BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS
2.1 Landasan Teori 2.1.1
Industri Pengertian Industri menurut UU No 5 Tahun 1984 dapat didefinisikan
sebagai berikut : ”Industri adalah kegiatan ekonomi yang merubah bahan baku, barang setengah jadi dengan atau barang jadi menjadi barang yang mempunyai nilai lebih tinggi dalam kegunaannya termasuk rekayasa dan rancang bagian industri”. Menurut Badan Pusat Statistik (2005 : 4) mengelompokan industri berdasarkan jumlah tenaga kerja yang digunakan adalah, sebagai berikut: 1) Industri kerajinan dengan jumlah tenaga kerja 1- 4 orang 2) Indutri kecil dengan jumlah tenaga kerja 5 -19 orang 3) Industri sedang dengan jumlah tenaga kerja 20 - 99 orang 4) Industri besar dengan jumlah tenaga kerja 100 orang atau lebih. Sedangkan pengelompokan industri yang dilakukan oleh Departemen Perundistrian sebagai berikut : 1) Industri Dasar. Meliputi industri mesin dan Logam Dasar serta industri kimia dasar. Industri ini bertujuan untuk menigkatkan pertumbuhan ekonomi, membantu penjualan struktur industri dan bersifat modal.
19
2) Industri Kecil Yaitu termasuk di dalamnya industri pangan, sandang, dan kulit, kimia dan kayu bahan bangunan, kerajinan umum dan logam. 3) Industri Hilir Yaitu kelompok aneka industri yang meliputi industri yang menghasilkan untuk mengolah sumber daya hutan, hasil pertambangan dan mengolah sumber daya pertanian. Menurut UU No.9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil, di Indonesia didefinisikan sebagai berikut : “Industri kecil adalah kegiatan ekonomi
yang dilakukan oleh
perseorangan atau rumah tangga maupun suatu badan bertujuan untuk memproduksi barang ataupun jasa untuk diperniagakan secara komersil yang mempunyai kekayaan bersih sebesar Rp.200.000.000,-(dua ratus juta rupiah) dengan mempunyai nilai penjualan pertahun sebesar Rp.1000.000.000,- (satu milyar rupiah) atau kurang”. Berdasarkan eksistensinya dinamisnya industri kecil dan kerajinan rumah tangga dapat dibagi kedalam tiga kelompok industri. 1) Industri Lokal. Adalah kelompok jenis industri yang menguntungkan kelangsungan hidupnya kepada pasar setempat yang terbatas, serta relatif tersebar dari segi lokasinya.Sekala usaha kelompok ini pada umumnya sangat kecil dan mencerminkan sifat subsistem. Dengan demikian target pemasarannya yang sangat terbatas telah menyebabkan kelompok ini hanya menggunakan sarana
20
transportasi yang sederhana. Karena pemasaran hasil industrinya ditangani sendiri maka pada kelompok industri lokal ini jasa pedagang perantara boleh dikatakan kurang menonjol. 2) Industri sentra Adalah kelompok jenis industri yang dari jenis satuan usaha mempunyai skala kecil, tetapi membentuk suatu pengelompokan atas kawasan produksi yang terdiri dari kumpulan unit usaha yang menghasilkan barang sejenis. Ditinjau dari segi target pemasaran yang kategori kedua ini umumnya menjangkau pasar yang lebih luas dari kategori yang pertama, sehingga peranan pedagang perantara atau pedagang pengumpul menjadi cukup menonjol 3) Industri mandiri Adalah Industri yang didefinisikan sebagai kelompok jenis industri yang masih mempunyai sifat-sifat industri kecil, namun telah berkemampuan mengadopsi teknolgi produksi, namun kelompok ini relaitf telah tergantung kepada peranan pedagang perantara. Industri pedesaan meliputi semua jenis industri yang beralokasi didaerah pedesaan, yang bersifat padat karya dan tenaga kerjanya terbanyak adalah penduduk desa. Sedangkan yang dimaksud daerah pedesaan adalah daerah luar ibu kota, daerah Provinsi dan daerah Kabupaten yang sebagian penduduknya hidup dari pertanian dengan segala ciri dan peranannya.
