BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1. Landasan Teori dan Konsep
2.1.1. Teori Keagenan Teori keagenan merupakan sebuah teori yang membahas mengenai hubungan antara atasan (prinsipal) dan bawahan (agen).Hubungan keagenan didefinisikan sebagai suatu kontrak yang terjadi pada saat prinsipal mulai memperkerjakan agen dan kemudian prinsipal mendelegasikan wewenangnya untuk mengambil keputusan kepada agen (Jensen dan Meckling, 1979).Prinsipal dan agen diasumsikan mempunyai kepentingan sendiri dan perbedaan kepentingan yang dimiliki oleh prinsipal dan agen dapat memicu terjadinya konflik. Menurut pandangan teori agensi, kinerja dari organisasi ditentukan berdasarkan usaha dan pengaruh dari kondisi lingkungan (Ikhsan dan Ishak, 2005:56). Teori agensi menyatakan bahwa terdapat perbedaan sikap dari prinsipal dan agen dimana prinsipal bersikap netral
terhadap risiko, sebaliknya agen
beriskap menolak usaha dan resiko. Menurut pandangan prinsipal kompensasi yang diberikan kepada agen tersebut didasarkan pada hasil, sedangkan agen berpandangan bahwa pemberian konpensasi tidak hanya diukur berdasarkan hasil tetapi juga berdasarkan tingkat usahanya (Suartana, 2010:183). Pada instansi pemerintah daerah hubungan antara prinsipal dan agen adalah prinsipal berperan melakukan pengawasan dan agen melakukan perencanan, pelaksanaan, dan pelaporan terkait anggaran daerah.
1
2.1.2. Pengertian Anggaran Anggaran adalah suatu rencana kuantitatif (satuan jumlah) periodik yangdisusun
berdasarkan
program
yang
telah
disahkan.
Anggaranmerupakanrencana tertulis mengenai kegiatan suatu organisasi yang dinyatakan secarakuantitatif untuk jangka waktu tertentu dan umumnya dinyatakan dalam satuanuang, tetapi dapat juga dinyatakan dalam satuan barang atau jasa. Anggaranmerupakan alat manajemen dalam mencapai tujuan. Jadi, anggaran bukan tujuandan tidak dapat menggantikan manajemen (Ester, 2009).
2.1.3. Penganggaran Sektor Publik Menurut Mardiasmo (2002:62) anggaran publik berisi rencana kegiatan yang direpresentasikan dalam bentuk rencana perolehan pendapatan dan belanja dalam sataun moneter. Dalam bentuk yang paling sederhana, anggaran publik merupakan suatu dokumen yang menggambarkan kondisi keuangan dari suatu organisasi yang meliputi informasi mengenai pendapatan, belanja, dan pembiayaan. Anggaran berisi estimasi mengenai apa yang akan dilakukan organisasi dimasa yang akan datang. Setiap anggaran memberikan informasi mengenai apa yang hendak dilakukan dalam beberapa periode yang akan datang. Secara singkat dapat dinyatakan bahwa anggaran publik merupakan suatu rencana finansial yang menyatakan berapa biaya atas rencana-rencana yang dibuat (pengeluaran/belanja) dan berapa banyak dan bagaimana caranya memperoleh uang untuk mendanai rencana tersebut (pendapatan). Mardiasmo (2002:66) mengatakan anggaran sektor publik dibagi menjadi dua, yaitu anggaran operasional dan anggaran modal.
