BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS
2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengertian Lingkungan Kerja Meskipun tekanan kompetitif di kebanyakan organisasi semakin kuat dari sebelumnya, beberapa organisasi mencoba merealisasikan suatu keunggulan kompetitif dengan mendorong sebuah lingkungan kerja yang positif (Robbins dan Judge, 2015:15). Imran et al. (2012) lingkungan kerja dianggap sangat penting dalam mempengaruhi kinerja karyawannya. Gardjito,dkk. (2014) lingkungan kerja adalah kondisi atau keadaan yang cukup besar mempengaruhi pegawai dalam melakukan pekerjaan atau terhadap jalannya operasi perusahaan. Kurniasari dan Halim (2013) lingkungan kerja merupakan sesuatu yang ada di sekitar para pekerja dan dapat mempengaruhi pekerja dalam melaksanakan tugas yang dibebankan. Lingkungan kerja adalah lingkungan dimana seseorang cocok dengan pekerjaan mereka (Naharuddin dan Sadegi, 2013). Lingkungan kerja merupakan segala sesuatu yang ada di sekitar karyawan baik fisik maupun non fisik yang dapat mempengaruhi dirinya dan pekerjaannya (Andamdewi, 2013). Lingkungan kerja dapat dikatakan kondisi yang ada di tempat kerja baik itu fisik maupun non fisik yang mempengaruhi pegawai dalam menjalankan pekerjaannya (Subagyo, 2014). Lingkungan kerja yang kondusif memungkinkan pegawai bekerja lebih bersemangat sehingga hasil kerjanya lebih memuaskan dan lingkungan kerja
10
dapat memberikan dan meningkatkan semangat kerja karena lingkungan kerja mempunyai pengaruh terhadap pegawai yang melaksanakan pekerjaan (Arianto, 2013). Perasaan nyaman yang dimiliki karyawan akan memberikan kepuasan bagi karyawan yang bekerja dalam organisasi tersebut. Faktor yang harus diperhatikan dalam lingkungan kerja antara lain desain bangunan, tata letak tempat kerja, ventilasi, ruang, suhu, pencahayaan, kebisingan, dan keamanan (Elnaga, 2013). Berdasarkan pengertian di atas maka didapatkan bahwa lingkungan kerja merupakan tempat karyawan melaksanakan suatu pekerjaan dan kondisi sekitarnya, baik secara fisik maupun non fisik. Berdasarkan pengertian tersebut, dapat dinyatakan bahwa lingkungan kerja merupakan kondisi organisasi yang mempengaruhi kinerja karyawaan. Lingkungan kerja yang nyaman membuat karyawan merasa betah pada tempatnya bekerja, sehingga karyawan dapat bekerja dengan baik.
2.1.2 Indikator Lingkungan Kerja Rahmawanti,dkk. (2014) lingkungan kerja terdiri dari dua yaitu: 1) Lingkungan kerja fisik merupakan semua keadaan berbentuk fisik yang terdapat di sekitar tempat kerja dimana dapat mempengaruhi kerja karyawan baik secara langsung maupun tidak langsung. Lingkungan kerja fisik terdiri dari suhu, kebersihan, ruang gerak, penerangan, dan pewarnaan. 2) Lingkungan kerja non fisik merupakan kondisi lain dari lingkungan kerja fisik yang berkaitan dengan hubungan kerja karyawan yang mempengaruhi
11
kinerjanya. Lingkungan kerja non fisik terdiri dari hubungan atasan dengan bawahan serta hubungan antar karyawan. Jain dan Kaur (2014) lingkungan kerja dapat dibagi menjadi tiga komponen yaitu : 1) Lingkungan Fisik merupakan lingkungan yang dapat mengakibatkan seseorang untuk menyesuaikan kecocokannya dengan tempatnya bekerja. Lingkungan fisik terdiri dari ventilasi dan suhu, kebisingan, penerangan dan fasilitas. 2) Lingkungan Mental merupakan kondisi yang dialami seseorang pada tempatnya bekerja. Lingkungan mental terdiri dari kelelahan, kebosanan, sikap dan perilaku rekan kerja. 3) Lingkungan Sosial adalah lingkungan tempat seseorang melakukan interaksi dengan orang lain. Lingkungan sosial terdiri dari ruang gerak yang diperlukan, kebersihan dan keamanan.
