam rahim segeradatang ke tempat pemeriksaan. Keadaan yang memerlukan perhatian:
1) Uji kemungkinan pre-eklampsia: a) Pemeriksaan tekanan darah atau kenaikannya b) Pemeriksaan tinggi fundus uteri c) Pemeriksaan kenaikan berat badan atau edema a) Pemeriksaan protein urin b) Kalau mungkin dilakukan pemeriksaan fungsi ginjal, fungsi hati,gambaran darah umum, dan pemeriksaan retina mata. 2) Penilainan kondisi janin dalam rahim a) Pemantauan tingi fundus uteri b) Pemeriksaan janin: gerakan janin dalam rahim, denyut jantung janin, pemantauan air ketuban c) Usulkan untuk melakukan pemeriksaan ultrasonografi.Dalam keadaan yang meragukan, maka merujuk penderita merupakansikap yang harus dipilih 7. Komplikasi Komplikasi tergantung dari derajat preeklamsia atau eklamsia. Yang termasuk komplikasi antaralain atonia uteri. Sindroma HELLP (hemolysis,elevated liver enzimes, low platelet count), ablasia retina, KID, gagal ginjal, perdarahan otak, edema paru, gagal jantung, hingga syok dan kematian (Sibai, 1994).
C. Rekam Medis Dalam Permenkes No: 269/MENKES/PER/III/2008 yang dimaksud rekam medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen antara lain identitas pasien, hasil pemeriksaan, pengobatan yang telah diberikan, serta tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.
Catatan merupakan tulisan-tulisan yang dibuat oleh dokter atau dokter gigi mengenai tindakan-tindakan yang dilakukan kepada pasien dalam rangka pelayanan kesehatan. Sedangkan dokumen adalah catatan dokter, dokter gigi, dan/atau tenaga kesehatan tertentu, laporan hasil pemeriksaan penunjang, catatan observasi dan pengobatan harian dan semua rekaman, baik berupa foto radiologi, gambar pencitraan (imaging). dan rekaman elektro diagnostik.Rekam Medis harus dibuat secara tertulis, lengkap dan jelas dan dalam bentuk teknologi Informasi elektronik yang diatur lebih lanjut dengan peraturan tersendiri.Rekam medis terdiri dari catatan-catatan data pasien yang dilakukan dalam pelayanan kesehatan. Catatancatatan tersebut sangat penting dalam pelayanan bagi pasien karena dengan data yang lengkap dapat memberikan informasi dalam menentukan keputusan, baik pengobatan, penanganan, tindakan medis dan lainnya. Dokter atau dokter gigi diwajibkan membuat rekam medis sesuai peraturan yang berlaku. 1. Isi Rekam Medis /medical record Data-data yang harus dimasukkan dalam Medical Record dibedakan untuk pasien yang diperiksa di unit rawat jalan, rawat inap dan gawat darurat. Setiap pelayanan apakah itu di rawat jalan, rawat inap dan gawat darurat dapat membuat rekam medis dengan data-data sebagai berikut. A. Rekam Medis Pasien Rawat Jalan Data pasien rawat jalan yang dimasukkan dalam medical record sekurangkurangnya antara lain: a. Identitas Pasien b. Tanggal dan waktu. c. Anamnesis (sekurang-kurangnya keluhan, riwayat penyakit). d. Hasil Pemeriksaan fisik dan penunjang medis.