2
1. Anggaran operasional Anggaran operasional digunakan untuk merencanakan kebutuhan sehari-hari dalam menjalankan pemerintahan. Pengeluaran pemerintah yang dapat dikategorikan dalam anggaran operasional adalah “Belanja Rutin”. Belanja Rutin (recurrent expenditure) adalah pengeluaran yang manfaatnya hanya untuk satu tahun anggaran dan tidak dapat menambah aset atau kekayaan bagi pemerintah. 2. Anggaran modal Anggaran modal menunjukkan rencana jangka panjang dan pembelanjaan atas aktiva tetap seperti gedung, peralatan, kendaraan, perabot, dan sebagainya. Pengeluaran modal yang besar biasanya dilakukan dengan menggunakan pinjaman. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 59 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, mencantumkan tahapan penyusunan APBD sebagai berikut: Untuk menyusun APBD, pemerintah daerah menyusun RKPD yang merupakan penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). RKPD memuat rancangan kerangka ekonomi daerah yaitu, prioritas pembangunan dan kewajiban daerah. Berdasarkan RKPD, pemerintah daerah kemudian menyusun KUA (Kebijakan Umum Anggaran). KUA memuat target pencapaian kinerja pemerintahan daerah yang disertai dengan proyeksi pendapatan, alokasi belanja daerah, sumber dan penggunaan pembiayaan yang disertai dengan asumsi yang mendasari. Berdasarkan KUA yang telah disepakati, Pemda dan DPRD menyusun PPA (Prioritas Plafon Anggaran). KUA dan PPA yang telah disepakati kemudian
3
dituangkan kedalam nota kesepakatan yang ditandatangani bersama oleh pihak Kepala Daerah dan pimpinan DPRD. Berdasarkan nota kesepakatan tersebut pemerintah daerah menerbitkan surat edaran tentang pedoman penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (RKA-SKPD). RKA-SKPD memuat pernyataan mengenai Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi). Rencana kerja dan anggaran masing-masing SKPD yang telah dievaluasi oleh tim anggaran pemerintah daerah selanjutnya dirangkum menjadi Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD).RAPBD ditetapkan menjadi APBD setelah mendapatkan persetujuan bersama dari pemerintah daerah dan DPRD paling lambat satu bulan sebelum tahun anggaran dimulai.
2.1.4. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pemerintah
telah
mengeluarkan
berbagai
instrumen
hukum
untuk
mendukung reformasi penganggaran daerah.Kementerian Dalam Negeri telah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Permendagri Nomor 13 Tahun 2006; Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005; dan Permendagri Nomor 37 Tahun 2012 sebagai pedoman penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daerah. Lembaga-lembaga
yang berperan penting dalam perencanaan dan
penganggaran daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) adalah Badan Perencanaan Daerah (Bappeda), Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), Badan Pengelola
4
Keuangan Daerah (BPKD), Kepala daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Pelaksanaan otonomi daerah menimbulkan praktek-praktek penyimpangan pengelolaan keuangan Negara. Salah satu penanggulangan yang dilakukan pemerintah pusat adalah memperbaiki sistem keuangan Negara dengan menerapkan sistem penganggaran yang disebut dengan Anggaran Berbasis Kinerja (ABK). Anggaran Berbasis Kinerja (ABK) merupakan proses penyusunan APBD di organisasi sektor publik untuk tatakelola pemerintahan, yakni proses pembangunan yang efisien dan partisipatif, serta terjadi reformasi anggaran, yaitu penggunaan sistem anggaran berbasis kinerja (performance budget system) untuk menggantikan sistem anggaran tradisional (traditional budget system). Proses pembangunan ini melibatkan pengambilan kebijakan pemerintahan, pelaksanaan kegiatan pemerintahan, dan dalam tahap tertentu melibatkan masyarakat sebagai penerima manfaat dari kegiatan pelayanan publik. Salah satu kunci utama penyusunan anggaran berbasis kinerja adalah penentuan kinerja, adanya ukuran kinerja yang jelas dan dapat diverifikasi terhadap outcome, output maupun kewajaran dana yang dikeluarkan dengan output yang dicapai (Novia, 2015).
