BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Signaling Theory Signaling theory merupakan sinyal-sinyal informasi yang dibutuhkan oleh investor untuk mepertimbangkan dan menentukan apakah para investor akan menanamkan sahamnya atau tidak pada perusahaan yang bersangkutan (Suwardjono, 2005). Signaling theory berakar pada teori akuntansi pragmatik yang mengamati pengaruh informasi terhadap perubahan perilaku pemakai informasi (Suwardjono, 2005). Menurut Ghozali dan Chariri (2007) teori pramagtik menjelaskan pengaruh informasi akuntansi terhadap perilaku pengambilan keputusan, dimana teori ini dimaksudkan untuk mengukur dan mengevaluasi pengaruh ekonomi, psikologis dan sosiologi pemakai terhadap alternatif prosedur akuntansi dan media pelaporan. Pendekatan pragmatis dapat dilakukan dengan mengamati reaksi pemakai laporan keuangan, dimana adanya reaksi pemakai laporan keuangan merupakan bukti bahwa laporan keuangan bermanfaat dan berisi informasi yang relevan. 2.1.2 Stakeholder Theory Teori stakeholder adalah teori yang menyatakan bahwa perusahaan bukanlah entitas yang hanya beroperasi untuk kepentingan sendiri, namun harus memberikan manfaat kepada seluruh stakeholder-nya (Ghozali dan Chariri, 2007). Dengan
demikian keberadaan suatu perusahaan sangat dipengaruhi oleh dukungan yang diberikan oleh stakeholders kepada perusahaan tersebut. Friedman (dalam Ghozali dan
Chariri,
2007)
menyatakan
bahwa
tujuan
utama
perusahaan
adalah
memaksimalkan kemakmuran pemiliknya, sedangkan menurut Freeman (dalam Ghozali dan Chariri, 2007) yang dinamakan stakeholder adalah setiap kelompok atau individu yang dapat mempengaruhi ataupun dipengaruhi tujuan umum dari suatu organisasi, termaksud kelompok yang dianggap tidak menguntungkan (adversialgroup) seperti pihak yang memiliki kepentingan tertentu dan regulator. Pada dasarnya stakeholder dapat mengendalikan dan mempengaruhi pemakaian sumber-sumber ekonomi yang digunakan perusahaan, oleh karena itu power stakeholder ditentukan oleh besar kecilnya power yang dimilki stakeholder atas sumber tersebut. Power ini dapat berupa kemampuan untuk membatasi pemakai sumber ekonomi yang terbatas (modal dan tenaga kerja), akses terhadap media yang berpengaruh, kemampuan untuk mengatur perusahaan, atau kemampuan untuk mempengaruhi konsumsi atas barang dan jasa yang dihasilkan perusahaan (Deegan dalam Ghozali dan Chariri, 2007). Stanford Research Institute (SRI) mendefiniskan stakeholder sebagai kelompok yang mampu memberikan dukungan terhadap keberadaan suatu organisasi, dimana tanpa dukungan dari kelompok ini organisasi tersebut tidak dapat terus berjalan (Nugroho, 2009). Dengan mengetahui apa yang diinginkan stakeholder maka manajer dapat merumuskan suatu strategi bisnis yang fleksibel yang tidak hanya bisa mengakomodasi seluruh kepentingan stakerholder, tetapi juga tujuan akhir perusahaan. Salah satu perwujudan strategi ini adalah dengan melaksanakan program
CSR serta mengungkapkannya di dalam laporan tahunan. Hal ini penting dilakukan karena investor sebagai stakeholder perlu mengevaluasi sejauh mana perusahaan telah melaksanakan perannya sesuai keinginan stakeholder. 2.1.3 Teori Legitimasi Legitimasi organisasi dapat dilihat sebagai sesuatu yang diinginkan atau dicari perusahaan dari masyarakat. Dengan demikian, legitimasi merupakan manfaat atau sumber daya potensial bagi perusahaan untuk bertahan hidup (going concern). Definisi tersebut mengisyaratkan, bahwa legitimasi merupakan sistem pengelolaan perusahaan yang berorientasi pada keberpihakan terhadap masyarakat (society), pemerintah, individu, dan kelompok masyarakat. Untuk itu, sebagai suatu sistem yang mengedepankan keberpihakan kepada society, operasi perusahaan harus kongruen dengan harapan masyarakat. Lindblom (1994) dalam Achmad (2007) menyatakan bahwa suatu organisasi mungkin menerapkan empat strategi legitimasi ketika menghadapi berbagai ancaman legitimasi. Oleh karena itu, untuk menghadapi kegagalan kinerja perusahaan (seperti kecelakaan yang serius atau skandal keuangan) organisasi mungkin: 1) Mencoba untuk mendidik stakeholdernya tentang tujuan organisasi untuk meningkatkan kinerjanya. 2) Mencoba untuk merubah persepsi stakeholder terhadap suatu kejadian (tetapi tidak merubah kinerja aktual organisasi).
