BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1
Landasan Teori
2.1.1
Pengertian Kepuasan Kerja Kepuasan kerja adalah suatu perasaan positif tentang pekerjaan seseorang
yang merupakan hasil dari sebuah evaluasi karakteristiknya. (Robbins, 2006 : 107). Mathis dan Jackson (2006 : 98), pada pikiran yang paling mendasar, kepuasan kerja adalah keadaan emosi yang positif dari mengevaluasi pengalaman kerja seseorang. Ketidakpuasan kerja muncul saat harapan-harapan ini tidak terpenuhi. Sebagai contoh, jika seorang tenaga kerja mengharapkan kondisi kerja yang aman dan bersih, maka tenaga kerja mungkin bisa menjadi tidak puas jika tempat kerja tidak aman dan kotor. “Kepuasan kerja merupakan suatu sikap umum terhadap pekerjaan seseorang, selisih antara banyaknya ganjaran yang diterima seorang pegawai dan banyaknya yang mereka yakini apa yang seharusnya mereka terima, “(Robbins, 2006 : 26). Kepuasan kerja merupakan: “Suatu pernyataan rasa senang dan positif yang merupakan hasil penilaian terhadap suatu pekerjaan atau pengalaman kerja “(Wan dan Fauzi, 2013). Menindak lanjuti definisi para ahli tersebut, dapat dikatakan kepuasan kerja adalah keadaan emosi yang positif dari pengalaman kerja seseorang terhadap pekerjaannya dengan ganjaran yang seharusnya mereka terima.
14
2.1.2
Pengaruh Ketidakpuasan Karyawan di Tempat Kerja Ada konsekuensi ketika karyawan menyukai pekerjaan mereka, dan
ada konsekuensi ketika karyawan tidak menyukai pekerjaan mereka. Sebuah kerangka teoritis : kerangka keluar-pengaruh-kesetiaan-pengabaian-sangat bermanfaat dalam memahami konsekuensi dari ketidakpuasan. Menurut Robbins dan Judge (2008 : 111-112), respons-respons dari kerangka teoritis tersebut didefinisikan seperti berikut. (1) Keluar (exit) Ketidakpuasan yang diungkapkan melalui perilaku yang ditujukan untuk meninggalkan organisasi. (2) Aspirasi (voice) Ketidakpuasan yang diungkapkan melalui usaha-usaha yang aktif dan konstruktif untuk memperbaiki kondisi. (3) Kesetiaan (loyalty) Ketidakpuasan yang diungkapkan dengan secara aktif menunggu membaiknya kondisi. (4) Pengabaian (neglect) Ketidakpuasan yang diungkapkan dengan membiarkan kondisi menjadi lebih buruk. Model ini mengembangkan respons karyawan untuk mencakup pengaruh dan kesetiaan yaitu perilaku konstruktif yang memungkinkan
individu
untuk
menoleransi
situasi
yang
tidak
menyenangkan atau membangkitkan kondisi kerja yang memuaskan.
15
2.1.3
Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Kepuasan Kerja Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kepuasan kerja adalah
ganjaran yang pantas (imbalan finansial dan promosi), kondisi kerja yang mendukung (lingkungan kerja fisik, fasilitas dan peralatan), rekan sekerja yang mendukung dan kesesuaian pribadi pada pekerjaan (Robbins, 2006 : 181). Manajemen menggunakan pengaruhnya terhadap perilaku kelompok melalui kepemimpinan dan pada akhirnya menghasilkan kepuasan kerja karyawan (Robbins, 2006 : 46). Berdasarkan pendapat tersebut dapat diuraikan secara ringkas faktorfaktor yang berpengaruh terhadap kepuasan kerja sebagai berikut. 1) Ganjaran yang pantas (imbalan finansial dan promosi) Para karyawan menginginkan imbalan finansial dan kebijakan promosi yang mereka persepsikan sebagai adil, dan segaris dengan harapan mereka. Bila imbalan finansial dilihat sebagai adil yang didasarkan pada tuntutan pekerjaan, tingkat ketrampilan individu, dan standar pengupahan komunitas, kemungkinan besar akan menghasilkan kepuasan.
