BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI
2.1 Kajian Pustaka Berdasarkan data-data yang telah dikumpulkan, baik skripsi maupun hasil penelitian yang telah dilakukan, terdapat beberapa penelitian berkaitan yang dapat digunakan sebagai acuan dalam penelitian ini. Penelitian-penelitian tersebut, antara lain: Luthfiyanti (2008) dalam skripsinya yang berjudul “Yutori Kyouiku Sebagai Perubahan Sistem Pendidikan Meritokratis yang Terbentuk Melalui Proses Modernisasi Jepang” menggunakan teori deskriptif analisis dan metode formal. Teori yang digunakan adalah teori postmodern. Hasil penelitian Luthfiyanti memaparkan dalam modernisasi, pendidikan memegang peranan penting sebagai sarana untuk memberi pengetahuan dasar seperti membaca, menulis, dan berhitung pada masyarakat. Sistem pendidikan Jepang berbentuk meritokrasi yang memberi kesempatan pada setiap orang untuk memperoleh pendidikan dan mendapatkan status sosial yang diinginkan melalui hasil prestasi yang dicapainya. Setelah Perang Dunia II, Jepang menerapkan yutori kyouiku, yang diterapkan pada sistem kurikulum 2002. Yutori kyouiku adalah sistem pendidikan yang dibentuk pemerintah melalui Reformasi Abad ke-21, yang menetapkan pengurangan jam pelajaran sekolah. Hal ini dimaksudkan memberi kesempatan pada siswa untuk mendapatkan proses belajar yang lebih nyaman di sekolah sekaligus memicu perkembangan kepribadian siswa.
10
11
Namun, hal ini menimbulkan kekhawatiran menurunnya kemampuan akademik dan motivasi belajar siswa, sehingga pada akhirnya pendidikan di Jepang kembali diubah dengan penambahan kembali jumlah jam pelajaran. Penelitian ini meneliti bagaimana sistem pendidikan dan kurikulum sekolah yang di dalamnya menjelaskan tentang materi pembelajaran yang terdapat pada zaman Shouwa di Jepang serta dampak dari sistem pendidikan pada zaman Shouwa di Jepang sedangkan penelitian Luthfiyanti memfokuskan pada yutori kyoiku sebagai sistem pendidikan. Penelitian yang dilakukan oleh Luthfiyanti memberikan gambaran bagaimana sistem pendidikan yang terjadi di Jepang sehingga dapat dijadikan acuan dalam penelitian ini. Prasanti (1992) dalam skripsinya yang berjudul “Sistem Pendidikan Jepang Setelah Perang Dunia II Pengaruhnya Terhadap Motivasi Kerja Pemuda” menggunakan teori deskriptif analisis dan metode formal. Hasil penelitian Prasanti menunjukkan pendidikan di Jepang dibagi menjadi dua, yaitu pendidikan formal dan non formal. Pendidikan formal yaitu pendidikan resmi dan terencana serta memiliki kurikulum dan dilaksanakan pada bangunan khusus, seperti bangunan sekolah. Pendidikan non formal adalah pendidikan yang tidak terikat oleh aturan-aturan tertentu dan diawali dari lingkungan keluarga. Sistem pendidikan setelah Perang Dunia II menekankan pada azas demokrasi dan memberi kesempatan yang sama pada semua orang untuk mendapat pengetahuan seluas-luasnya. Di setiap sekolah, para murid diajarkan berdasarkan kurikulum yang sama dan menggunakan buku pegangan yang standar di seluruh negeri. Berdasarkan sistem tersebut, pada saat para pemuda memasuki dunia kerja, nilai kesamaan dan kebebasan yang didapat di sekolah
12