3) Mengalihkan (memanipulasi) perhatian dari masalah yang menjadi perhatian (mengkonsentrasikan terhadap beberapa aktivitas positif yang tidak berhubungan dengan kegagalan - kegagalan). 4) Mencoba untuk merubah ekspektasi eksternal tentang kinerjanya. Teori legitimasi dalam bentuk umum memberikan pandangan yang penting terhadap praktek pengungkapan sosial perusahaan. Kebanyakan inisiatif utama pengungkapan sosial perusahaan bisa ditelusuri pada satu atau lebih strategi legitimasi yang disarankan oleh Lindblom. Sebagai contoh, kecenderungan umum bagi pengungkapan sosial perusahaan lebih menekankan pada poin positif bagi perilaku organisasi dibandingkan dengan elemen yang negatif. 2.1.4 Teori Kontrak Sosial (Social Contract Theory) Teori ini muncul karena adanya interelasi dalam kehidupan sosial masyarakat, agar
terjadi
keselarasan,
keserasian,
dan
keseimbangan,
termasuk
dalam
lingkungan.Untuk itu, agar terjadi keseimbangan (equality), maka perlu kontrak sosial baik secara tersusun, secara tersurat maupun tersirat, sehingga terjadi kesepakatan-kesepakatan yang saling melindungi kepentingan masing-masing (Nor Hadi.2011:96). Social Contract dibangun dan dikembangkan, salah satunya untuk menjelaskan hubungan antara perusahaan terhadap masyarakat (society). Di sini, perusahaan atau organisasi memiliki kewajiban pada masyarakat untuk memberi manfaat bagi masyarakat. Interaksi perusahaan dengan masyarakat akan selalu berusaha untuk memenuhi dan mematuhi aturan dan norma-norma yang berlaku di
masyarakat, sehingga kegiatan perusahaan dapat dipandang legitimate (Deegan,dalam Nor Hadi 2011:96). 2.1.5 Umur Perusahaan Umur perusahaan merupakan salah satu variabel penting dalam perjalanan suatu perusahaan. Umur perusahaan dapat mencerminkan seberapa besar perusahaan tersebut. Seberapa besar suatu perusahaan dapat digambarkan dalam kedewasaan perusahaan. Kedewasaan perusahaan akan membuat perusahaan yang bersangkutan memahami apa yang diinginkan oleh stakeholder dan shareholder-nya. Perusahaan yang sudah lama berdiri tentunya akan mendapat perhatian lebih dari masyarakat luas. Dengan demikian, tentunya perusahaan yang sudah lama berdiri akan selalu menjaga stabilitas dan citra perusahaan. Untuk menjaga stabilitas dan citra, perusahaan akan berusaha mempertahankan dan meningkatkan kinerjanya. Pengukuran umur perusahaan dihitung sejak berdirinya perusahaan sampai dengan data observasi (annual report) dibuat (latifah et al, 2011). Dari annual report yang diterbitkan perusahaan akan mengungkapkan seberapa bagus kemampuan perusahaan dalam menjaga stabilitas dan citra. 2.1.6 Media Exposure (Pengungkapan Media) Perusahaan bisa mengungkapkan aktivitas corporate social responsibility melalui berbagai media. Sari (2012) menyatakan bahwa media internet (web) merupakan media yang efektif dengan didukung oleh para pemakai internet yang mulai meningkat. Dengan mengkomunikasikan corporate social responsibility
melalui media internet, diharapkan masyarakat mengetahui aktivitas sosial yang dilakukan oleh perusahaan. Media merupakan pusat perhatian masyarakat luas mengenai sebuah perusahaan (Yao, et al., 2011). Menurut Harmoni (2010), media adalah sumber daya pada informasi lingkungan. Pengkomunikasian CSR melalui media akan meningkatkan reputasi perusahaan di mata masyarakat. 2.1.7 Corporate Social Responsibility (CSR) Tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR) adalah mekanisme bagi suatu organisasi untuk secara sukarela mengintegrasikan perhatian terhadap lingkungan dan sosial ke dalam operasinya dan interaksinya dengan stakeholder, yang melebihi tanggung jawab organisasi di bidang hukum (Anggraini, 2006). The World Business Council for Sustainable Development merumuskan Corporate Social Responsibility sebagai: the continuing commitment by business to behave ethically and contribute to economic development while improving the quality of life of the workforce and their families as well as of the local community and society. Adapun kegiatan CSR menurut The World Business Council for