Demikian pula
dengan promosi,
karyawan berusaha
mendapatkan kebijakan dan praktik promosi yang adil. Promosi memberikan kesempatan untuk pertumbuhan pribadi, tanggung jawab yang lebih banyak, dan status sosial yang ditingkatkan. Individu-individu yang mempersepsikan bahwa keputusan promosi dibuat secara adil kemungkinan besar akan mengalami kepuasan.
16
(1) Imbalan Finansial Imbalan finansial, sesuatu yang diterima oleh karyawan dalam bentuk seperti gaji atau upah, bonus, premi, pengobatan, asuransi, dan lain-lain yang sejenis yan dibayar oleh organisasi (Umar, 2007 : 16). Imbalan finansial adalah penghargaan/ganjaran dalam bentuk uang yang mencakup upah (wage) dan gaji (salary) ditambah
tunjangan-tunjangan
(benefit)
(Boone
dan
Kurtz,
2007:327). Imbalan finansial bagi organisasi atau perusahaan berarti penghargaan atau ganjaran berupa uang pada para pekerja yang telah memberikan kontribusi dalam mewujudkan tujuan perusahaan (Nawawi, 2008:315). Dari pendapat para ahli tersebut maka dapat dikatakan imbalan finansial adalah balas jasa yang diterima karyawan dari perusahaan atas hasil kerjanya berupa uang mencakup upah (wage) dan gaji (salary) ditambah tunjangan-tunjangan (benefit). (2) Promosi Promosi terjadi apabila seorang karyawan dipindahkan dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain yang lebih tinggi dalam pembayaran, tanggung jawab dan atau level (Rivai, 2006:211). Promosi adalah perpindahan seorang karyawan dari satu jabatan ke jabatan lain yang lebih tinggi baik dari segi penghasilan, fungsi dan tugas, tanggung jawab, persyaratan jabatan ataupun level organisasi. Promosi bisa dilakukan pada arah vertikal ataupun diagonal (Wungu
17
dan Brotoharsojo, 2007:120). Promosi adalah perpindahan dari suatu jabatan ke jabatan yang lain yang mempunyai status dan tanggung jawab yang lebih tinggi (Martoyo, 2008:63). Berdasarkan pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa promosi adalah suatu kegiatan yang dilakukan
perusahaan
dalam
kaitannya
dengan
pemindahan
karyawan dari satu jabatan ke jabatan yang lain yang mempunyai status dan tanggung jawab yang lebih tinggi. 2) Kondisi kerja yang mendukung (lingkungan kerja fisik, fasilitas dan peralatan) Karyawan peduli akan lingkungan kerja baik untuk kenyamanan pribadi maupun untuk memudahkan mengerjakan tugas yang baik. Karyawan lebih menyukai keadaan sekitar fisik yang tidak berbahaya atau merepotkan. Temperatur, cahaya, dan faktor-faktor lingkungan lain seharusnya tidak terlalu ekstrem (terlalu banyak atau terlalu sedikit). Disamping itu, karyawan lebih menyukai bekerja dekat dengan rumah, dalam fasilitas yang bersih dan relatif modern, dan dengan alat-alat dan peralatan yang memadai (Robbins, 2006:181). 3) Rekan sekerja yang mendukung Bagi kebanyakan karyawan, kerja juga mengisi kebutuhan akan interaksi sosial. Mempunyai rekan sekerja yang ramah dan mendukung akan menghantar ke kepuasan kerja yang meningkat. Perilaku atasan juga merupakan determinan utama dari kepuasan. Umumnya kepuasan dapat ditingkatkan, bila atasan bersifat ramah dan
18
memahami, menawarkan pujian untuk kinerja yang baik, mendengarkan pendapat karyawan, dan menunjukkkan suatu minat pribadi pada mereka (Robbins, 2006:181). 4) Kesesuaian pribadi pada pekerjaan Karyawan yang tipe kepribadiannya sama dan sebangun dengan
pekerjaannya
seharusnya
mendapatkan
bahwa
mereka
mempunyai bakat dan kemampuan yang tepat untuk memenuhi tuntutan dari pekerjaan mereka, dengan demikian lebih besar kemungkinan untuk berhasil pada pekerjaan yang berakibat adanya pencapaian kepuasan yang tinggi dari dalam kerja mereka (Robbins, 2006:181). 5) Manajemen Manajemen adalah seperangkat kegiatan yang mencakup pengkoordinasian, pengintegrasian dan penggunaan sumber daya guna mencapai tujuan organisasi melalui manusia-manusia, teknik-teknik, berbagai informasi dalam suatu struktur organisasi (Sirait, 2006:2). Manajemen adalah
seni
dan
ilmu
pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian dan terutama human
resources untuk mencapai
perencanaan, pengontrolan
tujuan yang telah
ditentukan terlebih dahulu. (Manullang, 2006:2). Manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu (Hasibuan, 2007:2).
