BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1
Landasan Teori
2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory) Teori keagenan (agency teory) membahas kerjasama yang tercipta antara pemilik perusahaan yang disebut dengan prinsipal (principals) dengan manajemen perusahaan yang disebut dengan agen (agent). Hubungan yang tercipta tersebut ternyata berportensi konflik, karena adanya perbedaan kepentingan dan manajemen selalu memanfaatkan kesempatan yang ada untuk berperilaku oportunis. Manajemen mampu melakukannya karena mereka yang mengendalikan perusahaan dan memiliki informasi yang lebih banyak informasi tentang perusahaan dibanding prinsipal. Menurut Anthony dan Govindarajan (2005) dalam Handayani dan Rachadi (2009) teori agensi memiliki asumsi bahwa tiap-tiap individu semata-mata termotivasi oleh kepentingan dirinya sendiri sehingga menimbulkan konflik kepentingan antara principal dan agent. Dalam teori keagenan yang dimaksud dengan principal adalah pemegang saham, sedangkan agent adalah manejemen yang mengelola perusahaan (Budiasih, 2009).Teori ini merupakan pendekatan yang digunakan dalam pembahasan konsep saham bonus, manajemen laba maupun perataan laba. Teori agensi mengasumsikan bahwa semua individu bertindak untuk kepentingan mereka sendiri. Agen diasumsikan akan menerima kepuasan tidak hanya dari kompensasi keuangan tetapi juga dari tambahan yang telihat dalam
11
hubungan suatu agensi, seperti waktu luang yang banyak, kondisi kerja yang menarik dan jam kerja yang fleksibel, sedangkan prinsipal diasumsikan hanya tertarik pada pengembalian keuangan yang diperoleh dari investasi mereka di perusahaan tersebut.
2.1.2 Pengertian Pasar Modal Pasar modal (capital market) merupakan pertemuan antara pihak yang memiliki kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan dana dengan cara memperjual belikan sekuritas yang umumnya memiliki umur lebih dari satu tahun, seperti saham dan obligasi sedangkan tempat dimana terjadinya jual beli sekuritas disebut dengan bursa efek (stock exchange). Definisi pasar modal menurut kamus besar pasar uang dan modal adalah pasar konkrit atau abstrak yang mempertemukan pihak yang menawarkan dan yang memerlukan dana jangka panjang, yaitu jangka satu tahun ke atas. Umumnya yang termasuk pihak penawar adalah perusahaan asuransi, dan pensiun, bank-bank tabungan, sedangkan yang termasuk peminat adalah pengusaha, pemerintah dan masyarakat umum (Susilo: 2000). Pasar modal memungkinkan perusahaan menerbitkan sekuritas yang berupa surat tanda hutang (obligasi) ataupun surat tanda kepemilikan (saham). Perusahaan bisa menghindarkan diri dari kondisi debt to equity ratio yang terlalu tinggi sehingga justru membuat cost of capital tidak lagi minimal. Keadaan ini tidak berarti bahwa perusahaan akan selalu menerbitkan saham karena adanya pasar modal, dan tidak berarti juga bahwa melalui saham, tidak mengharuskan
12
perusahaan membayar bunga dan berpandangan bahwa saham merupakan dana murah. Teori keuangan menjelaskan bahwa setiap sumber dana, baik hutang maupun modal sendiri mempunyai biaya dana (cost of capital). Untuk modal sendiri biaya tersebut bersifat implisit atau opportunity, sedangkan untuk hutang bersifat eksplisit karena memang benar-benar dikeluarkan oleh perusahaan dalam bentuk pembayaran bunga. Ada beberapa daya tarik pasar modal sekaligus mempunyai fungsi antara lain: 1) Sebagai sumber penghimpun dana. Sumber dana yang bisa dimanfaatkan oleh perusahaan salah satunya adalah pasar modal selain sistem perbankan yang selama ini dikenal sebagai media perantara keuangan secara konvensional. Terdapat beberapa keterbatasan apabila perusahaan memanfaatkan bank sebagai sumber dana. Keterbatasan tersebut adalah jumlah dana yang bisa ditarik dari perbankan terbatas, karena pada industri perbankan dikenal dengan adanya legal lending limit atau batas maksimal pemberian kredit (BMPK), sehingga bila perusahaan ingin menggalang dana yang jumlahnya relaif besar akan terhambat dengan aturan perbankan tersebut. Sebagai alternatif perusahaan bisa masuk ke pasar modal untuk menggalang dana yang besarnya sesuai dengan yang diharapkan. 2) Sebagai sarana investasi. Perusahaan yang menjual surat berharga (saham atau obligasi) ke pasar modal pada umumnya adalah perusahaan yang sudah mempunyai reputasi bisnis yang baik dan kredibel, sehingga efek-efek yang dikeluarkan akan laku dijual belikan di bursa, sementara pemilik dana atau investor jika tidak ada pilihan lain mereka