Sustainable
Development
mencakup:
human
rights,
employee
rights,
environmental protection, supplier relation, community involvement, stakeholder rights, CSR performance monitoring and assesment. Corporate Social Responsibility Disclosure Menurut Mathews (1997) pengungkapan sosial dan lingkungan adalah sebagai berikut: voluntary disclosures of information, both qualitative and quantitative made
by organizations to inform or influence a range of audiences. the quantitative disclosures may be in financial on no-financial terms. Berdasarkan definisi tersebut maka pengungkapan sosial dan lingkungan merupakan pengungkapan informasi sukarela, baik secara kuantitatif yang dibuat oleh organisasi untuk menginformasikan aktivitasnya, dimana pengungkapan kuantitatif berupa informasi keuangan maupun non keuangan. Pengungkapan tanggung jawab sosial lingkungan dalam laporan tahunan merupakan salah satu cara perusahaan untuk membangun, mempertahankan, dan melegimitasi kontribusi perusahaan dari sisi ekonomi dan politik (Guthrie dan Parker dalam Sayekti, 2000). Pengungkapan tanggung jawab sosial lingkungan merupakan proses yang digunakan oleh perusahaan untuk mengungkapkan informasi berkaitan dengan kegiatan perusahaan dan pengaruhnya terhadap kondisi sosial masyarakat dan lingkungan. Salah satu media yang paling tepat untuk mengungkapkan aktivitas sosial lingkungan adalah dengan menerbitkan laporan keuangan, laporan keuangan dinilai paling tepat untuk mengkomunikasikan berbagai informasi yang relevan dari manajemen perusahaan untuk mengungkapkan masalah-masalah yang berhubungan dengan lingkungan sosial perusahaan. Beberapa pendapat yang muncul mengenai konsep pengungkapan sosial perusahaan, antara lain Darwin (dalam Anggraini, 2006) mengatakan bahwa Corporate Sustainability Reporting dapat dibagi menjadi 3 kategori yaitu kinerja ekonomi, kinerja lingkungan dan kinerja sosial. Pengungkapan terhadap aspek ekonomi, lingkungan dan sosial sekarang ini menjadi cara bagi perusahaan untuk mengkomunikasikan bentuk akuntabilitasnya
kepada stakeholder. Sedangkan menurut Zhegal & Ahmed (dalam Anggraini, 2006) mengindentifikasi hal-hal yang berkaitan dengan pelaporan sosial perusahaan yaitu sebagai berikut: 1) Lingkungan, meliputi pengendalian terhadap polusi, pencegahan atau perbaikan terhadap kerusakan lingkungan, konservasi alam, dan pengungkapan lain yang berkaitan dengan lingkungan. 2) Energi, meliputi konservasi energi, efisiensi energi dan lain-lain. 3) Praktik bisnis yang wajar, meliputi perbedayaan terhadap minoritas dan perempuan, dukungan terhadap usaha minoritas, tanggung jawab sosial. 4) Sumber daya manusia, meliputi aktivitas di dalam suatu komunitas, dalam kaitan dengan pelayanan kesehatan, pendidikan dan seni. 5) Produk, meliputi keamanan, pengurangan polusi dan lain-lain. Menurut Deegan (dalam Ghozali dan Chariri, 2007) berbagai alasan yang mendorong manajer secara sukarela mengungkapkan informasi sosial dan lingkungan sebagai berikut: 1) Keinginan untuk mematuhi persyaratan yang ada dalam undang-undang (UndangUndang No. 40). 2) Pertimbangan rasionalitas ekonomi, dengan praktik pengungkapan sosial lingkungan akan memberikan keuntungan. 3) Keyakinan dalam proses akuntabilitas, dimana manajer berkeyakinan bahwa setiap orang memiliki hak untuk memperoleh informasi.
