BAB II DESKRIPSI PROYEK
Universitas Sumatera Utara
Redesain Permukiman Relokasi Masyarakat Gunung Sinabung
BAB II DESKRIPSI PROYEK 2.1.
Tinjauan Umum
2.1.1. Permukiman Desa a.
Pengertian Desa Pengertian desa dan perdesaan sering dikaitkan dengan pengertian village dan rural.
Sering pula dibandingkan dengan kota (town/city) dan perkotaan (urban). Perdesaan (rural) menurut Wojowasito dan Poerwodarminto (1972)6 diartikan seperti desa atau seperti di desa dan perkotaan (urban) diartikan seperti kota atau seperti di kota. Berdasarkan batasan tersebut, perdesaan dan perkotaan mengacu kepada karakteristik masyarakat, sedangkan desa dan kota merujuk pada suatu satuan wilayah administrasi atau teritorial. Dalam kaitan ini suatu daerah perdesaan dapat mencakup beberapa desa. Beberapa pandangan dari para ahli sebagaimana yang dikemukakan berikut ini. 1. Boeke, desa merupakan suatu masyarakat yang religius yang diikat oleh tradisi bersama para warga penanam bahan makanan yang sedikit banyak mempunyai hubungan kebangsaan. 2. Soetardjo Kartohadikoesoemo, desa adalah suatu kesatuan hukum di mana bertempat tinggal suatu masyarakat yang berkuasa mengadakan pemerintahan sendiri. 3. E.A. Mokodompit, desa merupakan suatu kesatuan teritorial, kekerabatan, nilai, dan aktivitas dari beberapa keluarga. 4. Dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 disebutkan pengertian desa sebagai kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah, yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat
6
Kamus Lengkap: Inggeris-Indonesia, Indonesia-Inggeris, 1972
10 Robert Simbolon | 110406048
Universitas Sumatera Utara
Redesain Permukiman Relokasi Masyarakat Gunung Sinabung
setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. b.
Tipologi Desa Tipologi desa ialah teknik untuk mengenal tipe-tipe desa berdasarkan ciri-ciri
menonjol (tipikal) yang dimiliki dalam kaitan dengan pertumbuhan dan perkembangannya. Sedangkan klasifikasi tingkat perkembangan desa berdasarkan kesamaan tingkat perkembangannya yaitu tahapan desa swadaya, desa swakarya dan desa swasembada. - Desa swadaya (tradisional) adalah desa yang belum mampu mandiri dalam penyelenggaraan urusan rumah tangga sendiri, administrasi desa belum terselenggara dengan baik. - Desa Swakarya (Transisional), adalah desa setingkat lebih tinggi dari desa swadaya. Pada desa swakarya ini mulai mampu mandiri untuk menyelenggarakan urusan rumah tangga sendiri, administrasi desa sudah terselenggaranya dengan cukup baik dan LKMD (Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa) cukup berfungsi dalam mengorganisasikan dan menggerakkan peran serta masyarakat dalam pembangunan secara terpadu. - Desa Swasembada (Berkembang), adalah desa setingkat lebih tinggi dari pada desa Swakarya. Desa swasembada adalah desa yang telah mampu menyelenggrakan urusan rumah tangga sendiri, admnistrasi desa sudah terselenggara dengan baik, LKMD telah berfungsi dalam menorganisasikan dan menggerakkan peran serta masyarakat dalam pembangunan desa secara terpadu. c.
Pola Pemukiman di Pedesaan Soekandar Wiriaatmadja (1972) membagi pola pemukiman di pedesaan ke dalam
empat pola, yakni: 1.
Pola permukiman menyebar
:
Rumah-rumah
para
petani
tersebar
berjauhan satu sama lain. Pola ini terjadi karena belum adanya jalan-jalan besar, sedangkan orang-orang harus mengerjakan tanahnya secara terus menerus. Dengan demikian, orangorang tersebut terpaksa harus bertempat tinggal di dalam lahan mereka.
11 Robert Simbolon | 110406048
Universitas Sumatera Utara
Redesain Permukiman Relokasi Masyarakat Gunung Sinabung
2.
Pola permukiman memanjang
: Bentuk pemukiman yang terlentak di
sepanjang jalan raya atau di sepanjang sungai, sedangkan tanah pertaniannya berada di belakang rumahnya masing - masing. 3.
Pola permukiman berkumpul
: Bentuk pemukiman di mana rumah-rumah
penduduk berkumpul dalam sebuah kampung, sedangkan tanah pertaniannya berada di luar kampung. 4.
Pola permukiman melingkar
: Bentuk pemukiman di mana rumah-rumah
penduduk melingkar mengikuti tepi jalan, sedangkan tanah pertaniannya berada di belakangnya.
Gambar 2. 1. Pola Permukiman Desa Sumber : Sensa, M. S. Djarot, 1987 : 38
2.1.2. Hunian / Rumah a.
Pengertian Rumah Menurut UU No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman, rumah adalah
bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga. Sedangkan menurut John F.C Turner, “Rumah adalah bagian yang utuh dari permukiman, dan bukan hasil fisik sekali jadi semata, melainkan merupakan suatu proses yang terus berkembang dan terkait dengan mobilitas sosial ekonomi
12 Robert Simbolon | 110406048
Universitas Sumatera Utara
Redesain Permukiman Relokasi Masyarakat Gunung Sinabung
penghuninya dalam suatu kurun waktu. Yang terpenting dan rumah adalah dampak terhadap penghuni, bukan wujud atau standar fisiknya. Selanjutnya dikatakan bahwa interaksi antara rumah dan penghuni adalah apa yang diberikan rumah kepada penghuni serta apa yang dilakukan penghuni terhadap rumah” 7. b.
Fungsi Rumah Menurut Turner (1972:164-167), terdapat tiga fungsi yang terkandung dalam
rumah: 1. Rumah sebagai penunjang identitas keluarga, yang diwujudkan dalam kualitas hunian atau perlindungan yang diberian rumah. Kebutuhan tempat tinggal dimaksudkan agar penghuni mempunyai tempat tinggal atau berteduh secukupnya untuk melindungi keluarga dari iklim setempat. 2. Rumah sebagai penunjang kesempatan keluarga untuk berkembang dalam kehidupan sosial, budaya, dan ekonomi atau fungsi pengembangan keluarga. Fungsi ini diwudkan dalam lokasi tempat rumah itu didirikan. Kebutuhan berupa akses ini diterjemahkan dalam pemenuhan kebutuhan sosial dan kemudahan ke tempat kerja guna mendapatkan sumber penghasilan. 3.
Rumah sebagai penunjang rasa aman dalam arti terjaminnya kehidupan keluarga di
masa depan setelah mendapatkan rumah, jaminan keamanan lingkungan perumahan yang ditempati serta jaminan keamanan berupa kepemilikan rumah dan lahan. Namun ada pandangan yang berbeda dari Maslow. Berdasarkan hierarchy of need (Maslow, 1954:10), kebutuhan akan sebuah rumah dibagi menjadi: 1. Physiological needs (kebutuhan untuk fisik penghuni), merupakan kebutuhan biologis yang hampir sama untuk setiap orang, yang juga merupakan kebutuhan terpenting selain rumah, sandang, dan pangan juga termasuk dalam tahap ini.