13
akan menginvestasikan pada perbankan yang notabene mempunyai tingkat keuntungan yang relatif kecil, dengan adanya surat berharga yang mudah diperjual belikan, maka bagi investor merupakan alternatif instrumen investasi. Investasi di pasar modal lebih fleksibel, sebab setiap investor bisa dengan mudah memindahkan dananya dari satu perusahaan ke perusahaan lainnya, oleh karena itu pasar modal sebagai salah satu alternatif instrumen penempatan dana bagi investor selain di perbankan atau investasi langsung lainnya. 3) Pemerataan pendapatan. Perusahaan tidak melakukan go public pada dasarnya, pemilik perusahaan terbatas pada personal-personal pendiri perusahaan yang bersangkutan, dengan go public-nya perusahaan memberikan kesempatan kepada masyarakat luas untuk ikut serta memiliki perusahaan tersebut, dengan demikian akan memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk ikut menikmati keuntungan dari perusahaan berupa bagian keuntungan atau dividen, sehingga semula hanya dinikmati oleh beberapa orang pemilik, akhirnya bisa dinik mati oleh masyarakat artinya ada pemerataan pendapatan kepada masyarakat. 4) Sebagai pendorong investasi. Kewajiban pemerintah untuk memajukan pembangunan dan perekonomian negaranya. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan memajukan pembangunan membutuhkan investasi besar. Pemerintah tidak akan mampu untuk melakukan investasi sendiri tanpa dibantu oleh pihak swasta nasional dan asing. Untuk mendorong agar pihak swasta dan asing mau melakukan investasi baik secara langsung maupun tidak langsung, pemerintah harus mampu menciptakan iklim
14
investasi yang kondusif bagi mereka. Salah satu iklim investasi yang kondusif adalah likuidnya pasar modal, semakin baik pasar modal, semakin banyak perusahaan yang akan masuk ke pasar modal dan semakin banyak investor baik nasional maupun asing yang bersedia menginvestasikan dananya ke Indonesia melalui pembelian surat berharga di pasar modal.
2.1.3 Faktor-faktor Keberhasilan Pasar Modal Faktor – faktor yang mempengaruhi keberhasilan pasar modal antara lain adalah (Husnan: 2001): 1) Supply sekuritas Faktor ini berarti harus banyak perusahaan yang bersedia menerbitkan sekuritas di pasar modal. Pertanyaan yang perlu dijawab adalah apabila terdapat jumlah perusahaan yang cukup banyak di suatu negara yang memerlukan dana yang bisa diinvestasikan dengan menguntungkan? Dan apakah mereka bersedia memenuhi persyaratan full disclosure (mengungkapkan kondissi perusahaan) yang dituntut oleh pasar modal. 2) Demand akan sekuritas Faktor ini berarti bahwa harus terdapat anggota masyarakat yang memiliki jumlah dana yang cukup besar untuk digunakan membeli sekuritas-sekuritas yang ditawarkan. 3) Kondisi politik dan ekonomi Faktor ini berarti bahwa harus terdapat anggota masyarakat yang memiliki jumlah dana yang cukup besar untuk digunakan membeli sekuritas-sekuritas
15
yang ditawarkan. 4) Masalah hukum dan peraturan Pembeli sekuritas pada dasarnya mengandalkan diri pada informasi-informasi yang disediakan oleh perusahaan-perusahaan yang menerbitkan sekuritas. Peraturan yang melindungi pemodal dari informasi yang tidak benar akan akan menyesatkan mutlak diperlukan. 5) Keberadaan lembaga yang mengatur dan mengawasi pasar modal dan berbagai lembaga yang memungkinkan dilakukan transaksi secara efisien.
