BAB I PENGANTAR
A. Latar Belakang Manusia dihadapi dengan berbagai permasalahan, khususnya sebagai makhluk sosial yang selalu membutuhkan kehadiran orang lain untuk menjalankan roda kehidupan. Manusia membutuhkan pergaulan dengan orang lain untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya, terutama pada masa remaja yang merupakan masa peralihan yaitu antara masa anak-anak ke masa dewasa. Pada saat inilah individu mengalami pertumbuhan yang cepat, baik dari segi fisik maupun psikologis. Pada umumnya remaja diharapkan mampu untuk bersikap,
berfikir
dan
bertingkah
laku
yang
sesuai
dengan
tuntutan
lingkungannya. Sehingga remaja memikul tugas dan tanggung jawab antara lain mencapai hubungan yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita (Santrock, 2002). Remaja diharapkan dapat berinteraksi khususnya berkomunikasi dan mempertahankan hubungan dengan orang lain, misalnya dengan keluarga, saudara, teman, pasangan dan sebagainya. Namun ketika remaja tidak menemukan lingkungan yang memungkinkan untuk memenuhi kebutuhan kebutuhan tersebut seperti buruknya komunikasi antara orangtua dengan anak, seringnya anak merasa bosan ketika berada di rumah dan kepercayaan diri remaja yang rendah untuk dapat berinteraksi secara langsung dengan teman teman sebayanya diduga menjadi alasan utama sehingga anak mencari pelampiasan melalui pertemanan di jejaring sosial.
1
2
Terjadinya perubahan dalam cara berkomunikasi dari bentuk komunikasi tatap muka secara langsung menjadi komunikasi yang termediasi oleh teknologi, menjadi bentuk komunikasi baru bagi kalangan remaja, dewasa hingga orangtua sekalipun. Situs jeajring sosial online saat ini menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat dan mengubah cara berkomunikasi yang dimediasi oleh perangkat komputer atau gadget. Remaja saling terhubung satu sama lain dalam sebuah wadah yang disebut jejaring sosial, (Vivanews, 2011). Pertemanan dalam jejaring sosial saat ini merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari, remaja menempati proporsi paling besar pengguna komunikasi elektronik baru seperti instant messaging, email dan pesan teks, serta komunikasi via situs internet seperti blog, jaringan sosial dan internet (Subrahmanyam & Greenfield, 2008). Menurut Suller, (2004) Jejaring sosial banyak diminati oleh para remaja dibandingkan dengan percakapan secara langsung disebabkan oleh beberapa hal. Anonymity menjadi alasan utama mengapa jejaring sosial sangat diminati, persembunyian identitas dapat membuat seseorang untuk melakukan apa saja yang dikehendaki dalam dunia maya. Selanjutnya invisibility, dalam hal ini seseorang tidak perlu khawatir bagaimana bentuk ekspresi ketika akan memulai percakapan dalam dunia maya, dikarenakan kedua belah pihak tidak dapat saling melihat satu sama lain. Remaja yang menggunakan jejaring sosial hanya untuk sekedar coba coba, kebanyakan dari mereka berpendapat bahwa jejaring sosial sama halnya seperti permainan atau game, seseorang dapat meneruskan permainan tersebut atau berhenti, sehingga muncullah pertanyaan, mengapa harus bertanggung jawab
3
atas apa yang terjadi ketika permainan itu hanya terjadi dalam dunia maya? (Suller, 2004). Uniknya pengguna jejaring sosial khususnya remaja rela mengungkapkan informasi pribadi dan tidak menyadari bahwa informasi yang diberikan melalui jejaring sosial dapat menimbulkan resiko seperti kasus penculikan. Kepercayaan yang diberikan para pengguna jejaring sosial ini khususnya remaja memang cukup
melebihi
batas,
mereka
tidak
menghiraukan
resiko-resiko
yang
sebenarnya dapat berakibat buruk. Secara tidak langsung menandakan bahwa remaja pengguna jejaring sosial menaruh
kepercayaan
yang cukup tinggi
terhadap jejaring sosial. Fenomena ini dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab sehingga remaja rentan mengalami penipuan yang berujung pada tindak pemerkosaan dan tindak pelecehan seksual lainnya. Pada tahun 2012 seorang siswi SMP di Depok Jawa Barat menjadi korban pemerkosaan akibat perkenalan dengan temannya di jejaring sosial Facebook, Mentri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PP dan PA), Linda Amalia Sari Gumelar, menyatakan keprihatinannya atas terjadinya lagi kasus pemerkosaan melalui media jejaring sosial. Ia juga menghimbau kepada para orangtua agar tetap menjaga anakanaknya dari penyalahgunaan sosial media. (Republika.co.id). Seiring dengan laporan dari pihak Komnas HAM menyebutkan lebih dari 100 orang anak hilang akibat pertemanan di Facebook. Para korban rata-rata remaja putri (SMP atau SMA) maupun mahasiswa. Modus operandi para remaja yang hilang lewat pertemanan Facebook ini bermacam macam. Mulai dari saling memperkenalkan diri, saling tegur, saling sapa melalui dinding Facebook, kemudian korban dirayu dan setelah itu mengadakan perjanjian untuk bertemu.
4
Korban yang sudah termakan rayuan akhirnya setuju, disitulah korban baru mengetahui bahwa ia telah menjadi sasaran empuk. Sekjen Komisi perlindungan anak nasional Aris Merdeka sirait dalam media surat kabar online Okezone (2013 ) mengatakan dari Januari sampai pertengahan Februari terdapat sekitar 36 kasus terkait Facebook. Seiring dengan pendapat ketua nasional perlindungan anak Seto Mulyadi, situs jejaring sosial marak digunakan oleh anak-anak maupun remaja sebagai tempat berkeluh kesah. Hal ini lazim terjadi dikarenakan mereka merasa tidak diperhatikan oleh sekolah maupun keluarga. Analisis lain yang ditampilkan oleh situs SosialBakers, pengguna Facebook di Indonesia didominasi oleh umur antara 18-24 tahun di posisi pertama dan 25-34 tahun di urutan kedua, (Merdeka.com). Hasil penelitian pada tahun 2007 oleh Dwyer & Hiltz, (2007) “Trust and privacy concern within sosial networking sites: A comparison of Facebook and MySpace” mengungkapkan bahwa Facebook mendapatkan perhatian lebih dengan perbedaan hasil yang sangat signifikan, jejaring sosial Facebook lebih dipercaya daripada MySpace dikarenakan Facebook lebih dapat berbagi informasi dan menjalin hubungan dengan orang baru. Kepercayaan dalam jejaring sosial pada dasarnya merupakan harapan dan kepercayaan individu terhadap pertemanan yang dijalani dalam situs jejaring sosial sehingga dapat memberikan kemudahan dalam berkomunikasi, serta pertukaran informasi tanpa batas yang dalam penggunaanya seharusnya berdasarkan basic trust. Hanks (2002) menyatakan bahwa trust
merupakan
elemen dasar bagi terciptanya suatu hubungan yang baik, karena manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial yang artinya manusia tidak dapat hidup sendiri dan memerlukan orang lain dalam melakukan setiap kegiatannya.
5
Pada umumnya para pengguna jejaring sosial yang berlebihan justru dapat mempengaruhi
psikologis
seseorang
dan
lupa
untuk
berinteraksi
dan
bersosialisasi secara langsung dengan lingkungan disekitarnya, sehingga dapat mempengaruhi sejauh mana seseorang merasa kesepian. Dalam sebuah artikel di Newseek, Johannah Cornblatt menjelaskan situs-situs jejaring sosial seperti Facebook dan MySpace dapat memberikan hubungan atau koneksi palsu yang pada akhirnya dapat meningkatkan Kesepian. Tidak hanya itu, jejaring sosial juga dapat berdampak negatif terhadap perkembangan sosial, bila lingkungan sosial yang ada disekeliling berupa lingkungan sosial yang virtual dan tidak pada kenyataannya
maka
individu
tersebut
harus
mampu
mengembangkan
keterampilan sosial untuk mengatasinya. Schwartz (2010) melakukan penelitian tentang hubungan penggunaan Facebook dengan tingkat kesepian pada penggunanya, dari penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa kesepiaan berkorelasi positif dengan penggunaan Facebook, sikap terhadap penggunaan Facebook, dan sikap terhadap update status. Kesepian menurut Perlman & Peplau, (1982), didefinisikan sebagai perasaan kehilangan dan ketidakpuasan yang dihasilkan oleh ketidaksesuaian antara jenis hubungan sosial yang diinginkan dan jenis hubungan sosial yang dimiliki Serta tidak punya keinginan untuk melakukan hubungan interpersonal yang akrab. Page (2006) menambahkan bahwa kesepian dapat terjadi pada setiap tahapan perkembangan, tetapi kesepian biasanya paling intens selama masa remaja. Perasaan ini lebih sering muncul ketika kesepian merupakan akibat dari penolakan persahabatan oleh seseorang atau kelompok teman sebaya.
6
Leung (2011) melakukan penelitian mengenai aktifitas sosial online pada remaja untuk mengungkap hubungan antara preferensi berinteraksi sosial online dengan
kesepian, dukungan sosial dan efek mediasi eksperimen identitas
online. Analisis mengungkapkan bahwa individu-individu yang mengalami kesepian dan memiliki tingkat dukungan sosial offline yang lebih rendah menemukan peluang untuk eksperimen identitas online yang lebih memuaskan daripada mereka yang kurang mengalami kesepian atau tidak kesepian. Kesepian dan dukungan sosial offline ditemukan secara signifikan berkaitan dengan preferensi untuk interaksi sosial online, tetapi hubungan tersebut dimediasi oleh eksperimen identitas online. Secara
singkat
dapat
disimpulkan
bahwa
jejaring
sosial
dapat
mempengaruhi kesepian sosial pada remaja. Ini kemudian berkemungkinan memberikan dampak kepercayaan interpersonal pada remaja pengguna jejaring sosial, dengan kata lain, kesepian merupakan salah satu faktor yang berpengaruh pada kepercayaan interpersonal remaja dalam penggunaan jejaring sosial. Dalam suatu penelitian menemukan bahwa kesepian diasosiasikan dengan perasaan depresi, kecemasan, ketidakpuasan, tidak bahagia, dan kesedihan (Russel, 1986). Kesepian merupakan hasil dari ketiadaan teman dan keluarga atau jaringan sosial tempat berbagi minat dan aktivitas, kesepian menyangkut tidak adanya orang lain yang tepat yang dapat membantu seseorang memenuhi kebutuhan tertentu dalam interaksi sosialnya. Sehingga mengalihkan kebutuhan interaksi tersebut dengan aktif menggunakan jejaring sosial, serta tidak terpenuhinya dukungan sosial yang diterima.
7
Dukungan sosial dapat mengurangi beban atau permasalahan yang dihadapi seseorang sehingga dapat dikatakan bahwa dukungan sosial merupakan model dukungan yang dihasilkan dari interaksi pribadi yang melibatkan salah satu atau lebih aspek emosi, penilaian, informasi, dan instrumen sehingga dapat mereduksi beban yang diterima individu. Penelitian
yang
dilakukan
oleh
Steffany
dan
Kimberly
(2011)
mengungkapakan bahwa dengan adanya dukungan sosial dan kehadiran orang lain yang diberikan kepada individu lainnya akan mencegah rasa putus asa dan mengurai kesepian. Dukungan sosial secara luas dapat diartikan sebagai pertukaran sosial yang dirasakan oleh penerima dukungan untuk memudahkan strategi mengatasi masalah dalam kehidupan sehari-hari, khususnya dalam merespon situasi yang menekan (Sarason, Pierce & Sarason, 1990). Sarafino (1998) mendefinisikan dukungan sosial sebagai kenyamanan, perhatian, penghargaan, dan bantuan yang diterima individu dari orang lain. Orang lain disini dapat diartikan sebagai individu perorangan ataupun kelompok. Sarason et al, (1990) mengungkapkan dukungan sosial yang diterima oleh individu pada masa muda dapat mempengaruhi self acceptance. Self acceptance akan membantu meningkatkan self-esteem dan self-efficacy (Rutter,1987). Keduanya adalah atribut yang dapat melindungi individu dari situasi yang menyulitkan sehingga menjadikan dukungan sosial sebagai keberadaan atau kuantitas dari hubungan sosial. Hasil
Eamon (2005) menyatakan pelajar di benua amerika latin
menganggap keberadaan lingkungan sosial seperti teman sebaya, orangtua, tetangga dan pihak sekolah dapat menjadi sarana atau sumber keberhasilan yang dicapainya. Seiiring dengan pendapat Rubin, Bukowski, dan Parker (1995)
8
yang mengatakan bahwa koneksi dan jejaring sosial dengan teman sebaya yang terbentuk dan terbina bisa menjadi sumber utama dukungan sosial bagi remaja dalam mengatasi tekanan emosional dan kesulitan penyesuain diri. Penelitian pada tahun 2009 yang berjudul “Loneliness and Sosial Support in Adolescent Boys with Autism Spectrum Disorders” menjelaskan bahwa autism spectrum disorders sangat terkait bahkan sering atau selalu merasa kesepian, sehingga persepsi dukungan sosial dari teman sekelas, orangtua, dan teman dekat berkorelasi positif dengan kesepian pada anak autism spectrum disorders. Oleh karena itu terjadinya kesepian di kalangan anak anak autism spectrum disorders merujuk kepada
dukungan sosial
yang dianggap sangat penting.
(Lasgaard, Nielsen, Eriksen, & Goossens. 2010). Pada dasarnya dukungan dari keluarga merupakan dukungan sosial pertama yang diterima seseorang karena keluarga adalah orang orang yang berada di lingkungan paling dekat dengan diri individu dan memiliki kemungkinan yang besar untuk dapat memberikan bantuan. Akan tetapi remaja
mulai
memiliki pandangan sendiri, dimana remaja mulai banyak menyukai kegiatan diluar rumah dan memasuki dunia yang lebih luas seperti aktif dalam suatu media jejaring sosial. Teman sebaya juga memilki peran yang sangat penting dalam memberikan dukungan secara langsung yakni melalui interkasi untuk membangun high level of achievement motivation seperti pergi bersama untuk menonton konser ketika akan menghadapi ujian (Altermatt & Broady, 2009), dikarenakan peran dukungan sosial
yang diterima dapat membangun kepercayaan, serta membantu
menyelesaikan masalah sehingga para remaja dapat membatasi diri dalam penggunaan jejaring sosial.
9
Fenomena ini dilandasi oleh para pengguna aktif jejaring sosial yang sering menutup diri dari lingkungan yang sebenarnya, sehingga banyak faktor yang dapat mempengaruhi seseorang untuk aktif dalam jejaring sosial diantaranya adalah tingkat keterbukaan seseorang, harga diri, kualitas persahabatan, kesepian dan dukungan sosial. Dalam penelitian ini peneliti tertarik untuk mengetahui faktor yang berasal dari kesepian dan dukungan sosial.Oleh karena itu dalam penelitian ini akan meneliti peran kesepian sosial dan dukungan sosial secara spesifik untuk mengetahui ketepatan kepercayaan interpersonal bagi remaja pengguna jejaring social
B. Rumusan Permasalahan Adapun rumusan masalah yang ingin diteliti berdasarkan latar belakang masalah diatas adalah apakah terdapat kaitan antara Kesepian dan Dukungan sosial terhadap Kepercayaan interpersonal pada remaja pengguna situs jejaring sosial?
C. Tujuan dan Manfaat Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peranan antara Kesepian dan Dukungan sosial
terhadap Kepercayaan interpersonal pada remaja
pengguna situs jejaring sosial. Sehingga dapat diketahui kesepian sosial dan dukungan sosial merupakan prediktor terhadap kepercayaan interpersonal. Dari tujuan tersebut, diharapakan penelitian ini bermanfaat sebagai: 1.
Manfaat teoritis Penelitian
mempunyai
ekspektansi
yakni
dapat
memberikan
sumbangsih pemikiran, wacana, ide dan informasi terhadap pengembangan
10
psikologi sosial terutama dalam bahasan psikologi komunikasi terkait permasalahan kepercayaan interpersonal pada situs jejaring sosial online. 2.
Manfaat praktis Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi yang penting bagi masyarakat luas
terutama bagi orangtua
terkait kepercayaan
interpersonal yang dialami remaja, sehingga dapat meminimalisir kasuskasus penipuan yang telah terjadi sebelumnya dengan cara meningkatkan kesadaran untuk membangun hubungan yang hangat antar anggota keluarga untuk dapat berkomunikasi maupun membangun hubungan interpersonal.
D. Perbedaan dengan Penelitian Sebelumnya Popularitas situs jejaring sosial dikalangan remaja telah berkembang pesat, dengan sedikit penelitian untuk memahami pengaruh pada keterlibatan remaja dengan teknologi ini. Dalam menyusun hipotesis penelitian ini menemukan hasilhasil penelitian sebelumnya yang mengkaji antara kesepian remaja dan dukungan sosial terhadap kepercayaan interpersonal dalam jejaring sosial. Hasil penelitian (Dwyer et.al, 2007) “Trust and privacy concern within sosial networking sites: A comparison of Facebook and MySpace” mengungkapkan bahwa Facebook mendapatkan perhatian lebih dengan perbedaan hasil yang sangat signifikan, jejaring sosial Facebook lebih dipercaya daripada MySpace dikarenakan Facebook lebih dapat berbagi informasi dan menjalin hubungan dengan orang baru. Penelitian tentang kepercayaan juga pernah dilakukan peneliti sebelumnya antara lain, penelitian yang dilakukan oleh Yusuf Nanda Pratama (2012) dengan
11
judul “Pengaruh privasi dan kepercayaan terhadap internet pada perilaku pembelian online”, perbedaan antara penelitian terdahulu dengan penelitian ini terletak pada variabel dependent. Variabel pada peneliti terdahulu yaitu perilaku pembelian di internet, sedangkan variabel dependent yangakan penulis teliti adalah kepercayaan interpersonal dalam jejaring sosial Sedangkan penelitian mengenai dukungan sosial pernah juga dilakukan oleh Davidson & Demaray (2007) dengan judul : “Sosial Support as a Moderator Between Victimization and Internalizing – Externalizing Distress from Bullying” perbedaan dengan penelitian ini terletak pada variabel dependent. Variabel pada peneiti terdahulu yaitu Internalizing – Externalizing Distress from Bullying, sedangkan pada penelitian ini adalah kepercayaan interpersonal dalam jejaring sosial.