BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1
Landasan Teori dan Konsep
2.1.1 Teori Keagentan (Agentcy Theory) Teori keagentan (agentcy theory) menjelaskan hubungan antara dua pihak yang terlibat dalam suatu kontrak yang terdiri dari agent (pihak yang diberikan untuk suatu tugas atau manajemen suatu perusahaan) dengan prinsipal (pihak yang memberikan pekerjaan atau pemilik/pemegang saham). Dalam kondisi seperti ini bahwa pemegang saham atau prinsipal merupakan pihak yang memberikan amanat kepada agent untuk melakukan suatu jasa atas nama prinsipal, sementara agent adalah pihak yang diberi mandat (Jensen dan Meckling, 1976). Scott (1997) dalam Arifin (2005), menyatakan inti dari agentcy theory adalah pendesainan kontrak yang tepat untuk menyelaraskan kepentingan prinsipal dan agent dalam hal terjadi konflik kepentingan. Eisenhardt (1989) mengemukakan fokus dari teori agentsi adalah pengaturan kontrak yang paling efisien yang mengatur hubungan antara prinsipal-agent dengan asumsi mengenai: a) manusia meliputi sifat mementingkan kepentingan diri sendiri, bounded rationality, risk aversion; b) organisasi meliputi konflik kepentingan antar anggotanya, dan c) informasi merupakan suatu komoditi dan dapat dibeli. Pada teori agentsi, kewajiban pihak menejemen atau pihak agent adalah untuk memberikan informasi sejelas-jelasnya terhadap suatu keadaan pada 1
perusahaan tanpa ada yang ditutup-tutupi kepada prinsipal/ pemegang saham/ pemilik perusahaan tersebut. Pada kenyataannya terdapat beberapa agent yang tidak melakukan kewajiban tersebut dengan baik atau tidak memberikan informasi secara jelas kepada prinsipal. Hal tersebut dapat terjadi disebabkan oleh adanya perbedaan kepentingan antara agent dan prinsipal. Kepentingan prinsipal
sebagai
pemegang saham
adalah untuk
memperoleh pengungkapan informasi secara menyeluruh oleh agent mengenai keadaaan perusahaan secara relevan, tepat waktu, dan akurat sebagai dasar dan acuan pemegang saham dalam pembentukan keputusan. Michelson et al. (1995) mendefinisikan teori keagentan sebagai suatu hubungan berdasarkan persetujuan antara dua pihak, dimana manajemen (agent) setuju untuk bertindak atas nama pihak lain yaitu pemilik (prinsipal). Pemilik akan mendelegasikan tanggungjawab kepada manajemen, dan manajemen setuju untuk bertindak atas perintah atau wewenang yang diberikan pemilik. 2.1.2
Dividen Dividen adalah suatu kejadian dimana para pemegang saham mendapatkan pembagian dari laba perusahan yang dibayarkan berdasarkan saham yang dimilikinya. Dengan kata lain dividen merupakan hasil yang akan diperoleh oleh para pemegang saham atas saham yang ditanamkan pada suatu perusahaan. Miller dan Modigliani (1961) menyatakan bahwa dividen tidak memiliki kandungan informasi, sejumlah ahli ekonomi keuangan sudah mengedepankan sejumlah teori tentang berkaitan dengan dividen sebagai suatu 2
informasi yang layak untuk dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan di pasar modal. Kieso et al. (2007) menyebutkan bentuk-bentuk dividen adalah sebagai berikut: a)
Cash dividends Boards of Directors menentukan besarnya dividen yang akan dibagikan serta melakukan pengumuman pembagian dividen tersebut. Sebelum melakukan pembayaran dividen, perusahaan harus mempersiapkan daftar dari pemegang saham yang akan memperoleh pembagian dividen. Oleh karena itu terdapat time lag antara pengumuman dengan pembayaran dividen.
b)
Property dividends Property dividend merupakan pembagian dividen menggunakan asset perusahaan selain cash. Aset yang dapat digunakan sebagai property dividend seperti merchandise, real estate, atau investments, tergantung dari keputusan Board of Directors.
c)
Liquidating dividends Pembagian dividen selain berdasarkan retained earnings merupakan liquidating dividends. Dividen tersebut adalah return dari investasi pemegang saham dan bukan dari profit.
d)
Stock dividends Perusahaan menerbitkan saham baru yang dijadikan sebagai dividen untuk dibagikan kepada pemegang saham.
Kebijakan Dividen 3
Suatu kebijakan mengenai pembagian dividen dan besarnya dividen yang akan dibagikan ditentukan oleh para pemegang saham dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Kebijakan dividen melibatkan keputusan apakah akan membagikan laba atau menahannya untuk diinvestasikan kembali didalam perusahaan (Copeland, 1997). Kebijakan dividen termasuk suatu hal yang masih kontroversi, hal tersebut ditandai dengan adanya beberapa teori tentang kebijakan dividen. Terdapat beberapa teori dalam kebijakan dividen (Brealy dan Myers, 1996): 1) Bird in The Hand Theory; teori ini, pada dasarnya para investor lebih menyukai dibagikan dividen yang besar dibandingkan dengan dibiarkan dalam bentuk laba ditahan. Dividen yang dibagikan diumpamakan sebagai burung yang sudah berada ditangan sehingga memiliki tingkat kepastian yang tinggi. 2) Tax Different Theory; teori ini beranggapan bahwa jika dividen dikenakan pajak lebih besar dibandingkan capital gains, maka pemegang saham akan memilih saham yang memiliki dividend yield yang rendah agar diperoleh penghematan pajak. 3) Dividend Irrelevance Theory; teori ini menyatakan bahwa nilai perusahaan ditentukan operasional perusahaan. Hal ini berarti nilai perusahaan tergantung pada laba yang diperoleh, bukan berdasarkan pembagian dividen dan laba ditahan.
4
Pada penelitian ini berfokus pada salah satu teori yang berkaitan dengan kebijakan dividen yaitu “Bird in The Hand Theory”. Hal tersebut didasari oleh suatu kenyataan dimana bahwa kebijakan dividen ditentukan oleh para pemegang saham melalui RUPS, sehingga besar dividen yang akan dibagikan tergantung keinginan para pemegang saham. Teori ini juga didasari dari beberapa penelitian di Indonesia yang di lakukan oleh Sujoko (1999) yang menemukan bahwa pasar bereaksi positif terhadap pengumuman peningkatan dividen; Ambarwati (2005) menemukan bahwa pengumuman dividend initiation direspon positif dan pengumuman dividend cut direspon negatif oleh pasar.
2.1.3
Manajemen Laba (Earning Management) Manajemen laba adalah suatu tindakan yang dilakukan manajemen untuk memilih kebijakan akuntansi dengan tujuan untuk mempengaruhi laba yang sebenernya menjadi seperti yang diinginkan oleh manajemen dengan pengelolaan faktor internal yang digunakan perusahaan. Manajemen laba merupakan intervensi manajemen dalam proses penyusunan pelaporan keuangan eksternal, sehingga dapat menaikkan atau menurunkan laba akuntansi sesuai dengan kepentingan pelaksanaan manajemen laba tersebut (Schipper, 1989 dalam Beneish, 2001). Pengertian manajemen laba (Scoot, 1997) adalah sebagai pemilihan kebijakan akuntansi oleh manajer. Scoot mengungkapkan terdapat dua cara 5
untuk memahami manajemen laba. Pertama, sebagai perilaku oportunistik manajemen untuk memaksimumkan utilitasnya dalam menghadapi kontrak kompensasi, kontrak utang dan biaya politik. Kedua, memandang manajemen laba dari perspektif kontrak efisien, dimana manajemen laba memberi manajer suatu fleksibilitas untuk melindungi diri mereka dan perusahaan dalam mengantisipasi kejadian-kejadian yang tak terduga untuk keuntungan pihakpihak yang terlibat dalam kontrak. Manajemen laba merupakan hal yang perlu diperhatikan karena melibatkan potensi pelanggaran, kejahatan, dan konflik yang dibuat pihak manajemen perusahaan dalam rangka menarik minat investor (Kin Lo, 2007: 1). Motivasi dari melakukan manajemen laba pada penelitian ini adalah pentingnya memberi informasi kepada investor. Memberi informasi kepada investor berguna untuk membantu investor untuk menilai suatu kinerja perusahaan sehingga dapat menjadi suatu acuan untuk keputusan berinvestasi. Pola manajemen laba Pola manajemen laba (Scoot, 2000) dapat dilakukan dengan cara: 1)
Taking a Bath Taking a bath terjadi pada saat reorganisasi seperti pengangkatan CEO baru. Teknik ini mengakui adanya biaya-biaya pada periode yang akan datang dan kerugian periode berjalan sehingga mengharuskan manajemen membebankan perkiraan-perkiraan biaya mendatang akibatnya laba periode berikutnya akan lebih tinggi. 6
2)
Income Minimazation Dilakukan pada saat perusahaan mengalami tingkat profitabilitas yang tinggi sehingga jika laba periode mendatang diperkirakan turun drastis dapat diatasi dengan mengambil laba periode sebelumnya.