mempengaruhi motivasi kerja mereka. Mereka bekerja tidak semata-mata untuk mendapatkan penghasilan kerja yang besar, tetapi untuk menunjukkan prestasi diri. Dalam penelitian ini dengan penelitian Prasanti terdapat persamaan, yaitu memfokuskan pada sistem pendidikan yang terjadi di Jepang. Penelitian Prasanti memfokuskan pada pengaruh pendidikan terhadap motivasi kerja pemuda di Jepang, sedangkan penelitian ini meneliti bagaimana dampak-dampak yang timbul setelah sistem pendidikan diterapkan di Jepang pada zaman Shouwa sehingga penelitian yang dihasilkan lebih terperinci. Penelitian yang dilakukan oleh Prasanti mengenai pengaruh pendidikan terhadap motivasi kerja pemuda di Jepang dapat dijadikan acuan, karena dapat memberikan gambaran bagaimana dampak yang dihasilkan oleh sistem pendidikan yang diberlakukan di Jepang. Rustam (2003) dalam jurnalnya yang berjudul “Reformasi Pendidikan Pada Masa Jepang Meiji: Studi Tentang Peran Politik Kekuasaan Dalam Penerapan Pendidikan” menggunakan metode deskriptif analisis dan menggunakan pendekatan ilmu sejarah, terutama sejarah sosial. Hasil penelitian Rustam menunjukkan kebijakan politik yang dijalankan dalam modernisasi pendidikan pada masa Meiji menerapkan sistem pendidikan yang disebut Gakusei, yaitu pendidikan yang berdasarkan kurikulum dan buku pelajaran Barat untuk siswa Sekolah Dasar yang berusia 8 tahun hingga 14 tahun. Namun, sistem ini mengalami kegagalan yang diakibatkan oleh mahalnya biaya pendidikan dan materi pelajaran yang terlalu tinggi. Oleh karena itu, sistem pendidikan ini dihapuskan, dan pemerintah menggunakan kebijakan politik baru, yaitu kyoikurei. Kyouikurei adalah penerapan desentralisasi pendidikan dengan
13
mengizinkan daerah-daerah mendirikan sekolah dan membuat kebijakan sesuai dengan kebutuhan mereka. Dengan sistem tersebut, sekolah-sekolah yang pada mulanya liberal karena pengaruh Barat menjadi konservatif, dengan memberi penekanan pada pendidikan moral berdasarkan Konfusianisme. Dalam penelitian ini, memfokuskan pada sistem pendidikan yang diterapkan pada zaman Shouwa di Jepang, sedangkan penelitian Rustam tidak membahas sistem pendidikan di Jepang secara mendetail dan lebih terfokus kepada kebijakan politik yang berpengaruh terhadap pendidikan di Jepang pada zaman Meiji. Penelitian yang dilakukan oleh Rustam mengenai peran politik kekuasaan terhadap penerapan pendidikan Jepang pada zaman Meiji dapat dijadikan acuan, karena dapat memberikan gambaran bagaimana pengaruh peraturan pemerintah terhadap sistem pendidikan di Jepang pada zaman Meiji yang kemudian berpengaruh terhadap penerapan sistem pendidikan pada zaman Shouwa. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa penelitian ini berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Meskipun terdapat kesamaan kajian mengenai sistem pendidikan di Jepang pada penelitian sebelumnya, hasil penelitian berbeda mengingat objek penelitian yang digunakan juga berbeda. Kelebihan penelitian ini adalah mengungkapkan sistem pendidikan dan kurikulum pembelajaran yang diterapkan beserta dampak dari penerapan sistem pendidikan pada saat zaman Shouwa.
