BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1. Tipe-tipe Organisasi Perempuan di Dunia Ketiga
Sen dan Grown (dalam Suparno,Indriyati.2005 hal 22-23) mengidentifikasi tipe-tipe organisasi perempuan di dunia ketiga.
1. Organisasi Tradisional yang berorientasi Pada Pelayanan
Organisasi ini memusatkan diri pada pelayanan pendidikan dan kesehatan yang menitikberatkan pada kesejahteraan sosial. Organisasi ini biasanya dimotori oleh kelompok kelas sosial menengah dan tidak memiliki perspektif tentang subordinasi perempuan. contoh: Organisasi istri.
2. Sayap Perempuan dari Partai Politik
Tipe Organisasi ini terikat dengan program politik partai dan mempunyai kader berbeda dengan isu-isu gender yang dibawa ke permukaan. Beberapa diantaranya hanya merupakan alat saja agar partai bisa memperoleh suara lebih banyak atau memperoleh lebih banyak kursi di parlemen.
3. Organisasi Buruh
Organisasi ini dibentuk atas dasar isu kelas, namun juga bisa menyinggung isu gender. Pengalaman perempuan dalam serikat buruh biasanya kurang begitu baik karena persaingan buruh laki-laki untuk memperoleh pekerjaan sehingga mereka lebih suka istri xxiv Universitas Sumatera Utara
tidak bekerja, atau bisa juga kaena laki-laki tidak mendukung kebutuhan perempuan akan tempat penitipan anak dan tunjangan kelahiran.
4. Proyek Perempuan dan Pembangunan
Proyek ini berwujud dalam organisasi – organisasi kecil yang menghasilkan kerajinan tangan atau menyediakan kredit. Biasanya tidak mempunyai pespektif gender. Proyek – proyek ini juga bisa proyek pemerintah atau non pemerintah.
5. Organisasi Akar Rumput
Organisasi ini mempunyai berbagai tujuan (kesehatan,pembebasan buta huruf, lingkungan, melawan kekerasan). Kebanyakan mempunyai komponen penyadaran dan protes yang besar. Organisasi ini sering hanya mengkhususkan diri pada satu isu intelektual dan konkret dengan dampak politik mereka yang cukup besar , namun segera setelah tujuan mereka terpenuhi, mereka sering terpecah. Tidak jarang organisasi akar rumput dikelola oleh perempuan kelas menengah, namun berusaha membela kepentingan perempuan miskin.
6. Organisasi Penelitian perempuan
Organisasi ini didirikan untuk menjalankan riset yang inovatif dan memperoleh perspektif feminis dalam penelitian. Perdebatan terbuka tentang hasil-hasil penelitian mereka bisa memberi dampak positif terhadap pengambilan keputusan politik.
xxv Universitas Sumatera Utara
7. Organisasi Profesi Perempuan
Organisasi – Organisasi seperti ini Bertujuan untuk membela kepentingan profesi mereka dan membagi pengalaman bersama. Contoh: Organisasi dokter perempuan, Organisasi wiraswasta Perempuan.
Dari ketujuh jenis organisasi yang dikemukakan Sen dan Grown, maka Aisyiyah termasuk ke dalam Sayap Perempuan Dari Partai Politik, yaitu sebagai Sayap Perempuan dari Muhammadiyah.
Melalui Organisasi – organisasi perempuan, kaum perempuan dapat berpartisipasi dalam sistem politik yang lebih luas. Dengan berorganisasi berarti perempuan mempunyai kesempatan untuk terlibat dalam proses-proses pembuatan kebijakan. Perempuan berkeinginan kehidupan
dan
mempengaruhi keputusan-keputusan
keluarga
mereka,
perekonomian,
yang
masyarakat
menyangkut dan
Negara
(Suparno,Indriyati,2005:27)
Dengan alasan-alasan tersebut maka masyarakat internasional sepakat untuk: pertama, menyatakan bahwa akses dan partisipasi perempuan dalam semua tingkat pengambilan
keputusan
sebagai
hak
fundamental perempuan;
kedua,
jumlah
keterwakilan perempuan dalam pengambilan keputusan harus mencapai 30%, agar memberikan dampak yang signifikan baik terhadap perempuan maupun terhadap masyarakat.
