BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Merek 2.1.1 Pengertian Merek Merek adalah nama, tanda, simbol, desain, atau kombinasinya, yang ditujukan untuk mengidentifikasi dan mendiferensiasi (membedakan) barang atau layanan suatu penjual dari barang dan layanan dari penjual lainnya. Merek sangat penting bagi keberhasilan produk. Bahkan, menurut Simamora (2002) merek lebih penting dari produk itu sendiri dan menambahkan bahwa pada saat membeli produk, konsumen cenderung membeli mereknya.
2.1.2 Loyalitas Merek (Brand Loyalty) Menurut Mowen dan Minor (2002), loyalitas merek didefinisikan sebagai sejauh mana seorang pelanggan menunjukkan sikap positif terhadap suatu merek, mempunyai komitmen pada merek tertentu, dan berniat untuk terus membelinya di masa depan. Menurut Tjiptono dan Diana (2000) pelanggan yang loyal akan menjadi hambatan masuk bagi para pesaing, memungkinkan ditetapkannya harga premium, tersedianya waktu untuk menanggapi inovasi para pesaing, dan bisa menjadi benteng pelindung dari kemungkinan kompetensi harga. Selain itu, loyalitas merekberdampak pula pada biaya pemasaran yang lebih
10
efisien, dimana biaya untuk mempertahankan pelanggan lebih murah daripada menarik pelanggan baru.
2.1.3 Perpindahan Merek (Brand Switching) Menurut Peter dan Olson (dalam Setiyaningrum, 2005), perpindahan merek (brand switching) adalah pola pembelian yang dikarakteristikkan dengan perubahan atau pergantian dari satu merek ke merek yang lain.Menurut Aaker (dalam Simamora, 2003)brand switching adalah saat dimana seorang pelanggan atau sekelompok pelanggan berpindah kesetiaan dari satu merek ke sebuah produk tertentu ke merek lainnya, dapat dijelaskan bahwa konsumen yang seringkali melakukan peralihan merek (brand switching) dalam pembeliaanya termasuk tipe perilaku pembelian yang mencari keragaman.
Peralihan merek ditandai dengan adanya
perbedaan signifikan antar merek.
Konsumen dalam hal ini tidak
mengetahui banyak mengenai produk yang ada. Maka dari itu definisi brand switching adalah perpindahan merek yang digunakan pelanggan untuk setiap waktu penggunaan(www.swa.co.id). Peralihan merek (brandswitching) ditandai dengan adanya perbedaan signifikan antar merek. Konsumen dalam hal ini tidak mengetahui banyak mengenai kategori produk yang ada. Para pemasar dengan demikian perlu mendifrensiasikan keistimewaan mereknya untuk menjelaskan merek tersebut.Perpindahan merek juga ditandai dengan keterlibatan yang rendah. Konsumen tidak melalui tahap-tahap keyakinan, sikapatau prilaku yang normal.
Konsumen tidak secara ekstensif mencari informasi mengenai
11
merek, melainkan merupakan penerima informasi pasif. Konsumen tidak membentuk keyakinan merek, tetapi memilih suatu merek karena merek tersebut terasa akrab. Perilaku perpindahan merek merupaka perilaku perpindahan merek yang dilakukan konsumen karena beberapa alasan tertentu, atau diartikan juga sebagai kerentanan konsumen untuk berpindah ke merek lain yang dikarenakan adanya ketidakpuasan terhadap merek yang mereka beli. Ketidakpuasan tersebut terjadi karena harapan konsumen tidak terpenuhi, sehingga konsumen akan bersikap negatif terhadap suatu merek dan kecil kemungkinannya konsumen akan membeli lagi merek yang sama. Oleh karena itu, tingkat brand switching juga menunjukkan sejauh mana sebuah merek memiliki pelanggan yang loyal. Semakin tinggi tingkat brand switching, maka semakin tidak loyal pelanggan kita. Hal itu menunjukkan bahwa semakin beresiko pula merek yang kita kelola karena bisa dengan mudah dan cepat kehilangan pelanggan. Model tentang struktur pasar akan pembelian berulang (repeat purchasing)danperilaku berpindah merek (brand switching) dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut ini :
12
Brand switcher
Repeat buyer
Potential switcher
Loyal customer
Sumber : Chinho Lin (2000) Gambar 2.1 Struktur Pasar akan Pembelian Berulang dan Perpindahan Merek Gambar 2.1 menjelaskan bahwa kesetiaan konsumen terhadap suatu merektertentu berhubungan dengan karakteristik masing-masing konsumen. Ada kalanya dimana seorang konsumen hanya ingin membeli satu produk merek saja dan enggan berpindah ke merek lain, kelompok seperti ini disebut sebagai brand loyal customer(pelanggan setia merek). Kemudian kelompok kedua adalah potential switchers, yaitu konsumen yang terdiri dari pelanggan yang loyal,akan tetapi kelompok ini juga memiliki potensi untuk berpindah merek karena dipengaruhi oleh banyak faktor. Kelompok ketiga ialah repeat buyer, yaitu kelompok yang membuat suatu pilihan produk yang sama di masa sekarang, sebelumnya dan masa yang akan
13
datang. Kelompok yang terakhir adalah brand switcher,yaitu sebahagian dari pembeli yang akan berpindah merek sekurang-kurangnya satukali disaat ia membuat pilihan merek untuk pembelian di masa sekarang atau yang akan datang.
2.2
Kepuasan dan Ketidakpuasan Menurut Kotler dan Keller (2009) “kepuasan adalah perasaan senang atau
kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan kinerja (hasil) produk yang dipikirkan terhadap kinerja (hasil) yang diharapkan”. Menurut Simamora (2003) “Kepuasan adalah hasil pengalaman terhadap produk. Ini adalah sebuah perasaan konsumen setelah membandingkan harapan (pre-purchase expectation) dengan kinerja aktual (actual performance) produk.” Kepuasan konsumen perlu diperhatikan karena berdampak pada respons konsumen selanjutnya. Konsumen yang puas kemungkinan akan membeli kembali serta memberikan suara-suara positif tentang produk. Sedangkan menurut Tjiptono (2005)ketidakpuasan adalah respon konsumen terhadap evaluasi ketidaksesuaian (disconfirmation) yang dirasakan antara harapan sebelumnya dan kinerja aktual produk setelah pemakaiannya. Ketidakpuasan konsumen terjadi apabila kinerja suatu produk tidak sesuai dengan presepsi dan harapan konsumen (Kotler dan Keller, 2009). Secara
sederhana
dapat
dikatakan
bahwa
penilaian
terhadap
kepuasankonsumen dapat dibedakan menjadi tiga (Ishadi, 2012): 1. Positive Disconfirmation, dimana hasil yang diterima lebih baik dari yang diharapkan.
14
2. Simple
Confirmation,
dimana
hasil
yang
diterima
sama
dengan
yangdiharapkan. 3. Negative Disconfirmation, dimana hasil yang diterima lebih buruk dari hasil yang diharapkan. Sehubungan dengan hal ini, ada tiga kategori atau komplain terhadap ketidakpuasan konsumen (Tjiptono, 2005), yaitu: a. Voice response Kategori ini meliputi usaha menyampaikan keluhan secara langsung dan atau meminta ganti rugi kepada perusahaan yang bersangkutan, maupunkepada distributornya. b. Private response Tindakan
yang
dilakukan
antara
lain
memperingatkan
atau
memberitahukolega, teman, atau keluarganya mengenai pengalamannya dengan produkatau perusahaan yang bersangkutan. c. Third-party response Tindakan yang dilakukan meliputi usaha meminta ganti rugi secara hukum, mengadu
lewat
media
massa,
atau
secara
langsung
mendatangi
lembagakonsumen, instansi hukum, dan sebagainya. Banyak perusahaan yang memfokuskan pada kepuasan konsumen karena konsumen yang puas tidak mudah mengubah pilihannya. Kepuasan konsumen yang tinggi menciptakan keeratan emosional terhadap merek tertentu, bukan hanya kesukaan atau prefensi rasional.
