BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1
Pengertian Kinerja Kinerja merupakan salah satu alat ukur dari keberhasilan sebuah
perusahaan. Ketika kinerja dari karyawan meningkat maka bisa
dipastikan
pendapatan dari perusahaan juga pasti meningkat. Oleh karena itu, meningkatkan kinerja karyawan bisa dilakukan dari berbagai sisi. Kinerja itu sendiri ialah keluaran yang dihasilkan oleh fungsi-fungsi atau indikator-indikator suatu pekerjaan atau suatu profesi dalam waktu tertentu (Sedarmayanti, 2009:50), kinerja berarti prestasi kerja, pelaksanaan kerja, pencapaian kerja atau hasil/untuk kerja/penampilan kerja. Kinerja adalah hasil kerja selama periode tertentu dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, missal standar, target/sasaran atau criteria yang telah disepakati bersama (Slamet, 2011). Berdasarkan pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa kinerja merupakan hasil kerja seseorang dalam mencapai tujuan perusahaan dalam waktu yang sudah ditentukan seperti apa yang telah disepakati sebelumnya. 2.1.2 Standar Kinerja Karen et al. (2011) mengatakan melalui standar kinerja yang ditetapkan perusahaan dapat menilai peringkat kinerja dari karyawan dan karyawan juga dapat melihat sampai berapa persen ia dapat mencapai standar kinerja dari perusahaan. Wirawan (2009:66) mengungkapkan standar kinerja adalah tolak ukur minimal kinerja yang dicapai karyawan secara individu atau kelompok pada
13
semua indikator kinerjanya. Adapun maksud dari definisi ini ialah dimana jika prestasi yang dicapai karyawan berada dibawah dari standar kinerja maka kinerja karyawan tersebut tidak dapat diterima atau gagal, sedangkan apabila kinerja karyawan berada diposisi tengah atau di atas standar minimal kinerja maka karyawan tersebut dinyatakan layak dan berhasil. Menurut Wirawan (2009:68) standar kinerja perlu memenuhi beberapa persyaratan yang dapat digunakan sebagai tolak ukur dalam mengukur kinerja, yaitu: 1)
Ada hubungan relevasinya dengan strategi perusahaan.
2)
Mencerminkan
keluhuran
tanggung
jawab
karyawan
dalam
melaksanakan pekerjaannya. 3)
Memperhatikan pengaruh fakto-faktor di luar control karyawan.
4)
Memperhatikan teknologi dan proses produksi
5)
Sensitive, mampu membedakan antara kinerja yang dapat diterima dan tidak dapat diterima.
6)
Memberikan tantangan kepada para karyawan.
7)
Realistis.
8)
Berhubungan dengan kerangka waktu pencapaian standar.
9)
Dapat diukur dan ada alat ukur untuk mengukur standar.
10)
Standar harus konsisten.
11)
Standar harus adil.
12)
Memenuhi ketentuan undang-undang dan peraturan ketenagakerjaan.
14
2.1.3 Penilaian Kinerja (Ardana et al., 2012: 142) menyebutkan bahwa penilaian kinerja adalah proses melalui organisasi mengevaluasi atau menilai prestasi kerja karyawan. Subha et. al. (2008) menyatakan bahwa penilaian dan pengukuran kinerja dilaksanakan agar dapat mengetahui prestasi yang diraih oleh karyawan, yang dilakukan secara berkala oleh pimpinan guna mengetahui prilaku dan hasil kinerja yang dicapai karyawan. Umar (2007 : 195) menyatakan manfaat yang dapat diperoleh dengan melakukan penilaian kinerja adalah sebagai berikut. 1) Perbaikan kinerja Penilaian kinerja akan memberikan kesempatan kepada karyawan untuk mengambil tindakan-tindakan perbaikan untuk meningkatkan kinerja melalui umpan balik yang diberikan oleh organisasi. 2) Penyesuaian gaji Penilaian kinerja dapat dipakai sebagai informasi untuk mengkompensasi karyawan secara layak sehingga dapat memotivasi kayawan. Keputusan untuk penempatan,yaitu menempatkan karyawan sesuai dengan keahliannya. 3) Pendidikan dan pelatihan Melalui penilaian kerja akan diketahui kelemahan-kelemahan dari karyawan sehingga dapat dilakukan program pendidikan dan pelatihan.karyawan. 4) Perencanaan karir Penilaian kinerja dapat dilakukan sebagai pedoman dalam perencanaan karir karyawan.
