BAB I PROSPEK AGRIBISNIS CABAI RAWIT PUTIH Oleh : Isnawan – BP3K Nglegok 1.1 Lebih banyak dibutuhkan Sebagai salah satu komoditas hortikultura, cabai rawit putih memiliki prospek cerah yang bernilai ekonomis. Keberhasilan agribisnis cabai rawit putih tidak terlepas dari beberapa aspek, mulai dari pembibitan, budidaya, pengelolaan panen, pasca panen, dan pemasaran. Cabai rawit putih memang komoditas pertanian yang merakyat. Ia dibutuhkan oleh hampir semua orang dari berbagai kalangan. Sehingga tidak mengherankan bila volume peredarannya dipasaran sangat besar. Dari rumah tangga, warung dan rumah makan, sampai hotel, dan pabrik-pabrik mie, sambal serta saus membutuhkannya. Bahkan empat yang disebut terakhir membutuhkan dalam jumlah yang sangat besar.
1.2 Lebih disukai konsumen Cabai rawit putih yang bentuk buahnya panjang dan langsing ini, rata-rata berukuran 4-6 cm. Buahnya berwarna kuning keputih-putihan bila masih muda dan berubah menjadi merah kekuningan setelah masak. Menurut beberapa pedagang, cabai rawit putih paling enak bila digunakan sebagai sambal bakso. Bahkan pabrik saus lebih suka menggunakannya, karena warna sausnya tidak kotor. Konsumen di Jawa Timurlah yang menyenangi cabai rawit putih ini.
1.3 Pasar Tradisional Pasar tradisional merupakan penyerap yang paling tinggi, karena cara penjualannya dengan sistem curah sedangkan buah cabai yang dijual umumnya yang berkualitas C.
1.4. Perusahaan Produsen pengolah hasil yang berbahan baku cabai umumnya telah bermitra dengan petani, akan tetapi ada pula yang bermitra dengan pedagang pengumpul. Umumnya buah cabai kualitas B yang banyak dibeli/digunakan oleh perusahaan.
1
1.5 Pasar Swalayan Permintaan buah cabai rawit oleh pasar swalayan dituntut untuk memenuhi “tiga aspek K” yaitu kualitas, kuantitas dan kontinuitas. Karena penjualannya di kemas maka buah cabai yang diinginkan adalah yang berkualitas A (seragam, padat, bertangkai). Sedangkan sistem penjualannya adalah dengan cara konsinyasi.
2
BAB II KIAT BISNIS TANAMAN CABAI RAWIT PUTIH
2.1 Lebih fleksibel dari cabai lain Cabai rawit putih yang banyak disukai konsumen ternyata mudah dalam budidayanya karena bisa ditanam di daerah kering maupun di daerah yang banyak hujan. Namun daerah yang paling cocok adalah dataran yang berketinggian 0-500 m di atas permukaan laut. Dan kalau di tanam di daerah lebih tinggi lagi, masih bisa dengan hasil yang sama memuaskannya. Hanya saja, masa pemetikan buahnya akan lebih panjang (lama).
2.2 Tidak tergantung benih impor Walaupun di beberapa daerah banyak petani menanam cabai-cabai impor, tetapi Pak Warsid salah seorang petani cabai di Doko (Blitar) tetap bertahan menanam benih lokal yang sudah jelas tidak kalah unggul dalam berproduksi dibandingkan cabai introduksi, sehingga biaya produksi dapat ditekan seminimal mungkin. Sedangkan pemasarannya Pak Warsid cukup menjualnya sendiri ke Pasar Doko atau Pasar Genengan dengan harga yang berlaku pada saat itu.
2.3 Tidak tergantung waktu tanam Tanaman cabai rawit, lebih ‘luwes’ jika dibandingkan dengan jenis cabai lainnya. Hal ini karena tanaman cabai rawit dapat ditanam di mana saja, karena daya adaptasinya yang luas dan dapat ditanam pada berbagai jenis tanah. Penanamannya dapat dilakukan di sembarang waktu. Sifatnya yang tahunan itulah, maka tanaman cabai rawit merupakan tanaman yang paling aman, sebab dalam setahun pasti akan ketemu harga yang baik.