Sebagai hasilnya adalah kesetiaan
(loyalitas) konsumen yang tinggi. Keputusan konsumen untuk setia atau beralih
15
ke yang lain berasal dari penjumlahan banyak pertemuan kecil dengan perusahaan (Kotler dan Keller, 2008). Menurut Tjiptono (2005) model kepuasan/ketidakpuasan konsumen dapat digambarkan sebagai berikut :
Pemakaian / Konsumsi
Harapan Kinerja
Konfirmasi/ Diskonfirmasi
Evaluasi Kinerja
Evaluasi terhadap Keadilan
Respon Emosional
Atribusi Penyebab Kinerja Produk
Kepuasan / Ketidakpuasan Sumber : Tjiptono (2005) Gambar 2.2 Model Kepuasan/Ketidakpuasan Konsumen
Timbulnya ketidakpuasan konsumen dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor berikut, yaitu: a. Ketidaksetujuan mereka terhadap produk keseluruhan atau sebagian, karena mereka tidak mengetahui manfaat dari produk tersebut. Hal ini dikarenakan kurangnya informasi yang diberikan oleh produsen kepada konsumen.
16
b. Ketidaksetujuan mereka terhadap pelayanan yang diberikan oleh produsen kepada para konsumen. Hal ini dikarenakan sikap produsen yang tidak ramah terhadap konsumen. c. Ketidakpuasan mereka terhadap harga yang diberikan oleh produsen terhadap produk yang ditawarkan. d. Ketidakpuasan konsumen terhadap lingkungan dimana produk tersebut dijual atau lokasi.
2.3
Kebutuhan Mencari Variasi Kebutuhan mencari variasi merupakan perilaku konsumen atau pembeli
yang mencari variasi yang bercirikan rendahnya keterlibatan konsumen namun perbedaan merek dianggap cukup berarti (Sunarto, 2004). Schiffman dan Kanuk (2010) mengemukakan bahwa sifat yang digerakkan oleh kepribadian yang persis sama dan berhubungan dengan tingkat stimulasi optimum (TSO) adalah pencari variasi atau kesenangan baru. Ketika stimulasi (dalam bentuk kompleksitas, arousal, dan sebagainya) berada di bawah level ideal, individu menjadi jenuh dan ia mencoba untuk lebih menghasilkan input stimulasi melalui perilaku seperti exploration dan novelty seeking. Variety seeking adalah komitmen secara sadar untuk membeli merek lain karena terdorong untuk terlibat atau mencoba hal-hal yang baru, rasa ingin tahu dengan hal-hal baru, novelty (kesenangan baru), atau untuk mengatasi masalah kejenuhan terhadap hal lama atau biasanya menurut Peter dan Olson (dalam Setiyaningrum, 2005).
17
Beberapa tipe konsumen yang mencari variasi (Variety-novelty seeking) adalah sebagai berikut (Schiffman dan Kanuk, 2010): 1. Perilaku pembelian yang bersifat penyelidikan (Exsploratory Purchase Behavior), merupakan keputusan perpindahan merek untuk mendapatkan pengalaman baru dan kemungkinan alternative yang lebih baik. 2. Penyelidikan pengalaman orang (Vicarious Exploration), konsumen mencari informasi tentang suatu produk yang baru atau alternative yang berbeda, kemudian mencoba menggunakannya. 3. Keinovatifan pemakaian, konsumen telah menggunakan dan mengadopsi suatu produk dengan mencari produk yang lebih baru dengan teknologi yang lebih tinggi seperti produk-produk elektronik yang model/ fungsinya telah berubah. Peneliti dalam mengidentifikasi kebutuhan mencari variasi, metode untuk mengetahui kebutuhan dalam keputusan mencari variasi tersebut dijabarkan lebih konkrit ke dalam sejumlah konstruk yang disebut sebagai Exploratory Acquisition of Product (EAP) yang dikutip dari Van Trijp (dalam Daulay, 2011) yang telah disesuaikan sebagai berikut: 1. Lebih suka merek yang belum pernah dicoba. 2. Merasa tertantang jika memesan merek yang belum familiar. 3. Meskipun menyukai merek tertentu, namun sering mencoba merek yang baru. 4. Tidak khawatir dalam mencoba merek baru atau berbeda. 5. Jika merek produk tersedia dalam sejumlah variasi, pasti akan mencobanya. 6. Menikmati peluang membeli merek yang tidak familiar demi mendapatkan variasi dalam suatu pembelian.