21
2.2 Teori Produksi dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi Menurut Adiningsih (1999) produksi adalah suatu proses mengubah input menjadi output sehingga nilai barang tersebut bertambah, input adalah barang atau jasa yang digunakan sebagai masukan pada suatu proses produksi, dan output adalah barang dan jasa yang dihasilkan dari suatu proses produksi. Menurut Ahyari (1983), produksi adalah sebagai tempat kegiatan yang menimbulkan tambahan manfaat atau penciptaan kaedah baru. Sedangkan menurut Sugiarto, dkk, (2002), Produksi adalah suatu kegiatan yang merubah input menjadi output. Model fungsi produksi beranjak dari suatu asumsi bahwa jumlah produksi dapat dijelaskan dengan baik oleh faktor-faktor produksi yang dipergunakan dengan suatu jenis fungsi tertentu Teori produksi digunakan untuk mengetahui bagaimana produsen mengkombinasikan berbagai sumberdaya yang tersedia untuk mencapai tujuannya (Suryawati, 1996). Hal ini berkaitan dengan terbatasnya jumlah sumber daya yang tersedia sehingga produsen harus mampu berproduksi secara efisien untuk mencapai hasil yang optimal. Kegiatan produksi bisa dinyatakan dalam fungsi produksi. Fungsi Produksi menunjukan jumlah maksimum output yang dapat dihasilkan dari pemakaian sejumlah input dengan menggunakan teknologi tertentu (Sugiarto, dkk.2000). Menurut Sudarman (2000), fungsi produksi adalah suatu skedul (atau tabel atau persamaan matematis) yang menggambarkan jumlah output maksimum yang dapat dihasilkan dari satu faktor produksi tertentu, dan pada tingkat teknologi tertentu pula.
22
Menurut Sugiarto, dkk (2002), secara matematis fungsi produksi bisa dituliskan sebagai berikut. Q = F(K,L,X,E)...................................................................................(1) Keterangan : Q = Output K,L,X,E = Input (Kapital, Tenaga Kerja, Bahan Baku, Keahlian) Faktor produksi dalam industri genteng mencakup modal dan tenaga kerja. Sebagai ahli masukan faktor yang lainnya, yaitu manajemen atau pengelolaan kedalam faktor produksi. Faktor yang berperan dalam proses produksi adalah tingkat teknologi yang digunakan. Dengan teknologi yang canggih akan dapat dihasilkan barang yang lebih menghemat tenaga kerja maupun sumber daya lain (Suryawati, 1996). Produksi rata-rata dari suatu proses produksi adalah total produksi dengan jumlah faktor produksi yang digunakan untuk menghasilkan produksi tersebut. Produksi Marginal adalah tambahan total produksi akibat dari pertambahan satu unit faktor produksi kedalam proses produksi (Sudarman, 2000). Produksi dalam hal ini adalah Produksi Genteng dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya yaitu : Bahan baku tanah, miyak bacin (campuran minyak tanah dan minyak kelapa), kayu bakar dan tenaga kerja. Berikut akan diuraikan beberapa faktor yang terkait dalam penelitian ini. Proses Produksi dapat dibedakan menjadi tiga yaitu: (1) Produksi total mengalami pertambahan yang semakin cepat, (2) produksi total pertambahannya semakin lambat, (3) produksi total semakin lama semakin berkurang (Sukirno, 2002). Tahap-tahap produksi dapat digambarkan separti Gambar 2.1.