3
BAB III STRATEGI PENYEDIAAN SARANA PRODUKSI
3.1 Benih Keberhasilan agribisnis cabai rawit putih, tidak terlepas dari kualitas benih yang digunakan. Sifat unggul cabai lokal tersebut terlihat dari tingginya produksi, tahan terhadap hama dan penyakit, dan adaptasinya tinggi terhadap perubahan iklim karena sudah mengalami penyesuaian lingkungan. Benih cabai rawit putih diperoleh dengan cara membeli atau memetik dari kebun milik sendiri. Biasanya benih cabai diperjualbelikan dalam kemasan botol atau kantung plastik di kios-kios pertanian. Sedangkan benih yang disiapkan sendiri umumnya diambil dari cabai yang bagus. Guna memenuhi keperluan benih, Pak Warsid petani cabai di Doko (Blitar) biasanya mengambil buah cabai dari petikan ke-4 atau ke-5. Menurut mereka cabai petikan pertama sampai ketiga kurang bagus untuk benih, karena bijinya masih jarang. Sedangkan cabai petikan keenam dan seterusnya bijinya kecil-kecil sehingga tidak cocok untuk benih. Selain itu, cabai calon benih yang dipilih yang sehat dan tidak cacat, juga dari tanaman yang sehat dan varietas unggul. Cabai yang terpilih dibelah secara membujur, bijinya dikeluarkan lalu dijemur. Bisa juga buah langsung dikeringkan, setelah kering baru dibelah dan dikeluarkan bijinya. Biji yang sudah kering langsung disemai atau disimpan. Setelah kering, biji-biji itu dipilih yang bagus untuk dijadikan benih. Caranya, rendam biji tersebut dalam air hangat, biji yang terapung dibuang dan yang terendam diambil untuk benih. Seleksi ini dilakukan untuk memperoleh benih yang baik dengan daya tumbuh 80%. Seleksi benih juga berlaku untuh benih yang dibeli dari kios-kios pertanian. Benih yang baik ukurannya dan warnanya seragam dan tidak keriput. Kadang-kadang benih yang kelihatannya bagus dan sudah terseleksi setelah disemai ternyata pertumbuhanya tidak bagus. Salah satu penyebabnya adalah hama/penyakit, yang sebenarnya telah ada sejak benih disemai. Untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan, sebaiknya sebelum disemai benih yang terpilih direndam dulu
4
dalam larutan hipoclorit 10% selama 10 menit untuk mematikan bibit penyakit yang mungkin menempel pada benih. Untuk mempercepat pertumbuhan, benih direndam didalam air hangat (kira-kira 50ºC) selama semalam. Kegiatan ini bisa langsung dilakukan bersamaan dengan kegiatan seleksi benih, sedangkan yang dilakukan oleh Pak Sawal di Doko (Blitar) adalah sebelum disemai, benih dikecambahkan terlebih dahulu dengan cara dibungkus dengan kain basah kemudian di masukkan dalam tanah (dengan suhu ± 15ºC) selama 2 malam 1 hari, setelah calon akar dari biji cabai rawit putih keluar, selanjutnya kecambah dipindah ke persemaian. . 3.2 Pupuk Pupuk merupakan bahan yang paling dibutuhkan dalam kegiatan budidaya tanaman. Dengan penambahan pupuk maka kebutuhan zat makanan tanaman dapat terpenuhi. Sehingga merupakan sarana produksi yang mutlak dibutuhkan. Pupuk terdiri dari pupuk organik maupun pupuk anorganik. Pupuk organik yang umumnya dipergunakan oleh petani adalah pupuk kandang yang berupa kotoran ternak (sapi, kambing/domba, ayam) dan pupuk hijau yang berasal dari sisa-sisa tanaman. Mengenai dosis pupuk itu sendiri, khususnya bagi tanaman cabai rawit ini, belum ada patokan baku yang bisa dijadikan pegangan. Dari berbagai pengalaman petani cabai di Doko (Blitar) umumnya menggunakan pupuk KCL, TSP, dan NPK Mutiara. Pemberian pupuk KCL pada tanaman cabai bertujuan untuk mutu buah agar warnanya cerah, menguatkan batang, dan untuk daya tahan terhadap hama dan penyakit. Pemberian pupuk TSP bertujuan agar perakarannya banyak, tanah menjadi gembur, dan buahnya menjadi lebat. Sedangkan pemberian pupuk NPK Mutiara pada tanaman cabai bertujuan agar pertumbuhan tanaman cabai tidak terhenti. Pupuk NPK Mutiara dipergunakan sebagai pupuk susulan dengan cara dikocorkan pada tanaman.
5
3.3 Pestisida Dalam budidaya cabai rawit putih,
terjadinya serangan hama dan penyakit
dipastikan selalu saja ada. Untuk mengantisipasinya penggunaan pestisida mutlak dibutuhkan, baik itu pestisida kimiawi maupun pestisida nabati. Berbagai hama yang umumnya menyerang tanaman cabai adalah thrips,ulat dan kumbang putih. Pengalaman Pak Sawal di Doko (Blitar) dalam mengatasi hama thrips secara kimiawi memakai rampage, sedangkan yang nabati memakai daun sirsak dengan dosis: 100 lembar daun sirsak, 2 sendok makan bubuk rinso yang direndam selama 24 jam yang kemudian dicampur dengan air sebanyak 17 liter. Dalam mengatasi ulat menggunakan insektisida berbahan aktif seperti: curacron dan suprasit atau insektisida yang bersifat racun perut. Cara lain untuk mengatasi ulat ini adalah dengan melakukan penyemprotan dengan menggunakan pestisida nabati yang terbuat dari daun tembakau gallau (daun tembakau yang tidak digunakan dalam pembuatan rokok). Sedangkan untuk mengatasi kumbang putih
petani cabai di Wongsorejo (Banyuwangi) menggunakan cara kontak
langsung dengan memakai insektisida curacron, suprasit, ripcord, dan cara sistemik dengan memakai fungisida dithane 45 dan delsane.
6
BAB IV BUDIDAYA TANAMAN CABAI RAWIT PUTIH
4.1 Sekilas Tentang Cabai Rawit Tanaman cabai berasal dari Amerika Latin ini, dulunya merupakan tanaman liar dan disebarkan oleh burung (cabai burung) mempunyai nama ilmiah
Capsicum
frutescens, C. pendulum. C. baccatum, dan C. chinense. Karena ukuran buahnya yang kecil, di Indonesia cabai ini dikenal dengan nama cabai rawit. Cabai termasuk tanaman semusim, akan tetapi khusus untuk cabai rawit termasuk tanaman tahunan. Cabai rawit sering juga disebut hot chilli, cabai kecil atau”lombok jempling”. Seperti cabai besar, cabai rawit juga ada beberapa macam tetapi umumnya dikelompokkan kedalam tiga jenis, yaitu cabai rawit kecil/mini/jemprit, cabai rawit putih/domba/burung, dan cabai rawit hijau/ceplik. Struktur cabai rawit sama halnya dengan cabai besar. Satu buku biasanya keluar lebih dari satu buah. Daunnya bulat telur, dasar lebih lebar, ujung menyempit dan runcing, warna daun hijau muda, permukaan bawah berbulu, lebar 0,5-5 cm, panjang tangkai 0,5-3,5 cm. Bunga kecil, terletak pada ujung ranting, jumlahnya satu atau dua kadang-kadang lebih. Tangkai bunga tegak, panjangnya 1,5-2,5 cm, warnanya hijau muda. Kelopak bunga kecil, berbentuk bintang sudut 5; warnanya hijau kekuningan. Mahkota bunga warna hijau kehijauan atau kekuningan, garis tengah 0,5-1 cm, bentuk bintang bersudut 5-6. Benangsari 5 buah, tegak, warna benangsari ungu. Buahnya kecil, berbentuk kerucut, ujung runcing, tegak, dan tangkai panjang. Panjang buah 1-3 cm, garis tengah 0,3-1 cm, bila warnanya masak berwarna merah cerah, oranye atau putih-kekuningan, mengkilat. Satu gram berjumlah ± 250-300 biji dan rasanya pedas sekali.
4.2 Kandungan Cabai Rawit Cabai rawit banyak mengandung vitamin A jika dibandingkan dengan cabai lainnya. Cabai rawit segar mengandung 11.050 SI. Cabai lainnya hanya 260 SI (cabai hijau segar), 470 SI (cabai merah segar), dan 576 SI (cabai merah keriting).
7
Zat-zat yang terkandung dalam buah cabai rawit berdasarkan penelitian pakar dari Nigeria di Benua Afrika, dengan kondisi cabai belum matang, tapi umur buah sudah tua atau siap petik. Cabai ini kemudian dihancurkan, baik dalam keadaan lembab maupun kering. Maka hasilnya sebagai berikut : Tabel 1. Komposisi Cabai Rawit Komponen 1. Kondisi lembab 2. Kondisi kering 3. Abu 4. Protein 5. Lemak 6. karbohidrat 7. Total mineral *) 8. Total asam amino **)
Cabai Rawit
Kecil panjang 75,70 % 24,30 % 1,41 % 12,81 % 0,08 % 10,00 % 2.646,85 mg 65,14
Kecil pendek 71.30 % 28,70 % 1,26 % 13,06 % 0,51 % 13,84 % 3.078, 73 mg 65,12
Sumber : Olaofe & Cs.,1992 Catatan : - Nomor 1-7, kandungan dari 100 gr bahan - Nomor 8, per 100 gr protein berisi esensi asam amino sekitar 30,64-35,40 % - Untuk mengetahui isi kandungan kondisi lembabdan kering pada nomor 3-8 dengan membandingkan nilai persentase antara nomor 1 dan 2. *) per 100 gr bahan kering **) Penjumlahan dari komposisi asam aspartat, asam glutamate, tirosin, dan komposisi esensi asam amino lainnya (g/100 g protein). 4.3 Penanaman Cabai Rawit a. Pengolahan Tanah Tanah yang akan ditanami perlu dicangkul, dibajak atau ditraktor. Tujuan pencangkulan adalah untuk membalik dan menggemburkan tanah. Manfaat pengolahan yang lain adalah: -
Pertukaran udara di dalam tanah menjadi lebih baik, gas-gas racun hilang (aerasi baik).
-
Penyakit berkurang karena terkena sinar matahari.
-
Hama mati, terkena cangkul dan sinar matahari.
-
Gulma mati karena tertimbun tanah (kecuali teki dan alang-alang).
-
Akar mudah meresap ke bawah, sehingga tidak mudah tergenang air.
8
-
Pada waktu musim kemarau bisa mengurangi penguapan air tanah, tanah menjadi gembur sehingga sehingga dapat berfungsi sebagai mulsa.
-
Memudahkan penanaman dan pemupukan. Jasad renik (mikroorganisme) yang aerob tumbuh dengan baik sehingga bisa
menyuburkan tanah, misal bakteri Azetobacter. Supaya tanah liat awet gembur, tanah harus dicangkul yang cukup dalam (30-40 cm). b. Pembuatan Bedengan Bedengan bisa dibuat dengan ukuran yang macam-macam. Ada yang membuat berukuran panjang mengikuti lahan dan lebarnya 1,2 m; Ada yang panjang 1,25 m dan lebar 1 m; Tapi ada juga yang panjang 2 m dan lebar 1 m. Sedangkan jarak antar bedeng, yang nantinya bisa berfungsi sebagai tempat lalu lalang untuk bekerja sekaligus untuk saluran air, sebaiknya berukuran 60 cm. Kemudian tinggi bedengan antara 0,3-0,5 m. Selesai menyiapkan bedeng, calon tempat pertanaman cabai ini dibiarkan barang seminggu lamanya. Ini dengan maksud supaya lahan bisa terangin-anginkan, bisa kena terik matahari, dan sirkulasi udara dalam tanah bisa berjalan lancer dulu. Namun yang paling penting, kalau kebetulan pada lahan tersebut tumbuh jasad renik atau hama penyakit yang merugikan tanaman, mereka akan cepat mati karena sinar matahari. c. Pupuk Dasar Hara itu sebenarnya sudah ada dalam tanah, cuma kebutuhannya yang berbeda. Unsur hara makro dan unsur hara mikro perlu ditambahkan terutama pada lahan yang sudah diolah atau lahan bekas pertanaman. Karena itu pada bedengan yang akan ditanami dengan tanaman cabai perlu diberikan pupuk dasar sebagai pengganti unsur hara yang telah hilang. Salah satu cara pemberian pupuk dasar yang dilakukan oleh Pak Sawal di Doko (Blitar) adalah dengan membenamkan pupuk kandang di tengah-tengah bedengan, yang bertujuan
memberikan makanan terhadap tanaman cabai sedikit demi sedikit (tidak
sekaligus). Sedangkan pemberian pupuk susulan diberikan secara bertahap dengan cara dikocorkan pada tanaman. d. Menyiapkan Benih Biasanya, setelah melakukan pemupukan dasar pada bedengan, bedengan itu didiamkan lagi beberapa saat lamanya. Kalau pakai ukuran umum, lamanya pendiaman
9
ini antara 7-15 hari. Setelah itu barulah bedengan siap ditanami. Namun jauh sebelum melakukan penanaman, tentu terlebih dulu menyiapkan bibit cabai tersebut. Karena bibit cabai yang siap ditanam, setidak-tidaknya sudah berusia antara 1-1,5 bulan. Jadi, ketika mulai mempersiapkan bedengan tempo hari, sekaligus juga sudah menyiapkan bibit itu. Karena bibit cabai perlu melewati masa pembenihan, sekaligus menyiapkan tempat pembenihan. e. Penanaman Jarak tanam memang penting diperhatikan, karena jarak tanam yang lebar akan lebih baik untuk kesehatan tanaman. Bila menggunakan jarak tanam yang rapat atau sempit, situasi di sekitar tanaman menjadi lembab. Kondisi yang demikian dapat mengundang datangnya kutu dan jamur. Kutu dan jamur ini sangat menyukai tempat yang lembab. Selain tanah yang lembab, jarak tanam yang rapat akan berpengaruh terhadap pertumbuhan cabang dan ranting. Hal ini secara tidak langsung akan mempengaruhi produksi buah nantinya. Jarak tanam yang baik untuk cabai rawit adalah 50-60 cm antar lubang; dan jarak pada barisan 100 cm, alasannya pada tanaman cabai rawit sosok tanamannya lebih besar dan tinggi jika dibandingkan dengan tanaman cabai besar. Disamping itu pula tanaman cabai rawit memiliki percabangan yang lebih banyak sehingga menjadi rimbun, maka dari itu cabai rawit memerlukan jarak tanam yang lebih lebar. Sebenarnya dengan jarak tanam yang lebar, sangat berdampak positif terhadap kesehatan tanaman, diantaranya: masing-masing tanaman tidak saling berebut makanan, tidak berebut air, dan dapat memperoleh sinar matahari atau cahaya yang cukup karena tanaman tidak akan saling ternaungi. f. Pemeliharaan 1. Pengairan Pada awal pertumbuhan cabai memerlukan cukup banyak air, terutama setelah penanaman, karena tanaman dalam proses adaptasi terhadap lingkungan barunya. Pada saat demikian penyiraman dilakukan setiap hari dengan air secukupnya. Meskipun tanaman sudah cukup kuat tetap diperlukan untuk pembentukan batang, bunga dan buah. Yang perlu diperhatikan adalah pada waktu musim hujan jangan sampai tergenang, karenanya harus dibuatkan bedengan yang tinggi dan parit yang
10
dapat mengalirkan air dengan lancar. Bila tanaman cabai terlalu lama tergenang air, akarnya dapat menjadi busuk, daunnya mudah rontok dan tanaman mati. 2. Penyiangan Penyiangan ini dilakukan untuk membersihkan gulma dari tanaman pokok, agar tidak terjadi persaingan unsur hara. Jika hal ini tidak dilakukan maka tanaman cabai akan menjadi kurus dan kerdil. 3. Penyulaman Biasanya tidak semua bibit yang ditanaman dapat 100% tumbuh, karena adanya bibit yang sakit, pertumbuhan tidak normal (kerdil), bahkan mati. Waktu penanaman yang tepat adalah pagi hari sekitar pukul 06.30-09.30. 4. Pendangiran Tanah yang terlalu padat harus digemburkan dengan cara dicangkul/didangir. Tanah yang gembur peredaran udaranya menjadi lebih baik, sehingga perakaran menjadi lebih sehat. Pada waktu menggemburkan tanah harus hati-hati, sebab jika terlalu dalam dapat merusak perakaran. Akar yang luka atau putus juga mudah terkena infeksi sehingga tanaman menjadi sakit dan mati. 5. Pemupukan Selain pupuk kandang yang diberikan pada saat pengolahan tanah, tanaman masih harus di beri pupuk tambahan untuk menyediakan unsur hara yang dibutuhkan selama pertumbuhannya. Pupuk yang diberikan pada tanaman cabai adalah pupuk buatan, yang dosisnya disesuaikan dengan daerahnya masing-masing. Karena disetiap daerah memiliki jenis tanah yang berbeda-beda dan kandungan unsur hara yang berbeda pula. Sebagai contoh petani cabai di Doko (Blitar) menggunakan pupuk KCL 0,5 q/ha, NPK 1 q/ha dan TSP 0,5 q/ha. Petani tidak menggunakan pupuk urea, karena pada saat petani menggunakan pupuk urea daun cabai kebanyakan berubah menjadi kuning akibatnya akan berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman cabai dan produksinya. Dengan pemberian pupuk KCL, NPK dan TSP membuat tanaman cabai dapat menghasilkan mutu buah yang baik, buah cabai berwarna merah/cerah, batang tanaman menjadi kuat dan tahan terhadap serangan hama dan penyakit.
11
g. Pengendalian Hama dan Penyakit Gangguan hama dan penyakit pada tanaman cabai sangat berbahaya jika tidak segera diatasi. Hama dan penyakit yang menyerang tanaman cabai disetiap daerah pun berbeda, baik jenis maupun tingkat serangannya. Contohnya di Doko (Blitar), hama yang menyerang tanaman cabai tidak terlalu banyak jumlahnya, hanya ada beberapa saja, antara lain: 1. Thrips (Thrips parvisipinius karny) adalah sejenis serangga yang berukuran sangat kecil, panjangnya 1-2 mm dan warnanya coklat kehitaman. Daun yang terserang bercak-bercak putih keperakan, lama kelamaan berubah menjadi kecoklatan dan mati. Pengendaliannya: - Melakukan penyemprotan dengan menggunakan pestisida nabati yang terbuat dari daun sirsak. - Menjaga kebersihan lahan agar tetap bersih. - Mengatur jarak tanam, agar tidak terlalu rapat. - Pengendalian secara kimiawi adalah dengan menggunakan pestisida rampage, dimetoad, endosulfan, kunofos, formatanat, hidroklorida atau yang lainnya. Penyemprotan insektisida ini dilakukan secara merata agar menjangkau permukaan daun bagian atas dan bawah. 2. Ulat (Plutella), sebenarnya ulat-ulat ini hanya sedikit jumlahnya dan tidak sulit untuk mengatasinya, tetapi bila populasinya tinggi dapat membahayakan tanaman cabai. Biasanya ulat memakan daun-daun cabai dan bila jumlahnya banyak dapat menghabiskan daun sampai tanaman gundul. Pengendaliannya: - Melakukan penyemprotan dengan menggunakan pestisida nabati yang terbuat dari daun gallau (daun tembakau yang tidak digunakan dalam pembuatan rokok). - Menjaga kebersihan lahan agar tetap bersih. - Pengendalian secara kimiawi adalah dengan menggunakan insektisida berbahan aktif curacron dan suprasit atau insektisida yang bersifat racun perut.
12
3. Kumbang Putih (bhs. Jawa „Cabuk‟), kumbang yang berukuran sangat kecil ini biasanya terdapat di bawah daun. Kumbang ini membentuk sarang seperti kapas warna putih. Akibatnya yang ditimbulkannya adalah mengganggu proses fotosintesis. Pengendaliannya: - Menjaga kebersihan tanaman dan lahan agar tetap bersih. - Melakukan penyemprotan dengan dua cara yaitu cara kontak langsung dengan menggunakan insektisida curacron, suprasit dan ripcord; cara sistemik dengan menggunakan fungisida dithane 45 dan delsane.
Sedangkan penyakit yang umumnya menyerang tanaman cabai di Doko (Blitar) antara lain: 1. Penyakit keriting daun (brekele), penyakit ini hampir menyerang semua tanaman cabai milik petani yang ada di daerah tersebut. Penyakit brekele umumnya berasal dari bibit yang pertama kali di beli oleh petani. Penyakit brekele sangat sulit diatasi dan jika dibiarkan cepat menular ke tanaman cabai lainnya, sehingga banyak petani
mengalami kerugian akibat penyakit ini. Gejala penyakit ini
berawal dari bibit yang pertama kali di beli dari daerah lain, kemudian saat tanaman cabai umurnya dewasa daun bawah menebal, kriting dan warna daun berubah warna menjadi kuning. Akibatnya pertumbuhan tanaman mulai terhenti, lama kelamaan tanaman akan mati. Penyakit ini disebabkan oleh virus. Petani belum mengetahui cara pengendaliannya yang tepat agar tidak menghambat pertumbuhan tanaman cabai. Akibat penyakit ini banyak petani yang mengalami kerugian, karena tidak mampu lagi mengatasinya, sehingga tanaman yang terserang penyakit ini dibiarkan begitu saja walaupun produksinya turun. Pengendaliannya: - Memilih bibit yang baik dan sehat. - Menjaga kebersihan lahan cabai. - Eradikasi terhadap tanaman yang terserang. 2. Busuk buah, penyakit ini disebabkan oleh cendawan Botry diaplodia theobramae, yakni cendawan yang menyerang buah. Gejalanya adalah bercak-bercak berwarna
13
coklat muda kemudian mongering dan mengeras hingga ke bagian daging buahnya. Bila udara lembab, maka pada permukaan kulit buah terdapat lapisan spora. Pengendaliannya: - Sanitasi kebun. - Pemusnahan buah yang terserang. - Penyemprotan fungisida. - Mengurangi kerimbunan dengan pemangkasan.
h. Pemanenan 1. Penentuan Umur Panen Tanaman cabai rawit dapat mencapai umur 2-3 tahun jika dirawat dengan baik. Pada umumnya tanaman cabai sudah menghasilkan buah setelah berumur 3 bulan sesudah disemai. Warna buah sudah mulai hijau kemerahan atau merah semua. Pada waktu panen diusahakan tidak merusak ranting dan cabang supaya tanaman dapat berproduksi lagi. Panenan berikutnya dapat dilakukan setiap 1-2 minggu sekali, tergantung dari kesehatan atau kesuburan tanaman. Setelah panen harus segera dipupuk, jika perlu diberi mulsa daun-daunan, dapat juga ditabur dengan pupuk kompos atau pupuk kandang yang telah menjadi tanah. 2. Cara Panen Pemanenan yang baik dilakukan pada pagi hari yakni sekitar pukul 06.30-10.00. Caranya buah dan tangkainya dipetik satu persatu. Karena panen cabai tidak bisa dilakukan serentak atau sekali panen, maka pemetikan sebaiknya dilakukan dengan hati-hati agar tidak merusak tanaman. Pemetikan yang serampangan dapat merusak ranting atau buah muda yang belum saatnya dipetik sehingga produksi selanjutnya bisa berkurang. Hal lain yang penting diperhatikan adalah jangan sampai buah matang dibiarkan hingga jatuh, karena buah yang jatuh ke tanah akan rusak sehingga mempengaruhi kualitas buah.
14
BAB V PENANGANAN PASCA PANEN DAN PENGOLAHAN HASIL
5.1 Penanganan untuk tujuan pasar tradisional Penanganan pasca panen dilakukan segera setelah buah dipetik. Buah tersebut ditebar (diangin-anginkan) dulu di lantai yang dialasi karung. Setelah itu buah dimasukkan ke karung dan langsung di jual ke pasar (baik ke pedagang besar atau pedagang pengumpul). Selesai transaksi oleh pedagang, buah cabai dimasukkan kedalam kemasan berbahan karton/kardus. Dengan kemasan inilah cabai rawit putih dari daerah dikirim ke pedagang pasar di kota besar.
5.2 Penanganan untuk tujuan pasar swalayan Cabai rawit putih yang akan dijual ke pasar swalayan penanganannya sama seperti penanganan yang dilakukan seperti di pasar tradisional, hanya saja untuk tujuan pasar swalayan buah cabai harus dilakukan sortasi dan grading telebih dahulu, yang meliputi: keseragaman buah, kepadatan buah dan mengikut sertakan tangkainya.
5.3 Pengolahan hasil a. Pengeringan Buah cabai tidak tahan lama disimpan, terutama dalam kondisi cuaca yang lembab. Salah satu solusinya adalah dengan melakukan pengeringan. Pengeringan bertujuan untuk mendapatkan harga jual yang tinggi dan juga untuk mengantisipasi bila harga cabai jatuh. Cabai yang akan dikeringkan harus berkualitas baik dan warnanya harus merah. Tangkainya dibuang dan dicuci bersih, kemudian dimasukkan dalam air panas beberapa menit, lalu didinginkan dengan cara dicelup dalam air dingin. Selanjutnya ditiriskan sehingga air keluar semua, kemudian dijemur di panas matahari hingga kering, waktunya sekitar 7-10 hari.
15
b. Dikemas dan digiling Cabai yang sudah dikeringkan bisa langsung dikemas. Kemasan ini, dipilih kemasan yang sudah bagus, bersih, dan rapi. Sebelum dikirim ke tempat jauh, cabai harus disimpan di tempat kering agar isi kemasan tidak rusak. Kalau tidak disimpan dalam bentuk utuh dan dikemas, cabai kering bisa langsung digiling untuk dijadikan bubuk cabai. Ada kalanya bubuk ini dilempar ke pasaran dalam bentuk bubuk murni atau dalam bentuk yang sudah dicampuri rempah atau bumbu lain. Umumnya bubuk cabai rawit digunakan sebagai bahan campuran bubuk cabai besar, yang tujuannya sebagai penambah rasa pedas. Hal itu bisa kita temui dalam kemasan mie instant. c. Diawetkan dengan cara lain Selain dengan cara pengeringan cabai bisa dikeringkan dengan cara lain misalnya cabai seusai dipanen dipilih yang bagus-bagus, lalu tangkainya dibuang dan dicuci bersih. Setelah itu cabai digiling hingga lumat, kemudian ditambah dengan garam dan bahan pengawet seperti Natrium Benzoat. Kedua bahan tambahan ini diaduk hingga tercampur rata dengan hancuran cabai. Cara lain pengawetan cabai sebagai berikut :
1. Saos Cabai Setelah cabai dikumpulkan seterusnya cabai langsung dikukus sampai matang, dan sesudah didinginkan cabai langsung digiling. Sewaktu penggilingan ditambahkan bawang putih yang telah dikukus selam 10 meniit, gula pasir, garam, vetsin, “kecap inggris”, minyak wijen dan cuka. Sebagai bahan pengawet bisa ditambahkan Natrium Benzoat kurang lebih 0,5 garam/kg saus. Setelah bahan menjadi lumat baru dipanaskan selama 5 menit. Setelah dipanaskan, kemudian didinginkan selama 20 jam. 20 jam kemudian dipanaskan lagi sampai mendidih selama 3 menit, setelah itu dimasukkan kedalam botol yang sudah disterilkan. Cara mensterilkan botol cukup dicuci bersih kemudian dikukus selama 30 menit yang dihitung sejak air mendidih. Setelah itu saos cabai siap untuk dihidangkan.
16
2. Bumbu Nasi Goreng Sesudah cabai dikukus, berikutnya digiling dengan ditambahkan bumbubumbu bawang merah, bawang putih, vetsin, kecap ikan, kecap manis, minyak wijen, minyak goring, tomat, kecap inggris, “Maggie”, dan lada. Semua lumatan ini dipanaskan sampai suhu 90 o C selam 3 menit. Sesudah cukup panas bisa diangkat dan tanpa menunggu dingin bumbu ini dimasukkan kedalam botol. Seterusnya botol ditutup rapat, kemudian di pasteurisasi selama 30 menit. Bumbu siap di konsumsi.
17
BAB VI ANALISA KELAYAKAN USAHA
6.1 Analisa Biaya Produksi Secara riil biaya penanaman cabai rawit putih sulit dipastikan karena masingmasing daerah mempunyai standar biaya sendiri-sendiri. Berikut adalah salah satu contoh yang dilakukan oleh petani di desa Siman, kecamatan Kepung (Pare) yang menanam cabai rawit putih pada lahan seluas 1 hektar. Tabel 2. Analisis Usaha Tani Cabai Rawit Putih Uraian
Biaya
1. Biaya Produksi a. Sewa lahan 8 bulan
Rp. 1.500.000,-
b. Benih 20 pak @ Rp. 20.000,-
Rp.
400.000,-
Rp.
2.700.000.-
c. Pengolahan tanah 180 HKP @ Rp. 15.000,d. Persemaian/Pembibitan sampai panen 850 HKP @ Rp. 15.000,-
Rp. 12.750.000.-
e. Pemupukan -
Pupuk kandang 5 truk @ Rp. 150.000,-
Rp.
750.000.-
-
Urea 300 kg @ Rp. 2.700,-
Rp.
810.000.-
-
TSP 60 kg @ Rp. 3.500,-
Rp.
210.000,-
-
KCL 150 kg @ Rp. 3.500,-
Rp.
210.000,-
-
ZA 150 kg @ Rp. 2.000,-
Rp.
300.000,-
f. Pestisida
Rp.
500.000,-
g. Biaya lain-lain
Rp.
2.013.000,-
Jumlah
Rp. 22.143.000,-
18
6.2 Analisa Untung Rugi Produksi Hasil panen cabai rawit per hektar 10 ton dan langsug dijual sehingga tidak mengalami penyusutan. Harga per kg pada bulan april 2007 antara Rp. 8.000,sampai Rp.10.000,- maka total produksi adalah sebagai berikut: Total produksi = Produksi x harga/kg = 10 ton (10.000 kg) x Rp. 8.000,= Rp. 80.000.000,Pendapatan pengelola Pendapatan pengelola = Total produksi – Biaya sabrodi = Rp. 80.000.000,- – Rp. 22.143.000,= Rp. 57.857.000,-
6.3 Analisa Kelayakan Usaha BEP (break event point) Perhitungan BEP ada 2 yaitu BEP volume produksi dan BEP harga produksi. BEP volume produksi = Biaya operasional Harga produksi = Rp. 22.143.000,Rp. 8.000,-/kg = 2.767,875 kg Artinya titik balik modal usaha budi daya cabai rawit putih akan tercapai pada tingkat volume produksi sebanyak 2.767,875 kg untuk sekali panen. BEP harga produksi
= Biaya operasional Jumlah produksi = Rp. 22.143.000 10.000 kg = 2.214,3 / kg Artinya titik balik modal tercapai bila harga cabai rawit yang di peroleh dijual dengan harga Rp. 2.214,3/ kg.
19
B/C (benefit cost) Ratio B/C Ratio suatu ukuran perbandingan antara hasil penjualan dengan biaya operasional. B/C =
Hasil penjualan Biaya operasional = Rp. 80.000.000,Rp. 22.143.000,= 3,61 Artinya, dari biaya yang dikeluarkan sebesar Rp. 22.143.000,- akan diperoleh hasil penjualan sebesar 3,61 kali lipat sehingga sangat layak untuk diusahakan. ROI (return of investment) Merupakan ukuran perbandingan antara keuntungan dengan biaya operasional. Digunakan untuk mengetahui efisiensi penggunaan modal. ROI =
Keuntungan Biaya operasional = Rp.57.857.000,Rp.22.143.000,= 2,61 % Artinya, dari biaya yang dikeluarkan sebesar Rp. 100,- akan dihasilkan keuntungan sebesar Rp.2,61.- sehingga pengunaan modal untuk usaha ini sangat efisien.
20
BAB VII RESIKO YANG DIHADAPI
7.1 Faktor Teknis Semua jenis cabai umumnya tidak tahan terhadap curah hujan yang tinggi, khususnya pada saat pembungaan. Datangnya hujan pada saat tanaman berbunga dapat menggagalkan panen, karena bunga gagal menjadi buah. Demikian juga bila buah masih muda, akan rontok bila terkena siraman air hujan. Selain itu tanaman cabai tidak tahan dengan angin kencang yang dapat mematahkan dan merobohkannya.
7.2 Faktor Ekonomis Walaupun volumenya sangat besar dan dibutuhkan oleh semua kalangan, tetapi sampai sekarang harga cabai tidak pernah mantap. Di beberapa daerah sentra harga berubah hampir setiap waktu, tergantung jumlah barang dan permintaan. Menurut beberapa pedagang di Pasar Lawang (Malang), dalam waktu sehari harga cabai bisa naik turun sampai tiga kali, bahkan tidak jarang harga berubah setiap jam. Jika pada pagi hari banyak petani/tengkulak menyetor cabai ke pasar dan pembeli belum banyak datang, maka otomatis harga menjadi rendah. Sebaliknya jika sudah siang, barang sudah tinggal sedikit dan pedagang/pembeli berdatangan, maka harga langsung terkatrol naik, begitu seterusnya. Karena itu petani-petani di daerah sentra biasanya melakukan pergiliran panen untuk mengantisipasi gejolak harga tersebut.
21
DAFTAR PUSTAKA
Budianto, Suryadi, T, dan Rahmi, A. 2004. Agribisnis Lombok. Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian (STPP), Malang. Haryani. 1992. Bertanam Cabai. Trubus No. 269. Tahun XXIII. April. Fitriani, N. 2006. Penanaman dan Pemeliharaan Cabai Merah (Capsicum annuum L.) di Desa Doko, Kecamatan Doko, Kabupaten Blitar (Laporan PKL I). Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian (STPP), Malang. Listiyowati, E. 1992. Volume dan Gejolak Harga Cabai. Trubus No. 269. Tahun XXIII. April. Setiadi. 1987. Bertanam Cabai. Penebar Swadaya, Jakarta.
22