1
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Masalah Pajak Penghasilan 21 atau PPh 21 adalah Pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa,dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi Subjek Pajak dalam negeri, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 UndangUndang No.36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan.Apabila orang pribadi Subjek Pajak dalam negeri memperoleh penghasilan dan dikenakan PPh Pasal 21, maka menjadi wajib pajak orang pribadi dalam negeri. Warga Negara asing (orang asing) yang tinggal atau berniat tinggal di Indonesia lebih dari 183 hari dalam satu tahun termasuk dalam pengertian wajib pajak orang pribadi dalam negeri, sehingga atas penghasilan orang asing tersebut apabila lebih dari 183 hari tinggal di Indonesia merupakan objek PPh Pasal 21. Masa Desember atau masa pajak tertentu di mana pegawai tetap berhenti bekerja.Dalam Masa Pajak Desember PPh Pasal 21 dihitung dari Januari atau pegawai mulai bekerja sampai dengan Desember.Dalam Masa Pajak Tertentu (bagi pegawai tetap berhenti bekerja) PPh Pasal 21 dihitung dari Januari atau pegawai mulai bekerja sampai dengan Masa Pajak pegawai tetap berhenti bekerja. Pemotong PPh Pasal 21 adalah Wajib Pajak orang pribadi atau Wajib Pajak badan, termasuk bentuk usaha tetap, yang mempunyai kewajiban
2
untuk melakukan pemotongan pajak atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Undang-Undang No.36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Sebagian besar penerimaan Negara adalah dari sektor pajak.Hal tersebut dikarenakan sampai detik ini penerimaan Negara dari sektor pajak masih menjadi prioritas utama untuk mensukseskan dan melancarkan pembangunan nasional yang terus berkesinambungan. Bagi Negara pajak merupakan salah satu sumber penerimaan terpenting yang akan digunakan untuk membiayai pengeluaran Negara baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran untuk pembangunan. Pada dasarnya setiap orang tidak suka membayar pajak dan berusaha untuk membayar pajak sekecil mungkin karena dengan membayar pajak berarti mengurangi kemampuan ekonomis mereka,segala upaya untuk penghematan pajak dalam perusahaan pun dilakukan dengan memanfaatkan celah-celah peraturan perpajakan yang ada dengan harapan memperolah laba bersih setelah pajak.Salah satunya melakukan penghematan PPh badan yang dapat dilakukan pada biaya-biaya yang berkaitan dengan kesejahteraan karyawan.Diantaranya adalah pada PPh Pasal 21 atas penghasilan yang diterima oleh karyawan. Ada 3 (tiga) metode yang dapat dipilih oleh perusahaan dalam menerapkan pemungutan PPh Pasal 21 karyawan yaitu :
3
1. Metode pertama, besarnya PPh Pasal 21 dapat dipotong langsung dari gaji yang diterima oleh karyawan. 2. Metode kedua yang dapat diterapkan adalah dengan memberikan tunjangan tambahan yang berupa Tunjangan Pajak. Tunjangan Pajak yang diberikan akan menambah Penghasilan Kena Pajak (PKP) karyawan,sehingga PPh Pasal 21 menjadi lebih besar. 3. Metode yang ketiga adalah dengan memberikan tambahan pada penghasilan bruto karyawan sebesar pajak yang harus ditanggung karyawan. Metode ini sering dikenal dengan sebutan metode Gross Up. Pajak Penghasilan Pasal 21 merupakan salah satu pajak langsung yang di pungut pemerintah pusat atau merupakan pajak Negara yang berasal dari pendapatan rakyat.Dari berbagai jenis pajak yang ada, Pajak Penghasilan Pasal 21 merupakan salah satu pajak yang memberikan masukan sangat besar bagi Negara. Kebijakan pemerintah dalam mengatur Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 antara lain dengan dikeluarkannya undangundang nomor 7 tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan undangundang nomor 10 tahun 1994, dan perubahan terakhir dengan undangundang nomor 17 tahun 2008. Selanjutnya aturan pelaksanaannya adalah dengan dikeluarkannya keputusan Direktorat Jendral Pajak No.KEP545/PJ/2008 tentang petunjuk pelaksanaan pemotongan, penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 21 sehubungan dengan pekerjaan jasa dan kegiatan orang pribadi.
4
Walaupun pajak berpengaruh terhadap aspek kehidupan usaha dan keputusan bisnis,tidaklah berarti bahwa pajak tersebut tidak dapat dikendalikan. Dengan memahami secara benar segala ketentuan peraturan
perundang-undangan
terus
menerus
perubahannya,sesungguhnya pajak tersebut dapat dikelola dengan baik agar tercapai efisiensi pembayaran pajak,karena suatu pengelolaan pajak yang efektif merupakan hal yang vital bagi suatu usaha yang berorientasi kepada keuntungan. Pengelolaan kewajiban pajak tersebut sering disosialisasikan dengan suatu elemen dalam suatu perusahaan yang disebut Tax Management (manajemen pajak). Langkah awal dalam manajemen pajak adalah perencanaan pajak (Tax planning) yakni mengumpulkan dan melakukan penelitian terhadap peraturan perpajakan agar dapat diselidiki jenis tindakan penghematan pajak yang dapat dilakukan dan masih tetap berada dalam bingkaian ketentuan perpajakan.Perubahan undang-undang pajak
yang
dilakukan
oleh
pemerintah
dimaksudkan
untuk
menyempurnakan system perpajakan yang telah ada, adapun undangundang perpajakan yang baru tersebut mulai berlaku tahun 2008. Wajib pajak yang diperlakukan sebagai subyek dalam system pemungutan pajak khususnya pada bidang pajak penghasilan (PPh) disebabkan wajib pajak diberikan kepercayaan penuh oleh negara (direktorat
jendral
pajak)
untuk
menghitung,
memperhitungkan,
menbayar dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang terhutang sesuai
5
dengan Self Assetment. Self Assetment adalah keputusan wajib pajak dalam
melaksanakan
peraturan
perundang-undangan
perpajakan
Indonesia yang berlaku tersebut. Dengan sistem pemungutan pajak yang baru atau sering disebut dengan sistem full self assesment, dimana wajib pajak merupakan subyek pajak yang diberikan kepercayaan penuh untuk menghitung dan melaksanakan sendiri kewajiban perpajakannya. Tax planning adalah suatu metode yang dapat dilakukan oleh wajib pajak untuk memaksimalkan penghasilan setelah pajak dengan cara merekayasa agar beban pajak dapat ditekan serendah mungkin dengan memanfaatkan peraturan yang ada dalam undang-undang. Bagi perusahaan, Pajak Penghasilan (PPh) yang dikenakan terhadap penghasilan yang diterima atau diperoleh dapat dianggap sebagai biaya atau beban (expense) dalam menjalankan usaha atau melakukan kegiatan. Agar biaya atau beban pajak tersebut dapat terealisir seminimal mungkin, maka penerapan manajemen pajak yang efektif melalui perencanaan pajak harus dilaksanakan dengan baik. Perusahaan adalah suatu organisasi yang didirikan untuk tujuan mendapat laba (profit oriented) sedangkan negara adalah rumah tangga besar dimana setiap tahunnya harus menyediakan dana besar untuk memenuhi segala keperluan yang satu-satunya adalah pembangunan. Dana-dana negara tersebut diperoleh dari sumber penerimaan negara yaitu diantara berasal dari penjualan minyak dan gas bumi (migas),
6
pajak, maupun dari pinjaman luar negeri yang kesemuanya itu diatur dalam anggaran pendapat dan belanja negara (APBN). Melihat penjabarandiatas penulisan tertarik untuk melakukan penelitian tentang pentingnya perhitungan pajak dengan latar belakang tersebut maka penulis mengambil judul“ANALISISPENGHITUNGAN, PEMOTONGAN
DANPELAPORAN
PPh
PASAL
21
ATAS
GAJIKARYAWAN PADA PT.ISA LINESSURABAYA”.
1.2.
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas, permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah : “Bagaimana sangat pentingnya menghitung,memotongdan melaporkan Pajak Penghasilan Pasal 21 pada PT. Isa Lines Surabaya?“ .
1.3.
Tujuan Penelitian “Untuk mengetahui bagaimana cara PT.Isa Lines Surabaya Menghitung, memotong dan melaporkan Pajak Penghasilan Pasal 21 dari para karyawan?“.
1.4.
Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat Penelitian Secara Teoritis: a. Bagi pihak akademik secara langsung dapat melaksanakan fungsinya sebagai dimensi intelektual yaitu pengabdian pada masyarakat dan
7
laporan yang dibuat penulis dapat dijadikan sebagai penambahan pustaka di Universitas Wijaya Putra (UWP) dan diharapkan dapat bermanfaat dikemudian hari. b. Bagi penulis dapat merealisasikan teori-teori yang telah diperoleh selama berada dibangku kuliah ke dalam dunia praktek kerja nyata. Disamping itu setidaknya mahasiswa juga memberikan peran tersendiri bagi instansi yaitu
membantu
menyumbangkan
pemikiran
untuk
lebih
mendayagunakan potensi instansi sehingga didapat suatu hasil yang lebih optimal. c. Bagi bidang studi akuntansi khususnya jurusan akuntansi perpajakan dapat mengetahui sampai sejauh mana aplikasi ilmu perpajakan dan akuntansi sehingga penulis dapat mempersiapkan diri dalam menghadapi dunia perekonomian yang semakin berkembang dan memiliki tuntutan yang besar sekaligus untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang perpajakan di Indonesia khususnya mengenai PPh Pasal 21.
1.4.2. Manfaat Penelitian Secara Praktis : a. Manfaat Bagi Perusahaan atau Instansi dapat memanfaatkan hasil dari sistem yang telah dibuat untuk lebih mendayagunakan potensi instansi sehingga
dapat
mengoptimalkan
kerja
khususnya
mengenai
penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan sebagai tolak ukur atas pelaksanaan penghitungan, pemotongan dan pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 pada PT. Isa Lines Surabaya.
8
b. Manfaat Bagi Karyawan dapat memberikan informasi secara tertulis maupun sebagai referensi mengenaicara penghitungan, pemotongan dan pelaporan PPh Pasal 21 secara baik dan benar.
1.5.
Batasan Masalah Mengingat
banyaknya
kewajiban
perpajakan
yang
harus
dilakukan perusahaan maka penulisan ini terbatas pada evaluasi penghitungan, pemotongan dan pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 sesuai Undang-Undang perpajakan yang berlaku dan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.
9
BAB II TELAAH PUSTAKA
2.1.
Landasan Teori
2.1.1. Pengertian Pajak Pegertian
atau
definisi
pajak
bermacam-macam
parapakar
perpajakan mengemukakanya berbeda satu sama lain dari waktu ke waktu, meskipun demikian pada dasarnya memiliki tujuan yang sama yaitu untuk merumuskan pengertian pajak sehingga mudah dipahami. Pengertian pajak, yang salah satu pengertian itu dinyatakan oleh R, Santoso Brotodiharjo dalam bukunya Pengantar Ilmu Hukum Pajak yang dirangkum oleh Waloyu dalam bukunya Perpajakan Indonesia yang berbunyi sebagai berikut : “Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas Negara untuk menyelenggarakan pemerintahan”. Sebagai
satu
perbandingan akan diuraikan
pengertianpajak
menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH adalah sebagai berikut : “ Pajak adalah iuran rakyat kepada Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak dapat jasa timbal balik (konsentrasi), yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”. Menurut Undang-undang No. 23 tahun 2007 Pajak adalah Berdasarkan definisi-definisi tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa
9
10
pajak adalah iuran rakyat kepada negara yang dapat dipaksakan berdasarkan Undang-undang dengan tanpa mendapatkan jasa timbal balik (kontraprestasi) yang dapat ditunjukkan secara langsung, yang digunakan untuk membiayai pengeluran umum pemerintah.
