BAB II DESKRIPSI PROYEK
2.1 Terminologi Judul Medan Chinese Cultural Museum terdiri dari empat kata dengan makna masingmasing:
Medan1
ibu kota provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Kota ini
merupakan kota terbesar ke-empat di Indonesia setelah Jakarta, Surabaya, dan Bandung, dengan luas 265,10 km² atau 3,6% dari keseluruhan wilayah Sumatera Utara yang terdiri dari 21 Kecamatan. Secara geografis kota Medan terletak pada 3° 30' – 3° 43' Lintang Utara dan 98° 35' - 98° 44' Bujur Timur. Untuk itu topografi kota Medan cenderung miring ke utara dan berada pada ketinggian 2,5 - 37,5 meter diatas permukaan laut yang mengakibatkan Medan memiliki iklim tropis.
Chinese2
suatu etnis penduduk asli di Asia Timur, mendominasi
92% populasi RRC sebagai tanah leluhurnya.Istilah yang paling tepat sebenarnya adalah merujuk etnis Han dengan sejarah sudah ada sekitar tahun 3000 SM. Merupakan etnis terbesar di dunia, dengan suku yang tercakup di dalamnya memiliki keberagaman genetis, linguistis, budaya dan sosial masing-masing. Dalam Bahasa Indonesia, dikenal sebagai etnis Tionghoa.
Cultural3
dalam Bahasa Indonesia berarti “kebudayaan”, dengan
kata dasar “budaya”, yaitu suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunaan, dan karya seni. Sedangkan kebudayaan dari beberapa definisi ahli (Melville J. Herskovits, Bronislaw Malinowski, Andreas Eppink, Edward Burnett Tylor, Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi) merupakan sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem 1
http://en.wikipedia.org/wiki/Kota_Medan http://en.wikipedia.org/wiki/Han_Chinese 3 http://id.wikipedia.org/wiki/Budaya 2
5 Universitas Sumatera Utara
ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.
Museum4 mengacu kepada Encyclopedia Americana, kata 'museum' berasal dari bahasa Yunani kuno, 'museion', yang artinya "kuil untuk melakukan pemujaan terhadap 9 Dewi Muse. Kesembilan dewi tersebut (Calliope, Clio, Erato, Euterpe, Thalia, Melpomene, Polyhimnia, Terpsichore, dan Urama) merupakan putri-putri dari Dewa Zeus dan Mnemosyne yaitu dewa tertinggi dalam pantheon Yunani kuno. Mereka dipuja dalam suatu acara ritual untuk melengkapi pengabdian masyarakat pada Zeus Dalam mitologi klasik, Muse adalah dewi-dewi literature (terutama puisi), musik, tarian, dan semua yang berkaitan dengan keindahan, pengetahuan, dan ilmu pengetahuan. Museum, berdasarkan definisi yang diberikan International Council of Museums (ICOM), adalah institusi permanen, nirlaba, melayani kebutuhan publik dengan sifat
terbuka, dengan cara melakukan usaha
pengoleksian,
mengkonservasi, meriset, mengkomunikasikan, dan memamerkan benda nyata kepada masyarakat untuk kebutuhan akademis, dokumentasi kekhasan masyarakat tertentu, ataupun dokumentasi dan pemikiran imajinatif di masa depan. Museum menurut Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 1995 Pasal 1 ayat (1) adalah lembaga, tempat penyimpanan, perawatan, pengamanan, dan pemanfaatan benda-benda bukti materiil hasil budaya manusia serta alam dan lingkungannya guna menunjang upaya perlindungan dan pelestarian kekayaan budaya bangsa.
Dari pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Medan Chinese Cultural Museum adalah gedung yang digunakan untuk melakukan pameran atau pemaparan kebudayaan etnis Tionghoa yang ada di Medan.
2.2 Tinjauan terhadap Museum 2.2.1
Sejarah dan Perkembangan Museum Secara etimologis, museum berasal dari Bahasa Yunani, mouseion, yang merujuk kepada nama kuil pemujaan terhadap Muses, dewa yang berhubungan dengan kegiatan pendidikan dan seni. Bangunan lain yang
4
http://en.wikipedia.org/wiki/Museum
6 Universitas Sumatera Utara
berhubungan dengan sejarah museum adalah bagian kompleks perpustakaan yang dibangun khusus untuk seni dan sains, terutama filosofi dan riset di Alexandria oleh Ptolomeus I Soler tahun 280 SM. Kemudian pada abad ke6 sampai ke-12 merupakan tempat penyimpanan koleksi pribadi dari para bangsawan dan raja-raja dalam bentuk galeri atau selasar. Dengan semakin meningkatnya jumlah koleksi, maka barang-barang koleksi tersebut dimasukkan ke dalam ruangan dengan courtyard terbuka dan kolom-kolom portico di sekelilingnya. Pada abad ke-17, setelah Revolusi Prancis meletus – timbulnya liberalisme dan nasionalisme – para hartawan dan bangsawan memamerkan koleksi mereka kepada umum. Museum menjadi bersifat terbuka untuk masyarakat dengan ekspresi keangkeran dan keangkuhan dalam gaya-gaya bangunan Eropa Klasik dan pilar-pilar vertikal. Di Indonesia, museum yang pertama kali dibangun adalah Museum Radya Pustaka. Selain itu dikenal pula Museum Gajah yang memiliki koleksi terlengkap di Indoensia.
2.2.2
Dasar Hukum Pendirian Museum5 Pendirian sebuah museum memiliki acuan hukum, yaitu:
UU No. 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya,
PP No. 10 Tahun 1993 tentang Pelaksanaan UU No. 5 Tahun 1992.
PP No. 19 Tahun 1995 tentang Pemeliharaan dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya di Museum,
Kep. Menbudpar No. KM.33/PL.303/MKP/2004 tentang Museum. Museum dalam menjalankan aktivitasnya, mengutamakan dan
mementingkan penampilan koleksi yang diimilikinya. Pengutamaan kepada koleksi inilah yang membedakan museum dengan lembaga-lembaga lainnya. Setiap koleksi merupakan bagian integral dari kebudayaan dan sumber ilmiah, hal itu juga mencakup informasi mengenai objek yang ditempatkan pada tempat yang tepat, tetapi memberikan arti dan tanpa kehilangan arti dari objek itu sendiri. Penyimpanan informasi dalam bentuk susunan yang teratur rapi dan pembaharuan dalam prosedur, serta cara dan penganganan koleksi. 5
http://www.budpar.go.id/userfiles/file/4410_1346-BAGAIMANAMENDIRIKANSEBUAHMUSEUMwebsite.pdf
7 Universitas Sumatera Utara
Museum dapat didirikan oleh Instansi Pemerintah, Yayasan, atau Badan Usaha yang dibentuk berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia, maka harus memiliki dasar hukum seperti SK bagi museum pemerintah dan akte notarsi bagi museum yang diselenggarakan oleh swasta. Bila perseorangan berkeinginan untuk mendirikan museum, maka dia harus membentuk yayasan terlebih dahulu. 2.2.3
Fungsi Museum Fungsi museum menurut ICOM adalah sebagai wadah untuk:
2.2.4
Pengumpulan dan pengamanan warisan alam budaya,
Dokumentasi dan penelitian ilmiah,
Konservasi dan preservasi,
Penyebaran dan penataan ilmu untuk umum,
Pengenalan kebudayaan antar-daerah dan bangsa,
Visualisasi warisan alam budaya,
Cermin pertumbuhan peradaban manusia,
Pengenalan dan penghayatan kesenian.
Tugas Museum 2.2.4.1 Pengumpulan / Pengadaan Tidak semua benda padat dimasukkan ke dalam koleksi museum, hanyalah benda-benda yang memenuhi syarat-syarat tertentu, yakni:
Harus punya nilai budaya, ilmiah dan estetika,
Harus dapat mengidentifikasi mengenai wujud, asal, tipe, gaya dsb,
Harus dapat dianggap sebagai dokumen.
2.2.4.2 Pemeliharaan Tugas pemeliharaan ada 2 aspek, yakni:
Aspek teknis benda-benda materi koleksi harus dipelihara dan diawetkan serta dipertahankan tetap awet dan tercegah dari kemungkinan kerusakan.
8 Universitas Sumatera Utara
Aspek administrasi
benda-benda materi
koleksi
harus
mempunyai keterangan tertulis yang menjadikannya bersifat monumental.
Konservasi
usaha
pemeliharaan,
perawatan,
perbaikan,
pencegahan dan penjagaan benda-benda koleksi dari penyebab kerusakan.
2.2.4.3 Penelitian Bentuk penelitian ada dua macam, yaitu:
Penelitan
intern
dilakukan
kurator
untuk
kepentingan
pengembangan ilmu pengetahuan museum yang bersangkutan.
Penelitian ekstern dilakukan oleh peneliti dari luar, seperti mahasiswa, pelajar, umum, dll untuk kepentingan karya ilmiah.