7
John F.C Turner , 1972, dalam bukunya Freedom To Build
13 Robert Simbolon | 110406048
Universitas Sumatera Utara
Redesain Permukiman Relokasi Masyarakat Gunung Sinabung
2. Safety or security needs (kebutuhan akan keamanan), merupakan tempat berlindung bagi penghuni dari gangguan manusia dan lingkungan yang tidak diinginkan. 3. Social or afiliation needs (kebutuhan berinteraksi), sebagai tempat untuk berinteraksi dengan keluarga dan teman. 4. Self actualiztion needs (kebutuhan akan ekspresi diri), rumah bukan hanya sebagai tempat tinggal, tetapi menjadi tempat untuk mengaktualisasikan diri. c.
Elemen dalam Lingkungan Permukiman Lingkungan permukiman merupakan suatu sistem yang terdiri dari lima elemen
yang saling memperngaruhi, yaitu (K. Basset dan John R. Short, 1980, dalam Kurniasih) 8 :
Nature (unsur alami), mencakup sumber-sumber daya alam seperti topografi, hidrologi, tanah, iklim, maupun unsur hayati yaitu vegetasi dan fauna.
Man (manusia sebagai individu), mencakup segala kebutuhan pribadinya seperti biologis, emosional, nilai-nilai moral, perasaan, dan perepsinya.
Society (masyarakat), adanya manusia sebagai kelompok masyarakat.
Shells (tempat), dimana mansia sebagai individu maupun kelompok melangsungkan kegiatan atau melaksanakan kehidupan.
Network (jaringan), merupakan sistem alami maupun buatan manusia, yang menunjang berfungsinya lingkungan permukiman tersebut seperti jalan, air bersih, listrik, dan sebagainya. Berdasarkan pengertian tersebut, maka pada dasarnya suatu permukiman terdiri
dari isi (contents) yaitu manusia, baik secara individual maupun dalam masyarakat dan wadah yaitu lingkungan fisik permukiman lingkungan fisik permukiman yang merupakan wadah bagi kehidupan manusia dan merupakan pengejawantahan dari tata nilai, sistem sosial, dan budaya masyarakat yang membentuk suatu komunitas sebagai bagian dari lingkungan permukiman tersebut.
8
Basset, Keith & Short, John. 1980. Housing and Residential Structure, Alternative Approaches. London: Routledge & Kegan Paul Ltd.
14 Robert Simbolon | 110406048
Universitas Sumatera Utara
Redesain Permukiman Relokasi Masyarakat Gunung Sinabung
2.1.3. Standar Pelayanan Minimal untuk Permukiman9 Standar Pelayanan N o
Bidang Pelayanan
1.
Kasiba (Kawasan siap bangun) / Lisiba (Lingkungan siap bangun)
Kuantitas
Indikator - Badan Pengelola Kawasan - Rencana Terperinci tata ruang kawasan - Jumlah ijin lokasi pembanguna n perumahan di luar Kasiba dan Lisiba BS
Cakupan - Lahan minimal untuk 3.000 unit rumah (Kasiba/Lisiba ) - Jaringan primer dan sekunder prasarana sebagai arahan perencanaan kawasan - Kapling tanah matang 1.00 unit rumah (Lisiba BS)
2
Pengembanga n dan penataan lingkungan permukiman a). Revitalisasi lingkungan perumahan dan permukiman b). Pelestarian lingkungan permukiman tradisional
3.
9
c). Konservasi/ revitalisasi kawasan cagar budaya Prasarana
Aktivitas kawasan dan kegiatan ekonomi masyarakat
- Jaringan primer dan sekunder prasarana lingkungan minimal 25% dari Kasiba - Desa/ Kelurahan - Kawasan
Tingkat Pelayanan - Kemudahan Perijinan
Kualitas - Transparan - Cepat
- Sosialisasi Peraturan - Tersedianya jaringan primer, sekunder, dan sertifikasi terjamin - Harga terkendali
- Tersedia rumah dalam satu kawasan bagi seluruh lapisan masyarakat - Sederhana - Adil - Kompetisi
- Koordinasi - Pengawasan dan evaluasi - Pelayanan administrasi pertanahan
Keterangan Dalam PP 80 tahun 1999 tentang Kasiba dan Lisiba BS disebutkan pola hunian berimbang 1 : 3 : 6 Dasar hukumnya adalah SKB Mendagri, Men.PU, Menpera No. 648.384 tahun 1992, No. 739/KPTS/1992 tentang pedoman Pengembangan Perumahan dan Permukiman dengan Lingkungan Hunian yang Berimbang dengan ketentuan lebih lanjut dari Kepmenpera BKP4N No.04/KPTS/BKP4N/1995
- Pemasaran - Transakasi (Jual Beli)
- Rencana dan program social, ekonomi, budaya
- Fungsional - Aman/Selamat - Sehat, Serasi dengan lingkungan
- Prosedur revitalisasi - Prosedur pelestarian bangunan - Sosialisasi rencana dan program
Daftar bangunan yang dilindungi dan lingkungan perumahan tradisional (Jati Diri) Kondisi Lingkungan
- Kondisi
- Pedoman dan prosedur pengembangan dan penataan lingkungan permukiman
- Panjang 40
- Kecepatan rata –
- Akses kesemua lingkungan
Pedoman
Teknis
Keputusan Menteri Permukiman Wilayah No.534/KPTS/M/2001
15 Robert Simbolon | 110406048
Universitas Sumatera Utara
Redesain Permukiman Relokasi Masyarakat Gunung Sinabung Lingkungan a) Jaringan Jalan Jalan Lingkungan Jalan setapak
b) Air Limbah Air limbah setempat
jalan Biaya perawatan
Persentase penduduk terlayani
– 60 meter/ha dengan lebar 2-5m - Panjang 50 – 110 m/ha dengan lebar 0.8 – 2 meter - 50 – 70% penduduk - 80 – 90% penduduk untuk daerah dengan kepadatan >300 jiwa/ha
rata 5 – 10 km/jam
permukiman
Prasarana Perumahan 1998
Jalan
- Dapat diakses mobil pemadam kebakaran
- Tangki septik dan MCK disesuaikan oleh masyarakat
- BOD < 30mg/liter
- SK SNI T-07-1989-F
- SS < 30mg/liter
- Kep. Dirjen CK No. 07/KPTS/1999 dengan asumsi : f Produksi lumpur tinja 3 40m /hari f Produksi air limbah 85 – 175 liter/orang//hari
- Tinggi genangan < 30 cm
SK SNI T-07-1990-F
3
- Mobil Tinja 4m digunakan untuk pelayanan maks 120.000 jiwa - IPLT sistem kolam dengan 3 debit 50m /hari - Pengosongan lumpur tinja 5 tahun sekali
c) Drainase/Peng endalian banjir
Persentase daerah genangan - Lama genangan
50 – 80 % daerah genangan tertangani
- Tinggi Genangan
d) Persampahan
- Frekuensi Genangan Persentase produksi sampah terlayani
60 – 80 % produksi sampah (80 – 90% komersial dan 50 – 80% permukiman, 100% untuk permukiman dengan kepadatan 100 jiwa/ha) terlayani dengan asumsi timbulan Sampah 2.5 – 3.5 liter/orang/h ari, 75% sampah domestic, 25% sampah non domestik
- Mobil tinja melayani 2 tangki septik setiap hari - Pemeliharaan saluran drainase
- Lama genangan < 2 jam - Penataan prasarana dan sarana lingkungan permukiman
- Frekuensi genangan maks. 2 kali setahun
- Pewadahan : Kantong plastik bekas untuk setiap sumber sampah - Pengumpulan gerobak sampah 3 1m per 10.000 penduduk - Pemindahan : Transfer depo 2
100 – 150 m per 30.000 penduduk terlayani dengan radius 400 – 600 meter Pengangkutan : 3 Dump truck 6m per 10.000 penduduk - Tempat
16 Robert Simbolon | 110406048
Universitas Sumatera Utara
Redesain Permukiman Relokasi Masyarakat Gunung Sinabung pembuangan akhir (TPA) : menggunakan sistem controlled landfill pada lokasi yang tidak produktif bagi pertanian, muka air tanah cukup dalam, dan jenis tanah kedap air - Penerangan Jalan Umum
4.