2.1.2. Fungsi Pajak Fungsi pajak secara sederhana adalah untuk menyelenggarakan kepentingan bersama para warga masyarakat. Berdasarkan ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak dari berbagai definisi, terdapat 2 (dua) fungsi pajak, yaitu: a. Fungsi Penerimaan (Budgetair) Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya. Contoh: dimasukkannya pajak dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebagai penerimaan dalam negeri. b. Fungsi Mengatur (Regulerend) Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi. Contoh: dikenakannya pajak yang lebih tinggi terhadap minuman keras dapat ditekan serta demikian pula dengan barang mewah.
2.1.3. Syarat Pemungutan Pajak Agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau perlawanan, maka pemunguan pajak harus memenuhi syarat sebagai
11
berikut: a. Pemungutan pajak harus adil (Syarat Keadilan) Sesuain dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan, undangundang
dan
pelaksanaan
pemungutan
harus
adil.Adil
dalam
perundang-undangan diantaranya mengenakan pajak secara umum dan merata,
serta
masing.Sedangkan
disesuaikan adil
dalam
dengan
kemampuan
pelaksanaannya
yakni
masingdengan
memberikan hak bagi Wajib Pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran dan mengajukan banding kepada Majelis Pertimbangan Pajak. b. Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang (Syarat Yuridi ) Di Indonesia, pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2. Hal ini memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik bagi Negara maupun warganya. c. Tidak Menganggu Perekonomian (Syarat Ekonomis) Pemungutan tidak boleh menganggu kelancaran kegiatan produksi maupun
perdagangan,
sehingga
tidak
menimbulkan
kelesuan
perekonomian masyarakat. d. Pemungutan Pajak Harus Efisien (Syarat Finansiil) Sesuain dengan budgetair, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan sehingga lebih rendah dari hasil pemungutannya. e. Sistem Pemungutan Pajak Harus Sederhana System pemungutan pajak yang sederhana akan memudahkan dan
12
mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.
2.1.4. Teori-Teori Yang Mendukung Pemungutan Pajak Terdapat beberapa teori yang menjelaskan atau memberikan justifikasi pemberian hak kepada Negara untuk memungut pajak. Teoriteori tersebut, yaitu : a. Teori Asuransi Negara melindungi keselamatan jiwa, harta benda, dan hak-hak rakyatnya. Oleh karena itu rakyat harus membayar pajak yang diibaratkan sebagai premi asuransi karena memperoleh jaminan perlindungan tersebut. b. Teori Kepentingan Pembagian
beban
pajak
kepentinganmasing-masing
kepada orang.
rakyat
Semakin
didasarkan besar
pada
kepentingan
seseorang terhadap Negara semakin tinggi pajak yang harus dibayar. c. Teori Daya Pikul Beban pajak untuk semua orang harus sama beratnya, artinya pajakharus dibayar sesuai dengan daya pikul masing-masing orang. d. Teori Bakti Dasar keadilan pemungutan pajak terletak pada hubungan rakyat dengan negaranya. Sebagai warga negara yang berbakti, rakyat harus selalu menyadari bahwa pembayaran pajak adalah sebagai suatu kewajiban.
13
e. Teori Asas Daya Beli Dasar
keadilan
terletak
pada
akibat
pemungutan
pajak.
Maksudnyamemungut pajak berarti menarik daya beli dari rumah tangga masyarakat untuk rumah tangga Negara. Selanjutnya Negara akan menyalurkan kembali ke masyarakat dalam bentuk pemeliharaan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian kepentingan seluruh masyarakat lebih diutamakan. (Mardiasmo, 2009:4)
2.1.5. Hukum Pajak Materiil dan Hukum Pajak Formil Hukum pajak mengatur hubungan antara pemerintah (fiscus) selaku pemungut pajak dengan rakyat sebagai Wajib Pajak (WP). Ada 2 macam hukum pajak yakni: 1. Hukum Pajak Materiil Memuat norma-norma yang menerangkan antara lain keadaan, perbuatan, peristiwa hukum yang dikenai pajak (objek pajak), siapa yang dikenakan pajak (subjek), berapa besar pajak yang dikenakan (tarif), segala sesuatu tenang timbul dan hapusnya utang pajak, dan hubungan hukum antara pemerintah dan Wajib Pajak.
2. Hukum Pajak Formil Memuat bentuk/tata cara untuk mewujudkan hukum materiil menjadi kenyataan (cara melaksanakan hukum pajak materiil). Hukum ini memuat antara lain:
14
a. Tata cara menyelenggarakan (prosedur) penetapan suatu utang pajak. b. Hak-hak fiskus untuk mengadakan pengawasan terhadap para Wajib Pajak,
mengenai
keadaan
perbuatan
dan
peristiwa
yang
menimbulkan utang pajak. c. Kewajiban
wajib
pembukuan/pencatatan,
pajaknya, dan
hak-hak
menyelenggarakan Wajib
Pajak
misalnya
mengajukan keberatan dan banding.
2.1.6. Pengelompokan Pajak 2.1.6.1.Menurut Golongannya 1. Pajak Langsung Adalah pajak yang harus dipikul sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada pihak lain, tetapi harus menjadi beban langsung Wajib Pajak yang bersangkutan. Contoh: Pajak Penghasilan (PPh). 2. Pajak Tidak Langsung Adalah pajak yang dapat dibebankan atau dilimpahkan ke pada pihak lain Contoh: Pajak Pertambahan Nilai (PPn).
15
2.1.6.2.Menurut Sifatnya 1. Pajak Subjektif Yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya dalam arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh: Pajak Penghasilan (PPh). 2. pajak Objektif Yaitu pajak yang berpangkal dari obyeknya tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Pertambahan Nilai atas Barang Mewah (PPn dan PPnBM).
2.1.6.3.Menurut Lembaga Pemungutannya 1. Pajak Pusat Yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untukmembiayai rumah tangga Negara. Contoh : Pajak penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, dan pajak Penjualan
atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, dan Bea
Materai. 2. Pajak Daerah Pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.Pajak Daerah terdiri dari: a. Pajak Propinsi
16
Contoh: Pajak Kendaraan Bermotor dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor. b. Pajak Kabupaten/kota Contoh: Pajak Hotel, Pajak Restoran, dan Pajak Hiburan.
2.1.7. Tata Cara Pemungutan Pajak 2.1.7.1.Stelsel Pajak Pemungutan pajak dapat dilakukan berdasarkan 3 (tiga) stelsel yaitu: 1. Stelsel Nyata (Riel Stelsel) Pengenaan pajak didasarkan pada objek pajak (penghasilan yang nyata) sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya telah dapat diketahui. 2. Stelsel Anggapan (Fictieve Stelsel) Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh Undang-undang, misalnya penghasilan suatu tahun dianggap sama dengan tahun sebelumnya sehingga pada awal tahun pajak telah dapat ditetapkan besarnya pajak terutang. 3. Stelsel Campuran Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dengan stelsel anggapan pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan, kemudian pada akhir tahun besar pajak disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya.
17
2.1.7.2.Asas Pemungutan Pajak 1.
Asas Tempat Tinggal (Asas Domisili) Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan Wajib Pajak yang bertempat tinggal diwilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri.Asas ini berlaku untuk Wajib Pajak dalam negeri.
2.
Asas Sumber Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal Wajib Pajak.
3.
Asas Kebangsaan Pengenaan
pajak
dihubungkan
dengan
kebangsaan
suatu
negara.Misalnya: pajak bangsa asing di Indonesia dikenakan pada setiap orang yang bukan berkebangsaan Indonesia yang bertempat tinggal di Indonesia.Asas ini berlaku untuk Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN).
2.1.7.3.Sistem Pemungutan Pajak 1. Official Assessment System Official assessment system adalah sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang. Ciri-cirinya: a.
Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang berada
18
pada pemerintah (fiskus). b.
Wajib Pajak (WP) bersifat pasif.
c.
Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh pemerintah (fiskus).
2. Self Assessment System Self assessment system adalah sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak (WP) untuk menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar. Ciri-cirinya: a.
Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib Pajak sendiri.
b.
Wajib Pajak aktif mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak terutang.
c.
Pemerintah (fiskus) tidak ikut campur dan hanya mengawasi.
3. Withholding System Withholding system adalah sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Ciri-cirinya: a.
Wewenang menetukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, pihak selain pemerintah (fiskus) dan Wajib Pajak.
19
2.1.8. Tarif Pajak Merupakan angka atau persentase yang digunakan untuk menghitung jumlah pajak atau jumlah pajak yang terutang. Macam-macam tarif adalah sebagai berikut : a. Tarif Tetap yaitu tarif dengan jumlah atau angka tetap (sama) terhadap berapapun yang menjadi dasar pengenaan sehingga besarnya pajak yang terutang tetap. contoh: besarnya tarif bea meterai untuk cek dan bilyet giro dengan nilai nominal berapapun jumlahnya adalah sama Rp 1.000,00. b. Tarif Sebanding (Proporsional) yaitu tarif berupa persentase yang tetap, terhadap berapapun jumlah yang
dikenai
pajak
sehingga
besarnya
pajak
yang
terutang
proporsional terhadap besarnya nilai yang akan dikenakan pajak. Contoh: PPN sebesar 10 % yang dikenakan terhadap penyerahan suatu barang kena pajak. Dengan persentase tetap akan menyebabkan jumlah pajak menjadi lebih besar apabila jumlah dasar pengenaannya semakin besar. c. Tarif Meningkat (Progresive) yaitu tarif dengan persentase yang semakin meningkat (naik) apabila jumlah yang menjadi dasar pengenaan pajak meningkat (naik).
20
Contoh: Pajak Penghasilan, semakin besar dasar pengenaan pajaknya maka semakin besar pula persentasenya dan semakin besar pula jumlah pajaknya. 1. Tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi: a.) Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri Lapisan Penghasilan Kena Pajak
Tarif Pajak
Sampai dengan Rp 50.000.000,00
5%
Di atas Rp 50.000.000,00 s.d.Rp 250.000.000,00
15%
DiatasRp250.000.000,00s.d.Rp 500.000.000,00
25%
Di atas Rp 500.000.000,00
30%
b.)Wajib Pajak badan dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT).Wajib Pajak Badan Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap adalah sebesar-besarnya 28% (dua puluh delapan persen). d. Tarif Menurun (Degresive) yaitu tarif dengan persentase yang semakin turun apabila jumlah yang menjadi dasar pengenaan pajak meningkat (naik).
2.1.9. Fungsi Managemen Pajak 1. Perencanaan Pajak ( Tax Planning ) Perencanaan pajak adalah tahap pertama dalam penghematan pajak. Strategi
penghematan
pajak
disusun
pada
saat
perencanaan.
Perencanaan pajak merupakan upaya legal yang bisa dilakukan Wajib
21
Pajak, karena Wajib Pajak hanya melakukan dengan memanfaatkan halhal yang tidak teratur (loopholes). Rencana pengelakan pajak dapat ditempuh dengan cara : a.Mengambil
keuntungan
sebesar-besarnya
dari
ketentuan
mengenaipengecualian dan potongan atau pengurangan yang diperkenankan. Contoh pengurangan yang dapat dimanfaatkan untuk mengurangi pajak dapat dilakukan sebagai berikut, misalnya menjelang akhir tahun diketahui bahwa jumlah pajak yang akan terutang cukup besar. Untuk mengurangi jumlah itu, perusahaan dapat menguranginya dengan menambah biaya misalnya biaya pendidikan, dan biaya-biaya lainnya. b. Mendirikan perusahaan dalam 1 jalur usaha sehingga dapat diatur secara keseluruhan penggunaan tarif pajak, potensi penghasilan, kerugian dan aktiva yang bisa dihapus. c. Menyebarkan penghasilan menjadi beberapa tahun untuk mencegah penghasilan tersebut masuk dalam kategori pendapatan yang tarifnya tinggi. Bila mungkin pembayarannya pajak bisa ditunda. Penghasilan yang dikenakan tarif 35% dapat dihindarkan dengan cara menunda penerimaan penghasilan pada tahun bersangkutan. 1.Pelaksanaan Kewajiban Perusahaan Apabila diketahui jenis dan cara pengelakan pajak, tahap selanjutnya adalah pelaksanaan kewajiban perpajakan baik normal maupun material. Harus dipastikan bahwa pelaksanaan kewajiban
22
itu telah memenuhi peraturan perpajakan yang berlaku.Manajemen pajak
tidak
dimaksudkan
untuk
melanggar
peraturan.Jika
pelaksanaan kewajiban perpajakan menyimpang dari peraturan yang ada maka peraturan itu telah menyimpang dari tujuan manajemen pajak.Tujuan manajemen pajak sebenarnya adalah agar perusahaan tidak menyimpang dari ketentuan. 2. Pengendalian Pajak Pengendalian pajak adalah tahap pekerjaan untuk memastikan bahwa
peraturan
perpajakan
telah
dilaksanakan.