18
Ketika konsumen tidak puas dan suka mencari variasi maka konsumen akan lebih termotivasi untuk berpindah merek, namun ketika konsumen tidak puas dan konsumen tidak suka mencari variasi maka konsumen kurang termotivasi untuk berpindah merek.
Setiyaningrum (2005), menegaskan bahwa variety seeking
hanya terjadi pada produk keterlibatan rendah (low involvement)yang mana produk tersebut tidak terlalu beresiko bagi konsumen. Konsumen yang tidak puas pada suatu merek dapat dengan mudah berpindah merek karena keterlibatan rendah dan kecilnya resiko. Keterlibatan yang rendah dan kecilnya resiko terkadang membuat para konsumen tidak berfikir lama jika ingin berpindah merek. Hal ini menunjukkan penting bagi perusahaan dalam melibatkan konsumennya dan mempererat hubungan antar konsumen dengan produk yang diciptakan perusahaan maupun dengan perusahaan itu sendiri, karena dengan adanya koneksi antar konsumen dengan suatu produk maka dapat pula terjadi promosi secara langsung atau tidak langsung yang dilakukan oleh konsumen yang merasa puas tersebut dan perusahaan dapat juga terhindar dari persoalan pembelian produk low involvement. Pada pembelian produk low involvement konsumen hanya mencari informasi dan mengevaluasi alternatif yang terbatas atau tidak melakukan pencarian informasi dan evaluasi lagi terhadap berbagai alternatif merek, sehingga ada kemungkinan variety seeking memoderasi hubungan ketidakpuasan konsumen dengan keputusan perpindahan merek.
19
2.4
Penelitian Terdahulu Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
Nama Peneliti Dini Annisa Furqan (2014)
Rahmat Ananda (2012)
Judul Penelitian Pengaruh Ketidakpuasan Konsumen Dan Kebutuhan Mencari Variasi Terhadap Perpindahan Merek Dunkin’ Donuts Ke J.Co Donuts And Coffee Pada Mahasiswa/I Fakultas Ekonomi Dan Bisnis. Pengaruh Ketidakpuasan Konsumen, Karakteristik Kategori Produk, dan Kebutuhan Mencari Variasi terhadap Keputusan Perpindahan Merek Handphone (Survey pada Mahasiswa Fakultas Ekonomi Reguler Mandiri Universitas Andalas).
Variabel Penelitian Variabel independen : Iklan (X1), Ketidakpuasan Konsumen (X2), Kebutuhan Mencari Variasi (X3). Variabel dependen: Keputusan Perpindahan Merek (Y). Variabel independen : Ketidakpuasan Konsumen (X1), Karakteristik Kategori Produk (X2), Kebutuhan Mencari Variasi (X3). Variabel dependen: Keputusan Perpindahan Merek (Y).
Hasil Penelitian Variabel Ketidakpuasan Konsumen dan Kebutuhan Mencari Variasi berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap Perpindahan Merek Dunkin’ Donuts ke J.Co Donuts And Coffee.
Variabel Ketidakpuasan Konsumen, Karakteristik Kategori Produk dan Kebutuhan Mencari Variasi berpengaruh signifikan terhadap Keputusan Perpindahan Merek Handphone.
20
Nama Peneliti Anandhitya Bagus Arianto (2011)
Hanny Veramayanti Naibaho (2009)
2.5
Lanjutan Tabel 2.1 Variabel Judul Penelitian Penelitian Pengaruh Atribut Variabel Produk, Harga, independen : Kebutuhan Atribut Produk (X1), Harga (X2), Mencari Variasi dan Kebutuhan Ketidakpuasan Mencari Variasi Konsumen (X3), Ketidakpuasan terhadap Keputusan Konsumen (X4) Perpindahan Merek dari Samsung Variabel dependen: Galaxy Series di Keputusan Perpindahan Merek Kota Malang. (Y).
Pengaruh Ketidakpuasan Konsumen dan Kebutuhan Mencari Variasi Terhadap Keputusan Perpindahan Merek Handphone GSM dari Nokia ke Sony Ericsson (Studi Kasus Mahasiswa Fakultas Ekonomi S-1 Reguler USU).
Variabel independen : Ketidakpuasan Konsumen (X1), Kebutuhan Mencari Variasi (X2). Variabel dependen: Keputusan Perpindahan Merek (Y).