Lingkungan permukiman terlayani
Sarana Lingkungan a) Sarana Niaga
Kelengkapan sarana niaga
b) Sarana Pendidikan
- Jumlah anak usia sekolah yang tertampung - Sebaran fasilitas pendidikan
Satuan lingkungan dengan jumlah penduduk < 30.000 jiwa Satuan Lingkungan dengan jumlah penduduk < 30.000 jiwa Satuan Lingkungan dengan jumlah penduduk < 30.000 jiwa
- Sebaran fasilitas pelayanan kesehatan/ jangkauan pelayanan kesehatan
Satuan lingkungan dengan jumlah penduduk < 30.000 jiwa
- Tingkat harapan hidup d) Sarana Pelayanan umum
e) Sarana Ruang Terbuka (
- Jangkauan dan tingkat pelayanan
- Penduduk terlayani
Neufert architect Data
-Kuat penerangan < 500 lux dengan tinggi > 5 meter dari muka tanah Minimal tersedia 1 warung untuk setiap 250 penduduk 2 (100m ) 1 pasar untuk setiap 30.000 penduduk Minimal tersedia : - 1 unit TK untuk setiap 1.000 penduduk
Mudah diakses
- Kepmen PU No. 20/KPTS//1986-SNI 031733-1989 tentang Tata Cara Perencanaan Kawasan Perumahan Kota
Bersih, Mudah dicapai, tidak bising, jauh dari sumber penyakit, sumber bau/ sampah dan pencemaran lainnya
- 1 Sekolah Dasar, 2 3.600 m , 6 kelas (6 x 40) untuk penduduk yang <1600 jiwa
Kelengkapan sarana pendidikan c) Sarana Pelayanan kesehatan
-Kuat penyinaran
Satuan Lingkungan dengan jumlah penduduk < 30.000 jiwa
Satuan Lingkungan dengan
- 9 SD, 3 SLTP, 1 SMU Minimal tersedia : - 1 unit Balai Pengobatan/ Jiwa
Lokasi di pusat lingkungan/ kecamatan, bersih, tenang, jauh dari sumber penyakit, sumber bau/ sampah dan pencemaran lainnya
- 1 unit BKIS/RS Bersalin/10.000 – 30.000 jiwa - 1 Unit Puskesmas/ 30.000 jiwa Minimal tersedia : - 1 unit pemadam kebakaran
Pos
- 1 Unit Kantor Polisi/ 30.000 jiwa - 1 unit Kantor Pos Pembantu - 1 unit Kantor Bank Cabang Pembantu Tersedianya : - Taman
Bersih, mudah dicapai, terawatt, indah dan nyaman
17 Robert Simbolon | 110406048
Universitas Sumatera Utara
Redesain Permukiman Relokasi Masyarakat Gunung Sinabung Taman, pemakaman umum dan parkir)
- % ruang terbuka hijau dalam suatu kawasan
jumlah penduduk < 30.000 jiwa
- 0.3 2 m /penduduk dari luas kawan (taman, olah raga, bermain)
- %ruang terbuka hijau yang fungsional
- 0.2 2 m /penduduk dari luas kawasan (Pemakaman umum)
- Penyebaran ruang terbuka hijau
f) Sarana social / budaya
Utilitas umum a) Air bersih
Jangkauan Pelayanan
- Penduduk terlayani
lingkungan untuk setiap 250 jiwa
Satuan Lingkungan dengan jumlah penduduk < 30.000 jiwa
55-75% penduduk terlayani
- Tingkat debit pelayanan/or ang - Tingkat kualitas air minum
- Parkir lingkungan 3% dari luas kawasan dengan jumlah 2.500 orang Minimal tersedia : - 1 unit tempat ibadah (1.2 2 m /jama’ah) - 1 unit perpustakaan lingkungan - 60 – 220 liter/orang/hari untuk permukiman di kawasan perkotaan
Warna, Bau, dan rasa
- Sesuai SK Men Kes No. 416/Men/Kes/Per/IX/19 90 - Standar WHO
- 30 – 50 liter/orang/hari untuk ligkungan perumahan - Memenuhi standar air bersih
18 Robert Simbolon | 110406048
Universitas Sumatera Utara
Redesain Permukiman Relokasi Masyarakat Gunung Sinabung
2.2.
Tinjauan Khusus
2.2.1. Pengertian dan Penjelasan Singkat Proyek
Dalam proyek ini, penulis mendapat isu proyek yaitu relokasi masyarakat Gunung Sinabung dimana masyarakat harus direlokasi ke Hutan Siosar yang saat ini permukiman relokasi tersebut sedang dalam tahap proses konstruksi. Berdasarkan hal tersebut perancangan ditugaskan untuk mengkaji ulang dan merancang ulang konsep rumah dan permukiman yang tepat dan kontekstual terhadap permasalahan yang saat ini dihadapi, sehingga penulis mengangkat judul proyek yaitu “Redesain Permukiman Relokasi Masyarakat Gunung Sinabung”, yang mempunyai pengertian :
Redesain
:
Merancang kembali10.
Permukiman
:
Lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik kawasan perkotaan maupun perkotaan sebagai
lingkungan
hunian
dan
tempat
kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan11.
Relokasi
:
Pemindahan tempat12.
