BAB II FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN TERJADINYA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA DAN PSIKOTROPIKA
A. Faktor yang Menyebabkan Seseorang Dapat Melakukan Kejahatan Kata ”penjahat” tidak ditemukan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia akan tetapi kata ”penjahat” merupakan istilah yang terdapat dalam masyarakat yang diberikan kepada orang tertentu yang menurut penilaian masyarakat tersebut telah melakukan pelanggaran terhadap kaedah-kaedah atau hukum yang berlaku di dalam masyarakat tersebut. Antara kejahatan, penjahat, dan jenis penjahat merupakan suatu mata rantai yang terpisah di dalam pembahasannya. Maksudnya antara perbuatannya, si pelaku, dan tipe atau jenis orangnya merupakan suatu kesatuan yang menunggal seandainya dibicarakan maupun dibahas dalam proses pertimbangan hukum. Beberapa pendapat ahli kriminologi tentang tipe atau jenis penjahat ini antara lain dikemukakan oleh Lambroso, Garofallo, dan Seelig. Jenis penjahat yang dikemukakan mereka di antaranya adalah: 38 1. Lambroso: mengemukakan jenis penjahat itu, ada penjahat kelahiran, penjahat yang kurang beres ingatannya atau pikiran/gila juga termasuk peminum alkohol/minuman keras, penjahat karena hawa nafsu yakni karena orang-orang yang karena sifatnya bernafsu melaksanakan kemauannya seenaknya saja, penjahat dalam kesempatan atau penjahat kesempatan, dalam hal ini ada kalanya karena terdesak akalnya karena 38
Chainur Arrasjid., Suatu Pemikiran Tentang Psikologi Kriminil, (Medan: Kelompok Studi Hukum dan Masyarakat Fakultas Hukum USU, 1999), hal. 35-36.
Universitas Sumatera Utara
kebiasaan, dan bentuk campuran antara penjahat kelahiran/bakat ditambah dengan kesempatan, dan mereka ini melakukan kejahatan disebabkan karena keadaan yang kurang sempurna. 2. Garafallo:
mengemukakan
tipologinya
berupa,
penjahat-penjahat
pembunuh, penjahat-penjahat penyerang, agresif, orang yang suka sekali menyerang orang lain dengan kata-kata atau perbuatan, penjahat-penjahat curang, penjahat-penjahat yang terdorong karena terdorong hawa nafsu yang tidak terkendalikan. 3. Seelig: mengemukakan tipologinya berupa penjahat-penjahat karena pekerjaannya seperti pelacur, karena penjahat-penjahat karena lemah jiwanya, yakni sering terjadi pada anak-anak muda yang dalam pekerjaannya selalu tidak dapat menahan godaannya dari luar atau kurang sempurna pekerjaannya akibat pekerjaan tersebut (misalnya penggelapan, korupsi, penipuan), penjahat cepat marah, yakni sering terjadi karena keadaan tergoncang yang mengakibatkan mereka melakukan perbuatan agresif baik dalam pergaulan, nafsu birahi (misalnya penghinaan tulisan maupun lisan), penjahat-penjahat yang disebabkan oleh krisis jiwa/krisis kehidupan, penjahat-penjahat yang kurang
berdaya menahan tekanan-
tekanan luar (misalnya orang-orang yang suka mengumpat), penjahatpenjahat karena keyakinan (misalnya pemberontakan kepada pemerintah yang sah), penjahat-penjahat yang kurang disiplin dalam masyarakat (misalnya percekcokan dengan tetangga), dan penjahat-penjahat bentuk campuran.
Universitas Sumatera Utara
Jelaslah bahwa kualifikasi penjahat tersebut dapat digambarkan dalam berbagai macam jenis sesuai dengan sifat dan bentuk perbuatan manusia itu. Kejahatan merupakan aktivitas kriminal yang sangat berpengaruh terhadap aspek kehidupan manusia. Kejahatan dapat saja terjadi tanpa mengenal ruang dan waktu, tanpa mengenal siapa korban, dan tanpa pandang bulu yang terpenting bagi pelaku kejahatan tersebut adalah mendapatkan keinginannya dalam setiap gerakan yang telah direncanakan. Kejahatan juga bisa saja terjadi tanpa suatu rencana akan tetapi karena adanya kesempatan yang selalu mengintai manusia sehingga menimbulkan kejahatan yang tidak diinginkan oleh setiap insan. Pengangguran, kemiskinan, penggunaan obat-obat terlarang, dan faktorfaktor lainnya seperti faktor genetik juga memberi kontribusi pada penyebab terjadinya kejahatan yang akan dijelaskan berikut. Tingginya jumlah pengangguran akan menjadi kendala bagi pemerintah untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi lima hingga 5,5 persen di tahun 2010. Kendala ini akan berakibat terhadap tingkat kejahatan di Indonesia. Bramantyo mengacu pada hukum yang menyebutkan setiap peningkatan pengangguran satu persen akan menyebabkan deviasi Produk Domestik Bruto (PDB). Pertumbuhan tahunan PDB yang konstan belum cukup untuk menyerap tenaga kerja. Sayangnya, pertumbuhan di tahun 2009 mengalami penurunan, hal ini yang akan menjadi kendala bagi pertumbuhan ekonomi 2010. Dari perhitungan Bramantyo, pertumbuhan PDB tahun 2006 mencapai 5,51 persen, di tahun 2007 meningkat menjadi 6,28 persen, sedangkan di tahun 2008 mencapai 6,06 persen, dimana penurunan mulai terjadi di kuartal ketiga tahun 2008, saat krisis keuangan
Universitas Sumatera Utara
global mulai menghantam. Proyeksi pertumbuhan PDB versi Bank Indonesia memperlihatkan bahwa pertumbuhan PDB tahun 2009 berada di kisaran empat persen, sedangkan di tahun 2010 pertumbuhannya akan mendekati angka lima persen. Lebih lanjut, dikatakan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dapat dilakukan melalui peningkatan kuantitas dan kualitas input berupa tanah, buruh, modal, kewirausahaan, dan teknologi. 39 Namun sayangnya semua komponen tersebut memiliki masalah tersendiri yakni masalah penghambat terciptanya keamanan dan kenyamanan masyarakat Indonesia karena dapat menimbulkan tingkat kejahatan yang tinggi. Oleh karena itu, pengangguran merupakan salah satu faktor menyebabkan terjadinya kejahatan. Perekonomian dan keadaan sekelilingnya dimana menekankan pada arti lingkungan sebagai sumber dari bermacam-macam faktor perbuatan jahat. Kesengsaraan dari sisi ekonomi membuat jiwa menjadi tumpul, bodoh, dan keindahan juga merupakan faktor yang mengakibatkan kejahatan begitu juga tempat tinggal yang buruk perekonomiannya dapat mengakibatkan kejahatan dalam kriminologi antara lain terlantarnya anak-anak, kesengsaraan, nafsu ingin memiliki, ketagihan minuman keras, kurangnya peradaban, dan terjadinya perang. Pengaruh langsung dari iklim terhadap diri manusia dengan majunya ilmu teknologi dan bertambah kuasanya manusia terhadap alam menjadi berkurang di samping itu, jenis kejahatan yang dapat muncul akibat pengaruh lingkungan dapat
39
http://www.asiasecurities.co.id/sys12x/images/stories/2010/Equity%20_Pdf, diakses terakhir tanggal 12 Februari 2010. Antara/FINROLL News, Jakarta, Tanggal 12 November 2009.
Universitas Sumatera Utara
mengakibatkan kejahatan ekonomi, kejahatan terhadap kelamin, kejahatan atas kekerasan, dan kejahatan politik. 40 Secara sosial, seseorang yang terjerumus pada penggunaan obat-obat terlarang dapat mengakibatkan munculnya niat untuk berbuat jahat baik dalam keadaan sadar maupun dalam tidak sadar. Individu yang telah terbiasa menggunakan obat-obat seperti narkoba dan psikotropika, membatasi diri untuk bersosialisasi, melakukan kejahatan pemerkosaan, kejahatan pembunuhan, kecelakaan lalu lintas, percekcokan dalam rumah tangga, perlakukan tidak wajar pada anak. Ini adalah dampak nyata yang sering disaksikan di mana-mana. Sangat hebat dampak negatif yang disebabkan oleh penggunaan obat-obat terlarang tersebut. Kemudian selanjutnya, apakah benar faktor genetik yang membuat seseorang melakukan kejahatan? dr. Sullivan berpendapat baik kekerasan maupun kejahatan adalah permasalahan kesehatan masyarakat. Sullivan melakukan penelitian mengenai sejumlah aspek biologis permasalahan tersebut (seperti ras, gender, kimiawi otak, dan susunan genetik). Sullivan menemukan hubungan antara perilaku agresif dengan berbagai gangguan dalam tingkatan sebuah zat kimia bernama serotonin yang berhubungan langsung dengan gen-gen tertentu. Studi yang lain dalam tahun 1993 juga menemukan hubungan antara gen dengan kekerasan. Mutasi kromosom X yang ditemukan diasosikan sebagai penghambat halus dan perilaku kekerasan kriminal yang terkadang bersifat agresif. Mutasi itu disebabkan oleh kurangnya enzyme monoamine oxidase yang memetabolisir 40
Bawengan Gerson., Pengantar Psichology Kriminil, (Jakarta: Pradya Pramita, 1973),
hal. 19.
Universitas Sumatera Utara
neurotransmitter serotonin. Orang-orang yang memiliki gen abnormal ini biasanya terlibat dalam tindakan agresif yang impulsif, tetapi waktu, tempat, tipe, dan tingkat keseriusan kejahatan mereka bervariasi serta tidak dapat diprediksi. diperlihatkan pula sejumlah CAT scan yang membandingkan aktivitas otak dari 42 kasus pembunuhan dengan aktivitas otak dari kontrol normal dengan jumlah yang sama. Sebuah prefrontal cortex yang rusak bisa mengakibatkan perilaku agresif yang impulsif. Sullivan memperingatkan bahwa hasil scan tersebut sebagai diagnostik karena para pembunuh adalah sekelompok orang yang heterogen. Singkat kata, pengaplikasikan penelitian seperti ini dalam pengendalian kejahatan seringkali menimbulkan isu etika serta politik. Para ilmuwan punya banyak fakta tentang hubungan DNA dengan kejahatan. Sejumlah studi mengungkapkan lebih dari 80% pelaku kejahatan apapun yang ditangkap dan lebih dari 90% pelaku kekerasan, memiliki sebuah kromosom Y tambahan dan kromosom Y ini hanya ada pada pria. Terkadang kromosom ini jumlahnya lebih dari satu. Peran testosterone dalam perilaku agresif juga sangat berpengaruh menunjukkan hubungan langsung antara tingkat testosterone dengan agresif. Testosterone mengatur ekspresi gen dengan bertindak di berbagai lokasi di dalam sebuah DNA. Inilah yang menyebabkan perubahan gen yang kemudian mengubah perilaku. Saat dua individu berkelamin laki-laki berkelahi, maka testoterone di pihak yang menang meningkat sedangkan testoterone pada pihak yang kalah menurun. 41
41
http://id.shvoong.com/exact-sciences/1808652-genetika-dan-kejahatan/, Genetik Penyebab Kejahatan”, diakses terakhir tanggal 10 Maret 2010.
“Faktor
Universitas Sumatera Utara
Setiap manusia dalam hidupnya telah diberikan oleh Tuhannya berupa pedoman berisi perintah dan larangan. Individu yang mematuhi perintah dan larangan agama akan memperoleh pahala dari Tuhannya dan sebaliknya yang melanggar akan berdosa. Ajaran keagamaan dengan tegas ditentukan bahwa setiap orang harus berbuat baik dengan mematuhi pedoman-pedoman yang telah digariskan dalam firman Tuhan melalui kitab-kitab suci dan Rasulnya, maka konsekuensinya adalah barangsiapa yang melanggar dan mengingkari perintah Tuhan seperti membunuh, mencuri, berzina dan lain-lain, maka dia sendirilah yang harus bertanggung jawab atas perbuatan jahat tersebut. 42 Jadi terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi individu untuk melakukan kejahatan sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, faktor-faktor kejahatan tersebut bersumber keadaan ekonomi, kemiskinan, pengangguran, penggunaan obat-obat terlarang yang berada dalam lingkungan sosial.
B. Faktor yang Menyebabkan Terjadinya Penyalahgunaan Narkotika dan Psikotropika 1. Faktor yang Bersumber Dari Individu Menurut Luthfi Baraja, terdapat 3 (tiga) pendekatan untuk terjadinya penyalahgunaan dan ketergantungan terhadap narkotika dan psikotropika yaitu pendekatan organobilogik, psikodinamik, dan psikososial. Ketiga pendekatan tersebut tidaklah berdiri sendiri melainkan saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Dari sudut pandang organobiologik (sususan syaraf pusat/otak) mekanisme terjadinya adiksi (ketagihan) hingga dependensi (ketergantungan) 42
Bawengan Gerson., Op. cit, hal. 20.
Universitas Sumatera Utara
dikenal dengan dua istilah yaitu gangguan mental oragnik atau sindrom otak organik seperti gaduh, gelisah, dan kekacauan dalam fungsi kognitif (alam pikiran), efektif (alam perasaan/emosi) dan psikomotor (perilaku), yang disebabkan efek langsung terhadap susunan syaraf pusat (otak). 43 Seseorang
akan
menjadi
ketergantungan
terhadap
narkotika
dan
psikotropika, apabila seseorang dengan terus-menerus diberikan zat tersebut. Hal ini berkaitan dengan teroi adaptasi sekuler (neuro adaptation), tubuh beradaptasi dengan menambah jumlah teseptor dan sel-sel syaraf bekerja keras. Jika zat dihentikan sel yang masih bekerja keras tadi mengalami kehausan, yang dari luar tampak sebagai gejala-gejala putus obat. Gejala putus obat tersebut memaksa individu untuk mengulangi pemakaian zat tersebut. Faktor predisposisi individu dengan gangguan kepribadian (anti sosial) ditandai dengan perasaan tidak puas terhadap orang lain. Selain itu yang bersangkutan tidak mampu untuk berfungsi secara wajar dan efektif dalam pergaulan di rumah, di sekolah atau di tempat kerja, gangguan lain sebagai penyerta berupa rasa cemas dan depresi. Untuk mengatasi ketidakmampuan dan menghilangkan kecemasan atau depresinya, maka individu tersebut cenderung untuk menggunakan narkoba. Semestinya individu itu dapat mengobati dirinya dengan datang ke dokter/psikiater untuk mendapatkan terapi yang tepat sehingga dapat dicegah keterlibatannya dalam penggunaan narkotika dan psikotropika.
43
Luthfi Baraja., Makalah, ”Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Narkoba”, Disampaikan pada Seminar tentang Narkoba di SMK Iptek Jakarta, hal. 2.
Universitas Sumatera Utara
Secara umum, mereka yang menyalahgunakan narkotika dan psikotropika dapat di bagi ke dalam 3 (tiga) golongan besar yaitu:44 1. Ketergantungan primer, ditandai dengan adanya kecemasan dan depresi, yang pada umumnya terdapat pada orang dengan kepribadian yang tidak stabil; 2. Ketergantungan
simtomatis,
yaitu
penyalahgunaan
narkotika
dan
psikotropika sebagai salah satu gejala dari tipe kepribadian yang mendasarinya, pada umumnya terjadi pada orang yang kepribadian psikopatik (anti sosial), kriminal dan pemakaian narkotika dan psikotropika untuk kesenangan semata; 3. Ketergantungan reaktif, yaitu terdapat pada remaja karena dorongan ingin tahu, pengaruh tekanan dan lingkungan teman atau kelompok sebaya (peer group pressure) Ada beberapa faktor internal dan eksternal yang menjadi penyebab individu menyalahgunakan dan menjadi ketergantungan terhadap narkotika dan psikotropika. Menurut Sudarsono, bahwa penyalahgunaan narkotika dan psikotropika di latar belakangi oleh beberapa sebab, yaitu: 45 1. Untuk membuktikan keberanian dalam melakukan tindakan-tindakan yang berbahaya seperti ngebut dan bergaul dengan wanita; 2. Menunjukkan tindakan yang menentang orang tua, guru, dan norma sosial; 3. Mempermudah penyaluran dan mempermudah perbuatan seks; 4. Melepaskan diri dari kesepian dan memperoleh pengalaman-pengalaman emosional; 5. Mencari dan menemukan arti hidup; 6. Mengisi kekosongan dan kesepian hidup; 7. Menghilangkan kegelisahan, frustasi dan kepepet hidup; 44 45
Ibid, hal. 18. Sudarsono., Kenakalan Remaja, cet. ii, (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), hal. 67.
Universitas Sumatera Utara
8. Mengikuti kemauan kawan-kawan dalam rangka pembinaan solidaritas; dan 9. Iseng-iseng saja dan rasa ingin tahu. Menurut hasil penelitian Dadang Hawari, bahwa di antara faktor-faktor yang berperan dalam penggunaan narkotika dan psikotropika adalah: 46 1. Faktor kepribadian anti sosial dan psikopatik; 2. Kondisi kejiwaan yang mudah merasa kecewa atau depresi; 3. Kondisi keluarga yang meliputi keutuhan keluarga, kesibukan orang tua, hubungan orang tua dengan anak; 4. Kelompok teman sebaya; dan 5. Narkotika dan psikotropika itu sendiri mudah diperoleh dan tersedianya pasaran yang resmi maupun tidak resmi. Menurut Subagyo Partodiharjo, secara individu terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi
seseorang
dapat
menyalahgunakan
narkotika
dan
psikotropika. Alasan ini merupakan alasan yang bersumber dari diri sendiri atau pemakai narkotika dan pasikotropika tersebut yakni sebagai berikut:47 a. Ingin tahu Perasaan ingin tahu biasanya dimiliki oleh generasi muda pada umur setara siswa SD, SLTP, dan SLTA. Bila di hadapan sekelompok anak muda ada seseorang yang memperagakan, ”nikmatnya” mengkonsumsi narkotika dan psikotropika, maka didorong oleh naluri alami anak muda, yaitu keingintahuan, maka salah seoarng dari kelompok itu akan maju mencobanya. Selain didorong oleh keingintahuan, keberaniannya juga karena didesak oleh gejolak dalam jiwanya yang ingin dianggap hebat, pemberani, dan pahlawan di antara temanteman sebayanya. Maka, jatuhlah satu orang anak dalam pelaku setan. Dalam kondisi seperti itu, reaksi kawan-kawan sebayanya berbeda-beda: 46 47
Mardani., Loc. cit, hal. 102. Subagyo Patodiharjo., Loc. cit, hal. 72-74.
Universitas Sumatera Utara
1. Ada yang ingin menyaingi, menunjukkan bahwa dirinya lebih hebat lagi, lalu memakai; 2. Ada yang ingin tahu, kemudian ikut memakai; dan 3. Ada yang setia kawan, lalu ikut memakai juga. Sikap seperti inilah yang menyebabkan bandar atau pengedar senang. Mereka mengincar generasi muda, mahasiswa, atau pelajar karena 2 (dua) pertimbangan: 1) Kalau salah satu anak muda kena, maka anak muda yang lainnya ikut kena, sehingga konsumen cepat bertambah; dan 2) Kalau anak muda kena, maka anak muda tersebut akan menjadi pemakai setia dalam waktu yang lama. Berbeda dengan orang tua yang cepat mati, keuntungan komersial yang diperoleh dari kelompok anak muda ini akan banyak. b. Ingin dianggap hebat Perasaan ingin dianggap hebat biasanya dimiliki oleh generasi muda. Seperti diterangkan di atas, salah satu sifat alami yang positif dari generasi muda adalah daya saing. Sayang sekali, karena ketidaktahuan, sifat positif ini juga dapat dipakai untuk masalah negatif. Sifat positif ini seharusnya didorong untuk berlomba dalam prestasi pada bidang pendidikan, kesenian, olah raga, dan lainlain yang bermanfaat bagi kehidupan. Bila sikap ingin berkompetisi ini diarahkan untuk mengkonsumsi narkotika dan psikotropika, akibatnya sungguh mengerikan, yaitu kegagalan hidup dan kesengsaraan. Pemakai hanya dapat dianggap hebat oleh lingkungan kecil
Universitas Sumatera Utara
pemakai narkotika dan psikotropika. Di masyarakat luas, pemakai hanya menuai cerca dan nista. c. Rasa setia kawan Perasaan setia kawan sangat kuat dimiliki oleh generasi muda. Jika tidak mendapatkan penyaluran yang positif, sifat positif tersebut dapat berbahaya dan menjadi negatif. Bila temannya memakai narkotika dan psikotropika, maka individu tersebut ikut juga memakai. Bila temannya dimarahi orang tuanya atau dimusuhi masyarakat, maka pemakai membela dan ikut bersimpatik. Sikap seperti itulah yang menyebabkan anak ikut-ikutan. Awalnya hanya satu orang yang merokok, kemudian semuanya menjadi perokok. Setelah semuanya merokok, satu orang mulai memakai ganja, lalu yang lainnya ikut sehingga menjadi sekawanan pemakai ganja. Setelah semua memakai ganja, satu orang memakai ekstasi, kemudian semuanya ikut, demikian seterusnya meningkat menjadi shabu dan pada akhirnya menjadi pemakai putaw. d. Rasa kecewa, frustasi, kesal Perasaan kesal, kecewa, atau frustasi biasanya terjadi karena kegagalan pada generasi muda, eksekutif muda, suami atau istri. Penggunaan narkotika dan psikotropika pada kelompok ini bertujuan untuk sesaat melupakan kekecewaan, kekesalan dan frustasi. Kondisi masyarakat yang carut marut telah banyak melahirkan kekecewaan, kekesalan, bahkan frustasi. Narkotika dan psikotropika dapat melupakannya sesaat, tetapi tidak untuk mengatasi masalah yang sesungguhnya.
Universitas Sumatera Utara
Hubungan buruk yang disebabkan oleh kegagalan berkomunikasi antara orang tua dengan anaknya dapat menyebabkan rasa kesal. Hal ini menjadi faktor pemicu pemakaian narkotika dan psikotropika oleh anak. Interaksi antara orang tua dengan anak tidak cukup hanya berdasarkan niat baik. Cara berkomunikasi juga harus baik. Masing-masing pihak harus memiliki kesabaran untuk menjelaskan isi hatinya dengan cara yang tepat. Banyak sekali konflik di dalam rumah tangga yang terjadi hanya karena salah paham atau kekeliruan berkomunikasi. Kekeliruan kecil itu, dapat berakibat fatal, yaitu masuknya narkotika dan psikotropika ke dalam keluarga. Kekecewaan, kekesalan dan frustasi dapat terjadi karena kekeliruan dalam berkomunikasi terhadap beberapa faktor berikut ini: 48 1) Komunikasi anak dengan orang tua; 2) Komunikasi antar anak; 3) Komunikasi di lingkungan eksekutif muda; dan 4) Komunikasi antara suami istri e. Ingin bebas dari rasa sakit atau pusing Penderita penyakit berat yang kronis dan tidak kunjung sembuh, misalnya kanker hati, luka bakar, luka tusuk, wasir, kanker paruparu, migren, encok, pengapuran, dan lain-lain, selalu merasakan sakit yang luar biasa karena penyakitnya. Rasa sakit tersebut sering kali tidak dapat dihilangkan dengan obat penghilang rasa sakit biasa (analgetik) sehingga penderitanya mencoba narkotika atau psikotropika.
48
Ibid, hal. 74.
Universitas Sumatera Utara
Narkotika maupun psikotropika dapat menghilangkan rasa sakit tersebut, tetapi tidak menyembuhkan penyakitnya. Celakanya, pemakai yang bersangkutan malah mendapat maslah baru yaitu ketergantungan dengan segala komplikasinya yang justru menjadi lebih berbahaya. f. Ingin menikmati rasa gembira, tampil lincah, energik, dan mengusir rasa sedih dan malas Para eksekutif dan selebritis biasanya memiliki gaya hidup yang trendi. Mereka merasa dituntut untuk selalu tampil lebih prima. Dengan mengkonsumsi narkotika atau psikotropika, mereka dapat tampil prima dan percaya diri karena kehilangan rasa malu, walaupun sesungguhnya tidak demikian. Perasaan hebat tersebut di atas seharusnya dicapai melalui tekun berolah raga, hidup teratur, meningkatkan kualitas fisik, mental, intelektual, dan moralnya. Bukan mengambil jalan pintas dengan tampil seolah-olah prima melalui manipulasi atau tipuan melalui mengkonsumsi narkotika atau psikotropika tersebut. Penampilan prima yang semu atau atau tipuan itu lambat laun akan terungkap juga, sehingga lama-kelamaan akan ketahuan juga jati dirinya yang sesungguhnya itu. g. Ingin tampil langsing Narkotika dan psikotropika tersebut juga banyak digunakan oleh artis dan ibu-ibu rumah tangga yang berbadan gemuk untuk melangsingkan tubuhnya. Narkotika atau psikotropika dengan jenis tertentu ada juga yang dapat menghilangkan nafsu makan sekaligus menambah aktivitas fisik sehingga dapat menurunkan berat badan.
Universitas Sumatera Utara
Seharusnya untuk menurunkan berat badan tersebut, dapat ditempuh dengan cara yang alami yaitu dengan menambah aktivitas fisik, berolah raga dan mengurangi energi yang masuk dengan mengatur pola makan, banyak makanmakanan yang rendah kalori yang seharusnya sebagai alternatif seperti sayur dan buah. h. Takut mengalami rasa sakit (sakaw) Pengguna jenis narkotika atau psikotropika tersebut yang sudah menjadi pemakai tetap (pemadat) akan mengalami rasa sakit (sakaw) bila tidak memakainya. Karena takut merasakan penderitaan, maka pemakai tersebut terus memakainya sehingga menjadi pemakai yang setia (junkies). Banyak pemakai narkotika dan psikotropika ini yang setia adalah orang-orang yang merasa ”terpaksa” memakai, sebab kalau tidak memakainya, mereka akan mengalami sakaw. Kebanyakan penyalahgunaan narkotika dan psikotropika dimulai atau terdapat pada masa remaja, sebab masa remaja yang sedang mengalami perubahan biologik, psikologik maupun sosial yang pesat merupakan individu yang rentan untuk menyalahgunakan narkotika maupun psikotropika tersebut. Anak atau remaja dengan ciri-ciri tertentu mempunyai risiko lebih besar untuk menjadi penyalahgunanya. Ciri-ciri tersebut antara lain: 49 a. Cenderung memberontak dan menolak otoritas; b. Cenderung memiliki gangguan jiwa lain (komorbiditas) seperti depresi, cemas, psikotik, keperibadian dissosial; c. Perilaku menyimpang dari aturan atau norma yang berlaku;
49
Tom, Kus, dan Tedi., Bahaya NAPZA Bagi Pelajar, (Bandung: Yayasan Al-Ghifari, Morgan, 1999), hal. 14.
Universitas Sumatera Utara
d. Rasa kurang percaya diri (low selw-confidence), rendah diri dan memiliki citra diri negatif (low self-esteem); e. Sifat mudah kecewa, cenderung agresif dan destruktif; f. Mudah murung, pemalu, pendiam; g. Mudah merasa bosan dan jenuh; h. Keingintahuan yang besar untuk mencoba atau penasaran; i. Keinginan untuk bersenang-senang (just for fun); j. Keinginan untuk mengikuti mode, karena dianggap sebagai lambang keperkasaan dan kehidupan modern; k. Keinginan untuk diterima dalam pergaulan; l. Identitas diri yang kabur, sehingga merasa diri kurang “jantan”; m. Tidak siap mental untuk menghadapi tekanan pergaulan sehingga sulit mengambil keputusan untuk menolak tawaran NAPZA dengan tegas; n. Kemampuan komunikasi rendah; o. Melarikan diri dari sesuatu (kebosanan, kegagalan, kekecewaan, ketidakmampuan, kesepian dan kegetiran hidup, dan lain-lain); p. Putus sekolah; dan q. Kurang menghayati iman atau kepercayaannya. Menurut Tim Badan Narkotika Nasional, bahwa terdapat beberapa faktor yang menyebabkan seseorang atau individu menyalahgunakan narkotika dan psikotropika antara lain: 50 1) Keingintahuan yang besar untuk mencoba, tanpa sadar atau berfikir panjang tentang akibatnya dikemudian hari; 2) Keinginan untuk mencoba-coba karena penasaran; 3) Keinginan untuk bersenang-senang; 4) Keinginan untuk mengikuti trend atau gaya hidup; 5) Keinginan untuk dapat diterima dalam suatu kelompok; 6) Lari dari masalah, kebosanan atau kegetiran hidup; 7) Pengertian yang salah bahwa mencoba sekali-kali tidak akan menimbulkan masalah; 8) Tidak mampu atau tidak berani menghadapi tekanan dari lingkungan atau kelompok pergaulan untuk menggunakan narkotika dan psikotropika; dan 9) Tidak dapat atau mampu mengatakan “tidak” pada narkotika dan psikotropika. Berdasarkan pemaparan tersebut di atas, dengan demikian bahwa individu didorong oleh beberapa faktor untuk menyalahgunakan pemakaian narkotika dan
50
Tim BNN., Loc. cit.
Universitas Sumatera Utara
psikotropika tersebut sehingga menjadi individu yang mengalami ketergantungan, berikut ini disebutkan beberapa faktor adalah: 1) Ingin tahu dan ingin mencoba rasa memakai narkotika atau psikotropika (bagi kalangan anak muda); 2) Ingin dianggap lebih hebat dari orang lain (pada orang muda); 3) Ingin membuktikan kesetiakawanan (pada orang muda); 4) Dianggap paling tepat untuk mengatasi perasaan kecewa, jengkel, dan frustasi (pada suami istri yang mengalami konflik rumah tangga); 5) Dianggap cara yang paling mudah untuk menghalau rasa sakit pada tubuh (pada penderita penyakit yang kronis); 6) Dianggap cara yang paling ampuh untuk mendapatkan perasaan tenang, damai, atau gembira (pada suami istri yang menghadapi konflik rumah tangga); 7) Dianggap cara yang paling mudah untuk melangsingkan tubuh (pada ibuibu rumah tangga atau wanita yang bertubuh gemuk); dan 8) Dianggap metode yang sederhana untuk belajar giat dan bekerja keras dalam mengatasi masalah yang menumpuk dan harus dihadapi tanpa tidur (pada pelajar/mahasiswa/eksekutif muda dan lain-lain). 2. Faktor yang Bersumber dari Lingkungan Faktor
lingkungan
tidak
mampu
mencegah
atau
mengurangi
penyalahgunaan narkotika dan psikotropika bahkan membuka kesempatan pemakaian narkotika dan psikotropika. Yang dimaksud dengan faktor kesempatan di sini adalah tersedianya situasi-situasi yang memungkinkan untuk memakai
Universitas Sumatera Utara
narkotika atau psikotropika di waktu-waktu luang, di tempat rekreasi atau hiburan, diskotik, pesta dan lain-lain. Atau mungkin lingkungan masyarakat yang tidak mampu mengendalikan bahkan membiarkan penjualan atau peredaran gelap narkotika dan psikotropika, misalnya karena lemahnya penegakan hukum, penjualan narkotika dan psikotropika secara bebas, bisnis narkotika dan psikotropika
yang
terorganisir,
mudahnya
memperoleh
narkotika
dan
psikotropika, dan lain-lain. Faktor yang bersumber dari lingkungan yang menyebabkan individu dapat menyalahgunakan pemakaian narkotika dan psikotropika merupakan faktor kontribusi (masukan dari luar individu) dimana seseorang dengan kondisi keluarga tidak baik akan merasa tertekan, dan rasa tertekan inilah sebagai faktor penyerta bagi dirinya untuk terlibat dalam penyalahgunaan narkotika dan psikotropika tersebut. Disfungsi keluarga yang dimaksud antara lain adalah keluarga yang tidak utuh, kedua orang tua yang terlalu sibuk, dan lingkungan interpersonal dengan orang tua yang tidak baik. Di samping itu, faktor pencetus seperti pengaruh teman sebaya, tersedia dan mudah didapatkan mempunyai andil sebagai faktor pencetus seseorang atau individu terlibat ke dalam penyalahgunaan yang mengakibatkan ketergantungan terhadap narkotika dan psikotropika. 51 Dari sudut pandang psikososial, penyalahgunaan narkotika dan psikotropika dapat terjadi sebagai akibat negatif dari interaksi tiga kutub sosial yang tidak kondusif, yaitu kutub keluarga, kutub sekolah/kapus, dan kutub masyarakat. 52
51 52
Luthfi Baraja., Op. cit. Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Faktor lingkungan meliputi faktor keluarga dan lingkungan pergaulan baik disekitar rumah, sekolah, teman sebaya maupun masyarakat. Banyak pengguna Narkotika dan Psikotropika yang berasal dari keluarga yang tidak harmonis. Keluarga seharusnya menjadi wadah untuk menikmati kebahagiaan dan curahan kasih sayang, wahana silih asih, silih asah, dan silih asuh. Namun pada kenyataannya, keluarga sering sekali justru menjadi pemicu sang anak menjadi pemakai, hal tersebut disebabkan karena keluarga tersebut kacau balau. Hubungan antara anggota keluarga dingin, bahkan tegang atau bermusuhan. Komunikasi antara ayah, ibu, dan anak-anak sering sekali menciptakan suasana konflik yang tidak berkesudahan, dimana bahwa penyebab konflik tersebut sangat beragam. Solusi semua konflik adalah komunikasi yang baik, penuh pengertian, saling menghargai dan menyayangi, serta ingin selalu membahagiakan. Konflik di dalam keluarga dapat mendorong anggota keluarga merasa frustasi, sehingga terjebak memilih narkotika dan psikotropika sebagai solusinya. Biasanya yang paling rentan terhadap stres adalah anak, kemudian suami, dan istri sebagai benteng terakhir. Beberapa faktor yang bersumber dari lingkungan keluarga yang dapat mempengaruhi seseorang atau individu tertentu terjun ke dalam lingkungan penyalahgunaan narkotika dan psikotropika tersebut antara lain adalah: 53 a. b. c. d.
Komunikasi orang tua-anak kurang baik/efektif; Hubungan dalam keluarga kurang harmonis/disfungsi dalam keluarga; Orang tua bercerai, berselingkuh atau kawin lagi; Orang tua terlalu sibuk atau tidak acuh; 53
Mardani., Loc. cit, hal. 99.
Universitas Sumatera Utara
e. f. g. h. i. j.
Orang tua otoriter atau serba melarang; Orang tua yang serba membolehkan (permisif); Kurangnya orang yang dapat dijadikan model atau teladan; Orang tua kurang peduli dan tidak tahu dengan masalah narkotika; Tata tertib atau disiplin keluarga yang selalu berubah (kurang konsisten); Kurangnya kehidupan beragama atau menjalankan ibadah dalam keluarga; dan k. Orang tua atau anggota keluarga yang menjadi penyalahguna narkotika dan psikotropika. Situasi buruk dalam keluarga yang sering menyudutkan anak ke arah
narkotika dan psikotropika adalah: 54 1) Anak merasa kurang mendapatkan kasih sayang dalam keluarga, merasa kesal, kecewa dan kesepian ; 2) Anak merasa kurang dihargai, kurang mendapatkan kepercayaan, dan selalu dianggap salah; 3) Anak mengalami konflik dengan orang tua dalam masalah pacaran, memilih pasangan hidup, atau menentukan pilihan profesi, cita-cita dan sebagainya; 4) Anak kesal dan kecewa karena ayah dan ibunya kurang harmonis dan sering bertengkar (broken home); 5) Suami frustrasi karena tidak mampu mengatasi masalah yang dihadapinya dengan istrinya; 6) Istri frustrasi akibat konflik dengan suami tentang masalah ekonomi atau adanya wanita lain di samping suami. Banyak pengguna narkotika dan psikotropika yang pada awalnya dimulai karena pengaruh dari orang lain. Bentuk pengaruh dari orang lain itu dapat bervariasi, mulai dari bujuk rayu, tipu daya, sampai kepada paksaan. a) Tipu Daya Banyak anak yang ditipu oleh kenalan, teman, sahabat, atau pacar. Seperti mengajak meraka untuk memakai narkotika dan psikotropika dengan bemacam-macam tipuan. Dengan alasan yang digunakan bahwa narkotika dan psikotropika adalah vitamin, obat, pil pintar, pil sehat atau food
54
Ibid, hal. 100.
Universitas Sumatera Utara
supplement. Tipuan itu dapat juga berupa bujukan bahwa narkotika dan psikotropika tidak terlalu berbahaya kalau tahu rahasianya. Banyak orang di dalam masyarakat yang dikira orang baik-baik, namun ternyata pengedar narkotika dan psikotropika. Walaupun orang itu adalah kawan, sahabat, saudara, atau pacar, sebagai pengedar, penipu tersebut akan tega menipu maupun menjebak kita. Pengedar narkotika dan psikotropika sangat pandai memasarkan narkotika dan psikotropika tersebut. Dengan menawarkan narkotika dan psikotropika sebagai vitamin, food supplement, pil sehat, pil pintar dan sebagainya. Dengan tipuan ini, korban dari kalangan keluarga harmonis akan terjerumus ke dalamnya. Saat ini banyak pemakai narkotika dan psikotropika dari keluarga harmonis, bukan hanya dari keluarga berantakan. Banyak pekerja, mahasiswa, atau pelajar yang tampil loyo tertipu ketika kepadanya ditawarkan pil sehat, vitamin atau pil pintar. Banyak pemuka agama, juru dakwah, atau pengkhotbah yang tertipu, karena ”pil sehat” yang dibelinya adalah narkotika dan psikotropika. Reaksi pemakaian narkotika dan psikotropika mula-mula terasa menyehatkan dan membuat si korban tipuan tersebut sukses dalam berdakwah atau berkhotbah. Ibu rumah tangga juga dapat tertipu karena ditawari pil pelangsing oleh saudara atau teman dalam arisan, dan lain-lain. Mulanya karena tipu daya, akhirnya setelah ”terjebak” menjadi biasa. 55
55
Subagyo Partodiharjo., Loc. cit, hal. 78.
Universitas Sumatera Utara
b) Bujuk rayu Wanita cantik pengedar narkotika dan psikotropika biasanya menjebak ”mangsa” melalui bujuk rayu. Untuk memasarkan narkotika dan psikotropika, pengedar tersebut memilih profesi sebagai wanita penghibur atau Wanita Tuna Susiala (WTS). Banyak eksekutif muda, pekerja, atau bos-bos yang mulai memakai narkotika dan psikotropika karena rayuan pekerja seks komersial, hostess, dan sebagainya. Dalam memasarkan narkotika dan psikotropika, wanita tersebut merayu akan mau melayani kencan kalau bersama-sama mengkonsumsi narkotika dan psikotropika lebih dulu. Mula-mula korban memakai narkotika dan psikotropika karena tergoda, namun akhirnya menjadi terbiasa. c) Paksaan Banyak anak muda yang mengawali pemakaian narkotika dan psikotropika karena dipaksa oleh sekawanan atau seseorang yang mengancam akan mencelakainya. Banyak pelajar atau mahasiswa mengawali kebiasaan memakai narkotika dan psikotropika dari keadaan terpaksa, diancam oleh sekawanan preman yang menghadang di tengah jalan. Dari kelompok ini pula terjaring pemakai yang berasal dari keluarga harmonis. Lingkungan sekolah bagi pelajar tingkat SD, SMP, dan SMA merupakan tempat yang strategis bagi para pelajar untuk menunjukkan jati dirinya sehingga mereka terjun kepada penyalahgunaan narkotika dan psikotropika ini, faktor sekolah yang merupakan bagian terpenting yang mempengaruhi adalah: 56
56
Kartini, Kartono., op. cit, hal. 124.
Universitas Sumatera Utara
a. Sekolah yang kurang disiplin; b. Sekolah yang terletak dekat tempat hiburan dan penjual narkotika atau penjual psikotropika; c. Sekolah yang kurang memberi kesempatan pada siswa untuk mengembangkan diri secara kreatif dan positif; d. Adanya murid pengguna narkotika atau psikotropika;
Universitas Sumatera Utara