BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah Dalam era masa kini banyak bermunculan perusahaan-perusahaan yang sudah go
public pada umumnya menginginkan agar laporan keuangan mereka sesuai dengan standar yang berlaku umum dan tidak adanya kesalahan-kesalahan pada laporan keuangan yang dibuat. Oleh karena itu dibutuhkan jasa akuntan publik untuk memeriksa apakah laporan keuangan yang sudah mereka buat sudah sesuai dan tidak terjadi kecurangan dalam laporan keuangan tersebut, selain memberikan jasa akuntan publik, auditor pun dapat memeriksa apakah adanya tindakan kecurangan yang dibuat oleh perusahaan dalam laporan keuangan yang dihasilkan. Akan tetapi, banyaknya kasus kegagalan auditor dalam menentukan kecurangan telah membuat kepercayaan masyarakat terhadap auditor sebagai bagian pemeriksa menjadi menurun dikarenakan kegagalan auditor dalam melakukan proses audit dan proses pendeteksian kecurangan (Agoes, 2012). Dalam melakukan pekerjaannya seorang auditor dituntut untuk bertindak secara professional, memiliki pengalaman yang baik dan sikap independen terhadap informasi yang diberikan oleh perusahaan. ISA (International Standard on Auditing) menegaskan bahwa tujuan auditor adalah memberikan assurance yang memadai (Reasonable Assurance) bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji material yang disebabkan oleh kesalahan (error) atau manipulasi (fraud) (Tuanakotta, 2013).
1
2
Profesi auditor banyak dibutuhkan oleh calon kreditor dan investor untuk mendapatkan jasa audit melalui kantor akuntan publik, dikarenakan bahwa kantor akuntan publik terdiri dari auditor independen yang artinya berdiri sendiri dan bebas, tidak memihak terhadap informasi yang disajikan oleh manajemen melainkan berdasarkan bukti yang ada, dalam mempertanggung jawabkan laporan keuangan yang bersangkutan. Kantor akuntan publik bertanggung jawab mengaudit laporan keuangan historis yang dipublikasikan oleh semua perusahaan terbuka, kebanyakan perusahaan lain yang cukup besar dan banyak perusahaan serta organisasi nonkomersial lainnya. Sebutan kantor akuntan publik mencerminkan fakta bahwa auditor yang menyatakan pendapat audit atas laporan keuangan harus memiliki lisensi sebagai akuntan publik. Kantor Akuntan Publik sering kali disebut auditor eksternal atau auditor independen untuk membedakannya dengan auditor internal (Fitriani, 2014) Auditing adalah suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis oleh pihak yang independen, terhadap laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti pendukungnya, dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut (Agoes, 2012). Secara umum, suatu pemeriksaan dilakukan sesuai dengan standar pemeriksaan yang diterima umum. Tujuannya adalah memberikan kredibilitas pada laporan keuangan. Ditinjau dari sudut auditor, pemeriksaan secara objektif terhadap laporan keuangan suatu perusahaan atau organisasi lain, dengan tujuan untuk menentukan
3
apakah laporan keuangan tersebut menyajikan secara wajar keadaan keuangan dan hasil usaha perusahaan atau orgnisasi tersebut (Agoes, 2012). Dalam akhir pemeriksaan laporan keuangan perushaan atau organisasi lain, auditor akan memberikan opini terhadap hasil pemeriksaannya. Opini audit tersebut diberikan berdasarkan audit yang dilakukan dan penemuan bukti audit oleh auditor. Tetapi beberapa bukti audit harus diperoleh secara tepat waktu dan berkecukupan. Standar profesional mengidentifikasikan pernyataan keuangan seperti kelengkapan, ketepatan, dan dapat diukur dimana bukti bukti yang dikumpulkan melalui prosedur secara langsung. Dengan menghubungkan seluruh bukti audit secara keseluruhan, auditor dapat memutuskan untuk mengeluarkan laporan audit jika tidak ada lagi keraguan dalam hasil pemeriksaan auditor. Dengan demikian, auditor harus membuat keputusan mengenai barang bukti audit dan harus mempertimbangkan segala aspek yang dapat mempengaruhinya (Merdian, 2014). Sebagai contoh kasus yang pernah terjadi di Indonesia, salah satunya yaitu kasus yang terjadi Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati membekukan izin Akuntan Publik (AP) Drs. Petrus Mitra Winata dari Kantor Akuntan Publik (KAP) Drs. Mitra Winata dan Rekan selama dua tahun, terhitung sejak 15 Maret 2007. Kepala Biro Hubungan Masyarakat Departemen Keuangan Samsuar Said dalam siaran pers yang diterima Hukumonline, Selasa (27/3), menjelaskan sanksi pembekuan izin diberikan karena akuntan publik tersebut melakukan pelanggaran terhadap Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP). Pelanggaran itu berkaitan dengan pelaksanaan audit atas Laporan Keuangan PT Muzatek Jaya tahun buku berakhir 31 Desember 2004 yang
4
dilakukan oleh Petrus. Selain itu, Petrus juga telah melakukan pelanggaran atas pembatasan penugasan audit umum dengan melakukan audit umum atas laporan keuangan PT Muzatek Jaya, PT Luhur Artha Kencana dan Apartemen Nuansa Hijau sejak tahun buku 2001 sampai dengan 2004. Selama izinnya dibekukan, Petrus dilarang memberikan jasa atestasi termasuk audit umum, review, audit kinerja dan audit khusus. Yang bersangkutan juga dilarang menjadi pemimpin rekan atau pemimpin cabang KAP, namun dia tetap bertanggung jawab atas jasa-jasa yang telah diberikan, serta wajib memenuhi
ketentuan
mengikuti
Pendidikan
Profesional
Berkelanjutan
(PPL).