Masyarakat Gunung Sinabung
:
Masyarakat yang hidup di sekitar Gunung Sinabung
Berdasarkan penelaahan pengertian dari tiap kata-kata pada Judul Proyek tersebut, penulis menetapkan bahwa Redesain Permukiman Relokasi Masyarakat Gunung Sinabung adalah Rancangan ulang permukiman masyarakat yang akan direlokasi dari Gunung Sinabung. Proyek ini tentunya memiliki fungsi sebagai suatu hunian, baik hunian satuan (single) hingga berbentuk kawasan permukiman secara luas. Pada tugas ini, lokasi proyek
10
American Heritage Dictionary (2006) Undang-Undang No.4 tahun 1992 12 Kamus Besar Bahasa Indonesia Versi 1.4. Hak cipta Pusat Bahasa (Pusba). http://kbbi.web.id/ 11
19 Robert Simbolon | 110406048
Universitas Sumatera Utara
Redesain Permukiman Relokasi Masyarakat Gunung Sinabung
disesuaikan dengan lokasi permukiman relokasi yang sudah dijalankan oleh pemerintah, yaitu Hutan Siosar, Desa Kacinambun, Kecamatan Tigapanah, Kabupaten Karo, Sumatera Utara. Untuk luasan yang ditetapkan oleh pemerintah adalah sebesar 1120 Ha (penggunaan lahan skala besar yang ditujukan untuk lahan perkebunan dan proyeksi jangka panjang jika letusan gunung sinabung semakin parah), namun pada Batasan Proyek, perancangan menetapkan luasan lahan yang digunakan seminimal dan seefektif mungkin untuk keadaan saat ini yaitu sebesar 66 Ha. Desa yang akan direlokasi adalah Desa Sukameriah, Desa Simacem, dan Desa Bekerah. Jumlah Kelompok Keluarga yang akan direlokasi adalah sebanyak 389 KK, dengan rincian Desa Sukameriah (137 KK), Desa Simacem (137 KK), Desa Bekerah (115 KK). Dan Site memiliki karakteristik berkontur dimana disekitar site terdapat banyak pohon pinus yang sudah tua. 2.2.2. Data-Data Kuantitatif13 a.
Klasifikasi Desa
Tabel 2. 1. Tabel Klasifikasi Desa
13
Badan Pusat Statistik, Kabupaten Karo
20 Robert Simbolon | 110406048
Universitas Sumatera Utara
Redesain Permukiman Relokasi Masyarakat Gunung Sinabung
b.
Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, dan Kepadatan Penduduk
Tabel 2. 2. Tabel Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, dan Kepadatan Penduduk
c.
Perubahan Jumlah Penduduk
Tabel 2. 3. Tabel Perubahan Jumlah Penduduk 21 Robert Simbolon | 110406048
Universitas Sumatera Utara
Redesain Permukiman Relokasi Masyarakat Gunung Sinabung
d.
Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin
Tabel 2. 4. Tabel Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin
e.
Rata-rata anggota Rumah Tangga
Tabel 2. 5. Tabel Rata-rata anggota Rumah Tangga
f.
Jumlah Tenaga Kerja tiap Lapangan Pekerjaan
Tabel 2. 6. Tabel Jumlah Tenaga Kerja tiap Lapangan Pekerjaan 22 Robert Simbolon | 110406048
Universitas Sumatera Utara
Redesain Permukiman Relokasi Masyarakat Gunung Sinabung
g.
Jumlah Sekolah, Murid, dan Guru SD
Tabel 2. 7. Tabel Jumlah Sekolah, Murid, dan Guru SD
h.
Jumlah Sekolah, Murid, dan Guru SMP
Tabel 2. 8. Tabel Jumlah Sekolah, Murid, dan Guru SMP
i.
Jumlah Sekolah, Murid, dan Guru SMA
Tabel 2. 9. Tabel Jumlah Sekolah, Murid, dan Guru SMA 23 Robert Simbolon | 110406048
Universitas Sumatera Utara
Redesain Permukiman Relokasi Masyarakat Gunung Sinabung
j.
Jumlah Rumah Menurut Jenisnya
Tabel 2. 10. Tabel Jumlah Rumah Menurut Jenisnya
k.
Jumlah Tempat Ibadah
Tabel 2. 11. Tabel Jumlah Tempat Ibadah
l.
Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama yang Dianut
Tabel 2. 12. Tabel Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama yang Dianut
24 Robert Simbolon | 110406048
Universitas Sumatera Utara
Redesain Permukiman Relokasi Masyarakat Gunung Sinabung
m.
Luas Panen Tanaman Palawija
Tabel 2. 13. Tabel Luas Panen Tanaman Palawija
n.
Luas Panen Tanaman Rakyat
Tabel 2. 14. Tabel Luas Panen Tanaman Rakyat
o.
Fasilitas Kesehatan Desa
Tabel 2. 15. Tabel Jumlah Fasilitas Kesehatan 25 Robert Simbolon | 110406048
Universitas Sumatera Utara
Redesain Permukiman Relokasi Masyarakat Gunung Sinabung
o.
Populasi Ternak Desa
Tabel 2. 16. Tabel Populasi Ternak Desa
p.
Populasi Unggas Desa
Tabel 2. 17. Tabel Populasi Unggas Desa
q.
Jumlah Rumah Tangga Pelanggan Listrik dan PAM
Tabel 2. 18. Tabel Jumlah Rumah Tangga Pelanggan Listrik dan PAM
26 Robert Simbolon | 110406048
Universitas Sumatera Utara
Redesain Permukiman Relokasi Masyarakat Gunung Sinabung
r.
Jumlah Kendaraan Bermotor
Tabel 2. 19. Tabel Jumlah Kendaraan Bermotor
2.2.3. Data Kualitatif a.
Kerja Tahun (Merdang Merdem) Masyarakat Karo adalah masyarakat pedesaan yang sejak dahulu mengandalkan
titik perekonomiannya pada bidang pertanian. Tanaman padi adalah salah satu tanaman penting, yang selain mengandung makna ekonomi juga memiliki keterkaitan terhadap unsur religi dan sosial. Selain sebagai bahan pangan pokok, kekuatan ekonomi juga merupakan lambang prestise bagi masyarakat. Ukuran dan volume lumbung padi berpengaruh terhadap tolak ukur keberadaan seseorang. Maka agar hasil yang diperoleh cukup memuaskan, semua proses penanaman dari awal hingga akhir harus diberikan penghargaan dan disyukuri dengan harapan mencapai hasil yang baik. Pada masa lalu proses penanaman padi dilakukan setahun sekali. Proses awal hingga akhir membutuhkan upacara agar berhasil dengan baik. Hal ini sesuai dengan magis animistis pada masyarakat yang menganut ajaran Pemena. Upacara-upacara tersebutlah yang mendasari terselenggaranya kerja tahun pada masyarakat Karo. Kerja tahun dapat diartikan sebagai pesta yang diselenggarakan masyarakat setahun sekali. Kata “kerja” bermakna pesta dalam bahasa Karo. Kerja tahun ini berdasarkan pada kegiatan pertanian tanaman padi. Terdapat perbedaan pelaksanaan pada beberapa daerah, di mana masing-masing lebih memfokuskan pada fase tertentu dari pertumbuhan padi
27 Robert Simbolon | 110406048
Universitas Sumatera Utara
Redesain Permukiman Relokasi Masyarakat Gunung Sinabung
untuk merayakannya. Ada yang merayakan di masa awal penanaman, pertengahan pertumbuhan, ataupun masa panen.
