27
BAB II HAK DAN KEWAJIBAN KASIR (TELLER) DALAM PERJANJIAN KERJA ANTARA KASIR (TELLER) DENGAN PT. BANK NEGARA INDONESIA (PERSERO) TBK A. Perjanjian Kerja pada PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk 1. Pengertian Perjanjian Kerja Manusia sejak lahir hingga meninggal dunia hidup bersama-sama dengan manusia lain atau dengan kata lain manusia tidak dapat hidup menyendiri, terpisah dari kelompok manusia lainnya. Manusia harus hidup bermasyarakat, sebab ia lahir, hidup berkembang, dan meninggal dunia di dalam masyarakat. Sebagai individu, manusia tidak dapat hidup untuk mencapai segala sesuatu yang diinginkannya dengan mudah tanpa bantuan orang lain atau harus ada kontak di antara individu dengan individu lainnya agar dapat memenuhi kebutuhan mereka. Kontak di antara individu ini terjadi setelah ada kesepakatan atau perjanjian di antara mereka untuk melakukan suatu perbuatan. Perjanjian berdasarkan definisi yang diberikan dalam Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Abdul Kadir Muhammad merumuskan definisi Pasal 1313 KUHPerdata sebagai berikut, bahwa yang disebut perjanjian adalah “suatu persetujuan di mana dua orang atau
lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan sesuatu hal dalam lapangan harta kekayaan” 72. Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada seorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. 73 Dari peristiwa ini, timbullah suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan. Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya. Perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis. Pada umumnya perjanjian tidak terikat kepada suatu bentuk tertentu, dapat dibuat secara lisan dan andaikata dibuat secara tertulis maka ini bersifat sebagai alat bukti apabila terjadi perselisihan. Demikian juga dalam bidang pekerjaan, orang melakukan perjanjian kerja sehingga menimbulkan perikatan. Perjanjian kerja adalah suatu perjanjian di mana pihak kesatu buruh, mengikatkan diri untuk bekerja dengan menerima upah pada pihak lain yakni majikan, dan majikan mengikatkan diri untuk mempekerjakan buruh dengan membayar upah. 74 Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja yang mempunyai unsur pekerjaan, upah dan perintah. 75
72
Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perikatan, Op.Cit., hlm. 78. Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: PT Intermasa, 1987), hlm. 1. 74 Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Mataram: Grafindo Persada, 2003), hlm. 40. 75 Lihat Pasal 1 angka (15) jo Pasal 50 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. 73
Hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh. Dimana pekerja selaku pencari kerja dan pengusaha selaku pemberi kerja, merupakan pihak atau subyek yang membuat perjanjian kerja, dan merupakan pemenuhan syarat subyektif, selanjutnya syarat obyektifnya akan ditentukan dengan adanya syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak. Setiap hubungan kerja yang tercipta, baik formal maupun informal, pada dasarnya selalu didahului dengan adanya perjanjian kerja. Untuk pekerjaan informal, perjanjian kerja antara pemberi pekerjaan dengan penerima pekerjaan biasanya dilakukan secara lisan sedangkan pekerjaan-pekerjaan yang formal, seperti di pabrik atau perusahaan, perjanjian kerja pada umumnya dibuat secara tertulis. Dalam hukum perikatan dikenal tiga asas penting, yaitu 76: a.Asas Konsensualisme Asas ini dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 ayat (1) KUHPerdata, yang berbunyi : ”Lahirnya perjanjian adalah pada saat tercapainya kesepakatan dan saat itulah adanya hak dan kewajiban para pihak”. b.Asas Pacta Sunt Servanda Asas ini berhubungan dengan akibat perjanjian. Hal ini dapat disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata, yang berbunyi : “Perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. c.Asas Kebebasan Berkontrak Berupa asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk membuat atau tidak membuat perjanjian, mengadakan perjanjian dengan siapaun, menentukan isi perjanjian, pelaksana, persyaratanya, dan menentukan bentuk perjanjian yang tertulis atau tidak tertulis.
76
Salim HS, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), (Jakarta: Sinar Grafika, 2002) hlm.
157.
2. Syarat-Syarat Perjanjian Kerja Berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata, untuk sahnya suatu perjanjian para pihak harus memenuhi syarat-syarat tersebut di bawah ini: a. Kesepakatan atau persetujuan para pihak; Kesepakatan adalah persesuaian pernyataan kehendak antara satu orang atau lebih dengan pihak lainnya. Yang sesuai itu adalah pernyataannya, karena kehendak itu tidak dapat dilihat/diketahui orang lain. Kesepakatan para pihak merupakan unsur mutlak untuk terjadinya suatu kontrak. Para pihak yang terlibat dalam perjanjian harus sepakat atau setuju mengenai hal-hal pokok dari perjanjian tersebut. 77 Kesepakatan dapat terjadi dengan berbagai cara, namun yang paling penting adalah adanya penawaran dan penerimaan atas penawaran tersebut. 78 Pasal 1321 KUHPerdata menentukan bahwa kata sepakat tidak sah apabila diberikan karena kekhilafan atau diperoleh dengan paksaan atau penipuan. b. Kecakapan para pihak dalam membuat suatu perjanjian; Seseorang adalah cakap apabila ia pada umumnya berdasarkan ketentuan undang-undang mampu membuat sendiri perjanjian-perjanjian dengan akibat-akibat hukum yang sempurna. 79 Orang-orang yang akan mengadakan perjanjian haruslah orang-orang yang cakap dan mempunyai wewenang untuk melakukan perbuatan hukum, sebagaimana yang ditentukan oleh undang-undang.
