BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1
Landasan Teori
2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory) Teori keagenan menjelaskan hubungan antara agen dengan prinsipal. Pada teori ini dijelaskan adanya suatu kontrak dimana agen menutup kontrak untuk melakukan tugas-tugas tertentu bagi prinsipal, prinsipal menutup kontrak untuk memberi imbalan kepada agen (Estrini, 2013). Dianalogikan antara pemilik perusahaan dan manajemen perusahaan itu. Salah satu elemen dari teori agensi yaitu terdapatnya asimetri informasi dimana agen lebih mengetahui tentang informasi lingkungan internal perusahaan secara detail dibandingkan dengan prinsipal atau stakeholder yang hanya mengetahui informasi eksternal perusahaan yaitu mengenai hasil kinerja dari seorang manajemen. Penyampaian laporan keuangan auditan secara tepat waktu nantinya yang dapat meminimalisir terjadinya asimetri informasi antara pihak manajemen dan stakeholder karena agen dapat menginformasikan keadaan perusahaan secara transparan kepada prinsipal.
9
2.1.2 Teori Kepatuhan Rasio Kepatuhan dalam bahasa inggris disebut dengan compliance yang berarti mengikuti atau menuruti hukum yang telah diatur. Tyler (1989 dalam Saleh, 2004) menyebutkan bahwa terdapat dua perspektif dasar dalam literatur sosiologi mengenai kepatuhan pada hukum. Dua perspektif tersebut yaitu normatif dan instrumental. Perspektif normatif menekankan pada moralitas sedangkan perspektif instrumental menekankan pada kepentingan pribadi serta tanggapan terhadap perubahanperubahan yang berhubungan dengan prilaku. Pada bidang ekonomi, Harahap (2011:608) menyebutkan bahwa kepatuhan merupakan salah satu faktor yang berperan dalam penciptaan nilai perusahaan. Hal tersebut berarti setiap perusahaan harus mematuhi seluruh aturan yang berlaku seperti kode etik perusahaan, aturan pemerintah, UU, dan lain sebagainya. Teori kepatuhan akan mendorong individu untuk lebih mematuhi peraturan yang berlaku. Peraturan Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) Nomor X.K.2 akan mendorong pula seluruh perusahaan go public untuk mempublikasi dan menyampaikan laporan keuangannya dengan tepat waktu sebagai implementasi dari teori kepatuhan.
2.1.3 Peraturan Publikasi Laporan Keuangan Tahunan Undang-undang Pasar Modal 1995 mengatur perdagangan surat berharga dan membebankan kewajiban pelaporan terhadap perusahaan yang memiliki saham diperdagangkan disalah satu bursa efek. Peraturan Bapepam Nomor X.K.2 Lampiran Keputusan Ketua Bapepam Nomor: Kep-36/PM/2003 sebagaimana yang telah diubah
10
dengan Keputusan Ketua Bapepam-LK Nomor: Kep-346/BL/2011 mewajibkan perusahaan penerbit dan terbuka untuk mempublikasi dan menyampaikan laporan keuangan tahunan perusahaan secara tepat waktu kepada masyarakat dan Bapepam. Pada ketentuan khusus peraturan publikasi dan penyampaian laporan keuangan disebutkan bahwa laporan keuangan tahunan wajib disampaikan kepada Bapepam dan LK dan diumumkan kepada masyarakat paling lambat pada akhir bulan ketiga setelah tanggal laporan keuangan tahunan.
2.1.4 Audit Delay Audit delay adalah lamanya waktu penyelesaian audit yang diukur dari tanggal tutup buku laporan keuangan hingga tanggal diterbitkannya laporan keuangan. Standar Umum ketiga menyatakan bahwa audit harus dilaksanakan dengan penuh kecermatan dan ketelitian, demikian juga dalam Standar Pekerjaan Lapangan pertama dan ketiga menyatakan bahwa audit harus dilaksanakan dengan perencanaan yang matang dan mengumpulkan alat-alat pembuktian yang cukup memadai Menurut Ashton
dan Elliot (1987) dikatakan bahwa proses audit sangat
memerlukan waktu yang mengakibatkan adanya audit delay yang nantinya akan sangat
berpengaruh pada ketepatan waktu pelaporan keuangan. Penelitian-
penelitian lain, audit delay disebut juga dengan istilah durasi audit, audit terpenting atau leadtime (Owusu-Ansah dalam Wasis, 2007). Menurut Ahmad dan Kamarudin (2003), audit delay adalah jumlah hari antara tanggal berakhirnya laporan keuangan dan tanggal laporan audit diterbitkan. Menurut Knechel dan Payne (2001), audit
11
delay adalah periode waktu antara tahun tutup buku perusahaan dan tanggal laporan audit, sedangkan menurut Halim (2000 dalam Subekti dan Wulandari, 2004), audit delay adalah lamanya waktu penyelesaian audit yang diukur dari tanggal penutupan tahun buku hingga tanggal diterbitkannya laporan audit. Audit delay inilah yang dapat mempengaruhi ketepatan informasi yang dipublikasikan, sehingga akan berpengaruh terhadap tingkat ketidakpastian keputusan yang berdasarkan informasi yang dipublikasikan.
2.1.5 Jenis Industri Jenis Industri pada umumnya dibedakan menjadi 2 yaitu industri keuangan dan industri non-keuangan. Perusahaan industri keuangan terdiri dari sektor bank, lembaga pembiayaan, perusahaan efek/sekuritas dan asuransi sedangkan perusahaan industri non-keuangan terdiri perusahaan manufaktur (aneka industri, industri barang konsumsi, dan industri dasar dan kimia). Ashton, et al. (1987 dalam Utami, 2006), mengungkapkan bahwa perusahaan sektor financial mempunyai audit delay lebih pendek daripada perusahaan industri lain. Hasil pengujian tersebut juga ditemukan pada penelitian Ahmad dan Kamarudin (2003) di Kuala Lumpur Stock Exchange yang menunjukkan audit delay pada perusahaan non-financial lebih lama 15 hari daripada perusahaan financial, hal ini disebabkan karena perusahaan financial tidak mempunyai saldo persediaan sehingga audit yang diperlukan tidak memerlukan waktu yang cukup lama. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Bamber, et al., (dalam
12
Ahmad dan Abidin, 2008), bahwa perusahaan sektor keuangan merupakan sebuah perusahaan dengan tingkat kerumitan yang kurang dan karena itu mengalami audit delay yang pendek. Menurut Iskandar dan Trisnawati (2010), perusahaan financial biasanya mengumumkan laporan keuangannya lebih cepat karena hanya memiliki sedikit inventory. Proporsi yang sedikit dari inventory menyebabkan auditor dapat mengurangi atau menghilangkan bagian proses audit tersulit. Selain itu, kebanyakan aset yang dimiliki oleh perusahaan financial adalah berbentuk aset moneter sehingga lebih mudah diukur bila dibandingkan dengan aset yang dimiliki oleh perusahaan non-financial yang kebanyakan berbentuk aset fisik. Pendapat yang sama dinyatakan oleh Carslaw dan Kaplan (1991 dalam Ahmad dan Abidin, 2008), bahwa perusahaan financial tidak mempunyai saldo persediaan, oleh karena itu dapat mengurangi cakupan audit sebagai segmen persediaan yang merupakan daerah paling sulit untuk diaudit.
2.1.6 Spesialisasi Industri Auditor Akuntan publik di Indonesia rata – rata memiliki keahlian auditor spesialisasi industri, hal ini mengartikan suatu kantor akuntan publik akan memberikan jasa audit yang spesifik atas perusahaan dalam lingkungan industri tertentu. Sebuah kantor akuntan pulbik untuk menjadi spesialisasi industri diikuti dengan adanya suatu inovasi serta dorongan. Menurut Habib dan Bhuiyan (2011), insentif yang diperoleh kantor akuntan publik untuk menjadi spesialisasi disuatu industri didasari adanya
13
pertumbuhan pada penekanan oleh standar profesi internasional. Insentif adalah salah satu faktor mendorong suatu kantor akuntan publik untuk melaksanakan auditnya secara lebih baik. Beberapa penelitian yang telah ada sebelumnya mengenai spesialisasi industri auditor ditingkat kantor akuntan publik menggunakan berbagai proksi.
Kriteria
pengukuran spesialisasi industri auditor dari Balsam et al. 2003, Kneckel et al. 2007, dan Behn et al. 2008, yang meliputi auditor industry share (menggunakan ukuran jumlah total asset klien dalam satu industri), dominasi auditor dalam suatu industri tertentu sebagai pemasok terbesar dalam jasa audit (dihitung jumlah terbanyak klien dalam satu industri dan minimal 15% jumlah klien yang diaudit dalam satu industri), dan jumlah klien terbanyak dalam satu industri.
2.1.7 Opini Audit Auditor sebagai pihak yang independen di dalam pemeriksaan laporan keuangan suatu perusahaan, yang nantinya akan memberikan pendapat atas kewajaran laporan keuangan yang diauditnya. Ada lima tipe pendapat laporan audit yang diterbitkan oleh auditor (Mulyadi, 2002:20) : 1) Pendapat wajar tanpa pengecualian (Unqualified Opinion) Pendapat wajar tanpa pengecualian diberikan oleh auditor jika tidak terjadi pembatasan dalam lingkup audit dan tidak terdapat pengecualian yang signifikan mengenai kewajaran dan penerapan prinsip akuntansi berterima umum dalam
14
penyusunan laporan keuangan, konsistensi penerapan prinsip akuntansi berlaku umum tersebut, serta pengungkapan memadai dalam laporan keuangan. 2) Pendapat wajar tanpa pengecualian dengan bahasa penjelasan (Unqualified Opinion Report with Explanatory Language) Pendapat ini diberikan apabila audit telah dilaksanakan atau telah sesuai standar auditing. Penyajian laporan keuangan sesuai prinsip akuntansi yang diterima umum, tetapi terdapat keadaan tertentu yang mengharuskan auditor menambahkan suatu paragraf penjelasan (penjelasan lain) laporan audit, meskipun tidak mempengaruhi pendapat wajar tanpa pengecualian atas laporan keuangan. 3) Pendapat wajar dengan pengecualian (Qualified Opinion) Auditor memberikan pendapat wajar dengan pengecualian dalam laporan audit apabila lingkup audit dibatasi oleh klien, auditor tidak dapat melaksanakan prosedur audit penting atau tidak dapat memperoleh informasi penting karena kondisi-kondisi yang berada diluar kekuasaan klien maupun auditor, laporan keuangan tidak disusun sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum, dan prinsip akuntansi berlaku umum yang digunakan dalam penyusunan laporan keuangan tidak diterapkan secara konsisten. 4) Pendapat tidak wajar (Adverse Opinion) Pendapat tidak wajar merupakan kebalikan dari pendapat wajar tanpa pengecualian. Akuntan memberikan pendapat tidak wajar jika laporan keuangan klien tidak disusun berdasarkan prinsip akuntansi berlaku umum sehingga tidak
15
menyajikan secara wajar posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas, dan arus kas perusahaan klien. 5) Pernyataan tidak memberikan pendapat (Disclaimer of Opinion) Jika auditor tidak menyatakan pendapat atas laporan keuangan auditan, maka laporan audit ini disebut dengan laporan tanpa pendapat (no opinion report). Kondisi yang menyebabkan auditor menyatakan tidak memberikan pendapat adalah: a) Pembatasan yang luar biasa sifatnya terhadap lingkungan audit. b) Auditor tidak independen dalam hubungannya dengan kliennya. Carslaw dan Kaplan (1991 dalam Prabandari dan Rustiana, 2007), menemukan adanya hubungan positif antara opini auditor dengan audit delay. Pada perusahaan yang menerima jenis pendapat qualified opinion akan menunjukkan audit delay yang lebih panjang dibandingkan dengan perusahaan yang menerima pendapat unqualified opinion. Hal tersebut sejalan dengan penelitian Ashton, et al. (1987), serta Ahmad dan Kamarudin (2003 dalam Utami, 2006) yang membuktikan pula bahwa audit delay akan lebih panjang jika perusahaan menerima pendapat qualified atau selain pendapat unqualified. Menurut Elliott (dalam Prabandari dan Rustiana, 2007), audit delay yang relatif lama pada perusahaan yang menerima qualified opinion, disebabkan karena proses pemberian opini auditor melibatkan negosiasi dengan klien, konsultasi dengan partner audit yang lebih senior atau staf teknis lainnya dan perluasan lingkup audit. Penelitian Iskandar dan Trisnawati (2010), menemukan bahwa jenis opini auditor tidak
16
berpengaruh terhadap audit report lag. Sebaliknya penelitian Subekti dan Widiyanti (2004), Utami (2006), Petronila (2007), yang menemukan hal yang berbeda bahwa opini auditor berpengaruh positif terhadap audit delay.
2.2
Hipotesis Penelitian
2.2.1 Pengaruh Jenis Industri Audit Pada Audit Delay Jenis Industri pada umumnya dibedakan menjadi 2 yaitu industri keuangan dan industri non-keuangan. Perusahaan industri keuangan terdiri dari sektor bank, lembaga pembiayaan, perusahaan efek/sekuritas dan asuransi sedangkan perusahaan industri non-keuangan terdiri perusahaan manufaktur (aneka industri, industri barang konsumsi, dan industri dasar dan kimia). Kaitannya dengan proses audit, industri keuangan memiliki inventory yang lebih sedikit atau tidak memiliki sama sekali, hal inilah yang membuat cakupan proses audit pada inventory industri keuangan dapat dikurangi dan dapat memperpendek audit delay. Senada dengan penelitian Primsa, dkk. (2012) yang mendapatkan hasil jenis industri berpengaruh negatif pada audit delay karena industri keuangan memiliki audit delay yang lebih pendek dibandingkan dengan industri non-keuangan. Penelitian Ahmed dan Hossain (2010) yang meneliti audit report lag juga mendapatkan hasil yang sama yaitu perusahaan dengan industri keuangan secara signifikan dapat mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk menyiapkan laporan keuangan auditan. Berdasarkan uraian tersebut maka dapat ditarik hipotesis sebagai berikut: H1: Jenis industri berpengaruh negatif pada audit delay.
17
2.2.2 Pengaruh Spesialisasi Industri Auditor Audit Pada Audit Delay Salah satu indikator yang menunjukkan perbedaan antara auditor yang memiliki kualitas baik dengan yang tidak adalah tingkat spesialisasi auditor pada suatu industri. Auditor yang menspesialisasikan diri pada suatu industri melakukan investasi besarbesaran pada teknologi, fasilitas, dan sumber daya manusia dengan tujuan pengembangan pengetahuan pada industri tertentu dan memperoleh jumlah klien yang lebih banyak sehingga dapat bekerja pada skala ekonomis yang tidak dapat dilakukan oleh auditor yang tidak memiliki spesialisasi pada industri tertentu (Mayhew dan Wilkins, 2003). Penelitian ini mengharapkan auditor spesialisasi industri menyebabkan audit delay menjadi lebih pendek karena adanya pengetahuan, kompetensi, dan pengalaman yang komprehensif dari auditor spesialisasi industri, selain itu juga auditor dengan spesialisasi industri diharapkan dapat menyelesaikan masalah yang kompleks pada industri terkait dibandingkan auditor yang tidak berspesialisasi pada industri tertentu. Penelitian Hossien dan Zohreh (2013) menunjukkan bahwa audit report lag lebih pendek untuk perusahaan yang di audit oleh auditor spesialisasi industri, hal ini sejalan dengan hasil penelitian Rustriarini dan Sugiarti (2013) yang mendapatkan hasil yaitu spesialisasi industri auditor berpengaruh negatif terhadap audit delay. Berdasarkan uraian tersebut maka dapat ditarik hipotesis sebagai berikut: H2: Spesialisasi industri auditor berpengaruh negatif pada audit delay.
18
2.2.3 Pengaruh Opini Auditor Pada Audit Delay Menurut Elliott (dalam Prabandari dan Rustiana, 2007), audit delay yang relatif lama pada perusahaan yang menerima selain opini wajar tanpa pengecualian, hal ini dikarenakan membutuhkan waktu untuk berdiskusi kembali dengan auditor dan hal tersebut akan memperpanjang audit delay, sebaliknya perusahaan yang mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion) tentu ingin agar hasil opini tersebut segera diketahui oleh publik. Penelitian Saputri (2012) menemukan hasil bahwa perusahaan yang mendapatkan selain opini wajar tanpa pengecualian akan memiliki audit delay yang lebih panjang, hal yang sama juga diungkapkan oleh penelitian Sari (2011) yaitu opini auditor berpengaruh secara signifikan terhadap audit delay dengan arah yang negatif yang artinya perusahaan yang mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion) memiliki audit delay yang pendek. Berdasarkan uraian tersebut maka dapat ditarik hipotesis sebagai berikut: H3: Opini auditor berpengaruh negatif pada audit delay.
19