xxvi Universitas Sumatera Utara
2.2. Pendekatan yang pernah muncul dalam “Dasawarsa PBB untuk Perempuan”. Moser (dalam Saptari,1997:160-161) menjelaskan berbagai pendekatan yang pernah muncul dalam “Dasawarsa PBB untuk Perempuan”. Pendekatan Kesejahteraan Pendekatan ini didasarkan atas tiga asumsi, yaitu: 1) perempuan sebagai penerima pasif pembangunan. 2) Peran keibuan yang merupakan peranan yang paling penting bagi perempuan di dalam masyarakat, 3) Mengasuh anak yang merupakan peranan perempuan yang paling efektif dalam semua aspek pembangunan ekonomi Pendekatan ini dititikberatkan pada peran reproduktif perempuan dan menempatkan perempuan di arena pribadi, sementara lelaki dipandang sebagai kelompok masyarakat yang aktif dalam arena publik. Pendekatan kesejahteraan ini banyak mendapat kritikan karena lebih banyak menempatkan perempuan sebagi ibu dan ibu rumah tangga (Housewife) yang cenderung menciptakan ketergantungan.
Pendekatan Kesamaan Pendekatan ini mengakui bahwa perempuan merupakan partisipasipan aktif dalam proses pembangunan yang mempunyai sumbangan terhadap pertumbuhan ekonomi melalui kerja produktif dan reproduktif mereka walaupun sumbangan tersebut xxvii Universitas Sumatera Utara
seringkali tidak diakui. Dengan mengakui sumbangan ekonomi pereempuan, pendekatan ini melawan ketaksejajaran perempuan terhadap lelaki. Pendekatan Anti Kemiskinan Pendekatan ini lebih menekankan pada upaya menurunkan ketimpangan pendapatan antara perempuan dan lelaki. Pendekatan antikemiskinan untuk perempuan menitikberatkan pada peranan produktif mereka , atas dasar bahwa penghapusan kemiskinan dan peningkatan keseimbangan pertumbuhan ekonomi membutuhkan peningkatan produktivitas perempuan pada rumah tangga yang berpendapatan rendah. Pendekatan Efisiensi Disini tekanan telah bergeser dari perempuan ke pembangunan dengan asumsi bahwa peningkatan partisipasi ekonomi perempuan di Negara Dunia Ketiga secara otomatis berkaitan dengan peningkatan kesamaan. Perubahan ini khusunya terjadi di Amerika Latin dan Afrika, dimana masalah-masalah resesi ekonomi diakibatkan jatuhnya harga barang eksport dan beban utang. Hingga tenaga kerja yang “tidak efisien” dihapuskan. Perubahan tersebut mengakibatkan meningkatnya tenaga kerja perempuan yang tidak diupah dan perempuan menciptakan sendiri pekerjaan di sektor informal . Pendekatan Pemberdayaan (Empowerment approach) Pendekatan ini berasumsi bahwa untuk memperbaiki posisi perempuan, beberapa intervensi dari atas, tanpa disertai upaya untuk meningkatkan kekuasaan xxviii Universitas Sumatera Utara
perempuan dalam melakukan negoisasi, tawar menawar dan untuk mengubah sendiri situasinya, tidak akan berhasil. Pendekatan ini berpusat pada upaya penghapusan subordinasi perempuan. Pendekatan pemberdayaan bukan berarti pendekatan untuk mengambil kekuasaan secara politis namun lebih ditekankan pada suatu usaha untuk mengubah corak “kekuasaan” itu sendiri kea rah yang lebih adil. Pendekatan ini berpusat pada upaya penghapusan subordinasi perempuan. Ini berarti
kesamaan hak ekonomi (peluang untuk menguasai sumberdaya produktif,