4) Keinginan untuk mematuhi pesyaratan peminjaman, sebagai bagian dari kebijakan manajemen risiko yang cenderung menghendaki peminjam untuk secara periodik memberikan berbagai item informasi tentang kinerja dan kebijakan sosial dan lingkungan. 5) Untuk mematuhi harapan masyarakat, hal ini terefleksi atas adanya pandangan “kontrak sosial”. 6) Sebagai konsekuensi dari ancaman legimitasi perusahaan. 7) Untuk menarik dana investasi. 8) Untuk mematuhi persyaratan industri. Adanya Undang-Undang No. 40 tahun 2007 mewajibkan Perseroan Terbatas untuk melaksanakan tanggung jawab sosial lingkungan, dimana jika tidak dilaksanakan akan dikenai sanksi. 9) Untuk mendapatkan perhargaan. 2.1.8 Reaksi Pasar Reaksi pasar dapat diukur dengan mengunakan commulative abnormal return (Subekti, 2005), dimana ketika informasi diumumkan diharapkan pasar akan bereaksi pada waktu pengumuman tersebut diterima oleh pasar yang ditunjukan dengan adanya perubahan harga saham dari sekuritas yang bersangkutan. Perubahan harga saham dapat digambarkan dalam bentuk efisiensi pasar modal, yang dapat dilihat melalui abnormal return yang terjadi (Jogiyanto, 2003). Bukti empiris yang lain menemukan bahwa pengungkapan tanggung jawab sosial lingkungan, secara signifikan berdampak pada reaksi pasar atas harga saham, sehingga dapat diperoleh abnormal return.
2.1.9 Karakteristik Industri Menurut Utomo (2000), para peneliti akuntansi sosial tertarik untuk menguji pengungkapan sosial pada berbagai perusahaan yang memiliki perbedaan karakteristik. Salah satu perbedaan karakteristik yang menjadi perhatian adalah tipe industri, yaitu industri yang high profile dan low profile. Perusahaan yang termasuk dalam tipe industry high profile merupakan perusahaan yang mempunyai tingkat sensitivitas tinggi terhadap lingkungan, tingkat risiko politik yang tinggi, atau tingkat kompetisi yang kuat (Robert, 1992 dalam Utomo, 2000). Selain itu, perusahaan yang termasuk kategori high profile umumnya merupakan perusahaan yang memperoleh sorotan dari masyarakat karena aktivitas operasi perusahaan memiliki potensi dan kemungkinan berhubungan dengan kepentingan masyarakat luas. Industri high profile diyakini melakukan pengungkapan pertanggungjawaban sosial yang lebih banyak daripada industry yang low profile. Adapun perusahaan yang tergolong dalam industri high profile pada umumnya memiliki karakteristik seperti memiliki jumlah tenaga kerja yang besar dan dalam proses produksinya mengeluarkan residu, seperti limbah dan polusi (Zuhroh dan Sukmawati, 2003). Fauzi et al. (2007) menemukan bukti empiris bahwa tipe industri tidak berpengaruh terhadap pengungkapan pertanggungjawaban sosial. Sementar Djakman dan Machmud (2008) menemukan bukti empiris bahwa tipe industri memiliki pengaruh signifikan terhadap pengungkapan pertanggungjawaban sosial. Pada penelitian ini, perusahaan yang dikategorikan sebagai high profile antara lain
perusahaan perminyakan dan pertambangan lain, kimia, hutan, kertas, otomotif, penerbangan, agribisnis, tembakau dan rokok, produk makanan dan minuman, media dan komunikasi, energi (listrik), engineering, kesehatan serta transportasi dan pariwisata. Sedangkan kelompok industri low profile terdiri dari bangunan, keuangan dan perbankan, supplier peralatan medis, properti, retailer, tekstil dan produk tekstil, produk personal, dan produk rumah tangga (Utomo, 2000 dan Sembiring, 2006).