2.1.3 Keadilan Organisasional Iqbal (2013) bahwa keadilan organisasional merupakan persepsi karyawan mengenai keseluruhan prosedur organisasi, aturan, dan kebijakan harus dilakukan secara adil. Keadilan organisasional merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan peran keadilan karena langsung berhubungan dengan tempat kerja (Al-Zu’ubi, 2010). Hwei dan Santosa (2012) bahwa penilaian keadilan organisasional memiliki dampak pada sikap dan reaksi karyawan.
12
Keadilan organisasional mengacu pada sejauh mana karyawan merasa prosedur kerja, interaksi, dan hasil untuk bersikap adil dalam suatu organisasi (Mohamed, 2014). Yendrawati dan Paramitha (2014) keadilan organisasional meliputi persepsi anggota organisasi tentang kondisi keadilan yang mereka alami. Keadilan organisasional selalu berfokus terhadap keadilan di tempat kerja yang dapat memberikan dampak yang kuat pada sikap yang berbeda dari karyawan seperti keinginan berpindah, kepuasan kerja, kepercayaan, kepemimpinan, dan komitmen organisasional (Malik dan Naeem, 2011). Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, keadilan organisasional merupakan sikap adil yang diberikan oleh atasan kepada bawahan tanpa adanya sikap pilih kasih. Keadilan dalam suatu organisasi atau perusahaan dapat memberikan dampak pada sikap dan tingkat kepuasan kerja karyawan. Keadilan organisasional harus diterapkan dalam suatu perusahaan untuk mencegah rasa saling iri terhadap sesama karyawan.
2.1.4 Dimensi Keadilan Organisasional Hweii dan Santosa (2012) terkait ketiga dimensi keadilan organisasional, yaitu: 1) Keadilan distributif Keadilan distributif adalah keadilan yang dirasakan dalam hal pendistribusian sumber daya dan penghargaan. Contoh keadilan distributif adalah kenaikan gaji karyawan yang sesuai tingkat kepantasan yang selayaknya diperoleh karyawan.
13
2) Keadilan prosedural Keadilan prosedural adalah keadilan yang dirasakan mengenai dalam hal proses
dan
prosedur
yang
digunakan
untuk
membuat
keputusan
pendistribusian. Contoh keadilan prosedural adalah kejelasan prosedur yang menentukan promosi atau gaji yang diberikan perusahaan. 3) Keadilan interaksional Keadilan interaksional merupakan derajat penerimaan yang salah satunya diperlakukan dengan rasa hormat dan bermartabat. Contoh keadilan interaksional adalah pujian terhadap karyawan apabila karyawan menciptakan suatu prestasi atau mencapai pencapaian tertentu. Robbins dan Judge (2015:146) bahwa terdapat 2 (dua) tipe keadilan lain yang harus dilakukan dengan cara bagaimana karyawan diperlakukan yaitu : 1) Keadilan Informasi, yang akan mencerminkan apakah para manajer memberikan kepada para pekerjanya penjelasan atas keputusan pokok dan para manajer yang jujur dengan para pekerjanya, akan lebih dirasakan adil ketika diperlakukan oleh para manajer tersebut. 2) Keadilan Interpersonal, yang mana mencerminkan apakah para pekerja diperlakukan dengan rasa hormat dan bermartabat.
2.1.5 Indikator Keadilan Organisasional Keadilan organisasional menurut Al-Zu’Bi, (2010 ) digunakan sebagai indikator dan disesuaikan dengan kondisi perusahaan yaitu :
14
1) Keadilan distributif Keadilan distributif meliputi jadwal kerja yang adil, gaji sesuai dengan jabatan, beban kerja yang adil, penghargaan, dan pertanggung jawaban terhadap pekerjaan. 2) Keadilan prosedural Keadilan prosedural meliputi pengambilan keputusan pekerjaan, pimpinan mendengarkan masalah karyawan, pimpinan mencari informasi yang akurat, pimpinan menyediakan informasi tambahan, keputusan kerja diterapkan secara konsisten, dan kebebasan berpendapat. 3) Keadilan interaksional Keadilan interaksional meliputi pimpinan memperlakukan karyawan dengan baik dan hormat, pimpinan peka terhadap kebutuhan karyawan, implikasi, keadilan, dan kejelasan keputusan kerja.