15
5) Mengidentifikasi kelemahan-kelemahan dalam proses. Penilaian kinerja dapat memberikan gambaran bagi perusahaan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan yang ada sehingga dapat dilakukan perbaikan. Dapat mengidentifikasi adanya kekuatan dalam desain pekerjaan, nilai kinerja yang kurang akan menunjukan adanya kekurangan dalam peencanaan jabatan. 6) Perlakuan kesempatan yang sama kepada semua karyawan. Penilaian kinerja yang obyektif menunjukan adanya perlakuan yang adil bagi seluruh karyawan. 7) Dapat membantu karyawan dalam mengatasi masalah yang bersifat eksternal. Penilaian kinerja akan memberikan informasi kepada atasannya tentang halhal yang menyebabkan turunnya kinerja, sehingga manajemen dapat membantu menyelesaikannya. 8) Umpan balik pada pelaksanaan fungsi manajemen Sumber Daya Manusia penilaian kinerja secara keseluruhan akan memberikan gambaran sejauh mana fungsi sumber daya manusia dapat berjalan baik atau tidak.
2.1.4 Aspek-aspek Penilaian Kinerja Rivai
(2006:135)
aspek-aspek
kinerja
karyawan
yang
dinilai
dikelompokkan menjadi 2 yaitu: 1) Kemampuan teknis, yaitu kemampuan menggunakan pengetahuan metode, teknik, dan peralatan yang digunakan untuk pelaksanaan tugas serta pengalaman dan pelatihan.
16
2) Kemampuan konseptual, yaitu kemampuan untuk memahami kompleksitas perusahaan dan penyesuaian bidang gerak di unit masing-masing ke dalam bidang operasional perusahaan secara menyeluruh, pada intinya individual tersebut memahami tugas, fungsi serta tanggung jawab karyawan.
2.1.5 Penyebab Rendahnya Kinerja Disamping mengukur dan mencatat kinerja setiap unit organisasi dan kinerja setiap orang, evaluasi kerja juga harus menganalisis penyebab kinerja rendah. Penyebabnya dapat bersifat internal dan eksternal, menyangkut orang atau individu. Adapun faktor penyebab kinerja rendah adalah (Simanjuntak, 2007:172) adalah sebagai berikut. 1) keterbatasan dana 2) peralatan dan teknologi 3) manajemen kurang efektif 4) kepemimpinan kurang efektif 5) supervisi dan pengawasan yang tidak efektif 6) lingkungan kerja 7) kebijakan pemegang saham (Pimpinan perusahaan) 8) disiplin dan etos kerja 2.1.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Dalam kinerja ada banyak hal yang dapat mempengaruhi dan merupakan suatu susunan dari berbagai macam yang mencakup banyak faktor yang
17
mempengaruhinya. Menurut Manullang (2004:20), terdapat lima faktor yang yang dapat mempengaruhi kinerja, yaitu: 1) Faktor personal/individual, meliputi: pengetahuan, keterampilan (skill), kemampuan, kepercayaan diri, motivasi, dan komitmen yang dimiliki oleh setiap individu. 2) Faktor kepemimpinan, meliputi: kualitas dalam memberikan dorongan, semangat, arahan, dan dukungan yang diberikan manajer dan team leader. 3) Faktor tim, meliputi: kualitas dukungan dan semangat yang diberikan oleh rekan dalam satu tim, kepercayaan terhadap sesame anggota tim, kekompakan dan keeratan anggota tim. 4) Faktor sistem, meliputi: sistem kerja, fasilitas kerja atau infrastruktur yang diberikan oleh organisasi, proses organisasi, dan kultur kinerja dalam organisasi. 5) Fakrot kontekstual (situasional), meliputi: tekanan dan perubahan lingkungan eksternal dan internal. 2.1.7 Pengertian Tingkat Kesejahteraan Tingkat kesejahteraan karyawan
yang
memadai akan
membantu
meningkatkan disiplin kerja karyawan, sehingga masalah tersebut bisa dimasukan dalam fungsi intergasi yaitu untuk menciptakan karyawan yang bukan hanya untuk bekerja tetapi juga mampu bekerja sama (Jhon, 2009). Suatu aspek manajemen yang memperhatikan kebutuhan karyawan, baik fisik maupun emosi dari para pekerja perusahaan yang beranggapan bahwa
18
dengan memperhatikan tingkat kesejahteraan para pekerja akan mampu meningkatkan disiplin kerja karyawan. (Susilo, 2007:115) Berdasarkan definisi di atas dapat dinyatakan bahwa tingkat kesejahteraan karyawan adalah suatu pemenuhan kebutuhan atau keperluan yang bersifat jasmaniah dan rohaniah, baik dalam maupun diluar hubungan kerja secara langsung dan tidak langsung dapat memenuhi biaya hidup karyawan serta mampu meningkatkan disiplin kerja karyawan dalam lingkungan yang aman dan sehat. 2.1.8 Tujuan Tingkat Kesejahteraan Tingkat kesejahteraan yang diberikan hendaknya memadai dan bermanfaat untuk mendorong tercapainya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat serta tidak melanggar peraturan legal pemerintah. Menurut Hasibuan (2007:187) tujuan memperhatikan tingkat kesejahteraan karyawan antara lain: 1)
Untuk
meningkatkan
kesetiaan
dan
keterikatan
karyawan
kepada
perusahaan. 2)
Memberikan ketenangan dan pemenuhan kebutuhan bagi karyawan beserta keluarganya.