2.2 Rumusan Hipotesis Penulisan Hipotesis merupakan dugaan sementara terhadap suatu hasil penelitian yang kebenarannya harus diuji melalui penelitian secara empiris. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan, hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 2.2.1
Pengaruh Umur Perusahaan dalam praktik pengungkapan Corporate
Social Responsibility (CSR) Pada Reaksi Pasar Umur perusahaan merupakan potensial determinant dari praktek pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Perusahaan yang telah lama berdiri dapat mencerminkan tingkat kedewasaan dari perusahaan tersebut. Semakin lama perusahaan berdiri, maka perusahaan tersebut semakin memberikan dampak terhadap keadaan lingkungkan dan sosialnya. Hal ini tentu akan mendapat perhatian dari masyarakat luas. Secara umum, perusahaan yang telah lama melakukan usaha
cenderung akan menungkapkan informasi sosial perusahaan lebih banyak daripada perusahaan yang baru beroperasi. Hal ini akan membuat citra perusahaan menjadi baik dimata masyarakat luas. Jika perusahaan memiliki citra yang baik dimata masyarakat, maka hal ini akan mempengaruhi reaksi investor terhadap perusahaan tersebut. Sembiring (2005) menemukan korelasi antara umur perusahaan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial, serta pengaruhnya terhadap reaksi investor. Hasil penelitian ini berbeda dengan yang dilakukan oleh Suripto (1999) yang menyatakan tidak ada pengaruh yang signifikan antara umur perusahaan pada reaksi pasar. Penelitian ini akan mencoba menguji pengaruh umur perusahaan pada reaksi investor dengan hipotesis sebagai berikut : H1 : Umur perusahaan berpengaruh positif pada reaksi pasar 2.2.2
Pengaruh Media Exposure dalam praktik pengungkapan Corporate Social
Responsibility (CSR) Pada Reaksi Pasar Jika perusahaan ingin mendapat kepercayaan dan legitimasi melalui kegiatan CSR, maka perusahaan harus mempunyai kapasitas untuk memenuhi kebutuhan pemangku kepentingan dan berkomunikasi dengan pemangku kepentingannya secara efektif. Fungsi komunikasi menjadi sangat pokok dalam manajemen CSR. Pengkomunikasian CSR melalui media akan meningkatkan reputasi perusahaan di mata masyarakat. Peningkatan reputasi perusahaan di mata masyarakat akan mempengaruhi reaksi investor terhadap perusahaan tersebut. Pada pelaksanaannya,
hal inilah yang menjadi bagian pada proses membangun institusi, membentuk norma yang diterima dan legitimasi praktik CSR. Penelitian teori legitimasi secara luas menguji peran yang dimainkan oleh berita media pada peningkatan tekanan yang diakibatkan oleh tuntutan publik terhadap perusahaan. Media mempunyai peran penting pada pergerakan mobilisasi sosial, misalnya kelompok yang tertarik pada lingkungan (Patten, 2002 dalam Reverte, 2008). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Aulia (2011) dan Reverte (2008) menunjukkan bahwa pengungkapan media tidak berpengaruh terhadap reaksi pasar, akan tetapi hasil penelitian (Bansal and Clelland, 2004;Bansal and Roth, 2000; Bowen, 2000; Henriques and Sadorsky, 1996) dalam Reverte (2008) menunjukkan bahwa pengungkapan media berpengaruh positif dalam praktik CSR terhadap reaksi pasar. Penelitian ini mencoba menguji pengaruh pengungkapan media dalam praktik CSR pada reaksi pasar dengan hipotesis sebagai berikut : H1: Pengungkapan media (media exposure) berpengaruh positif pada reaksi investor 2.2.3
Pengaruh Luas Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR)
Pada Reaksi Pasar Luas pengungkapan CSR yang dilakukan perusahaan mampu mempengaruhi image perusahaan dimata publik, sehingga selanjutnya mempengaruhi respon publik terhadap perusahaan, dimana respon tersebut dapat tercermin melalui peningkatan harga saham perusahaan (Saitri, 2011). Selain luas pengungkapan CSR, informasi
dalam laporan keuangan perusahaan mempunyai peran yang sangat penting dalam pasar modal, baik bagi investor secara individual maupun bagi pasar secara keseluruhan. Bagi investor, informasi berperan penting dalam mengambil keputusan investasi, sementara pasar memanfaatkan informasi untuk mencapai harga keseimbangan yang baru. Investor tidak hanya memasukkan laba sebagai satusatunya bahan pertimbangan, tetapi investor mulai melihat pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan terhadap lingkungan. Pengungkapan tanggung jawab sosial merupakan proses yang digunakan untuk mengungkapkan informasi yang berkaitan dengan kegiatan perusahaan serta pengaruhnya terhadap kondisi sosial masyarakat dan lingkungan. Pengungkapan informasi CSR merupakan salah satu cara perusahaan untuk membangun, mempertahankan, dan melegitimasi kontribusi perusahaan dari sisi ekonomi dan politik (Guthrie dan Parker dalam Sayekti, 2007). Perusahaan yang secara sukarela mengungkapkan informasi lingkungan yang bernuansa positif, mengakibatkan risiko berkurangnya kemakmuran yang mungkin dihadapi perusahaan di masa mendatang, sehinga dapat mempengaruhi investor dalam mengambil keputusan.
Sayekti
dan
Wondodabio
(2007)
menemukan
bahwa
tingkat
pengungkapan informasi CSR berpengaruh positif terhadap besarnya respon pasar. Hal ini mengindikasikan bahwa investor mengapresiasi informasi CSR yang diungkapkan perusahaan dalam laporan tahunannya untuk pengambilan keputusan investasi. Selain penelitian yang dilakukan Sayekti dan Wondodabio, hasil penelitian yang dilakuakn Gelb dan Strawer (2001) mengindikasikan bahwa terdapat hubungan yang positif antara kualitas pengungkapan, praktik hubungan investor tertentu, dan
CSR yaitu perusahaan yang melaksanakan aktivitas tanggung jawab sosial menyediakan pengungkapan yang lebih informatif dan luas dibandingkan dengan perusahaan yang kurang memfokuskan diri untuk memajukan CSR. Penelitian ini akan mencoba menguji pengaruh luas pengungkapan tanggung jawab social pada reaksi investor dengan mengemukakan hipotesis sebagai berikut : H1 : Luas Pengungkapan CSR berpengaruh positif pada reaksi pasar 2.2.4
Pengaruh Karakteristik Industri dalam Luas Pengungkapan CSR Menurut Robert dan Preston dalam Utomo (2000) karakteristik yang dimiliki
oleh perusahaan yang berkaitan dengan bidang usaha, resiko usaha, karyawan yang dimiliki dan lingkungan usaha. a)
Perusahaan high-profile Perusahaan high-profile adalah perusahan-perusahaan yang memiliki consumer
visibility, dengan tingkat resiko yaitu dampak yang ditimbulkan atas keberadaan perusahaan tersebut yang tinggi seperti resiko politik, dampak lingkungan yaitu limbah pabrik dan tingkat kompetisi yang tinggi yaitu persaingan antar perusahaan dalam hal harga, mutu, tenaga kerja yang besar, serta konsumen lebih berhati-hati terhadap produk dan layanan perusahaan. Perusahaan yang terklasifikasi dalam kelompok industri high profile ini antara lain, perusahaan perminyakan dan pertambangan lain, kimia, hutan, kertas, otomotif, penerbangan, dan agrobisnis. Menurut penelitian sebelumnya bahwa perusahaan-perusahaan ini orientasinya kepada pelanggan maka akan lebih memperhatikan pertanggungjawaban sosialnya
kepada masyarakat karena hal ini dapat meningkatkan citra perusahaan dan mempengaruhi tingkat penjualan. b)
Perusahaan low-profile Perusahaan low-profile adalah perusahaan dengan tingkat resiko yaitu dampak
yang timbulkan atas keberadaan perusahaan tersebut dan kompetisi yaitu persaingan antar perusahaan yang rendah sesitivitas lingkungan yang rendah, tenaga kerja yang tidak terlalu banyak. Perusahaan yang terklasifikasi diantaranya pembangunan, keuangan dan perbankan, pemasok peralatan medis, property, retailer, tekstil dan produksi tekstil, produk personal, dan produk rumah tangga. Hasyir (2009) dalam penelitiannya menemukan bahwa tingkat pengungkapan social pada industri high-profile secara signifikan lebih tinggi daripada tingkat pengungkapan social pada industri low-profile. Hal ini disebabkan oleh tingginya dampak social dari sebagian besar industri high-profile yang mendorong kelompok industri ini untuk melakukan pengungkapan CSR yang lebih tinggi daripada kelompok industry low-profile. Perusahaan yang memiliki tingkat tanggung jawab sosial yang tinggi akan direspon secara positif oleh investor melalui fluktuasi harga saham perusahaan. Lucyanda dan Siagian (2012) berpendapat bahwa perusahaan high-profile akan cenderung memberi pengungkapan tanggung jawab sosial yang memenuhi syarat untuk menjaga kelangsungan hidup perusahaan. Berdasarkan uraian diatas, peneliti merumuskan hipotesis sebagai berikut : H1: Terdapat perbedaan luas pengungkapan CSR perusahaan berkategori high-profile dan low-profile.