2.1.4 Saham Bonus Saham bonus merupakan saham baru yang dibagikan secara cuma-cuma kepada pemegang saham sesuai dengan proporsi kepemilikan yang berasal dari kapitalisasi agio saham. Shirur (2008), kebijakan saham bonus dilakukan oleh perusahaan ketika investor mulai menilai bahwa kinerja perusahaan tidak sesuai dengan harapan. Pada umumnya, emiten melakukan kebijakan membagi saham bonus jika harga saham emiten di pasar dinilai terlalu tinggi dan disisi lain perusahaan masih menyimpan agio saham yang cukup besar. Harga saham yang tinggi menyebabkan saham tersebut kurang terjangkau investor sehingga likuiditas rendah. Perusahaan dengan membagikan saham bonus diharapkan harga akan turun karena mengalami penyesuaian dan likuiditas di pasar naik kembali. Saham bonus itu bersumber dari kapitalisasi agio, untuk itu perusahaan melakukan kebijakan saham bonus agar likuiditas saham perusahaan meningkat, sehingga investor dapat
16
lebih nyaman berinvestasi pada saham perusahaan ini karena saham mudah diperjualbelikan. Saham Bonus adalah penerbitan saham yang dibagikan kepada para pemegang saham lama. Pembagian saham tersebut akan menyebabkan terjadinya penurunan harga saham yang bersangkutan (Sunariyah; 1997). Keuntungan yang di peroleh emiten dan investor pada kebijakan saham bonus adalah: 1) Dapat meningkatkan jumlah modal yang disetor secara relatif mudah tanpa harus melalui prosedur yang lebih rumit seperti dalam right issue. 2) Dapat meningkatkan jumlah saham yang beredar sehingga dapat berpengaruh terhadap likuiditas perdagangan saham dan harga saham. 3) Sedangkan keuntungan bagi investor adalah walaupun secara riil tidak memberikan peningkatan dalam nilai investasinya, dalam jangka panjang investor dapat memperoleh potensi keuntungan dari kenaikan harga saham akibat lebih likuidnya perdagangan saham dengan harga yang relatif murah. Pembagian saham bonus yang akan dilakukan oleh perusahaan didasarkan pada beberapa persyaratan sebagai berikut. 1) Masih cukupnya jumlah modal dasar dan jumlah saham. 2) Memiliki saldo agio. 3) Disetujui oleh RUPS. 4) Harga teoritis setelah penerbitan saham bonus tidak boleh lebih rendah dari Rp 100 (Harga teoritis adalah perkiraan harga suatu saham pada saat pembukaan saat ex-date sesudah saham bonus dibagikan).
17
5) Ketentuan lain yang berkaitan dengan pelaksanaan pembagian saham bonus adalah peraturan BAPEPAM No IX.D.5. Peraturan Saham Bonus dari BAPEPAM No IX.D.5: a. Berlaku untuk emiten yg telah melakukan penawaran umum. b. Pembagian saham bonus harus proporsional c. Pelaksanaan pembagian saham bonus harus selesai dilakukan selambat – lambatnya 45 hari. d. Emiten atau perusahaan publik wajib menyampaikan kepada BAPEPAM. e. Saham bonus berasal dari kapitalisasi agio saham. f. Saham bonus merupakan deviden saham, berasal dari kapitalisasi agio saham dan atau unsur ekuitas lainya. Tujuan Membagikan saham bonus adalah untuk meningkatkan likuiditas saham di pasar, menambah jumlah saham yang beredar, harga saham dapat turun, dapat terjangkaunya harga saham oleh investor.