3)
Memotivasi gairah kerja, disiplin, dan produktivitas kerja karyawan.
4)
Menurunkan tingkat absensi dan tingkat turnover karyawan
5)
Membantu lancarnya pelaksanaan pekerjaan untuk mencapai tujuan.
6)
Meningkatkan status sosial karyawan beserta keluarganya
7)
Membantu pelaksanaan program pemerintah dalam meningkatkan kualitas manusia indonesia.
8)
Mengurangi kecelakaan dan kerusakan peralatan perusahaan.
19
2.1.9 Alasan-Alasan Pentingnya Tingkat Kesejahteraan Dengan semakin berkembangnya organisasi-organisasi, maka tingkat kesejahteraan karyawan pun tampaknya suatu keharusan yang perlu diperhatikan oleh setiap organisasi. Menurut Notoatmodjo (2007:161) alasan-alasan pentingnya pengembangan tingkat kesejahteraan karyawan antara lain: 1) Adanya organisasi karyawan yang semakin kritis untuk menuntut hak mereka sebagai pekerja atau karyawan. 2) Persaingan yang semakin ketat di antara para organisasi, sehingga untuk mempertahankan karyawan yang berprestasi menuntut adanya tingkat kesejahteraan yang lebih baik. 3) Kenaikan biaya hidup sebagai akibat dari perkembangan lingkungan ekonomi akan menuntut adanya tingkat kesejahteraan yang lebih baik. 4) Dikeluarkanya peraturan-peraturan atau perundang-undangan oleh pemerintah yang mengatur kesejahteraan buruh atau karyawan akan menuntut organisasi untuk menyesuaikan diri. 2.1.10 Komponen-Komponen Kesejahteraan Pemberian kompensasi finansial secara langsung atau tidak langsung terdiri atas beberapa komponen. Menurut
Rivai (2007:174) komponen
kompensasi tersebut yaitu. 1) Gaji. Gaji ialah balas jasa dalam bentuk uang yang diterima karyawan sebagai konsekuensi dari kedudukannya
20
sebagai seorang karyawan yang
memberikan sumbangan tenaga dan pikiran dalam mencapai tujuan perusahaan. 2) Upah Upah merupakan imbalan finansial langsung yang dibayarka kepada karyawan berdasarkan jam kerja, jumlah barang yang dihasilkan atau banyaknya pelayanan yang diberikan. Bersarnya upah berubah-ubah sesuai dengan keluaran yang dihasilkan. 3) Insentif Insentif merupakan imbalan langsung yang dibayarkan kepada karyawan karena kinerjanya melebihi standar yang ditentukan. Insentif bentuk lain dari upah langsung namun diluar upah dan gaji yang merupakan kompensai tetap. 4) Kompensasi finansial tidak langsung Merupakan kompensasi finansial tamabahan yang diberikan perusahaan terhadap semua karyawan. Misalnya berupa fasilitas seperti asuransi, tunjangan, uang pensiun dan lainnya. 2.1.11 Pengertian Kepuasan Kerja Kepuasan kerja adalah keadaan emosi yang positif dari mengevaluasi pengalaman kerja seseorang (Mathis dan Jackson, 2006 : 98). Ketidakpuasan kerja muncul saat harapan-harapan ini tidak terpenuhi. Sebagai contoh, jika seorang tenaga kerja mengharapkan kondisi kerja yang aman dan bersih, maka tenaga kerja mungkin bisa menjadi tidak puas jika tempat kerja tidak aman dan kotor. (Dahl, 2009) menjelaskan bahwa kepuasan kerja merupakan bangunan
21
unidimensional, dimana seseorang memiliki kepuasan umum atau ketidakpuasan dengan pekerjaannya. Robbins dan Judge (2007 : 107) kepuasan kerja adalah suatu perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan hasil dari sebuah evaluasi karakteristiknya. Berdasarkan definisi para ahli tersebut, dapat dikatakan kepuasan kerja adalah keadaan emosi yang positif dari pengalaman kerja seseorang terhadap pekerjaannya dengan ganjaran yang seharusnya mereka terima. 