23
Gambar 2.1 menunjukan pembagian rangkaian proses produksi terdiri dari tiga tahap. Tahap I meliputi daerah penggunaan faktor produksi variabel disebelah kiri titik 5, dimana produksi rata-rata mencapai titik maksimum. Tahap II meliputi daerah penggunaan faktor produksi variabel terjadi gerakan dari titik 5 ke titik 6, dimana produksi marginal saat terjadi di titik 6, produksi variabel adalah nol. Tahap III meliputi daerah penggunaan faktor produksi variabel disebelah kanan titik 6 dimana produksi marginal dari faktor produksi variabel adalah negatif. Sesuai dengan penahapan tersebut maka seorang produsen tidak akan berproduksi pada tahap II, karena pada tahap ini akan memperoleh produksi yang lebih sedikit
24
dari penggunaan faktor produksi variabel yang lebih banyak, ini berarti produsen tidak efisien dalam memanfaatkan faktor produksi. Pada tahap I produksi rata-rata dari faktor produksi variabel menaik dengan semakin ditambahnya faktor produksi variabel tersebut. Dalam suatu pasar kompetitif, produsen tidak akan berproduksi pada tahap I, karena dengan memperluas produksinya ia akan dapat mengurangi ongkos produksi per unitnya, hal ini akan memperbesar keuntungan yang diterima. Efisiensi produksi maksimal akan terjadi pada tahap produksi ke II (Sudarmam, 2000). Pilihan produsen untuk berbagai teknologi dan kombinasi input tergantung pada apakah periode waktu yang diperhatikan itu jangka pendek atau jangka panjang: 1) Jangka pendek (short run) Adalah periode waktu dimana paling tidak satu input adalah tetap dan kuantitasnya tidak dapat diubah-ubah. 2) Jangka panjang (long run) Adalah suatu periode waktu yang cukup panjang dimana dimungkinkan suatu input dan teknologi untuk berubah-ubah. Tidak ada input tetap dalam jangka panjang. Adapun yang dimaksud dengan fungsi produksi adalah suatu fungsi atau persamaan yang menunjukan hubungan antara tingkat output dan kombinasi penggunaan input. Suatu produksi menggambarkan suatu metode produksi yang efisien secara teknis dalam arti menggunakan faktor-faktor produksi secara minimal.
25
Teori ekonomi menyatakan pula satu asumsi dasar mengenai sifat dari fungsi produksi. yaitu fungi produksi dari semua produsen dianggap tunduk pada suatu hukum yang disebut The Law Of Diminishing Retrun. Hukum ini menyatakan bahwa bila suatu macam input ditambah penggunaannya sedangkan input-input lain tetap maka tambahan output yang dihasilkan dari setiap tambahan satu unit input yang ditambahkan tadi mula-mula menaik, tetapi kemudian seterusnya menurun bila input terus ditambah. Hal ini berarti, pada dasarnya hubungan antara input variable dengan output di dalam suatu proses produksi mempunyai 3 bentuk yaitu : 1) Hasil yang ditambah, bentuk kombinasi ini terjadi apabila penambahan satu satuan input menyebakan kenaikan produksi yang senantiasa bertambah. 2) Kenaikan hasil yang tetap, bentuk ini terjadi apabila penambahan satu satuan unit akan menyebabkan kenaikan produksi yang senantiasa tetap. 3) Kenaikan hasil yang berkurang, bentuk ini terjadi apabila penambahan satu satuan input menyebakan kenaikan produksi yang senantiasa berkurang. Tambahan output yang dihasilkan dari penambahan satu unit input variable disebut Marginal Pysical Product (MPP) dari input tersebut, dapat dinyatakan sebagai berikut :
MPP
Q ……………………………………………………………(3) X 1
Oleh sebab itu The Law of Diminishing Retrun sering pula disebut The Law of Diminshing Marginal Physical Product.
26
Sedangkan output rata-rata yang dihasilkan dari penambahan satu unit output variabel disebut Averge Physical Product (APP) yang dinyatakan sebagai berikut : APP =
Q …………………………………………………………….(4) X1
2.3 Fungsi Produksi Cobb Douglas Fungsi produksi Cobb Douglas adalah suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan 2 atau lebih variabel dependent (yang dijelaskan) dan yang lain disebut variabel (yang menjelaskan). Penyelesaian hubungan Y dan X adalah dengan cara regresi dimana variasi dari Y akan dipengaruhi oleh variasi dari X. bentuk Fungsi Cobb Douglas dapat dituliskan seperti persamaan bentuk logaritma sehingga persamaannya menjadi : Ln y = 0 1 ln x1 2 ln x2 3 ln x3 4 ln x4 + u……………