persamaan upah untuk kerja yang sama), hak-hak resmi yang tidak diskriminatif (mengenai perkawinan, perceraian, warisan, hak atas anak serta hak milik). Pendekatan yang dipakai oleh Aisyiyah dalam tujuan organisasinya adalah Pendekatan Pemberdayaan, karena Aisyiyah bukan organisasi yang ingin mengambil kekuasaan atau pengakuan bahwa perempuan lebih baik dari laki-laki, namun Aisyiyah berusaha untuk memperbaiki posisi perempuan dan meningkatkan kemandirian perempuan. Upaya nyata menjamin hak–hak mendasar perempuan, PBB telah menetapkan konvensi penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan (Convention on the Elimination of all forms of Discrimination Againts Women atau CEDAW) tahun 1979 dan Indonesia meratifikasinya melalui UU RI No.7 Tahun 1984. Pasal – pasal dan rumusan CEDAW dengan tegas menjamin persamaan hak antara perempuan dengan laki-laki yakni : pasal 7 hak berpolitik , pasal 9 hak kewarganegaraan, pasal 10 hak mendapatkan pendidikan, pasal 11 ketenagakerjaan, pasal 15 hak ekonomi atas xxix Universitas Sumatera Utara
tunjangan keluarga dan mendapat pinjaman bank dan kredit permodalan, persamaan hak di depan hukum dan pasal 16 persamaan hak semua urusan perkawinan dan kekeluargaan.
(Sihite,Romany,
2007:178-179).
Dengan
diratifikasinya
Konvensi
Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan , berarti setiap Negara yang meratifikasinya telah mengikatkan diri dan mempunyai kewajiban menyusun berbagai peraturan untuk menghapus diskriminasi terhadap perempuan. Cita-cita besar tidak cukup hanya berorganisasi saja tetapi juga diikuti dengan berjejaring agar lebih besar seperti pandangan Mao Tze Tung dalam sebuah tulisannya Tzen Po Ta “Desa mengepung Kota : dari revolusi Demokrasi ke Revolusi Sosialisme. Satu dari dua kesalahan dalam sejarah 10 tahun perjuangan Partai Kaum Buruh dan Petani Tiongkok yang digolongkan sebagai kesalahan oportunis kiri yaitu “berjuang saja dan tidak berserikat. Oleh karena itu Mao menjelaskan bahwasanya dua spectrum berjuang dan berserikat adalah dua hal yang sangat mutlak dilakukan.(Pristiwati,2004:17) Sejak berdiri, Aisyiyah telah menjalin kerjasama dengan berbagai pihak baik dalam maupun luar negri. Pada tahun 1928, Aisyiyah menjadi salah satu pelopor berdirinya badan federasi organisasi wanita Indonesia yang sekarang dikenal dengan nama Kongres Wanita Indonesia (KOWANI). Beberapa lembaga baik semi pemerintah maupun non pemerintah yang pernah menjadi mitra kerja 'Aisyiyah dalam rangka kepentingan sosial bersama antara lain : Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), Peningkatan Peranan Wanita untuk Keluarga Sehat dan Sejahtera (P2WKSS), Dewan Nasional Indonesia untuk Kesejahteraan Sosial (DNIKS), Yayasan Sayap Ibu, Badan
xxx Universitas Sumatera Utara
Musyawarah Organisasi Islam Wanita Indonesia (BMOIWI) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Aisyiyah juga melakukan kerjasama dengan lembaga luar negeri dalam rangka kesejahteraan sosial, program kemanusiaan, sosialisasi, kampanye, seminar, workshop, melengkapi prasarana amal usaha, dan lain-lain. Di antara lembaga luar negri yang pernah kerjasama dengan Aisyiyah adalah : Oversea Education Fund (OEF), Mobil Oil, The Pathfinder Fund, UNICEF, UNESCO, WHO, John Hopkins University, USAID, AUSAID, NOVIB, The New Century Foundation, The Asia Foundation, Regional Islamic Of South East Asia Pasific, World Conference of Religion and Peace, UNFPA, UNDP, World Bank, Partnership for Governance Reform in Indonesia, beberapa Kedutaan Besar Negara sahabat, dan lain-lain. (http://www.aisyiyah.or.id diakses tanggal 19 April 2009) 2.3. Ketidakadilan Gender Perbedaan gender sesungguhnya tidaklah menjadi masalah sepanjang tidak melahirkan ketidakadilan gender (gender inequalities). Namun, yang menjadi persoalan, ternyata perbedaan gender telah melahirkan berbagai ketidakadilan, baik bagi kaum laki-laki dan terutama terhadap kaum perempuan. Ketidakadilan gender merupakan sistem dan struktur di mana baik kaum laki-laki dan perempuan menjadi korban dari sistem tersebut. Untuk memahami bagaimana perbedaan gender menyebabkan ketidakadilan gender, dapat dilihat melalui berbagai manifestasi ketidakadilan Mansour Fakih (dalam Harmona Daulay,2007:79) mengklarifikasi ketidakadilan Gender dalam berbagai bentuk ketidakadilan Gender yaitu: xxxi Universitas Sumatera Utara
1. Marginalisasi dan proses pemiskinan ekonomi 2. Subordinasi atau anggapan tidak penting dalam keputusan politik 3. Stereotipe atau pelabelan negative 4. Kekerasan 5. Beban kerja
a).
Gender dan Marginalisasi Perempuan Marginalisasi adalah peminggiran peran kaum perempuan karena adanya
anggapan perempuan adalah warga kelas dua. Di kebanyakan negara berkembang proses peminggiran ini erat kaitannya dengan proses kemiskinan, sebagai contoh banyak pekerja perempuan tersingkir dan menjadi miskin akibat dari program pembangunan seperti intensifikasi pertanian yang hanya memfokuskan petani lakilaki. Perempuan dipinggirkan dari berbagai jenis kegiatan pertanian dan industri yang lebih memerlukan keterampilan yang biasanya lebih banyak dimiliki laki-laki. Selain itu perkembangan teknologi telah menyebabkan apa yang semula dikerjakan secara manual oleh perempuan diambil alih oleh mesin yang dikendalikan oleh laki-laki, perempuan tidak diberi kesempatan terhadap akses teknik-teknik pertanian modern, karena adanya semacam kepercayaan bahwa perempuan tidak dapat menangani mesinmesin modern. Hal ini ternyata berimplikasi jauh, yaitu segala hal yang ditangani perempuan menjadi kurang canggih, kurang prestisius dan juga menjadi kurang penting
b).
Gender dan Subordinasi
xxxii Universitas Sumatera Utara
Anggapan bahwa perempuan itu irrasional atau emosional sehingga perempuan tidak bisa tampil memimpin, berakibat munculnya sikap yang menempatkan perempuan pada posisi yang tidak penting. Subordinasi karena gender tersebut terjadi dalam segala macam bentuk yang berbeda dari tempat ke tempat dan dari waktu ke waktu. Dalam rumah tangga masih sering terdengar jika keuangan keluarga sangat terbatas, dan harus mengambil keputusan untuk menyekolahkan anak-anaknya maka anak laki-laki akan mendapatkan prioritas utama. Praktek seperti ini sesungguhnya berangkat dari kesadaran gender yang tidak adil.
c).
Gender dan Stereotipe
Secara umum stereotipe adalah pelabelan atau penandaan terhadap suatu kelompok tertentu. Akan tetapi, stereotipe selalu menimbulkan ketidakadilan. Salah satu jenis stereotipe itu adalah yang bersumber dari pandangan gender. Misalnya penandaan yang berawal dari asumsi bahwa perempuan bersolek adalah dalam rangka memancing perhatian lawan jenisnya, maka setiap ada kasus kekerasan atau pelecehan seksual selalu dikaitkan dengan stereotipe ini
d).