19
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat dikatakan manajemen
adalah
ilmu
dan
seni
perencanaan,
pengorganisasian,
pengkoordinasian, pengarahan dan pengawasan melalui pengembangan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan organisasi. 2.1.4
Gaya Kepemimpinan Transformasional Wahjosumidjo (2003:172), kepemimpinan mempunyai kaitan yang erat
dengan motivasi karena keberhasilan seorang pemimpin dalam menggerakkan orang lain dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan sangat tergantung kepada kewibawaan, selain itu bagaimana menciptakan motivasi dalam diri setiap karyawan, kolega maupun pimpinan itu sendiri. Berdasarkan uraian tersebut, maka kepemimpinan adalah aktivitas untuk mempengaruhi pengikutnya guna mencapai tujuan organisasi, oleh sebab itu setiap pemimpin memiliki gaya (style) yang berbeda-beda dalam memimpin perusahaan (Demet, 2012). Salah satu gaya kepemimpinan yang dibahas dalam penelitian ini adalah gaya kepemimpinan transformasional. Kepemimpinan transformasional yaitu pemimpin yang mencurahkan perhatiannya kepada persoalan-persoalan yang dihadapi oleh para pengikutnya dan kebutuhan pengembangan dari masing-masing pengikutnya dengan cara memberikan semangat dan dorongan untuk mencapai tujuannya (Robbins, 2006:473). 2.1.5
Komponen Kepemimpinan Transformasional Juzhong et al. (2014) menyatakan komponen-komponen kepemimpinan
transformasional dapat dinilai dari :
20
a) Tingkat kepercayaan bawahan terhadap pemimpin b) Keyakinan bawahan terhadap pemimpin. c) Rasa hormat bawahan terhadap pemimpin. d) Pimpinan mampu mendelegasikan wewenang. e) Pimpinan jelas dalam penyampaian tugas dengan job base. Burns (1978) dalam Bass et al. (2003), menyatakan komponen dari kepemimpinan transformasional terdiri atas empat dimensi kepemimpinan yaitu : 1) Kharisma Mengarah pada perilaku kepemimpinan transformasional yang mana pengikut berusaha bekerja keras melebihi apa yang dibayangkan. Para pengikut khususnya mengagumi, menghormati dan percaya sebagaimana pemimpinnya. Mereka mengidentifikasi pemimpin sebagai seseorang, sebagaimana visi dan nilai-nilai yang mereka perjuangkan. 2) Motivasi inspiratif Dimana pemimpin menggunakan berbagai simbol untuk memfokuskan usaha atau tindakan dan mengekspresikan tujuan dengan cara-cara sederhana. Ia juga membangkitkan semangat kerja sama tim, antuasiasme dan optimisme di antara rekan kerja dan bawahannya. 3) Stimulasi intelektual Upaya memberikan dukungan kepada pengikut untuk lebih inovatif dan kreatif dimana pemimpin mendorong pengikut untuk menanyakan asumsi, memunculkan ide-ide dan metode-metode baru, dan mengemukakan pendekatan lama dengan cara perspektif baru.