2.1.5 Rentabilitas Menurut Sugiyarso (2005:111) rentabilitas menunjukkan kemampuan suatu perusahaan menghasilkan laba selama periode tertentu. Rentabilitas adalah perbandingan antara laba dengan aktiva atau modal yang menghasilkan laba tersebut, dengan kata lain rentabilitas adalah kemampuan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu, pada umumnya masalah rentabilitas adalah lebih penting dari pada masalah laba, karena laba yang besar saja belumlah merupakan ukuran
18
bahwa perusahaan telah dapat bekerja dengan efisien. Efisien baru dapat diketahui dengan membandingkan laba yang diperoleh dengan kekayaan atau modal yang menghasilkan laba tersebut atau dengan kata lainnya ialah menghitung rentabilitasnya (Riyanto, 2001:37), maka perusahaan tidak hanya berusaha untuk memperbesar laba, tetapi yang lebih penting ialah usaha untuk mempertinggi rentabilitasnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi rentabilitas perusahaan (Riyanto, 2001:36) sebagai berikut: 1) Volume penjualan Salah satu indikator untuk mengetahui kemajuan suatu perusahaan adalah penjualan. Dengan semakin bertambahnya penjualan maka akan menaikan volume pendapatan yang diperoleh perusahaan sehingga biaya-biaya akan tertutup juga. Hal ini mendorong perusahaan untuk mengefektifkan modal untuk mengembangkan usahanya. 2) Efisiensi penggunaan biaya Modal yang diperoleh perusahaan untuk mengembangkan usahanya harus dipelihara dan dipertanggungjawabkan secara terbuka. Dengan kata lain penggunaan modal harus digunakan untuk usaha yang tepat dengan pengeluaran yang hemat sehingga keberhasilan usaha akan tercapai secara tidak langsung pula akan mempengaruhi tingkat rentabilitas.
19
3) Profit margin Profit margin adalah laba yang diperbandingkan dengan penjualan. Profit margin digunakan untuk mengukur tingkat keuntungan yang dapat dicapai oleh perusahaan berkaitan dengan penjualan perusahaan. 4) Struktur modal perusahaan Struktur modal adalah pembiayaan pembelanjaan permanen perusahaan yang terutama pada hutang jangka panjang, saham preferen dan modal saham biasa, tetapi tidak termasuk hutang jangka pendek. Menurut Riyanto (2001:36) rentabilitas pada umumnya dapat di bagi menjadi dua macam sebagai berikut: 1)
Rentabilitas Ekonomi Rentabilitas ekonomi adalah perbandingan antara laba usaha dengan modal
sendiri dan modal asing yang dipergunakan untuk menghasilkan laba tersebut dan dinyatakan dalam persentase”. Sedangkan Munawir (2001:33) menyatakan bahwa”rentabilitas ekonomi adalah perbandingan antara laba usaha dengan seluruh modal yang digunakan (modal asing dan modal sendiri)”. Perhitungan yang dilakukan rentabilitas ekonomi adalah laba yang dihitung hanyalah laba yang berasal dari operasi perusahaan yang biasa disebut laba usaha. Dengan demikian maka laba yang diperoleh dari usaha diluar perusahaan seperti deviden, tidak diperhitungkan dalam menghitung rentabilitas ekonomi. 2)
Rentabilitas Modal Sendiri Rentabilitas modal sendiri adalah perbandingan antara jumlah laba yang
tersedia bagi pemilik modal sendiri disatu pihak dengan jumlah modal sendiri yang
20
menghasilkan laba tersebut dilain pihak (Riyanto, 2000:44). Munawir (2001:33) menyatakan bahwa “rentabilitas modal sendiri adalah perbandingan antara laba yang tersedia untuk pemilik perusahaan dengan jumlah modal sendiri yang dimasukan oleh pemilik perusahaan tersebut”. Rentabilitas ekonomi akan menghasilkan rasio dalam bentuk prosentase, apabila rasio yang dihasilkan dari analisis tersebut menunjukkan prosentase yang lebih besar dari standar yang ditentukan, maka usaha dari perusahaan tersebut selama periode tersebut berjalan dengan baik, tetapi sebaliknya apabila angka rasio yang dihasilkan lebih kecil dari standar yang telah ditentukan maka perusahaan