BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep Penelitian 2.1.1 Teori Sinyal Signaling Theory (Teori Sinyal) menyatakan bahwa terdapat kandungan informasi pada pengungkapan suatu informasi yang dapat menjadi sinyal bagi investor dan pihak potensi lainnya dalam mengambil keputusan ekonomi Wijayanti (2011). Suatu pengungkapan dikatakan mengandung informasi apabila dapat memicu reaksi pasar, yaitu dapat berupa kenaikan harga saham, maka pengungkapan tersebut merupakan sinyal positif. Namun apabila pengungkapan tersebut memberikan dampak negatif, maka pengungkapan tersebut merupakan sinyal negatif. Berdasarkan teori ini maka suatu pengungkapan laporan tahunan perusahaan merupakan informasi yang penting dan dapat mempengaruhi investor dalam proses pengambilan keputusan. Kualitas pelaporan keuangan yang mencerminkan nilai perusahaan merupakan sinyal positif yang dapat mempengaruhi opini investor dan kreditor atau pihak-pihak lain yang berkepentingan. Laporan keuangan seharusnya memberikan informasi yang berguna bagi investor dan kreditor untuk membuat keputusan investasi, kredit, dan keputusan sejenis. Dalam signaling theory (teori sinyal), pengeluaran investasi memberikan sinyal positif tentang pertumbuhan perusahaan dimasa depan, sehingga meningkatkan harga saham sebagai indikator nilai perusahaan. Peningkatan hutang diartikan oleh pihak luar tentang kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban dimasa yang akan datang atau adanya resiko bisnis yang rendah, hal tersebut akan direspon secara positif oleh pasar (Brigham, 1999).
Signaling theory (teori sinyal) dapat membantu pihak perusahaan (agent), pemilik (principal), dan pihak luar perusahaan mengurangi asimetri informasi dengan menghasilkan kualitas pelaporan keuangan. Untuk memastikan pihak-pihak yang berkepentingan meyakini keandalan informasi keuangan yang disampaikan pihak perusahaan, perlu mendapatkan opini dari pihak lain yang bebas memberikan pendapat tentang laporan keuangan. Menurut Jogiyanto (2000), informasi yang lengkap, relevan, akurat, dan tepat waktu sangat dibutuhkan oleh investor di pasar modal sebagai alat analisis untuk mengambil keputusan investasi. Ratio-ratio dari laporan keuangan seperti return on assets, debt to equity ratio, current ratio, maupun rasio-rasio lain akan sangat bermanfaat bagi investor maupun calon investor sebagai salah satu dasar analisis dalam berinvestasi. Teori sinyal menjelaskan bahwa perusahaan melaporkan secara suka rela ke pasar modal agar investor mau menginvestasikan dananya, kemudian manajer akan memberikan sinyal dengan menyajikan laporan keuangan dengan baik agar nilai saham meningkat. 2.1.2 Return Saham Return saham adalah tingkat keuntungan yang dinikmati oleh pemodal atas suatu investasi saham yang dilakukannya (Ang, 1997). Setiap investasi baik jangka pendek maupun jangka panjang mempunyai tujuan utama untuk mendapatkan keuntungan yang disebut return, baik langsung maupun tidak langsung (Ang, 1997). Secara sederhana investasi dapat diartikan sebagai suatu kegiatan menempatkan dana pada satu atau lebih dari satu assets selama periode tertentu dengan harapan dapat memperoleh penghasilan atau peningkatan nilai investasi. Konsep risiko tidak terlepas kaitannya dengan return,