Dalam
pengendalian pajak yang penting adalah pengecekan pembayaran pajak. Akhir dari prosedur perpajakan adalah pembayaran pajak misalnya, tentu lebih menguntungkan jika perusahaan membayar pajak pada saat terakhir dari pada penyetorannya dilakukan jauh sebelumnya. Pengendalian pajak termasuk pemeriksaan jika perusahaan telah membayar pajak lebih besar dari pada pajak terutang.
2.1.10. Pajak Penghasilan (PPh) Pajak penghasilan (PPh) sebelum perundang-undangan perpajakan tahun 1983 diatur dalam beberapa ketentuan perundang-undangan seperti yang dikenal dengan pajak pendapatan orang pribadi yang dipungut berdasarkan ordonasi pajak pendapatan tahun 1984. Selanjutnya sejak tahun 1984 pajak penghasilan dipungut berdasarkan Undang-undang
23
Nomor 7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan (PPh). Dalam sejarah perkembangannya pada Undang-undang PPh ini dilakukan perubahan pada tahun 1990, tahun 1994, Tahun 2000, dan yang terakhir dilakukan perubahan pada tahun 2008 dengan Undang-undang adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara. Contoh : Pajak penghasilan, pajak Pertambahan Nilai, dan pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, dan Bea Materai.
2.2.
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang digunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya. Fungsi NPWP : 1.
Sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak.
2.
Untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan administrasi perpajakan.
2.2.1. Cara memperoleh NPWP Setiap wajib pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas danwajib pajak badan, wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktoral Jendral Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat
24
kedudukan wajib pajak untuk dicatat sebagai wajib pajak dan sekaligus kepadanya diberikan NPWP paling lama satu bulan setelah saat usaha mulai dijalankan. Apabila berdasarkan data yang diperoleh atau dimiliki oleh Direktoral Jendral Pajak seorang pribadi atau badan telah memenuhi syarat untuk memberoleh NPWP, dapat diterbitkan NPWP secara jabatan. Wajib Pajak selain untuk memperoleh NPWP dapat pula wajib pajak memperoleh NPWP secara jabatan yaitu apabila berdasarkan data ternyata orang pribadi atau badan memenuhi syarat untuk diberi NPWP. Oleh karena itu wajib pajak atau orang yang diberi kuasa khusus untuk mendaftarkan diri memperoleh NPWP wajib pajak mengisi, mendatangani, dan menyampaikan formulir pendaftaran ke KPP setempat. Selanjutnya KPP menerbitkan Surat Keterangan Terdaftar dengan jangka waktu paling lama pada hari kerja berikutnya setelah permohonan pendaftaran serta persyaratannya diterima secara lengkap.
2.2.2. Pajak Penghasilan Karyawan Pajak penghasilan merupakan pajak yang dikenakan terhadap penghasilan yang diterima atau diperoleh karyawan berkenaan dengan penghasilannya. Menurut UU Nomor 36 tahun 2008 penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomi yang diterima atau diperoleh wajib pajak paik berasal dari Indonesia maupun luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang
25
bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun secara umum orang akan dipekerjakan oleh badan usaha untuk menjalankan usahanya disebut dengan karyawan. Imbalan yang diterima oleh karyawan atas jasanya disebut sebagai upah, dan setiap upah yang diterima oleh karyawan baik itu yang dibayar setiap satu minggu sekali atau satu bulan sekali wajib dikenakan pajak yang disebut dengan pajak penghasilan karyawan, sebelum pemotongan pajak penghasilan karyawan terlebih dahulu mengetahui apa saja yang menjadi unsur pengurang dan penghasilan bruto dan unsur-unsur tersebut adalah : 1.
Biaya jabatan adalah biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang besarnya (5%) dari penghasilan bruto.
2.
Iuran yang melekat pada gaji (iuran pensiun) adalah biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara uang pensiun yang besarnya (5%) dari penghasilan bruto berupa uang pensiun.
3.
PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak) adalah sejumlah penghasilan yang tidak dikenakan pajak penghasilan.
2.2.3. Cara Menghitungan PPh Pasal 21 karyawan Untuk menghitung PPh Pasal 21 atas penghasilan pegawai tetap terlebih dahulu dicari penghasilana netto sebulan diperoleh dengan cara mengurangi penghasilan bruto dengan biaya jabatan, iuran pensiun, iuran tabungan hari tua yang dibayar pegawai.
26
a.
Untuk memperoleh penghasilan netto setahun dilakukan dengan cara penghasilan netto sebulan dikali 12 bulan.
b.
Penghasilan netto yang telah disetahunkan kemudian dikurangi dengan PTKP untuk memperoleh Penghasilan Kena Pajak kemudian dikalikan dengan tarif pajak pasal 17 UU PPh untuk memperoleh PPh Pasal 21 sebulan, jumlah PPh pasal 21 setahun dibagi dengan 12 bulan.
Cara menghitung PPh karyawan diawali dengan menentukan jumlah penghasilan bruto karyawan dan dikurangi dengan unsur pengurang penghasilan bruto. Menurut Pasal 6 (1) UU Nomor 17 tahun 2000 yang menjadi unsur pengurang penghasilan bruto adalah : 1.
Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan termasuk biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk bunga, uang, sewa,royalti, biaya perjalanan, biaya pengolahan limbah, premi asuransi, biaya administrasi, dan pajak kecuali pajak penghasilan.
2.
Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun .
3.
Iuran dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh menteri keuangan.
27
4.
Kerugian karena penjualan atau pengalihan bunga yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan.
5.
Kerugian dari selisih kurs mata uang asing.
6.
Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia.
7.
Biaya beasiswa, magang, dan penelitian.
8.
Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat : -
Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial.
-
Telah disarankan secara penagihannya kepada pengadilan negeri atau badan urusan piutang dan lelang Negara (BUPLN) atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang atau pembebasan utang antara kreditur atau debitur yang bersangkutan.
-
Telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus.
-
Wajib pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Direktur Jendral Pajak, yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan keputusan Direktorat jendral Pajak.
2.2.4. PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak) Adalah batasan dimana penghasilan seseorang tidak kena pajak,dalam menghitung penghasilan kena pajak bagi pegawai yang penghasilannya dibayar bulanan maka konsep PTKP yang diterapkan
28
adalah PTKP dalam hitungan tahunan, terkecuali bagi mereka yang penghasilannya dibayar harian maka PTKP nya adalah harian. Besarnya PTKP secara terperinci yang berlaku untuk masa pajak tahun 2009 sampai 2012,Undang-Undang Pajak Penghasilan No.36/2008 Pasal7(yang berlaku sejak januari 2009 s.d desember 2012) adalah sebagai berikut: Status
Keterangan
Besarnya PTKP
TK/0
Tidak Kawin Tanpa Tanggungan
Rp 15.840.000/tahun
TK/1
Tidak Kawin 1 Tanggungan
Rp 17.160.000/tahun
TK/2
Tidak Kawin 2 Tanggungan
Rp 18.840.000/tahun
TK/3
Tidak Kawin 3 Tanggungan
Rp 19.800.000/tahun
K/0
Kawin Tanpa Tanggungan
Rp 17.160.000/tahun
K/1
Kawin 1 Tanggungan
Rp 18.840.000/tahun
K/2
Kawin 2 Tanggungan
Rp 19.800.000/tahun
K/3
Kawin 3 Tanggungan
Rp21.120.000/tahun
K/1/0
Kawin penghasilan istri digabung dengan
Rp 33.000.000/tahun
penghasilan suami tanpa tanggungan K/1/1
Kawin penghasilan istri digabung dengan Rp 34.320.000/tahun penghasilan suami (1) tanggungan
K/1/2
Kawin penghasilan istri digabung dengan Rp 35.640.000/tahun penghasilan suami (2) tanggungan
K/1/3
Kawin penghasilan istri digabung dengan Rp 36.960.000/tahun penghasilan suami (3) tanggungan
29
Penghitungan PTKP ditentukan menurut keadaan pada awal tahun Pajak.Penghitungan PTKP untuk pegawai lama (tahun sebelumnya sudah bekerja di Indonesia) dilakukan dengan melihat keadaan pada awal tahun takwim (1 januari).Bagi pegawai yang baru datang dan menetap di Indonesia dalam bagian tahun takwim, besarnya PTKP tersebut berdasarkan keadaan pada awal bulan dari bagian tahun takwim yang bersangkutan. Dalam hal karyawan kawin, PTKP yang dikurangkan adalah hanya untuk dirinya sendiri.Dalam hal karyawati tidak kawin, penguranga PTKP selain untuk dirinya sendiri juga PTKP untuk keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya.
2.2.5. Wajib Pajak PPh Pasal 21 Penerima penghasilan yang dipotong PPh pasal 21 adalah orang pribadi yang merupakan 1. Pegawai. 2. Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau jaminan hari tua termasuk ahli warisnya. a. Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris. b. Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model,
30
peragawan/peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya. c. Olahragawan. d. Penasehat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh dan moderator. e. Pengarang, peneliti, dan penerjemah. f. Penerima jasa dalam segala bidang termasuk teknik computer dan system
aplikasinya,
telekomunikasi,
elektronika,
fotografi,
ekonomi dan social serta pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan. g. Agen iklan. h. Pengawas atau pengelola proyek. i. Pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi perantara. j. Petugas penjaja barang dagangan. k. Petugas dinas luar asuransi l. Distributor perusahaan multi level marketing atau direct selting dan kegiatan sejenis lainnya. 3. Peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan keikutsertaannya dalam suatu kegiatan antara lain meliputi : a. Peserta perlombaan dalam segala bidang, antara lain perlombaan olah raga, seni, ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi dan perlombaan lainnya. b. Peserta rapat, konferensi, siding, pertemuan atau kunjungan kerja.
31
c. Peserta
atau
anggota
dalam
suatu
kepanitiaan
sebagai
penyelenggara kegiatan tertentu. d. Peserta pendidikan, pelatihan, dan magang. e. Peserta kegiatan lainnya.
2.2.6. Objek Pajak PPh Pasal 21 Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah : 1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap, baik berupa penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur. 2. Penghasilan yang diterima atau diperoleh penerima pension secara teratur berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya. 3. Penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan penghasilan sehubungan dengan pensiun yang diterima secara sekaligus berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau jaminan hari tua, dan pembayaran lain sejenis. 4. Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas berupa upah harian,upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan secara bulanan. 5. Imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan imbalan sehubungan dengan pekerjaan jasa, dan kegiatan yang dilakukan.
32
6. Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun. 7. Penerimaan dalam bentuk nama dan atau kenikmatan lainnya dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh : a.
Bukan wajib pajak
b.
Wajib pajak yang dikenakan pajak penghasilan yang bersifat final atau
c.
Wajib pajak yang dikenakan pajak penghasilan berdasarkan norma penghitungan khusus (deemed profit).
Penghasilan sebagaimana tersebut diatas yang diterima atau diperoleh orang pribadi subjek pajak dalam negeri merupakan penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21.Sedangkan apabila diterima atau diperoleh orang pribadi subjek pajak luar negeri merupakan penghasilan yang dipotong PPh Pasal 26.
2.2.7. Subjek Pajak Adalah subjek pajak atas penghasilan yangditerima atau diperoleh dalam tahun pajak. Yang menjadi subjek pajak adalah: 1.
a . Orang pribadi b.
Warisan
yang
belum
menggantikan yang berhak
terbagi
sebagai
satu
kesatuan
33
2.
Badan terdiri dari PT, CV, perseroan lainnya, BUMN/BUMD dengan nama dan bentuk apapun, Firma, Kongsi, Koperasi, Dana pensiun, Persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi social politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolekif.
3.
Badan Usaha Tetap (BUT)
Subjek pajak dapat dibedakan menjadi : 1.
Subjek pajak dalam negeri Adalah subjek pajak yang secara fisik memang berada atau bertempat tinggal atau berkedudukan di Indonesia. Secara praktis ini dapat dilihat dalam ketentuan berikut : a.
Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan. Atau juga orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia. Jangka waktu 12 bulan bukanlah harus dimulai dari bulan januari atau awal tahun pajak, namun bisa jadi setelahnya. Disamping itu juga tidak harus secara berturut-turut 183 hari tinggal di Indonesia, namun bisa jadi secara continue sepanjang jumlahnya memenuhi 183 hari selama 12 bulan.
b.
Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia.
34
c.
Warisan
yang
belum
terbagi
sebagai
satu
kesatuan
menggantikan yang berhak. 2.
Subjek Pajak Luar Negeri a.
Menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, ataupun berada di Indonesia namun tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan tidak bertempat kedudukan di Indonesia.
b.
Menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, ataupun berada di Indonesia namun tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui Bentuk Usaha Tetap di Indonesia
35
Perbedaan Wajib Pajak dalam negeri dan Wajib Pajak luar negeri, antara lain : Wajib Pajak Dalam Negeri •
•
Dikenakan
Wajib Pajak Luar Negeri atas •
pajak
penghasilan baik yang dierima
penghasilan yang berasal dari
atau diperoleh dari Indonesia dan
sumber
luar Indonesia.
Indonesia.
Dikenakan
pajak
berdasarkan •
penghasilan neto. •
•
Dikenakan pajak hanya atas
Tarif
pajak
yang
penghasilan
di
Dikenakan pajak berdasarkan dari penghasilan bruto.
digunakan •
Tarif pajak yang digunakan
adalah tarif umum (Tarif UU PPh
adalah tarif sepadan (tarif UU
pasal 17).
PPh pasal 26).
Wajib menyampaikan SPT
•
Tidak
wajib
menyampaikan
SPT
Yang tidak termasuk subjek pajak antara lain : 1. Kantor perwakilan Negara asing 2. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsultan atau pajabat lain dari Negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka, dengan syarat: a. Bukan warga Negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain diluar jabatannya di Indonesia.
36
b. Negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik. 3. Organisasi internasional, dengan syarat: a. Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut. b. Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain pemberian pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota. 4. Pejabat perwakilan organisasi internasional, dengan syarat: a. Bukan warga Negara Indonesia. b. Tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain unuk memperoleh penghasilan di Indonesia.
2.2.8. Objek Pajak Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahankemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun termasuk : 1.
Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pension, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini;
2.
Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan;
3.
Laba usaha;
37
4.
Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk : a.
Keuntungan
karena
pengalihan
harta
kepada
perseroan,
persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal; b.
Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya;
c.
Keuntungan
karena
likuidasi,
penggabungan,
peleburan,
pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apapun; d.
Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau sumbangan kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan peraturan
menteri
keuangan, seperti tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan dan e.
Keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan;
38
5.
Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah di bebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembaliaan pajak;
6.
Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembaliian utang;
7.
Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;
8.
Royalti atau imbalan atas penggunaan hak;
9.
Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
10. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala; 11. Keuntungan karena pembebasan uang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah; 12. Keuntungan selisih kurs mata uang asing; 13. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva; 14. Premi asuransi; 15. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari wajib pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas; 16. Tambahan kekayaan netto yang berasal dari ponghasilan yang belum dikenakan pajak; 17. Penghasilan dari usaha berbasis syariah; 18. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai ketemtuan umum dan tata cara perpajakan; dan 19. Surplus Bank Indonesia
39
Penghasilan tersebut dapat dikelompokkan menjadi : 1.
Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas seperti gaji, honorarium, penghasilan dari praktik dokter, notaris, aktuaris, akuntan, pengacara dan sebagainya.
2.
Penghasilan dari usaha atau kegiatan.
3.
Penghasilan dari modal atau penggunaan harta seperti sewa, bunga, dividen, royalti, keuntungan dari penjualan harta yang tidak digunakan dan sebagainya.
4.
Penghasilan
lain-lain
yaitu
penghasilan
yang
tidak
dapat
diklasifikasikan ke dalam salah satu dari tiga kelompok penghasilan diatas, seperti : a.
Keuntungan karena pembebasan utang.
b.
Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing.
c.
Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.
d.
Hadiah undian. Bagi wajib pajak dalam negeri yang menjadi objek pajak adalah
penghasilan baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia.Sedangkan bagi wajib pajak luar negeri, yang menjadi objek pajak hanya penghasilan yang berasal dari Indonesia saja. Yang tidak termasuk objek pajak yaitu: a. bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakatyang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oelh penerima zakat yang berhak atau
40
sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima leh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan peraturan pemerintah; b. harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan social termasuk yayasan, koperasi, atau oaring pribadi yang menjalankan usaha mikro kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan diantara pihak-pihak yang bersangkutan; 1. warisan; 2. harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal; 3. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajin Pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit);
41
1. pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa; 2. deviden atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas (PT) sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi badan usaha milik Negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat: a. deviden berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan b. bagi perseroan terbatas (PT), badan usaha milik Negara dan badan
usaha
milik
daerah
yang
menerima
deviden,
kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor; 3. iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai; 4. penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana dimaksudkan pada angka 7, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan; 5. bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-
42
saham, persekutuan, perkumpulan,firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif; 6. penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut: a. merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur
dengan
atau
berdasarkan
Peraturan
Menteri
Keuangan; dan b. sahamnya tidak diperdagangkan dibursa efek di Indonesia 7. beasiswa
yang
memenuhi
persyaratan
tertentu
yang
ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan 8. sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan
43
9. bantuan
atau
santunan
yang
dibayarkan
oleh
Badana
Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan
2.2.9. Prosedur Prosedur adalah rangkaian aktivitas atau kegiatan yang dilakukan secara berulang-ulang dengan cara yang sama.
2.2.10 Surat Pemberitahuan ( SPT ) Surat Pemberitahuan (SPT) adalah Surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Fungsi Surat Pemberitahuan (SPT) bagi Wajib Pajak Pajak Pengahasilan
adalah
sebagai
sarana
untuk
melaporkan
dan
mempertanggung jawabkan perhitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang : a.
Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan/atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam 1 (satu) Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak.
b.
Penghasilan yang merupakan objek pajak dan/atau bukan objek pajak.
c.
Harta dan kewajiban dan/atau
44
d.
Pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan atau pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Bagi Pengusaha Kena Pajak, fungsi Surat Pemberitahuan adalah
sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggung jawabkan penghitungan jumlah pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah yang sebenarnya terutang dan melaporkan tentang : a.
Pengkreditan pajak masukan terhadap pajak keluaran dan
b.
Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh pengusaha kena pajak dan atau melalui pihak lain dalam satu masa pajak, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang–undangan perpajakan. Bagi pemotongan atau pemungut pajak fungsi Surat Pemberitahuan
(SPT) adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggung jawabkan pajak yang dipotong atau dipungut dan disetorkannya.
2.3.
Surat Setoran Pajak (SSP) Surat Setoran Pajak (SSP) adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas Negara melalui tempat pembayaran yang ditunjukan oleh Menteri Keuangan. Surat Setoran Pajak (SSP ) berfungsi sebagai bukti pembayaran pajak apabila telah disahkan
45
oleh Pejabat kantor penerima pembayaran yang berwenang atau apabila telah mendapatkan validasi. Pengertian-pengertian
yang
berhubungan
dengan
prosedur
penghitungan dan pelaporan PPh Badan Pasal 21 Wajib pajak badan. 1.
Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayaran pajak, pemotongan pajak dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
2.
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah Nomor yang diberikan kepada wajib pajak sebagai sarana dalam admonistrasi yang digunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak dalam melakukan hak dan kewajiban perpajakannya.
3.
Masa pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi wajib pajak untuk menghitung, menyetor dan melaporkan pajak yang terutang dalam suatu jangka waktu tertentu sebagaimana ditentukan dalam undang-undang KUP. Masa pajak sama dengan 1 (satu) bulan kalender atau jangka waktu lain yang diatur dengan peraturan Menteri keuangan paling lama 3 (tiga) bulan kalender.
4.
Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat dalam masa pajak, dalam tahun pajak, atau dalam bagian tahun pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
5.
Surat pemberitahuan (SPT) adalah
Surat yang oleh wajib pajak
digunakan untuk melaporkan perhitungan dan atau pembayaran pajak,
46
objek pajak dan atau bukan objek pajak, dan atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. 6.
Surat Pemberitahuan Masa adalah surat pemberitahuan untuk suatu masa pajak.
7.
Surat Setoran Pajak (SSP) adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas Negara melalui tempat pembayaran yang ditunjukan oleh Menteri Keuangan. Surat Setoran pajak berfungsi sebagai bukti pembayaran pajak apabila telah disahkan oleh pejabat kantor penerima pembayaran yang berwenang atau apabila telah mendapatkan validasi
47
BAB III METODE PENELITIAN
Setiap penelitian memerlukan metode, sebagai suatu pola berpikir dalam memecahkan permasalahan dengan pendekatan ilmiah. Metode penelitian merupakan suatu rancangan alur atau proses penelitian sehingga terbentuknya
ilmu
pengetahuan
yang
diharapkan.
Bentuk
ilmu
pengetahuan yang akan dihasilkan dalam penelitian sepenuhnya tergantung
kepada
metode
penelitian
karena
metode
penelitian
mempengaruhi kualitas ilmu pengetahuan melalui sudut pandang penggunaan metode yang sesuai akan menambah validitas ilmu pengetahuan yang dihasilkan.
3.1.
Deskripsi Populasi dan Penentuan sampel
3.1.1. Deskripsi Populasi Didalam setiap penelitian selalu diharapkan pada kesempatan untuk menentukan populasi.Dengan populasi ini dapat mengetahui beberapa banyak individu atau obyek yang diteliti. Menurut
Bambang
Supomo
(2009:115)
populasi
adalah
“sekelompok orang, kejadian atau segala sesuatu yang mempunyai karakteristik tertentu”.
47
48
Menurut sugiyono (2009:80) populasi adalah “ Keseluruhan obyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditatapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan”. Untuk memberikan informasi tentang gambaran terhadap obyek penelitian pada PT. Isa Lines Surabaya, yang meliputi aspek penelitian yaitu sebagai berikut : a.
Aspek keuangan, yang meliputi perhitungan, pemotongan dan pelaporan PPh Pasal 21 sesuai dengan peraturan pajak yang berlaku untuk menghindari kesalahan pencatatan yang pada akhirnya dapat merugikan perusahaan.
b.
Aspek teoritis, yang meliputi keterkaitan obyek yang diteliti dengan teori-teori perpajakan yang berlaku untuk menghindari kesalahan penyajian dalam menghitung dan melaporan Pajak Penghasilan Pasal 21.
3.1.2. Penentuan Sampel Menurut Bambang Supomo (2009:115)sampel penelitian adalah “Sebagian dari elemen-elemen dari populasi”. Menurut Sugiyono (2009:81) sampel penelitian adalah “Sebagian dari populasi dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut”. Dalam hal ini yang dijadikan sampel dalam penelitian adalah Pajak Penghasilan Pasal 21 terhadap penyajian laporan pajak.
49
3.1.3. Sumber Data Dalam hal ini sumber data yang diperoleh penulis adalah dari bagian perpajakan PT. Isa Lines Surabaya adalah SPT Masa PPh Pasal 21.
3.2.
Variabel dan Definisi Operasional Variable
3.2.1. Variabel Penelitian Pada umumnya penelitian yang sering dilakukan adalah mencari hubungan antara variable karena dapat mempertahankan dan untuk mengetahui faktor-faktor dan peristiwa yang akan diteliti. Menurut Jusuf Soewadji (2012:111) menjelaskan bahwa: “Variabel adalah suatu konsep yang diturunkan tingkat keabstraksiannya yang menjadi lebih kongkrit sehingga dapat diamati dan dapat dilakukan pengukurannya”. Menurut Tim Pembina Mata Kuliah Metodologi Penelitian Manajemen Universitas Wijaya Putra Surabaya Variabel adalah “Konsep yang mempunyai variasi nilai maksudnya yaitu mempunyai nilai yang bervariasi baik yang berbentuk numerik atau kategori”. Sesuai dengan pendapat diatas ada dua variabel yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu variable bebas (independent) dan variable terikat (dependent).
50
1. VariabelBebas (Independent) Adalah
“variabel
yang
mempengaruhi
timbulnya
pokok
penelitian”.Dalam hal ini yang merupakan variabel bebas adalah Pajak Penghasilan Pasal 21.
2. Variabel Terikat (Dependent) Adalah “variabel yang timbul dari adanya variabel bebas”.Dalam hal ini yang merupakan variabel terikat adalah Prosedur Pajak Penghasilan Pasal 21.
3.3.
Definisi Operasional Variabel Setelah variabel didefinisikan secara operasional terhadap variabelvariabel tersebut: 1. Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi. 2. Prosedur adalah merupakan suatu rangkaian kegiatan tugas-tugas yang berhubungan satu sama lain serta merupakan suatu kronologis dan cara yang telah digariskan atau ditetapkan untuk melaksanakan suatu
51
pekerjaan yang dilakukan secara berulang-ulang dengan cara yang sama.
3.4.
Teknik Pengumpulan Data Untuk lebih mengenal dan memahami masalah yang timbul, maka perlu diadakan suatu pendekatan dengan cara mengumpulkan data guna menganalisis
dan
menarik
kesimpulan.
Pengumpulan
data
yang
dilaksanakan secara langsung pada objek penelitian, dalam metode ini ada beberapa cara yang dilakukan antara lain: 1. Studi Kepustakaan (Library Research) Yaitu suatu teknik atau cara pengumpulan data dimana penulis mengadakan penelitian kepustakaan dengan mempelajari literatur, buku atau tulisan-tulisan yang berhubungan dengan objek serta permasalahan yang sedang diteliti. 2. Studi Lapangan (field research) Adalah studi langsung dilapangan dengan menemui obyek penelitian dan mencari data yang actual dan relevan dengan penelitian. Langkahlangkah yang digunakan dalam studi lapangan ini adalah: a.) Wawancara (interview) Yaitu pengumpulan data dengan cara Tanya jawab secara langsung dengan orang-orang yang tugas sehari-harinya berkaitan dengan permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini.
52
b.) Dokumentasi Yaitu mengumpulkan data berupa dokumen, arsip dan data-data tertulis yang ada diperusahaan untuk memperkuat data yang diperoleh sebelumnya. c.) Observasi Yaitu
metode
untuk
mendapatkan
data
dan
bahan-bahan
keterangan yang dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan dari dekat.Hal ini dimaksudkan agar hasil yang diperoleh dari wawancara dan pegumpulan data dokumentasi dapat sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
3.5.
Data Yang Digunakan a.
Data Primer Adalah keterangan yang diperoleh langsung dari sumber pertama. Data ini penulis memperoleh dari observasi maupun interview, yaitu pimpinan, bagian personalia, serta bagian keuangan pada PT. Isa Lines Surabaya.
b.
Data Sekunder Pengolahan data melalui bahan-bahan yang telah tersedia darihasil suatu tinjauan pustaka atau dengan kata lain dari hasil rangkuman bacaan yang terkait dengan objek kajian, khususnya berkaitan dengan penelitian.Disamping itu data-data literatur tentang perpajakan berupa lampiran SPT dan SSP.
53
3.6.
Teknik Analisis Data Dalam mengolah data skripsi ini penulis menggunakan tehnik analisa baikyang bersifat kuantitatif maupun kualitatif : 1. Analisa Kuantitatif Analisa yang dilakukan penulis dengan cara melakukan perhitungan dari obyek yang diteliti (PPh pasal 21 atas gaji karyawan) sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu dengan mengambil secara sampling dari masing-masing invoice yang menjadi obyek penelitian tersebut. 2. Analisa Kualitatif Yaitu analisa yang bersifat memperjelas dan memperkuat analisa kuantitatif serta memberikan keterangan terhadap data yang bisa dinyatakan dalam analisa kuantitatif.
54
BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA
4.1.
Penyajian Data
4.1.1. Sejarah Singkat Perusahaan PT. Isa Lines adalah sebuah perusahaan ynag bergerak dalam bidang pelayaran yang kedudukan di Surabaya didirikan berdasarkan Akte pendirian No. 75 pada tanggal 15 Mei 1989 yang dibuat dihadapan Notaris Susanti, SH, yang berkedudukan di Surabaya. Perusahaan mengalami perubahan pengurus dengan Notaris yang sama pada tanggal 3 Nopember 1997 dengan Akte No. 4, kemudian tanggal 3 Maret 1998 terjadi perubahan pengurus dengan Akte No. 9 oleh Notaris Untung Darnosoewirjo, SH. Berkedudukan di Surabaya. Surat Izin Usaha Yang Diperoleh oleh PT. Isa Lines yaitu: 1. Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUPP) No. B XXV-1730/AL 58 Tanggal
Agustus 1989 oleh pejabat pemerintah Departemen
Perhubungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut. 2. Tanda Daftar Perusahaan (TDP) No. 13.01.1.61.03897 Tanggal 11 Oktober 2000 oleh Departemen Perdagangan. 3. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Adalah No. 1.479.634.6-631.000
54
55
4.1.2. Maksud dan Tujuan Perusahaan Sesuai dengan Akte tersebut di atas maksud dan tujuan pendirian PT. Isa Lines adalah berusaha dalam bidang pelayaran, baik pelayaran dalam negeri maupun luar negeri dan bidang usaha lainnya dalam arti seluas-luasnya.
4.1.3. Susunan Pengurus Sesuai dengan Akte Berita Acara Rapat No. 9 tertanggal 3 Maret 1998 dihadapan Notaris Untung Darnosoewirjo, SH. Di Surabaya maka susunan pengurus Perseroan adalah sebagai berikut: 1. Dewan Komisaris Komisaris
: Fanny The
2. Dewan Direksi
4.2.
Direktur Utama
: Ansori, SH
Direktur
: The Edward Thendean
Analisis Data
4.2.1. Analisis Penghitungan PPh Pasal 21 Karyawan Menurut UU No.36Pasal 7 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan setiap penghasilan yang diperoleh oleh Wajib Pajak akan dikenakan Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah pajak yang wajib dilakukan terhadap Wajib Pajak Dalam Negeri Orang Pribadi yang memiliki penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan yang dilakukannya.
56
Sistem pemotongan dan pemungutan pajak di Indonesia adalah self assesment, yaitu Wajib Pajak diberikan kepercayaan untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar. Dalam sistem self assesment ini, PT. Isa Lines selaku pemberi kerja diberikan tanggung jawab untuk menghitung, memotong, menyetor dan melaporkan besarnya pajak yang harus dipotong atau disetor atas penghasilan orang pribadi sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa dan kegiatan. Analisis penghitungan, pemotongan dan pelaporan PPh Pasal 21 pada PT. Isa Lines memiliki definisi yang terdiri dari : 1.
Wajib Pajak Adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan
ditentukan
untuk
melakukan
kewajiban perpajakan, termasuk pemungut atau pemotong pajak tertentu. 2.
Penghasilan Bruto Adalah suatu penambahan aktiva atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanaman modal. Penghasilan Bruto terdiri dari: a. Gaji Adalah hak pekerja atau imbalan yang diberikan oleh pengusaha kepada
pekerja
atau
suatu
pekerjaan
yang
telah
57
dilakukan.Ditetapkan dan dibayar menurut peraturan atau sesuai perjanjian kerja. b. Tunjangan Lainnya, uang lembur, dll PT. Isa Lines memberikan uang lembur kepada karyawannya apabila karyawannya bekerja melebihi waktu kantor yang telah ditetapkan. 1. Premi Asuransi Dalam rangka memberikan perlindungan bagi tenaga kerja untuk mengatasi resiko sosial ekonomi tertentu yang penyelenggaraannya
menggunakan
mekanisme
asuransi,
Pengurang Penghasilan Bruto Pengurang Penghasilan Bruto tediri dari : a.
Biaya jabatan atas penghasilan bruto kecuali bonus, jasa produksi dan THR. Biaya jabatan ini sebesar 5% dari penghasilan bruto kecuali bonus, jasa produksi dan THR.
b.
Biaya jabatan atas penghasilan pada bonus, jasa produksi dan THR. Biaya jabatan ini sebesar 5% dari penghasilan pada bonus, jasa produksi dan THR.
3.
Penghasilan Tidak Kena Pajak ( PTKP ) PTKP adalah sejumlah tertentu penghasilan yang tidak dikenakan pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perpajakan. Pada saat seseorang mulai bekerja atau mulai pensiun, untuk mendapatkan pengurangan PTKP, penerimaan penghasilan harus
58
mmenyerahkan surat pernyataan kepada pemotong pajak yang menyatakan jumlah tanggungan keluarga pada permulaan menjadi Subjek Pajak dalam negeri. Kewajiban tersebut juga harus dilaksanakan dalam hal apabila ada perubahan jumlah tanggungan keluarga menurut keadaan pada setiap permulaan tahun takwim. Untuk PTKP yang berlaku untuk masa pajak tahun 2009 sampai 2012,Undang-Undang Pajak Penghasilan No.36/2008 Pasal.7 (yang berlaku sejak januari 2009 s.d desember 2012) adalah sebagai berikut: a. Untuk diri Wajib Pajak orang pribadi Rp 15.840.000,00 b. Tambahan untuk wajib pajak yang kawin Rp 1.320.000,00 c. Tambahan untuk penghasilan istri digabung dengan penghasilan suami Rp 15.840.000, dengan syarat : 1.
Penghasilan istri tidak semata-mata diterima atau diperoleh dari satu pemberi kerja yang telah dipotong pajak berdasarkan ketentuan dalam undang-undang PPh Pasal 21, dan
2. Pekerjaan istri tidak ada hubungannya dengan usaha atau pekerjaan bebas suami atau anggota keluarga yang lain. d. Tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus satu derajat serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya (maksimal 3 orang) Rp 1.320.000,00
59
4. Penghasilan Kena Pajak (PKP) Adalah sejumlah tertentu penghasilan yang dapat dikenakan pajak,yang merupakan selisih netto dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). 5. Tarif Pajak Adalah Tarif yang digunakan untuk menghitung besarnya pajak yang terutang. 6. Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Terutang Adalah suatu pajak yang terutang atas penghasilan yang diperoleh dan merupakan pajak langsung.
4.2.2. Penghitungan PPh Pasal 21 Karyawan Tetap PT. Isa Lines memiliki sebanyak 388 orang karyawan tetap, dengan kebijakan-kebijakan perusahaan seperti pemberian uang lembur, (THR) Tunjangan Hari Raya dan Bonus. Dalam menghitung PPh Pasal 21 untuk karyawan tetap, harus diperhatikan terlebih dahulu beberapa tahapan yang diterapkan dalam penghitungan tersebut agar pajak yang dibayar karyawan sudah sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan . Tahapan-tahapan tersebut antara lain: a.)
Untuk menghitung PPh Pasal 21 atas penghasilan karyawan terlebih dahulu dicari penghasilan netto setahun yang diperoleh dengan caramengurangi penghasilan netto setahun dengan biaya jabatan, iuran pensiun, iuran jaminan hari tua yang dibayar oleh karyawan.
60
b.)
Setelah menghitung penghasilan netto setahun, selanjutnya yang perlu dilakukan adalah: 1.) Penghasilan
neto
setahun
selanjutnya
dikurangi
dengan
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) untuk memperoleh Penghasilan Kena Pajak (PKP) kemudian dihitung PPh Pasal 21 setahun dengan menggunakan tarif yang berlaku. 2.) Untuk memperoleh jumlah PPh Pasal 21 sebulan, maka jumlah PPh Pasal 21 setahun dibagi dengan 12 (dua belas). Berikut ini penulis akan membahas penghitungan, pemotongan PPh Pasal 21 terhadap penghasilan pegawai atau karyawan baik yang ditanggung perusahaan maupun ditanggung karyawanberdasarkan posisi atau jabatan yang berbeda terdiri dari 5 (lima) orangdengan status yang berbeda pula yang dianggap bisa mewakili perusahaan PT. Isa Lines Surabaya.
61
TABEL IV. 1 DAFTAR GAJI PEGAWAI BAGIAN DALAM KAPAL KM : ISA RIVER PT. ISA LINES DAFTAR GAJI CREW BULAN Desember 2012 Kapal : KM. ISA RIVER No
Nama Karyawan
JABATAN
1
IBRAHIM HADI
NAKHODA
2
HENDRY WARDHANA
MUALIM I
3
YUSDI SAPUTRA CANIAGO
MUALIM II
4
PRABOWO BAGUS SETYANTO
MUALIM III
5
MUHAMAD ZAINURULLAH
MAKRONIS
6
TONO DJANIO KUSNO
KKM
7
BAMBANG SAPTO PRIYATNO
MASINIS I
8
RONNY LASAMAHU
MASINIS II
9
ADITYA TRI PRAYOGO
MASINIS III
10
SUPRAYOGI
BOSUN
11
FENDI WAHONO
JURU MUDI I
12
KURNIANTO
JURU MUDI II
13
USMANDO
JURU MUDI III
14
SULIADI
FITTER
15
YOTAM
FOREMAN
16
OKTAVIANUS KENDEK
ELEC TRICIEN
17
EKO NOPRIANTO
OILER I
18
KAMETSON
OILER II
19
MARGONO
OILER III
20
MUSTAR
KELAS I
21
RENDY EKA RAMADANI
KELAS II
22
SUHERMAN
KOKI
23
LESIAN TRISNO EMRAY
PELAYAN
24
EKO HADI SUSANTO
CADET MESIN JUMLAH
STATUS
K/3 K/2 K/1 K/1 K/2 K/2 K/0 K/1 TK/0 K/1 TK/0 TK/0 K/0 K/0 TK/0 K/1 K/0 K/2 K/I TK/0 K/1 K/2 TK/0 TK/0
Gaji Sebulan
PTKP
Tunjangan Kes ehatan
premi as urans i s ebulan
PPh Pas al 21 Terutang
PKP
PPh Pas al 21 Sebulan
4.000.000
21.120.000
500.000
100.000
28.980.000
1.449.000
120.750
2.500.000
19.800.000
300.000
100.000
10.920.000
546.000
45.500
2.500.000
18.840.000
300.000
100.000
11.880.000
594.000
49.500
2.500.000
18.840.000
300.000
100.000
12.240.000
612.000
51.000
2.500.000
19.800.000
300.000
100.000
10.920.000
546.000
45.500
4.000.000
19.800.000
400.000
100.000
29.160.000
1.458.000
121.500
2.500.000
17.160.000
200.000
100.000
12.420.000
621.000
51.750
1.500.000
18.840.000
300.000
100.000
480.000
24.000
2.000
2.500.000
15.840.000
300.000
100.000
14.880.000
744.000
62.000
1.200.000
18.840.000
200.000
50.000
0
-
-
1.200.000
15.840.000
200.000
50.000
0
-
-
1.200.000
15.840.000
200.000
50.000
0
-
-
1.200.000
17.160.000
200.000
50.000
0
-
-
1.200.000
17.160.000
200.000
50.000
0
-
-
1.200.000
15.840.000
200.000
50.000
0
-
-
1.650.000
18.840.000
200.000
100.000
52.500
4.375
1.200.000
17.160.000
200.000
50.000
0
-
-
1.200.000
19.800.000
200.000
50.000
0
-
-
1.200.000
18.840.000
200.000
50.000
0
-
-
1.000.000
15.840.000
200.000
50.000
0
-
-
1.000.000
18.840.000
200.000
50.000
0
-
-
1.200.000
19.800.000
200.000
50.000
0
-
-
1.000.000
15.840.000
200.000
50.000
0
-
-
500.000
15.840.000
0
-
-
41.650.000
431.520.000
6.646.500
553.875
5.700.000
1.650.000
1.050.000
132.930.000
Menetahui
Surabaya, Desember 2012
IFUL NOVIANTO PERSONALIA
IBRAHIM HADI NAKHODA
62
TABEL IV. 2 Daftar pegawai yang mewakili perusahaan PT. Isa Lines yang akan dihitung PPh Pasal 21 nya Nama Karyawan Bambang
Jabatan
Status
Gaji sebulan
PTKP
PKP
PPh Pasal 21
Masinis I
K/0
2.500.000 17.160.000
12.420.000
51.750
MualimIII
K/1
2.500.000 18.840.000
12.240.000
51.000
KKM
K/2
4.000.000 19.800.000
29.160.000
121.500
Nakhoda
K/3
4.000.000 21.120.000
28.980.000
120.750
Masinis III
TK/0 2.500.000 15.840.000
14.880.000
62.000
Sapto .P Prabowo Bagus .S Tono Djanio.K Ibrahim Hadi Aditya Tri .P
63
1.
Bambang Sapto Priyatno adalah salah satu karyawan PT. ISA LINES dengan gaji sebulan sebesar Rp 2.500.000,00 tunjangan kesehatan Rp 200.000,00 dan membayar premi asuransi kematian sebesar Rp 100.000,00Bambang Sapto Priyatno sudah menikah tetapi belum mempunyai anak.
Gaji sebulan
Rp 2.500.000,00
Tunjangan Kesehatan
Rp 200.000,00 Rp 2.700.000,00
Pengurangan: 1 Biaya jabatan: 5% x Rp 2.700.000,00
Rp 135.000,00
2. Premi asuransi
Rp 100.000,00 Rp 235.000,00
Penghasilan neto sebulan
Rp 2.465.000,00
Penghasilan neto setahun adalah: 12 x Rp 2.465.000,00
Rp 29.580.000,00
3. PTKP setahun: - Untuk WP sendiri
Rp 15.840.000,00
- Tambahan kawin
Rp 1.320.000,00 Rp 17.160.000,00
Penghasilan Kena Pajak setahun
Rp 12.420.000,00
PPh Pasal 21 terutang: 5% x Rp 12.420.000,00
Rp
621.000,00
PPh Pasal 21 sebulan: Rp 621.000,00 : 12
Rp
51.750,00
Jadi, setiap bulan Bambang Sapto Priyatno harus membayar pajak sebesar Rp 51.750,00
64
2. Prabowo Bagus Setyanto adalah salah satu karyawan PT. ISA LINES dengan gaji sebulan sebesar Rp 2.500.000,00 tunjangan kesehatan Rp 300.000,00 dan membayar premi asuransi kematian sebesar Rp 100.000,00 Prabowo Bagus Setyanto sudah menikah dan mempunyai 1 anak. Gaji sebulan
Rp 2.500.000,00
Tunjangan Kesehatan
Rp
300.000,00
Rp 2.800.000,00 Pengurangan: 1. Biaya jabatan: 5% x Rp 2.800,000,00
Rp 140.000,00
2. Premi asuransi
Rp
100.000,00 Rp
Penghasilan neto sebulan
240.000,00
Rp 2.560.000,00
Penghasilan neto setahun adalah: 12 x Rp 2.560.000,00
Rp 30.720.000,00
3. PTKP setahun: - Untuk WP sendiri
Rp 15.840.000,00
- Tambahan kawin
Rp 1.320.000,00
- Tambahan 1 anak
Rp 1.320.000,00 Rp 18.480.000,00
Penghasilan Kena Pajak setahun
Rp 12.240.000,00
PPh Pasal 21 terutang: 5% x Rp 12.240.000,00
Rp
612.000,00
PPh Pasal 21 sebulan: Rp 612.000,00 : 12
Rp
51.000,00
Jadi, setiap bulan Prabowo Bagus Setyantoharus membayar pajak sebesar Rp.51.000,00
65
3. Tono Djanio Kusno adalah salah satu karyawan PT. ISA LINES dengan gaji sebulan sebesar Rp 4.000.000,00 tunjangan kesehatan Rp 400.000,00 dan membayar premi asuransi kematian sebesar Rp 100.000,00 Tono Djanio Kusno sudah menikah dan mempunyai 2 anak. Gaji sebulan
Rp 4.000.000,00
Tunjangan Kesehatan
Rp
400.000,00
Rp 4.400.000,00
Pengurangan: 1. Biaya jabatan: 5% x Rp 4.400.000,00
Rp 220.000,00
2. Premi asuransi
Rp 100.000,00 Rp
Penghasilan neto sebulan
320.000,00
Rp 4.080.000,00
Penghasilan neto setahun adalah: 12 x Rp 4.080.000,00
Rp 48.960.000,00
3. PTKP setahun: - Untuk WP sendiri
Rp 15.840.000,00
- Tambahan kawin
Rp 1.320.000,00
- Tambahan 2 anak
Rp 2.640.000,00 Rp 19.800.000,00
Penghasilan Kena Pajak setahun
Rp 29.160.000,00
PPh Pasal 21 terutang: 5% x Rp 29.160.000,00
Rp 1.458.000,00
PPh Pasal 21 sebulan: Rp 1.458.000,00:12
Rp
121.500,00
Jadi, setiap bulan Tono Djanio Kusno harus membayar pajak sebesar Rp 121.500,00
66
4. Ibrahim Hadi adalah salah satu karyawan PT. ISA LINES dengan gaji sebulan sebesar Rp 4.000.000,00 tunjangan kesehatan Rp 500.000,00 dan membayar premi asuransi kematian sebesar Rp 100.000,00 Ibrahim Hadi sudah menikah dan mempunyai 3 anak. Gaji sebulan
Rp 4.000.000,00
Tunjangan Kesehatan
Rp
500.000,00
Rp 4.500.000,00 Pengurangan: 1. Biaya jabatan: 5% x Rp 4.500.000,00
Rp 225.000,00
2. Premi asuransi
Rp 100.000,00 Rp
Penghasilan neto sebulan
325.000,00
Rp 4.175.000,00
Penghasilan neto setahun adalah: 12 x Rp 4.175.000,00
Rp 50.100.000,00
3. PTKP setahun: - Untuk WP sendiri
Rp 15.840.000,00
- Tambahan kawin
Rp 1.320.000,00
- Tambahan 3 anak
Rp 3.960.000,00 Rp 21.120.000,00
Penghasilan Kena Pajak setahun
Rp 28.980.000,00
PPh Pasal 21 terutang: 5% x Rp 28.980.000,00
Rp 1.449.000,00
PPh Pasal 21 sebulan: Rp 1.449.000,00 : 12
Rp
120.750,00
Jadi, setiap bulan Ibrahim Hadi harus membayar pajak sebesar Rp 120.750,00
67
5. Aditya Tri Prayogo adalah salah satu karyawan PT. ISA LINES dengan gaji sebulan sebesar Rp 2.500.000,00 tunjangan kesehatan Rp 300.000,00 dan membayar premi asuransi kematian sebesar Rp 100.000,00 Aditya Tri Prayogo belum menikah dan tidak mempunyai tanggungan. Gaji sebulan
Rp 2.500.000,00
Tunjangan Kesehatan
Rp 300.000,00 Rp 2.800.000,00
Pengurangan: 1. Biaya Jabatan: 5% x Rp 2.800.000,00
Rp 140.000,00
2. Premi Asuransi
Rp 100.000,00 Rp
Penghasilan Neto Sebulan
240.000,00
Rp 2.560.000,00
Penghasilan Neto Setahun 12 x Rp 2.560.000,00
Rp 30.720.000,00
PTKP Setahun: - Untuk WP Sendiri
Rp 15.840.000,00 Rp 15.840.000,00
Penghasilan Kena Pajak Setahun
Rp 14.880.000,00
PPh Pasal 21 terutang: 5% x Rp 14.880.000,00
Rp 744.000,00
PPh Pasal 21 sebulan:Rp 744.000,00 : 12
Rp 62.000,00
Jadi, setiap Aditya Tri Prayogo harus membayar pajak sebesar Rp 62.000,00
68
Catatan : 1. Biaya jabatan adalah biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang dapat dikurangkan dari penghasilan setiap orang yang bekerja sebagai pegawai tetap tanpa memandang mempunyai jabatan ataupun tidak. 2. Penghitungan PPh Pasal 21 diatas pegawai yang bersangkutan sudah memiliki NPWP. Jika dalam hal pegawai yang bersangkutan belum memiliki NPWP, maka jumlah PPh Pasal 21 yang harus dipotong sebesar 120% x PPh Pasal 21 sebulan. Perhitungan pajak ini dihitung sesuai undang-undang perpajakan No. 36 Tahun 2008. Proses ini diawali dari pembuatan bukti pemotongan yang dipotong penghasilan bruto dikurangi penghasilan netto dan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
4.2.3. Alterntif – alternatif Yang Digunakan Dalam pembahasan penghitungan PPh Pasal 21 yang harus dibayar karyawan, terdapat beberapa alternatif yang dapat digunakan untuk mengetahui alternatif mana yang dapat menguntungkan bagi semua pihak perusahaan, pihak karyawan serta pemerintah. Alternatif-alternatif tersebut antara lain: 1. PPh Pasal 21 ditanggung oleh karyawan (Gross Method), yaitu metode pemotongan pajak dimana karyawan menanggung sendiri jumlah pajak penghasilannya.
69
2. PPh Pasal 21 ditanggung oleh pemberi kerja (Net Method), yaitu metode pemotongan pajak dimana perusahaan menanggung pajak karyawannya. 3. PPh Pasal 21 diberikan dalam bentuk tunjangan pajak (Gross Up), Metode
yaitu
metode
pemotongan
pajak
dimana
perusahaan
memberikan tunjangan pajak yang sama besar dengan jumlah pajak yang dipotong dari karyawan. PT. Isa Lines dalam melakukan penghitungan PPh Pasal 21 atas karyawan tetapnya menggunakan metode PPh Pasal 21 ditanggung oleh pemberi kerja. Lazimnya PT. Isa Lines tidak boleh menanggung pajak karyawannya, dengan alasan PT. Isa Lines adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang pelayaran. Dengan menanggung pajak penghasilan karyawan maka penghasilan karyawan akan menjadi semakin kecil sehingga
mengakibatkan
Pajak
Penghasilan
karyawan
menjadi
semakinkecil juga, tentu saja hal ini akan merugikan pemerintah. Pada hal oleh sebab itu PT. Isa Lines sebaiknya mempertimbangkan alternatif lainnya seperti: 1. PPh Pasal 21 ditanggung oleh karyawan Metode ini adalah metode yang paling ideal bagi setiap perusahaan begitu juga pada PT. Isa Lines karena metode ini tidak bertentangan dengan ketentuan. Pada metode ini PPh Pasal 21 terutang akan ditanggung
oleh
karyawan
itu
sendiri
sehingga
benar-benar
70
mengurangi penghasilan karyawan. Istilah yang sering digunakan adalah PPh Pasal 21 dipotong oleh perusahaan. Cara Penghitungan PPh Pasal 21 ditangung oleh karyawan adalah sama dengan metode penghitungan PPh Pasal 21 ditanggung perusahaan.
TABEL IV. 3 Metode PPh Pasal 21 ditanggung oleh karyawan Nama Karyawan
PPh Pasal 21
PPh Pasal 21
yang terutang
sebulan
Bambang Sapto Priyatno
621.000
51.750
Prabowo Bagus Setyanto
612.000
51.000
Tono Djanio Kusno
1.458.000
121.500
Ibrahim Hadi
1.449.000
120.750
744.000
62.000
Aditya Tri Prayogo
Dalam metode ini PPh Pasal 21 karyawan yang terutang akan ditanggung oleh karyawan itu sendiri dengan cara dipotong dari penghasilan sehingga akan mengurangi penghasilan karyawan itu sendiri. 2. PPh Pasal 21 diberikan dalam bentuk tunjangan pajak atau tunjangan sebagian atau tunjangan sepenuhnya/gross-up Pada metode ini PPh Pasal 21 diberikan dalam bentuk tunjangan, maka jumlah tunjangan tersebut akan menambah penghasilan karyawan dan kemudian baru dikenakan PPh Pasal 21. Perusahaan dapat memberikan tunjangan PPh Pasal 21 yang besarnya berbeda dengan
71
PPh Pasal 21 yang terutang.Dalam hal besarnya PPh Pasal 21 yang terutang lebih besar daripada tunjangan PPh Pasal 21, maka kekurangannya biasa ditanggung karyawan (dipotong) dari karyawan atau ditanggung perusahaan.Jika kekuranganya ditanggung oleh perusahaan, maka perlakuan perusahaannya menjadi non deductible expense.
72
Penyelesaian: 1 Gaji sebulan
Rp 2.500.000,00
Tunjangan Kesehatan
Rp
300.000,00
Tunjangan Pajak
Rp
51.750,00
Penghasilan bruto sebulan
Rp2.851.750,00
Pengurangan: 1. Biaya jabatan: 5% x Rp 2.851.750,00
Rp 142.587,50
2. Premi asuransi
Rp 100.000,00 Rp
Penghasilan neto sebulan
242.587,50
Rp2.609.162,50
Penghasilan neto setahun: 12 x Rp 2.609.162,50
Rp 31.309.950,00
3. PTKP Setahun: - Untuk WP sendiri
Rp 15.840.000,00
- Tambahan kawin
Rp1.320.000,00 Rp 17.160.000,00
Penghasilan kena pajak
Rp 14.149.950,00
PPh Pasal 21 terutang setahun: 5% x Rp 14.149.950,00
Rp707.497,50
PPh Pasal 21 sebulan: Rp 707.497,50 : 12
Rp
59.958,13
Selisih pajak terutang dengan tunjangan pajak adalah Rp 59.958,13- Rp 51.750.00 = Rp 8.208,13 dapat ditanggung oleh pegawai tersebut, yaitu dipotongkan dari penghasilan bulanan yang bersangkutan atau ditanggung oleh pemberi kerja/pemotong pajak. Apabila selisih sebesar Rp 8.208,13 tersebut ditanggung oleh pemberi kerja/pemotong pajak, maka jumlah tersebut bukan merupakan biaya yang dapat dikurangkan dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak pemberi kerja/pemotong pajak.
73
Penyelesaian: 2 Gaji sebulan
Rp 2.500.000,00
Tunjangan Kesehatan
Rp
300.000,00
Tunjangan Pajak
Rp
51.000,00
Penghasilan bruto sebulan
Rp 2.851.000,00
Pengurangan: 1. Biaya jabatan: 5% x Rp 2.851.000,00
Rp 142.550,00
2. Premi asuransi
Rp 100.000,00 Rp
Penghasilan neto sebulan
242.550,00
Rp 2.608.450,00
Penghasilan neto setahun: 12x Rp 2.608.450,00
Rp31.301.400,00
3. PTKP Setahun: - Untuk WP sendiri
Rp 15.840.000,00
- Tambahan kawin
Rp 1.320.000,00
-
Rp 1.320.000,00
Tambahan 1 anak
Rp 18.480.000,00 Penghasilan kena pajak
Rp 12.821.400,00
PPh Pasal 21 terutang setahun: 5% x Rp 12.821.400,00
Rp 641.070,00
PPh Pasal 21 sebulan: Rp 641.070,00 : 12
Rp
53.422,50
Selisih pajak terutang dengan tunjangan pajak adalah Rp 53.422,50 - Rp 51.000,00 = Rp 2.422,50 dapat ditanggung oleh pegawai tersebut, yaitu dipotongkan dari penghasilan bulanan yang bersangkutan atau ditanggung oleh pemberi kerja/pemotong pajak. Apabila selisih sebesar Rp 2.422,50 tersebut ditanggung oleh pemberi kerja/pemotong pajak maka, jumlah tersebut bukan merupakan biaya yang dapat dikurangkan dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak pemberi kerja/pemotong pajak.
74
Penyelesaian: 3 Gaji sebulan
Rp 4.000.000,00
Tunjangan Kesehatan
Rp
400.000,00
Tunjangan Pajak
Rp
121.500,00
Penghasilan bruto sebulan
Rp4.521.500,00
Pengurangan: 1. Biaya jabatan:5% x Rp 4.521.500,00
Rp226.075,00
2. Premi asuransi
Rp 100.000,00 Rp326.075,00
Penghasilan neto sebulan
Rp 4.195.425,00
Penghasilan neto setahun: 12 x Rp 4.195.425,00
Rp50.345.100,00
3. PTKP Setahun: - Untuk WP sendiri
Rp 15.840.000,00
- Tambahan kawin
Rp 1.320.000,00
- Tambahan 2 anak
Rp 2.640.000,00 Rp 19.800.000,00
Penghasilan kena pajak
Rp 30.545.100,00
PPh Pasal 21 terutang setahun: 5% x Rp 30.545.100,00
Rp1.527.255,00
PPh Pasal 21 sebulan: Rp 1.527.255,00 : 12
Rp
127.271,25
Selisih pajak terutang dengan tunjangan pajak adalah Rp 127.271,25 –Rp 121.500,00 = Rp 5.771,25 dapat ditanggung oleh pegawai tersebut, yaitu dipotongkan dari penghasilan bulan yang bersangkutan atau ditanggung oleh pemberi kerja/pemotong pajak. Apabila selisih sebesar Rp 5.771,25 tersebut ditanggung oleh pemberi kerja/pemotong pajak, maka jumlah tersebut bukan merupakan biaya yang dapat dikurangkan dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak pemberi kerja/pemotong pajak.
75
Penyelesaian: 4 Gaji sebulan
Rp 4.000.000,00
Tunjangan Kesehatan
Rp
500.000,00
Tunjangan Pajak
Rp
120.750,00
Penghasilan bruto sebulan
Rp 4.620.750,00
Pengurangan: 1. Biaya jabatan: 5% x Rp 4.620.750,00
Rp 231.037,50
2. Premi asuransi
Rp 100.000,00 Rp
Penghasilan neto sebulan
331.037,50
Rp 4.289.712,50
Penghasilan neto setahun: 12 x Rp 4.289.712,50
Rp 51.476.550,00
3. PTKP Setahun: - Untuk WP sendiri
Rp15.840.000,00
- Tambahan kawin
Rp 1.320.000,00
- Tambahan 3 anak
Rp 3.960.000,00 Rp 21.120.000,00
Penghasilan kena pajak
Rp 30.356.550,00
PPh Pasal 21 terutang setahun: 5% x Rp 30.356.550,00
Rp 1.517.827,50
PPh Pasal 21 sebulan:Rp 1.517.827,50 : 12
Rp 126.485,63
Selisih pajak terutang dengan tunjangan pajak adalah Rp 126.485,63 - Rp 120.750,00 = Rp 5.735,63 dapat ditanggung oleh pegawai tersebut yaitu dipotongkan dari penghasilan bulan yang bersangkutan atau ditanggung oleh pemberi kerja/pemotong pajak. Apabila selisih sebesar Rp 5.735,63 tersebut ditanggung oleh pemberi kerja/pemotong pajak, maka jumlah tersebut bukan merupakan biaya yang dapat dikurangkan dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak pemberi kerja/pemotong pajak.
76
Penyelesaian: 5 Gaji sebulan
Rp 2.500.000,00
Tunjangan Kesehatan
Rp
300.000,00
Tunjangan Pajak
Rp
62.000,00
Penghasilan bruto sebulan
Rp 2.862.000,00
Pengurangan: 4. Biaya jabatan:5% x Rp 2.862.000,00
Rp 143.100,00
5. Premi asuransi
Rp 100.000,00 Rp243.100,00
Penghasilan neto sebulan
Rp 2.618.900,00
Penghasilan neto setahun: 12 x Rp 2.618.900,00
Rp31.426.800,00
6. PTKP Setahun: - Untuk WP sendiri
Rp 15.840.000,00 Rp 15.840.000,00
Penghasilan kena pajak
Rp 15.586.800,00
PPh Pasal 21 terutang setahun: 5% x Rp 15.586.800,00
Rp779.340,00
PPh Pasal 21 sebulan: Rp 779.340,00 : 12
Rp
64.945,00
Selisih pajak terutang dengan tunjangan pajak adalah Rp 64.945,00 – Rp 62.000,00= Rp 2.945,00 dapat ditanggung oleh pegawai tersebut, yaitu dipotongkan dari penghasilan bulan yang bersangkutan atau ditanggung oleh pemberi kerja/pemotong pajak. Apabila selisih sebesar Rp 2.945,00 tersebut ditanggung oleh pemberi kerja/pemotong pajak, maka jumlah tersebut bukan merupakan biaya yang dapat dikurangkan dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak pemberi kerja/pemotong pajak.
77
TABEL IV. 4 Metode PPh 21 ditunjang sebagian oleh perusahaan atau ditunjang sepenuhnya / gross-up
Nama Karyawan
PPh Pasal
PPh
21 yang
Pasal 21
terutang
sebulan
Tunjangan Pajak
Sisa Tunjangan Pajak
Bambang Sapto Priyatno
707.498
59.959
51.750
8.209
Prabowo Bagus Setyanto
641.070
53.423
51.000
2.423
Tono Djanio Kusno
1.527.255
127.272
121.500
5.772
Ibrahim Hadi
1.517.828
126.486
120.750
5.736
779.340
64.945
62.000
2.945
Aditya Tri Prayogo
Dalam metode ini, PT. Isa Lines memberikan tunjangan pajak hanya sebagian sedangkan sisanya akan ditanggung oleh perusahaan ataupun karyawan itu sendiri. Tunjangan pajak yang sudah diberikan perusahaan tidak dapat dibiayakan oleh PT. Isa Lines Selain memberikan tunjangan yang besarnya tidak sama jumlahnya dengan PPh Pasal 21 yang terutang, perusahaan dapat juga memberikan tunjangan penuh terhadap karyawannya, dalam hal ini penghitungan PPh Pasal 21 dilakukan secara gross-up dimana besarnya tunjangan pajak sama dengan jumlah PPh Pasal 21 terutang untuk masing-masing karyawan. Tetapi dalam metode gross-up dalam penelitian ini tidak akan dibahas tentang perhitungannya karena penghitungannya sama dengan PPh Pasal 21 ditunjamg sebagian. Akan tetapi akan dibahas keterangannya saja. Dalam metode ini PPh Pasal 21 karyawan yang terutang akan
78
ditunjangpenuh oleh perusahaan. Hal ini tentu akan menguntungkan karyawannya karena penghasilan karyawannya akan bertambah sebesar PPh Pasal 21 yang terutang sedangkan akan merugikan perusahaan karena tunjangan pajak yang tadi sudah diberikan perusahaan tidak akan dapat dibiayakan.
TABEL IV. 5 Daftar PPh Pasal 21 sebulan yang ditanggung perusahaan, karyawan, ditunjang sebagian atau sepenuhnya/gross-up
Bambang Sapto Priyatno
51.750
PPh Pasal 21 sebulan yang ditunjang sebagian atau sepenuhnya/ grooss-up 51.750 59.959
Prabowo Bagus Setyanto
51.000
51.000
53.423
Tono Djanio Kusno
121.500
121.500
127.272
Ibrahim Hadi
120.750
120.750
126.486
62.000
62.000
64.945
407.000
407.000
432.085
Nama Karyawan
Aditya Tri Prayogo Jumlah
PPh Pasal 21 sebulan yang ditanggung perusahaan
PPh Pasal 21 sebulan yangditanggu ng karyawan
79
4.3.
Implikasi masing-masing metode bagi perusahaan, karyawan dan pemerintah: 1. Metode Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung perusahaan Keuntungan: Bagi karyawan sangat menguntungkan karena penghasilan karyawan tidak dipotong oleh pajak penghasilan. Kerugian: a. Bagi perusahaan PT. Isa Lines merugikan karena perusahaan harus mengeluarkan biaya tambahan untuk biaya PPh Pasal 21. Pada contoh yang dilakukan atas lima orang karyawan, PT. Isa Lines harus mengeluarkan biaya sebesar
Rp 407.000,00tanpa dapat
dibiayakan kembali.Bagi pemerintah merugikan karena dengan PPh Pasal 21 ditanggung perusahaan maka penghasilan karyawan menjadi semakin kecil sehingga PPh Pasal 21 juga semakin kecil. 2. Metode Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung Karyawan Keuntungan: 1.
Bagi PT. Isa Lines menguntungkan karena tidak perlu mengeluarkan
biaya
untuk
membayar
Pajak
Penghasilan
Karyawan. Pada contoh yang dilakukan atas lima orang karyawan, PT. Isa Lines tidak harus mengeluarkan biaya sebesar Rp 407.000,00 untuk membayar pajak penghasilan karyawan, akan tetapi perusahaan harus menaikkan gaji karyawan. Namun PT. Isa Lines tidak dapat begitu saja mengganti metode karena
80
pasti
akan
ada
banyak
karyawan
yang
protes
karena
penghasilannya menjadi berkurang. 2.
Metode ini paling ideal untuk setiap perusahaan karena tidak melanggar ketentuan Undang-undang perpajakan.
Kerugian: a. Bagi karyawan akan merugikan karena penghasilan yang diterima akan menjadi lebih berkurang karena dikurangi oleh Pajak Penghasilan Pasal 21. 3. Metode Pajak Penghasilan Pasal 21 ditunjang oleh perusahaan (ditunjang sebagian atau sepenuhnya / gross-up) Keuntungan: a. Bagi karyawan menguntungkan karena penghasilan bertambah besar dengan adanya tunjangan PPh Pasal 21 ini. b. Bagi pemerintah menguntungkan karena dengan adanya tunjangan pajak, maka penghasilan karyawan menjadi semakin besar dan Pajak Penghasilan Pasal 21pun semakin besar. Kerugian: a. Bagi PT. Isa Lines merugikan karena dilihat dari sisi perusahaan, biaya perusahaan akan menjadi semakin bertambah karena perusahaan harus mengeluarkan sejumlah uang untuk pemberian tunjangan tersebut. Sedangkan biaya yang sudah dikeluarkan perusahaan tidak dapat dibiayakan lagi.
81
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.
Kesimpulan Setelah melihat alternatif-alternatif diatas, sebaiknya PT. Isa Lines menggunakan metode Pajak ditanggung oleh karyawan karena metode ini adalah metode yang paling ideal bagi setiap perusahaan begitu juga pada PT. Isa Lines karena metode ini tidak bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang perpajakan. Pada metode ini PPh Pasal 21 terutang akan ditanggung oleh karyawan itu sendiri sehingga benar-benar mengurangi penghasilan. Istilah yang sering digunakan adalah PPh Pasal 21 ditanggung oleh perusahaan. Apabila PT. Isa Lines menggunakan metode ini, maka perusahaan akan merasa diuntungkan karena tidak perlu membayar pajak karyawannya, tetapi bagi karyawan pun tentu karyawan tidak akan merasa keberatan apabila metode Pajak Penghasilan yang tadinya ditanggung perusahaan diubah menjadi ditanggung karyawan asalkan karyawan diberi pengertian dan PT. Isa Lines memberikan tambahan penghasilan atau tunjangan tambahan lainnya agar karyawan tidak merasa dirugikan. Dalam kasus ini penulis menyarankan agar gaji karyawan ditambah secara bertingkat agar karyawan tidak merasa terlalu dirugikan dan karyawan diberikan tunjangan lain dalam bentuk natura atau kenikmatan. Sedangkan pemerintah pun juga
81
82
tidak akan merasa keberatan karena metode ini tidak melanggar ketentuan undang-undang perpajakan. 5.2.
Saran Setelah
melihat
kesimpulan
diatas
penulis
menyarankan
perusahaanuntuk merubah metode penghitungan Pajak Penghasilan pada PT. Isa Lines ini dari metode Pajak ditanggung perusahaan menjadi Pajak ditanggung oleh karyawan, memang awalnya pasti akan terasa sulit karena metode ini sudah lama disosialisasikan dalam perusahaan tersebut. Bisa saja terjadi pro dan kotrak dengan adanya perubahan tersebut, dan bisa saja terjadi kemungkinan karyawan yang tidak setuju atas perubahan ini menjadi malas bekerja karena merasa penghasilannya menjadi semakin berkurang. Tetapi hal ini dapat diatasi dengan memberikan pengertian pada karyawan, bahwa memang perusahaan ini sudah selazimnya menghitung pajak karyawan menggunakan metode ini. Dan perusahaan dapat memberikan tambahan kesejahteraan karyawan dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya untuk meningkatkan semangat dan kinerja karyawan.
83
DAFTAR PUSTAKA
Lubis, Irwansyah, 2010, Review Pajak Orang Pribadi dan Orang Asing, Salemba Empat, Jakarta. Mardiasmo, 2011, Perpajakan, C.V. Andi Offset, Yogyakarta. Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan. Sugiono, 2009, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D,
C.V.
Alfabeta, Bandung. Soemitro, Rochmat, 1992, Dasar-Dasar Hukum Perpajakan dan Pajak Penghasilan, P.T. Eres Co, Bandung. Supomo, Bambang dan Indriantoro Nur, 2009, Metodologi Penelitian Bisnis, BPFE-YOGYAKARTA, Yogyakarta. Soewadji Jusuf, 2012, Pengantar Metodologi Penelitian, Mitra Wacana Media, Jakarta. Tim Pembina Mata Kuliah Metodologi Penelitian Manajemen, Metodologi Penelitian Manajemen, Universitas Wijaya Putra, Surabaya. Waluyo, 2000, Perubahan Perundang-Undangan Perpajakan Era Reformasi, Salemba Empat, Jakarta. Waluyo dan Wirawan B. Ilyas, 1998, Perpajakan Indonesia, Salemba Jakarta.
Empat,