BAB II
DESKRIPSI INDUSTRI PERTAMBANGAN
2.1. Gambaran Umum Sektor Pertambangan Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumberdaya alam dan mineral sehingga cukup layak apabila sebagaian pengamat menyebut Indonesia sebagai negara pertambangan. Dengan produksi timah terbesar kedua di dunia, tembaga terbesar keempat, nikel terbesar kelima, emas terbesar ketujuh dan produksi batubara terbesar kedelapan didunia, Indonesia merupakan salah satu negara penting dalam bidang pertambangan. Menurut survey tahunan dari Price WaterhouseCoopers (PwC, 2015:1-4), produk pertambangan memberikan kontribusi ekspor, PDB, pajak dan pungutan bukan pajak yang signifikan. Sektor pertambangan juga memberikan lapangan pekerjaan yang cukup besar, baik yang secara terlibat secara langsung dalam proses produksi, maupun dalam berbagai produk dan jasa pendukung pertambangan. Sejak lama Indonesia dikenal sebagai penghasil sumberdaya alam salah satunya adalah batubara. Indonesia merupakan salah satu penghasil batubara terbesar dunia yang kualitasnya sudah diakui, dan akan tetap menempati posisi yang penting terhadap stabilitas pasokan batubara. Batubara Indonesia memiliki kadar abu dan sulfur yang rendah sehingga dikenal ramah lingkungan. Hal ini menyebabkan batubara Indonesia semakin kompetitif di pasar dunia, di tengah kesadaran lingkungan yang makin meningkat pada saat ini. Indutri batubara yang berkembang baik selama ini ditopang oleh kebijakan batubara pemerintah yang
11 http://digilib.mercubuana.ac.id/
12
memperkenalkan investasi asing secara agresif.
Dari segi produksi, terdapat
kenaikan yang sangat signifikan dimana angka produksi 15 tahun lalu yang hanya sebesar 31 juta ton meningkat hingga 8 kali lipat. Berdasarkan informasi Biro Pusat Statistik (2012:7-16), sektor utama Indonesia salah satunya adalah perusahaan pada sektor pertambangan. Dampak krisis keuangan global mulai merembet ke sektor pertambangan nasional. Untuk itu, seluruh pihak terkait diminta merumuskan solusi terbaik agar perusahaan tambang nasional tidak mengalami kebangkrutan. Antisipasi harus dilakukan mengingat
sektor
pertambangan
memberikan
kontribusi
besar
terhadap
perekonomian Indonesia dengan menyerap jutaan tenaga kerja. Berdasarkan data yang ada, hingga September 2008 sektor pertambangan berkontribusi sebesar 11,5 % terhadap produk domestik bruto (PDB) atau Rp 142,1 triliun. Bila sektor pertambangan sampai bangkrut, hanya akan menambah beban pemerintah seiring potensi bertambah banyaknya jumlah pengangguran. Sepanjang 2009 sektor pertambangan mencatat pertumbuhan cukup tinggi. Dari pertumbuhan 0,7% pada 2008, sektor ini berhasil mencatat pertumbuhan 4,4% pada 2009. Peningkatan yang signifikan ini menunjukkan bahwa sektor pertambangan berkembang cukup pesat. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, nilai ekspor Indonesia pada September 2009 mencapai US$ 9,83 miliar atau turun 6,75% (month to month/mtm) dan 19,92% (year on year/yoy). Sektor pertambangan menjadi penyelamat ekspor RI, sehingga penurunan kinerja tersebut tidak terlalu tajam.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
13
Saat ini diperkirakan hanya segelintir kecil investasi baru yang akan masuk ke sektor pertambangan di Indonesia.
Berbeda dengan sebelumnya,
investasi di sektor pertambangan kini dinilai sebagai investasi yang berisiko tinggi. Demikian dikemukakan para analis dan kalangan industri pertambangan. Selain maraknya penambangan liar, konflik dengan warga setempat dan ketidakpastian menyangkut implementasi UU Otonomi Daerah, juga membuat investor asing pemberani (dengan risk appetite yang tinggi) yang akan masuk dan menganggap Indonesia masih menarik. Kondisi ini merupakan pukulan baru bagi Indonesia, yang sebelumnya dinilai sebagai tujuan investasi pertambangan paling menjanjikan di dunia. Padahal, banyak pengamat pertambangan yang berharap sektor
pertambangan
dapat
menjadi
sektor
pemicu
bagi
pertumbuhan
perekonomian nasional. Selain itu perusahaan pertambangan dunia dinilai masih memandang kondisi investasi di Indonesia tidak sebaik negara-negara lain di dunia.
Ini
mengacu pada rendahnya tingkat pengeluaran eksplorasi di Indonesia, yakni kurang dari 1,5% dari kenaikan tingkat pengeluaran eksplorasi global sebesar 58% dari tahun 2003 ke 2004. Hal ini yang patut dijadikan perhatian karena keberhasilan jangka panjang industri pertambangan bergantung pada investasi baru.
Hingga tahun 2014, kontribusi pertambangan mineral terhadap
perekonomian negara belum terlalu signifikan dan justru memiliki dampak terhadap perusakan lingkungan. Pemerintah perlu mengevaluasi bahwa kehadiran usaha tambang tidak merugikan masyarakat secara ekonomis, sosial, budaya, dan tentunya lingkungan hidup.
Masalah ini apabila tidak ditindaklanjuti akan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
14
berdampak kepada perusahaan-perusahaan di sektor pertambangan, salah satunya adalah kemungkinan terjadinya kebangkrutan.
Kebangkrutan merupakan
persoalan serius dan memakan biaya. Pemerintah dapat mengambil langkah penting dalam mendorong usaha eksplorasi baru dan investasi dalam bidang pertambangan, yaitu dengan cara mengatasi berbagai masalah yang menghambat masuknya investasi baru. Hal ini akan memberikan manfaat yang besar bagi perekonomian di tingkat nasional, provinsi, maupun daerah tingkat dua. Investasi dan eksplorasi sektor pertambangan mengalami penurunan dan pada masa-masa belakangan ini, investasi dalam sektor pertambangan mengalami penurunan tajam. Hal ini sebagian disebabkan oleh faktor-faktor eksternal seperti turunnya harga mineral dan logam dunia. Tetapi ini juga disebabkan turunnya daya saing usaha di Indonesia. Menurut estimasi dari PwC (2015:4), eksplorasi di Indonesia telah mengalami penurunan dari US$ 160 juta di tahun 1996 menjadi hanya US$18,9 juta di tahun 2002. Sementara itu, jumlah investasi keseluruhan dalam sektor pertambangan turun dari sekitar US$ 2 billion di tahun 1997 menjadi di bawah US$ 500 juta pada tahun 2001 dan 2002. Daya saing tidak dapat dipertahankan. Indonesia mengalami kelumpuhan daya saing disaat berbagai negara lain saling berlomba dalam mencari investasi baru dalam bidang pertambangan. Menurut kajian mengenai industri pertambangan internasional yang dilakukan oleh Fraser Institute dari Canada (Fraser Institute Annual Survey of Mining Companies 2006/2007), mengenai bagaimana kebijakan dalam sektor pertambangan dapat mempengaruhi keputusan perusahaan untuk menanamkan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
15
modalnya, Indonesia mendapat peringkat ke 40 dari 43 negara dalam hal iklim kebijakan sektor pertambangan. Hanya Rusia, Kazakhstan dan Zimbabwe yang dianggap lebih tidak menarik dibandingkan dengan Indonesia. 2.2. Lingkup Sektor Pertambangan Sektor pertambangan memiliki 4 (empat) sub sektor yaitu : a) Pertambangan Batubara; b) Pertambangan Minyak dan Gas Bumi; c) Pertambangan Logam dan Mineral lainnya; d) Pertambangan Batu-batuan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/