karena investor selalu mengharapkan tingkat return yang sesuai atas setiap risiko investasi yang dihadapinya. Return saham adalah penghasilan yang diperoleh selama periode investasi per sejumlah dana yang diinvestasikan dalam bentuk saham (Bodie, 1998). Secara praktis, tingkat pengembalian suatu investasi adalah persentase penghasilan total selama periode inventasi dibandingkan harga beli investasi tersebut. Return dapat berupa return realisasi yang sudah terjadi atau return yang belum terjadi tetapi diharapkan di masa mendatang. Di sisi lain, return pun memiliki peran yang amat signifikan di dalam menentukan nilai dari sebuah saham. Return merupakan hasil yang diperoleh dari investasi yang berupa return realisasi (realized return) dan return ekspektasi (expected return). Return realisasi merupakan return yang telah terjadi yang dihitung berdasarkan data historis dan digunakan sebagai salah satu pengukur kinerja perusahaan. Return realisasi ini juga berguna sebagai dasar penentuan return ekspektasi (expected return) yang merupakan return yang diharapkan oleh investor di masa mendatang. Return realisasi diukur dengan menggunakan return total (total return), relatif return (return relative), kumulatif return (return cumulative), dan return disesuaikan (adjusted return). Return total merupakan return keseluruhan dari suatu investasi dalam suatu periode tertentu dari capital gain (loss) dan yield (Hardiningsih et. al., 2001). Return saham yang tinggi mengindikasikan bahwa saham tersebut aktif diperdagangkan. Tujuan corporate finance adalah memaksimumkan nilai perusahaan. Tujuan ini bisa menyimpan konflik potensial antara pemilik perusahaan dengan kreditur. Jika perusahaan menikmati laba yang besar, nilai pasar saham (dana pemilik) akan meningkat pesat, sementara nilai hutang perusahaan (dana kreditur) tidak terpengaruh.
Sebaliknya, apabila perusahaan mengalami kerugian atau bahkan kebangkrutan, maka hak kreditur akan didahulukan sementara nilai saham akan menurun drastis. Jadi dengan demikian nilai saham merupakan indeks yang tepat untuk mengukur efektivitas perusahaan, sehingga seringkali dikatakan memaksimumkan nilai perusahaan juga berarti memaksimumkan kekayaan pemegang saham. Saham suatu perusahaan bisa dinilai dari pengembalian (return) yang diterima oleh pemegang saham dari perusahaan yang bersangkutan. Return bagi pemegang saham bisa berupa penerimaan dividen tunai ataupun adanya perubahan harga saham pada suatu periode (Beza, 1998). Husnan (1998) membedakan pendapatan saham menjadi dua yaitu pendapatan dalam bentuk saham dan capital gain yang merupakan selisih antara harga jual dengan harga beli. Dalam teori portofolio mensyaratkan bahwa apabila risiko yang ditanggung oleh para pemegang saham meningkat maka saham tersebut akan memperoleh return saham yang besar. Jadi terdapat hubungan yang positif antara risiko dan return saham. Return terdiri dari capital gain (loss) dan yield (Jogiyanto, 1998). Return Total = Capital gain (loss) + yield Capital gain (loss) merupakan selisih dari harga investasi sekarang relatif dengan harga periode lalu (Jogiyanto, 1998): Capital Gain (loss) =
..................................................................(1)
Keterangan : P1 = Harga Periode Sekarang Pt-1 = Harga Saham Periode Sebelumnya Yield merupakan persentase penerimaan kas periodik terhadap harga investasi periode tertentu dari suatu investasi, dan untuk saham biasa dimana pembayaran