3)
Income Maximization Dilakukan pada saat laba menurun. Tindakan atas income maximization bertujuan untuk melaporkan net income yang tinggi untuk tujuan bonus yang lebih besar. Pola ini dilakukan oleh perusahaan untuk menghindari pelanggaran atas kontrak hutang jangka panjang.
4)
Income Smoothing Dilakukan perusahaan dengan cara meratakan laba yang dilaporkan sehingga dapat mengurangi fluktuasi laba yang terlalu besar karena pada umumnya investor menyukai laba yang relatif stabil.
5)
Offsetting extraordinary/unusual gains Teknik ini dilakukan dengan memindahkan efek-efek laba yang yang tidak biasa atau temporal yang berlawanan dengan trend laba
6)
Aggresive accounting applications Teknik yang diartikan sebagai salah saji (misstatement) dan dipakai untuk membagi laba antar periode.
7
7)
Timing Revenue dan Expense Recognition Teknik ini dilakukan dengan membuat kebijakan tertentu yang berkaitan dengan timing suatu transaksi. Misalnya pengakuan prematur atas pendapatan.
2.1.4
Return Saham Return (kembalian) adalah tingkat keuntungan yang dinikmati oleh pemodal atas suatu investasi yang dilakukan (Ang, 1997). Husnan (1998) juga menyatakan bahwa return saham merupakan hasil yang diperoleh dari suatu investasi. Disamping berinvestasi dapat memperoleh keuntungan, investasi juga tidak tertutup kemungkinan dapat mendatangkan kerugian. Suatu hasil dari kegiatan investasi dipengaruhi oleh kemampuan investor dalam menganalisis keadaan harga saham dimana rnerupakan penilaian yang banyak dipengaruhi oleh faktor kekuatan penawaran dan permintaan saham di pasar modal, serta kemampuan suatu investor dalam menganalisis investasi saham. Return dapat berupa return realisasi yang sudah terjadi atau return ekspektasi yang belum terjadi tetapi yang diharapkan dimasa mendatang. Return realisasi merupakan return yang telah terjadi, dihitung berdasarkan data historis. Return realisasi penting karena digunakan sebagai salah satu pengukur kinerja dari perusahaan. Return historis ini berguna sebagai dasar penentuan return ekspektasi dan risiko di masa mendatang (Ang, 1997). Konsep risk dan return mempunyai peranan yang sangat besar dimana perilaku investor seringkali didasarkan pada konsep ini. Husnan (1998) mengungkapkan teori 8
keuangan yang membahas tentang analisis investasi yang memiliki risiko tinggi, para investor mensyaratkan tingkat return yang semakin tinggi pula. Return ekspektasi merupakan return yang belum terjadi tetapi yang diharapkan di masa mendatang. Sebagai individu yang rasional, investor akan mempertimbangkan return yang diharapkan akan diterima (expected return) dan besaran risiko yang harus ditanggung sebagai konsekuensi logis dari keputusan yang telah diambil. Return saham adalah tingkat keuntungan yang dinikmati oleh pemodal atas suatu investasi saham yang dilakukannya (Ang, 1997). Setiap investasi baik jangka pendek maupun jangka panjang mempunyai tujuan utama untuk mendapatkan keuntungan yang disebut return, baik langsung maupun tidak langsung (Ang, 1997). Husnan (1998) juga menyatakan bahwa return saham merupakan hasil yang diperoleh dari suatu investasi. Investasi dapat diartikan sebagai suatu kegiatan menyalurkan dana kepada suatu perusahaan tertentu pada pasar modal dengan harapan memperoleh suatu timbal balik penghasilan berupa dividen atau suatu peningkatan suatu investasi. Return saham adalah penghasilan yang diperoleh selama periode investasi per sejumlah dana yang diinvestasikan dalam bentuk saham (Bodie, 1998). Secara praktis, tingkat pengembalian suatu investasi adalah persentase penghasilan total selama periode inventasi dibandingkan harga beli investasi tersebut. Return terdiri dari 2 jenis yaitu return yang berupa return realisasi dimana return tersebut sudah terjadi dan return ekspektasi dimana return tersebut 9
belum terjadi dan diharapkan terjadi di masa mendatang. Return merupakan hasil yang diperoleh dari investasi yang berupa return realisasi (realized return) dan return ekspektasi (expected return). Return realisasi merupakan return yang telah terjadi yang dihitung berdasarkan data historis dan digunakan sebagai salah satu pengukur kinerja perusahaan. Return realisasi ini juga berguna sebagai dasar penentuan return ekspektasi (expected return) yang merupakan return yang diharapkan oleh investor di masa mendatang. Return realisasi diukur dengan menggunakan return total (total return), relatif return (return relative), kumulatif return (return cumulative), dan return disesuaikan (adjusted return). Return total merupakan return keseluruhan dari suatu investasi dalam suatu periode tertentu dari capital gain (loss) dan yield (Hardiningsih et. al., 2001). Return saham yang tinggi mengindikasikan bahwa saham tersebut aktif diperdagangkan. Tujuan corporate finance adalah memaksimumkan nilai perusahaan. Tujuan ini bisa menyimpan konflik potensial antara pemilik perusahaan dengan kreditur. Jika perusahaan menikmati laba yang besar, nilai pasar saham (dana pemilik) akan meningkat pesat, sementara nilai hutang perusahaan (dana kreditur) tidak terpengaruh. Sebaliknya, apabila perusahaan mengalami kerugian atau bahkan kebangkrutan, maka hak kreditur akan didahulukan sementara nilai saham akan menurun drastis. Jadi dengan demikian nilai saham merupakan indeks yang tepat untuk mengukur efektivitas perusahaan, sehingga seringkali dikatakan memaksimumkan nilai perusahaan juga berarti 10
memaksimumkan kekayaan pemegang saham. Saham suatu perusahaan bisa dinilai dari pengembalian (return) yang diterima oleh pemegang saham dari perusahaan yang bersangkutan. Return bagi pemegang saham bisa berupa penerimaan dividen tunai ataupun adanya perubahan harga saham pada suatu periode (Beza, 1998). Husnan (1998) membedakan pendapatan saham menjadi dua yaitu pendapatan dalam bentuk saham dan capital gain yang merupakan selisih antara harga jual dengan harga beli. Dalam teori portofolio mensyaratkan bahwa apabila risiko yang ditanggung oleh para pemegang saham meningkat maka saham tersebut akan memperoleh return saham yang besar. Jadi terdapat hubungan yang positif antara risiko dan return saham. Return terdiri dari capital gain (loss) dan yield (Jogiyanto, 2000). Return Total= Capital gain (loss) + yield. Harga saham instrumen investasi sangat mempengaruhi capital gain. Dengan adanya suatu perdagangan akan diiringi dengan pertumbuhan nilai investasi yang akan menyebabkan terjadinya capital gain.
2.2 Hipotesis Penelitian 2.2.1
Pengaruh Perilaku Manajemen Laba Terhadap Return Saham Asimetri informasi dan konflik kepentingan yang diketahui oleh agent yang terjadi antara prinsipal dan agent, menjadi suatu pemicu agent untuk menyajikan informasi secara tidak menyeluruh dan tidak sebenarnya kepada 11
prinsipal, terutama jika informasi tersebut berkaitan erat dengan pengukuran kinerja agent. Hal ini dapat mendorong agent untuk memikirkan bagaimana cara agar akuntansi pada perusahaan tersebut dapat menjadi suatu cara atau sarana untuk memaksimalkan kepentingannya. Salah satu bentuk tindakan agent tersebut adalah yang disebut sebagai earnings management atau manajemen laba (Widyaningdyah, 2001). Sugiri (1998) membagi definisi Earnings Management menjadi dua, yaitu definisi sempit dan luas. Secara sempit manajemen laba adalah perilaku manajer untuk “bermain” dengan komponen discretionary accruals dalam menentukan besarnya earnings. Secara umum, manajemen laba merupakan tindakan yang dilakukan manajer dengan tujuan untuk meningkatkan atau mengurangi laba yang dilaporkan saat ini atas suatu unit dimana manajer bertanggung jawab, tanpa mengakibatkan peningkatan (penurunan) profitabilitas ekonomis jangka panjang unit tersebut. Perilaku manajemen yang demikian (Surifah, 1999) adalah suatu tindakan yang dapat mengurangi kredibilitas laporan keuangan apabila digunakan untuk pengambilan keputusan. Manajemen laba dengan tujuan menciptakan informasi keuangan yang menyesatkan atau kekeliruan dalam kinerja keuangan dapat dikategorikan sebagai tindakan curang. Dechow dan Skinner (2000) menyebutkan dua definisi yang sudah dapat diterima secara luas, yaitu: Schiper (1989) manajemen laba adalah suatu intervensi yang disengaja dilakukan dengan maksud tertentu terhadap proses pelaporan keuangan eksternal untuk 12
memperoleh beberapa keuntungan pribadi. Dan Healy dan Wahlen (1999), manajemen laba terjadi ketika para manajer menggunakan judgment dalam pelaporan keuangan dan penyusunan transaksi untuk merubah laporan keuangan yang menyesatkan terhadap pemegang saham atas dasar kinerja ekonomi organisasi atau untuk mempengaruhi hasil sesuai dengan kontrak yang tergantung pada angka-angka akuntansi yang dilaporkan. Dua alasan mengapa manajer melakukan kegiatan manajemen laba adalah dengan tujuan oportunis dan informasi (signaling) kepada investor. Tujuan oportunis mungkin dapat merugikan pemakai laporan keuangan karena informasi yang disampaikan manajemen menjadi tidak akurat dan juga tidak menggambarkan nilai fundamental perusahaan. Sikap oportunis ini dinilai sebagai sikap curang manajemen perusahaan yang diimplikasikan dalam laporan keuangannya pada saat menghadapi intertemporal choice (Kondisi yang memaksa eksekutif tersebut menggunakan keputusan tertentu dalam melaporkan kinerja yang menguntungkan bagi dirinya sendiri ketika menghadapi situasi tertentu). Sikap curang tersebut didefinisikan sebagai satu atau lebih tindakan yang disengaja dan didesain untuk menipu orang lain sehingga menyebabkan hilangnya
kekayaan
(Beneish
2001).
Tujuan
informatif
(signaling)
memungkinan akan berdampak yang baik bagi pemakai laporan keuangan. Kenaikan dividen yang amat besar mengisyaratkan bahwa manajemen merasa optimis atas masa depan perusahaan dan merupakan sinyal yang lebih kuat
13
daripada kenaikan dividen kecil (Asquith dan Mullins, 1983) dalam Amiruddin et al (2003). Manajer memberikan informasi tentang kesempatan yang dapat diraih oleh perusahaan di masa yang akan datang. Sebagai contoh, karena manajer sangat erat kaitannya dengan keputusan yang berhubungan dengan aktivitas investasi maupun operasi perusahaan, otomatis para manajer memiliki informasi yang lebih baik mengenai prospek perusahaan masa datang. Oleh karena itu, manajer dapat mengestimasi secara baik laba masa datang dan diinformasikan kepada investor atau pemakai laporan keuangan lainya. Manajer dapat menggunakan diskresi akrual untuk merefleksikan kinerja perusahaan tersebut melalui laporan laba (Gul et al. 2003). Sehingga ketika suatu perusahaan memperlihatkan laba yang baik akan berdampak terhadap harga saham perusahaan tersebut. Berdasarkan dari penelitian-penelitian tersebut dapat di implikasikan bahwa perilaku menejemen laba memiliki pengaruh terhadap kenaikan harga saham. Manajemen laba yang tinggi akan berhubungan erat dengan kualitas laba yang rendah dan manajer melakukan manajemen laba untuk menjamin laba yang berkualitas tinggi (Daniati dan Suhairi 2006). Hipotesis dalam penelitian ini: H1: Perilaku manajemen laba berpengaruh positif terhadap return saham.
2.2.2 Pengaruh Kebijakan Dividen terhadap Return Saham
14
Kebijakan dividen adalah rencana tindakan yang harus diikuti dalam membuat keputusan dividen (Gitman, 2000). Terdapat perbedaan kebijakan dalam perusahaan untuk membayarkan dividen. Berbeda dengan preferred stocks, pemegang saham biasa (common stock) umumnya menerima pembayaran yang didasarkan pada salah satu dari 3 jenis kebijakan dividen, yaitu: 1)
Constant-Payout-Ratio Dividend Policy adalah kebijakan dividen yang didasarkan dengan persentase tertentu dari pendapatan.
2)
Regular Dividend Policy adalah kebijakan dividen yang didasarkan atas pembayaran dividen dengan rupiah yang tetap dalam setiap periode. Seringkali kebijakan dividen teratur digunakan dengan memakai target rasio pembayaran dividen. Dan,
3)
Low-Regular-an-Extra Dividend Policy adalah kebijakan dividen yang didasarkan pembayaran dividen rendah yang teratur, ditambah dengan dividen ekstra jika ada jaminan pendapatan.
Pengumuman tanggal pembayaran dividen ditentukan dengan prosedur pembagian dividen, dimana pada umumnya yang berturut-turut adalah sebagai berikut: 1)
Tanggal Pengumuman (declaration date) adalah pada saat direksi mengumumkan untuk rencana pembagian dividen.
15
2)
Tanggal Pencatatan (record date) adalah saat tanggal atau hari terakhir perusahaan mencatat semua pemegang saham yang telah terdaftar agar berhak menerima dividen yang dibagikan.
3)
Tanggal Tanpa Dividen (ex-dividend date) adalah tanggal pada saat hak atas dividen dilepaskan dari sahamnya. Dan,
4)
Tanggal Pembayaran (payment date) atau disebut juga distribution date adalah tanggal perusahaan sudah mengirimkan cek dividen pada pemegang saham
sehingga
perusahaan
sudah
benar-benar
membayarkan
kewajibannya.
Prosedur pembagian dividen yang beragam tersebut mengakibatkan respon yang diberikan oleh investor berbeda-beda dalam bertransaksi di pasar modal. Hal tersebut dapat dilihat dari bervariasinya harga saham dari declaration date sampai setelah ex-dividenddate. Dalam penelitiannya French dan Moon (1999), yang menghitung variansi return saham pada saat declaration date dan ex-dividend date, menemukan adanya kenaikan variansi yang signifikan pada exdividend date. Dalam penjelasannya Sularso (2003) menyatakan, bahwa pada saat exdividend date investor pada umumnya memprediksikan, bahwa pembagian dividen akan berdampak pada harga saham. Prediksi ini didasarkan pada pemikiran logis, bahwa investor telah kehilangan hak atas return dari dividen. Investor yang berkeinginan mendapat keuntungan, cenderung akan memilih
16
untuk tidak berada dalam posisi beli (long position). Dengan demikian harga saham tersebut akan mengalami penurunan sebanding dengan nilai dari return yang telah hilang. Adanya pemikiran tersebut akan mendorong harga atau nilai saham di pasar mengalami penurunan sampai mendekati nilai saat dividen diumumkan (Gitman 2000:542). Siaputra dan Admadja (2006) menyimpulkan pada pengujian terhadap perubahan harga saham sebelum dan sesudah ex-dividend date ditemukan adanya perbedaan perubahan harga saham yang signifikan secara statistik yang disebabkan oleh pengumuman dividen pada 70,8% sampel penelitian serta pada portofolio (gabungan) saham pertahunnya. Mayoritas harga saham akan mengalami penurunan pada saat setelah ex-dividend date. Secara lebih spesifik diketahui, bahwa harga saham cenderung turun sesudah ex-dividend date, bila return yang diperoleh dari dividen yang diumumkan mengalami peningkatan sesuai dengan yang diharapkan investor dibandingkan dengan dividen yang dibagikan pada periode sebelumnya. Sebaliknya, harga saham cenderung naik sesudah ex-dividend date, jika return dari dividen yang diperoleh mengalami penurunan atau kurang dari yang di ekspektasikan investor. Dari penelitianpenelitian di atas dapat diimplikasikan bahwa kebijakan pengumuman dividen berpengaruh terhadap kenaikan harga saham. Hipotesis dalam penelitian ini: H2: Kebijakan dividen berpengaruh positif terhadap return saham
17