77
P.N.H Simanjuntak, Op.Cit., hlm. 334. Ahmadi Miru, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontak, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010), hlm. 13. 79 Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, (Bandung: Putra Abardin, 1999), hlm. 61. 78
Orang tidak cakap untuk membuat perjanjian adalah 80: 1)
Orang yang belum dewasa,
2)
Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan,
3) Orang-orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang; dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu. Khusus poin “(3)” di atas mengenai perempuan dalam hal yang ditetapkan dalam undang-undang sekarang ini tidak dipatuhi lagi karena hak perempuan dan laki-laki telah disamakan dalam hal membuat perjanjian. c. Suatu hal tertentu; Suatu hal tertentu mengarah kepada barang yang menjadi objek suatu perjanjian. Menurut Pasal 1333 KUHPerdata, barang yang menjadi objek suatu perjanjian ini harus tertentu, setidak-tidaknya harus ditentukan jenisnya, sedangkan jumlahnya tidak perlu ditentukan asalkan saja kemudian dapat ditentukan atau diperhitungkan 81. Apapun jenis perikatannya, baik itu perikatan untuk memberikan sesuatu, berbuat sesuatu atau untuk tidak berbuat sesuatu, KUHPerdata hendak menjelaskan, bahwa semua jenis perikatan tersebut pasti melibatkan keberadaan atau eksistensi dari suatu kebendaan yang tertentu. Objek perjanjian berupa benda/barang dan jasa.
80
Lihat Pasal 1330 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Riduan Syahrani, Seluk Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata, (Bandung: Alumni, 2004),
81
hlm. 209.
Benda (zaak) adalah tiap-tiap kebendaan adalah bertubuh atau tak bertubuh 82 dan tiap kebendaan adalah bergerak atau tak bergerak 83 ada benda berwujud dan tidak berwujud dan ada yang bergerak dan tidak bergerak. Tiap-tiap kebendaan bergerak adalah dapat dihabiskan atau tak dapat dihabiskan. Kebendaan dikatakan dapat dihabiskan bilamana karena dipakai, menjadi habis. 84 d. Suatu causa atau sebab yang halal; Adanya sebab yang halal ini adalah menyangkut isi perjanjian yang tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan undang-undang. Pasal 1337 KUHPerdata menyatakan bahwa “suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum. Dengan demikian, undang-undang tidak memperdulikan apa yang menjadi sebab orang mengadakan suatu perjajian. Yang diperhatikan oleh undang-undang adalah isi dari perjanjian tersebut yang menggambarkan tujuan yang akan dicapai 85. Kesepakatan atau persetujuan para pihak dan kecakapan para pihak dalam membuat suatu perjanjian disebut sebagai syarat subyektif sedangkan suatu hal tertentu dan suatu causa atau sebab yang halal disebut syarat obyektif. Suatu perjanjian yang mengandung cacat pada syarat subyektif akan memiliki konsekuensi untuk dapat dibatalkan (vernietigbaar). Dengan demikian selama perjanjian yang mengandung cacat subyektif ini belum dibatalkan, maka ia tetap mengikat para pihak layaknya perjanjian yang sah. Sedangkan perjanjian yang memiliki syarat objektif secara tegas dinyatakan batal demi hukum. 86
82
Lihat Pasal 503 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Lihat Pasal 504 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 84 Lihat Pasal 505 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 85 Kartini Muljadi dan Gunawan Wdjaja, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), hlm. 127. 86 Komariah, Hukum Perdata, (Malang: Universitas Muhammadiyah Malang, 2002), hlm. 175. 83
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan juga mensyaratkan perjanjian kerja dibuat atas dasar 87 : a. Kesepakatan kedua belah pihak; b. Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum; c. Adanya pekerjaan yang diperjanjikan; dan d. Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3. Isi Perjanjian Kerja Hukum perjanjian memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa saja, asalkan tidak melanggar ketertiban umum dan kesusilaan. Maksudnya di sini para pihak yang mengadakan perjanjian diperbolehkan mengatur sendiri kepentingan mereka dalam perjanjian yang telah mereka sepakati dan para pihak yang terikat dalam perjanjian harus melaksanakan isi perjanjian sebagaimana semestinya. 88 Etika kerja merupakan rumusan penerapan nilai–nilai etika yang berlangsung di lingkungannya, dengan tujuan untuk mengatur tata krama aktivitas para karyawannya agar mencapai tingkat efesiensi dan produktivitas yang maksimal. Etika perusahaan menyangkut tentang hubungan perusahaan dan karyawannya sebagai satu kesatuan dalam lingkungannya, etika kerja menyangkut hubungan kerja antara perusahaan dan karyawan. 89 Perjanjian kerja dapat dikatakan sebagai fundamental legal institution dalam hukum ketenagakerjaan. 90 Perjanjian kerja merupakan satu hal yang paling esensial
87
Lihat Pasal 52 angka (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Ibid, hlm. 9. 89 Erni R. Ernawan, Business Ethics ,(Bandung: Alfabeta, 2007), hlm. 69. 90 Simon Deakin, The many Futures of the Contract of Employment, dlm. Joane Conaghan et. al. (Ed.), Labour Law in an Era of Globalization, (Oxford: Oxford University Press, 2005), hlm. 178. 88
dalam hukum ketenagakerjaan karena perjanjian kerja telah melahirkan adanya hubungan hukum, yakni hubungan kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha. Hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh. 91 Pada perjanjian kerja akan ditetapkan hak dan kewajiban masingmasing pihak. Pekerja/buruh dan pengusaha akan terikat dalam hubungan kerja tersebut untuk melaksanakan hak dan kewajibannya masing-masing. Jelas disebutkan bahwa perjanjian kerja adalah dasar dari terbentuknya hubungan hukum antara pengusaha dan pekerja/buruh. Pengertian perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak. 92 Suatu perjanjian dapat disebut sebagai perjanjian kerja jika isi perjanjian tersebut telah mengatur tiga unsur, yaitu pekerjaan, upah, dan perintah. Unsur pekerjaan menunjuk pada apa yang harus dikerjakan. Hal tersebut ditunjukkan oleh adanya jabatan (job title) atau jenis pekerjaan yang diperjanjikan. Unsur upah ditunjukkan oleh berapa jumlah upah yang diterima dan kapan upah tersebut akan dibayarkan setiap periodenya. Sedangkan unsur perintah ditunjukkan oleh adanya deskripsi kerja (job description), kewajiban pekerja/buruh mematuhi tata tertib perusahaan dan hak pengusaha untuk mengenakan tindakan disiplin terhadap pekerja/buruh. 93 Menurut Abdul Rachmad Budiono, ketiga unsur perjanjian kerja, yakni berupa upah, perintah, dan pekerjaan tersebut bersifat kumulatif. Artinya, ketiadaan salah satu unsur mengakibatkan tidak terjadinya perjanjian kerja. 94 Tujuan pembuatan