2.2.4.4 Pendidikan Kegiatan disini lebih ditekankan pada pengenalan benda-benda materi koleksi yang dipamerkan, antara lain:
Pendidikan formal seminar, diskusi, ceramah, dsb.
Pendidikan non-formal pameran, pemutaran film atau slide, dsb.
2.2.4.5 Rekreasi Sifat pameran mengandung arti untuk dinikmati dan dihayati, yang mana merupakan kegiatan rekreasi yang segar, tidak diperlukan konsentrasi yang akan menimbulkan keletihan dan kebosanan.
2.2.5
Jenis-Jenis Museum 2.2.5.1 Berdasarkan Koleksinya Menurut SK Menteri P & K No. 79 Tahun 1975, bab XLVI, pasal 728, museum dibagi menjadi tiga tipe umum, yaitu:
Museum umum koleksinya terdiri dari kumpulan bukti material manusia atau lingkungannya yang berkaitan dengan berbagai cabang seni, disiplin ilmu dan teknologi.
9 Universitas Sumatera Utara
Museum khusus koleksinya terdiri dari kumpulan bukti material manusia atau lingkungannya yang berkaitan dengan satu cabang seni, ilmu pengetahuan ataupun beragam disiplin ilmu, ditentukan oleh objek koleksi yang terdapat di dalamnya.
Museum pendidikan bagian dari museum khusus, tetapi di Indonesia terdapat pembedaan terhadap jenis-jenis museum pendidikan, baik untuk tingkat universitas, sekolah dasar ataupun sekolah tingkat lanjut.
2.2.5.2 Berdasarkan Penyelenggarannya Menurut penyelenggaranya, museum dapat dibagi atas:
Museum
pemerintah
diselenggarakan
dan
dikelola
pemerintah, dibagi lagi oleh pengelolanya yaitu Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah.
Museum swasta diselenggarakan dan dikelola swasta.
Berdasarkan tipologi di atas, maka Medan Chinese Cultural Museum merupakan museum khusus, karena terbatas pada satu kebudayaan yaitu kebudayaan etnis Tionghoa Indonesia (khususnya Tionghoa Medan) dan diselenggarakan serta dikelola oleh pihak pemerintah yaitu Pemerintah Kota Medan.
2.2.6
Persyaratan Pendirian Museum 2.2.6.1 Lokasi Museum didirikan bukan untuk kepentingan pendirinya, tetapi untuk kepentingan masyarakat umum. Atas dasar kepentingan publik, maka lokasi museum harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
Lokasi museum harus strategis, tidak berarti harus di pusat kota, melainkan tempat yang mudah dijangkau oleh umum.
Lokasi museum harus sehat, bukan di daerah industri yang banyak pengotoran udaranya, kondisi tanah baik dan memiliki kualitas udara yang baik dengan kelembapan udara antara 55% 60%. 10 Universitas Sumatera Utara
2.2.6.2 Bangunan Dalam pembuatan pra-desain gedung museum, harus sudah dipikirkan pembagian ruang, jumlah ruang, ukuran ruang, faktor elemen iklim, sirkulasi udara yang baik, juga masalah sistem penggunaan cahaya. Persyaratan minimal bangunan terdiri dari dua komponen yaitu bangunan pokok dan penunjang. Secara umum gedung museum harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
Bangunan dikelompokkan berdasarkan fungsi dan aktivitasnya, ketenangan dan keramaian serta keamanan.
Pintu masuk dibedakan atas pintu masuk utama dan pintu masuk khusus.
Area publik terdiri dari bangunan umum (pameran tetap dan temporer) serta bangunan auditorium meliputi seluruh ruang pendukungnya.
Area
semi
publik
terdiri
dari
bangunan
adminsitrasi
(perpustakaan dan ruang rapat).
Area privat terdiri dari laboratorium, studio serta daerah servis lainnya.
2.2.6.3 Koleksi Dalam perencanaan museum, tidak bisa terpisahkan antara perencanaan gedung dan koleksi, sebab serasi atau tidaknya suatu museum terletak pula dalam keseimbangan antara besar kecil bangunan dan volume koleksi yang akan mengisinya. Jenis benda materi koleksi:
Benda Asli Yakni benda koleksi yang memenuhi persyaratan: -
Harus mempunyai nilai budaya, ilmiah dan estetika.
-
Harus dapat diidentifikasikan mengenai wujud, asal, tipe, gaya, dsb.
Harus dapat dianggap sebagai dokumen.
Benda Reproduksi
11 Universitas Sumatera Utara
Benda buatan baru dengan cara meniru benda asli menurut cara tertentu, meliputi: -
Replika benda tiruan yang memiliki sifat dari benda yang ditiru.
-
Miniatur benda tiruan yang diproduksi dengan memiliki bentuk, warna, dan cara pembuatan yang sama namun dengan ukuran yang lebih kecil.
-
Referensi yang diperoleh dari rekaman atau fotokopi suatu buku mengenai etnografi, sejarah, dll.
Benda Penting Berupa foto yang dipotret dari dokumen / mikrofilm yang sukar dimiliki.
Benda Penunjang Benda yang dapat dijadikan pelengkap pameran untuk memperjelas informasi / pesan yang akan disampaikan, misalnya lukisan, foto dan contoh bahan.
2.2.6.4 Peralatan Peralatan di museum adalah sebagai sarana penunjang yang diperlukan dalam kegiatan-kegiatan penyelenggaraan museum. Dibedakan menjadi:
Peralatan kantor setiap alat / benda bergerak yang dipergunakan
untuk
melaksanakan
kegiatan
adminstratif
perkantoran museum.
Peralatan teknis setiap alat / benda bergerak yang dipergunakan untuk melaksanakan kegiatan teknis museum.
2.2.6.5 Organisasi dan Ketenagaan Pendirian museum sebaiknya ditetapkan secara hukum. Museum harus memiliki organisasi dan ketenagaan di museum, yang sekurang-kurangnya
terdiri
adminsitrasi, pengelola
dari
koleksi
kepala (kurator),
museum,
bagian
bagian konservasi
12 Universitas Sumatera Utara
(perawatan), bagian penyajian (preparasi), bagian pelayanan masyarakat dan bimbingan edukasi, serta pengelola perpustakaan.
2.2.6.6 Sumber Dana Tetap Museum harus memiliki sumber dana tetap dalam penyelenggaraan dan pengelolaan museum.
2.2.7
Sejarah Perkembangan Museum di Indonesia Berdirinya suatu museum di Indonesia dimulai tahun 1778 dengan didirikannya Museum Bataviaasch Genootschap Van Kunsten en Westenschappen
di
Batavia
(sekarang
Jakarta).
Karena
mulai
dilakukannya penelitian benda-benda warisan budaya di Indonesia yang telah dikumpulkan. Pada tahun 1915 didirikannya Museum Sono Budoyo di Yogyakarta. Jumlah museum yang terdapat di Indonesia kurang lebih 30 buah sampai akhir Perang Dunia II. Jumlah itu terus bertambah setelah kemerdekaan Indonesia dan tujuan pendiriannya berubah dari tujuan untuk kepentingan pemerintah penjajah menjadi untuk kepentingan masyarakat dalam usaha pemerintah dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Pada tahun 1964 urusan museum ditingkatkan menjadi Lembaga Museum-museum Nasional, kemudian pada tahun 1966 Lembaga Museum-museum Nasional diganti menjadi Direktorat Museum dalam lingkungan Direktorat Jenderal Kebudayaan. Dalam rangka pembinaan dan pengembangan permuseuman di Indonesia maka: • pada tahun 1971 Direktorat Permuseuman mengelompokan museummuseum menurut jenis koleksinya menjadi tiga jenis yaitu Museum Umum, Museum Khusus dan Museum Lokal. • pada tahun 1975 pengelompokan itu diubah menjadi Museum Umum, dan Museum Khusus, dan Museum Pendidikan. • pada tahun 1980 pengelompokan itu disederhanakan menjadi Museum Umum, dan Museum Khusus.
13 Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan
tingkat
kedudukan
Direktorat
Permuseuman
mengelompokan Museum Umum dan Museum Khusus menjadi Museum tingkat Nasional, Museum Regional (propinsi) dan Museum tingkat Lokal (kodya/kabupaten). Menurut catatan, pada tahun 1981 di Indonesia terdapat 135 buah museum. Dalam era pembangunan program pengembangan permuseuman dilakukan melalui:
PELITA I dengan proyek rehabilitasi dan perluasan museum pada museum pusat (Museum Nasional) dan Museum Bali (Denpasar).
PELITA II sampai tahun kedua (1975/1976) program proyek dilanjutkan pada sebelas lokasi dan sampai tahun kelima mencapai 26 lokasi (provinsi).