Gambar 2. 2. Pesta Kerja Tahun Sumber : Karonews.com
Semua acara di atas dilakukan sesuai kepercayaan “pemena” dengan tata cara dan perlengkapan tertentu yang berbeda di setiap fase dan daerah. Selain hal di atas, kerja tahun juga memiliki fungsi lain yaitu mempererat ikatan kekerabatan. Sejalan dengan perkembangan waktu, terjadi perubahan di tengah-tengah masyarakat. Perekonomian masyarakat yang bersifat pertanian subsistensi bergeser kepada tanaman yang berorientasi pada kebutuhan pasar. Tanaman padi sudah mulai jarang ditanam, digantikan dengan tanaman lain yang dianggap lebih menguntungkan. Selain itu terjadi sikap yang lebih rasional atas konsep-konsep yang bersifat supranatural. Hal ini dipengaruhi oleh penyebaran agama, pendidikan serta perkembangan teknologi di tengah kehidupan masyarakat. Kontak dengan masyarakat lain, seperti pendatang yang bermukim ke daerah-daerah komunitas Karo, maupun transformasi masyarakat Karo menuju luar daerahnya turut mempengaruhi hal tersebut, namun tradisi kerja tahun tetap berjalan. Pesta Kerja Tahun ini dirayakan sampai enam hari dimana setiap hari mempunyai makna yang berbeda. * Hari pertama, cikor-kor, merupakan kegiatan dimana penduduk pergi ke ladang untuk mencari kor-kor, sejenis serangga yang biasanya ada di dalam tanah, untuk dijadikan lauk makanan pada hari itu. 28 Robert Simbolon | 110406048
Universitas Sumatera Utara
Redesain Permukiman Relokasi Masyarakat Gunung Sinabung
* Hari kedua, cikurung, merupakan kegiatan mencari kurung di ladang atau sawah. Kurung adalah binatang yang hidup di tanah basah atau sawah, yang biasa dijadikan lauk oleh masyarakat Karo. * Hari ketiga, ndurung, merupakan kegiatan mencari nurung, sebutan untuk ikan dari sawah atau sungai. Pada hari itu penduduk satu kampung makan dengan lauk ikan tersebut * Hari keempat, mantem atau motong, merupakan hari menjelang hari perayaan puncak, dimana penduduk kampung memotong lembu, kerbau, dan babi untuk dijadikan lauk. * Hari kelima, matana, Matana artinya hari puncak perayaan, dimana semua penduduk saling mengunjungi kerabatnya. Setiap kali berkunjung semua menu yang sudah dikumpulkan semenjak hari cikor-kor, cikurung, ndurung, dan mantem dihidangkan. Pada saat tersebut semua penduduk bergembira. Panen sudah berjalan dengan baik dan kegiatan menanam padi juga telah selesai dilaksanakan. Pusat perayaan biasanya di alun-alun atau biasa disebut los, semacam balai tempat perayaan pesta. Acara dimeriahkan dengan gendang guro-guro aron dimana mudamudi yang sudah dihias dengan pakaian adat melakukan tari tradisional. * Hari keenam, nimpa, ditandai dengan kegiatan membuat cimpa, makanan khas Karo, dengan bahan dasar tepung terigu, gula merah, dan kelapa parut. Cimpa tesebut biasanya dihidangan sebagai tambahan setelah makan. * Hari ketujuh, rebu, merupakan hari terakhir dari serangkaian pesta enam hari sebelumnya dan seperti halnya arti rebu itu sendiri yang artinya tidak saling menegur, hari itu adalah hari penenangan diri setelah selama enam hari berpesta. Beragam kesan tinggal melekat dalam hati masing-masing penduduk kampung. b.
Guru (Tabib) dalam Masyarakat Karo Guru adalah terminologi umum bagi orang Karo untuk menyebut seseorang yang
berperan sebagai tabib (dukun). Guru ini sangat berperan dalam ritual-ritual keagamaan atau upacara-upacara tradisional bagi orang Karo.
29 Robert Simbolon | 110406048
Universitas Sumatera Utara
Redesain Permukiman Relokasi Masyarakat Gunung Sinabung
Bagi orang Karo, guru adalah sebutan untuk orang-orang tertentu yang dianggap memiliki keahlian melakukan berbagai praktek dan kepercayaan tradisional, seperti: meramal, membuat upacara ritual, berhubungan dengan roh atau mahluk gaib, perawatan serta penyembuhan kesehatan dan lain-lain. Guru dianggap memiliki pengetahuan yang mendetail mengenai berbagai hal yang berhubungan dengan kehidupan. Menurut keyakinan orang Karo hanya orang-orang pilihan saja yang dapat menjadi seorang guru. Peran sebagai guru dianggap telah ditentukan dari sejak lahirnya seseorang dengan memiliki tanda-tanda kelahiran tertentu. Bahkan peran sebagai guru telah dianggap dimiliki seseorang sejak dia berada dalam kandungan Ibunya berdasarkan kata Dibata si mada tenuang atau kehendak dari Tuhan sang pencipta. Dalam hal ini, peran sebagai guru sudah merupakan suratan takdir dari Yang Maha Kuasa. Pendapat umum termasuk para guru mengatakan bahwa seseorang jika proses kelahirannya tidak istimewa, tidak lain dari pada yang lain ataupun tidak memiliki ciri fisik tertetu, tidak akan dapat menjadi guru jenis apa pun juga. c.
Pola Hidup Masyarakat di Desa Eksisting Secara budaya tradisional, masyarakat di beberapa esa terkait sebenarnya sudah
banyak meninggalkan budaya-budaya tradisional karo, kecuali pesta Kerja Tahun yang masih tetap bertahan, hal ini semakin diperkuat oleh status desa dimana desa terkait merupakan desa Swakarya dan Swasembada (desa yang sedang meninggalkan adat istiadat dan sudah meninggalkan adat istiadat). Untuk pola hidup sehari-hari, masyarakat di desa eksisting sama halnya dengan masyarakat yang bekerja sebagai petani kebun, sangat sensitif dan intuitif terhadap perubahan musim tanam. Sifat seperti ini bahkan turun temurun terhadap anak-anak mereka, dimana mereka juga sejak kecil diajarkan untuk bercocok tanam di kebun dan membantu orang tua seusai sekolah. Anak laki-laki dan perempuan umumnya sama-sama membantu orang tua dalam bercocok tanam. Selain bercocok tanam, masyarakat di desa eksisting juga memiliki ternak seperti sapi, kerbau, kambing, babi, ayam dan lainnya.