91
Lihat Pasal 50 Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Lihat Pasal 1 angka (14) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. 93 Erni R. Ernawan, Business Ethics ,Op.Cit., hlm. 76. 94 Abdul Rachmad Budiono, Hukum Perburuhan, (Jakarta: Indeks, 2009), hlm. 23. 92
perjanjian secara tertulis adalah agar memberikan kepastian hukum bagi para pihak dan sebagai alat bukti yang sempurna, di kala timbul sengketa di kemudian hari. Setelah disahkannya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UUKK), maka keberadaan perjanjian kerja sebagai pegangan yuridis dalam hubungan kerja, telah mempunyai landasan yang tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut hanya diatur secara parsial tentang perjanjian kerja, tetapi paling tidak keberadaan perjanjian kerja, telah diatur tersendiri di dalam undang-undang tersebut, yaitu dalam Bab IX yang mengatur tentang hubungan kerja. Pada dasarnya baik tertulis maupun tidak, perjanjian kerja tersebut sama-sama mempunyai kekuatan yang mengikat kedua belah pihak. Demikian pula dalam perjanjian kerja, seorang buruh mengadakan perjanjian kerja dengan perusahaan atau majikan dengan mengikatkan dirinya dalam perjanjian itu dengan maksud untuk memperoleh haknya itu harus memberikan sesuatu kepada majikannya berupa pengarahan jasa-jasanya sebagaimana kewajiban yang harus dipenuhi dan tidak boleh dilalaikan. 95 Perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis sekurang-kurangnya memuat 96 : a. Nama, alamat perusahaan dan jenis usaha. b. Nama, jenis kelamin, umur dan alamat pekerja/buruh. c. Jabatan atau jenis pekerjaan. d. Tempat Pekerjaan. e. Besarnya upah dan cara pembayarannya. f. Syarat-syarat kerja (memuat hak-hak dan kewajiban-kewajiban para pihak). g. Mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja. h. Tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat. i. Tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja. 4. Jenis-Jenis Perjanjian Kerja
95
G. Kartas Poetra, Pokok-Pokok Hukum Perburuhan, (Bandung: Armico, 1985), hlm. 73. Lihat Pasal 54 angka (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
96
Dalam suatu perjanjian kerja terdapat jenis-jenis perjanjian kerja, ada 2 (dua) jenis perjanjian kerja diantaranya : a. Menurut Bentuknya Perjanjian kerja menurut bentuknya terbagi menjadi 2 (dua) yaitu 97 : 1) Perjanjian lisan, terbagi 2 (dua) yaitu : a) Perjanjian konsensual, adalah perjanjian dimana adanya kata sepakat antara para pihak saja sudah cukup untuk timbulnya perjanjian yang bersangkutan. b) Perjanjian riil, adalah perjanjian yang hanya berlaku sesudah terjadinya penyerahan barang atau kata sepakat bersamaan dengan penyerahan barangnya. Misalnya : perjanjian penitipan barang. 2) Perjanjian tertulis, terbagi 2 (dua) yaitu : a) Perjanjian baku, adalah perjanjian yang berbentuk tertulis berupa formulir yang isinya telah dibakukan terlebih dahulu secara sepihak oleh produsen tanpa mempertimbangkan kondisi konsumen. b) Perjanjian formal, adalah perjanjian yang telah ditetapkan dengan formalitas tertentu, misalnya : perjanjian hibah harus dibuat dengan akta notaris. b. Menurut Waktu Berakhirnya Berakhirnya suatu perjanjian kerja terdapat dua macam bentuk berakhirnya suatu perjanjian kerja, diantaranya : 1) Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) PKWTT adalah perjanjian kerja antara pekerja dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja yang bersifat tetap dan disebut karyawan tetap. PKWTT bisa dibuat secara lisan maupun tulisan, dan jika dibuat secara lisan maka perusahaan wajib membuat surat pengangkatan kerja bagi pekerja yang bersangkutan dan PKWTT dapat mensyaratkan adanya masa percobaan selama
97
Handri Raharjo, Hukum Perjanjian di Indonesia, (Yogyakarta: Andi Offset, 2009), hlm. 64-
65
tiga bulan, dalam tiga bulan tersebut perusahaan wajib membayar upah sesuai dengan upah minimum yang berlaku. 98 2) Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu adalah perjanjian kerja yang di dalamnya memuat batas waktu hubungan kerja antara pekerja dan pengusaha. Perjanjian kerja ini biasanya digunakan untuk pekerja tidak tetap atau kontrak dan didasarkan pada dua hal yaitu jangka waktu tertentu dan selesainya suatu pekerjaan. 99 Perjanjian kerja waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu 100 : a) Pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya; Pola hubungan kerja dengan perjanjian kerja waktu tertentu dapat dilakukan untuk pekerja yang didasarkan atas selesainya pekerja tertentu untuk waktu paling lama 3 (tiga) tahun. b) Pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun; Pola hubungan kerja dengan perjanjian kerja waktu tertentu dapat dilakukan untuk pekerja yang dipekirakan penyelesaianya dalam waktu tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun. Dalam hal perkerjaan tertentu yang diperjanjikan berakhir maka perjanjian kerja waktu tertentu tersebut putus demi hukum. c) Pekerjaan yang bersifat musiman; atau Pekerja yang bersifat musiman adalah pekerja yang pelaksanaanya tergantung pada musim atau cuaca. PKWT yang dilakukan untuk pekerja yang musiman hanya dapat dilakukan satu jenis pekerjaan waktu tertentu.