2.1.12 Pengukuran Kepuasan Kerja Kepuasan kerja didefinisikan sebagai keadaan yang menyenangkan atau emosi positif yang dihasilkan dari penilaian pekerjaan atau pengalaman kerja seseorang. Kepuasan kerja dihasilkan dari persepsi karyawan mengenai seberapa baik pekerjaan mereka menyediakan hal yang dipandang penting. Lima aspek kepuasan kerja diukur dengan Job Descriptive Index (JDI) yaitu pekerjaan itu sendiri (berhubungan dengan tanggung jawab, minat dan pertumbuhan); kualitas supervisi (terkait dengan bantuan teknis dan dukungan sosial); hubungan dengan rekan kerja (berkaitan dengan harmoni sosial dan respek); kesempatan promosi (terkait dengan kesempatan untuk pengembangan lebih jauh); dan pembayaran (yang terkait dengan pembayaran yang memadai dan persepsi keadilan) (Luthans, 2006: 121). 2.1.13 Komitmen Organisasi Rivai
(2006:67)
Komitmen
organisasi
dapat
diartikan
sebagai
“identifikasi, loyalitas, dan keterlibatan yang dinyatakan oleh karyawan oleh organisasi atau unit dari organisasi”. Komitmen organisasional merupakan”
22
respon afektif pada organisasi secara menyeluruh, yang kemudian menunjukkan suatu respon afektif pada aspek khusus pekerjaan, sedangkan kepuasan kerja merupakan respon afektif individu didalam organisasi terhadap evaluasi masa lalu dan masa sekarang, serta penilaian yang bersifat individual bukan kelompok atau organisasi. Sedangkan menurut Siagian (2007:52) komitmen organisasional sebagai “derajat seberapa jauh karyawan mengidentifikasikan dirinya dengan organisasi dan keterlibatannya dalam organisasi tertentu. Tingkat komitmen baik komitmen perusahaan terhadap karyawan, maupun antara karyawan terhadap perusahaan sangat diperlukan karena melalui komitmen-komitmen tersebut akan tercipta iklim kerja yang professional (Windy dan Gunasti, 2012). 2.1.14 Karakteristik Komitmen Organisasi Komitmen organisasional dikarakteristikkan sebagai kepercayaan yang kuat dalam organisasi dan penerimaan dari tujuan dan nilai organisasi, kemauan untuk melakukan usaha yang berarti untuk keuntungan organisasi dan kemauan yang kuat untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi (Mustafa et al., 2012). Meyer et al. (2013), mengidentifikasi tiga bentuk dari komitmen organisasional: 1) Komitmen afektif, menunjukkan kelekatan psikologis terhadap organisasi. Individu bertahan dalam organisasi karena ia menginginkannya dan setuju dengan tujuan dan nilai perusahaan. 2) Komitmen normatif (komitmen moral), ditunjukkan dengan perasaan wajib untuk tetap bertahan dalam organisasi.
23
3) Komitmen continuance (ekonomis atau kalkulatif), adalah kesadaran akan ketidakmungkinan karyawan untuk memilih identitas sosial lain dan alternatif tingkah laku yang lain karena adanya ancaman akan kerugian yang besar. 2.1.15 Dimensi – Dimensi Komitmen Organisasi (Luthans, 2006:127) menyatakan bahwa komitmen organisasi bersifat multidimensi, maka terdapat perkembangan dukungan untuk tiga model komponen. Ketiga dimensi tersebut adalah: 1) Komitmen afektif adalah keterikatan emosional karyawan, identifikasi, dan keterlibatan dalam organisasi. 2) Komitmen kelanjutan adalah komitmen berdasarkan kerugian yang berhubungan dengan keluarnya karyawan dari organisasi. Hal ini mungkin karena kehilangan senioritas atas promosi atau benefit. 3) Komitmen normatif adalah perasaan wajib untuk tetap berada dalam organisasi karena memang harus begitu; tindakan tersebut merupakan hal yang benar yang harus dilakukan. Komitmen terhadap organisasi menurut Meyer et al. (2013) dicirikan sebagai berikut : pertama, bangga menjadi bagian organisasi ; kedua, membanggakan organisasi kepada orang lain ; ketiga, peduli terhadap nasib organisasi ; keempat, gembira memilih bekerja pada organisasi ini ;kelima, bekerja melampaui target.