14
2.2 Konsep Dalam penelitian ini terdapat beberapa konsep yang digunakan untuk proses penelitian. Konsep-konsep tersebut akan dijabarkan sebagai berikut: 2.2.1 Zaman Shouwa (1926-1989) Zaman Shouwa ditandai dengan berkuasanya Kaisar Hirohito yang masa kepemimpinannya mencapai 64 tahun dan merupakan masa terpanjang bagi seorang Kaisar di Jepang. Zaman Shouwa muncul setelah zaman Taisho yang dimulai dari tahun 1926 hingga tahun 1989. Pada zaman Shouwa, negara Jepang mengalami kemajuan di bidang teknologi, ditandai dengan pendirian pabrik senjata, pengolahan sutera, dan pemintalan katun. Pada zaman Shouwa pula, terjadi perubahan dalam bidang pendidikan (Toyota&Abe, 1988: 50-51). 2.2.2 Sistem Pendidikan Sistem pendidikan adalah hirarki atau sistem yang telah terstruktur yang berjalan dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi yang didalamnya berisi pendidikan umum dan pendidikan keahlian pilihan yang saling membantu untuk mencapai suatu hasil (Rogers, 2007: 149). 2.2.3 Sistem Pendidikan Zaman Shouwa Sistem pendidikan di Jepang awal mulanya hanya menerapkan enam tahun wajib belajar. Pada zaman Shouwa, pemerintah mengubah peraturan menjadi pendidikan wajib belajar selama sembilan tahun yaitu enam tahun sekolah dasar dan tiga tahun sekolah menengah pertama. Pada zaman Shouwa pula, sistem sekolah di Jepang memberlakukan sistem seperti di Amerika, yaitu sekolah dasar selama enam
15
tahun, sekolah menengah pertama selama tiga tahun, sekolah menengah atas selama tiga tahun, dan perguruan tinggi selama empat tahun. Pada tahun 1947, setelah perang dunia II berakhir, Jepang mendatangkan ahliahli pendidikan dari Amerika, yang kemudian megubah struktur pendidikan di Jepang menjadi: 1. Sekolah Dasar wajib selama enam tahun yang tidak memungut biaya 2. Sesudah sekolah dasar diadakan sekolah lanjutan pertama selama tiga tahun untuk semua anak laki-laki dan perempuan dengan kurikulum yang sama, dengan
tujuan
mementingkan
perkembangan
kepribadian
siswa,
kewarganegaraan dan kehidupan dalam bermasyarakat 3. Setelah sekolah lanjutan pertama diadakannya sekolah lanjutan atas selama tiga tahun, dan dapat dimasuki baik laki-laki maupun perempuan. Adanya sekolah lanjutan atas memiliki tujuan untuk mengajarkan mata pelajaran yang menyiapkan siswa untuk masuk ke perguruan tinggi dan memperoleh keterampilan kerja (William, 1984: 6-40). 2.2.3 Kurikulum Sekolah pada Zaman Shouwa Sekolah adalah lembaga pendidikan sebagai tempat pembentukan karakter manusia. Pendidikan sekolah merupakan bentuk sosialisasi bagi seorang anak dalam kehidupan kolektif yang diselenggarakan di sekolah. Pendidikan sekolah memegang peranan penting dalam perkembangan moral anak. Melalui pendidikan sekolah, penyampaian pengetahuan disampaikan secara formal dan informal untuk mengembangkan keahlian anak. Sistem pendidikan inilah yang didukung secara
16
khusus oleh pemerintah Jepang, karena sistem ini pula yang mempengaruhi pembentukan dan pertumbuhan negara Jepang (Shinbori, 1983: 83-95). Oleh karena itu, pemerintah Jepang menerapkan sistem dan kurikulum untuk sekolah. Sistem sekolah yang digunakan di Jepang adalah 6-3-3-4, yaitu enam tahun sekolah dasar, tiga tahun sekolah menengah pertama, tiga tahun sekolah menengah atas, dan empat tahun perguruan tinggi. (Nemoto, 1999: 13-15). Kurikulum sekolah di Jepang pada zaman Shouwa ditentukan oleh pemerintah pusat. Di sekolah dasar kurikulum yang diterapkan meliputi pendidikan moral, kegiatan khusus seperti upacara, darmawisata dan pertandingan olahraga. Mata pelajaran yang diajarkan adalah bahasa Jepang, ilmu sosial, ilmu alam, matematika, musik, budi pekerti, kerajinan dan pendidikan jasmani (Cummings, 1984: 154-155). Sekolah menengah di Jepang menerapkan kurikulum kegiatan intrakurikuler dan ekstraurikuler. Mata pelajaran yang diajarkan adalah bahasa Jepang, ilmu sosial, ilmu alam, musik, kesenian, budi pekerti, seni rupa, teknologi atau kerumahtanggan, dan matematika. Sedangkan kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan di luar kurikulum yang terdapat di luar jam pelajaran sekolah yang meliputi klub olahraga, drama, musik, kesenian, dan sains (Cummings, 1984: 176-183). Perguruan tinggi di Jepang pada zaman Shouwa dibagi menjadi dua, yaitu universitas dan akademi. Universitas dan akademi memiliki kurikulum 2 tahun pertama untuk mata kuliah umum dan dua tahun berikutnya untuk studi penjurusan yang diambil oleh mahasiswa, namun untuk mahasiswa yang mengambil program Kedokteran harus menambah dua tahun lagi untuk masa studi mereka (Angela, 1988: 52-54).