(3)
Keterangan Ln = Natural Log (yaitu Logaritma e, dan e = 2,178) Y = Hasil Produksi Total Genteng 1 2 3 = Koefisien regresi dari masing-masing Xi X1 = Bahan baku tanah X2 = Minyak bacin X3 = Kayu Bakar X4 = Jumlah tenaga Kerja yang digunakan o = Intersep u = Perkiraan kesalahan penganggu Parameter 0 menunjukan indeks efisien, makin besar nilai 0 maka makin efisien. Makin besar nilai 0 maka makin efisien proses produksi, demikian pula sebaliknya. penyelesaian fungsinya menjadi fungsi linear
27
sehingga contoh dan sampel yang dianalisa harus diambil secara acak, terjadi persaingan sempurna di antara masing-masing sample, masing-masing variable yang dipilih mempunyai nilai bervariasi tiap kelompok berbeda, tidak boleh ada data bernilai nol dan pendugaan parameter dengan menggunakan OLS (Ordinary Least Square). Dalam fungsi logaritma tersebut, koefisien –koefisen regresi
1 , 2 , 3 dan 4 , adalah elatisitas produksi dari variable-variabel input, dimana dalam penelitian ini variabel-variabel input nya adalah bahan baku tanah, minyak bacin (campuran minyak kelapa dan miyak tanah), kayu bakar dan tenaga kerja. Dari angka-angka elatisitas produksi tersebut dapat dihitung hasil produksi ratarata (APP) dan hasil produksi marginal (MPP) untuk masing-masing variabel tersebut. Kemudian dapat ditentukan sampai seberapa jauh penambahan faktorfaktor produksi tersebut manaikkan atau menurunkan hasil produksi genteng. Parameter 1 , 2 , 3 dan 4 dari fungsi produksi mempunyai beberapa penafsiran,yaitu : 1) Dalam situasi pasar persaingan sempurna baik di pasar output maupun input 1 , 2 , 3 , dan 4 mengukur share / bagian masing-masing faktor produksi 1 , 2 , 3 dan 4 2) Pengujian dari 1 , 2 , 3 dan 4 menunjukan tingkat skala hasil secara sistematis juga menunjukan tingkat homogenitas fungsi produksi. 3) Parameter 1 , 2 , 3 dan 4 juga merupakan elatisitas output faktor produksi. Fungsi Cob Douglas mengandung asumsi-asumsi dasar yaitu :
28
1) Sistem pasar, dimana produsen memperoleh tenaga kerja dan modal dalam keadaan pasar persaingan bebas, sehingga pada keadaan keseimbangan tingkat balas jasa adalah sama dengan produktivitas marginalnya. 2) Fungsi produksi mempunyai sifat yang dianggap tunduk pada hukum “Diminishing Retrun “ bagi semua produksi dan produsen . 3) Adanya kapasitas dalam produksi. Dengan kata lain produsen dalam industri itu mengetahui berapa output yang akan diproduksi dan dengan beberapa input yang digunakan dan dengan kombinasi yang bagaimana.
2.4 Elatisitas Produksi Elatisitas produksi (EP) adalah persentase perubahan dari output sebagai akibat dari persentase perubahan dari input. Secara matematis dapat dituliskan dengan rumus sebagai berikut (Soekartawi: 2002, 37) EP =
Y X i X i Y
Keterangan: EP adalah elatisitas produksi Y adalah perubahan output Xi adalah perubahan input Y adalah output Xi adalah input Y adalah hasil produksi marginal (MPP) X i
29
Atau elatisitas produksi dapat ditunjukan sebagai berikut : Ep = MPP ……………………………………………………………(4) APP
Pada fungsi produksi Cobb Douglas, elatisitas dapat ditunjukan sebagai berikut : E = i ......................................................................................................(5) i merupakan parameter dari fungsi produksi Cobb Dauglas yang menunjukan elatisitas produksi
2.5 Skala hasil / Retrun to scale Skala hasil /return to scale menunjukan tanggapan output terhadap perubahan semua input dalam proporsi yang sama sehingga dapat diketahui bagaimana keadaan skala produksinya.Apakah kegiatan dari suatu usaha yang diteliti tersebut mengikuti kaidah increasing constant atau decreasing retrun to scale, untuk Mengetahui derajat skala hasil dapat diproleh dengan menjumlahkan koefisien elatisitas terhadap masing-masing faktor-faktor produksi ( 1 2 3 4 )
Dalam model fungsi produksi Cobb Douglas, kepastian berubahnya output akibat fungsi input dalam proporsi yang sama tercemin pada besar kecilnya jumlah nilai 1 , 2 , 3 dan 4 1) Decrasing retrun to scale,bila ( 1 2 3 4 ) < 1 artinya proporsi penambahan produksi.
30
2) Constant Retrun to Scale,bila ( 1 2 3 4 ) = 1 artinya penambahan faktor produksi proporsional dengan penambahan produksi. 3) Increasing Retrun to Scale,bila ( 1 2 3 4 ) > 1 artinya proporsi penambahan faktor produksi lebih dari proporsi penambahan produksi. Dalam analisis ekonomi, maka nilai a1 harus positif dan lebih kecil dari satu. Berarti asumsinya of Diminishing Retrun untuk setiap input 1. Sehingga penambahan input dapat menghasilkan tambahan output yang lebih besar.
2.6 Faktor-faktor Produksi dalam industri genteng Industri genteng yang dapat dikelompokkan dalam industri kecil, merupakan bentuk organisasi faktor-faktor produksi untuk menghasilkan pendapatan keluarga pengrajin genteng yang sebesar-besarnya dan kontinyu melalui produksi genteng. Sesuai dengan pengertian tersebut maka kombinasi dari berbagai faktor produksi dapat dinyatakan dalam bentuk fungsi produksi, sedangkan faktor-faktor produksi untuk industri genteng tersebut adalah tanah atau lahan tempat usaha, manajemen (pengolahan) pengrajin dalam memadukan faktor-faktor produksi. Faktor-faktor produksi tanah atau lahan usaha merupakan faktor produksi yang paling penting dalam industri genteng karena lahan tempat usaha merupakan tempat pabriknya pembuatan genteng. Luas sempitnya lahan yang digunakan akan berpengaruh pada banyak sedikitnya hal produksi genteng dalam waktu tertentu. Faktor produksi tenaga kerja juga merupakan faktor produksi yang utama. Dalam industri genteng, faktor produksi tenaga kerja terdiri dari pengusaha beserta keluarganya yang ikut bekerja dan tenaga kerja yang berasal dari luar
31
keluarga. Banyaknya tenaga kerja yang diperlukan dalam proses pembuatan genteng tergantung pada skala usaha dan tingkat teknologi atau teknik pembuatan yang dipakai. Faktor produksi yang lainnya adalah modal, dalam arti ekonomi modal adalah barang atau peralatan atau uang yang digunakan dalam berproduksi atau untuk memperthankan dan menigkatkan pendapatan. Atas dasar fungsi modal dibagi menjadi dua (2) macam, yaitu modal tetap dan modal tidak tetap. Modal tetap adalah modal yang dapat dipergunakan dalam beberapa kali proses produksi, seperti peralatan, mesin-mesin, lahan/ tanah untuk pabrik, bangunan dan investaris -investaris lainnya yang menunjang produksi, sedangkan modal tidak tetap adalah modal yang hanya dapat dipergunakan dalam satu kali proses produksi saja, seperti bahan baku dan bahan bakar. Dari uraian diatas tersebut di atas terlihat bahwa dalam proses produksi saling berkaitan antar satu dengan yang lainnya dalam mempengaruhi hasil produksi.
2.7 Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi Dalam usaha genteng, tingkat efisiensi merupakan faktor penting untuk diperhitungkan karena menyangkut masalah tingkat keuntungan yang akan diperoleh pengrajin. Efisiensi dalam produksi dapat diartikan sebagai upaya penggunaan faktor produksi yang sekecil-kecilnya untuk mendapatkan produksi yang sebesar-besarnya. Situasi yang demikian akan terjadi kalau pengrajin mampu membuat suatu upaya kalau nilai produk marginal (NPM) untuk suatu faktor produksi sama dengan harga faktor (P) (Soekartawi, 2003 : 43). Atau dapat dituliskan sebagai berikut:
32
NPMx = Px atau
NPM x = 1..............................................................(6) Px
Doll dan Orazem (1978 : 46-128) mengatakan bahwa ada tiga konsep efisiensi yaitu efisiensi teknis (tecnical efficiency), efisiensi harga (price efficiency) dan efisiensi ekonomis (economis efficiency). 1) Penggunaan faktor produksi dikatakan efisiensi secara teknis bila penggunaan satu satuan faktor memproduksi dalam jumlah tertentu dapat menghasilkan produksi telah digunakan seminimum mungkin untuk dapat menghasilkan tingkat otuput tertentu. 2) Penggunaan faktor produksi dikatakan telah mencapai efisien harga, bila mempunyai Marginal Value Product ( MVP) sama dengan satu satuan harga faktor produksi yang digunakan. Pada saat yang sama dapat memperoleh keuntungan yang maksimum. 3) Efisiensi ekonomis terjadi bila produksi mencapai tingkat efisiensi teknis dan sekaligus juga mencapai efisiensi harga. Oleh karenanya, suatau proses produksi dikatakan mencapai efisiensi ekonomis, bila telah dicapai efisiensi teknis dan efisiensi harga.
2.8 Biaya Produksi Menurut Soekartawi (2002 : 56-57) biaya produksi dibedakan menjadi dua, yaitu (a) Biaya tetap ( fixed cost), dan (b) Biaya tidak tetap (Variabel cost). Biaya tetap total jumlahnya sama sepanjang proses produksi. Artinya walaupun produk yang diperoleh banyak atau sedikit jumlahnya akan pihak tetap. Namun biaya tetap rata-rata tergantung pada besar kecilnya produksi. Di pihak lain biaya
33
variabel atau biaya tidak tetap adalah merupakan biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh besar kecilnya produk yang dihasilkan.
2.9 Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya Penelitian yang dilakukan oleh I Made Merta Kota ( 2007) dalam penelitiannya berjudul ”Tingkat Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi Usaha Tani Padi dan Cabai di Kecamatan Sukawati Kabupaten Gianyar”. Teknik analisis data yang dugunakan adalah model Cobb Douglas. Adapun variabel bebasnya adalah Jumlah Bibit, Jumlah Pupuk urea, Jumlah Pupuk TSP/ SP36, Jumlah Pestida, Jumlah Tenaga kerja. Hasil regresi diperoleh sebagai berikut Pada usaha tani padi, tingkat efisiensi penggunaan faktor produksi pupuk Urea, pupuk TSP, pupuk KCL, pestisida dan tenaga kerja tidak efisien. Sedangkan pada usaha tani cabai penggunaan faktor produksi bibit, pupuk Urea, pupuk KCL, pestisida dan tenaga kerja tidak efisien, tetapi tingkat efisiensi penggunaan pupuk TSP belum efisien.Terdapat perbedaan keuntungan usaha tani cabai lebih besar yaitu Rp. 2.690.429 (47.84 persen). Upaya peningkatan produksi dengan efisiensi penggunaan faktor produksi perlu terus dilakukan, karena penggunaan faktor produksi tidak nyata terhadap usaha tani padi/ cabai tidak efisien. Penggunaan pestisida secara parsial berpengaruh tidak nyata terhadap usaha tani padi/ cabai, hal ini mungkin disebabkan karena pola tanam di wilayah tersebut telah dijalankan. Persamaan dengan peneltian ini adalah sama-sama menggunakan variabel terikat volume produksi dan variabel bebas adalah tenaga kerja, sedangkan pada analisis data sama-sama menggunakan analisis Cobb Douglas. Perbedaan
34
penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah pada obyek penelitian. Pada penelitian ini obyek penelitiannya adalah total produksi genteng, sedangkan penelitian sebelumnya menggunakan total produksi padi dan cabai. Variabel lainnya seperti jumlah pupuk urea, jumlah bibit, pupuk TSP, Jumlah pupuk KCL, Jumlah Pestisida tidak digunakan dalam penelitian ini. Penelitian yang dilakukan oleh Damayanti (2006) dalam skripsinya yang berjudul ”Analisis Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Total Kakao di Provinsi Bali Tahun 1990-2005”. Teknik analisis data yang digunakan adalah model regresi berganda. Adapun variabel bebasnya adalah luas areal, jumlah tenaga kerja, harga komoditi dan tingkat suku bunga kredit, sedangkan variabel terikat adalah total produksi kakao. Dari uji F diperoleh F-hitung (52.205) > F-tabel (3.36), sehingga luas areal, jumlah tenaga kerja, harga komuditi dan tingkat bunga kredit secara serempak berpengaruh terhadap total produksi kakao. Hasil uji t menunjukkan luas areal dan tenaga kerja secara parsial berpengaruh signifikan dan positif terhadap total produksi, sedangkan harga komuditi dan suku bunga kredit tidak berpengaruh terhadap total produksi. Nilai R2 = 0.950, menunjukan bahwa variasi produksi kakao 95 persen dipengaruhi oleh luas areal, jumlah tenaga kerja, harga komoditi dan tingkat suku bunga kredit, sedangkan sisanya dipengaruhi variabel yang tidak dimaksukan dalam model. Persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama menggunakan variabel terikat volume produksi dan jumlah tenaga kerja sebagai variabel bebasnya. Pada penelitian ini obyek penelitiannya adalah total produksi genteng, sedangkan
35
penelitian sebelumnya menggunakan total produksi kakao. Variabel lainnya seperti harga komoditi dan tingkat suku bunga kredit tidak digunakan dalam penelitian ini. Dherendra (2004), dengan penelitian yang berjudul ”Analisis Economic Of Scale Pengembangan Industri Kecil di Kota Denpasar.” Penelitian ini mengunakan analisis regresi berganda dan koefisien berganda. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu nilai produksi,nilai investasi, jumlah tenaga kerja, dan nilai bahan baku produksi. Dalam perhitungan dengan program SPSS diperoleh persamaan regresi yaitu : LnY = Ln 4,043 + 0,040 Ln I + 0,235 Ln TK + 0,621 LnBB Hasil penelitian menunjukan bahwa variabel investasi, tenaga kerja, dan bahan baku secara parsial berpengaruh positif dan nyata terhadap produksi industri kecil di Kota Denpasar tahun 2004. Demikian juga variabel investasi, tenaga kerja, dan bahan baku secara serempak berpengaruh nyata terhadap produksi industri kecil di kota Denpasar tahun 2004 Persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama menggunakan variabel terikat total produksi. Perbedaan penelitian yang dilakukan dengan penelitian sebelumnya adalah variabel bebasnya nilai investasi dan teknik analisisnya yang menggunakan regresi linear berganda. Arisantini (2008), dengan penelitian yang berjudul “ Analisis economic Of Scale Dan Efisiensi Produksi Industri Genteng Tanah liat di Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan (Studi Kasus Di Desa Nyitdah Dan Desa Pejaten)”. Teknik analisis yang digunakan adalah regresi linear berganda yang ditransformasi
36
dengan model Coob-Douglas. Hasil penelitian menunjukan bahwa industri genteng pada tanah liat di Desa Nyitdah dan Desa pejaten Kecamatan Kediri Kabupaten Tabanan, economic of scale secara simultan maupun parsial dari industri genteng tanah liat tersebut berada pada kondisi decreasing retrun to scale dengan jumlah koefisien regresi adalah 0.662. Efisiensi produksi dengan faktor produksi modal berada pada tingkat tidak efisien dengan hasil 0.15 dan untuk input tenaga kerja berada pada tingkat belum efisien dengan hasil 32.463,60. Sifat produksi industri genteng tanah liat di Desa Nyidah dan Desa Pejaten Kecamatan Kediri Kabupaten Tabanan adalah padat karya denagn koefisien regresi tenaga kerja sebesar 0.434 lebih besar dari koefisien regresi modal 0.228. Persamaan dengan peneltian ini adalah sama-sama menggunakan variabel terikat volume produksi dan variabel bebas adalah tenaga kerja, sedangkan pada analisis data sama-sama menggunakan analisis Cobb Douglas. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah pada obyek penelitian. Pada penelitian ini obyek penelitiannya adalah total produksi genteng, sedangkan penelitian sebelumnya menggunakan total produksi padi dan cabai. Variabel lainnya seperti jumlah pupuk urea, jumlah bibit, pupuk TSP, Jumlah pupuk KCL, Jumlah Pestisida tidak digunakan dalam penelitian ini
2.10 Rumusan Hipotesis Berdasarkan pokok masalah diatas maka dapat dirumuskan hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini, yaitu : 1) Diduga Faktor-Faktor produksi bahan baku dan tenaga kerja tidak efisien terhadap hasil produksi total genteng.
37
2) Diduga skala hasil produksi dari penggunaan tenaga kerja dan bahan baku pada industri genteng di Desa Darmasaba Kecamatan Abiansemal meningkat mengalami Increasing Retrun to Scale. 3) Diduga elatisitas hasil produksi genteng terhadap penggunaan faktorfaktor produksi genteng adalah elastis.
38