24
2.2
Kerangka Konspetual Berdasarkan definisi dan kajian teori dari beberapa para ahli yang ada,
maka dapat disusun suatu kerangka konseptual sebagai dasar penentu hipotesis seperti gambar berikut: Gambar 2.1 : Kerangka konseptual penelitian Tingkat Kesejahteraan (X1)
Kepuasan Kerja (X2)
Kinerja (Y)
Komitmen Organisasi (X3)
Berdasarkan pada gambar kerangka pikir diatas maka pada penelitian ini akan dilakukan analisis untuk mengetahui pengaruh lingkungan kerja fisik, hubungan kerja dan tingkat kesejahteraan terhadap kinerja karyawan. Kepuasan kerja akan diukur dengan indikator rasa tanggung jawab, minat bekerja, interaki, bertahan dalam perusahaan dan promosi. Komitmen organisasi diukur dengan indikator sanggup menjadi karyawan tetap, kewajiban, ikatan emosional dan yakin terhadap perusahaan. Tingkat kesejahteraan diukur dengan tunjangan hari raya, dana pension, uang duka kematian, pakaian dinas dan jaminan kesehatan yang diterima karyawan. Variabel kinerja diukur melalui indikator kemampuan, kesunguhan bekerja, inisiatif, prosedur dan jadwal serta kepedulian terhadap perusahaan.
25
2.3
Hipotesis Penelitian
2.3.1 Pengaruh Tingkat Kesejahteraan, Kepuasan Kerja, dan Komitmen Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan Marbun (2007:96), mengemukakan bahwa suatu kinerja organisasi tergantung dari kinerja individu atau dengan kata lain kinerja individu akan memberikan kontribusi pada kinerja organisasi. Penelitian sebelumnya telah membuktikan bahwa kinerja dapat dipengaruhi berbagai faktor dimana diantaranya termasuk kepuasan kerja, komitmen organisasi, dan tingkat kesejahteraan. Cemal et al. (2012) mengatakan bahwa kepuasan kerja, komitmen organisasi, dan tingkat kesejahteraan sebagian dari yang mempengaruhi kinerja, meskipun melalui uji t tingkat kesejahteraan berpengaruh negatif terhadap kinerja karyawan. Berdasarkan pemahaman tersebut dapat dirumuskan hipotesis pertama sebagai berikut. H1 :
Tingkat kesejahteraan, kepuasan kerja, dan komitmen organisasi simultan berpengaruh terhadap kinerja karyawan.
2.3.2 Pengaruh Tingkat Kesejahteraan Terhadap Kinerja Karyawan Penelitian Qaisa Abbas (2009) menyimpulkan bahwa tingkat kesejahteraan merupakan salah satu faktor yang meningkatkan kinerja karyawan. Tingkat kesejahteraan karyawan adalah suatu pemenuhan kebutuhan atau keperluan yang bersifat jasmaniah dan rohaniah, baik dalam maupun diluar hubungan kerja secara langsung dan tidak langsung (Muhammad, 2009). Berdasarkan pemahaman tersebut dapat dirumuskan hipotesis kedua sebagai berikut. H2 :
Tingkat kesejahteraan secara parsial berpengaruh terhadap kinerja karyawan.
26
2.3.1 Pengaruh Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Mela (2013) menyatakan kepuasan kerja mempengaruhi kondisi dari karyawan yang berdampak terhadap kinerja karyawan. Mustafa (2012) dalam penelitiannya mengemukakan kepuasan kerja memiliki pengaruh positif terhadap kinerja karyawan. Berdasarkan pemahaman tersebut dapat dirumuskan hipotesis ketiga sebagai berikut. H3 :
Kepuasan kerja secara parsial berpengaruh terhadap kinerja karyawan.
2.3.1 Pengaruh Komitmen Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan Komitmen organisasi merupakan dasar untuk mencapai tujuan perusahaan (A.Zafer, 2012). Cevat et al. (2012) mengatakan bahwa komitmen organisasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja. Berdasarkan pemahaman tersebut dapat dirumuskan hipotesis keempat sebagai berikut. H4:
Komitmen organisasi secara parsial berpengaruh terhadap kinerja karyawan.
27