periodik sebesar Dt rupiah per lembar, maka yield dapat dituliskan sebagai berikut (Jogiyanto, 1998): Yield
=
................................................................................(2)
Keterangan : Dt
= Dividen Kas yang Dibayarkan
Pt-1
= Harga Saham Periode Sebelumnya
Sehingga return total dapat dirumuskan sebagai berikut (Jogiyanto, 1998): Return Total
................................................ (3)
Keterangan : Pt
= Harga Saham Sekarang
Pt-1 = Harga Saham Periode Sebelumnya Dt = Dividen Kas yang Dibayarkan Namun mengingat tidak selamanya perusahaan membagikan dividen kas secara periodik kepada pemegang sahamnya, maka return saham dapat dihitung sebagai berikut(Jogiyanto,1998):
……………........................................................................... (4) Pt
= Harga saham per tanggal 31 Desember 2010-2013
Pt-1 = Harga saham pertanggal 31 Desember 2009-2013
2.1.3 Profitabilitas Return on asset merupakan rasio profitabilitas yang digunakan untuk mengukur efektifitas perusahaan di dalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aktiva yang dimilikinya. Menurut Ang (1997) return on total asset merupakan rasio antara pendapatan bersih sesudah pajak (net income after tax-NIAT) terhadap total assets. Secara matematis return on total asset dapat diformulasikan sebagai berikut (Ang, 1997):
................................................................................. (5) Dimana : NIAT
= Net Income After Tax (laba bersih sesudah pajak)
Ave. Total Assets = Rata-rata total aktiva (assets) yang diperoleh dari ratarata total assets awal tahun dan akhir tahun. Return on total asset merupakan salah satu rasio profitabilitas, yaitu rasio yang menunjukkan seberapa efektifnya perusahaan beroperasi sehingga menghasilkan keuntungan atau laba perusahaan (Clara E.S., 2001). Return on total asset juga merupakan salah satu rasio yang mengukur tingkat profitabilitas suatu perusahaan. Return on total asset digunakan untuk mengetahui besarnya laba bersih yang dapat diperoleh dari operasional perusahaan dengan menggunakan seluruh kekayaannya. Tinggi rendahnya return on total asset tergantung pada pengelolaan assets perusahaan oleh manajemen yang menggambarkan efisiensi dari operasional perusahaan. Semakin tinggi return on total assets semakin efisien operasional perusahaan dan sebaliknya, rendahnya return on total assets dapat disebabkan oleh banyaknya assets perusahaan yang menganggur, investasi dalam persediaan yang terlalu banyak, kelebihan uang
kertas, aktiva tetap beroperasi dibawah normal dan lain-lain. 2.1.4 Struktur Modal Pengertian atau definisi dari struktur modal oleh beberapa
ahli yang
menuangkannya dalam buku mereka, diantaranya adalah: Menurut Sawir (2005:10), struktur modal adalah pendanaan permanen yang terdiri dari utang jangka panjang, saham preferen, dan modal pemegang saham. Nilai buku dari modal pemegang saham terdiri dari saham biasa, modal disetor atau surplus, modal dan akumulasi ditahan.Struktur modal merupakan bagian dari struktur keuangan. Menurut Weston dan Brigham (2005:150), struktur modal yang ditargetkan adalah bauran atau perpaduan dari utang, saham preferen, saham biasa yang dikehenhaki perusahaan dalam struktur modalnya.
Struktur
modal
yang
optimal
adalah
gabungan
ekuitas
yang
memaksimumkan harga saham perusahaan. Struktur modal adalah hasil atau akibat dari keputusan pendanaan (financing decision) yang intinya memilih apakah menggunakan utang atau ekuitas untuk mendanai opersi perusahaan. Struktur modal perusahaan dibagi kedalam dua kategori, antara lain: 1) Struktur Modal Sederhana : Perusahaan yang tidak memiliki efek berpotensi saham biasa (potential diluters) 2) Struktur Modal kompleks : Perusahaan yang memiliki satu atau lebih jenis efek berpotensi saham biasa. Penggolongan struktur modal perusahaan kedalam kategori sederhana dan kategori kompleks tidak didasarkan pada besar kecilnya skala operasi, tetapi sematamata didasarkan pada ada atau tidak adanya efek yang berpotensi dalam saham biasa di
dalam struktur modalnya. Perusahaan dengan struktur modal sederhana hanya menurut pemahaman dan aplikasi dari dua konsep berikut: 1) Perlakuan yang menyangkut klaim terhadap laba bersih yang melihat pada sekuritas yang lebih senior dibanding sekuritas saham biasa, seperti misalnya saham preferen atau saham utama. 2) Jumlah saham biasa yang ada dalam peredaran sebagai basis perhitungan laba per saham. Kedua konsep juga berlaku dan sama pentingnya untuk perhitungan LPS (Laba Per Saham) pada perusahaan dengan struktur modal kompleks, namun di samping aplikasi kedua konsep tersebut, perusahaan masih harus mempertimbangkan juga dampak dari adanya efek potensi saham biasa. Debt to equity ratio mencerminkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya yang ditunjukkan oleh beberapa bagian dari modal sendiri atau ekuitas yang digunakan untuk membayar hutang debt to equity ratio merupakan perbandingan antara total hutang yang dimiliki perusahaan dengan total ekuitasnya. Secara matematis debt to equity ratio (DER) dapat diformulasikan sebagai berikut (Ang, 1997) :
........................................................... (6)
sedangkan total shareholder’s equity merupakan total modal sendiri yang dimiliki perusahaan Total debt merupakan total liabilities (baik hutang jangka pendek maupun jangka panjang). Rasio ini menunjukkan komposisi atau struktur modal dari total pinjaman (hutang) terhadap total modal yang dimiliki perusahaan. Semakin tinggi debt
to equity ratio menunjukkan komposisi total hutang (jangka pendek maupun jangka panjang) semakin besar dibanding dengan total modal sendiri, sehingga berdampak semakin besar beban perusahaan terhadap pihak luar (kreditur) (Ang, 1997). 2.1.5 Likuiditas Rasio likuiditas adalah rasio yang menunjukkan kemampuan pengelola perusahaan dalam memenuhi kewajiban atau membayar utang jangka pendeknya. Artinya, seberapa mampu perusahaan untuk membayar kewajiban atau utangnya yang sudah jatuh tempo. Jika perusahaan mampu memenuhi kewajibannya, maka perusahaan dinilai sebagai perusahaan yang likuid. Sebaliknya, jika perusahaan tidak dapat memenuhi kewajibannya, maka perusahaan dinilai sebagai perusahaan yang illikuid. Pada saat jatuh tempo, Perusahaan harus membayar kewajiban kepada pihak luar perusahaan atau likuiditas badan usaha, ataupun di dalam perushaan atau likuiditas perusahaan. Untuk dapat memenuhi kewajibannya perusahaan harus memiliki jumlah kas atau investasi atau aktiva lancar lainnya yang dapat segera dikonversi atau diubah menjadi kas untuk memenuhi kewajibannya seperti membayar pengeluaran, tagihan, dan seluruh kewajiban lainnya yang sudah jatuh tempo. Munawir (2007 : 31), mendefinisikan likuiditas adalah menunjukkan kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangan yang harus segera dipenuhi, atau kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangan pada saat ditagih. Sofyan (2006 : 301), mendefinisikan likuiditas menggambarkan kemampuan perusahaan untuk menyelesaikan kewajiban jangka pendek. Sugiarso (2006 : 114), mendefinisikan likuiditas merupakan rasio yang mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban keuangan jangka pendek. Sedangkan menurut Sutrisno (2009 : 215),
mendefinisikan likuiditas adalah kemampuan perusahaan untuk membayar kewajibankewajibannya yang segera harus dipenuhi. Kewajiban yang segera harus dipenuhi adalah hutang jangka pendek, oleh karena itu rasio ini bias digunakan untuk mengukur tingkat keamanan kreditur jangka pendek, serta mengukur apakah operasi perusahaan tidak akan terganggu bila kewajiban jangka pendek ini segera ditagih. Salah satu alat ukur untuk mengukur likuiditas adalah current ratio. Current ratio merupakan salah satu rasio likuiditas yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya dengan aktiva lancar yang dimilikinya. Current ratio sering disebut juga dengan rasio modal kerja yang menunjukkan jumlah aktiva lancar yang dimiliki perusahaan untuk merespon kebutuhan bisnis dan meneruskan kegiatan bisnis harian perusahaan. Menurut Darsono dan Ashari (2005), semakin tinggi rasio lancar kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban jangka pendek juga semakin besar. Namun current ratio yang terlalu tinggi juga menunjukkan manajemen yang buruk atas sumber likuiditas, kelebihan dalam dana dan aktiva lancar seharusnya digunakan untuk membayar dividen, membayar hutang jangka panjang, dan untuk investasi yang bisa menghasilkan tingkat kembalian lebih. Current ratio dapat dirumuskan sebagai berikut (Prihadi, 2010):
..................................................................... (7)
Aktiva lancar meliputi : kas, surat berharga, piutang, dan persediaan. Utang lancar meliputi : utang pajak, utang bunga, uang wesel, utang gaji, dan utang jangka pendek lainnnya. Current ratio yang semakin tinggi maka laba bersih yang dihasilkan perusahaan
semakin sedikit, karena rasio lancar yang tinggi menunjukkan adanya kelebihan aktiva lancar yang tidak baik terhadap profitabilitas perusahaan karena aktiva lancar menghasilkan return yang lebih rendah dibandingkan dengan aktiva tetap (Mamduh dan Halim, 2003). Nilai current ratio yang tinggi belum tentu baik ditinjau dari segi profitabilitasnya. 2.2 Rumusan Hipotesis Penelitian 2.2.1 Pengaruh Profitabilitas (Return to Total Assets) Pada Return Saham Return on total asset yang semakin meningkat menunjukkan kinerja perusahaan yang semakin baik dan para pemegang saham akan memperoleh keuntungan dari deviden yang diterima semakin meningkat (Hardiningsih, 2002). Dengan semakin meningkatnya deviden yang akan diterima oleh para pemegang saham, merupakan daya tarik bagi para investor dan atau calon investor untuk menanamkan dananya ke perusahaan tersebut. Dengan semakin besarnya daya tarik tersebut maka banyak investor yang menginginkan saham perusahaan tersebut. Jika permintaan atas saham suatu perusahaan semakin banyak maka harga sahamnya akan meningkat. Dengan meningkatnya harga saham maka return yang diperoleh investor dari saham tersebut juga meningkat. Hal ini disebabkan karena return merupakan selisih antara harga saham periode saat ini dengan harga saham sebelumnya (Natarsyah, 2000). Hal ini sejalan dengan pendapat dari Ang (1997) yang menyatakan bahwa keuntungan perusahaan yang semakin meningkat memberikan tanda bahwa kekuatan operasional dan keuangan perusahaan semakin membaik, sehingga memberikan pengaruh positif terhadap ekuitas. Bukti empiris tentang pengaruh atau hubungan return on total asset dengan return saham menunjukkan bahwa return on total asset mempunyai pengaruh positif
dengan return saham (Natarsyah, 2000; Hardiningsih, et.al., 2002 dan Ratnasari, 2003). H1 = Profitabilitas (ROA) berpengaruh positif terhadap return saham. 2.2.2 Pengaruh Strutur Modal (DER) Pada Return Saham Debt to equity ratio memberikan jaminan tentang seberapa besar hutang perusahaan yang dijamin dengan modal sendiri perusahaan yang digunakan sebagai sumber pendanaan usaha (Ang, 1997). Tingkat debt to equity ratio yang tinggi menunjukkan komposisi total hutang (hutang jangka pendek dan hutang jangka panjang) semakin besar apabila dibandingkan dengan total modal sendiri, sehingga hal ini akan berdampak pada semakin besar pula beban perusahaan terhadap pihak eksternal (para kreditur). Menurut Ho, Tjahjapranata dan Yap (2006) penggunaan dana dari pihak luar akan dapat menimbulkan 2 dampak, yaitu: dampak baik dengan meningkatkan kedisiplinan manajemen dalam pengelolaan dana serta dampak buruk, yaitu: munculnya biaya agensi dan masalah asimetri informasi. Peningkatan beban terhadap kreditur akan menunjukkan sumber modal perusahaan sangat tergantung dari pihak eksternal, sehingga mengurangi minat investor dalam menanamkan dananya di perusahaan yang bersangkutan. Penurunan minat investor dalam menanamkan dananya ini akan berdampak pada penurunan harga saham perusahaan, sehingga return perusahaan juga semakin menurun (Ang, 1997). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa rasio Debt to Equity Ratio (DER) memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap return saham. Debt equity to ratio akan mempengaruhi kinerja perusahaan dan menyebabkan apresiasi harga saham. Debt equity ratio yang terlalu tinggi mempunyai dampak buruk terhadap kinerja perusahaan, karena tingkat hutang yang semakin tinggi berarti beban bunga perusahaan akan semakin besar dan mengurangi keuntungan (Ang, 1997).
Alasan utama untuk menggunakan hutang adalah karena biaya bunga dapat dikurangkan dalam perhitungan pajak, sehingga menurunkan biaya utang yang sesungguhnya. Akan tetapi, jika sebagian besar dari pendapatan perusahaan telah terhindar dari pajak karena penyusutan yang dipercepat atau kompensasi kerugian, maka tarif pajaknya akan rendah (apabila pajak bersifat progresif) dan keuntungan akibat penggunaan hutang juga mengecil, sehingga semakin tinggi hutang (debt to equity ratio) cenderung menurunkan return saham (Sawir, 2000). Beberapa bukti empiris tentang pengaruh debt to equity ratio terhadap return saham menunjukkan adalah penelitian yang dilakukan Santoso (1998) dan Liestyowati (2002) yang menunjukkan bahwa debt to equity ratio tidak berpengaruh secara signifikan, sedangkan Ratnasari (2003) memperlihatkan debt to equity ratio berpengaruh signifikan terhadap return saham. H2 = Struktur Modal (DER) berpengaruh negatif terhadap return saham. 2.2.3 Likuiditas Memoderasi Pengaruh Profitabilitas Pada Return Saham Current ratio yang rendah akan menyebabkan terjadi penurunan harga pasar dari harga saham yang bersangkutan. Sebaliknya current ratio terlalu tinggi juga belum tentu baik, karena pada kondisi tertentu hal tersebut menunjukkan banyak dana perusahaan yang menganggur (aktivitas sedikit) yang akhirnya dapat mengurangi kemampuan menghasilkan laba perusahaan. Current ratio yang tinggi dapat disebabkan adanya piutang yang tidak tertagih dan persediaan yang belum terjual, yang tentunya tidak dapat digunakan secara cepat untuk membayar hutang. Semakin besar current ratio yang dimiliki menunjukkan besarnya kemampuan perusahaan dalam memenuhi kebutuhan operasionalnya terutama modal kerja yang
sangat penting untuk menjaga performance kinerja perusahaan yang pada akhirnya mempengaruhi performance harga saham. Hal ini dapat memberikan keyakinan kepada investor untuk memiliki saham perusahaan tersebut sehingga dapat meningkatkan return saham. Budialim (2013) menunjukkan bahwa likuiditas memiliki perngaruh positif dan signifikan terhadap return yaitu semkin tinggi current ratio semakin tinggi pula perusahaan memenuhi kewajiban operasionalnya terutama modal kerja. Namun menurut Ross,et.al(2010, p.56), current ratio yang tinggi juga dapat mengindikasikan penggunaan uang kas dan assets jangka pendek lainnya yang tidak efisien. Karena pertentangan inilah, calon investor tidak melihat current ratio sebagai pertimbangan dalam berinvestasi sehingga current ratio tidak berpengaruh pada return saham. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Prihantini (2009) dengan hasil penelitian yaitu current ratio berpengaruh positif dan sgnifikan pada return saham dengan alasan current ratio yang rendah akan menyebabkan terjadi penurunan harga pasar dari harga saham yang bersangkutan. Sedangkan current ratio yang tinggi dapat disebabkan adanya piutang yang tidak tertagih dan persediaan yang belum terjual, yang tentunya tidak dapat digunakan secara cepat untuk membayar hutang. Disisi lain perusahaan yang memiliki aktiva lancar yang tinggi akan lebih cenderung memiliki assets lainnya dapat dicairkan sewaktu-waktu tanpa mengalami penurunan nilai pasarnya (menjual efek). Perusahaan dengan posisi tersebut sering kali terganggu likuiditasnya, sehingga investor lebih menyukai untuk membeli saham-saham perusahaan dengan nilai aktiva lancar yang tinggi dibandingkan perusahaan yang mempunyai nilai aktiva lancar yang rendah. Penelitian yang dilakukan oleh Andre Hernendiastoro (2005) menunjukkan hasil yang
berbeda yaitu current ratio tidak berpengaruh secara signifikan pada return saham yang mengatakan bahwa current ratio terlalu tinggi karena pada kondisi tertentu hal tersebut menunjukkan banyak dana perusahaan yang menganggur (aktivitas sedikit) yang pada akhirnya dapat mengurangi kemampuan perusahaan, current ratio yang tinggi dapat disebabkan adanya piutang yang tidak tertagih dan persediaan yang belum terjual, yang tentunya tidak dapat digunakan secara cepat untuk membayar hutang lancarnya. Perusahaan yang memiliki nilai likuiditas yang baik atau likuid, yaitu perusahaan yang mampu membagikan deviden yang tinggi kepada pemegang saham. Likuiditas perusahaan yang berhubungan langsung atau memiliki pengaruh terhadap perusahaan dalam memperoleh laba dan dibayarkan dalam bentuk dividen kepada pemegang saham. Manajemen keuangan perusahaan akan menggunakan laba tersebut untuk mendanai aktifitas operasional perusahaan atau membagikan dividen berupa return saham kepada pemegang saham. Jadi rasio likuiditas dapat mempengaruhi pengaruh profitabilitas pada return saham. H3=
Likuiditas (CR) memoderasi pengaruh profitabilitas pada return saham
2.2.4 Likuiditas Memoderasi Pengaruh Struktur Modal Pada Return Saham Debt to equity ratio merupakan penggunaan hutang yang relatif tinggi dibandingkan jumlah modal (ekuitas) yang dimiliki perusahaan dalam melangsungkan aktifitas operasional untuk meningkatkan laba perusahaan. Dengan nilai debt to equity ratio yang tinggi memunculkan indikasi atau kekhawatiran dari pemegang saham karena semakin besar resiko manajemen perusahaan untuk tidak mampu mengendalikan jumlah hutang dan kewajibannya kepada kreditur, sehingga para pemegang saham sering mengesampingkan perusahaan yang memiliki nilai debt to equity ratio yang tinggi. Namun apabilia manajemen perusahaan sangat disiplin untuk menngendalikan jumlah
hutang dengan baik, atau menjaga nilai likuiditas dengan baik untuk pengembangan aktifitas perusahaan untuk meningkatkan laba maka itu akan menjadi sinyal positif bagi pemegang saham. Dengan nilai debt to equity ratio yang tinggi belum tentu akan menurunkan nilai perusahaan atau menurunkan jumlah return yang dihasilkan. Dengan nilai debt to equity ratio yang tinggi mengindikasikan bahwa perusahaan melakukan perluasan usaha (ekspansi) untuk meningkatkan laba perusahaan. Jadi rasio likuiditas dapat mempengaruhi pengaruh struktur modal pada return saham. H4 =
Likuiditas memoderasi pengaruh struktur modal pada return saham