BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori 2.1.1. Konsep Titik Pertumbuhan (Growth Point Cosept) Perkembangan modern teori titik pertumbuhan terutama berasal dari teori kutub pertumbuhan pertama kali diperkenalkan oleh ekonom Perancis, yaitu Perroux pada tahun 1950 dengan teorinya pole de croisance atau pole de development. Pemikiran dasar dari konsep titik pertumbuhan ini adalah, bahwa kegiatan ekonomi di dalam suatu daerah cenderung terpusat di sekitar sejumlah kecil titik fokus (pusat). Di dalam suatu daerah arus polarisasi akan bergravitasi ke arah titik-titik fokus ini, yang walaupun karena jarak arus tersebut akan berkurang. Disekitar titik fokus ini dapat ditentukan garis perbatasan dimana kepadatan arus turun sampai suatu tingkat kritis minimum, pusat tersebut dapat dikatakan titik pertumbuhan sedangkan daerah di dalam garis perbatasan adalah daerah pengaruhnya. Berdasarkan penafsiran ini ditribusi ruang dari penduduk dapat dianggap sebagai hal yang diorganisir menjadi sistem pusat hirakie dan kaitan fungsional (Sitohang, 2001;97). Titik-titik pertumbuhan alami mengkombinasikan ciri-ciri tempat sentral urutan tinggi dan potensial disebabkan oleh keuntungan aglomerasi yang tercipta di daerah tersebut. Pusat-pusat penduduk yang besar mempunyai potensi pasar yang tinggi dan secara sosial dan kutural lebih menarik minat investor, dengan
11
demikian titik pertumbuhanpun biasanya adalah pusat penduduk substansial atau yang mempunyai potensi pertumbuhan penduduk yang cepat. Analisis titik pertumbuhan mengandung hipotesis, bahwa pendapatan di daerah pertumbuhan sebagai
keseluruhan
akan
mencapai
maksimum
apabila
pembangunan
dikonsentrasikan pada titik-titik pertumbuhan daripada pembangunan yang berpencar secara tipis di seluruh wilayah. Dengan demikian interaksi antara masing-masing titik pertumbuhan dengan daerah pengaruhnya adalah merupakan unsur penting dalam teori interaksi ini. Interaksi ini mempunyai beberapa aspek, yaitu: 1). Interaksi ini menimbulkan ketidak seimbangan struktural di daerah bersangkutan secara keseluruhan, jika suatu titik pertumbuhan digandengkan dengan pembangunan suatu komplek industri baru, maka industri tersebut ditempatkan di sekitar titik pertumbuhan itu. Walaupun daerah-daerah penyuplai akan ikut terdorong dan berkembang, tetapi perbedaan yang besar dalam
kemakmuran
antara
titik
pertumbuhan
dengan
daerah
yang
mengitarinya akan tetap ada. 2). Teori titik pertumbuhan secara implisit bersumber pada konsep basis ekspor tetapi dengan memberinya dimensi ruang, karena industri-industri inti atau key indutries berlokasi pada titik pertumbuhan sedangkan penyuplai tenaga kerja, bahan mentah dan pelayanan-pelayanan dependen dapat terpencar di daerah pengaruhnya. 3). Fungsi tempat sentral dari titik pertumbuhan dengan asumsi bahwa tempat tersebut adalah pusat penduduk substansial dapat memperjelas hubungan
12
anatara titik pertumbuhan dengan daerah pengaruhnya, tersedianya pelayanan sentral adalah salah satu keuntungan aglomerasi yang penting dari titk petumbuhan.
2.1.2. Teori Titik Pertumbuhan a. Teori Kutub Pertumbuhan Menurut Perroux (1955 dan 1964), telah mendefinisikan kutub pertumbuhan regional sebagai seperangkat industri-industri sedang mengembang yang berlokasi di suatu daerah perkotaan dan mendorong perkembangan lanjutan dari kegiatan ekonomi daerah pengaruhnya. Kutub pertumbuhan regional terdiri dari suatu kumpulan industri-indutri yang mengalami kemajuan dan saling berhubungan, serta cenderung menimbulkan aglomerasi yang disebabkan oleh adanya faktor-faktor okonomi eksternal. Faktor-faktor eksternal itu, seperti turunnya biaya produksi, pembangunan pasar bagi pekerja urban dan akses pasar yang lebih besar (Sitohang, 2001;98). Menurut Arsyad (1999;148), bahwa inti teori Perroux ini adalah sebagai berikut: 1). Dalam proses pembangunan akan muncul industri unggulan yang merupakan industri penggerak utama dalam pembangunan suatu daerah karena keterkaitan antara indutri (forward linkage dan bacward linkage), maka perkembangan industri unggulan akan mempengaruhi perkembangan industri lainnya yang berhubungan erat dengan industri unggulan tersebut.
13
2). Pemusatan industri pada suatu daerah akan mempercepat pertumbuhan ekonomi, karena pemusatan industri akan menciptakan pola konsumsi yang berbeda antar daerah sehingga perkembangan industri suatau daerah akan mempengaruhiperkembangan-perkembangan daerah lainnya. 3). Perekonomian merupakan gabungan dari sistem indutri yang relatif aktif (industri unggulan) dengan industri-industri yang relatif pasif yaitu industri yang tegantung dari industri unggulan atau pusat pertumbuhan. Daerah yang relatif maju atau aktif akan mempengaruhi daerah-daerah relatif pasif. Diharapkan dari ide ini adalah munculnya trickle down effct dan spead effect. Dalam bahasa lain, bahwa kutub pertumbuhan dapat diartikan: 1). Arti fungsional, growth pole digambarkan sebagai suatu kelompok perusahaan cabang industri atau unsur-unsur dinamis yang merangsang kehidupan ekonomi. Hal terpenting disini adalah adanya permulaan dari serangkaian perkembangan dengan efek multipliernya. 2). Arti geografis, diartikan sebagai suatu pole ataction yang menyebabkan berbagai macam usaha tertarik untuk berkumpul disuatu tempat tanpa adanya hubungan antar usaha-usaha tersebut. Menurut Sitohang (2001;99), kutub pertumbuhan tidaklah hanya merupakan lokalisasi dari industri-industri inti. Kutub pertumbuhan harus juga mendorong ekspansi yang besar di daerah sekitar, dan oleh karenanya efek polarisasi strategi adalah lebih menentukan daripada keterkaitan antar industri. Prasarana yang sudah sangat berkembang, penyediaan pelayanan sentral, permintaan terhadap faktor-faktor produksi dari daerah pengaruh dan persebaran
14
pertumbuhan ke seluruh daerah pengaruh adalah penting untuk mendorong polarisasi. b. Teori Tempat Sentral Menurut teori ini, bahwa fungsi pokok suatu pusat kota adalah sebagai pusat pelayanan bagi daerah-daerah belakangnya (daerah komplementer), menyuplainya dengan barang dan jasa sentral seperti jasa perdagangan, perbankan, fasilitas pendidikan, hiburan, serta jasa-jasa dari pemerintah Kabupaten/Kota. Jumlah jasa-jasa itu dapat naik turun tergantung pada ambang permintaan atau demand threshold, yaitu tingkat permintaan minimum yang diperlukan untuk mendukung pelayanan jasa dan lingkup permintaan atau demand range, yaitu batas-batas luar dari daerah pasar untuk masing-masing jasa. Kedua faktor inilah yang menentukan banyak dan besarnya tempat-tempat sentral yang menyuplai masing-masing jasa, sehingga tibullah hirarkie tempat sentral. Tempattempat sentral kecil dan daerah komplementernya akan tercakup di dalam daerahdaerah pasar dari pusat-pusat yang lebih besar. Teori tempat sentral adalah relevan bagi perencanaan kota regional karenan sistem hirarkie merupakan sarana yang efisien untuk administrasi dan alokasi sumberdaya kepada daerah-daerah. Tempat sentral besar sering kali merupakan titik pertumbuhan inti di daerahnya dan menetukan tingkat perkembangan ekonomi keseluruhan daerah. Menurut Richardson (Sitohang, 2001:83), distribusi ruang dan besar dari pusat-pusat kota adalah unsur-unsur yang sangat penting dalam struktur daerah-daerah modal dan melahirkan konsep dominasi dan polarisasi yang menunjukkan sifat struktur itu.
15
c. Teori Basis Ekonomi Teori basis ekonomi pada intinya membedakan aktivitas sektor basis dan aktivitas sektor non basis. Aktivitas sektor basis adalah pertumbuhan sektor tersebut menetukan pembangunan menyeluruh daerah itu, sedangkan aktivitas sektor non basis merupakan sektor sekunder (city polowing), artinya tergantung dari perkembangan yang terjadi dari pembangunan yang menyeluruh itu. Teori basis ekonomi berupaya untuk menemukenali aktivitas basis dari suatu wilayah, kemudian meramalkan aktivitas itu dan menganalisis dampak tambahan dari aktivitas tersebut. Basis ekonomi dari sebuah komunitas terdiri atas aktivitas-aktivitas yang menciptakan pendapatan dan kesempatan kerja sebagai suatu basis dari suatu perekonomian. Semua pertumbuhan ekonomi ditentukan oleh sektor basis. Pendapatan dan kesempatan kerja non basis ditentukan oleh pendapatan dan kesempatan kerja sektor basis.
2.1.3. Teori Pembangunan Ekonomi, Pembangunan Berkelanjutan
Konsep
dan
Ukuran-Ukuran
a. Teori Pembangunan Ekonomi Dalam proses pembangunan ekonomi, masalah percepatan pertumbuhan ekonomi antar daerah adalah berbeda, sehingga mengakibatkan ketimpangan regional tidak dapat dihindari mengingat adanya perbedaan dalam kekayaan sumberdaya yang dimiliki anatara daerah yang satu dengan yang lainnya. Dasar pelaksanaan pembangunan itu sendiri serta konsentrasi kegiatan ekonomi juga berbeda. Menurut Anwar (1996;17), teori-teori yang menjelaskan tentang pertumbuhan suatu daerah dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
16
1). Inward-loking Theories Teori ini menganggap, bahwa pertumbuhan ekonomi terjadi pada suatu daerah diakibatkan oleh faktor-faktor ekonomi yang ada di daerah itu sendiri. 2). Output Oriented Theories Teori ini menganggap, bahwa adanya mekanisme yang mendasari fenomena pertumbuhan daerah dari suatu daerah ke daerah lainnya. Teori mengenai pembangunan regional dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori, yaitu: 1). Proses pembangunan wilayah dan ketimpangan antar daerah. 2). Penyebab terjadinya ketimpangan. 3). Alokasi intevensi daerah. Kategori-kategori tersebut, bukan suatu pengelompokan yang mutlak akan tetapi antara yang satu dengan yang lainnya dapat saling melengkapi. Ketimpangan pembangunan antara daerah pusat atau daerah dengan daerah yang lain adalah merupakan hal yang wajar. Hal ini disebabkan adanya faktor endowment dan awal dari pelaksanaan pembangunan serta investasi. Bagi daerah yang sudah terlebih dahulu membangun tentunya dapat lebih banyak menyediakan sarana dan prasarana, sehingga menarik minat investor untuk berinvestasi. Proses tersebut menunjukkan ketimpangan pembangunan antar daerah sebenarnya merupakan akibat dari adanya proses pembangunan itu sendiri. Menurut Sitohang (2001;53), apabila secara geografis ada daerah maju dan daerah terbelakang, itu didasari oleh karena adanya arus tenaga kerja atau migrasi, investasi dan perdagangan ke daerah maju, sehingga menyebabkan daerah maju
17
akan bertambah maju dan daerah terbelakang semakin mundur, bahkan secara nasional dapat memperlambat laju pertumbuhan ekonomi, akibatnya terjadi perbedaan pendapatan regional dalam perekonomian yang sudah maju adalah jauh lebih kecil daripada perekonomian daerah yang kurang berkembang. Suatu perekonomian mengalami pertumbuhan atau berkembang apabila tingkat kegiatan ekonomi lebih tinggi daripada apa yang dicapai pada masa sebelumnya. Artinya, perkembangan baru tercipta apabila jumlah barang dan jasa yang dihasilkan dalam perekonomian tersebut menjadi bertambah besar pada tahun-tahun berikutnya. Menurut Todaro (2000;16), keberhasilan pembangunan ekonomi paling tidak ditunjukkan dalan tiga hal, sebagai berikut: 1). Terwujudnya kecukupan (sustenance) yaitu kemampun menjadi manusia untuk memenuhi kebutuhan dasar. Kecukupan yang dimaksud tidak sekedar menyangkut kebutuhan makanan semata, melainkan juga kebutuhan dasar lainnya seperti sandang, papan, kesehatan dan keamanan. 2). Adanya peningkatan jati diri (self-esteem)
yaitu manusia seutuhnya yang
merupakan dorongan diri sendiri untuk maju, menghargai diri sendiri dan merasa diri pantas untuk melakukan dan meraih sesuatu, dan sejenisnya. 3). Adanya kebebasan (freedom) yaitu kebebasan atau kemampuan untuk memilih berbagai hal atas sesuatu yang dianggap cocok untuk dirinya dan merupakan salah satu hak asasi manusia.
18
b. Konsep Pembangunan Berkelanjutan Para
ahli
“berkelanjutan”
ilmu atau
ekonomi
pembangunan
“berkesinambungan”
memberlakukan
(Sustainability)
dalam
istilah upaya
memperjelas hakekat keseimbangan pembangunan yang paling diinginkan, yaitu pertumbuhan ekonomi di satu sisi, dan pelestarian lingkungan hidup atau sumbersumber daya alam disisi lain. Meskipun definisinya cukup banyak, pada dasarnya istilah berkelanjutan itu mengacu kepada pemenuhan kebutuhan generasi sekarang tanpa merugikan kebutuhan generasi-generasi mendatang (Todaro, 2000;488). Ini berarti, perencana pembangunan harus senantiasa melibatkan perhitungan lingkungan (environmental accounting) dalam merumuskan kebijakan-kebijakan pembangunan. Sebagai contoh, kelestarian atau sebaliknya kerusakan lingkungan harus tetap diperhitungkan sebagai faktor penambah atau faktor pengurang tingkat pertumbuhan ekonomi serta tingkat kemajuan kesejahteraan penduduk secara keseluruhan. Ungkapan senada tentang pembangunan berkelanjutan ini juga terdapat dalam laporan komisi lingkungan dan pembangunan (The Burdtland Comission) yang berjudul Our Comman Future pada tahun 1989. Pembangunan berkelanjutan berarti memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa mengorbankan kebutuhan generasi yang akan datang. Namun, hal penting saat ini bukanlah bagaimana membuat teori umum tentang pembangunan yang berkelanjutan, akan tetapi lebih terfokus pada isu-isu koseptual utama yang secara petensial memiliki implikasi penting dalam upaya pengoperasiannya.
Sehubungan
dengan
19
isu
konseptual
tersebut,
upaya
pelaksanaan pembangunan berkelanjutan akan gagal, kecuali kita dapat mengintegrasikan tiga sudut pandang tentang pembangunan dari tiga disiplin ilmu yang
berbeda
yaitu,
para
ahli
ekonomi,
ekologi
dan
sosiologi
(Seragaldin,1993;34). Para ahli ekonomi melakukan pembangunan dengan menggunakan berbagai metode untuk memaksimalkan kesejahteraan manusia dibawah kendala keterbatasan sumberdaya dan teknologi yang ada. Karena itulah perhatian mereka terpusat pada bagaimana mengelola sumberdaya sedemikian rupa, sehingga dapat memberikan tingkat pertumbuhan dan efisiensi yang tinggi dengan cenderung mengabaikan aspek ekologi maupun sosialnya. Sebagai akibat semakin banyak orang merasa bahwa pola pembangunan seperti ini telah melampaui batas kegunaannya dan bahkan beralih kearah yang merugikan kesejahteraan manusia yaitu bahwa kerusakan lingkungan melebihi manfaat pembangunan. Sementara itu, para ahli ekologi menekankan pembangunan berkelanjutan pada perlindungan integritas sub sistem ekologi, sehingga stabilitas ekosistem global
tetap
terjamin.
Pentingnya
aspek
ekologi
dalam
pembangunan
berkelanjutan disasarkan pada 3 (tiga) hal, yaitu: (1) aktivitas manusia adalah sub sistem yang beroperasi dalam suatu ekositem yang besar tetapi terbatas. Pengurasan sumberdaya dan populasi yang terjadi dalam ekosistem telah meganggu sistem pendukung kehidupan tersebut, (2) aktivitas ekonomi yang meningkat serta pertumbuhan populasi yang tinggi telah menyebabkan peningkatan pemanfaatan sumberdaya dukung lingkungan untuk menampungnya
20
sangat terbatas, (3) pembangunan, jangka pendek atau jangka panjang, berdampak pada perubahan lingkungan yang tidak dapat diperbaharui. Para ahli sosiologi memiliki pendekatan tersendiri dalam mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan. Mereka cederung menekankan pembangunan berkelanjutan pada sektor kunci pembangunan yaitu manusia melalui organisasi sosialnya. Dalam pendekatan tersebut, mereka menyodorkan konsep serta teknikteknik sosial tesendiri. Konsep yang disodorkan antara lain menjelaskan tentang tindakan sosial, hubungan antar manusia, bentuk kompleks organisasi sosial budaya, dorongan dan pendorong serta nilai-nilai sosial/masyarakat yang mengatur tingkah laku manusia terhadap sesamanya dan terhadap sumber daya alam. Sedangkan teknik-teknik sosial yang dapat diterapkan dalam mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan antara lain koordinasi yang tepat dalam setiap tindakan sosial, mecegah perilaku yang merusak, mengembangkan kerjasama dan peningkatan social capital (Cernea, 1993;57). c. Ukuran-Ukuran Pembangunan Berkelanjutan Menurut Todaro (1997;167), jika dilihat dari istilah pembangunan sebagai kapasitas perekonomian nasional, maka perkembangan pembangunan dapat diukur dari kemampuan suatu negara untuk menciptakan dan mempertahankan kenaikan tahunan atas pendapatan nasional bruto (gross national product/GNP) atau ( gross domestic product/GDP). Indeks ekonomi lainnya yang juga sering digunakan untuk mengukur tingkat kemajuan pembangunan adalah tingkat pertumbuhan pendapatan perkapita riil (GNP perkapita riil). Yaitu GNP perkapita yang telah dikurangi dengan tingkat inflasi. Indeks ini pada dasarnya mengukur
21
kemampuan suatu negara untuk memperbesar outputnya dalam laju yang lebih cepat daripada laju pertumbuhan penduduknya. Ukuran lain pembangunan ekonomi pada masa lampau adalah tingkat kemajuan struktur produksi dan penyerapan sumberdaya (employment), yang biasanya diindikasikan oleh menurunnya peranan pertanian dan diiringi oleh semakin meningkatnya sektor industri dan jasa. Namun, implikasi dari ukuran tersebut adalah penciptaan industrialisasi besar-besaran dan kadangkala mergorbankan kepentingan sektor pertanian yang umumnya berada di pedesaan sebagaian terbesar di negara- negara berkembang, temasuk Indonesia. Pada perkembangan selanjutnya, yaitu saat konsep pembangunan berkelanjutan mulai diadopsi dan dilaksanakan, disadari bahwa tolak ukur perkembangan pembangunan yang murni bersifat ekonomi harus didukung pula oleh tolak ukur yang bersifat non ekonomis. Ukuran ekonomi, seperti GNP, ternyata tidak mapu mengukur adanya inequality dan kemiskinan serta perkembangan sumberdaya manusia; adanya degradasi serta penyusutan sumberdaya alam dan lingkungan; dan aspek-aspek sosial, politik dan spiritual manusia (Steer dan Lutz, 1993;62). Oleh karena itu kemudian muncul indikator pembagunan lain yang dimasukkan dampak-dampak sosial dan lingkungan dalam pembangunan adalah Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index/HDI). Dalam HDI ini telah dimasukkan indikator-indikator sosial seperti tingkat melek huruf, tingkat pendidikan, kondisi-kondisi dan kualitas pelayanan kesehatan, kecukupan kebutuhan perumahan, dan lain-lain. Bentuk ukuran pembangunan manusia lain yang mirip dengan HDI adalah Physical Quality Of
22
Life Index (PQLI). PQLI ini menggunakan indikator-indikator yang lebih sederhana daripada HDI, yaitu tingkat harapan hidup manusia pada usia satu tahun, tingkat kematian bayi, dan tingkat melek huruf (Todaro,200;148). Indikator pembangunan yang lain adalah dengan memasukkan dampak lingkungan terhadap pendapatan nasional. Untuk keperluan tersebut diperlukan perhitungan terhadap sumber daya alam dan lingkungan ini muncul berkaitan dengan semakin meningkatnya perhatian dunia terhadap masalah kelangkaan sumber daya alam degradasi. (Steer dan Lutz, 1993) menyebutkan bahwa ada tiga bentuk perhitungan sumber daya alam dan lingkungan, yaitu menghitung dampak fisik (ekosistem), dampak terhadap produktivitas dan kesehatan, dan dampak moneter. Suparmoko (1994;17) bahkan menambahkan satu lagi bentuk perhitungan sumber daya alam dan lingkungan, yaitu melalui pendekatan pendapatan. Melalui perhitungan-perhitungan tersebut, maka akan diketahui seberapa besar pengurasan sumberdaya alam dan degradasi lingkungan yang telah terjadi dalam kurun waktu tertentu. Selanjutnya, pendapatan nasional bersih (netto) adalah hasil pengurangan pendapatan nasional yang konvensional dengan hasil perhitungan pengurangan sumberdaya alam dan degradasi lingkungan. Dengan demikian, ukuran-ukuran pembangunan yang berkelanjutan harus memasukkan ukuran atau indikator-indikator ekonomi maupun non ekonomi. Produk Domestik Regional Bruto per kapita maupun Produk Domestik Regional Bruto harus digandengkan dengan Human Development Index dan hasil perhitungan dampak-dampak terhadap dumber daya alam lingkungan.
23
2.1.4. Prioritas Pembangunan Yang Tepat dan Kaidah-Kaidah Dalam Penentuan Prioritas Pembangunan a. Prioritas Pembangunan Yang Tepat Undang-undang yang mengatur otonomi daerah, yaitu Undang-Undang nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor Tahun 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, secara langsung maupun tidak langsung telah menyebutkan bagaimana pemerintah daerah dapat membiayai pelaksanaan pemerintah maupun pembangunan di daerahnya dan bagaimana meningkatkan sumber penerimaan daerah. Disebutkan bahwa sumber-sumber penerimaan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi adalah penerimaan asli daerah (PAD), dana perimbangan, pinjaman daerah, dan penerimaan yang sah lainnya. Selanjutnya, pada pasal-pasal berikutnya diuraikan penjelasan dari masing-masing sumber dana tersebut. PAD dapat ditingkatkan melalui peningkatan hasil pajak dan retribusi daerah serta mengoptimalkan hasil perusahaan milik daerah, kekayaan daerah dan sumber pendapatan lainnya. Demikian pula halnya dengan dana perimbangan yang dapat ditingkatkan dengan meningkatkan proporsi bobot daerah. Sementara itu, bobot daerah ini didasarkan pada kebutuhan wilayah dan potensi ekonomi daerah, disinilah pentingnya pengenalan potensi-potensi yang ada dalam wilayah yang selanjutnya dalam menentukan prioritas pembangunan. Penentuan prioritas
yang tepat berarti membuat suatu program
pembangunan yang sesuai dengan potensi-potensi yang ada di daerah serta mempertimbangkan sistem ekonomi, sosial dan lingkungan yang ada. Hal ini berarti pula, ada usaha optimalisasi pemanfaatan potensi wilayah sehingga secara
24
langsung
maupun
tidak
langsung
akan
mengoptimalkan
peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Kuantitas dan kualitas kesejahteraan masyarakat ini berarti meningkatkan kebutuhan wilayah dan potensi ekonomi daerah. Dengan demikian penentuan prioritas pembangunan dapat meningkatkan sumber penerimaan daerah. b. Kaidah-Kaidah Penentuan Prioritas Pembangunan Kaidah penentuan prioritas pembangunan sangat penting diketahui dan dipahami untuk pembuatan keputusan prioritas dari sekian banyak kebutuhan atau aktivitas pembangunan. Saat ini terdapat suatu kerancuan besar dalam menghadapi persoalan-persoalan yang harus diputuskan untuk didahulukan yang disebabkan oleh ketidak mengertian pembuat keputusan tentang apa, bagaimana dan
mengapa
suatu
persolan
diprioritaskan.
Dalam
kehidupan
sosial
kemasyarakatan dan politik, keadaan seperti ini mengakibatkan lenyapnya keadilan
sosial
(terjadinya
ketimpangan)
dan
kebebasan
hak
asasi
manusia/bangsa, meluasnya pola hidup hedonestik dan sulitnya pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan. Yusuf Qardhawi (1996;36), menguraikan kaidah-kaidah penentuan prioritas pembagunan, sebagai berikut: 1). Diantara akitvitas-aktivitas yang mengandung kebaikan (manfaat), maka prioritasnya adalah kegiatan yang dapat memberikan manfaat besar, termasuk di dalamnya adalah aktivitas yang memberikan perbaikan kepada masyarakat luas ataupun ekosistem luasnya (lingkungan) dan aktivitas yang memberikan manfaat yang langgeng (lama). Dengan aktivitas tersebut masyrakat dapat
25
memperoleh pekerjaan, kemiskinan berkurang, tercukupinya kebutuhan pokok rakyat, dan lainnya. Semakin luas masyarakat yang dapat menikmati manfaat aktivitas tersebut maka semakin tinggi prioritas aktivitas tersebut. 2). Diantara aktivitas-aktivitas yang dapat mengakibatkan kerusakan/dampak buruk, maka prioritasnya adalah aktivitas yang memberikan/bahaya/dampak buruk yang terkecil. Hal ini kebalikan dari kaidah yang pertama. 3). Diantara aktivitas-aktivitas yang secara bersama-sama mengandung manfaat dan dapat pula memberikan dampak buruk, maka prioritasnya adalah aktivitas yang memberikan manfaat yang lebih besar daripada dampak buruknya. Disinilah diperlukan pengetahuan dan akal yang dapat mengukur manfaat dan dampak buruk yang diperoleh. 4). Kualitas suatu aktivitas lebih diprioritaskan daripada kuantitasnya. Disini mengandung pengertian bahwa aktivitas harus dilakukan seoptimal mungkin (efektif
dan
efisien),
sungguh-sungguh/sepenuh
hati,
menggunakan
cara/metode terbaik, dikerjakan sampai tuntas dan menyeluruh serta memanfatkan yang ada seoptimal mungkin, namun tidak berlebihan atau memaksakan diri. Aktivitas yang dilakukan secara tetap dan kontinyu, walaupun sedikit, termasuk dalam aktivitas yang lebih mementingkan kualitas daripada kuantitas. 5). Ilmu lebih diprioritaskan daripada amal/aktivitas. Ilmu disini mengandung pengertian, pemahaman, pengalaman dan kemampuan terhadap aktivitas yang dikukan. Oleh karena itu, aktivitas studi dan perencanaan merupakan prioritas dalam setiap penyelesaian persoalan dunia.
26
6). Aktivitas
yang bersifat
meringankan dan
tidak
memberatkan
serta
mempermudah dan tidak mempersulit akan lebih diprioritaskan. Disinilah kemudian muncul prioritas terhadap adanya penapahan daripada dilakukan secara sekaligus dalam suatu proses yang besar dan lama. Pengertian yang lain adalah bahwa aktivitas harus dilakukan sesuai dengan potensi keadaan yang ada, tidak perlu dipaksakan atau berlebihan sehingga dapat menyulitkan. 7). Aktivitas yang paling diprioritaskan adalah aktivitas yang lebih pokok, menyangkut hidup atau hak orang banyak dan paling dibutuhkan oleh masyarakat. Kondisi dan situasi dapat berubah kapan saja, sehingga prioritas dapat berubah sesuai dengan apa yang paling dibutuhkan oleh masyarakat. Semakin luas masyarakat yang membutuhkannya, maka semakin tinggi pula prioritasnya. Demikian pula dengan aktivitas yang dibutuhkan oleh masyarakat tetapi belum pernah ada yang melakukannya, lebih diprioriskan daripada aktivitas yang sudah ada.
2.1.5. Pengembangan Potensi Wilayah dan Analisis Potensi Wilayah Dalam Pembangunan Berkelanjutan a. Pengembangan Potensi Wilayah Pembangunan berkelanjutan berupaya agar generasi yang akan datang mempunyai kesempatan yang setidaknya sama seperti kesempatan yang dirasakan oleh generasi saat ini (Seragaldin dan Steer, 1993;25). Kesempatan yang dimaksud adalah kesempatan memanfatkan potensi yang ada untuk kesejahteraan kehidupan. Untuk mengupayakan usaha tersebut, apalagi menghadapi tingkat
27
pertumbuhan populasi yang tinggi, maka pengembangan potensi wilayah sangatlah diperlukan. Saragaldin dan Sterr (1993;38) mengemukakan, bahwa ada empat tipe potensi (kapital) wilayah. Tipe yang pertama adalah man-made capital, seperti mesin, pabrik, bangunan dan bentuk infrastruktur dan teknologi lainnya. Wanmali (1992.21) menyatakan, bahwa ada dua infrastruktur, yaitu, hard infrasrukture (berbagai bentuk pelayanan, seperti jalan, telekomunikasi, listrik dan sistem irigasi) dan soft infrastrukture (berbagai bentuk pelayanan, seperti transportasi, kredit dan perbankan, input produksi dan pemasaran). Secara fisik man-made capital merupakan “kekayaan” (hasil pembangunan) yang dapat diukur dengan mudah. Karena alasan inilah maka pembangunan, terutama di negara-negara berkembang, cenderung menekankan kepada pengembangan tipe kapital ini. Kebijakan industrialisasi dan moderenisasi, merupakan salah satu bentuk penekanan arah dan prioritas pembangunan pada pengembangan kapital ini. Tipe kapital yang kedua adalah natural capital, yaitu seluruh cadangan aset yang disediakan oleh lingkungan seperti sumber maupun tidak. Hingga saat ini, sumber daya alam dan lingkungan memberikan konstribusi terbesar sebagai pemuas kebutuhan manusia sebab kualitas pemuas kebutuhan ini sangat menentukan eksistensi kehidupan manusia. Pearce dan Warford (1993;16) merinci konstribusi langsung dan tidak langsung sumber daya alam dan lingkungan terhadap kehidupan manusia. Konstribusi langsung dapat dirasakan pada pendapatan riil dari sektor-sektor yang berhubungan dengan alam (terutama pertanian), aktivitas ekonomi dengan sumberdaya alam dan lingkungan hidup
28
sebagai input produksi dan konstribusi terhadap kualitas kehidupan. Kualitas sumber daya alam dan lingkungan hidup yang baik dan dapat termanfaatkan dengan baik pula akan menjamin kualitas kehidupan yang baik. Begitu pula sebaliknya, kualitas sumberdaya alam dan lingkungan yang buruk, akan menyebabkan kualitas kehidupan yang buruk pula. Selain itu, kapital ini memiliki karakteristik tersendiri yang perlu diperhatikan dalam upaya pengelolaan dan pengembangannya. Karakteristik tersebut adalah bahwa kapital ini dapat langka (punah) dengan cepat, terutama sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui. Human Capital atau sumberdaya manusia merupakan tipe kapital yang ketiga. Manusia, dalam hal ini adalah kuantitas dan kualitas penduduk, merupakan potensi tersendiri dalam pembangunan. Sebagai subyek pembangunan, maka kuantitas dan kualitas penduduk diharapkan dapat mendukung dan menjadi potensi yang dapat diandalkan dalam pelaksanaan pembangunan yang bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan penduduk itu sendiri. Sebagai subyek, penduduk diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraannya dengan menikmati hasil-hasil pembangunan. Oleh karena itu, pengembangan (investasi) sumberdaya manusia melalui pendidikan, kesehatan, tingkat gizi individu yang cukup merupakan potensi penting dalam pelaksanaan pembangunan. Tipe kapital yang keempat adalah social capital. Bentuk dari kapital ini antara lain fungsi kelembagaan dalam masyarakat, baik formal maupun informal, merupakan fungsi kelembagaan dan budaya berbasis sosial yang merupakan potensi penting dalam pelaksanaan pembangunan.
29
b. Analisis Penentuan Potensi Wilayah 1). .Analisis Location Quotien (LQ) .Pendekatan
Analisis
Location
Quotien
(LQ)
ini
digunakan
untuk
mengidetifikasi sektor maupun sub sektor kegiatan ekonomi yang mempunyai potensi dan unggulan (Kadariah, 1982;72). Rumus analisis LQ adalah sebagai berikut: LQi = vi / vt .....................................................................................(1) Vi / VT Keterangan: LQ = Location Quotien sektor i di wilayah studi vi = Pendapatan sektor di wilayah studi Vi = Pendapatan sektor i di wilayah referensi vt = Pendapatan total sektor di wilayah studi Vt = Pendapatan total sektor di wilayah referensi Dengan mengambil asumsi bahwa perekonomian acuan adalah perekonomian Self – sufficient yang memenuhi kebutuhan sendiri. Nilai LQ mengandung arti bahwa, untuk : a). Nilai Location Quotien (LQ) suatu sektor >1, maka sektor tersebut dapat dikatakan sebagai basis atau unggulan, sehingga perekonomian di suatu daerah memiliki kesempatan lebih besar untuk memenuhi kebutuhan daerah akan produk-produk dengan sektor-sektor sendiri. b). Nilai Location Quotien (LQ) <1, maka sektor tersebut bukan merupakan sektor basis atau unggulan, sehingga dapat dikatakan daerah tersebut kekurangan produk atas sektor tersebut dan harus mendatangkannya dari daearah lain.
30
c)...Nilai Location Quotien (LQ) suatu sektor =1, maka sektor tersebut mempunyai konstribusi hanya cukup memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa mampu memenuhi permintaan akan sektor tersebut dari luar. 2). .Analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP) .Konsep Model Rasio Pertumbuhan (MRP) adalah analisis yang digunakan untuk membandingkan pendapatan suatu sektor wilayah yang lebih kecil dengan wilayah yang lebih besar. Terdapat dua konsep rasio pertumbuhan dalam analisis ini, yaitu: a). .Rasio Pertumbuhan Wilayah Studi .Perbandingan laju pertumbuhan pendapatan sektor i di wilayah studi dengan laju pertumbuhan pendapatan sektor i di wilayah referensi. RPs = ∆ Yij / Yij (t) ....................................................................(2) ∆ Yin / Yin(t) Keterangan : ∆ Yij Yij (t) ∆ Yin Yin (t)
= Perubahan PDRB di wilayah studi pada sektor i. = PDRB wilayah studi pada sektor i. = Perubahan PDRB di wilayah referensi pada sektor i = PDRB wilayah referrensi pada sektor i
b). .Rasio Pertumbuhan Wilayah Referensi .Perbandingan laju pertumbuhan pendapatan sektor i di wilayah referensi dengan laju pertumbuhan total di wilayah referensi. RPr = ∆ Yin / Yin (t) .............................................................(3) ∆ Yn / Yn (t) Keterangan : ∆ Yn = Perubahan PDRB di wilayah referensi Yn (t) = PDRB wilayah referensi pada tahun wal periode penelitian
31
3). Analsis Overlay Model analisis ini dilakukan mengetahui sektor dan sub sektor potensial berdasarkan kriteria pertumbuhan (RPs dan RPr) serta konstribusinya (LQ) Ada beberapa kriteria suatu sektor atau sub sektor, yaitu: a). Sektor atau sub sektor sangat dominan. Sektor atau sub sektor tersebut memiliki rasio pertumbuhan dan konstribusi terhadap PDRB positif. b). Sektor atau sub sektor potensial Sektor atau sub sektor yang memiliki rasio pertumbuhan positif dan konstribusi terhadap PDRB negatif. c). .Sektor atau sub sektor negatif Sektor atau sub sektor yang memiliki rasio pertumbuhan negatif dan konstribusi terhadap PDRB postif. d). Sektor atau sub sektor tidak potensial Sektor atau sub sektor yang memiliki rasio pertumbuhan negatif dan konstribusi terhadap PDRB negatif.
2.1.6. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan jumlah seluruh nilai tambah yang dihasilkan oleh berbagai sektor/lapangan usaha yang melakukan penelitian/usahanya di suatu daerah (regional) tanpa memperhatikan pemilikan atas faktor produksi. Jadi PDRB secara agregatif menggambarkan kemampuan suatu daerah dalam menghasilkan pendapatan/balas jasa kepada faktor-faktor
32
produksi yang ikut berproduksi di daerah tersebut. Atau dengan kata lain PDRB adalah seluruh produk barang dan jasa yang diproduksi pada suatu wilayah (provinsi atau kabupaten) tanpa memperhatikan apakah faktor-faktor produksinya berasal atau dimiliki oleh penduduk daerah itu atau tidak. Dalam penyajian PDRB dibedakan menjadi PDRB atas dasar harga konstan dan PDRB atas dasar harga berlaku. PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menurut harga tahun dasar. Sedangkan PDRB atas dasar harga berlaku menunjukkan nilai tambah barang dan jasa yang dihasilkan dan dihitung menurut harga tahun berjalan. Ada tiga metode yang biasa digunakan dalam perhitungan PDRB, yaitu: 1). Dari segi produksi, merupakan jumlah nilai produksi barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh unit-unit produksi di suatu daerah dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). 2). Dari segi pendapatan, merupakan balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi di suatu daerah dalam jangka waktu satu tahun. 3). Dari segi pengeluaran, merupakan jumlah yang dikeluarkan untuk konsumsi rumah tangga, lembaga sosial swasta yang tidak mencari untung, konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap domestik bruto, perubahan stok dan ekspor di dalam suatu daerah dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Unit-unit produksi dalam PDRB secara garis besar dikelompokkan menjadi sembilan lapangan usaha:
33
1). .Pertanian,peternakan, kehutanan dan perikanan .Kegiatan sektor ekonomi yang temasuk sektor ini meliputi pengolahan lahan untuk bercocok tanam, pemeliharaan ternak dan unggas, pemotongan hewan, penebangan kayu, pengambilan hasil hutan, perburuan serta usaha pemeliharaan dan penangkapan berbagai jenis ikan. Termasuk pula kegiatan pengolahan hasil-hasil pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan yang dilakukan secara sederhana yang masih menggunakan peralatan tradisional. 2). .Penggalian .Lapangan usaha yang termasuk dalan sektor penggalian mencakup seluruh usaha penggalian rakyat. Pada dasarnya usaha sektor ini dimaksudkan untuk memperoleh barang-barang galian seperti kapur, tanah liat dan garam. 3). Industri pengolahan .Sektor industri ini meliputi semua kegiatan produksi yang bertujuan meningkatkan mutu barang dan jasa. Proses produksi dapat dilakukan secara mekanik, kimiawi ataupun proses lainnya dengan menggunakan alat-alat sederhana dan mesin-mesin. Proses tersebut dapat dilakukan oleh perusahaan industri, pertanian, pertambangan atau oleh perusahaan lainnya. Jasa-jasa yang sifatnya
menunjang
sektor
industri
seperti
maklon,
perbaikan
dan
pemeliharaan mesin-mesin. Yang dimaksud dengan perbaikan disini adalah perbaikan barang dan modal yang dilakukan oleh perusahaan sendiri, tetapi perbaikan mesin-mesin milik rumah tangga dan kendaraan bermotor tidak dicakup dalam sektor ini melainkan dalam sektor jasa.
34
4). .Listrik, gas dan air bersih .Lapangan usaha yang termasuk dalam sektor listrik meliputi kegiatan pembangkit dam distribusi tenaga listrik yang diselenggarakan oleh PLN maupun non PLN, termasuk pula tenaga listrik (Produksi sampingan) yang dihasilkan dan dijual oleh perusahaan-perusahaan-perusahaan. Sektor air minum mencakup kegiatan pembersihan, pemurnian dan proses kimiawi lainnya untuk menghasilkan air bersih, termasuk penyaluran melalui pipa, baik ke rumah tangga maupun perusahaan sebagai pemakai. 5). Bangunan .Sektor bangunan mencakup kegiatan konstruksi yang dilakukan baik oleh konstruksi umum (perusahaan yang melakukan pekerjaan konstruksi untuk pihak umum) maupun oleh konstruksi khusus (unit usaha dan individu yang melakukan kegiatan konstruksi untuk dipakai sendiri). 6). .Perdagangan, hotel dan restoran .Kegiatan perdagangan meliputi pengumpulan barang dari produsen atau pelabuhan impor, kemudian menyalurkannya kepada konsumen tanpa merubah bentuk barang tersebut. Kegiatan restoran pada umumnya menyediakan makanan dan minuman yang dapat dinikmati langsung di tempat penjualan meliputi usaha restoran, bar, warung makan, usaha-usaha jasa boga dan sejenisnya. Kegiatan perhotelan meliputi uasaha penyediaan akomodasi untuk umum berupa tempat penginapan dalam waktu singkat.
35
7). Pengangkutan dan Komunikasi Lapangan usaha ini meliputi kegiatan angkutan, baik angkutan barang maupun penumpang, jasa penumpang angkutan dan komunikasi. Komunikasi meliputi usaha jasa pos dan giro seperti kegiatan pengiriman surat, paket, wesel, telegram dan sebagainya. 8). .Bank dan lembaga keuangan lainnya .Kegiatan ini meliputi usaha jasa perbankan dan moneter, usaha jasa keuangan lainnya, usaha jasa asuransi, uasaha persewaan bangunan dan tanah. 9). .Jasa-jasa .Sektor jasa-jasa yang dimaksud adalah usaha jasa perusahaan, jasa pemerintah umum, jasa kemasyarakatan, jasa hiburan dan rekreasi, jasa perbengkelan, jasa perorangan dan rumah tangga.
2.2. Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya Penelitian pertama dilakukan oleh Wesley (2002) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Penentuan Sektor Potensial di Kabupaten Buleleng berdasarkan PDRB tahun 1995-2001. Teknik analisis data yang digunakan Wesley adalah analisis Model Rasio Pertumbuhan (MPR) yang menyatakan bahwa sektor yang potensial untuk dikembangkan di Kabupaten Buleleng pada tahun tahun 19951996 adalah sektor pertanian (dalam arti luas), sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air minum, sektor perdagangan, hotel dan restoran dan sektor jasa-jasa. Sedangkan pada tahun 20002001 sektor yang potensial untuk dikembangkan di Kabupaten Buleleng adalah
36
sektor pertanian (dalam arti luas), sektor industri pengolahan, sektor bangunan dan konstruksi, sektor perdagangan, hotel dan restoran, dan sektor jasa-jasa. Selain MRP, teknik analisis data yang digunakan adalah Location Quotient (LQ) dimana sektor potensialnya adalah sektor pertanian (dalam arti luas), sektor pertambangan dan penggalian, serta sektor jasa-jasa. Sedangkan untuk teknik Analisis Overlay sektor yang potensial untuk dikembangkan di Kabupaten Buleleng adalah sektor pertanian (dalam arti luas), sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan, sektor bangunan dan konstruksi, sektor perdagangan, hotel dan restoran, dan sektor jasa-jasa. Penelitian ini mempunyai persamaan dan perbedaan dengan penelitian sekarang. Persamaannya adalah terletak pada teknik-teknik analisis data yang digunakan adalah sama. Perbedaannya yaitu penelitan sebelumnya dilakukan di Kabupaten Buleleng tahun 1995-2001, sedangkan penelitian ini dilakukan di Kota Denpasar tahun 1998-2007. Penelitian kedua dilakukan oleh A.A. Ascarya Wibawa (2007) dalam penelitiannya berjudul Analisis Penentuan Sektor Unggulan di Kabupaten Jembrana berdasarkan PDRB tahun 1996-2005. Teknik analisis data yang digunakan oleh Ascarya Wibawa adalah analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP), yang menyatakan sektor yang potensial dikembangkan di Kabupaten Jembrana pada tahun 1996-2005 adalah sektor pertambangan dan penggalian, sektor pengangkutan dan komunikasi, dan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. Selain teknik analisis MRP, teknik analisis data yang digunakan adalah Location Quotien (LQ) dimana sektor potensialnya adalah sektor bangunan
37
dan konstruksi, sektor pengangkutan dan komunikasi, dan sektor jasa. Sedangkan untuk teknik Overlay sektor potensial untuk dikembangkan di Kabupaten Jembrana adalah sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor pertambangan dan penggalian, dan sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan. Penelitian ini mempunyai persamaan dan perbedaan dengan penelitian sekarang, persamaannya terletak pada teknik analisis yang digunakan adalah sama, sedangkan perbedaannya adalah penelitian sebelumnya dilakukan di Kabupaten Jembrana tahun 1996-2005, sedangkan penelitian ini dilakukan di Kota Denpasar Tahun 1998-2007. Dari beberapa penelitian yang pernah dilakukan tersebut, terdapat kesamaan antara penelitian ini dengan penelitian sebelumnya, yaitu dalam penggunaan variabel PDRB serta analisis yang digunakan, namun faktor yang membedakan adalah lokasi/wilayah penelitian (Kota Denpasar dan provinsi Bali) serta data time series ( 1998-2007).
38