e. Diagnosis f. Rencana penatalaksanaan g. Pengobatan dan atau tindakan h. Pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. i. Untuk pasien kasus gigi dilengkapi denganodontogram klinik dan j. Persetujuan tindakan bila perlu. B. Rekam Medis Pasien Rawat Inap Data pasien rawat inap yang dimasukkan dalam medical record sekurangkurangnya antara lain: a. Identitas Pasien b. Tanggal dan waktu. c. Anamnesis (sekurang-kurangnya keluhan, riwayat penyakit). d. Hasil Pemeriksaan Fisik dan penunjang medis. e. Diagnosis f. Rencana penatalaksanaan / TP (treatment planning) g. Pengobatan dan atau tindakan h. Persetujuan tindakan bila perlu i. Catatan observasi klinis dan hasil pengobatan j. Ringkasan pulang (discharge summary) k. Nama dan tanda tangan dokter, dokter gigi atau tenaga kesehatan tertentu yang memberikan pelayanan kesehatan. l. Pelayanan lain yang telah diberikan oleh tenaga kesehatan
D. Standar Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi Pre-Eklampsia Berat RSUD Dr. Pirngadi Medan 1. Kehamilan < 37 minggu a. Perawatan ekspektatif Pengobatan medisinal 1) Pemberian MgSO4 selama 1x24 jam dimulai dengan loading dose 4 mg MgSO4 20% /IV, yang diteruskan dengan 6 mg MgSO4 40% dalam infus 500 cc RL1gr/jam atau 28 tts/i) 2) Pemberian kortikosteroid dexametasone 6 mg/12 jam IM sebanyak 4 kali 3) Pemberian antihipertensi nifedepin 10 mg oral, diulangi 30 menit, maksimal pemberian 120 mg dalam 24 jam. 4) Monitoring gejala nyeri kepala, nyeri ulu hati, mual muntah, nyeri perut kuadran kanan atas/nyeri epigastrium, kenaikan berat badan yang cepat 5) Mengukur proteinuria sewaktu masuk dan diulang kembali setiap 2 hari 6) Menimbang berat badan sewaktu masuk dan selanjutnya setiap hari 7) Pemeriksaan laboratorium darah rutin, RFT, LFT, LDH, HST 8) Pemeriksaan USG : biometri janin untuk menilai IUGR dan volume air ketuban. 9) Penderita boleh dipulangkan bila telah bebas dari tanda-tanda PEB selama 3 hari berturut-turut. b. Perawatan aktif (terminasi kehamilan) Indikasi 1) Indikasi ibu Kegagalan pengobatan medisinalis : a) Setelah 6 jam sejak dimulai pengobatan medisinal terjadi kenaikan tekanan darah yang persisten
b) Setelah 24 jam sejak dimulai pengobatan medisinal tidak terjadi perbaikan c) Muncul tanda dan gejala impending eklampsia: PE berat disertai gejalagejala: nyeri kepala hebat, gangguan visus ,muntah, nyeri epigastrium, kenikan TD yang progressif. d) Dijumpai gangguan fungsi hati/ginjal e) Dicurigai terjadi solusio plasenta f) Inpartu, KPD, perdarahan 2) Indikasi Janin a) Usi kehamilan > 37 minggu b) PJT berat berdasarkan USG c) NST non reaktif dan profil biofisik abnormal d) Oligohidramnion 3) Indikasi laboratorium : Sindroma HELLP Penanganan Obstetrik : Setelah 1- 2 jam setelah pemberian MgSO4 atau setelah terjadi stabilisasi dilakukan terminasi.MgSO4 diteruskan sampai 24 jam paska persalinan. Cara persalinan: a. Persalinan pervaginam merupakan pilihan yang dianjurkan 1) Belum Inpartu a. Induksi persalinan bila bishop score > 5 b. Bila perlu dilakukan pematangan serviks dengan balon kateterno.24 dengan 400 cc aquadest c. Indikasi SC bila
1
Bila induksi persalinan gagal ( 6 jam setelah diinduksi, tidak tercapai his yang adekuat
2
Terjadi maternal/fetal distress
2) Inpartu a) Kemajuan persalinan dibantu dengan partograf b) Persingkat kala II persalinan secara EV/EF c) Indikasi SC bila; terjadi maternal/fetal distress, 6 jam tidak masuk fase aktif, penyimpangan partograf b. SC primer Kontraindikasi persalinan pervaginam usia kehamilan < 34 minggu Penyulit 1. Kelainan ginjal 2. Kelainan hati 3. Kelainan pembekuan darah Persetujuan penanganan ( informed consent)
:perlu
Lama rawatan
:3-7 hari
Masa pemulihan
:40 hari
Riwayat penyakit dan penanganan
:perlu
Hasil pemeriksaan sitologik/histologik (PA)
:-
Otopsi
:-
Risalah penyakit dan penanganan
:-
Komite medis dan etis
:-