Pembekuan izin yang dilakukan oleh Menkeu ini merupakan yang kesekian kalinya. Pada 4 Januari 2007, Menkeu membekukan izin Akuntan Publik (AP) Djoko Sutardjo dari Kantor Akuntan Publik Hertanto, Djoko, Ikah & Sutrisno selama 18 bulan. Djoko dinilai Menkeu telah melakukan pelanggaran atas pembatasan penugasan audit dengan hanya melakukan audit umum atas laporan keuangan PT Myoh Technology Tbk (MYOH). Penugasan ini dilakukan secara berturut-turut sejak tahun buku 2002 hingga 2005. (http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol16423/akuntan-publik-petrus-mitrawinata-dibekukan). Jadi, fenomena yang terkait dari pembatasan penugasan audit ini yaitu karena adanya pembatasan penugasan audit maka para auditor tidak dapat memperoleh bukti audit secara maksimal. Sehingga perolehan bukti audit tidak dapat diperoleh karena adanya pembatasan penugasan audit tersebut kepada auditor yang bekerja di KAP tersebut. Lalu kasus lain di tahun 2012, yang memperlihatkan kurangnya sikap profesional oleh auditor yang mengaudit pemeriksaan laporan keuangan tahun 2012 pada
5
kementrian agama dan kementrian dalam negeri. Dalam pemeriksaan ini kementrian agama dan kementrian dalam negeri telah mendapat opini WTP DPP (Wajar Tanpa Pengecualian dengan Paragraf Penjelasan), namun BPK akan tetap melakukan pemeriksaan dengan tujuan tertentu pada kedua kementrian tersebut. Audit investigasi pada kementrian agama terkait aset. Satuan kerja dikementrian ini mencapai 4.467 sehingga
butuh
pemeriksaan
untuk
memastikan
keberadaannya,
peruntukan,
kepemilikan dan nilai aset tersebut (http://akuntanonline.com/). Dari berbagai kasus kasus diatas terlihat bahwa auditor kurang adanya sikap professional dalam melakukan proses audit sehigga mempengaruhi dalam melakukan pendeteksian pada kantor dan kedua kementrian tersebut para pengguna laporan keuangan mengharapkan auditor untuk mendeteksi kecurangan (Merdian, 2014). Dalam mendeteksi kecurangan seorang auditor diharuskan untuk memahami jenis, gejala, dan tanda-tanda kecurangan. Merdian (2014) juga mengemukakan dalam mendeteksi kecurangan dapat dilihat dari segi fraud symtoms atau gejala kecurangan apakah ada atau tidak sehingga kecurangan dapat dilihat apakah auditor mampu menilai risiko kecurangan yang akan terjadi apakah tingkatnya tinggi atau kecil. Jadi, fenomena yang terkait dari kurangnya sikap profesional ini yaitu karena kurangnya sikap profesional dari auditor sendiri sehingga auditor tidak maksimal dalam memperoleh bukti audit. Apabila sikap profesional ditanamkan pada auditor, maka auditor akan bekerja dengan maksimal untuk memperoleh bukti audit yang efektif dan efisien. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi auditor dalam menanggapi dan mengevaluasi informasi ini antara lain meliputi faktor pengetahuan, perilaku auditor
6
dalam memperoleh dan mengevaluasi informasi, serta kompleksitas tugas dalam melakukan pemeriksaan. Pengalaman diduga menjadi salah satu level individu yang turut mempengaruhi bukti audit. Pengalaman yang lebih baik akan menghasilkan pengetahuan yang lebih. Seseorang yang melakukan pekerjaan sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki akan memberikan hasil yang lebih baik daripada mereka yang tidak mempunyai pengetahuan yang cukup dalam tugasnya. Puspitasari (2014), mengatakan bahwa peningkatan pengetahuan yang muncul dari pelatihan formal sama bagusnya dengan yang didapat dari pengalaman khusus. Oleh karena itu pengalaman kerja telah dipandang sebagai suatu faktor penting dalam memprediksi kinerja akuntan publik, sehingga pengalaman dimasukan sebagai salah satu persyaratan dalam memperoleh izin menjadi akuntan publik (SK Menkeu No.43/KMK.017/1997). Pengalaman
auditor
akan
semakin
berkembang
dengan
bertambahnya
pengalaman audit, diskusi mengenai audit dengan rekan sekerja, pengawasan dan review oleh akuntan senior, mengikuti program pelatihan dan penggunaan standar auditing. Auditor yang berpengalaman juga dapat membuat perolehan bukti audit yang lebih baik dalam tugas profesional dibanding dengan yang tidak berpengalaman. (Ansori, 2013) Faktor lain yang mempengaruhi perolehan bukti audit adalah profesionalisme. Profesionalisme adalah tanggung jawab berperilaku yang lebih dan sekedar tanggung jawab yang dibebankan padanya dan lebih dari sekedar memenuhi undang-undang dan peraturan masyarakat. Alasan utama mengharapkan tingkat perilaku profesional yang tinggi oleh setiap profesi adalah kebutuhan akan kepercayaan publik atas kualitas jasa
7
yang diberikan oleh setiap profesi, tanpa memandang individu yang menyediakan jasa tersebut (Arens, 2014). Kecukupan perolehan bukti audit dalam suatu proses audit sangat bergantung kepada penilaian dan faktor resiko, materialitas dan jumlah populasi audit perlu mempertimbangkan banyaknya transaksi yang diperiksa serta biaya dan manfaat bukti yang diperoleh. Sedangkan kompetensi bukti dipengaruhi oleh faktor-faktor relevansi, sumber bukti dan ketepatan waktunya serta keandalan sistem pengendalian internal. Akhir-akhir ini banyak peneliti yang difokuskan pada pengaruh perbedaan pengalaman dalam kinerja auditor dalam memberikan hasil-hasil yang berbeda. Hal ini mengindikasikan bahwa auditor dengan tugas yang berbeda memerlukan tingkat pengalaman yang berbeda dan perbedaan pengalaman ini timbul dalam pengambilan bukti audit yang kompeten. Menurut Standar ISA 500-599 bukti audit didapat dari pertimbangan tertentu oleh auditor dalam memperoleh perolehan bukti audit yang cukup dan tepat, sehubungan dengan aspek-aspek tertentu dari persediaan, litigasi dan klaim yang melibatkan entitas, dan informasi segmen dalam audit, penggunaan auditor prosedur konfirmasi eksternal untuk memperoleh perolehan bukti audit yang sesuai, penggunaan auditor prosedur konfirmasi eksternal untuk memperoleh perolehan bukti audit yang sesuai, tanggung jawab auditor berkaitan dengan membuka saldo dalam perikatan audit awal, penggunaan auditor prosedur analitis sebagai prosedur substantif, dan memutuskan untuk menggunakan audit sampling dalam melakukan prosedur audit.
8
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, penelitian ini mengkaji, sehingga penulis tertarik untuk mengambil judul: “Pengalaman Audit dan Profesionalisme Terhadap Perolehan Bukti Audit (Studi Kasus di Beberapa Kantor Akuntan Publik)”.
1.2
Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka dapat
dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana pengaruh pengalaman audit terhadap perolehan bukti audit. 2. Bagaimana pengaruh profesionalisme terhadap perolehan bukti audit. 3. Bagaimana pengaruh pengalaman audit dan profesionalisme terhadap perolehan bukti audit.
1.3
Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka dapat disimpulkan tujuan
penelitian ini adalah: 1. Pengaruh dari pengalaman audit terhadap perolehan bukti audit. 2. Pengaruh dari profesionalisme terhadap perolehan bukti audit. 3. Pengaruh dari pengalaman audit dan profesionalisme terhadap perolehan bukti audit.
1.4
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
9
1. Kegunaan Akademis Penelitian dimaksudkan untuk menambah pengetahuan para akademis yang tertarik di bidang audit dan diharapkan dapat menunjukan bahwa perolehan bukti audit yang optimal/baik dipengaruhi oleh pengalaman audit dan profesionalisme yang baik. Hasil pembuktian ini merupakan pengembangan ilmu yang peneliti lakukan.
2. Kegunaan Praktisi
Bagi Penulis Diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang Perolehan Bukti Audit berdasarkan Pengaruh dari Pengalaman Audit dan Profesionalisme.
Bagi Peneliti Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sumber informasi dan refensi bagi peneliti sejenis, sehingga pengembangan ilmu dapat bermanfaat bagi pihak lain yang membutuhkannya dan sebagai sumbangan pemikiran bagi pihakpihak lain yang memerlukannya.
1.5
Lokasi dan Waktu Penelitian Berdasarkan judul yang diambil, maka penulis akan meneliti Pengaruh
Pengalaman Audit dan Profesionalisme Terhadap Perolehan Bukti Audit yang dilakukan di beberapa Kantor Akuntan Publik di Bandung. Adapun waktu penelitian dilaksanakan pada periode 08 Juni 2016 sampai dengan 19 Oktober 2016.