Gender dan Kekerasan
Kekerasan (violence) adalah serangan atau invasi (assault) terhadap fisik maupun integritas mental psikologi seseorang. Pada dasarnya kekerasan gender disebabkan oleh ketidak setaraan yang ada dalam masyarakat. Banyak macam dan bentuk kejahatan yang bisa dikategorikan sebagai kekerasan gender diantaranya:
1)
Pemerkosaan terhadap perempuan. xxxiii Universitas Sumatera Utara
2)
Tindakan pemukulan dan serangan fisik dalam rumah tangga
3)
Penyiksaan yang mengarah kepada organ alat kelamin (Genital mutilation).
4)
Jenis kekerasan terselubung (mulestation), yakni memegang atau menyentuh
bagian tubuh permpuan.
5)
kejahatan terhadap perempuan yang paling umum di kenal dengn nama
pelecehan seksual (sexual and emotioal harassment).
e).
Gender dan Beban kerja
Adanya anggapan bahwa kaum perempuan memiliki sifat memelihara dan rajin, serta tidak cocok untuk menjadi kepala rumah tangga, berakibat bahwa semua pekerjaan domestik rumah tangga menjadi tanggung jawab kaum permpuan. Konsekuensinya, banyak kaum perempuan yang harus bekerja keras untuk menjaga kebersihan maupun kerapian rumah tangganya, memasak dan memelihara anak. Apalagi, dikalangan keluarga miskin beban yang sangat berat ini harus ditanggung oleh perempuan sendiri. Terlebihlebih jika seorang perempuan bekerja maka, ia memikul beban kerja yang ganda.
Kaum
perempuan,dengan
adanya
anggapan
gender
ini,
sejak
dini
telah
disosialisasikan untuk menekuni peran gender mereka. dilain pihak kaum lelaki tidak diwajibkan secara kultural untuk menekuni beberapa jenis pekerjaan dometik itu. Oleh karenanya rumah tangga juga menjadi tempat kritis dalam mensosialisasikan ketidakadilan gender yang telah mengakar didalam keyakinan dan menjadi ideologi kaun
xxxiv Universitas Sumatera Utara
laki-laki dan perempuan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa manivestasi ketidakadilan gender ini telah mengakar mulai dalam keyakinan dimasing-masing orang hingga pada tingkat negara yang bersifat global Kaum wanita tak sekedar dinilai dari segi-segi keindahan tubuhnya, kemolekan parasnya, kesupelan pergaulan, dll. Lebih dari itu, wanita dimata Tuhan dilihat sebagai manusia pada umumnya (kaum pria). Wanita mempunyai tugas kemanusiaan, tanggung jawab pribadi dan sosial, punya akal untuk berfikir, nurani untuk mengambil keputusan, tangan untuk bekerja dan berkarya. Semua potensi yang diberikan Tuhan kepada kaum pria juga diberikan kepada kaum wanita. Tinggal kini bagaimana memaksimalkan aktualisasi diri (berupa bakat dan minat) yang diberikan sebagai rahmat Tuhan bagi wanita dengan memperluas kesempatan pendidikan dan horison komunikasi, sehingga wanita kian sadar bahwa ruang gerak dan badan, paling tidak fikiran semangatnya, tak hanya sebatas dinding-dinding ruang dalam rumahnya tapi bisa melebar ke penjuru dunia. Pada era persaingan global yang penuh tantangan, pembangunan suatu negara akan terjadi apabila didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas, profesional, mandiri dan handal. Semua itu pada hakikatnya tidak dapat dilepaskan dari peranan organisasi perempuan sebagai wadah untuk memperjuangkan hak dan kesejahteraan kaum perempuan sebagai aset bangsa dalam bidang ekonomi, politik, pendidikan, sosial, dan budaya.
xxxv Universitas Sumatera Utara
Organisasi perempuan apapun bidangnya, dibutuhkan dalam turut serta merealisasikan program Pemerintah.
xxxvi Universitas Sumatera Utara