30 Robert Simbolon | 110406048
Universitas Sumatera Utara
Redesain Permukiman Relokasi Masyarakat Gunung Sinabung
Setelah selesai kegiatan berkebun, umumnya para bapak-bapak akan berkumpul untuk istirahat dan bercengkrama dengan petani lainnya di balai masyarakat. Setelah itu pulang ke rumah untuk istirahat, santai dengan keluarga, makan malam dan lainnya. Untuk memanen, biasanya masyarakat memanen pada pagi atau siang hari. Hasil panen terkadang untuk konsumsi keluarga dan juga di jual. Untuk pendistribusian panen umumnya langsung ke pengumpul sayur yang akan didistribusikan ke kota Medan, biasanya dilakukan pada pukul 03.00 pagi. 2.2.4. Tinjauan Lokasi Pada tahap ini perancang mencoba untuk mengidentidikasi lokasi perancangan dengan peta digital yang kemudian akan ditetapkan lokasi untuk survey lokasi. Selain itu, peta digital ini nantinya diukur luasan yang dibutuhkan, kontur lahan, konteks di sekitar site, jarak terhadap Gunung Sinabung, jarak terhadap Kabanjahe, arah mata angin, dan lainnya. Lokasi perancangan yang dipilih adalah Hutan Siosar yang merupakan lokasi resmi dari pemerintah untuk merelokasi masyarakat Gunung Sinabung, lahan yang letaknya sangat terpencil ini sudah mendapat izin secara resmi dan merupakan satu-satunya alternatif lokasi perancangan untuk permukiman relokasi masyarakat Gunung Sinabung. Secara geografis Hutan Siosar terletak di 02°58′56.9″LU dan 98°30′18.5″BT, dengan jarak terhadap Gunung Sinabung yaitu sekitar 23,7 Km, dan jarak terhadap Kabanjahe yaitu sekitar 6 Km. Hutan Siosar memiliki batas-batas wilayah, dari Utara yaitu Kec. Tigapanah, sebelah Selatan yaitu Kec. Merek, sebelah Timur yaitu Hutan Pinus, dan sebelah Barat yaitu Hutan Lindung.
31 Robert Simbolon | 110406048
Universitas Sumatera Utara
Redesain Permukiman Relokasi Masyarakat Gunung Sinabung
Peta Lokasi Proyek.
32 Robert Simbolon | 110406048
Universitas Sumatera Utara
Redesain Permukiman Relokasi Masyarakat Gunung Sinabung
Gambar 2. 3. Peta Lokasi Perancangan - Hutan Siosar Sumber : Google Maps
33 Robert Simbolon | 110406048
Universitas Sumatera Utara
Redesain Permukiman Relokasi Masyarakat Gunung Sinabung
1. Kondisi Aksesibilitas Setelah perancang melakukan kegiatan survey langsung ke Hutan Siosar, hanya terdapat satu jalur, yakni jalur masuk dari Kabanjahe dengan jarak tempuh 5 Km. Kondisi site yang berkontur mengakibatkan jalan sedikit meliuk-liuk sebagai respon terhadap lahan berkontur. Kondisi Fisik jalan menurut perancangan masih dalam tahap pengerjaan dan memasuki tahap finishing perkerasan, karena berdasarkan pengamatan perancang, jalur aksesibilitas masih berupa tanah keras yang sudah dilapisi oleh agregat kasar, yang dimana karakteristik dari agregat kasar ini merupakan komposisi dari jalan Aspal. Hal ini diperkuat oleh hasil wawancara dengan anggota TNI yang akan mengerjakan perkerasan jalan tersebut.
Gambar 2. 4. Kondisi Fisik permukaan jalan menuju hutan siosar Sumber : Data Penulis
34 Robert Simbolon | 110406048
Universitas Sumatera Utara
Redesain Permukiman Relokasi Masyarakat Gunung Sinabung
Gambar 2. 5. Kondisi jalan yang berliku-liku dan naik turun Sumber : Data Penulis
2.
Kondisi Lingkungan Setelah perancang tiba pada lokasi site, kesan yang muncul dari perancang adalah
site ini memiliki ketenangan dan kedamaian yang luar biasa, sangat cocok untuk pemulihan psikologi dari korban bencana Gunung Sinabung. Udara Segar, terik yang tidak menusuk tajam, jauh dari hiruk pikuk kota, kebisingan, kemacetan, serta kehijauan yang sangat kontras menjadikan tempat ini layak dari segi kualitas hidup. Namun faktor itu saja tidak cukup menjadikan site ini sangat layak untuk dijadikan tempat hidup masyarakat secara permanen, melainkan ada faktor lainnya seperti pengadaan fasilitas umum, fasilitas sosial, dan yang terpenting adalah ketersediaan lahan perkebunan yang merupakan mata pencaharian utama masyarakat Gunung Sinabung.
35 Robert Simbolon | 110406048
Universitas Sumatera Utara
Redesain Permukiman Relokasi Masyarakat Gunung Sinabung
Gambar 2. 6. Signage Entrance Perkampungan Siosar Sumber : Data Penulis
Gambar 2. 7. Kondisi Lingkungan Perkampungan Siosar dalam tahap konstruksi Sumber : Data Penulis
36 Robert Simbolon | 110406048
Universitas Sumatera Utara
Redesain Permukiman Relokasi Masyarakat Gunung Sinabung
Gambar 2. 8. Hunian yang sedang dalam tahap konstruksi Sumber : Data Penulis
Kondisi lingkungan binaan di hutan siosar pada saat ini masih belum dapat ditemukan dikarenakan pada saat ini lokasi hutan siosar masih dalam tahap pengerjaan. Perancang hanya dapat memastikan kondisi fisik hunian dan sirkulasi, namun penempatan fasilitas tidak dapat sepenuhnya diidentifikasi, namun berdasarkan wawancara pada area tengah perkampungan akan dibuat taman dan juga beberapa fasilitas umum.
Gambar 2. 9. Area tengah yang akan dijadikan daerah taman dan fasilitas umum Sumber : Data Penulis
37 Robert Simbolon | 110406048
Universitas Sumatera Utara
Redesain Permukiman Relokasi Masyarakat Gunung Sinabung
Pada sekitar site terdapat hutan pinus milik pemerintah, sehingga pohon pinus yang ditebang untuk pelebaran lahan, sepenuhnya milik pemerintah. Dalam hal ini, kayu pinus hasil tebangan digunakan untuk material proses kontruksi, seperti bekisting, papan jembatan sementara, bedeng material, dan sisanya diperuntukkan bagi pemerintah. Oleh karena itu pohon pinus menurut perancang bukan sebuah potensi yang harus diolah dan digunakan pada perancangan permukiman ini, dikarenakan kepemilikan kayu tebangan yang dimiliki oleh pemerintah.
Gambar 2. 10. Hutan Pinus disekitar kawasan permukiman Sumber : Data Penulis
Gambar 2. 11. Papan Pinus yang digunakan untuk membantu proses konstruksi Sumber : Data Penulis
38 Robert Simbolon | 110406048
Universitas Sumatera Utara
Redesain Permukiman Relokasi Masyarakat Gunung Sinabung
3.
Kondisi Fisik Hunian Dari hasil survey yang kami lakukan di Perkampungan Siosar, dapat dilihat bahwa
kondisi fisik rumah yang dibangun pada Perkampungan Siosar ini sangat baik, baik dari segi tampilan dan juga struktur rumah. Tipologi rumah yang dibangun di Perkampungan Siosar ini seperti tipologi rumah di perumahan yaitu memiliki orientasi rumah yang jelas, pola rumah secara grid, dan lainnya. Selain itu, rumah ini memiliki struktur dan konstruksi rumah yang konvensional seperti penggunaan batu bata, beton bertulang, pondasi batu kali, dan lainnya dengan mengacu aspek konstruksi yang aman. Berdasarkan hasil pengamatan, perancang banyak mendapat pemikiran serta pertanyaan mendasar mengenai hunian yang sudah mulai dibangun di Perkampungan Siosar ini, mulai dari karakteristik fisik rumah yang tidak sama dengan rumah mereka di desa mereka yang lama, pola permukiman yang sangat berbeda, material rumah yang berbeda, karakteristik ruang, dan lainnya. Perbedaan yang mencolok inilah yang nantinya akan menjadi permasalahan kedepannya kelak, yaitu akan terjadinya pergeseran psikologis masyarakat sehingga masyarakat akan merasa tidak nyaman untuk tinggal di permukiman baru, bahkan yang lebih buruknya adalah meninggalkan permukiman Siosar tersebut. Oleh karena itu, perlu adanya kajian terhadap tipologi hunian awal, orientasi permukiman, material terdahulu, karakateristik ruang, dan aspek-aspek rumah lainnya yang ada di ketiga desa.
Gambar 2. 12. Bentuk Hunian masyarakat Korban Gunung Sinabung Sumber : Data Penulis
39 Robert Simbolon | 110406048
Universitas Sumatera Utara
Redesain Permukiman Relokasi Masyarakat Gunung Sinabung
Gambar 2. 13. Hunian bagi masyarakat korban bencana Gunung Sinabung Sumber : Data Penulis
Gambar 2. 14. Proses Konstruksi Perkampungan Siosar Sumber : Data Penulis
40 Robert Simbolon | 110406048
Universitas Sumatera Utara
Redesain Permukiman Relokasi Masyarakat Gunung Sinabung
2.2.5. Tinjauan 3 Desa Eksisting Peninjauan Desa Bekerah, Desa Simacem, dan Desa Sukameriah tidak dilakukan secara peninjauan langsung, hal ini dikarenakan 3 desa tersebut sedang dalam zona merah yaitu zona yang tidak aman dan harus steril dari aktivitas manusia. Oleh karena itu, perancang melakukan peninjauan dari berbagai sumber media internet berupa peninjauan berita-berita online serta peninjauan media cetak berupa buku, koran, dan majalah. Peninjauan Desa Bekerah, Desa Simacem, dan Desa Sukameriah dilakukan karena ada banyak aspek-aspek yang harus tetap dituangkan kedalam desain permukiman yang baru, sehingga masyarakat tidak perlu merasakan adaptasi yang mendalam pada permukiman yang baru. 1.
Jenis Desa
Tabel 2. 20. Tabel Klasifikasi Desa sumber : BPS Kab. Karo
Mengetahui jenis desa pada Desa Bekerah, Desa Simacem, dan Desa Sukameriah merupakan hal yang sangat penting, dimana dengan mengetahui jenis desa, perancang mampu mengetahui karakteristik desa, seperti ekonomi masyarakat, kepengurusan dari desa, sistem kepercayaan masyarakat, dan lainnya.
41 Robert Simbolon | 110406048
Universitas Sumatera Utara
Redesain Permukiman Relokasi Masyarakat Gunung Sinabung
Berdasarkan Data Statistik Kab. Karo, dapat dilihat bahwa Desa Bekerah dan Desa Simacem merupakan desa swakarya sedangkan Desa Sukameriah adalah desa swasembada. 2.
Kondisi Permukiman Saat ini kondisi permukiman di tiga desa sangat parah dikarenakan tertimbun oleh
abu vulkanik, sehingga kondisi fisik permukiman pada ketiga desa sudah tidak memungkinkan lagi untuk dihuni kembali.
Gambar 2. 15. Kondisi Permukiman Desa Bekerah sumber : Merdeka.com
Namun untuk konteks kondisi permukiman, perancang tidak hanya menjelaskan kondisi pada saat ini, namun juga aspek-aspek fisik permukiman, seperti pola permukiman, dan orientasi rumah.
42 Robert Simbolon | 110406048
Universitas Sumatera Utara
Redesain Permukiman Relokasi Masyarakat Gunung Sinabung
Gambar 2. 16. Foto udara Desa Bekerah dan Sukameriah sumber : http://terra-image.com/gambar-citra-satelit-letusan-gunung-sinabung/
Gambar 2. 17. Foto Udara Desa Simacem sumber : http://terra-image.com/gambar-citra-satelit-letusan-gunung-sinabung/
43 Robert Simbolon | 110406048
Universitas Sumatera Utara
Redesain Permukiman Relokasi Masyarakat Gunung Sinabung
Gambar 2. 18. Bentuk Desa Linear Sumber : Sensa, M. S. Djarot, 1987 : 38
Berdasarkan foto udara di atas, bisa kita simpulkan bahwa pola permukiman di ketiga desa yaitu linear, yaitu pola permukiman yang berkumpul dan membentuk bidang linier mengikuti jalan. Umumnya area perkebunan atau area pertanian mereka ada di belakang rumah masyarakat. Dari pola linear inilah yang akan diadobsi ke area hutan siosar. Tujuannya adalah agar masyarakat tidak mengalami pergeseran prilaku akibat berubahnya ruang gerak, ruang sosial, dan ruang-ruang mereka, karena adaptasi dalam aspek ruang baik secara makro maupun mikro merupakan hal yang sangat sulit dan memakan waktu yang lama untuk beradaptasi, lebih buruk lagi adalah masyarakat tidak mampu beradaptasi dan mungkin saja meninggalkan permukiman yang baru dan memberanikan diri untuk tinggal di tempat mereka yang lama meskipun berbahaya.
44 Robert Simbolon | 110406048
Universitas Sumatera Utara
Redesain Permukiman Relokasi Masyarakat Gunung Sinabung
3.
Hunian Fisik Hunian fisik yang dapat dijumpai pada ketiga desa eksisting antara lain hunian
panggung yang berupa rumah adat waluh jabu, kemudian rumah non panggung yang umumnya menggunakan papan kayu dan juga bambu, dan jenis yang terakhir yaitu rumah mixed used yang lebih sering digunakan sebagai kios. Saat sekarang ini kondisi permukiman, termasuk hunian mereka sudah rusak parah diakibatkan menahan beban dari abu vulkanik yang tertimbun pada atap rumah mereka.
Gambar 2. 19. Hunian Fisik Masyarakat sekitar Gunung Sinabung sumber : berbagai sumber
45 Robert Simbolon | 110406048
Universitas Sumatera Utara
Redesain Permukiman Relokasi Masyarakat Gunung Sinabung
4.
Konteks Masyarakat
Gambar 2. 20. Skema masyarakat bagian 1
Gambar 2. 21. Skema masyarakat bagian 2
46 Robert Simbolon | 110406048
Universitas Sumatera Utara
Redesain Permukiman Relokasi Masyarakat Gunung Sinabung
5.
Kegiatan Ruang Dalam Masyarakat
Gambar 2. 22. Skema Kegiatan pria dewasa (ayah) di Rumah
47 Robert Simbolon | 110406048
Universitas Sumatera Utara
Redesain Permukiman Relokasi Masyarakat Gunung Sinabung
Gambar 2. 23. Skema kegiatan wanita dewasa (ibu) di rumah
48 Robert Simbolon | 110406048
Universitas Sumatera Utara
Redesain Permukiman Relokasi Masyarakat Gunung Sinabung
Gambar 2. 24. Skema Kegiatan anak laki-laki dan perempuan di rumah
49 Robert Simbolon | 110406048
Universitas Sumatera Utara
Redesain Permukiman Relokasi Masyarakat Gunung Sinabung
5.
Kegiatan Ruang Luar Masyarakat
Gambar 2. 25. Skema kegiatan ruang luar masyarakat di tiga desa
6.
Fasilitas Umum dan Fasilitas Sosial
a.
Balai Masyarakat Balai masyarakat atau masyarakat umumnya menyebutnya sebagai jambur
digunakan sebagai tempat untuk melakukan pertemuan masyarakat, bersosialisasi, bahkan acara-acara adat dapat dilakukan pada balai masyarakat ini.
Gambar 2. 26. Balai Masyarakat Sumber : https://karonewsupdate.wordpress.com
50 Robert Simbolon | 110406048
Universitas Sumatera Utara
Redesain Permukiman Relokasi Masyarakat Gunung Sinabung
b.
Tempat Ibadah Merupakan tempat kebutuhan rohaniah masyarakat desa. Umumnya keberadaan
rumah ibadah di ketiga desa berpencar dari satu tempat ke tempat lainnya.
Gambar 2. 27. Tempat ibadah Sumber : https://karonewsupdate.wordpress.com
c.
Fasilitas Penididikan Fasilitas pendidikan seperti SD dan SMP umumnya ada di beberapa desa, namun
ada juga beberapa desa yang tidak memiliki SD ataupun SMP, sehingga perlu adanya antisipasi mengenai pemerataan fasilitas pendidikan. Namun, untuk SMA tidak dapat dijumpai di ketiga desa tersebut, oleh karena itu, tidak heran bahwa anak-anak SMA di tiga desa ini umumnya bersekolah di Kota Medan, bahkan ada yang langsung membantu orang tua dalam berladang (putus sekolah).
Gambar 2. 28. Kondisi Fisik Sekolah yang telah rusak Sumber : harian andalas
51 Robert Simbolon | 110406048
Universitas Sumatera Utara
Redesain Permukiman Relokasi Masyarakat Gunung Sinabung
d.
Fasilitas Kesehatan Pada ketiga desa terdapat Pustu (puskesmas pembantu) yang melayani tiap desa.
Namun untuk puskesmas hanya terdapat di desa tertentu. 2.4.
Studi Banding Proyek Sejenis
2.4.1. Huntap Desa Karangkendal, Jogjakarta Huntap Desa Karangkendal merupakan sebuah hunian tetap (huntap) yang ditujukan bagi warga yang tinggal di kaki Gunung Merapi yang menjadi korban bencana gunung meletus pada tahun 2010 di Jogjakarta. Masyarakat yang dulunya tinggal di kaki Gunung Merapi direlokasi ke Desa Karangkendal dikarenakan daerah tersebut relatif aman dan letusan merapi tidak mengarah pada desa tersebut.
Gambar 2. 29. Huntap Desa Karangkendal, Jogjakarta Sumber : https://hellolope.wordpress.com/2013/01/03/di-bawah-langit-merapi/
Total kepala keluarga yang direlokasi pada Desa Karangkendal ini sebanyak 81 kepala keluarga, dengan total luas untuk hunian sebesar 9.067 m2 dan total luas hunian fasum sebesar 4.534 m2. Fasilitas umum yang diberikan pada Desa Karangkendal ini
52 Robert Simbolon | 110406048
Universitas Sumatera Utara
Redesain Permukiman Relokasi Masyarakat Gunung Sinabung
adalah Masjid, Komposter, Kandang sapi Komunal, Taman Bermain, Monumen, dan Rumah Baca.
Gambar 2. 30. Beberapa fasilitas di Huntap Karangkendal, Jogjakarta Sumber : https://hellolope.wordpress.com/2013/01/03/di-bawah-langit-merapi/
53 Robert Simbolon | 110406048
Universitas Sumatera Utara
Redesain Permukiman Relokasi Masyarakat Gunung Sinabung
2.4.2. Kampung Kali Code
Gambar 2. 31. Kampung Kali Code Sumber : merdeka.com
Perkampungan
Code
Di
kawasan
kelurahan
Kota
Baru,
Kecamatan
Gondokusuman, kota Yogyakartaini, berada di bawah jembatan Gondolayu dan di samping gedung-gedung besar sebagai simbol respon Jogja terhadap modernitas, berdiri sebuah komplek pemukiman kecil yang eksotik, perkampungan Code namanya. Perkampungan Code telah dikenal sebagai tempat hunian yang nyaman dan asri oleh seluruh masyarakat Jogja. Satu-satunya tempat hunian unik nan artistik yang terletak bukan di kawasan elit, akan tetapi di bantaran sebuah sungai kumuh yang membelah Jogja. Perkampungan Code memiliki ciri khas sebagai perkampungan yang berhasil membangun harmoni dengan lingkungan sekitarnya. Rumah-rumah yang berdiri di kawasan ini berderet dengan penataan arsitektural yang bagus, warna-warni yang cerah, lingkungannya tertata dengan baik, menggambarkan perencanaan dan kematangan pengelola dan masyarakatnya. Melihat kampung Code, seketika kita akan teringat kepada sosok arsitek yang bertanggung jawab penuh terhadap keberedaan dan kenyamanan pemukiman ini, yakni Yusup Bilyarta Mangunwijaya atau yang dikenal dengan sebuatan Romo Mangun. Dialah orang perancang pertama perkampungan ini pada tahun 1984 silam, saat penduduk di sekitar sungai harus menerima kenyataan menghadapi ancaman penggusuran dari pihak pemerintah kota Yogyakarta karena dianggap mengganngu pemandangan. 54 Robert Simbolon | 110406048
Universitas Sumatera Utara
Redesain Permukiman Relokasi Masyarakat Gunung Sinabung
Dengan masyarakat Kali Code, Yusup Bilyarta Mangunwijaya atau YB. Mangun Wijaya merupakan dua anasir yang tidak dapat dipisahkan. Peradaban Kali Code seperti yang ada sekarang adalah hasil jerih payahnya. Laki-laki kelahiran Ambarawa itu bahkan mempunyai rumah dan tinggal di kawasan miskin kota tersebut. Ketimbang pemerintah kota yang justru memiliki catatan sejarah pahit dengan komonitas Kali Code, Romo Mangun jelas mempunyai tempat tersendiri dalam masyarakat dan jauh lebih dihormati.
55 Robert Simbolon | 110406048
Universitas Sumatera Utara