tersebut selama periode itu tidak dapat memanfaatkan modalnya dengan baik. Pachta (2008:117) menjelaskan bahwa “setiap pemakaian modal sendiri dalam operasional perusahaan maka keuntungan yang diperoleh akan lebih besar dibanding dengan pemakaian modal asing atau modal luar operasional perusahaan dikarenakan adanya beban bunga yang harus dibayarkan”, dalam perhitungan rentabilitas modal sendiri besar kecilnya rentabilitas dipengaruhi oleh modal dan deviden. Rentabilitas dalam penelitian ini diproksi dengan Return on Assets (ROA). Pemilihan Return on Assets (ROA) sebagai proksi rentabilitas didasarkan atas rasio ini dipergunakan dalam pengukuran kemampuan menghasilkan laba selama periode tertentu dan rasio ini bisa diproyeksikan ke masa depan untuk melihat kemampuan laba pada masa mendatang. Menurut Hanafi dan Halim (2003:27), Return on Assets (ROA) merupakan rasio keuangan perusahaan yang berhubungan dengan profitabilitas mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan keuntungan atau
21
laba pada tingkat pendapatan, aset dan modal saham tertentu. Dengan mengetahui ROA, kita dapat menilai apakah perusahaan telah efisien dalam menggunakan aktivanya dalam kegiatan operasi untuk menghasilkan keuntungan. Laba bersih (net income) merupakan ukuran pokok keseluruhan keberhasilan perusahaan. Laba dapat mempengaruhi kemampuan perusahaan untuk mendapat pinjaman dan pendanaan ekuitas, posisi likuiditas perusahaan dan kemampuan perusahaan untuk berubah. Jumlah keuntungan (laba) yang diperoleh secara teratur serta kecenderungan atau trend keuntungan yang meningkat merupakan suatu faktor yang sangat penting yang perlu mendapat perhatian penganalisa di dalam menilai profitabilitas suatu perusahaan. Munawir (2001:57) menjelaskan bahwa profitabilitas atau rentabilitas digunakan untuk mengukur efisiensi penggunaan modal dalam suatu perusahaan dengan memperbandingkan antara laba dengan modal yang digunakan dalam operasi, oleh karena itu keuntungan yang besar tidak menjamin atau bukan merupakan ukuran bahwa perusahaan itu rentable. Bagi manajemen atau pihak-pihak yang lain, rentabilitas yang tinggi lebih penting daripada keuntungan yang besar. Menurut Mardiyanto (2009: 196) ROA adalah rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba yang berasal dari aktivitas investasi. Menurut Dendawijaya (2003: 120) rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen dalam memperoleh keuntungan (laba) secara keseluruhan. Semakin besar ROA, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai oleh perusahaan tersebut dan semakin baik pula posisi perusahaan tersebut dari segi penggunaan asset.
22
Menurut Lestari dan Sugiharto (2007: 196) ROA adalah rasio yang digunakan untuk mengukur keuntungan bersih yang diperoleh dari penggunaan aktiva. Dengan kata lain, semakin tinggi rasio ini maka semakin baik produktivitas asset dalam memperoleh keuntungan bersih. Hal ini selanjutnya akan meningkatkan daya tarik perusahaan kepada investor. Peningkatan daya tarik perusahaan menjadikan perusahaan tersebut semakin diminati oleh investor, karena tingkat pengembalian atau deviden akan semakin besar. Hal ini juga akan berdampak pada harga saham dari perusahaan tersebut di pasar modal yang akan semakin meningkat sehingga ROA akan berpengaruh terhadap harga saham perusahaan. Menurut Lestari dan Sugiharto (2007: 196) angka ROA dapat dikatakan baik apabila > 2%. ROA dapat membantu perusahaan yang telah menjalankan praktik akuntansi dengan baik untuk dapat mengukur efisiensi penggunaan modal yang menyeluruh, yang sensitif terhadap setiap hal yang mempengaruhi keadaan keuangan perusahaan sehingga dapat diketahui posisi perusahaan terhadap industri. Hal ini merupakan salah satu langkah dalam perencanaan strategi.
2.1.6 Leverage Leverage menggambarkan sumber dana operasi yang digunakan oleh perusahaan. Rasio leverage juga menunjukkan risiko yang dihadapi perusahaan, semakin besar risiko yang dihadapi oleh perusahaan maka ketidak pastian untuk menghasilkan laba di masa depan juga akan makin meningkat. Foster (1986:65-66) mengungkapkan bahwa terdapat hubungan antara rasio leverage dengan return
23
perusahaan, artinya hutang dapat digunakan untuk memprediksi keuntungan yang kemungkinan bisa diperoleh bagi investor jika berinvestasi pada suatu perusahaan. Penggunaan sumber-sumber pembiayaan perusahaan, baik yang merupakan sumber pembiayaan jangka pendek maupun sumber pembiayaan jangka panjang akan menimbulkan suatu efek yang biasa disebut dengan leverage. Gibson (1990) menyatakan bahwa “the use of debt, called leverage, can greatly affect the level and degree of change is the common earning”, artinya penggunaan hutang, disebut penggungkit, sangat dapat memengaruhi tingkat derajat dan tingkat perubahaan pendapatan saham. Selain itu, Schall dan Harley (1992) mendefinisikan leverage sebagai “the degree of firm borrowing”, artinya leverage sebagai tingkat pinjaman perusahaan. Berdasarkan pada pengertian-pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan leverage adalah suatu tingkat kemampuan perusahaan dalam menggunakan aktiva dan atau dana yang mempunyai beban tetap (hutang dan saham istimewa) dalam rangka mewujudkan tujuan perusahaan untuk
memaksimisasi
kekayaan pemilik
perusahaan.
Permasalahan leverage akan selalu dihadapi oleh perusahaan, bila perusahaan tersebut menanggung sejumlah beban atau biaya, baik biaya tetap operasi maupun biaya finansial. Biaya tetap operasi merupakan beban atau biaya tetap yang harus diperhitungkan sebagai akibat dari fungsi pelaksanaan investasi, sedangkan biaya finansial merupakan beban atau biaya yang harus diperhitungkan sebagai akibat dari pelaksanaan fungsi pendanaan. Jadi, beban atau biaya tetap sebenarnya merupakan risiko yang harus ditanggung perusahaan dalam pelaksanaan keputusan-
24
keputusan keuangan. Besar kecilnya risiko tersebut perlu diketahui agar dapat diantisipasi dengan meningkatkan volume kegiatan usaha. Menurut Sawir (2004: 10) leverage keuangan adalah penggunaan sumber dana yang menimbulkan beban tetap keuangan. Beban tetap keuangan yaitu bunga yang harus dibayar tanpa memperdulikan tingkat laba perusahaan. Adapun rasio pengelolaan utang dibagi menjadi tiga yaitu: 1) Rasio utang adalah rasio total utang terhadap total aktiva. Rasio ini digunakan untuk menghitung persentase total dana yang disediakan oleh kreditur. 2) Rasio kemampuan membayar bunga atau Time Interest Earned (TIE) adalah rasio laba sebelum bunga dan pajak (EBIT) terhadap beban bunga. Rasio ini mengukur kemampuan untuk membayar beban bunga tahunan. 3) Rasio kemampuan membayarkan beban tetap adalah rasio yang lebih luas cakupannya daripada rasio TIE karena mencakup kewajiban lease jangka panjang tahunan perusahaan. Rasio ini hampir sama dengan rasio kemampuan mambayar bunga. Leverage keuangan menyiratkan dua hal penting yaitu; 1) Dengan menaikan dana melalui utang, pemilik dapat mampertahankan pengendalian atas perusahaan dengan investasi terbatas. 2) Kreditur mensyaratkan adanya ekuitas atau dana yang disediakan oleh pemilik sebagai margin pengaman. Jika pemilik hanya menyediakan sebagaian kecil dari pembiayaan total maka risiko perusahaan dipikul terutama oleh krediturnya. Leveragepada umumnya dapat di bagi menjadi dua macam yaitu: 1)
Leverage Operasi
25
Leverage operasi (operating leverage) timbul sebagai suatu akibat dari adanya beban-beban tetap yang ditanggung dalam operasional perusahaan, beban-beban tetap operasional tersebut misalnya biaya depresiasi atau penyusutan atas aktiva tetap yang dimilikinya.Sartono (2001) menyebutkan leverage operasi timbul karena perusahaan memiliki biaya operasi tetap. Leverage operasi adalah pengaruh biaya tetap operasional terhadap kemampuan perusahaan untuk menutup biaya tersebut, dengan kata lain pengaruh perubahan volume penjualan terhadap laba sebelum bunga dan pajak (EBIT). Besar kecilnya leverage operasi dihitung dengan DOL (Degree of operating leverage) (Sartono, 1997). Analisis leverage operasi dimaksudkan untuk mengetahui seberapa peka laba operasi terhadap perubahan hasil penjualan dan berapa penjualan minimal yang harus diperoleh agar perusahaan tidak menderita kerugian. 2)
Financial Leverage Pengertian financial leverage (leverage keuangan) adalah pembiayaan
sebagian dari aset perusahan dengan surat berharga yang mempunyai tingkat bunga yang tetap (terbatas) dengan mengharapkan peningkatan yang luar biasa pada pendanaan bagi pemegang saham”. Dilihat dari pengertian di atas leverage keuangan dimiliki perusahaan karena adanya penggunaan modal atau dana yang memiliki beban tetap dalam pembiayaan perusahaan. Risiko finansial adalah tambahan risiko yang dibebankan kepada para pemegang saham biasa sebagai hasil dari keputusan untuk mendapatkan pendanaan melalui utang. Pemegang saham akan menghadapi risiko bisnis yaitu ketidakpastian yang inheren pada proyeksi laba operasi masa depan. Jika perusahaan
26
menggunakan utang, maka hal ini akan mengonsentrasikan risiko bisnis pada pemegang saham biasa. Konsentrasi risiko bisnis ini terjadi karena para pemegang saham yang menerima pembayaran bunga secara tetap sama sekali tidak menanggung risiko bisnis. Leverage dalam penelitian ini diproksi dengan Debt Equity Ratio (DER). Pemilihan Debt Equity Ratio (DER) sebagai proksi leverage didasarkan atas rasio ini dipergunakan para investor untuk melihat seberapa besar hutang perusahaan jika dibandingkan ekuitas yang dimiliki oleh perusahaan atau para pemegang saham. Menurut Harahap (2007) debt to equity ratio adalah rasio yang menggunakan hutang dan modal untuk mengukur besarnya rasio. Sedangkan Dwi Pratama (2009) debt to equity ratio adalah rasio yang dipergunakan untuk mengukur tingkat penggunaan utang terhadap total shareholder’s equity yang dimiliki perusahaan. Menurut Riyanto (2001:32), “rasio utang dimaksudkan sebagai kemampuan suatu perusahaan untuk membayar semua utang-utangnya (baik hutang jangka pendek maupun utang jangka panjang)”. Mogdiliani and Miller (1963) dalam Tarjo (2010) menyatakan nilai perusahaan ditentukan oleh struktur modal dan salah satu struktur modal perusahaan adalah diperoleh melalui hutang. Berdasarkan pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa debt to equity ratio digunakan oleh suatu perusahaan bukan hanya untuk membiayai aktiva, modal serta menanggung beban tetap melainkan juga untuk memperbesar penghasilan. Debt To Equity Ratio (DER) mencerminkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajibannya yang ditunjukkan oleh berapa bagian dari modal sendiri yang digunakan untuk membayar hutang. Debt To Equity Ratio (DER) juga
27
memberikan jaminan tentang seberapa besar hutang-hutang perusahaan dijamin modal sendiri. Debt To Equity Ratio (DER) akan mempengaruhi kinerja perusahaan dan menyebabkan apresiasi dan depresiasi harga saham. Semakin besar Debt To Equity Ratio (DER) menandakan struktur permodalan usaha lebih banyak memanfaatkan hutang-hutang relatif terhadap ekuitas. Suwandi (2003) menyatakan bahwa penggunaan hutang oleh suatu perusahaan akan membuat risiko yang ditanggung pemegang saham meningkat, jadi ketika terdapat penambahan jumlah hutang secara absolut maka akan menurunkan tingkat kemampuan perusahaan untuk melunasi seluruh utang yang ada, yang selanjutnya akan berdampak dengan menurunnya nilai (return) saham perusahaan.
2.2
Hipotesis Penelitian
2.2.1 Pengaruh Rentabilitas Terhadap Saham Bonus Menurut Esti (2013) rentabilitas menggambarkan kemampuan perusahaan dalam meningkatkan laba setiap periode atau untuk mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai oleh perusahaan. Penilaian faktor rentabilitas mencakup penilaian laba terhadap total aset yaitu return on assets (ROA). Komponen ROA menunjukkan kemampuan modal yang diinvestasikan dalam total aktiva untuk menghasilkan laba perusahaan (Lisa, 2009). Penelitian Purwasih (2010) menunjukkan hasil bahwa aspek rentabilitas yang diukur dengan ROA berpengaruh positif terhadap harga saham serta didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Junaid (2011) dan Chan et al (2012) yang mengatakan bahwa ROA yang semakin bertambah menggambarkan kinerja perusahaan yang semakin baik
28
dan para pemegang saham akan mendapatkan keuntungan dividen yang semakin meningkat. ROA yang positif menunjukan bahwa dari total aktiva yang dipergunakan untuk operasi perusahaan mampu memberikan laba bagi perusahaan, sehinggapeluang untuk pembagian saham bonus menjadi semakin rendah. Berdasarkan penjelasan tersebut dapat dikembangkan hipotesis penelitian sebagai berikut: H1: Rentabilitas berpengaruh negatif pada saham bonus.
2.2.2 Pengaruh Leverage Terhadap Saham Bonus Leverage adalah rasio yang menggambarkan hubungan antara hutang perusahaan terhadap modal maupun aktiva.. Herry dan Hamin (2005) menunjukkan bahwa leverage menyebabkan peningkatan nilai perusahaan (value enchancing. Penelitian yang dilakukan oleh Kennedy (2003) menemukan bahwa leverage berpengaruh pada deviden dan return saham. Rozeff (1982) menyatakan bahwa perusahaan yang leverage operasi atau keuangannya tinggi akan memberikan dividen tunai yang rendah karena perusahaan yang berisiko akan membayar dividennya rendah, dengan maksud untuk mengurangi ketergantungan akan pendanaan secara eksternal. Debt To Equity Ratio (DER) akan mempengaruhi kinerja perusahaan dan menyebabkan apresiasi dan depresiasi harga saham. Semakin besar Debt To Equity Ratio (DER) menandakan struktur permodalan usaha lebih banyak memanfaatkan hutang-hutang relatif terhadap ekuitas. Suwandi (2003) menyatakan bahwa penggunaan hutang oleh suatu perusahaan akan membuat risiko yang ditanggung pemegang saham meningkat, jadi ketika terdapat
29
penambahan jumlah hutang secara absolut maka akan menurunkan tingkat kemampuan perusahaan untuk melunasi seluruh utang yang ada, yang selanjutnya akan berdampak dengan menurunnya nilai (return) saham perusahaan. Perusahaan dengan tingkat leverage yang tinggi cenderung akan membagikan deviden rendah sehingga hal ini akan mempengaruhi kebijakan saham bonus. Berdasarkan penjelasan tersebut dapat dikembangkan hipotesis penelitian sebagai berikut: H2: Leverage berpengaruh positif pada saham bonus
30