PELITA III proyek rehabilitasi dan perluasan diganti menjadi proyek pengembangan permuseuman dengan tugas yang lebih luas yaitu selain membina dan mengembangkan museum yang dikelola oleh swasta dan museum pemerintah daerah. Pembinaan dan pengembangan permuseuman di Indonesia Khususnya
museum
dilingkungan
Departemen
Pendidikan
dan
Kebudayaan meliputi bidang kolekasi, fisik bangunan, ketenagaan, sarana penunjang, fungsionalisasi dan peranan museum sebagai museum pembinan museum daerah dan swasta. Tabel 2.1: Tabel Perbandingan Museum No.
Pra-Kemerdekaan
Pasca-Kemerdekaan Didirikan untuk
1.
Didirikan untuk kepentingan ilmu pengetahuan yang menunjang.
kepentingan pelestarian warisan budaya dalam rangka pembinaan dan pengembangan.
2.
Pelaksanaan politik kolonial dan pengembangan ilmu pengetahuan.
Kebudayaan bangsa dan sebagai sarana pendidikan nonformal.
14 Universitas Sumatera Utara
Beberapa museum mempunyai jumlah koleksi yang cukup besar, 3.
Jumlah koleksi masih
sebagian dipamerkan berorientasi pada tata letak pameran museum di
terbatas.
Eropa. Bangunan museum pada umumnya sudah
Sebagian besar bangunan tidak direncanakan untuk suatu museum, 4.
pada umumnya sudah tua dan tidak lagi memenuhi persyaratan bangunan modern.
direncanakan khusus untuk suatu museum dan mencerminkan suatu gaya arsitektur tradisional daerah tertentu.
Sebagian dari museum-museum ini tidak memiliki tenaga ilmiah yang
5.
Pada umumnya masih kekurangan tenaga
berpengalaman, namun jumlahnya
ahli.
tidak memadai. Sebagian sudah mempunyai bagian
6.
yang melayani bimbingan edukatif
Struktur organisasi
yang tidak terdapat pada zaman
disesuaikan dengan
kolonial sarana penunjang belum
kebutuhan.
memadai.
2.2.8
Permasalahan Permuseuman di Indonesia 2.2.8.1 Masalah Umum
Koleksi Berdasarkan kerangka pembagian koleksi serta kerangka jenis dan bentuk benda yang dijadikan koleksi museum maka dapat disimpulkan bahwa museum yang didirikan sebelum kemerdekaan dihadapkan pada masalah dibidang sistem administrasi dan bahasa yang digunakan (Bahasa Belanda) di samping itu masalah kondisi koleksi yang sebelumnya mendapatkan perhatian dalam perawatan. Museum yang telah 15 Universitas Sumatera Utara
ada dan didirikan pada masa era pembangunan ini menghadapi masalah dalam pengadaan koleksi. Hal ini disebabkan masih kurangnya pengertian berbagai pihak dalam
hal
mempelancar
pengadaan koleksi
sehingga
menghambat usaha pengamanan warisan budaya dari kepentingan lain yang merugikan yang berjalan cukup pesat.
Fisik Bangunan Pada umunya bangunan museum yang didirikan sebelum kemerdekaan telah dinyatakan sebagai monumen bersejarah yang dilindungi Monumenten Ordonantie. Kondisi konstruksi bangunanya memerlukan perawatan secara khusus. Di samping itu juga kurang tersedianya areal tanah yang memungkinkan pengembangannya. Museum yang telah dan akan didirikan pada masa pembangunan pada garis besarnya banyak menghadapi masalah
prosedur
pengadaan
tanah
dan
kesulitan
mendapatkan arsitek dibidang permuseuman pada waktu pembangunannya.
Ketenagaan Berdasarkan persyaratan pendidikan dan banyaknya pegawai serta persyaratan pendidikan untuk jabatan pimpinan museum umum negeri maka dapat disimpulkan bahwa masalah umum di bidang ketenagaan adalah kesulitan untuk mendapatkan tenaga yang berkualifikasi pendidikan yang relevan dengan permuseuman. Khususnya bagi daerah-daerah yang jauh dari pusat-pusat pendidikan tinggi. Masalah tersebut ditambah dengan kesulitan mendapatkan latihan yang diperlukan untuk kegiatan permuseuman di daerah yang bersangkutan.
Sarana Penunjang Sarana penunjang ini meliputi kantor dan peralatan teknis dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hamper setiap museum di Indonesia belum mempunyai peralatan kantor dan 16 Universitas Sumatera Utara
peralatan
teknis
yang
sesuai
dengan
standarisasi
permuseuman yang telah ditetapkan. Hal ini disebabkan adanya hambatan procedural dan tidak tersedianya di pasaran jenis peralatan dan perlengkapan yang dibutuhkan.
Fungsionalisasi Museum Pada umumnya permuseuman di Indonesia masih kurang memiliki tenaga professional, di samping itu kurangnya peralatan,
perlengkapan,
dan
dana
yang
memadai,
menyebabkan hambatan pelaksanaan fungsi setiap museum.
Museum Pembina Perbandingan antara museum yang dipandang mampu sebagai museum pembinan belum atau tidak sebanding dengan jumlah yang perlu dibina. Di samping itu museum Pembina dan yang dibina letaknya berjauhan sehingga menambah hambatan pelaksanaan pembinaan. Juga museum belum mencapai kemantapan yang ideal.
2.2.8.2 Masalah Khusus Koleksi a) Jumlah jenis dan harga koleksi dalam rencana pengadaan koleksi tidak dapat ditentukan, karena koleksi yang ditawarkan kepada museum tidak dapat diperhitungkan sebelumnya, sehingga menurut prosedur, rencana pengadaan koleksi harus mencantumkan jumlahnya, jenis serta harga satuan koleksi, sehingga mengakibatkan kurang lancarnya pengadaan koleksi. b) Sistem administrasi koleksi sebagai museum yang bertaraf nasional belum memadai, sehingga pelayanan informasi yang diperlukan kurang lancar. c) Setiap jenis koleksi terdaftar dalam buku inventaris tersendiri yang terpisah satu sama lain, karena belum mempunyai buku inventarsi koleksi yang memuat semua jenis-jenis koleksi.
17 Universitas Sumatera Utara
d) Penulisan deskripsi atau identitas koleksi yang hampir seluruhnya dalam Bahasa Belanda sehingga menimbulkan kesulitan bagi sebagian besar pemakai koleksi. e) Katalog koleksi yang memuat uraian latar belakang suatu fungsi koleksi dan merupakan referensi untuk penelitian lebih lanjut belum tersedia sehingga katalog sebagai sumber informasi belum dapat disediakan. f) Kondisi fisik koleksi yang berjumlah lebih kurang 80.000 ribu buah memerlukan perawatan dan pengamanan untuk pelestarian
sehingga
membutuhkan
tenaga
yang
berkemampuan dan fasilitas yang memadai yang segera harus dipenuhi. g) Harga benda yang dapat dijadikan koleksi terus meningkat, sedangkan dana yang diperoleh untuk pengadaan koleksi sangat terbatas, sehingga jumlah koleksi yang diperoleh relatif sedikit. Meskipun demikian, masih diperlukan adanya pengembangan dalam menerapkan sistem bimbingan agar lebih mantap. Fisik Bangunan a)
Bangunan induk museum yang didirikan pada tahun 1862 merupakan bangunan bersejarah yang dilindungi oleh Monumenten
Ordonantie
1931,
telah
peka
terhadap
kelembapan udara, sehingga iklim mikro di ruang pameran dan gudang koleksi dapat mempercepat proses-proses kerusakan koleksi. b) Besarnya jumlah dan terbatasnya volume ruang pameran serta fasilitas ruang penunjang pameran menimbulkan kesulitan dalam pengembangan tata penyajian koleksi yang berguna
sebagai
sarana
pendidikan
non-formal
dan
pembinaan kepribadian bangsa. c)
Luas gudang koleksi tidak mampu menampung penyajian koleksi sehingga tidak lagi memenuhi syarat sebagai tempat studi koleksi dan tempat pelestariannya. 18 Universitas Sumatera Utara
d) Luas ruangan laboratorium konservasi, bengkel restorasi dan preparasi
pameran
tidak
mungkin
ditambah
karena
terbatasnya lahan museum padahal ruang yang sempit dapat menghambat
kelancaran
kerja
dan kurang menjamin
kesehatan maupun keamanan kerja. e)
Bangunan museum terletak pada lahan yang sempit berbatasan dengan bangunan permanen lainnya menyebabkan tidak mungkin dilaksanakannya pengembangan gudang tempat penyimpanan koleksi dan ruang kerja karyawan.