21
4) Konsiderasi yang bersifat individual Pemimpin transformasional memberikan perhatian khusus pada kebutuhan setiap individu untuk berprestasi dan berkembang, dengan jalan sebagai pelatih, penasehat, guru, fasilitator, orang terpercaya, dan konselor. Bass et al.
(2003),
menambahkan
satu
komponen
pada
kepemimpinan
transformasional yakni : 5) Tingkah laku Mendapatkan penghargaan dan kehormatan dari pengikut mereka dengan baik – baik mempertimbangkan kebutuhan pengikutnya di atas kebutuhan mereka sendiri, membicarakan tentang nilai dan kepercayaan mereka yang paling utama dan menekankan pentingnya konsekuensi moral dan etika dari keputusan kunci. 2.1.6
Komitmen Organisasional Komitmen organisasional menurut Rivai (2006:67), dapat diartikan
sebagai “identifikasi, loyalitas, dan keterlibatan yang dinyatakan oleh karyawan oleh organisasi atau unit dari organisasi”. Komitmen organisasional merupakan” respon afektif pada organisasi secara menyeluruh, yang kemudian menunjukkan suatu respon afektif pada aspek khusus pekerjaan sedangkan kepuasan kerja merupakan respon afektif individu didalam organisasi terhadap evaluasi masa lalu dan masa sekarang, serta penilaian yang bersifat individual bukan kelompok atau organisasi Siagian (2007:52). komitmen organisasional sebagai “derajat seberapa jauh karyawan mengidentifikasikan dirinya dengan organisasi dan keterlibatannya dalam organisasi tertentu” (Windy dan Gunasti, 2012).
22
2.1.7
Dimensi Komitmen Organisasional Menurut Cut (2010),
hal
menarik dalam
pengertian
komitmen
organisasional adalah apa yang dikemukakan oleh Durkin (1999:127), bahwa komitmen organisasional merupakan perasaan yang kuat dan erat dari seseorang terhadap tujuan dan nilai suatu organisasi dalam hubungannya dengan peran mereka terhadap upaya pencapaian tujuan dan nilai-nilai tersebut. Kemudian dinyatakan bahwa gambaran yang lebih jelas mengenai definisi komitmen organisasional adalah yang dikemukakan oleh Allen and Meyer (1993), yang mengemukakan: "commitment organizational is identified three types of commitment; affective commitment, continuance commitment, and normative commitment as a psychological state “that either characterizes the employee’s relationship with the organization or has the implications to affect whether the employee will continue with the organization". Lebih lanjut Cut (2010), mengemukakan bahwa pendapat Allen and Meyer (1993), ini sering digunakan oleh para peneliti di bidang Ilmu Perilaku Organisasi dan Ilmu Psikologi. Bahwa komitmen organisasional sebagai sebuah keadaan psikologi yang mengkarakteristikkan hubungan karyawan dengan organisasi atau implikasinya yang mempengaruhi apakah karyawan akan tetap bertahan dalam organisasi atau tidak, yang teridentifikasi dalam tiga komponen yaitu: 1) Komitmen afektif (affective commitment), yaitu: keterlibatan emosional seseorang pada organisasinya berupa perasan cinta pada organisasi. 2) Komitmen kontinyu (continuance commitment), yaitu: persepsi seseorang atas biaya dan resiko dengan meninggalkan organisasi saat ini. Artinya,
23
terdapat dua aspek pada komitmen kontinyu, yaitu: melibatkan pengorbanan pribadi apabila meninggalkan organisasi dan ketiadaan alternatif yang tersedia bagi orang tersebut. 3) Komitmen normatif (normative commitment), yaitu: sebuah dimensi moral yang didasarkan pada perasaan wajib dan tanggung jawab pada organisasi yang mempekerjakannya. 2.1.8
Pengertian Imbalan Finansial Menurut Thoha (2007 : 153 ), perusahaan harus memberikan hadiah atau