Hasil Penelitian Kebutuhan Mencari Variasi Produk dan Ketidakpuasan berpengaruh positif dan signifikan terhadap Keputusan Perpindahan Merek. Atribut Produk dan Harga berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Keputusan Perpindahan Merek. Ketidakpuasan konsumen dan kebutuhan mencari variasi memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap Perpindahan Merek Handphone GSM dari Nokia ke Sony Ericsson.
Kerangka Konseptual Kerangkan konseptual atau disebut juga kerangka teoritis menurut Erlina
(2011) kerangka konseptual adalah “suatu model yang menerangkan bagaimana hubungan suatu teori dengan faktor-faktor yang penting yang telah diketahui dalam suatu masalah tertentu. Kerangka teoritis akan menghubungkan secara 21
teoritis antara variabel-variabel penelitian, yaitu antara variabel bebas dengan variabel terikat.” Kepuasan merupakan fungsi dari persepsi atas kinerja dan harapan. Jika kinerja produk lebih rendah daripada harapan konsumen, maka konsumen akan mengalami ketidakpuasan (Kotler dan Armstrong, 2008). Ketidakpuasan yang dialami konsumen akan menimbulkan perilaku peralihan merek. Lain hal jika kinerja dari suatu produk dapat memenuhi harapan, maka konsumen akan puas dan jika kinerja melebihi harapan maka konsumen akan sangat puas. Hal ini tentunya dapat memberikan hal positif bagi perusahaan. Mowen dan Minor (2002) berpendapat bahwa ketidakpuasan dapat menyebabkan konsumen mengeluh, perilaku konsumen mengeluh dapat menyebabkan konsumen melakukan beberapa tindakan, diantaranya: 1. Konsumen lebih mungkin untuk meninggalkan hubungan dengan produk dan perusahaan. 2. Konsumen lebih mungkin untuk mengurangi jumlah barang dan jasa. Menurut Lu Hsu dan Hsien Chang (dalam Rahayu dan Wardoyo, 2012) dikutip dari Jones dan Sasser yang menyatakan bahwa konsumen berpindah merek bukan hanya tidak terpuaskan dengan merek yang mereka pakai, tetapi bisa saja karena mereka ingin mencoba merek baru, mereka tertarik dengan diskon yang ditawarkan oleh merek lain atau bisa juga karena merek yang mereka pakai sedang habis. Menurut Peter dan Olson (dalam Wardani, 2010) variabel kebutuhan mencari variasi (variety seeking buying behaviour) mempunyai keterkaitan
22
dengan brand switching. Kebutuhan mencari variasi adalah sebuah komitmen kognitif untuk membeli merek yang berbeda karena berbagai alasan yang berbeda, keinginan baru atau timbulnya rasa bosan pada sesuatu yang telah lama dikonsumsi. Namun pada produk dengan keterlibatan tinggi, misalnya telepon seluler, kebutuhan mencari variasi lebih kompleks. Selain timbulnya kejenuhan, konsumen juga tertarik dengan merek-merek lain yang menjanjikan sesuatu yang baru dan atraktif. Hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa terdapat pengaruh ketidakpuasan dan kebutuhan mencari variasi terhadap perpindahan merek. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, maka kerangka konseptual untuk penelitian ini adalah sebagai berikut:
Ketidakpuasan Konsumen (X1) Perpindahan Merek (Y)
Kebutuhan Mencari Variasi (X2)
Sumber : Erlina (2011), Kotler dan Amstrong (2008), Mowen dan Minor (2002), Rahayu dan Wardoyo (2012), Wardani (2010), data diolah peneliti. Gambar 2.3 Kerangka Konseptual
2.6
Hipotesis
23
Hipotesis merupakan jawaban yang sifatnya sementara atas rumusan masalah, yang kebenarannya akan diuji dalam pengujian hipotesis (Sugiyono, 2006).Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah: 1. Ketidakpuasan konsumen kebutuhan mencari variasi berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap keputusan perpindahan merekdari smartphone Blackberry pada mahasiswa Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara. 2. Kebutuhan mencari variasiberpengaruh secara positif dan signifikan terhadap keputusan perpindahan merekdari smartphone Blackberry pada mahasiswa Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
24