f)
Letak tanah dan lingkungan bangunan museum pada saat ini berada di bawah permukaan jalan dan disekitarnya pada waktu hujan terjadi genangan air yang terpusat di pekarangan museum. Hal ini menyebabkan bertambah lembapnya udara di
dalam
ruang pameran
memungkinkan
dan
gudang koleksi
berkembangbiaknya
rayap
yang
dan dapat
merusak banguan museum maupun koleksinya. Ketenagaan a)
Jumlah koleksi yang cukup banyak, dengan volume ruang kerja dan ruang pameran serta ruang penyimpanan koleksi yang sulit diperluas menyebabkan terhambatnya penambahan tenaga
teknis
permuseuman
yang
pada
umumnya
membutuhkan ruang kerja yang layak. b) Tenaga teknis yang dibutuhkan banyak kurang berminat untuk bekerja di museum sehingga untuk mendapatkan tenaga yang berkualitas pendidikan yang relevan dan memiliki kemampuan serta terampil. c)
Belum adanya bidang studi permuseuman di perguruan tinggi, terbatasnya tempat latihan teknis permuseuman, sukarnya mendapatkan tenaga pelatih yang dapat memenuhi kebutuhan museum, sangat sedikitnya buku referensi mengenai teknis permuseuman dan tidak tersedianya dana pembelian buku ke luar negeri, sehingga menyebabkan pelaksanaan pembinaan dan peningkatan kemampuan dan keterampilan di bidang teknik permuseuman. 19 Universitas Sumatera Utara
d) Prosedur
pengadaan
peraturan
yang
cukupnya
jumlah
ketenagaan
kurang
yang terkait
fleksibel
tenaga
yang
dengan
menyebabkan diperlukan
tidak
sehingga
mengurangi kemampuan mencapai hasil yang diharapkan. Sarana Penunjang Saran penunjang untuk museum sukar diperoleh karena terbatasnya dana yang tersedia prosedur pengadaan yang kurang baik sehingga tata penyajiannya koleksi sebagai museum yang bertaraf nasional kurang memadai. Fungsionalisasi Museum a)
Ruang pameran tetap dan pameran temporer kurang luas, dana yang tersedia tidak memenuhi kebutuhan sehingga sarana penunjang yang diperlukan dalam teknis pameran kurang memadai menunjang penampilan dan bobot penyajian koleksi yang dipamerkan.
b) Penggunaan metode dalam bimbingan edukatif kulutral yang dilaksanakan di museum masih kurang efektif sehingga hasilnya kurang apresiasif dan inspiratif. c)
Penyajian dalam bentuk penerbitan hasil penelitan koleksi dalam rangka menunjang perkembangan ilmu pengetahuan dibidang kebudayaan masih kurang memadai jumlahnya sehingga masyarakat kurang mengetahui makna kebudayaan material yang dipamerkan di museum.
d) Kerja sama museum dengan instansi di badan swasta lainnya masih belum memenuhi harapan sehingga partisipasi masyarakat belum memadai jumlahnya. Museum Pembina Museum Nasional dapat dijadikan museum pembina karena mempunyai tenaga ahli yang mampu dan terampil dibidang teknis permuseuman yang dapat membina dan mengembangkan Museum Umum Provinsi dan lokal yang dapat menerima tenaga dari museum lainnya untuk diberi bimbingan magang di museum.
20 Universitas Sumatera Utara
2.2.9
Metode Penyajian dalam Museum Museum harus dapat memamerkan benda-bendanya untuk dapat menarik perhatian pengunjung sehingga tujuannya sebagai sumber ilmu pengetahuan tersampaikan. Untuk itu, metoda penyajiannya terbagi atas:
Penyajian artistik memamerkan benda-benda yang banyak mengandung nilai keindahan.
Penyajian intelektual / edukatif memamerkan tidak hanya bendabendanya saja tapi semua segi yang bersangkutan dengan benda tersebut, seperti urutan proses terjadinya sampai cara penggunaan dan fungsinya.
Penyajian romantik / evokatif memamerkan benda-benda disertai semua unsur lingkungannya.
2.2.10 Prinsip Dasar Museum 2.2.10.1 Luas Museum merupakan bangunan publik. Oleh karena itu luasan museum diukur dari banyaknya penduduk lokal daerah tersebut. Pendistribusian luas areal museum baru harus sesuai dengan pembagian yang merata, dimana luas areal untuk kuratorial ditambah administrasi dan servis harus seluas areal pameran. Tabel 2.2: Tabel Standard Luasan Museum Populasi
Total Luas Areal Museum
(jiwa)
(m2)
10.000
650 – 1300
25.000
1115 – 2230
50.000
1800 – 3600
100.000
2700 – 5500
250.000
4830 – 9800
500.000
7600 – 15.000
> 1.000.000
12.000 – 23.500
Sumber: Coleman, Laurence Vail. Museum Buildings.
21 Universitas Sumatera Utara
2.2.10.2 Pencahayaan Pencahayaan pada bangunan museum pada umumnya sama dengan bangunan lainnya kecuali pada areal pameran. Pada areal pameran, pada umumnya pencahayaan terdistribusi secara tidak merata. Pada umumnya pencahayaan menggunakan pencampuran antara cahaya buatan dan cahaya matahari. Akan tetapi pada museum science hanya menggunakan pencahayaan buatan. Hal ini dikarenakan pencahayaan buatan dapat lebih memberikan efek yang lebih bagus pada benda yang dipamerkan dibandingkan pencahayaan alami. Akan tetapi, seorang manusia pada umumnya lebih memilih keberadaan cahaya alami walaupun sedikit. Hal ini dikarenakan efek cahaya matahari yang berkesan hidup dibandingkan cahaya buatan yang berkesan mati. Seorang arsitek diharapkan dapat mendesain bangunan museum dengan pencampuran antara cahaya buatan dan cahaya alami. Hal ini dikarenakan untuk keseimbangan antara penglihatan dan perasaan dalam suatu bangunan. Pencampuran pencahayaan tersebut diharapkan dapat mengurangi kerugian masing-masing pencahayaan. Permasalahan tersebut adalah seperti : “The natural partner in the combination varies widely in chromaticity and quantity, from day to day , and season to season, and frequently will change in both color and quanity in matter of minutes.”6 Warna pencahayaan, merupakan faktor yang sangat penting. Menurut penelitian, pencahayaan dalam bangunan exhibisi diperlukan dua jenis cahaya. Ruangan dapat diterangi secara tidak langsung dengan cahaya fluorescent 4500o. Objek yang dipamerkan mendapat pencahayaan dengan cahaya lampu incandescent tanpa filter dengan suhu 2800o – 3100o memberi pencahayaan spot pada objek individual, maupun 6
Illuminating Engineeering, halaman 20.
22 Universitas Sumatera Utara
pencahayaan flood di lokasi tertentu . Pencahayaan ruangan diharapkan tidak melebihi terangnya pencahayaaan terhadap objek. Akan tetapi pencahayaan ruangan juga tidak diharapkan terlalu gelap sehingga objek yang dipamerkan terlalu kontras. Perletakan pencahayaan harus dilakukan secara hati-hati untuk mencegah efek silau, dan pantulan dari silau. Usaha untuk mencegah efek silau ini dilakuka n dengan memberikan lapisan kaca difusi. Oleh karena itu pada umumnya dilakukan pencahayaan secara tidak langsung pada areal pameran di dalam sebuah museum. Pemanfaatan skylight cukup membantu dalam hal ini. Penggunaan refleksi cahaya juga mendapat peran yang cukup penting dalam hal ini.
23 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1: Teknik Pencahayaan pada Ruang Pameran Museum
Gambar 2.2: Teknik Pencahayaan pada Objek Pameran 2 Dimensi (Panel)
Rekomendasi tingkat pencahayaan untuk ruangan dalam museum antara lain ruang kantor (300 dan 500 lux); ruang serba guna (area duduk 300 lux, panggung 600 lux); dan ruang pameran (100, 300 dan 500 lux tergantung keperluan).
24 Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.3: Tabel Sifat Cahaya Cahaya Fokus
Cahaya Tidak Fokus Bagian Utara
Cahaya Alami
Bagian Selatan
Cahaya sore / mendung,
Cahaya siang, cirinya:
cirinya:
Hangat,
Dingin,
Kontras,
Bayangan datar dan
Cerah.
lembut,
Lampu Pijar, cirinya:
Kontras lebih rendah.
Lampu Neon, cirinya:
Cahaya
Hangat (lebih dingin),
Dingin (lebih hangat),
Buatan
Kontras dan berbayang,
Kurang kontras,
Pencahyaan langsung.
Cahaya menyebar.
Sumber: Architects’ Handbook.