bonus kepada karyawan yang memiliki prestasi yang bagus dengan memberikan imbalan berupa sejumlah uang di luar gaji mereka. Menurut Hasibuan (2007 : 118), imbalan finansial adalah uang yang diberikan oleh perusahaan sebagai balas jasa karena telah membuat perusahaan menjadi untung. Menurut Martoyo (2008 : 101), tujuan pemberian imbalan finansial adalah selain dipakai untuk membantu ekonomi keluarga karyawan itu sendiri, juga bertujuan agar karyawan lebih semangat lagi bekerja. Imbalan finansial dapat dibayarkan melalui dua cara yaitu langsung dan tidak langsung. Imbalan finansial dibayar langsung biasanya berupa pembayaran dalam bentuk upah, gaji, imbalan, bonus atau komisi (Sumbal et al. 2013). Sedangkan imbalan finansial dibayar tidak langsung biasanya berupa liburan, asuransi, liburan yang dibiayai oleh perusahaan dan dana pension. Penentuan imbalan perlu dipertimbangkan dengan baik karean imbalan merupakan bagian dari biaya usaha yang mana semakin besar imbalan yang diberikan maka semakin tinggi biaya usaha yang dikeluarkan. Sistem imbalan
24
yang baik sudah tentu akan membantu perusahaan dalam mengatasi masalah dalam ketenagakerjaan. 2.1.9
Fungsi dan Tujuan Imbalan Finansial Ada beberapa fungsi dan tujuan dari pemberian imbalan finansial yaitu
(Ardana dkk, 2012:154): 1) Ikatan kerja sama. Pemberian imbalan akan menjalin ikatan kerjasama formal antara pimpinan dan karyawan. Karyawan harus mengerjakan tugas dengan sebaik-baiknya dan pemimpin wajib membayar dengan kesepakatan. 2) Kepuasan kerja. Pemberian imbalan sebagai balas jasa terhadap karyawan dapat memenuhi kebutuhan fisik, sosial dan egoistiknya sehingga karyawan merasakan kepuasan atas apa yang dihasilkannya. 3) Pengadaan efektif. Apabila program dari pemberian imbalan ditetapkan cukup besar maka pengadaan karyawan yang qualified untuk perusahaan itu akan lebih mudah. 4) Motivasi. Imbalan yang cukup besar diberikan perusahaan akan membantu atasan dalam memotivasi bawahannya. 5) Stabilitas karyawan. Imbalan yang adil dan layak akan membuat karyawan merasa stabilitasnya lebih terjamin karena turn over relatif kecil.
25
6) Disiplin. Adanya imbalan yang baik maka kedisiplinan para karyawan juga terjaga karena para karyawan akan merasa menyadari akan kewajibannya. 7) Pengaruh serikat buruh. Adanya imbalan yang baik akan membuat para karyawan dapat terfokus pada pekerjaannya dan akan terhindar dari pengaruh serikat buruh. 8) Pengaruh pemerintah. Apabila imbalan yang diberikan sesuai dengan upah minimum yang ditetapkan undang-undang perburuhan maka akan dapat menghindari intervensi pemerintah. 2.1.10 Komponen-Komponen Imbalan Finansial Pemberian imbalan finansial secara langsung atau tidak langsung terdiri atas beberapa komponen. Menurut Rivai (2006:774), komponen imbalan finansial tersebut yaitu. 1) Gaji. Gaji ialah balas jasa dalam bentuk uang yang diterima karyawan sebagai konsekuensi dari kedudukannya sebagai seorang karyawan yang memberikan sumbangan tenaga dan pikiran dalam mencapai tujuan perusahaan. 2) Upah Upah merupakan imbalan finansial langsung yang dibayarka kepada karyawan berdasarkan jam kerja, jumlah barang yang dihasilkan atau
26
banyaknya pelayanan yang diberikan. Bersarnya upah berubah-ubah sesuai dengan keluaran yang dihasilkan. 3) Insentif Imbalan merupakan imbalan langsung yang dibayarkan kepada karyawan karena kinerjanya melebihi standar yang ditentukan. Imbalan bentuk lain dari upah langsung namun diluar upah dan gaji yang merupakan kompensai tetap. 4) Insentif finansial tidak langsung Merupakan imbalan finansial tamabahan yang diberikan perusahaan terhadap semua karyawan. Misalnya berupa fasilitas seperti asuransi, tunjangan, uang pensiun dan lainnya.
2.2
Model Konseptual Penelitian Farid (2008), dalam penelitiannya menyatakan model konseptual
penelitian dinyatakan dalam bentuk skema sederhana tetapi utuh memuat pokokpokok unsur penelitian dan tata hubungan antara pokok-pokok unsur penelitian, seperti pada Gambar 2.1 sebagai berikut. Gambar 2.1 Model Konseptual Penelitian Kepemimpinan transformasional (X1)
Komitmen organisasional (X2)
H1 H2 H3
Imbalan finansial(X3)
27
Kepuasan kerja (Y)
Sumber : H1
: Agusthina et al. (2012), Rezvan et al. (2013), Furkan et al. (2012)
H2
: Teman (2005), Rizwan et al. (2010), Nadia, (2011)
H3
: Ehsan et al. (2012), Muhammad Rafiq et al. (2012), Farid, (2008)
2.3
Hipotesis Penelitian
2.2.1 Pengaruh Kepemimpinan Transformasional terhadap Kepuasan Kerja Karyawan Adma Umalas Villa secara Parsial Penelitian Agusthina et al. (2012), menyimpulkan bahwa kepemimpinan transformasional secara parsial merupakan variabel yang mampu meningkatkan kepuasan kerja karyawan. Rezvan et al. (2013), menyimpulkan kepemimpinan transformasional berpengaruh secara parsial dengan kepuasan kerja karyawan. Furkan et al. (2012), menyimpulkan kepemimpinan transformasional berpengaruh secara parsial dengan kepuasan kerja karyawan. Pernyataan ini didukung oleh Rifki (2012), menyatakan kepemimpinan partisipatif berpengaruh secara parsial dengan kepuasan kerja karyawan. Yulinda dan Hariyanti (2013), menemukan dalam penelitiannya kepemimpinan partisipatif berpengaruh secara parsial dengan kepuasan kerja karyawan. Dari pemahaman diatas ditarik hipotesis sebagai berikut. H1 : Kepemimpinan transformasional berpengaruh positif signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan. 2.2.2
Pengaruh Komitmen Organisasional terhadap Kepuasan Kerja Karyawan Adma Umalas Villa secara Parsial Penelitian Teman (2005), mengatakan bahwa komitmen organisasional
melalui uji parsial berpengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan. Susilo dan Susilo
dan
Durrotun
(2006),
menyimpulkan
28
komitmen
organisasional
berpengaruh secara parsial terhadap kepuasan kerja seseorang untuk bekerja. Robbins
(2006),
menemukan
dalam
penelitiannya
bahwa
komitmen
organisasional secara parsial berpengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan. Rizwan et al, (2010) menyatakan dalam penelitiannya secara parsial kepuasan kerja dipengaruhi oleh komitmen organisasional. Dipertegas oleh Nadia (2011), dalam penelitiannya komitmen organisasional secara parsial berpengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan. Dari pemahaman diatas ditarik hipotesis sebagai berikut. H2 : Komitmen organisasional berpengaruh positif signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan. 2.2.3 Pengaruh Imbalan Finansial terhadap Kepuasan Kerja Karyawan Adma Umalas Villa secara Parsial Penelitian Muhammad Ehsan et al. (2012), menyimpulkan bahwa imbalan finansial merupakan salah satu variabel berpengaruh secara parsial dengan kepuasan kerja karyawan. Muhammad Rafiq et al. (2012), mengatakan bahwa imbalan finansial berpengaruh secara parsial dengan kepuasan kerja karyawan, dipertegas oleh Sopiah (2013), yang menyatakan imbalan finansial berpengaruh parsial dengan kepuasan kerja karyawan. Rita (2005), menyatakan kepuasan kerja karyawan secara parsial dipengaruhi oleh imbalan finansial. Farid (2008), yang menyatakan imbalan finansial berpengaruh parsial dengan kepuasan kerja karyawan. Dari pemahaman diatas ditarik hipotesis sebagai berikut. H3 : Insentif finansial berpengaruh positif signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan.
29