2.1.5. Prinsip Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Anggaran
Pendapatan
dan
Belanja
Daerah
(APBD)
berdasarkan
Permendagri Nomor 37 Tahun 2012 adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah. Tahun anggaran daerah meliputi masa satu tahun terhitung mulai tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal
5
31 Desember. Struktur APBD merupakan satu kesatuan yang terdiri dari: pendapatan daerah, belanja daerah, dan pembiayaan daerah. Prinsip penyusunan APBD berdasarkan pada Permendagri Nomor 37 Tahun 2012 adalah 1) APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintah daerah; 2) APBD harus disusun secara tepat waktu sesuai dengan tahapan dan jadwal; 3) Penyusunan APBD dilakukan secara transparan, yaitu memudahkan masyarakat untuk mengetahui dan mendapatkan akses informasi yang seluas-luasnya tentang APBD; 4) Penyusunan APBD harus melibatkan partisipasi masyarakat; 5) APBD harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatuhan; 6) Substansi APBD dilarang bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan yang lebih tinggi dan peraturan daerah lainnya.
2.1.6. Senjangan Anggaran Senjangan anggaran merupakan perbedaan antara realisasi anggaran dengan estimasi dari anggaran yang telah diprediksikan (Suartana, 2010:183).Senjangan anggaran terjadi ketika agen sengaja memasukan biaya yang lebih besar dari yang seharusnya dan pendapatan lebih kecil agar anggaran lebih mudah dicapai (Harvey, 2015).Menurut Ikhsan dan Ishak (2005:176), menyatakan slack adalah penggelembungan anggaran. Slack merupakan selisih antara sumber daya yang sebenarnya diperlukan untuk secara efisien menyelesaikan suatu tugas dan jumlah sumber daya yang lebih besar yang diperlukan bagi tugas tersebut. Pegawai yang
6
terlibat dalam penyusunan anggaran menciptakan slack agar lebih mudah dalam pencapaian targetnya. Pegawai yang terlibat dalam penyusunan anggaran menciptakan slack dengan mengestimasikan pendapatan lebih rendah dan mengestimasikan biaya lebih tinggi, atau menyatakan terlalu tinggi input yang diperlukan untuk mendapatkan suatu unit output. Anthony dan Govindarajan (2005: 84) mendefinisikan senjangan anggaran sebagai perbedaan antara anggaran yang dilaporkan dengan anggaran yang sesuai dengan estimasi yang sesungguhnya.Tujuannya agar target dapat lebih mudah dicapai oleh bawahan. Karena itu dapat disimpulkan senjangan anggaran yaitu suatu tindakan bagian dalam menyusun anggaran cenderung menurunkan tingkat penjualan dari biaya yang seharusnya dicapai, sehingga anggaran lebih mudah dicapai. Senjangan
anggaran
dapat
menimbulkan
dilema
moral
karena
memungkinkan bawahan untuk mengekstrak sumber daya berlebih melalui caracara menipu, dan perilaku seperti melanggar norma-norma sosial umum. Menurut Belkaoui at el. (1989) dengan adanya senjangan anggaran manajer menjadi lebih kreatif, lebih bebas melakukan aktivitas operasionalnya, mampu mengantisipasi adanya ketidakpastian, sehingga secara moral dinilai senjangan anggaran sebagai sesuatu yang positif.Terjadinya senjangan anggaran dalam suatu organisasi karena anggaran digunakan sebagai tolak ukur kinerja dari pegawai. Keberhasilan pencapaian anggaran akan menjadi indikator bahwa pegawai telah bekerja dengan baik. Hal ini menyebabkan timbulnya perilaku dari pelaksana anggaran untuk mencipatakan suatu senjangan dengan tujuan meningkatkan prospek kompensasi kedepannya (Suartana, 2010:138).
7
2.1.7. Partisipasi Penganggaran Menurut Ikhsan dan Ishak (2005:173) partisipasi merupakan suatu proses pengambilan keputusan bersama oleh dua bagian atau lebih pihak dimana keputusan tersebut akan memiliki dampak masa depan terhadap anggaran yang disusun. Manajer yang memiliki tingkat keterlibatan kerja (partisipasi) yang tinggi mendefinisikan pekerjaan dan memelihara pekerjaan, hal ini akan memiliki kecenderungan yang lebih tinggi pula bagi manajer untuk menciptakan senjangan anggaran, yaitu untuk melindungi nama baik dalam jangka pendek. Pertisipasi adalah suatu proses pengambilan keputusan bersama oleh dua bagian atau lebih pihak di mana keputusan tersebut akan memiliki dampak masa depan terhadap anggaran yang disusun. Anggaran merupakan rencana yang ditulis berisi kegiatan dalam organisai dimana dinyatakan dengan cara kuantitatif serta digunakan satuan uang atau moneter dalam periode tertentu (Purmita, 2014). Partisipasi
penganggaran merupakan keterlibatan individu
dalam
pelaksanaan proses penyusunan anggaran, tugas kerja yang harus diaksanakan untuk
periode
tertentu.
Partisipasi
penganggaran
adalah
proses
yang
menggambarkan individu-individu terlibat dalam penyusunan anggaran dan mempunyai pengaruh terhadap target anggaran dan perlunya penghargaan atas pencapaian target anggaran tersebut (Brownell, 1982). Partisipasi anggaran adalah keterlibatan para pelaksana anggaran dalam proses penyusunan anggaran. Partisipasi dapat mempengaruhi tingkat senjangan anggaran, hal ini dapat terjadi jika komunikasi positif yang dilakukan manajer sehingga
bawahannya
terdorong
untuk
tidak
meciptakan
senjangan
anggaran.Manajemen harus ikut berpartisipasi dalam meninjau dan menyetujui
8
anggaran. Tanpa partisipasi aktif dalam proses persetujuan maka kesempatan besar bagi pembuat anggaran untuk membuat senjangan anggaran. Anggaran yang telah disusun secara pastisipatif perlu diperiksa oleh manajer level yang lebih tinggi untuk menghindari terjadinya estimasi anggaran yang mengandung kelonggaran anggaran (budgetary slack) oleh manajer lebih rendah. Jika anggaran yang telah disusun dianggap memerlukan perubahan, maka perubahan tersebut harus didiskusikan dan dimodifikasi berdasarkan kesepakatan bersama (Rukmana, 2013). Keterlibatan (partisipasi) berbagai pihak dalam membuatan keputusan dapat terjadi dalam penyusunan anggaran. Dengan menyusun anggaran secara partisipatif diharapkan kinerja para manajer di bawahnya akan meningkat. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa ketika suatu tujuan atau standar yang dirancang secara partisipatif disetujui, maka karyawan akan bersungguh-sungguh dalam tujuan atau standar yang ditetapkan, dan karyawan juga memiliki rasa tanggung jawab pribadi untuk mencapainya karena ikut serta terlibat dalam penyusunannya (Milani, 1975).
2.1.8. Penekanan Anggaran Penekanan anggaran diartikan sebagai pemberian rewards atau penilaian kinerja bagi para manajer menengah ke bawah berdasarkan pada pencapaian target anggaran (Dunk,1993). Bilamana dalam perusahan terdapat keadaan, yaitu anggaran merupakan satu faktor yang paling dominan dalam mengukur kinerja bawahan, inilah yang dinamakan penekanan anggaran. Bila kinerja bawahan sangat ditentukan oleh anggaran yang telah disusun, maka bawahan akan berusaha
9
memperoleh variance yang menguntungkan. Variance yang menguntungkan ini diperoleh dengan cara menciptakan slack (Amelia, 2013). Penekanan anggaran merupakan desakan dari atasan pada bawahan untuk melaksanakan anggaran yang telah dibuat dengan baik, yang berupa sangsi jika kurang dari target anggaran dan kompensasi jika mampu melebihi target anggaran. Para manajer yang tidak mampu mencapai target anggaran akan menghadapi kemungkinan intervensi dari manajemen yang lebih tinggi, kehilangan sumber daya organisasi, kehilangan bonus tahunan atau pada titik yang paling ekstrim akan kehilangan pekerjaan (Amelia,2013).
2.1.9. Kapasitas Individu Kapasitas individu terbentuk dari proses pendidikan secara umum baik melalui pendidikan, pelatihan, dan pengalaman seseorang. Pendidikan dan pelatihan merupakan investasi sumberdaya manusia yang dapat meningkatkan kemampuan dan ketrampilan kerja, sehingga dapat meningkatkan kinerja seseorang.Pendidikan dimulai dari pendidikan formal yang ditempuh seseorang dibangku sekolah atau perguruan tinggi. Kurikulum pendidikan yangbakudengan waktu yang relatif lama biasanya dapat membekali seorang dengan dasar-dasar pengetahuan umum. Pelatihan adalah pendidikan yang diperoleh seorang karyawan di instansi terkait dengan kurikulum yang sesuai dengan
kebutuhan jabatan atau sesuai
dengan bidang pekerjaan. Pelatihan dilakukan dalam waktu yang singkat yang bertujuan untuk membekali seorang dengan ketrampilan kerja. Pengalaman adalah pendidikan yang didapat selama proses bekerja di instansi.Kapasitas individu pada
10
hakekatnya terbentuk dari proses pendidikan secara umum. Kapasitas individu ini dapat diukur melalui pengetahuan, pelatihan, jenis kelamin, dan pengalaman yang dimiliki oleh pembuat anggaran (Hapsari, 2011). 1) Pengetahuan yang dimiliki oleh pembuat anggaran sangat berpengaruh terhadap keputusan-keputusan yang akan diambil, bagaimana memanfaatkan sumber daya yang ada secara efektif. 2) Pelatihan merupakan berbagai pendidikan non formal yang diperoleh pembuat anggaran dalam meningkatkan kapasitasnya sebagai pembuat anggaran. 3) Pengalaman terkait dengan peran serta individu dalam penyusunan anggaran. Pengalaman
menentukan
pengambilan
keputusan
untuk
penyusunan
anggaran yang lebih baik dengan banyaknya memiliki pengalaman kerja penyusunan anggaran. 4) Gender atau jenis kelamin karyawan yang menjabat dalam perencanaan anggaran.
2.1.10. Kejelasan Sasaran Anggaran Kejelasan sasaran anggaran merupakan sejauh mana tujuan anggaran ditetapkan secara jelas dan spesifik dengan tujuan agar anggaran tersebut dapat dimengerti oleh orang yang bertanggungjawab atas pencapaian anggaran tersebut. Kejelasan sasaran anggaran memberikan kepastian kepada pelaksana anggaran untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan maupun kegagalan selama melaksanakan tugasnya untuk mencapai tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Sedangkan ketidakjelasan sasaran anggaran akan
11
menyebabkan kebingungan, tekanan dan ketidakpuasan dalam bekerja. Adanya sasaran anggaran yang jelas, penyusun anggaran maupun pelaksana anggaran akan memilki informasi yang cukup mengenai sasaran-sasaran anggaran yang akan dicapai daripada tidak adanya kejelasan sasaran anggaran (Kridawan dan Amir, 2014)
2.2. Hipotesis Penelitian Hipotesis dari penelitian yang akan dilakukan ini berdasarkan permasalahan dan tujuannya adalah sebagai berikut.
2.2.1. Pengaruh Partisipasi Anggaran Pada Senjangan Anggaran Partisipasi anggaran merupakan keterlibatan pelaksanaan pada proses penyusunan suatu anggaran. Partispasi penganggaran melibatkan semua tingkat manajemen untuk ikut serta dalam mengembangkan rencana anggaran. Partispasi yang tinggi dalam proses pembuatan anggaran akan memberikan kesempatan lebih besar kepada bawahan untuk melakukan senjangan dan sebaliknya ketika partispasi rendah harapan melakukan senjangan anggaran semakin rendah (Erni, 2014). Menurut Young (1985) bahwa partisipasi penganggaran memiliki pengaruh positif dan dapat meningkatkan terjadinya senjangan anggaran, karena individu-individu berpartisipasi dalam penyusunan anggaran dan mempunyai pengaruh terhadap target anggaran mencari kemudahan dalam pencapaian anggaran tersebut.Dari penjelasan di atas maka hipotesis dalam penelitian ini yaitu: H1: Partisipasi anggaran berpengaruh positif terhadap senjangan anggaran.
12
2.2.2. Pengaruh Penekanan Anggaran Terhadap Senjangan Anggaran Menurut Amelia (2013) penekanan anggaran yaitu perusahaan menjadikan anggaran menjadi salah satu faktor yang paling dominan dalam pengukuran kinerja bawahan.Bilamana dalam perusahaan terdapat keadaan, yaitu anggaran merupakan satu faktor yang paling dominan dalam mengukur kinerja bawahan, inilah yang dinamakan penekanan anggaran. Bila kinerja bawahan sangat ditentukan oleh anggaran yang telah disusun, maka bawahan akan berusaha memperoleh variance yang menguntungkan. Variance yang menguntungkan ini diperoleh dengan cara menciptakan slack.Penekanan anggaran adalah kondisi bilamana anggaran dijadikan faktor yang paling dominan dalam pengukuran kinerja bawahan pada organisasi (Erni, 2014).Jika bawahan meyakini bahwa keberhasilan pencapaian target anggaran akan mendapatkan penghargaan (reward), maka bawahan akan berusaha untuk mencoba membuat senjangan dalam anggarannya.Maka hipotesis dalam penelitian ini, yaitu: H2 :Penekanan anggaran mempunyai pengaruh yang positif terhadap senjangan anggaran.
2.2.3. Pengaruh Kapasitas Individu Terhadap Senjangan Anggaran Individu yang berkualitas adalah individu yang memilik cukup pengetahuan akan mampu mengelola sumber daya secara optimal, dengan demikian dapat memperkecil senjangan anggaran. Hasil penelitian yang dilakukan Shinta (2006) kapasitas individu berpengaruh positif terhadap senjangan anggaran. Berbeda
13
dengan hasil Budi (2009) menunjukkan kapasitas individu berpengaruh negatif terhadap senjangan anggaran. Hipotesis antara kapasitas individu
dengan
senjangan sebagai berikut: H3: Kapasitas individu berpengaruh negatif terhadap senjangan anggaran.
2.2.4. Pengaruh Kejelasan Sasaran Anggran Terhadap Senjangan Anggaran Kejelasan sasaran anggaran berpengaruh negatif signifikan terhadap senjangan anggaran pada instansi pemerintah daerah (Kridawan dan Amir, 2014). Sasaran anggaran yang jelas, penyusun anggaran maupun pelaksana anggaran akan memiliki informasi yang cukup mengenai sasaran-sasaran anggaran yang akan dicapai daripada tidak adanya kejelasan sasaran anggaran. Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan Pitasari (2014) yang menunjukkan kejelasan sasaran anggaran berpengaruh negatif pada senjangan anggaran yang berarti semakin tinggi tingkat kejelasan sasaran dari anggaran tersebut, maka risiko terjadinya senjangan anggaran akan semakin rendah. Sehingga kejelasan sasaran anggaran akan berpengaruh terhadap penurunan senjangan anggaran. Hubungan antara kejelasan sasaran anggaran dengan senjangan anggaran dapat dihipotesiskan sebagai berikut: H4:Kejelasan sasaran anggaran berpengaruh negatif terhadap senjangan anggaran.
14