98
Zainal Asikin, Dasar-Dasar Hukum Perburuhan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2012), hlm. 52. 99 Ibid., hlm. 54. 100 Lihat Pasal 59 angka (1) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
d) Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan; Pola hubungan kerja dengan perjanjian kerja waktu tertentu dapat digunakan untuk melakukan pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan. Untuk ini perjanjian kerja waktu tertentu hanya dapat dilakukan untuk jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang untuk satu kali paling lama 1 (satu) tahun dan tidak dapat dilakukan perubahan. Perjanjian kerja terdiri dari perjanjian kerja dibuat untuk waktu tertentu atau untuk waktu tidak tertentu, diantara kedua jenis perjanjian kerja tersebut akan membawa konsekuensi yuridis tertentu baik bagi pekerja maupun pengusaha, baik sebelum, sesaat maupun setelah hubungan kerja tersebut berakhir 101. Di dalam UUKK tersebut juga ditegaskan bahwa, perjanjian kerja untuk waktu tertentu didasarkan atas jangka waktu atau selesainya suatu pekerjaan tertentu. Pengusaha memakai landasan hukum dalam melakukan hubungan kerja, dengan berdasarkan atas perjanjian kerja untuk waktu tertentu, kecenderungan demikian umumnya untuk menghindari apabila terjadi pemutusan hubungan kerja terutama yang dilakukan secara sepihak dari pengusaha, dihubungkan dengan kewajiban-kewajiban untuk meminta izin terlebih dahulu, permohonan penetapan pemutusan hubungan kerja yang memakan waktu panjang dan berbelit-belit disertai dengan pembebanan kewajiban-kewajiban yang memberatkan bagi pihak pengusaha, seperti pembebanan kewajiban pemberian uang pesangon, penghargaan masa kerja/jasa maupun ganti kerugian yang menjadi kewajiban pengusaha, sebaliknya menjadi hak bagi pekerja. 101
Lihat Pasal 56 angka (1) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Perjanjian kerja dapat diakhiri bilamana 102 : a. Pekerja meninggal dunia. b. Berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja. c. Adanya putusan pengadilan dan/atau putusan atau penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. d. Adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.
5. Perjanjian Kerja Antara Kasir (Teller) Dengan PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Seseorang yang sudah dinyatakan lulus seleksi untuk menjadi seorang petugas kasir (teller) PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk sebelum dia mulai bekerja, ia harus terlebih dahulu mengikatkan dirinya melalui perjanjian kerja dengan PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. Hal ini ditandai dengan petugas kasir (teller) menandatangani surat perjanjian kerja tersebut. Surat perjanjian kerja tersebut dinamakan Perjanjian Kerja Asisten pada PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. Dengan demikian kasir (teller) dan PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk samasama mengikatkan diri dan tunduk terhadap isi perjanjian kerja tersebut. Di dalam perjanjian kerja tersebut tercantum :
102
Lihat Pasal 61 angka (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya Dalam surat perjanjian kerja tersebut terdapat dua pihak yaitu : 1) Pihak Pertama adalah PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk yang diwakilkan oleh Pemimpin PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Kantor wilayah Medan. 2.) Pihak Kedua adalah nama pegawai kasir (teller) PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk lengkap dengan Kartu Tanda Penduduk. Kedua pihak tersebut sepakat untuk mengikatkan dirinya dalam sebuah perjanjian kerja tanpa adanya paksaan, penipuan atau kekhilafan. Perjanjian kerja kasir (teller) dengan PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk bersifat tertulis dan baku. Perjanjian kerja tersebut bersifat tertulis, diketik, ditulis dalam bahasa Indonesia dan terdiri dari 15 Pasal. Perjanjian baku merupakan suatu bentuk perjanjian yang berisikan hak dan kewajiban kedua belah pihak yang diwujudkan dalam bentuk tulisan yang sudah dibakukan. Salah satu pihak dalam perjanjian itu, yaitu pihak yang secara ekonomis kuat, biasanya menetapkan syarat-syarat baku secara sepihak. “Perjanjian baku itu pada prinsipnya ditetapkan sepihak tanpa lebih dahulu merundingkannya dengan pihak yang lainnya”. 103 Istilah perjanjian baku dalam bahasa Belanda dikenal dengan standard voor vaardeen, dalam hukum Inggris di kenal dengan standart contrac. “Standar kontrak merupakan perjanjian yang telah ditentukan dan telah dituangkan dalam bentuk
103
Ari Purwadi, Hukum dan Pembangunan, (Jakarta: Majalah Hukum, No 1 Tahun XXV, 1995), hlm. 58.
formulir, kontrak ini ditentukan secara sepihak oleh salah satu pihak, terutama pihak ekonomi kuat terhadap pihak ekonomi lemah”. 104 Baku berarti ukuran dan acuan. Jika bahasa hukum dibakukan berarti bahasa hukum itu ditentukan ukurannya, standarnya, sehingga memiliki arti tetap, yang dapat menjadi pegangan umum. 105 Sutan Remy Sjahdeni merumuskan perjanjian baku adalah perjanjian yang hampir seluruh klausula-klausulanya sudah dibakukan oleh pemakainya dan pihak yang lain pada dasarnya tidak mempunyai peluang untuk merundingkan atau meminta perubahan. 106 Hal ini terlihat dalam bentuk perjanjian di mana perjanjian tersebut konsepnya telah dipersiapkan terlebih dahulu oleh salah satu pihak yaitu pihak pertama dan perjanjian ini disamping memuat aturan-aturan umumnya biasa tercantum dalam suatu perjanjian, memuat pula persyaratan khusus baik berkenaan dengan pelaksanaan perjanjian, menyangkut hal-hal tertentu dan atau berakhirnya perjanjian itu. Hal-hal baku yang diatur dalam perjanjian kerja ini antara lain : 1) Penghasilan kasir (teller) per bulan, Ongkos perjalanan Cuti Tahunan (OPCT), Tunjangan Hari Raya (THR), 2) Cuti tahunan yang diberikan kepada kasir (teller) yaitu 12 (dua belas) hari kerja,
104
Salim HS, Perkembangan Hukum Kontrak di Luar KUH Perdata, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Perkasa, 2006), hlm. 145. 105 Johannes Ibrahim, Pengimpasan Pinjaman (Kompensasi) dan Asas Kebebasan Berkontrak dalam Perjanjian Kredit Bank, (Bandung: CV Utomo, 2003), hlm. 52. 106 Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, (Jakarta: Institut Bankir Indonesia, 1993), hlm. 66.
3) Lama Waktu untuk In-Class Training, On Job Training dan Inservice Training), 4) Daerah penempatan kerja kasir (teller), 5) Ketentuan mengenai fasilitas kesehatan seperti Jamsostek, Bantuan Rawat Jalan dan Bantuan Rawat Inap, b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan Setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan-perikatan, jika ia oleh undang-undang tidak dinyatakan tak cakap. 107 Pihak Pertama dan Pihak Kedua dalam perjanjian kerja tersebut adalah termasuk ke dalam setiap orang yang cakap untuk membuat perikatan karena bukan termasuk 108 : 1) Orang-orang yang belum dewasa; 2) Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan; 3) Orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang, dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu. c. Suatu hal tertentu Objek perjanjian kerja berupa jasa. Kasir (teller) memberikan jasa yaitu untuk melakukan dan melaksanakan tugas-tugasnya sebagai asisten pelayanan uang tunai pada PT BNI KCU USU Medan. Jasa di sini berupa pelayanan yang jujur, tulus, ikhlas dan ramah sesuai dengan prinsip standar layanan PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk.
107
Lihat Pasal 1329 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Lihat Pasal 1329 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
108
d. Suatu sebab yang halal Suatu sebab yang terkandung dalam perjanjian tersebut adalah yang halal. Suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum 109. Hal-hal yang ada dalam perjanjian ini tidak bertentangan dengan norma kesusilaan, kesopanan dan ketertiban umum. 4 (empat) syarat sahnya suatu perjanjian yang diatur di dalam Pasal 1320 KUHPerdata telah terkandung di dalam Perjanjian Kerja Asisten pada PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk dan perjanjian kerja tersebut juga telah memenuhi dasar-dasar perjanjian kerja menurut Pasal 52 angka (1) Undang-Undang Nomor 13 tanhun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
B. Hak dan Kewajiban Kasir (Teller) dalam Perjanjian Kerja antara Kasir (Teller) dengan PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk 1. Pengertian Hak Hak dan kewajiban melekat pada setiap manusia baik sebagai individu yang menjadi bagian dari sebuah komunitas, individu bagian dari sebuah lingkungan dan negara. Hak adalah sesuatu hal yang benar, milik, kepunyaan, kewenangan, kekuasaan untuk berbuat sesuatu (karena telah ditentukan oleh undang-undang, aturan, dsb), kekuasaan yang benar atas sesuatu atau untuk menuntut sesuatu, derajat 109
Lihat Pasal 1337 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
atau martabat 110. Tidak seorangpun manusia yang tidak mempunyai hak, tetapi konsekuensinya bahwa orang lain pun memiliki hak yang sama dengannya. Jadi hak pada pihak yang satu berakibat timbulnya kewajiban pada pihak yang lain. Orang yang mempunyai hak bisa menuntut (dan bukan saja mengharapkan atau menganjurkan) bahwa orang lain akan memenuhi dan menghormati hak itu. Tetapi bila dikatakan demikian, segera harus ditambah sesuatu yang amat penting bahwa hak adalah klaim yang sah atau klaim yang dapat dibenarkan. 111 Selain itu, hak juga dapat diartikan sebagai kuasa untuk menerima atau melakukan suatu yang semestinya diterima atau dilakukan melulu oleh pihak tertentu dan tidak dapat oleh pihak lain manapun juga yang pada prinsipnya dapat dituntut secara paksa olehnya. 112 Oleh karena itu implikasi dari definisi tentang hak tersebut antara lain 113 :
a. Hak adalah suatu kekuasaan, yaitu suatu kemampuan untuk memodifikasi keadaan. b. Hak merupakan jaminan yang diberikan oleh hukum. c. Penggunaan hak menghasilkan suatu keadaan yang berkaitan langsung dengan kepentingan pemilik hak.
110
Munir Fuady, Dinamika Teori Hukum, Op.Cit., hlm. 1. K. Bertens, Etika (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka, 1992), hlm. 178-179. 112 Ibid, hlm. 180. 113 Ali,Achmad, Menguak Tabir Hukum, (Jakarta; Candra Pratama, 1996), hlm. 242. 111
Sedangkan dilihat dari sudut kewenangan, maka pengertian hak berintikan kebebasan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu berkenaan dengan sesuatu atau terhadap subjek hukum tertentu atau semua subjek hukum tanpa halangan atau gangguan dari pihak manapun, dan kebebasan tersebut memiliki kewenang-wenangan untuk melakukan perbuatan tertentu, termasuk menuntut sesuatu. 114
Menurut Satjipto Rahardjo bahwa suatu kepentingan merupakan sasaran dari dan bukan hanya karena ia dilindungi oleh hukum, tetapi juga karena pengakuan terhadapnya. Hak ternyata tidak hanya mengandung unsur perlindungan dan kepentingan, melainkan juga kehendak. 115 Hak dapat timbul pada subjek hukum disebabkan oleh beberapa hal yaitu 116 : a. Adanya subjek hukum baru, baik orang maupun badan hukum. b. Terjadi perjanjian yang disepakati oleh para pihak yang melakukan perjanjian. c. Terjadi kerugian yang diderita oleh seseorang akibat kesalahan atau kelalaian orang lain. d. Karena seseorang telah melakukan kewajiban yang merupakan syarat memperoleh hak. e. Terjadinya daluarsa (verjaring). 117 Hapusnya suatu hak menurut hukum dapat disebabkan oleh empat hal yaitu 118 : a. Apabila pemegang hak meninggal dunia dan tidak ada pengganti atau ahli waris yang ditunjuk, baik oleh pemegang hak maupun ditunjuk oleh hukum. b. Masa berlakunya hak telah habis dan tidak dapat diperpanjang lagi. 114
Mochtar Kusumaatmadja dan B. Arief Sidharta, Pengantar Ilmu Hukum (Buku I), (Bandung: Alumni, 2000), hlm. 90. 115 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Op.Cit., hlm. 53. 116 Ibid., hlm. 57. 117 Daluarsa adalah suatu alat untuk memperoleh sesuatu atau membebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan dalam UndangUndang. Pasal 1946 KUHPerdata. 118 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Op.Cit., hlm. 59.
c. Telah diterimanya suatu benda yang menjadi objek hak. d. Karena daluarsa (verjaring).
2. Pengertian Kewajiban Kewajiban adalah suatu beban atau tanggungan yang bersifat kontraktual. Dengan kata lain kewajiban adalah sesuatu yang sepatutnya diberikan. Contoh kewajiban yaitu dalam jual beli, bila kita membeli suatu barang, maka kita wajib membayar barang tersebut. 119 Wajib adalah beban untuk memberikan sesuatu yang semestinya dibiarkan atau diberikan melulu oleh pihak tertentu tidak dapat oleh pihak lain manapun yang pada prinsipnya dapat dituntut secara paksa oleh yang berkepentingan . Sehingga kewajiban adalah sesuatu yang harus dilakukan. 120 Tanggung jawab adalah beban yang bersifat moral. Pada dasarnya, sejak lahirnya kewajiban sudah lahir pula tanggung jawab. 121 Lahir dan timbulnya suatu kewajiban, disebabkan oleh hal sebagai berikut 122 : a. Karena diperoleh suatu hak yang membebani syarat untuk memenuhi kewajiban. b. Berdasarkan suatu perjanjian yang telah disepakati. c. Adanya kesalahan atau kelalaian seseorang yg menimbulkan kerugian bagi orang lain, sehingga ia wajib membayar ganti rugi. 119
Burhanuddin Salam, Etika Sosial Asas Moral dalam Kehidupan Manusia (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1997), hlm. 14-16. 120 Erni R. Ernawan, Op.Cit., hlm. 69. 121 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, (Yogyakarta: Liberty, 2010), hlm. 58. 122 Ibid., hlm. 65.
d.Karena telah menikmati hak tertentu yg harus diimbangi dengan kewajiban tertentu. e. Karena daluarsa (verjaring).Contoh : denda. Hapusnya suatu kewajiban karena hal-hal sebagai berikut 123 : a. Karena meninggalnya orang yg mempunyai kewajiban, tanpa ada penggantinya, baik ahli waris maupun orang lain atau badan hukum yang ditunjuk oleh hukum. b. Masa berlakunya telah habis dan tidak diperpanjang. c. Kewajiban telah dipenuhi oleh yang bersangkutan. d. Hak yg melahirkan kewajiban telah dihapus e. Daluarsa (verjaring). f. Ketentuan undang-undang. g. Kewajiban telah beralih atau dialihkan kepada orang lain. h. Terjadi suatu sebab di luar kemampuan manusia, sehingga tidak dapat dipenuhi kewajiban itu. Hak dan kewajiban semestinya dilaksanakan secara bersamaan. Apabila tidak dilaksanakan secara bersamaan maka hak dan kewajiban menjadi timpang alias tidak seimbang. Untuk terjadinya “hak dan kewajiban”, diperlukan suatu “peristiwa” yang oleh hukum dihubungkan sebagai suatu akibat. Artinya, hak seseorang terhadap sesuatu benda mengakibatkan timbulnya kewajiban pada orang lain, yaitu menghormati dan tidak boleh mengganggu hak tersebut. Hak dan kewajiban itu timbul apabila terjadi hubungan hukum antara dua pihak yang didasarkan pada suatu kontrak atau perjanjian. Jadi, selama hubungan hukum yang lahir dari perjanjian itu belum berakhir, maka pada salah satu pihak ada beban kontraktual, ada keharusan atau kewajiban untuk memenuhinya.
123
Ibid., hlm, 71.
3. Hak Dan Kewajiban Kasir (Teller) Dalam Perjanjian Kerja Antara Kasir (Teller) Dengan PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Di dalam Perjanjian Kerja Asisten Pada PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk ditulis dengan jelas hak dan kewajiban pihak pertama dan pihak kedua. Hak dan Fasilitas Pihak Kedua yaitu kasir (teller) adalah sebagai berikut 124 : a. Penghasilan Pihak Kedua diatur sebagai berikut : 1) Selama masa pembekalan (in-class training, OJT, IST) sebesar Rp. 1.921.199,per bulan. 2) Selama masa evaluasi lapangan sebesar Rp. 2.177.358,- per bulan. b. Fasilitas yang diberikan kepada Pihak Kedua adalah sebagai berikut : 1) Bantuan Uang Makan berdasarkan kehadiran Pihak Kedua pada hari kerja sesuai ketentuan yang berlaku di Pihak Pertama. 2) Jamsostek sesuai ketetuan di Pihak Pertama. 3) Bantuan Rawat Jalan sesuai fasilitas untuk jenjang jabatan Asisten pada Pihak Pertama. 4) Bantuan Rawat Inap sesuai dengan fasilitas kesehatan yang diattur di Pihak Pertama. 5) Cuti Tahunan selama 12 (dua belas) hari kerja untuk masa kontrak 12 (dua belas), yang dapat diajukan setelah menjalani paling sedikit 6 (enam) bulan masa kontrak dan diberikan proporsional sesuai dengan masa kontrak yang telah dijalani. Pelaksanaan cuti mengacu pada ketentuan yang berlaku di Pihak Pertama. 6) Ongkos Perjalanan Cuti Tahunan (OPCT) sebesar 1 (satu) bulan Penghasilan, dibayarkan pada akhir masa kotrak 12 (dua belas) bulan yang pembayarannya mengacu pada ketentuan Pihak Pertama. 7) Tunjangan Hari Raya (THR) sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Pihak Pertama 8) Tunjangan Pajak sesuai tarif pajak penghasilan untuk Wajib Pajak yang memiliki NPWP pribadi atas penghasilan dan fasilitas yang menjadi objek pajak penghasilan. 9) Bonus atau Jasa Produksi atau Insentif (apabila ada) sesuai dengan ketentuan Pihak Pertama.
124
Lihat Pasal 5 Perjanjian Kerja Asisten Pada PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk.
Sedangkan mengenai kewajiban kasir (teller) juga telah diatur dalam perjanjian ini. Kewajiban dan Larangan Pihak Kedua yaitu kasir (teller) adalah sebagai berikut 125 : a. Pihak Kedua wajib melaksanakan dan menyelesaikan pekerjaan yang ditugaskan oleh Pihak Pertama sebagai asisten pada Masa Evaluasi Lapangan sesuai dengan Key Performance Indicator (KPI) dan target sebagimana yang ditetapkan oleh Pihak Pertama. b. Pihak Pertama dapat melakukan penyesuaian dari pekerjaan yang ditugaskan sebagaimana ayat (1) sesuai dengan tuntutan perusahaan dan kompetensi Pihak Kedua. Dengan demikian apabila terdapat perubahan Key Performance Indicator (KPI) maka tanggung jawab utama Pihak Kedua menyesuaikan dengan yang baru, dan merupakan bagian tidak terpisahkan dari perjanjian serta tidak perlu dituangkan dalam bentuk Addendum Perjanjian. c. Pihak Kedua bertanggung jawab sepenuhnya atas pelaksanaan pekerjaan sebagaimana ayat (1) dan (2) serta wajib membuat laporan kepada pemimpin unit per 4 (empat) bulan atau sesuai waktu yang ditetapkan Pihak Pertama perihal pencapaian hasil sasaran dan target yang ditetapkan Pihak Pertama sebagaimana Key Performance Indicator (KPI) terlampir, sebagai bahan untuk melakukan evaluasi terhadap performance/kinerja Pihak Kedua. d. Pihak Kedua wajib menjaga Rahasia Jabatan dan Rahasia Bank, dan oleh karenanya Pihak Kedua tidak diperkenankan memberitahukan/membocorkan dengan cara dan bentuk apapun kepada pihak lain tentang hal-hal yang berhubungan dengan Rahasia Bank dan atau Rahasia Jabatan, baik secara langsung maupun tidak langsung selama berhuubungan kerja berlangsung maupun setelah hubungan kerja berakhir. e. Pihak Kedua wajib melaksanakan pekerjaan yang diberikan oleh Pihak Pertama dengan sebaik-baiknya, teliti, terampil, jujur, sopan, dan bertanggung jawab. f. Pihak Kedua wajib mentaati segala ketentuan yang berlaku di Pihak Pertama, baik yang ditetapkan dalam perjanjian maupun ketentuan intern lainnya yang dinyatakan berlaku bagi Pihak Kedua. g. Pihak Kedua wajib menandatangani Komitmen Integritas dan Perjanjian Kerahasiaan sesuai dengan format yang telah ditentukan oleh Pihak Pertama. h. Pihak Kedua dilarang melakukan pekerjaan untuk pihak ketiga atau terikat hubungan kerja, menerima beasiswa dari atau terikat ikatan dinas dengan perusahaan atau instansi lain. i. Pihak Kedua dilarang melibatkan diri atau melakukan tindakan bisnis yang menimbulkan konflik kepentingan, atau melakukan pekerjaan/bisnis yang dapat 125
Lihat Pasal 7 Perjanjian Kerja Asisten Pada PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk.
mengganggu pelaksanaan tugas/pekerjaan di Pihak Pertama kecuali mendapatkan izin tertulis sebelumnya dari Pihak Kedua. j. Pihak Kedua baru dapat melangsungkan pernikahan setelah memasuki masa kontrak tahun kedua, dengan memperhatikan jangka waktu perjanjian sebagaimana dimaksud pasal 3 ayat (1). k. Pihak Kedua dilarang melakukan perbuatan yang secara langsung atau tidak langsung dapat merusak nama baik, martabat atau citra Pihak Pertama. l. Pihak Kedua dilarang melakukan tindak pidana atau perbuatan yang menjurus ke arah tindak pidana, baik menyangkut maupun tidak menyangkut kepentingan Pihak Pertama. Kewajiban kasir (teller) secara lebih terperinci yaitu 126 : a. Melayani semua jenis transaksi kas/tunai, pemindahan, setoran kliring dalam rangka memberikan pelayanan transaksi keuangan (IDR dan Valas) : 1) Melaksanakan setoran dan pembayaran semua jenis transaksi. 2) Melakukan penutupan rekening giro/tabungan/deposito atas permintaan Unit Pelayanan Nasabah. 3) Melakukan transaksi kiriman uang (KU) dalam negeri. 4) Memproses (upload) pembayaran gaji melalui sistem Payroll (Pembayaran Gaji) baik secara otomatis maupun manual. 5) Melakukan verifikasi tanda tangan dan posisi saldo rekening nasabah. 6) Melakukan verifikasi dan validasi slip transaksi. 7) Melakukan jual-beli Cek Multi Guna (CMG). 8) Meminta persetujuan pejabat yang berwenang atas jumlah pembayaran di atas batas kewenangannya. 9) Menjalankan setiap transaksi sesuai dengan standar layanan BNI. 10) Memastikan akurasi setiap transaksi. b. Melayani kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan produk jasa luar negeri, antara lain : 1) Melakukan transaksi Out Going Transfer (OTR) baik secara tunai, pemindahan maupun kliring. 2) Melakukan pembayaran Incoming Transfer (ITR) baik secara tunai, pemindahan maupun kliring. 3) Menerima setoran komisi L/C ekspor, setoran MD atas penerbitan L/C impor, biaya pembukaan L/C, amandemen L/C dll. 4) Menerima setoran atas komisi advising SKBDN masuk, setoran fee SKBDN, fee amandemen SKBDN dan biaya penerbitan SKBDN. 5) Melayani pembayaran inward collection baik secara tunai, pemindahan maupun kliring. 126
Lihat Lampiran Petunjuk Pelaksanaan Uraian Jabatan Kantor Cabang.
6) Menerima setoran outward collection baik secara tunai maupun pemindahan. 7) Melayani transaksi jual beli note, non fisik, draft dan TC. c. Melaksanakan Prinsip Mengenal Nasabah (PMN) / Know Your Customer (KYC) sesuai dengan ketentuan yang berlaku. d. Menjaga peralatan yang menjadi tanggung jawabnya, antara lain : 1) Mesin hitung uang kertas, mesin kalkulator dan alat penyidik (lampu ultra violet, neon light box dan sejenisnya). 2) Terminal komputer, printer passbook, KCT dan perlengkapan lainnya. e. Berpartisipasi aktif melaksanakan gugus tugas khusus yang dibentuk oleh Komite Manajemen Kantor Cabang Utama dan Layanan. f. Melaksanakan perbaikan/penyempurnaan hasil temuan audit/SPI. g. Menyelesaikan transaksi daftar pos terbuka (DPT) sesuai dan atau menjadi kewenangannya. Hak dan kewajiban kasir (teller) hapus apabila Perjanjian Kerja Asisten pada PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk berakhir yang disebabkan 127 : a. Kasir (teller) mengundurkan diri dari jabatannya sebagai kasir (teller) pada PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. b. Kasir (teller) diberhentikan dari jabatannya sebagai kasir (teller) pada PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. c. Kasir (teller) meninggal dunia. d. Kasir (teller) di tempatkan pada posisi jabatan lain pada PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk
127
Lihat Pasal 14 Perjanjian Kerja Asisten Pada PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk.