BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Dewasa ini, arus globalisasi yang berkembang pesat membuat negaranegara di dunia khususnya di Indonesia terus berupaya untuk memperbaiki standar laporan keuangannya. International Financial Reporting Standards (IFRS) adalah standar akuntansi internasional yang dikeluarkan oleh International Accounting Standard Board (IASB). Menurut penelitian Kurniawati (2013), dewan standar IAI menyusun roadmap konvergensi IFRS menjadi tiga tahap, yaitu: (1) Tahap adopsi (2008-2010) dengan rencana mengadopsi seluruh IFRS ke PSAK, mempersiapkan infrastruktur yang dibutuhkan, dan mengevaluasi serta mengelola dampak adopsi terhadap PSAK yang diberlakukan; (2) Tahap persiapan akhir (2011) dengan rencana menyelesaikan persiapan infrastruktur yang dibutuhkan dan menerapkan secara bertahap beberapa PSAK berbasis IFRS; (3) Tahap implementasi (2012) dengan rencana menerapkan PSAK berbasis IFRS secara bertahap dan mengevaluasi dampak penerapan PSAK secara komprehensif. Standar akuntansi keuangan Indonesia yang berbasis IFRS dianggap lebih bisa meningkatkan kualitas standar laporan keuangan dan daya banding laporan keuangan (Bank Indonesia, 2011 dalam Yulistia, dkk., 2015). Menurut Wondabio (2001) konvergensi IFRS bertujuan untuk mengeliminasi perbedaan (gap) antara standar akuntansi di Indonesia dengan IFRS.
1
2
Pengadopsian IFRS telah mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan pada PSAK, salah satunya adalah PSAK No. 16 tentang aset tetap. Menurut PSAK 16 (Revisi 2011) aset tetap adalah aset berwujud yang (a) dimiliki untuk dimanfaatkan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa, untuk disewakan bagi pihak lain, atau untuk tujuan administratif; dan (b) diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu periode. Menurut Yulistia, dkk. (2015), ada perbedaan pengukuran aset tetap setelah pengakuan awal yang sebelumnya pada PSAK 16 (Revisi 1994) aset tetap disajikan berdasarkan nilai perolehan aktiva tersebut dikurangi akumulasi penyusutan dan tidak memperbolehkan adanya revaluasi aktiva tetap (IAI, 2002 dalam Yulistia, dkk., 2015). Namun selanjutnya pengukuran setelah pengakuan menurut PSAK No. 16 entitas dapat memilih antara model biaya
atau
model
revaluasi
sebagai
kebijakan
akuntansinya
dan
mengaplikasikan kebijakan tersebut terhadap seluruh aset tetap dalam kelompok yang sama. Penelitian Kurniawati (2013) mengatakan bahwa entitas yang memutuskan merevaluasi asetnya, setelah pengakuan awal aset tetap dicatat sebesar jumlah revaluasian yaitu nilai wajar pada tanggal revaluasi dikurangi akumulasi rugi penurunan nilai yang terjadi setelah tanggal revaluasi dan akumulasi penyusutan. Setelah model revaluasi dapat digunakan, banyak pendapat bermunculan mengenai hal ini. Nurjanah (2013) mengatakan bahwa kebijakan revaluasi aset dapat menunjukkan keadaan yang sesungguhnya dari aset karena dengan revaluasi aset perusahaan mencatat aset menggunakan nilai pasar dari aset
3
tersebut sehingga nilai aset menjadi lebih relevan. Penelitian di luar negeri membuktikan bahwa keputusan manajer perusahaan memilih merevaluasi asetnya dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya faktor perkontrakan (contracting factor), faktor politis (political factors), dan asimetri informasi (information asymmetri) yang terkait dengan perusahaan (Seng dan Su, 2010). Penelitian Seng dan Su (2010) menemukan bahwa faktor politis yang diproksi dengan size (ukuran perusahaan) dapat mempengaruhi pilihan perusahaan untuk merevaluasi asetnya. Penelitian ini sesuai dengan penelitian Tay (2009) dan Barac dan Sodan (2011) yang menemukan bahwa ukuran perusahaan (firm size) secara signifikan berkontribusi pada keputusan revaluasi. Lain halnya dengan penelitian Nurjanah (2013) yang menemukan bahwa ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap revaluasi. Selain itu, penelitian Manihuruk dan Farahmita (2015) dan Yulistia, dkk (2015) menemukan bahwa ukuran perusahaan tidak berpengaruh positif terhadap revaluasi, artinya perusahaan yang berukuran besar lebih kecil kemungkinan menggunakan model revaluasi pada pencatatan aset tetap mereka. Pada penelitian Seng dan Su (2010) dan Tay (2009) intensitas aset tetap (fixed asset intensity) yang mewakili information asymmetri factor ditemukan signifikan dalam pengujian univariate tetapi secara statistik tidak signifikan dalam metode regresi logistik. Sedangkan penelitian Manihuruk dan Farahmita (2015) menemukan bahwa intensitas aset tetap berpengaruh secara
4
positif terhadap revaluasi aset tetap dan hasil ini berlawanan dengan penelitian Yulistia, dkk., (2015) dan Barac dan Sodan (2011). Penelitian yang dilakukan Barac dan Sodan (2011) membuktikan bahwa level of indebtedness tidak berpengaruh terhadap revaluasi aset menaik, sedangkan perusahaan dengan rasio likuiditas rendah lebih mungkin untuk melakukan revaluasi menaik. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Black, Sellers dan Manly (1998) dalam Manihuruk dan Farahmita (2015) yang menemukan bahwa likuiditas mempunyai pengaruh yang signifikan negatif terhadap pilihan merevaluasi aset. Sedangkan penelitian Manihuruk dan Farahmita (2015) dan Andison (2015) tidak berhasil membuktikan bahwa liquidity berpengaruh negatif terhadap keputusan revaluasi aset tetap. Declining cash flow from operation yang mewakili contracting factor pada penelitian Seng dan Su (2010) tidak ditemukan signifikan terhadap revaluasi aset tetap yang artinya declining cash flow from operation tidak berpengaruh terhadap revaluasi menaik. Hasil ini sesuai dengan penelitian Yulistia, dkk. (2015) yang menemukan bahwa penurunan arus kas operasi tidak berpengaruh positif terhadap keputusan revaluasi aset tetap. Menurut penelitian Yulistia, dkk (2015) walaupun secara konsep model revaluasi dianggap lebih relevan dibandingkan model biaya tetapi masih sedikit perusahaan yang memilih menggunakan model revaluasi aset ini. Hal ini mungkin terjadi karena dalam praktiknya revaluasi masih sulit untuk diterapkan karena biaya yang dibutuhkan mahal. Tidak hanya perusahaan di Indonesia saja yang lebih banyak memilih model biaya, perusahaan di
5
Singapura juga lebih banyak yang memilih model biaya dalam pencatatan aset tetap mereka. Hal ini terbukti pada penelitian Manihuruk dan Farahmita (2015) pada tahun 2008-2013 yang dapat dilihat pada Tabel 1.1. Tabel 1.1 Perbandingan Jumlah Perusahaan yang Menggunakan Model Revaluasi dan Model Biaya Metode Akuntansi
Indonesia
Singapura
Model Revaluasi
39
249
Model Biaya
1400
2265
Total
1439
2514
Sumber: Penelitian Manihuruk dan Farahmita (2015) Sedikitnya jumlah perusahaan yang memilih model revaluasi aset tetap membuat topik ini menjadi menarik diteliti kembali untuk mengetahui faktorfaktor apa yang dapat mempengaruhi perusahaan melakukan revaluasi. Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian Manihuruk dan Farahmita (2015). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah penelitian
ini
merupakan
penelitian
komparatif
yang
mencoba
membandingkan perusahaan di Indonesia dan Singapura. Selain itu, peneliti juga menambahkan satu variabel yaitu declining cash flow from operation dalam penelitian ini. Singapura dipilih karena sudah termasuk dalam negara maju. Peneliti berpikir mungkin terjadi perbedaan hasil antara negara maju dan negara berkembang. Singapura juga dipilih karena memiliki persamaan dengan Indonesia, yaitu mulai efektif melakukan konvergensi IFRS pada 1 Januari
6
2012 dan cara pengadopsian IFRS dilakukan secara gradual system (sistem bertahap). Adanya perbedaan hasil penelitian pada variabel firm size (ukuran perusahaan), fixed asset intensity (intensitas aset tetap), liquidity (likuiditas) pada penelitian Manihuruk dan Farahmita (2015), Yulistia, dkk (2015), Seng dan Su (2010) membuat variabel ini menjadi menarik diuji kembali untuk mengetahui apakah variabel tersebut berpengaruh terhadap keputusan perusahaan melakukan revaluasi aset tetap. Sedangkan variabel declining cash flow from operation dan variabel level indebtedness ditambahkan karena masih sedikit peneliti yang menggunakan variabel
tersebut
dan
supaya
berbeda
dengan
penelitian-penelitian
sebelumnya. Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik melakukan penelitian dengan judul “Analisis Determinasi Keputusan Revaluasi Aset Tetap (Studi Perbandingan Perusahaan Manufaktur di Indonesia dan Singapura Tahun 2013-2015)”.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah pada penelitian ini yaitu: 1. Apakah firm size berpengaruh positif terhadap keputusan revaluasi aset tetap di Indonesia dan Singapura? 2. Apakah fixed asset intensity berpengaruh positif terhadap keputusan revaluasi aset tetap di Indonesia dan Singapura?
7
3. Apakah level of indebtedness berpengaruh positif terhadap keputusan revaluasi aset tetap di Indonesia dan Singapura? 4. Apakah liquidity berpengaruh negatif terhadap keputusan revaluasi aset tetap di Indonesia dan Singapura? 5. Apakah declining cash flow from operation berpengaruh positif terhadap keputusan revaluasi aset tetap di Indonesia dan Singapura?
C. Tujuan Penelitian 1. Untuk menguji secara empiris terkait pengaruh positif firm size terhadap keputusan revaluasi aset tetap di Indonesia dan Singapura. 2. Untuk menguji secara empiris terkait pengaruh positif fixed asset intensity terhadap keputusan revaluasi aset tetap di Indonesia dan Singapura. 3. Untuk menguji secara empiris terkait pengaruh positif level of indebtedness terhadap keputusan revaluasi aset tetap di Indonesia dan Singapura. 4. Untuk menguji secara empiris terkait pengaruh negatif liquidity terhadap keputusan revaluasi aset tetap di Indonesia dan Singapura. 5. Untuk menguji secara empiris terkait pengaruh positif declining cash flow from operation terhadap keputusan revaluasi aset tetap di Indonesia dan Singapura.
8
D. Manfaat Penelitian 1. Pengembangan
ilmu
akuntansi
khususnya
dibidang
akuntansi
keuangan dan pasar modal sehingga dapat memperluas cakupan penelitian terhadap masalah revaluasi aset. 2. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang revaluasi aset sehingga dapat menjadi bahan pertimbangan pemerintah untuk membuat kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan bidang keuangan khususnya mengenai model akuntansi revaluasi aset. 3. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi, pengetahuan tentang apa itu revaluasi aset, dan bagaimana penerapannya serta faktor-faktor apa yang mempengaruhi penggunaannya sehingga dapat menjadi pertimbangan perusahaan dalam menentukan kebijakan akuntansinya.