Gambar 2.3: Teknik Pencahayaan pada Objek Pameran 4 Dimensi
25 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.4: Teknik Peletakan Objek Pameran 2.2.10.3 Ruang Pameran Ruang Pameran didalam sebuah museum pada umumnya terbagi atas dua jenis , yakni ruang pamer tetap , dan ruang pamer tidak tetap . Didalam ruang pameran terdapat ketentuan dalam pembuatan partisi sebagai pembatas tempat pameran dan tempat untuk meletakkan benda untuk dipamerkan. Pada umumnya ruang pameran disarankan menggunakan partisi yang fleksibel , dan dapat dipindah-pindah . Perubahan dinding pada ruang pameran diharapkan tidak mengganggu
struktur utama bangunan dan
menggunakan
biaya yang sedikit. Ukuran dan proporsi ruang
pameran
pada masa modern diciptakan lebih intimate dibandingkan bangunan lama yang mengandalkan hall yang besar . Pada umumnya tinggi langit-langit
ruang pameran telah berkurang
antara 17 hingga 25 kaki dibandingkan ruang pameran bangunan lama yang mencapai 34 kaki . Terdapat Pengelompokan ruang dalam areal pameran . Terdapat beberapa susunan yang cukup familiar dalam pengelompokan ruang yakni : •
Susunan ruang ke ruang merupakan susunan dengan ruang yang terletak pada kamar yang saling berhubungan 26 Universitas Sumatera Utara
secara menerus . Pada umumnya terdapat pada bangunan dengan ruang pameran satu lantai dan bersebalahan dengan ruang lobi. Keuntungan dari susunan ini adalah pengelompokannya yang simpel , dan ruang yang cukup ekonomi.
Kelemahan
dari
susunan
ini
adalah
memungkinkannya terdapat satu ruangan yang tidak dilalui walaupun dikelilingi oleh ruang lainnya .
Gambar 2.5 : Susunan Ruang ke Ruang •
Susunan koridor ke ruang sering disebut sebagai susunan ruang dan koridor merupakan susunan dimana setiap ruang dapat diakses melalui sebuah koridor. Keuntungan dari susunan ini adalah setiap ruang dapat diakses secara langsung, oleh karena itu dapat ditutup tanpa memberikan pengaruh pada ruangan lainnya. Kelemahan dari susunan ini adalah hilangnya ruang sebagai ruang koridor, walaupun dapat
diminimalisir
dengan menjadikan ruang koridor sebagai ruang pameran juga.
Gambar 2.6 : Susunan Koridor ke Ruang 27 Universitas Sumatera Utara
•
Susunan lingkaran pusat merupakan susunan yang berpusat pada suatu ruangan dengan terdapat ruang-ruang kecil disekelilingnya. Keuntungan dari susunan ini adalah susunanya
yang
paling
fleksibel.
Kekurangan dari
susunan ini adalah ruang kecil yang berada di sekeliling ruang utama menjadi tidak terlalu sering dikunjungi ataupun terlalu ekslusif.
Gambar 2.7 : Susunan Lingkaran Terpusat Sirkulasi dalam ruang pameran memiliki peran yang sangat penting. Sirkulasi ini biasanya tercipta sesuai dengan bentuk layout bangunan. Pengarahan terhadap sirkulasi dapat dilakukan agar kegiatan pameran dapat berjalan lebih menarik. Pengkontrolan pada susunan koridor ke ruang, dan susunan lingkaran terpusat dapat lebih baik dibandingkan susunan ruang
ke
ruang. Contoh-contoh
susunan
partisi yang
mempengaruhi jalur sirkuasi pengunjung :
28 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.8 : Contoh Susunan Ruang Museum 2.2.10.4 Organisasi Ruang
Gambar 2.9 : Organisasi Ruang pada Museum Ruang-ruang yang diperlukan di dalam sebuah museum haruslah tersususn dengan baik agar memudahkan penggunaannya oleh publik.
Ruang-ruang
yang
dibutuhkan
oleh
museum
diantaranya:
29 Universitas Sumatera Utara
•
Ruang Lobby dan Ruang Umum o Ruang Vestibule merupakan ruang yang pertama kali ditemui oleh pengunjung yang berfungsi sebagai ruang transisi dari ruang luar menuju lobby utama. Pada bangunan
yang
tidak
memiliki
ruang
Vestibule
disarankan penggunaan revolving door. Akan tetapi penggunaan revolving door cukup menyusahkan bagi orang tua. Oleh karena itu penggunaan penggunaannya mulai dikurangi. o Ruang Lobby merupakan ruang kontrol terhadap pengunjung atraktif,
museum.
Ruang
lobby
harus
luas,
memiliki pencahayaan yang bagus, dan
memiliki penghawaan yang baik. Ruang Lobby harus mampu menampung jumlah pengunjung dan memiliki tempat duduk bagi
pengunjung. Ruang lobby harus
menjadi ruang untuk mengkontrol ruang kantor, ruang edukasi, ruang auditorium, ruang pameran, ruang perpustakaan, dan ruang kuratorial, serta ruang untuk menjual aksesories. o Ruang
Toilet
dibutuhkan
dengan
besaran
yang
proporsional terhadap ukuran bangunan. Ruang toilet disarankan berhubungan langsung dengan ruang lobby agar dapat melayani kebutuhan publik. Serta harus tersedia toilet bagi orang yang memiliki kemampuan terbatas. o Ruang Kafetaria pada umumnya ditemukan pada bangunan museum yang cukup luas. Ruang kafetaria pada umumnya berhubungan langsung dengan ruang lobby. •
Ruang Pendidikan o Ruang
Perpustakaan
disarankan
untuk
merupakan ruang
memenuhi
kenyamanan
yang publik
maupun staff museum. Perpustakaan disarankan terletak 30 Universitas Sumatera Utara
tidak terlalu jauh dari pintu masuk, dan mendapat pengawalan dari lobby. Akan tetapi karena untuk memenuhi
kenyamanan
publik,
kadang-kadang
kenyamanan staf sedikit terganggu. Oleh karena itu, pada museum yang cukup besar, biasanya terdapat perpustakaan terpisah bagi staf. Ruang-ruang yang termasuk dalam bagian ruang perpustakaan adalah ruang membaca, meja penjaga perpustakaan, tempat bekerja, dan tempat menyimpan buku. o Ruang Membaca pada umumnya dapat mengikuti standar perpustakaan umum, dimana diberikan areal minimal 25 kaki persegi untuk setiap satu orang pembaca. Ruang baca haruslah sepi tanpa banyak gangguan suara. Oleh karena itu biasanya material lantai dari ruang baca biasanya terbuat dari linoleum, maupun karet. o Ruang Tempat Buku harus mengikuti standar desain perpustakaan umum . Pada perpustakaan yang kecil , ruang ini dapat menjadi bagia dari ruang baca , dan pada umumnya lemari buku terbuat dari besi dengan tinggi 7,5 kaki. •
Ruang Pendidikan o Ruang Auditorium ataupun ruang untuk mengajar, harus dirancang dengan memperhatikan faktor akustik. Biasanya permasalahan dari auditorium adalah letak, perlatan, dan desain interior di ruang tersebut. Hal yang perlu diperhatikan dari posisi auditorium, adalah letak dari auditorium disarankan berhubungan langsung dengan lobby utama, agar dapat digunakan terpisah dari ruang pameran. o Ruang untuk Musik tidak mengharuskan berada di dalam sebuah auditorium , akan tetapi dapat berada di ruang
terbuka
berupa
taman
terbuka,
maupun 31
Universitas Sumatera Utara
amphitheatre. •
Divisi Pendidikan o Ruang Kelas dan Studio biasanya muncul apabila museum merupakan cabang dari institusi tertentu. Biasanya dilakukan pemisahan antara ruang kelas anakanak dan orang dewasa. o Ruang Museum untuk Anak-Anak merupakan bagian untuk menerima pelajar yang datang bersama guru, dan berkelompok berdasarkan sekolahnya.
•
Ruang Kuratorial o Gudang Penyimpanan sering juga disebut sebagai penyimpanan untuk pembelajaran. Hal ini dikarenakan penyimpanannya
yang
dapat
digunakan
sebagai
reverensi pekerjaan, dan penelitian yang penting untuk perkembangan museum. o Kurator terdiri dari ruang belajar, ruang kerja kurator, dan gudang penyimpanan.
Ruang pameran juga
merupakan bagian dari ruang kuratorial, oleh karena itu perlu adanya hubungan antara ruang pameran dan ruang kuratorial. Sebaiknya ruang kuratorial berada di dekat ruang lobby utama agar mudah diakses. •
Ruang Administrasi o Ruang Kantor sebaiknya berdekatan dengan lobby , Hal ini diakarenakan agar pengunjung yang bertujuan untuk urusan bisnis masuk melalui pintu utama, menuju ke lobby, dan menuju ke kantor dengan pengawalan khusus, tanpa harus mengelilingi seluruh museum. o Ruang Rapat biasanya disediakan untuk rapat, akan tetapi
pada
perletakannya
perpustakaan berada
di
besar
ruang
kantor
disarankan direktur.