17
2.2.4 Pendidikan Militer di Jepang pada Zaman Shouwa Tahun 1937, Jepang memulai perang dengan Cina. Ketika Perang Dunia II meletus, Jepang bersekutu dengan Jerman dan Itali untuk menduduki Asia Tenggara. Tahun 1941 tentara militer Jepang menyerang pangkalan militer angkatan laut yang berada di Pearl Harbour. Jepang kemudian menyatakan perang dengan Amerika dan Inggris yang dikenal dengan Perang Pasifik. Perang terus berlanjut, Jepang merekrut banyak anak laki-laki untuk menjadi tentara dan sebagian besar mahasiswa menghentikan studinya untuk berperang. Akar militer yang berlangsung di sekolah-sekolah Jepang berawal dari zaman Meiji. Guru-guru di sekolah dilatih seperti anggota militer, dan ditempatkan di barakbarak serta diperlakukan dengan disiplin. Buku-buku pelajaran yang beredar pun diseleksi ketat dan menjadi alat propaganda militer. Pemerintah Jepang juga mengeluarkan peraturan untuk wajib militer selama tiga tahun terhadap semua lakilaki berumur tujuh belas tahun hingga empat puluh tahun dan dianggap mampu utnuk melakukan tugas kemiliteran. Para tentara tersebut dididik selama tiga hingga enam bulan sebagai pendidikan dasar. Para tentara yang direkrut dibagi menjadi dua kelas, yaitu kelas A yang terdiri dari tentara yang memiliki kemampuan fisik yang baik, sedangkan kelas B terdiri dari tentara yang memiliki kekurangan dalam penglihatan dan pendengaran (Irish, 2009:36-38). 2.2.5 Ilmu Pendidikan
18
Ilmu pendidikan adalah adalah pemikiran-pemikiran tentang masalah pendidikan yang sasaran pembahasannya menyangkut problema pendidikan secara umum atau hal-hal yang terlibat langsung maupun tak langsung dalam proses pendidikan. Berdasarkan hal tersebut, Amir Daien Indrakususma dalam buku Pengantar Ilmu Pendidikan (Hafi, 1982:43) membagi pendidikan menjadi dua, yaitu: 1. Pendidikan menurut tingkatan a. Pendidikan Pra Sekolah (TK) b. Pendidikan Dasar c. Pendidikan Menengah d. Pendidikan Tinggi 2. Pendidikan menurut tempat pendidikan a. Pendidikan di Rumah: Pendidikan yang dilaksanakan dalam lingkungan rumah tangga. b. Pendidikan di Sekolah: Pendidikan yang dilaksanakan di sekolah-sekolah. c. Pendidikan di Masyarakat: Pendidikan yang terjadi dalam masyarakat melalui pergaulan yang memungkinkan adanya pengaruh.
2.3 Kerangka Teori Pada bagian ini, teori yang dijadikan sebagai acuan untuk menganalisis novel Nijushi no Hitomi karya Sakae Tsuboi adalah teori sosiologi sastra yang dikemukakan oleh Wellek dan Warren dan teori sosiologi pendidikan yang dikemukakan oleh R.J. Stalcup.
19
2.3.1 Sosiologi Sastra Sosiologi sastra adalah analisis karya sastra yang dalam kaitannya berhubungan dengan masyarakat (Ratna, 2006: 339). Dipicu oleh kesadaran bahwa karya sastra harus difungsikan sama dengan aspek-aspek budaya yang lain, maka satu-satunya cara adalah dengan mengembalikan karya sastra ke tengah masyrakat, memahami sebagai bagian dari komunikasi yang tidak dapat dipisahkan. Dalam hal ini maka akan tampak sistem komunikasi yang dicerminkan melalui karya sastra. Wellek dan Warren (1993: 111-112) membagi sosiologi sastra menjadi tiga bagian, yaitu: 1. Sosiologi pengarang yang mempermasalahkan latar belakang sosial, status pengarang, dan ideologi pengarang yang terlihat dari berbagai kegiatan pengarang di luar karya sastra. 2. Sosiologi karya sastra yang mempermasalahkan isi karya sastra, tujuan, serta hal-hal lain yang tersirat dalam karya sastra itu sendiri yang berkaitan dengan masalah sosial, situasi tertentu, atau dengan sistem politik, ekonomi, sosial, dan budaya. 3. Sosiologi sastra yang mempermasalahkan pembaca dan dampak sosial karya sastra terhadap masyarakat. Berdasarkan teori sosiologi Wellek dan Warren, teori tersebut dapat menjadi landasan dalam melakukan penelitian penerapan sistem pendidikan serta dampak yang terdapat pada zaman Shouwa di Jepang dalam novel Nijushi no Hitomi karya Sakae Tsuboi. Teori sosiologi sastra Wellek dan Warren yang digunakan sebagai
20
landasan pembahasan penerapan sistem pendidikan serta dampak penerapan sistem pendidikan pada zaman Shouwa di Jepang yang terdapat pada poin kedua, yaitu sosiologi karya sastra yang mempermasalahkan isi karya sastra, tujuan, serta hal-hal lain yang berkaitan dengan masalah sosial, situasi tertentu, atau dengan sistem politik, ekonomi, sosial, dan budaya. 2.3.2 Sosiologi Pendidikan Sosiologi pendidikan adalah ilmu baru yang menggunakan prinsip sosiologi dalam seluruh proses pendidikan meliputi metode, organisasi sekolah, evaluasi pelajaran, dan kegiatannya. R.J. Stalcup dalam buku Sosiologi Pendidikan (Idi, 2011: 13) mengemukakan bahwa The Social Foundations of Education merupakan suatu analisis terhadap proses-proses sosiologis yang berlangsung dalam lembaga pendidikan. R.J. Stalcup kemudian membagi sosiologi pendidikan menjadi tiga, yaitu: 1. Educational Sociology sebagai aplikasi prinsip-prinsip umum dan penemuanpenemuan sosiologi bagi administrasi dan proses pendidikan. Pendekatan ini berupaya untuk menerapkan prinsip-prinsip sosiologi pada lembaga pendidikan sebagai suatu unit sosial tersendiri. 2. Sociology of Education sebagai suatu analisis terhadap proses sosiologis yang berlangsung pada lembaga pendidikan. Tekanan dan wilayah telaahannya pada lembaga pendidikan itu sendiri. Sociology of education memperhatikan praktik-praktik sosiologis yang terjadi pada setting pendidikan yang menyangkut kesempatan memperoleh pendidikan, penghapusan perbedaan
21
keikutsertaan dalam pendidikan, latar belakang sosial peserta didik, penetapan materi kurikulum, interaksi dalam kelompok sekolah, dan pengembangan karir guru. Sociology of Education juga berkaitan dengan hubungan antara sistem pendidikan dengan masyarakat, hubungan antar sesama di sekolah yang mencakup pola interaksi sosial dan struktur masyarakat sekolah, serta pengaruh sekolah terhadap perilaku dan kepribadian seluruh pihak di lembaga sekolah. 3. Social Fondations of Education sebagai suatu bidang telaahan yang lazimnya mencakup sejarah, filsafat, sosiologi pendidikan, dan pendidikan komparasi. Bidang ini disebut lebih luas, baik dari “Sociology of Education” maupun “Educational Sociology”. Berdasarkan teori R.J Stalcup, teori tersebut dapat menjadi landasan dalam melakukan penelitian penerapan sistem pendidikan serta dampak penerapan sistem pendidikan yang terdapat pada zaman Shouwa di Jepang dalam novel Nijushi no Hitomi karya Sakae Tsuboi. Teori sosiologi pendidikan R.J. Stalcup yang digunakan untuk membahas penerapan sistem pendidikan pada zaman Shouwa di Jepang serta dampak penerapan pendidikan pada zaman Shouwa di Jepang terdapat pada poin kedua, yaitu sosiologi pendidikan sebagai suatu analisis terhadap proses sosiologis yang berlangsung pada lembaga pendidikan itu sendiri. Proses sosiologis yang dimaksud adalah proses atau hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi antara masyarakat dan pendidikan.