2.1.6 Pengertian Komitmen Organisasional Komitmen organisasional dipandang sebagai suatu orientasi nilai terhadap organisasi yang menunjukan pemikiran individu dan mengutamakan pekerjaan dan organisasinya (Tania dan Sutanto, 2013). Komitmen organisasional adalah keinginan atau individu untuk menerima nilai-nilai dan tujuan organisasi (Hasan, 2012).
Churiyah
(2011)
komitmen
organisasional
merupakan
usaha
mengatasnamakan organisasinya serta keinginan yang kuat agar dapat bertahan dan selalu berada pada lingkungan organisasi. Komitmen organisasional adalah suatu keadaan dimana seorang karyawan memihak organisasi tertentu serta tujuan
15
dan keinginannya untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi tersebut (Irawati dan Liana, 2013). Karyawan yang memiliki komitmen organisasional adalah karyawan yang terlibat aktif di dalam organisasi serta aktif mencapai tujuan organisasi (Dewi, 2013). Suma dan Lesha (2013) hal ini dapat ditandai oleh 3 faktor yaitu : 1) Keyakinan yang kuat dan penerimaan tujuan organisasi serta nilai-nilainya. 2) Kesediaan untuk mengerahkan usaha yang cukup atas nama organisasi. 3) Keinginan yang kuat untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi. Suma dan Lesha (2013) tiga bentuk dari komitmen organisasional : 1) Komitmen afektif, menunjukkan kelekatan psikologis terhadap organisasi. Individu bertahan dalam organisasi karena dia menginginkannya dan setuju dengan tujuan dan nilai perusahaan 2) Komitmen normatif (komitmen moral), ditunjukkan dengan perasaan wajib untuk tetap bertahan dalam organisasi. 3) Komitmen continuance (ekonomis atau kalkulatif), adalah kesadaran akan ketidakmungkinan karyawan untuk memilih identitas sosial lain dan alternatif tingkah laku yang lain karena adanya ancaman akan kerugian yang besar. Karyawan harus memiliki rasa tanggung jawab terhadap pekerjaannya. Karyawan yang memiliki tanggung jawab terhadap pekerjaannya akan memiliki komitmen yang tinggi terhadap organisasi atau perusahaannya. Komitmen organisasional
merupakan
sikap
karyawan
yang
lebih
mengutamakan
pekerjaannya dan memiliki keinginan untuk bertahan pada organisasinya. Luthans (2006:249) komitmen organisasional paling sering didefinisikan sebagai
16
keinginan kuat untuk tetap sebagai anggota organisasi tertentu, keinginan untuk berusaha keras sesuai keinginan organisasi, keyakinan tertentu dan penerimaan nilai dan tujuan organisasi. Komitmen
organisasional
bersifat
multidimensi
maka
terdapat
perkembangan dukungan untuk 3 (tiga) model komponen yang diajukan oleh Meyer dan Allen (1991). Ketiga dimensi tersebut adalah : 1) Komitmen Afektif adalah keterikatan emosional karyawan, identifikasi, dan keterlibatan dalam organisasi. 2) Komitmen
kelanjutan
adalah
komitmen
berdasarkan
kerugian
yang
berhubungan dengan keluarnya karyawan dari organisasi. Hal ini mungkin karena kehilangan senioritas, atau promosi atau benefit. 3) Komitmen normatif adalah perasaan wajib untuk tetap berada dalam organisasi karena memang harus begitu; tindakan tersebut merupakan hal benar yang harus dilakukan.
2.1.7 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Komitmen Organisasional Sopiah (2008:163) mengemukakan 4 (empat) faktor yang mempengaruhi komitmen organisasional antara lain : 1) Faktor personal, misalnya usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengalaman kerja dan kepribadian. 2) Karakteristik pekerjaan, misalnya lingkup jabatan, tantangan dalam pekerjaan, konflik peran, tingkat kesulitan dalam pekerjaan.
17
3) Karakteristik struktur, misalnya besar kecilnya organisasi, bentuk organisasi, kehadiran serikat pekerjaan, dan tingkat pengendalian yang dilakukan organisasi terhadap karyawan. 4) Pengalaman kerja. Pengalaman kerja seorang karyawan sangat berpengaruh terhadap tingkat komitmen karyawan pada organisasi. Puspitawati dan Riana (2014) terdapat 3 (tiga) faktor yang mempengaruhi komitmen karyawan pada organisasi, yaitu: 1) Faktor personal yang meliputi job satisfaction, psychological contract, job choice factors, dan karakteristik personal. Keseluruhan faktor ini akan membentuk komitmen awal. 2) Faktor organisasi, meliputi initial works experiences, job scope, supervision, goal consistency organizational. Semua faktor ini akan membentuk atau memunculkan tanggung jawab. 3) Faktor non organisasi, merupakan faktor yang bukan berasal dari dalam organisasi, misalnya ada tidaknya alternatif pekerjaan lain.
2.1.8 Pengertian Kepuasan Kerja Kepuasan kerja didefinisikan sebagai sesuatu yang bersifat individual dan setiap individu memiliki tingkat kepuasan berbeda sesuai sistem nilai yang berlaku pada dirinya (Rivai dan Sagala, 2011:856). Kepuasan kerja merupakan perasaan karyawan tentang pekerjaan yang dilakukan serta sikap memiliki terhadap aspek pekerjaan mereka Lumley et al. (2011). Kepuasan kerja merupakan hasil dari persepsi karyawan mengenai seberapa baik pekerjaan
18
mereka yang dinilai penting (Soegandhi,dkk. 2013). Aydogdu dan Asigkil (2011) bahwa kepuasan kerja adalah sikap individu yang memiliki hasil dari pekerjaan mereka. Kepuasan kerja merupakan seberapa baik karyawan mampu melakukan pekerjaan dan mampu memberikan hal yang dinilai penting (Putri, 2015). Malik et al. (2010) kepuasan kerja umumnya merupakan penilaian seseorang terhadap seberapa puas karyawan tersebut terhadap pekerjaan yang dibuatnya sesuai dengan kerangka acuan mutlak dan penilaian seseorang pada tingkat kepuasan dengan aspek kerja individu didasarkan pada standar relatif yang spesifik dengan konteks kerja dan melibatkan perbandingan dengan situasi karyawan lainnya. Kepuasan kerja merupakan salah satu aspek psikologis yang mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya (Suhartini dan Hakim, 2010). Berdasarkan beberapa pengertian kepuasan kerja tersebut, didapatkan bahwa kepuasan kerja merupakan perasaan puas karyawan terhadap pekerjaan yang dilakukan. Kepuasan kerja dapat meningkatkan kinerja karyawan. Karyawan yang menyelesaikan tugasnya dengan baik memiliki rasa kepuasan kerja yang lebih tinggi.
2.1.9 Teori Kepuasan Kerja Teori kepuasan kerja yang mendasari penelitian ini adalah Two Factor Theory yang dikemukakan oleh Elnaga (2013) bahwa faktor yang melibatkan konten pekerjaan adalah faktor motivator yang cenderung menyebabkan kepuasan kerja, sedangkan faktor-faktor yang menyebabkan ketidakpuasan dalam konten
19
pekerjaan adalah faktor hygiene. Proses untuk membuat karyawan merasakan puas dalam bekerja, pihak pimpinan perusahaan harus memastikan bahwa faktor hygiene telah memadai seperti gaji, keamanan dan kondisi kerja yang aman serta hubungan terhadap rekan kerja dan atasan baik. Pimpinan juga harus menyediakan faktor penggerak motivator agar dapat memadai kinerja karyawan seperti prestasi, pengakuan, tanggung jawab dan pengembangan kesempatan untuk maju (Griffin, 2006:43).
2.1.10 Indikator Kepuasan Kerja Aydogdu dan Asigkil (2011) indikator kepuasan kerja yaitu : 1) Upah dan gaji Upah dan gaji merupakan balas jasa berupa uang yang diberikan perusahaan terhadap pegawainya. Uang tidak hanya dapat memenuhi kebutuhan dasar seseorang tetapi juga dapat memberikan kepuasan pada tingkat akhirnya. 2) Pekerjaan yang dilakukan Pekerjaan dapat memberikan kepuasan bagi seseorang. Jenis pekerjaan yang dapat memberikan kepuasan adalah pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan seseorang dan sesuai dengan keinginan. 3) Pengawasan Pengawasan sangat diperlukan dalam menjaga keselamatan seseorang. Pengawasan yang dapat dilakukan antara lain peringatan yang tegas, penegakan disiplin, dan pemberian penghargaan terhadap karyawan yang berprestasi.
20
4) Promosi Promosi merupakan peluang dari kenaikan jabatan seseorang. Kesempatan untuk dapat meningkatkan karir di organisasi menjadi sumber kepuasan seseorang. 5) Rekan sekerja Sesama rekan sekerja harus saling menghormati dan dapat menciptakan suasana kekeluargaan. Ardana,dkk. (2012:147) pemahaman yang lebih tepat tentang kepuasan kerja dapat terwujud apabila analisis tentang kepuasan kerja dikaitkan dengan : 1) Kepuasan kerja dan prestasi. Seorang karyawan yang puas tidak dengan sendirinya merupakan karyawan yang berprestasi tinggi, melainkan sering hanya berprestasi biasa-biasa saja. Kepuasan kerja tidak selalu menjadi faktor motivasional kuat untuk berprestasi. Seorang karyawan yang puas belum tentu terdorong untuk berprestasi karena kepuasannya tidak terletak pada motivasinya, akan tetapi dapat terletak pada faktor-faktor lain, misalnya pada imbalan yang diperolehnya. 2) Kepuasan kerja dan kemangkiran. Karyawan yang tinggi tingkat kepuasan kerjanya akan rendah tingkat kemangkirannya, sebaliknya karyawan yang merasa tidak atau kurang puas, akan menggunakan berbagai alasan untuk tidak masuk kerja. 3) Kepuasan kerja dan keinginan pindah. Tidak dapat disangkal bahwa salah satu faktor penyebab timbulnya keinginan pindah kerja adalah ketidakpuasan pada tempat bekerja sekarang. Sebab-sebab ketidakpuasan dapat beraneka ragam
21
seperti penghasilan rendah atau dirasakan kurang memadai, kondisi kerja yang kurang memuaskan, hubungan yang tidak serasi, baik dengan atasan maupun dengan para rekan sekerja, dan pekerjaan yang tidak sesuai dengan berbagai faktor lainnya. 4) Kepuasan kerja dan usia. Dalam pemeliharaan hubungan yang serasi antara organisasi dengan para anggotanya, kaitan antara usia karyawan dengan kepuasan kerja perlu mendapat perhatian. Kecenderungan yang sering terlihat ialah bahwa semakin lanjut usia karyawan, tingkat kepuasan kerjanyapun biasanya semakin tinggi. 5) Kepuasan kerja dan tingkat jabatan. Semakin tinggi kedudukan seseorang dalam suatu organisasi, pada tidak kepuasannya pun cenderung lebih tinggi. 6) Kepuasan kerja dan besar kecilnya organisasi. Kehidupan berkarya digunakan oleh manusia tidak hanya untuk memuaskan kebutuhan material saja, tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan lainnya seperti yang bersifat mental, psikologikal, sosial, dan spiritual. Besar kecilnya organisasi turut berpengaruh pada kepuasan kerja.
2.2 Hipotesis Penelitian Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian biasanya disusun dengan menggunakan kalimat tanya (Sugiyono, 2013:93). Berdasarkan rumusan masalah serta penelitian terdahulu, maka didapat hipotesis sebagai berikut.
22
2.2.1 Pengaruh Lingkungan Kerja terhadap Kepuasan Kerja Medina (2013) dalam penelitiannya yang bertujuan menganalisis tingkat dampak stres dan lingkungan kerja pada pengusaha perempuan terhadap pengambilan keputusan dan kepuasan kerja di Meksiko menemukan hubungan yang positif antara lingkungan kerja dan kepuasan kerja. Bahri et al. (2013) dalam penelitiannya yang bertujuan mengetahui hubungan variabel lingkungan kerja termasuk keadilan organisasional, konflik interpersonal dan kendala organisasi terhadap kepuasan kerja dan perilaku kerja kontraproduktif pada karyawan di Universitas Mazandaran Barat menemukan hubungan yang signifikan antara lingkungan kerja dan kepuasan kerja. Baraba,dkk. (2014) dalam penelitiannya yang bertujuan untuk menguji pengaruh komitmen organisasional terhadap kepuasan kerja, pengaruh lingkungan kerja terhadap kepuasan kerja, pengaruh keyakinan diri sebagai variabel pemoderasi hubungan antara komitmen organisasional dengan kepuasan kerja karyawan, pengaruh keyakinan diri sebagai variabel pemoderasi hubungan antara lingkungan dengan kepuasan kerja karyawan, dan variabel mana yang memiliki pengaruh yang lebih dominan terhadap kepuasan kerja karyawan-karyawan Universitas Muhammadiyah Purworejo menemukan hasil bahwa lingkungan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja. Kurniasari dan Halim (2013) dalam penelitiannya yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh lingkungan kerja dan iklim organisasi terhadap komitmen organisasional melalui kepuasan karyawan Dinas Pasar Kabupaten Jember menemukan hasil lingkungan kerja berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan Dinas Pasar Kabupaten Jember.
23
H1 : Lingkungan Kerja memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap Kepuasan Kerja
2.2.2 Pengaruh Keadilan Organisasional terhadap Kepuasan Kerja Putri (2015) yang bertujuan untuk mengukur keadilan organisasional terhadap kepuasan kerja pada Toko Buku Uranus menemukan hasil bahwa keadilan organisasional berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja. Suhatini dan Hakim (2010) dalam penelitiannya yang bertujuan untuk menguji pengaruh keadilan organisasional pada kepuasan kerja karyawan Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia, menyatakan bahwa keadilan organisasional berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja. Iqbal (2013) dalam penelitiannya yang bertujuan untuk mengeksplorasi kualitas, kekuatan, dan signifikansi hubungan antara keadilan organisasional, kepuasan kerja, dan prestasi kerja, menemukan bahwa keadilan organisasional yang meliputi keadilan prosedural dan keadilan interaksional berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja sedangkan keadilan distributif memiliki hubungan negatif terhadap kepuasan kerja. H2 : Keadilan Organisasional memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap Kepuasan Kerja
2.2.3 Pengaruh Komitmen Organisasional terhadap Kepuasan Kerja Baraba,dkk. (2014) dalam penelitiannya yang bertujuan untuk menguji pengaruh komitmen organisasional terhadap kepuasan kerja, pengaruh lingkungan
24
kerja terhadap kepuasan kerja, pengaruh keyakinan diri sebagai variabel pemoderasi hubungan antara komitmen organisasional dengan kepuasan kerja karyawan, pengaruh keyakinan diri sebagai variabel pemoderasi hubungan antara lingkungan dengan kepuasan kerja karyawan, dan variabel mana yang memiliki pengaruh yang lebih dominan terhadap kepuasan kerja karyawan-karyawan Universitas Muhammadiyah Purworejo menemukan hasil bahwa komitmen organisasional berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kepuasan kerja. Okubanjo (2014) dalam penelitiannya yang bertujuan untuk menguji kekuatan prediksi dari komitmen organisasional dan kepuasan kerja di sekolah dasar, menemukan hubungan yang signifikan antara komitmen organisasional dan kepuasan kerja. Arifah dan Romadhon (2015) bertujuan menguji komitmen organisasional,
komitmen
professional,
dan
gaya
kepemimpinan
yang
berpengaruh terhadap kepuasan kerja dengan motivasi sebagai variabel intervening, menemukan hasil komitmen organisasional berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja. H3 : Komitmen Organisasional memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap Kepuasan Kerja
2.2.4 Kerangka Pemikiran Berdasarkan definisi dan kajian teori dari penelitian Baraba,dkk. (2014) serta Malik dan Naeem (2011), maka dapat disusun suatu kerangka pemikiran sebagai dasar penentu hipotesis seperti gambar berikut :
25
Gambar 2.1 Kerangka Konsep Pengaruh Lingkungan Kerja, Keadilan Organisasional, dan Komitmen Organisasional Terhadap Kepuasan Kerja
Sumber : Penelitian Sebelumnya H1 : Medina (2013), Bahri et al.(2013), Baraba,dkk.(2014), Kurniasari dan Halim (2013). H2 : Putri (2015), Suhatini dan Hakim (2010), Iqbal (2013). H3 : Baraba,dkk (2014), Okubanjo (2014), Arifah dan Romadhon (2015).
26