Walaupun terpisah dari ruang direktur, disarankan ruang ini memiliki akses langsung terhadap ruang 32 Universitas Sumatera Utara
direktur. o Ruang Kantor Direktur memiliki
standar
yang
sama dengan bangunan perkantoran. •
Bagian Servis o Pintu Masuk Servis harus langsung menuju keruang penerimaan dengan area packing dan unpacking .Ruang servis biasanya dilalui oleh pekerja, pengantar barang, dsb. Ruang servis harus memiliki loading dock yang mampu menampung truk besar. o Ruang Penerimaan merupakan areal vokal dimana semua kiriman barang datang, maupun keluar dari bangunan. Ruang penerimaan dan lift barang disarankan untuk berdekatan agar mempermudah pendistriusian barang di dalam bangunan. o Ruang Pengawas berada didekat pintu masuk servis, dan merupakn ruang kontrol dari segala sesuatu yg terjadi di sini. Biasanya berada di ruang tertentu dengan terdapat kaca yang dapat melihat keluar tanpa orang dapat melihat ke dalam ruangan. o Lift Barang memiliki posisi yang terbaik berada pas di samping ruang penerimaan, harusah berukuran besar, pelan, dan dioperasikan dengan tombol. Lift barang harus dapat mencapai semua tingkatan dimana barang yang diangkut akan dibawa menuju kesana. o Bilik Registrasi merupaknn tempat membuat arsip barang milik museum yang dipinjamkan maupun yang dipinjam. Begitu juga dengan barang yang akan dipamerkan dari ruang peyimpanan. Ruang ini juga berfungsi untuk mengarsipkan barang
yang keluar
masuk dari areal pameran, dan ruang kuratorial. Ruang ini harus dapat berkomunikasi secara bebas dengan ruang
penerimaan,
dan
harus dirancang dengan
memiliki pengamanan yang baik. 33 Universitas Sumatera Utara
o Koridor Servis merupakan manusia
pusat
sirkulasi
dari
pada basement. Koridor ini haruslah bebas
hambatan, dan harus memiliki jalur distribusi ke seluruh bagian bangunan. o Ruang
Kerja Fotografi
biasanya diletakkan di
basement agar pekerjaan fotografi dapat diawasi dengan baik dengan cahaya buatan. Ruang ini harus memiliki penghawaan yang baik dan bebas dari getaran. o Ruang Kerja merupakan ruang yang dibutuhkan di setiap museum. Ruang ini harus memiliki pencahayaan alami yang baik, dan penghawaan yang baik. Ruang kerja ini merupakan tempat dimana pekerja museum mempersiapkan sebuah pameran, baik dekorasi, sistem elektrikal, dsb. o Ruang Preparasi & Restorasi merupakan ruang kerja bagi para ahli untuk memperbaiki artefak, maupun merestorasi benda-benda seni. Ruangan ini harus memiliki
pencahayaan
alami
yang
bagus,
dan
pencahayaan buatan yang memadai. o Printing Shop merupakan ruang yang berfungsi untuk
membuat
label
pada
benda
yang
akan
dipamerkan. o Ruang
Penyimpanan
Servis
merupakan
tempat
menyimpan alat kerja. Lebih baik ruang ini dipisahkan menurut benda yang disimpan, seperti peralatan kebersihan, peralatan dapur, peralatan kantor, dan peralatan pameran. o Ruang Pekerja pada umumnya dipisah menurut bidangnya masing-masing. o Garasi merupakan ruang tambahan yang biasanya digunakan untuk menyimpanan mobil truk museum, maupun mobil karyawan museum.
34 Universitas Sumatera Utara
Contoh susunan areal servis:
Gambar 2.10: Contoh Denah Area Servis Museum 2.3 Tinjauan terhadap Kebudayaan Tionghoa Indonesia 2.3.1
Sejarah Kedatangan Tionghoa ke Indonesia Orang dari China Daratan telah ribuan tahun mengunjungi dan mendiami kepulauan Nusantara. Beberapa catatan tertua ditulis oleh para agamawan, seperti Fa Hien pada abad ke-4 dan I Ching pada abad ke-7. Fa Hien melaporkan suatu kerajaan di Jawa ("To lo mo") dan I Ching ingin datang ke India untuk mempelajari agama Buddha dan singgah dulu di Nusantara untuk belajar bahasa Sanskerta. Di Jawa ia berguru pada seseorang bernama Jñânabhadra. Dengan berkembangnya kerajaan-kerajaan di Nusantara, para imigran Tiongkok pun mulai berdatangan, terutama untuk kepentingan perdagangan. Pada prasasti-prasasti dari Jawa orang Cina disebut-sebut sebagai warga asing yang menetap di samping nama-nama sukubangsa dari Nusantara, daratan Asia Tenggara dan anakbenua India. Dalam suatu prasasti perunggu bertahun 860 dari Jawa Timur disebut suatu istilah, Juru Cina, yang berkait dengan jabatan pengurus orang-orang Tionghoa yang tinggal di sana.
35 Universitas Sumatera Utara
Beberapa motif relief di Candi Sewu diduga juga mendapat pengaruh dari motif-motif kain sutera Tiongkok7. Catatan Ma Huan, ketika turut serta dalam ekspedisi Cheng Ho, menyebut secara jelas bahwa pedagang Cina muslim menghuni ibukota dan kota-kota bandar Majapahit (abad ke-15) dan membentuk satu dari tiga komponen penduduk kerajaan itu8. Ekspedisi Cheng Ho juga meninggalkan jejak di Semarang, ketika orang keduanya, Wang Jinghong, sakit dan memaksa rombongan melepas sauh di Simongan (sekarang bagian dari Kota Semarang). Wang kemudian menetap karena tidak mampu mengikuti ekspedisi selanjutnya. Ia dan pengikutnya menjadi salah satu cikal-bakal warga Tionghoa Semarang. Wang mengabadikan Cheng Ho menjadi sebuah patung (disebut "Mbah Ledakar Juragan Dampo Awang Sam Po Kong"), serta membangun kelenteng Sam Po Kong atau Gedung Batu. Di komplek ini Wang juga dikuburkan dan dijuluki "Mbah Jurumudi Dampo Awang”9. Sejumlah sejarawan juga menunjukkan bahwa Raden Patah, pendiri Kesultanan Demak, memiliki darah Tiongkok selain keturunan Majapahit. Beberapa wali penyebar agama Islam di Jawa juga memiliki darah Tiongkok, meskipun mereka memeluk Islam dan tidak lagi secara aktif mempraktekkan kultur Tionghoa10. Kitab Sunda Tina Layang Parahyang menyebutkan kedatangan rombongan Tionghoa ke muara Ci Sadane (sekarang Teluknaga) pada tahun 1407, pada masa daerah itu masih di bawah kekuasaan Kerajaan Sunda (Pajajaran). Pemimpinnya adalah Halung dan mereka terdampar sebelum mencapai tujuan di Kalapa. Di masa kolonial, Belanda pernah mengangkat beberapa pemimpin komunitas dengan gelar Kapiten Cina, yang diwajibkan setia dan menjadi penghubung antara pemerintah dengan komunitas Tionghoa. Beberapa di antara mereka ternyata juga telah berjasa bagi masyarakat umum, misalnya So Beng Kong dan Phoa Beng Gan yang membangun kanal di Batavia. Di Batavia, Mohamad Djafar menjadi kapten Tionghoa muslim yang terakhir
7
Rustopo. 2008. Jawa Sejati – Otobiografi Go Tik Swan. Penerbit Ombak Yogyakarta Arsimunandar, A. 2007. Kerajaan Majapahit Abad XIV dan XV. Artikel pada laman Majapahit Kingdom. 9 Zulkifli, AA. Laksamana Cheng Ho Pernah Singgah di Surabaya. 10 Muljana, Slamet. 2005. Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-Negara Islam Nusantara. 8
36 Universitas Sumatera Utara
(kedua). Di Yogyakarta, Kapiten Tan Djin Sing sempat menjadi Bupati Yogyakarta11. Sebetulnya terdapat juga kelompok Tionghoa yang pernah berjuang melawan Belanda, baik sendiri maupun bersama etnis lain. Bersama etnis Jawa, kelompok Tionghoa berperang melawan VOC tahun 1740-1743. Di Kalimantan Barat, komunitas Tionghoa yang tergabung dalam "Republik" Lanfang berperang dengan pasukan Belanda pada abad XIX. Dalam perjalanan sejarah pra-kemerdekaan, beberapa kali etnis Tionghoa menjadi sasaran pembunuhan massal atau penjarahan, seperti pembantaian di Batavia 1740 dan pembantaian masa perang Jawa 18251830. Pembantaian di Batavia 12 tersebut melahirkan gerakan perlawanan dari etnis Tionghoa yang bergerak di beberapa kota di Jawa Tengah yang dibantu pula oleh etnis Jawa. Pada gilirannya ini mengakibatkan pecahnya kerajaan Mataram. Orang Tionghoa tidak lagi diperbolehkan bermukim di sembarang tempat. Aturan wijkenstelsel ini menciptakan pemukiman etnis Tionghoa atau pecinan di sejumlah kota besar di Hindia Belanda.
2.3.2
Kebudayaan Tionghoa Indonesia13 Sejarawan Denys Lombard, melalui magnum opus-nya Nusa Jawa Silang Budaya, memandang penting pengaruh komunitas Tionghoa di negeri ini. Pengaruh kebudayaan itu tersebar mulai gaya bangunan, pakaian, bahasa, hingga makanan. Sebegitu dekatnya hingga tanpa disadari warisan budaya itu pun melekat erat dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Seperti tak ada lagi batas. Kekayaan budaya Tionghoa adalah juga kekayaan negeri ini. Kwee Kek Beng, pemimpin redaksi Sin Po – koran pertama Nusantara yang mempergunakan istilah “Indonesia” – dalam prasarannya tentang sumbangsih orang Tionghoa terhadap kebudayaan Indonesia secara plastis mengatakan “Ketika leluhur orang Tionghoa datang ke Indonesia, mereka bukan bawa agama sebagai orang Arab atau orang Barat, tetapi mereka membawa makanan yang lambat laun menjadi makanan rakyat Indonesia jelata.” Selain makaann, ada banyak pengaruh budaya Tionghoa yang,
11
Setiono, Benny G. "Tionghoa Dalam Pusaran Politik" http://home.iae.nl/users/arcengel/NedIndie/chinezenengels.htm 13 Aryono, et. al. Silang Budaya Tionghoa. Artikel dari Majalah “Historia” No. 10/Tahun I/2013 12
37 Universitas Sumatera Utara
karena inkulturasi tanpa paksaan, meresap dan menjadi bagian dalam kebudayaan Indonesia: dari makanan hingga bahasa, dari arsitektur hingga olahraga.
2.3.3
Masuknya Etnis Tionghoa ke Pantai Timur Sumatera14 Masuknya bangsa Cina di daerah ini tidak terlepas dari peranan para pengusaha-pengusaha bangsa Eropa yang ingin membuka perkebunan baru di Sumatera. Karena kerugian yang dialami para pengusaha kolonial di tanah Jawa secara terus-menerus membuat para pengusaha tersebut mencari solusi lain untuk mengembangkan kembali perdagangan mereka yang semakin hari semakin mengkhawatirkan. Pembukaan perkebunan tembakau di daerah Deli merupakan ide yang dikemukan oleh Said Abdullah ketika menemani J. Nienhuys dan J. F. Van Leeuwen Co. melakukan perjalanan ke tanah Deli. Melakukan perjalanan ke daerah Labuhan Deli untuk pertama kalinya membuat Nienhuys sangat terkesan. Di saat itu beliau memperkirakan penduduk kampung berjumlah lebih kurang 1000 jiwa, 20 orang Cina, 100 orang India, dan selebihnya penduduk setempat (Pelzer, 1985: 51). Untuk menyambut kedatangan Nienhuys dan Said Abdullah, Sultan Deli memberikan rumah beratap rumbia dari orang Melayu untuk disewakan, yang terletak tidak jauh dari istana Kesultanan Deli. Untuk tahap pertama, perkebunan dibuka dengan masa kontrak 20 tahun. Masalah buruh kemudian muncul ketika pelabuhan yang sangat luas itu mulai dikerjakan. Untuk menarik para buruh dari Pulau Jawa sangatlah tidak efesien, melihat jarak tempuh yang sangat jauh. Untuk mengatasi itu T. J. Cremer yang pada saat itu menjabat sebagai Manajer Maskapai Deli (1871-1873) memprakarsai pengimporan buruh dari Penang. Para buruh yang berasal dari Penang merupakan orang-orang Cina yang sudah lama menetap dan tinggal di sana yang disebut “Laukeh”. Untuk tahap pertama pemasukan buruh Cina sebanyak 88 orang, selanjutnya 200 orang dan kian bertambah seterusnya. Ide Cremer yang sangat cemerlang menyebabkan mudahnya para buruh dari Penang ke perkebunan di Sumatera Timur.
14
Jufrida. Masuknya Bangsa Cina ke Pantai Sumatera Timur. Jurnal “Historisme” edisi No. 23 / tahun XI / Januari 2007.
38 Universitas Sumatera Utara
Onghokham mengemukakan bahwa ada perbedaan antara proses imigrasi etnis Tionghoa yang di Jawa dengan Sumatera maupun Kalimantan. Di Jawa, yang datang secara perorangan atau dalam kelompokkelompok kecil, sehingga interaksi dengan penduduk yang padat sangat besar, mereka kehilangan bahasa setelah satu dua generasi. Di Sumatera Utara, etnis Tionghoa didatangkan per-komunitas seperti bedol desa dari China, sehingga interaksi yang kuat meski terjadi tapi masih tetap dapat menjaga penggunaan bahasa leluhur yang dibawa mereka15.
2.4 Lokasi Proyek 1. Kriteria Pemilihan Lokasi Pemilihan lokasi proyek harus didasarkan pada beberapa pemikiran yaitu lokasi harus strategis berada di wilayah pengembangan BWK Pusat kota, berada pada area pariwisata, memiliki jalur akses yang baik, serta representatif bagi Kota Medan. Untuk mendukung lokasi site yang berada di sekitar kawasan Pecinan, maka site dirasakan memiliki nilai tambah apabila terletak di sana.
Gambar 2.11: Provinsi Sumatera Utara
15
Gambar 2.12: Kota Medan
Onghokham. 2008. Anti Cina, Kapitalisme Cina dan Gerakan Cina. Jakarta: Komunitas Bambu.
39 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.13: Kecamatan Medan Timur
Gambar 2.14: Wilayah Pecinan Kota Medan, terdiri dari kawasan perniagaan (Kesawan + Pasar Lama; warna ungu) serta kawasan permukiman (Kel. Gang Buntu, Kel. Pasar Baru, seputaran Pasar Sambas, Kel. Sei Rengas 1 dan sebagian Kel. Pusat Pasar; warna hijau)
40 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.15: Peta Wilayah Pecinan Kota Medan tahun 1925 Sesuai dengan Rencana Pola Ruang Wilayah Kota Medan Tahun 2030, Kecamatan Medan Kota ditetapkan sebagai kawasan pendidikan beserta Kecamatan Medan Baru. Disamping itu, Chinatown atau pecinan yang ada di Kota Medan sejak zaman kolonial sudah menetapkan berada di sekitar wilayah Menara Air Tirtanadi. Atas dasar ini lah, maka itu dipilih suatu site yang terletak dalam kawasan Pecinan Kota Medan. Site yang dimaksud dengan beberapa alternatif antara lain:
Alternatif 1 Lokasi : Jl. Sawahlunto, Kec. Medan Kota Luas
: ± 2.67 Ha
Batas : o U
: Rel Kereta Api
o T
: Jl. Sutomo
o S
: Jl. Samarinda
o B
: Jl. Amuntai
41 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.16: Peta Alternatif Site 1
Alternatif 2 Lokasi : Persimpangan Jl. Sutomo dengan Jl. Asia Luas
: ± 2.18 Ha
Batas : o U
: Jl. Asia
o T
: Jl. Sun Yat Sen
o S
: Jl. Gandhi
o B
: Jl. Sutomo
42 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.17: Peta Alternatif Site 2
Alternatif 3 Lokasi : Persimpangan Jl. Sun Yat Sen dengan Jl. Tilak Luas
: ± 1.60 Ha
Batas : o U
: Jl. Jose Rizal
o T
: Jl. Thamrin
o S
: Jl. Tilak
o B
: Jl. Sun Yat Sen
Gambar 2.18: Peta Alternatif Site 3 43 Universitas Sumatera Utara
Penilaian alternatif lokasi proyek dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2.4: Tabel Perbandingan Alternatif-Alternatif Site Kriteria
Lokasi Alternatif 1
Alternatif 2
Alternatif 3
2.67 Ha (3)
2.18 Ha (2)
1.60 Ha (1)
Lokal Sekunder,
Arteri Sekunder,
Lokal Sekunder,
jarang macet (3)
sering macet (2)
sering macet (1)
Pencapaian
Sedang (2)
Mudah (3)
Mudah (3)
Jangkauan
BWK Pusat Kota
BWK Medan
BWK Medan
Struktur Kota
(3)
Area (2)
Area (2)
Padat (3)
Padat (3)
Padat (3)
Luas Lahan Tingkatan Jalan
Kepadatan Penduduk
Vihara Ariya Satyani, 3 Rumah Tua, Bangunan /
Menara Air,
Objek
Pasar Sambas,
Pendukung
Kolam Paradiso,
Sekitar (Wisata,
Reservoir,
Jasa,
Kuliner Selat
Pendidikan)
Panjang, Kuliner Semarang, FK
Vihara Vimala Marga, Perg.
Vihara Jetavana,
Tribukit,
Vihara
Pelatihan
Tathagatha,
Wushu, Kuliner
SMA Negeri 10,
Simp. Kutacane
Hotel Citi Inn (1)
(2)
UISU, Perg. Hang Kesturi (3) Akses Pedestrian
Bagus, namun Bagus (3)
dipakai untuk
Tidak Ada (1)
berdagang (2)
Kontur
Rata (3)
Rata (3)
Rata (3)
Tipe Kawasan
Beragam (3)
Perdagangan (2)
Permukiman (1)
Utilitas
Sedang (2)
Bagus (3)
Bagus (3)
Kepemilikan
Pribadi & PT
Lahan
KAI (2)
Pribadi (3)
Pribadi (3)
44 Universitas Sumatera Utara
KDB
60% (3)
70% (3)
70% (3)
KLB
10 x KDB (3)
4 x KDB (2)
4 x KDB (2)
6 Lantai (3)
3 Lantai (2)
3 Lantai (2)
JUMLAH
39
34
29
PERINGKAT
1
2
3
Arahan Ketinggian
Kesimpulan: Diantara ketiga alternatif tersebut, site 1 berdasarkan tabel penilaian adalah yang paling sesuai.
2.5 Studi Kelayakan Berdasarkan data Museum Negeri Provinsi Sumatera Utara, jumlah pengunjung pada tahun 2012 adalah sebagai berikut:
45 Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.5 Data Pengunjung Museum Negeri Provinsi Sumatera Utara Sejak 1 Januari s/d 31 Desember 2012
BULAN
TK
SD
SMP
SMA
MAHASISWA
UMUM
WISMAN
WISNU
JUMLAH
1081
269
402
64
97
4503
8
995
164
477
64
10
7893
1835
30
2472
417
742
250
20
10870
25
2235
23
2226
527
1835
252
20
10404
5357
16
2645
15
2329
582
1210
91
32
13201
63
4856
13
2325
12
2051
572
1155
70
28
11909
198
13
1315
20
2138
17
2020
181
773
150
120
6951
8
207
20
2524
17
1923
11
1057
152
1010
105
184
7218
SEPTEMBER
9
355
144
3792
22
3788
12
2105
503
1269
62
171
12232
OKTOBER
10
511
17
3824
41
5765
15
2154
747
1992
217
176
15469
NOVEMBER
8
344
17
3347
31
3667
24
3009
86
233
219
118
11103
DESEMBER
6
395
20
1887
9
2235
16
1947
236
147
86
60
7044
TOTAL
101
5017
466
37789
252
33190
189
23446
4436
11245
1630
1036
118797
Romb
Jlh
Romb
Jlh
Romb
Jlh
Romb
Jlh
JANUARI
4
246
11
745
14
1564
6
FEBRUARI
8
414
25
2629
29
3070
MARET
10
276
50
4753
15
APRIL
6
492
21
2742
MEI
14
827
65
JUNI
12
752
JULI
6
AGUSTUS
Sumber: Museum Negeri Provinsi Sumatera Utara
46 Universitas Sumatera Utara
Menurut data BAPPENAS tahun 2008, jumlah pengunjung Museum Negeri Provinsi Sumatera Utara sebesar 46.700 orang. Maka rasio geometris pertambahan pengunjung dapat menggunakan rumus:
sehingga: P2012 = P2008 (1 + r)2012-2008 118.797 = 46.700 (1 + r)4 2.5438 = (1 + r)4 log 2.5438 = log (1 + r)4 0.40548 = 4 log (1 + r) 0.10137 = log (1 + r) 100.10137 = 1 + r r = 1.2629 – 1 = 0.2629 % Dengan nilai rasio pertumbuhan sebesar 0.2629 %, menggunakan rumus prediksi geometris, maka kita dapat memprediksi jumlah pengunjung yang datang untuk periode 50 tahun ke depannya. P2062 = P2012 (1 + r)2062-2012 = 118.797 (1 + 0.2629)50 = 118.797 (1.02629)50 = 118.797 x 3.6602 ≈ 434.821 orang
47 Universitas Sumatera Utara
2.6 Studi Banding Arsitektur dengan Fungsi Sejenis 2.6.1
Hong Kong Heritage Discovery Center, Kowloon, Hong Kong
Gambar 2.19: Frontyard dari Museum HK Heritage Discovery Museum ini terletak di tengahtengah luasnya Kowloon Park, awalnya merupakan bangunan kolonial Inggris sebagai tempat mengakomodasi tentara Inggris. Bangunan tersebut direvitalisasi menjadi sebuah museum pusaka budaya
Tionghoa
penambahan kaca
eksterior
sehingga
elemen
dengan berupa
menambah
modernitas
pada
gedungnya.
Gambar 2.20: Atap Modern Menghadap ke Taman di Depan Museum
48 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.21: Denah HK Heritage Discovery Centre Display interiornya ditata seapik mungkin dengan pencahayaan secukupnya langsung diarahkan dengan objek-objek pameran, ruangan diorama yang tidak perlu penarangan berlebih, menjadikan museum ini memberikan rasa kenyamanan pada pengunjungnya.
Gambar 2.22: Suasana Interior Display Museum
49 Universitas Sumatera Utara
Pembagian barang yang dipamerkan dalam museum dibagi berdasarkan zaman-zamannya, sehingga memudahkan pengunjung dalam memahami objek. Disamping itu, ada keunikan lain yaitu salah satu display memamerkan objek sejarah berupa pecahan porselen dari zaman Dinasti Ming yang dipampangkan di lantai dengan kaca tebal sebagai pijakan kaki pengunjung.
Gambar 2.23: Display Unik dari Museum berupa Lantai Kaca Tebal
2.6.2
Overseas Chinese Museum, Xiamen, RRC
Gambar 2.24: Eksterior Overseas Chinese Museum Xiamen 50 Universitas Sumatera Utara
Xiamen Overseas Chinese Museum adalah suatu museum yang komprehensif yang memamerkan sejarah Tionghoa Perantauan di dunia. Dibangun tahun 1958, museum ini berada pada lahan seluas 50.000 m 2, dengan gedung utamanya seluas 4.000 m2, bergaya istana dengan struktur terbuat dari batu granit.
Gambar 2.26: Display Interior Museum Xiamen
Gambar 2.25: Denah Museum Xiamen Bentuk tipikal museum ini yang memanjang, membuat pengunjung dipaksa menjelajahi keseluruhan koridor pameran, dengan jumlah lantai 3 buah, di lantai ke-2 terdapat suatu area perantara unik berupa Hall of Nature, dengan pameran berupa 2.000 spesies hewan, burung, dll berupa suasana alam buatan.
51 Universitas Sumatera Utara
Museum yang terletak pada kaki Bukit Fengchao, menyajikan bentukan arsitektur khas China Selatan, mengingat wilayah tersebut lah yang menjadi asal keturunan Tionghoa Perantauan di segala penjuru dunia. 2.6.3
Chengho Cultural Museum, Melaka, Malaysia
Gambar 2.27: Eksterior Museum Kebudayaan Cheng Ho Museum ini merupakan hasil rekonstruksi dari hasil tulisan Ma Huan, seorang penjelajah Muslim dan penerjemah yang ikut berlayar bersama Laksamana Chengho saat mengarungi Laut Selatan. Museum tersebut menampilkan banyak miniatur maupun diorama tentang sejarah Chengho.
Gambar 2.28: Interior Museum Kebudayaan Cheng Ho
52 Universitas Sumatera Utara
Bentukan denah yang membuat para pengunjung dapat berkeliling pada jalur yang ada, tidak membuat pengunjung menemukan suatu ruangan yang lebar yang mana dapat berkeliling, semuanya sudah teratur dalam jalur yang telah disediakan dan dirancang kian.
Gambar 2.29: Denah Museum Kebudayaan Cheng Ho Dalam perancangannya, antara suatu bagian ruang pameran, terdapat ruang transisi yang menyajikan diorama suasana jalur hutan hujan tropis. Museum ini juga menyediakan fasilitas bagian teknik penyajian teh tradisional pada lt. 2, dan tempat workshop bagi para artis untuk berkarya di lt. 3. Lt. 4 terdapat menara
jaga
yang berfungsi
sebagai tempat observasi kota pada ketinggian.
2.6.4 Xinjiang Uyghur Regional Museum, Ürümqi, Xinjiang, RRC
53
Gambar 2.30: Pertunjukan oleh Etnis Xinjiang China
Universitas Sumatera Utara
Museum ini didedikasikan untuk etnis Uyghur, salah satu etnis minoritas di China dan dibangun di Kota Ürümqi, salah satu kota yang memiliki kemajuan pesat di tengah padang pasir. Ditujukan pula sebagai pusat koleksi dan studi relikwi budaya yang ditemukan di daerah sana. Dibangun pada lahan seluas 7800 m2, gedung ini berarsitektur khas etnis Uyghur modern. Museum ini juga memiliki fasilitas gedung pertunjukan tradisional Uyghur.
Gambar 2.31: Eksterior Museum Regional Xinjiang, China Kubah sentral bangunan ini menjadi salah satu keunikan langgam modern pada sebuah museum, yang selain estetika juga mendukung fungsi struktur pada bangunannya untuk mengikat kaca kubah di atasnya.
Gambar 2.32: Interior Void Museum Regional Xinjiang, China
54 Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara