BAB II DESKRIPSI INDUSTRI
2.1.
Pengertian Suplemen Makanan Menurut Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), suplemen
makanan adalah produk yang dimaksudkan untuk melengkapi kebutuhan zat gizi, memelihara, meningkatkan dan/atau memperbaiki fungsi kesehatan, mengandung satu atau lebih bahan berupa vitamin, mineral, asam amino atau bahan lain (berasal dari tumbuhan atau bukan tumbuhan) yang mempunyai nilai gizi dan/atau efek fisiologis, yang tidak dimaksudkan sebagai pangan. Sedangkan definisi suplemen makanan yang disepakati di ASEAN adalah setiap produk yang digunakan untuk melengkapi diet dan untuk menjaga, meningkatkan dan memperbaiki fungsi kesehatan tubuh manusia dan mengandung satu atau lebih, atau kombinasi dari berikut ini: a) Vitamin, mineral, asam amino, asam lemak, enzim, probiotik dan zat bioaktif lainnya. b) Zat yang berasal dari sumber alami, termasuk hewan, mineral dan bahan botani dalam bentuk ekstrak, isolat, konsentrat, metabolit. c) Sumber sintetis dari bahan yang disebut dalam a) dan b) Bentuk sediaan yang diberikan adalah dalam dosis unit kecil seperti kapsul, tablet, bubuk, cairan dan tidak termasuk sediaan steril. Olivia et al (2006) menjelaskan bahwa suplemen adalah industri farmasi yang mengandung satu atau lebih zat yang bersifat nutrisi atau obat. Yang bersifat nutrisi termasuk, vitamin, mineral, dan asam amino, sedangkan yang bersifat obat umumnya di ambil dari tanaman atau jaringan tubuh hewan yang memiliki khasiat sebagai obat. Dalam pengobatan konvensional, yang dimaksud dengan suplemen
10 http://digilib.mercubuana.ac.id/
11
adalah termasuk obat metabolisme untuk menghambat nafsu makan, obat untuk menurunkan lemak dan kolesterol, obat untuk memperbaiki status gizi, penyegar tubuh, pembangkit tenaga, dan obat untuk memperbaiki sistem metabolik organ tertentu. Sementara dari segi pengelompokannya, suplemen tersebut adalah vitamin, mineral, asam amino, enzim, hormon, antioksidan, herbal dan probiotik. Menurut Webb (2006) definisi suplemen makanan secara umum, yaitu: 1. Sesuatu yang dikonsumsi secara oral dalam dosis tertentu dalam bentuk pil, kapsul, bubuk atau cairan. 2. Sesuatu yang diharapkan dapat ditambahkan ke dalam pola makan yang normal. 3. Sesuatu yang telah dinyatakan dapat mempengaruhi kesehatan pada label kemasan maupun pada media promosi (brosur atau katalog), dan sesuatu yang termasuk dalam tiga kategori: a. Mengandung zat gizi penting, seperti vitamin, makro mineral, mikro mineral, asam lemak esensial dan asam amino. b. Mengandung zat metabolit alami dan atau secara alami terkandung di dalam makanan tetapi tidak termasuk ke dalam zat gizi utama. c. Beberapa tambahan yang berasal dari ekstrak tumbuhan ataupun hewan yang mengandung unsur-unsur zat gizi atau secara farmakologi dinyatakan dapat memberikan efek bagi kesehatan seperti sari bawang putih, ginseng, ginko biloba dan royal jelly.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
12
2.2.
Perkembangan Industri Suplemen Makanan Indonesia merupakan pasar yang potensial bagi industri suplemen
makanan. Terbukti bahwa setiap tahunnya rata-rata peningkatan penjualan suplemen makanan mencapai 14%. Selain itu jumlah perusahaan yang memproduksi suplemen makanan juga terus meningkat, ada yang memasarkan produknya dengan sistem konvensional dan ada juga yang memasarkan sistem Multi Level Marketing (MLM). Jumlah penduduk di Indonesia yang sangat besar dan semakin tingginya jumlah masyarakat kelas menengah yang sadar dan peduli akan kesehatan merupakan peluang bagi industri suplemen makanan untuk terus menciptakan produk dengan beragam keunggulan. Tingginya permintaan pasar dan jumlah pemain di industri suplemen makanan meningkatkan daya saing perusahaan. Setiap perusahaan berlomba untuk memberikan kualitas terbaik dan mempunyai keunggulan kompetitif dibanding pesaingnya. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) selaku regulator dituntut untuk bekerja lebih ekstra agar tidak terjadi kecurangan atau pelanggaran yang dilakukan oleh produsen suplemen makanan. Peningkatan pengawasan bertujuan untuk melindungi masyarakat dari resiko kesalahan konsumsi yang dapat membahayakan kesehatan. Selain itu pengawasan juga akan menguntungkan para produsen agar kualitas produknya terjamin dan dapat bersaing dengan produkproduk impor lainnya. BPOM juga berencana untuk mengubah kategori produk dari suplemen makanan menjadi suplemen kesehatan agar pengawasan pembuatan produk lebih diperketat.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
13
2.3.
Tantangan Industri Suplemen Makanan
2.3.1. Tantangan Pada Sumber Bahan Baku Bahan baku suplemen makanan Indonesia yang masih impor menjadi kelemahan yang cukup sulit untuk diselesaikan. BPS menyebutkan saat ini 95% bahan baku industri farmasi, termasuk di dalamnya industri suplemen makanan masih mengandalkan impor. Kondisi tersebut menjadi penghalang bagi industri suplemen makanan untuk bisa meningkatkan kapasitas produksi dan memberikan harga yang kompetitif. Untuk menghadapi persaingan Indonesia seharusnya mulai mempersiapkan alternatif lain agar tidak lagi bergantung pada bahan baku impor. Indonesia saat ini mengimpor bahan baku obat terbanyak dari Tiongkok, India, dan kawasan Eropa. Kekayaan sumber daya hayati Indonesia merupakan sumber daya yang potensial di bidang farmasi yang selama ini belum dimanfaatkan sepenuhnya. Keragaman hayati tanaman, mikro organisme dan biota laut berkolerasi langsung dengan keragaman kimia yang memiliki potensi yang sangat besar bagi pengembangan obat dan suplemen. Sedangkan untuk pendekatan industri sintesa kimia, Indonesia memiliki sumber bahan baku yang sangat berlimpah berupa minyak bumi, gas alam, batubara dan agrokimia. Untuk mengurangi ketergantungan bahan baku obat, perlu ditumbuhkan industri bahan baku obat di tanah air, dimana pemerintah dalam waktu 10 hingga 20 tahun kedepan perlu membuat
rencana strategis
berupa
roadmap
pengembangan bahan baku obat di Indonesia serta menetapkan starting point dan strategi yang harus ditempuh dalam mewujudkan peningkatan kemandirian bahan baku obat di Indonesia.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
14
2.3.2. Tantangan Dalam Proses Produksi dan Pemasaran Tantangan terbesar yang harus dihadapi oleh industri suplemen makanan di Indonesia adalah bagaimana memperbaiki tingkat keamanan, mutu dan khasiat dari produk yang diciptakan, sehingga masyarakat dapat merasakan manfaatnya dan dapat meningkatkan daya saingnya. Saat ini suplemen makanan Indonesia masih sulit untuk bersaing, baik didalam maupun diluar negeri. Hal ini terlihat dari jumlah suplemen makanan yang di ekspor masih terbilang rendah dan jumlah impor yang tinggi.
Gambar 2.1. Perbandingan Jumlah Ekspor dan Impor Suplemen Makanan Sumber : Badan Pusat Statistik (2016) Industri suplemen makanan Indonesia ditantang agar mempunyai persiapan yang matang untuk menghadapi AFTA dan AEC 2015. Pelaku industri suplemen makanan di sejumlah negara ASEAN menilai beberapa perusahaan suplemen obat dan makanan di Indonesia belum memenuhi standar yang telah ditetapkan secara internasional sehingga sulit untuk menembus pasar di negara
http://digilib.mercubuana.ac.id/
15
tersebut. Salah satu hal yang dikeluhkan dari produsen suplemen makanan yang diproduksi di Indonesia adalah disebutkan produknya bebas dari bahan kimia, namun pada kenyataannya masih ditemukan bahan kimia yang jika dikonsumsi secara terus menerus akan berbahaya bagi tubuh. Sehingga sulit bagi produsen suplemen makanan Indonesia untuk menembus pasar global. Tantangan bagi industri suplemen makanan di Indonesia adalah harus siap berkompetisi dalam harga, kualitas sumber daya manusia (SDM), dan produk dengan standar kualitas yang telah ditetapkan. Jika hal tersebut dapat diwujudkan maka produk suplemen makanan Indonesia tidak akan mendapat tekanan dari produk impor. Industri suplemen Indonesia setidaknya harus mampu menjadi pemimpin di pasar nasional untuk dapat bergerak ke pasar internasional. 2.3.3. Tantangan Dalam Distribusi Saluran distribusi merupakan saluran yang digunakan oleh produsen untuk menyalurkan barang tersebut dari produsen ke konsumen. Pemilihan saluran distribusi yang tepat dan terintegrasi menjadi salah satu kunci keberhasilan sebuah industri, termasuk industri suplemen makanan. Strategi saluran distribusi untuk memasarkan suplemen makanan terdiri dari 2 cara, yaitu: a. Distribusi langsung adalah metode penyaluran suplemen makanan kepada konsumen tanpa melalui perantara. Di Indonesia metode ini cukup banyak digunakan karena lebih hemat biaya dan sebaran yang lebih luas. b. Distribusi tidak langsung adalah metode penyaluran suplemen makanan kepada konsumen melalui perantara (apotik, toko obat dan supermarket) sebelum sampai ke tangan konsumen akhir.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
16
Industri suplemen makanan di Indonesia masih menghadapi kendala dalam hal distribusi. Biaya distribusi yang sangat tinggi berpengaruh pada harga jual produk, selain itu sistem distribusi yang belum terkelola dengan baik menjadi hambatan bagi industri suplemen untuk menjangkau pasar yang luas. Penyaluran yang tidak merata menyebabkan terganggunya potensi suplemen makanan untuk mencapai tingkat penjualan optimal. Wilayah Indonesia yang sangat luas dan penduduk yang tersebar diberbagai wilayah menuntut industri suplemen makanan untuk memperluas jaringan distribusinya (distribution channel). Di Indonesia suplemen makanan dimasukkan dalam golongan makanan dan bukan obat (Peraturan Menteri Kesehatan No. 329/Menkes/Per/XII/76 ). Dalam hal distribusi obat dan makanan, maka seharusnya warung, mini market ataupun supermarket dapat menjual makanan termasuk suplemen makanan tanpa harus melalui uji klinis. Dengan demikian seharusnya suplemen makanan dapat memperkuat saluran distribusinya untuk lebih dekat dengan konsumen, sehingga permintaan konsumen dapat terpenuhi dengan cepat. Selain itu dengan jaringan distribusi yang lebih luas, industri suplemen makanan dapat masuk ke wilayah pasar baru, seperti pasar internasional.
http://digilib.mercubuana.ac.id/