DAMPAK PENERAPAN UNDANG-UNDANG NO. 36 TAHUN 2008 TENTANG PAJAK PENGHASILAN TERHADAP JUMLAH WAJIB PAJAK DAN PENERIMAAN PAJAK
Oleh: WULAN PUSPITASARI NIM : 107082003195
JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H/2011 M
DAMPAK PENERAPAN UNDANG-UNDANG NO. 36 TAHUN 2008 TENTANG PAJAK PENGHASILAN TERHADAP JUMLAH WAJIB PAJAK DAN PENERIMAAN PAJAK
Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh : Wulan Puspitasari NIM: 107082003195
Di Bawah Bimbingan Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. Yahya Hamja NIP: 19490602 197803 1 001
Muhammad Yani, SE, M.Si
JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H/2011 M
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF
Hari ini Senin 18 April 2011 telah dilakukan Ujian Komprehensif atas mahasiswa: Nama
:
Wulan Puspitasari
NIM
:
107082003195
Jurusan
:
Akuntansi
Judul Skripsi :
Dampak Penerapan Undang-Undang No.36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan Terhadap Jumlah Wajib Pajak dan Penerimaan Pajak.
Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang bersangkutan selama proses ujian komprehensif, maka diputuskan bahwa mahasiswa tersebut di atas dinyatakan lulus dan diberi kesempatan untuk melanjutkan ke tahap Ujian Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 18 April 2011 1.
Yessi Fitri, SE, Ak, M.Si NIP. 19760924 200604 2 002
( _____________________ ) Ketua
2.
Yusro Rahma, SE, M.Si NIP. 19800506 200801 2 016
( _____________________ ) Sekretaris
3.
Prof. Dr. Abdul Hamid, MS NIP. 19570617 198503 1 002
( _____________________ ) Penguji Ahli
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI
Hari ini Senin 13 Juni 2011 telah dilakukan Ujian Skripsi atas mahasiswa: Nama
:
Wulan Puspitasari
NIM
:
107082003195
Jurusan
:
Akuntansi
Judul Skripsi :
Dampak Penerapan Undang-Undang No.36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan Terhadap Jumlah Wajib Pajak dan Penerimaan Pajak.
Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang bersangkutan selama proses Ujian Skripsi, maka diputuskan bahwa mahasiswa tersebut di atas dinyatakan lulus dan skripsi ini diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 13 Juni 2011 1.
Prof. Dr. Abdul Hamid, MS NIP. 19570617 198503 1 002
( _____________________ ) Ketua
2.
Yessi Fitri, SE, Ak, M.Si NIP. 19760924 200604 2 002
( _____________________ ) Sekretaris
3.
Dr. Yahya Hamja NIP. 19490602 197803 1 001
( _____________________ ) Pembimbing I
4.
Muhammad Yani, SE, M.Si
( _____________________ ) Pembimbing II
5.
Reskino, SE, Ak, M.Si NIP. 19740928 200801 2 004
( _____________________ ) Penguji Ahli
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
:
Wulan Puspitasari
No. Induk Mahasiswa
:
107082003195
Fakultas
:
Ekonomi dan Bisnis
Jurusan
:
Akuntansi
Dengan ini menyatakan bahwa dalam penulisan skripsi ini, saya: 1.
Tidak menggunakan ide orang lain tanpa mampu mengembangkan dan mempertanggungjawabkan
2.
Tidak melakukan plagiat terhadap naskah karya orang lain
3.
Tidak menggunakan karya orang lain tanpa menyebutkan sumber asli atau tanpa ijin pemilik karya
4.
Tidak melakukan pemanipulasian dan pemalsuan data
5.
Mengerjakan sendiri karya ini dan mampu bertanggung jawab atas karya ini
Jika di kemudian hari ada tuntutan dari pihak lain atas karya saya, dan telah melalui pembuktian yang dapat dipertanggungjawabkan, ternyata memang ditemukan bukti bahwa saya telah melanggar pernyataan di atas, maka saya siap untuk dikenai sanksi berdasarkan aturan yang berlaku di Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya. Ciputat, Mei 2011 Yang Menyatakan,
(Wulan Puspitasari)
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I.
IDENTITAS PRIBADI Nama
:
Wulan Puspitasari
Tempat, tanggal lahir
:
Jakarta, 18 April 1989
Alamat
:
Komplek Bukit Indah Blok B4 No.17 Sarua Ciputat
II.
No. HP
:
0856-917-02127
e- mail
:
[email protected]
PENDIDIKAN TK. Tirta Buaran, Ciputat
:
Tahun 1993-1995
SD. Tirta Buaran, Ciputat
:
Tahun 1995-2001
SMPN 85, Jakarta Selatan
:
Tahun 2001-2004
SMAN 46, Jakarta Selatan
:
Tahun 2004-2007
UIN Syarif Hidayatullah, FEB
:
Tahun 2007-2011
III. PENGALAMAN BEKERJA PT. Shafira Laras Persada sebagai Moslem Fashion Assisstant Part Time Bimbingan Belajar BTA 8 sebagai Pengajar freelance
THE CONSEQUENCES OF THE IMPLEMENTATION OF UNDANGUNDANG NO. 36 TAHUN 2008 ABOUT INCOME TAX TO THE NUMBER OF TAXPAYERS AND TAX REVENUE By : Wulan Puspitasari
ABSTRACT
The aims of this research is to determine changes in the number of taxpayers and tax revenue after implementation of Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 about income tax. This research uses time period of 4 (four) years before and 2 (two) years after implementation of Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 about income tax. Data sample which used in this research are the number of taxpayers and tax revenue in Direktorat Jenderal Pajak. Mann Whitney U Test was used to measure how much the changes in the number of taxpayers and tax revenue before and after implementation of Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 about income tax. The statistical test is using the SPSS 17th Program. The result of this research indicates that there are significant differences in the number of taxpayers and tax revenue before and after implementation of Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 about income tax. Keywords: The number of taxpayers, Tax revenue, UU No. 36 Tahun 2008 about Income tax
DAMPAK PENERAPAN UNDANG-UNDANG NO. 36 TAHUN 2008 TENTANG PAJAK PENGHASILAN TERHADAP JUMLAH WAJIB PAJAK DAN PENERIMAAN PAJAK Oleh: Wulan Puspitasari
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada jumlah wajib pajak dan penerimaan pajak setelah penerapan Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan. Penelitian ini menggunakan periode waktu 4 (empat) tahun sebelum dan 2 (dua) tahun sesudah penerapan UndangUndang No. 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan. Sampel data yang digunakan dalam penelitian ini adalah jumlah wajib pajak dan Penerimaan pajak pada Direktorat Jenderal Pajak. Uji beda Mann Whitney U Test digunakan untuk mengukur seberapa besar perubahan yang terjadi pada jumlah wajib pajak dan penerimaan pajak sebelum dan sesudah penerapan Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan. Pengujian statistik menggunakan program SPSS 17. Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada jumlah wajib pajak dan penerimaan pajak sebelum dan sesudah penerapan Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan. Kata kunci: Jumlah Wajib Pajak, Penerimaan Pajak, UU No. 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaanirrahim Assalamu’alaikum Wr. Wb Segala puji serta syukur kehadirat Allah SWT, Zat yang tidak pernah lelah dan berhenti mencurahkan rahmatNya dan Zat yang Maha Kuasa atas segala sesuatu di muka bumi ini. Atas rahmatNya pula, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Ekonomi pada jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat dan semoga kepada kita selaku umatnya hingga akhir zaman. Tak lupa penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu, mensupport dan memberikan bimbingan kepada penulis selama dalam proses penulisan skripsi. Ungkapan terima kasih yang tulus penulis sampaikan kepada: 1. Kedua orang tuaku tercinta, papa Sriyono dan mama Siti Ediningsih atas kasih sayangnya yang tulus tak terhingga selama ini, atas support dan semua doa-doa terbaik yang selalu terucap untuk anandamu ini. I love you forever and ever 2. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis 3. Ibu Rahmawati, SE, M.M, selaku Ketua Jurusan Akuntansi atas masukan yang diberikan 4. Ibu Yessi Fitri, SE, Ak, M.Si, selaku Sekretaris Jurusan Akuntansi 5. Bapak Dr. Yahya Hamja, selaku Dosen Pembimbing I, terima kasih atas waktu, bimbingan, arahan serta masukan yang diberikan kepada penulis
6. Bapak M. Yani, SE, M.Si, selaku Dosen Pembimbing II, terima kasih atas waktu, bimbingan, arahan serta masukan berharga yang diberikan kepada penulis 7. Seluruh dosen dan staf Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UIN Syarif Hidayatullah yang telah memberikan banyak bantuan serta ilmu yang bermanfaat 8. Kepala Bagian, Staf dan Pegawai Direktorat Jenderal Pajak, Bapak Dodik, Ibu Ani dan Ibu Ira, yang telah banyak membantu penulis dalam melaksanakan riset data untuk kebutuhan penulisan skripsi ini 9. My best sista, teman seperjuanganku, Siti Salwah, Leni Amalia, Yayu Poryamah, Oki Yoiko dan Nur Rahmi Prasna Paramita, SE. Thanks for being my friend in need and indeed. Thanks for all your support and careness. Keep fighting for the real world and laughing everywhere ya. 10. Teman-teman Akuntansi kelas C dan Pajak A angkatan 2007. 11. Farada Andika Fathan, SE. yang selalu memberikan support dan mendengarkan semua keluh kesah selama pembuatan skripsi ini. Semoga apa yang kita cita-citakan bisa tercapai. Dan kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam membantu penulisan skripsi ini yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu. Terimakasih atas bantuan yang telah diberikan, semoga Allah SWT membalasnya dengan yang lebih baik dan semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi para pembacanya.
Ciputat, Mei 2011
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.......................................................................................... i HALAMAN PENGESAHAN........................................................................... ii LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI....................................... v DAFTAR RIWAYAT HIDUP......................................................................... vi ABSTRACT..................................................................................................... vii ABSTRAK.......................................................................................................viii KATA PENGANTAR...................................................................................... ix DAFTAR ISI.................................................................................................... .xi DAFTAR TABEL........................................................................................... xiv DAFTAR GAMBAR...................................................................................... xvi DAFTAR LAMPIRAN................................................................................. xvii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang................................................................................. 1 B. Perumusan Masalah.......................................................................... 8 C. Tujuan Penelitian.............................................................................. 8 D. Manfaat Penelitian............................................................................ 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pajak 1. Definisi Pajak............................................................................ 11
2. Jenis Pajak................................................................................. 13 3. Stelsel Pemungutan Pajak......................................................... 15 4. Cara Pemungutan Pajak............................................................ 16 5. Sistem Pemungutan Pajak......................................................... 17 B. Wajib Pajak dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) 1. Wajib Pajak.............................................................................. 19 2. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)........................................ 21 C. Undang-Undang Pajak Penghasilan No. 36 Tahun 2008 1. Pengertian Pajak Penghasilan...................................................24 2. Pokok-Pokok Perubahan UU PPh............................................ 27 3. Contoh Perhitungan Pengenaan Pajak Penghasilan................. 35 D. Penelitian Terdahulu..................................................................... 41 E. Keterkaitan Antar Variabel.......................................................... 44 F. Kerangka Pemikiran..................................................................... 46 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian.............................................................47 B. Metode Penentuan Sampel............................................................47 C. Metode Pengumpulan Data..........................................................48 D. Metode Analisis Data...................................................................48 E. Operasional Variabel Penelitian...................................................51
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Direktorat Jenderal Pajak 1. Sejarah Singkat Direktorat Jenderal Pajak...............................53 2. Visi, Misi dan Fungsi Direktorat Jenderal Pajak......................55 3. Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Pajak.........................56 4. Sumber Daya Manusia.............................................................59 5. Unit Kerja Vertikal Direktorat Jenderal Pajak.........................60 6. Daftar Direktur Jenderal Pajak dan Masa Jabatannya............62 B. Hasil dan Pembahasan 1. Hasil Uji Hipotesis Jumlah Wajib Pajak..................................63 2. Hasil Uji Hipotesis Penerimaan Pajak Penghasilan.................72 3. Komparasi Jumlah Wajib Pajak dan Penerimaan Pajak Penghasilan Sebelum dan Sesudah Penerapan UU No. 36 Tahun 2008 a. Komparasi Tahun 2005 dengan Tahun 2009.......................79 b. Komparasi Tahun 2006 dengan Tahun 2010.......................84 c. Komparasi Tahun 2007 dengan Tahun 2009.......................87 d. Komparasi Tahun 2008 dengan Tahun 2010.......................90 BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI A. Kesimpulan...................................................................................94 B. Implikasi.......................................................................................95 DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................97
DAFTAR TABEL NO.
KETERANGAN
1.1
Perkembangan Jumlah Wajib Pajak Terdaftar
2.1
Penghasilan Tidak Kena Pajak dalam KMK No. 137/
HALAMAN
PMK.03/2005 2.2
3
30
Penghasilan Tidak Kena Pajak dalam UU No. 36 Tahun 2008
31
2.3
Tarif WPOP dalam UU No. 17 Tahun 2000
32
2.4
Tarif WPOP dalam UU No. 36 Tahun 2008
32
2.5
Tarif WP Badan dalam UU No. 17 Tahun 2000
32
2.6
Perbandingan Tarif WP Non NPWP dengan Tarif WP Ber-NPWP
33
2.7
Penelitian Terdahulu
41
4.1
Distribusi pegawai berdasarkan golongan/jabatan
60
4.2
Distribusi pegawai berdasarkan tingkat pendidikan
60
4.3
Mann Whitney Test Ranks Jumlah Wajib Pajak
63
4.4
Hasil Output Mann Whitney Test Statistics Jumlah Wajib Pajak
64
4.5
Jumlah Wajib Pajak Terdaftar
65
4.6
Jumlah Wajib Pajak PPh Terdaftar
66
4.7
Jumlah Wajib Pajak PPh Efektif
70
4.8
Jumlah Wajib Pajak PPh Non Efektif
72
4.9
Mann Whitney Test Ranks Penerimaan Pajak Penghasilan
72
4.10
Hasil Output Mann Whitney Test Statistics Penerimaan Pajak Penghasilan
73
4.11
Total Penerimaan Pajak Tahun 2005 s/d Tahun 2010
74
4.12
Penerimaan PPh Non Migas Tahun 2005 s/d Tahun 2010
75
4.13
Rata-rata Penerimaan PPh Per Wajib Pajak
76
4.14
Potensi Penerimaan PPh Melalui Jumlah WP Non Efektif
78
4.15
Komparasi Jumlah Wajib Pajak dan Penerimaan PPh Tahun 2005 dengan Tahun 2009
79
DAFTAR TABEL (Lanjutan) NO.
KETERANGAN
4.16
Komparasi Jumlah WP Efektif dan rata-rata penerimaan PPh Per WP Tahun 2005 dengan Tahun 2009
81
Komparasi Jumlah Wajib Pajak Non Efektif dan Potensi Penerimaan PPh Tahun 2005 dengan Tahun 2009
82
Komparasi Jumlah Wajib Pajak dan Penerimaan PPh Tahun 2006 dengan Tahun 2010
84
Komparasi Jumlah WP Efektif dan rata-rata penerimaan PPh Per WP Tahun 2006 dengan Tahun 2010
85
Komparasi Jumlah Wajib Pajak Non Efektif dan Potensi Penerimaan PPh Tahun 2006 dengan Tahun 2010
86
Komparasi Jumlah Wajib Pajak dan Penerimaan PPh Tahun 2007 dengan Tahun 2009
87
Komparasi Jumlah WP Efektif dan rata-rata penerimaan PPh Per WP Tahun 2007 dengan Tahun 2009
88
Komparasi Jumlah Wajib Pajak Non Efektif dan Potensi Penerimaan PPh Tahun 2007 dengan Tahun 2009
89
Komparasi Jumlah Wajib Pajak dan Penerimaan PPh Tahun 2008 dengan Tahun 2010
90
Komparasi Jumlah WP Efektif dan rata-rata penerimaan PPh Per WP Tahun 2008 dengan Tahun 2010
91
Komparasi Jumlah Wajib Pajak Non Efektif dan Potensi Penerimaan PPh Tahun 2008 dengan Tahun 2010
92
4.17 4.18 4.19 4.20 4.21 4.22 4.23 4.24 4.25 4.26
HALAMAN
DAFTAR GAMBAR NO.
KETERANGAN
HALAMAN
1.1
Grafik Penerimaan Pajak Tahun 2002-2007
2.1
Skema Kerangka Pemikiran
46
3.1
Kurva Keputusan
50
4.1
Pertumbuhan WP Terdaftar dan Efektif Pajak Penghasilan Tahun 2005 s/d Tahun 2010
71
2
DAFTAR LAMPIRAN NO.
KETERANGAN
1
Surat Keterangan Riset Direktorat Jenderal Pajak
2
Jumlah Wajib Pajak Terdaftar, Efektif, dan Non Efektif
3
Laporan Penerimaan Pajak
4
Hasil Uji SPSS
HALAMAN
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Republik Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang terus berusaha untuk melakukan pembangunan nasional di berbagai bidang. Pembangunan nasional itu sendiri diartikan sebagai kegiatan yang berlangsung terus menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Pada dasarnya pembangunan nasional diselenggarakan oleh masyarakat bersama dengan pemerintah. Untuk
membiayai
pembangunan
nasional
tersebut
tentunya
pemerintah Indonesia memerlukan dana yang tidak sedikit jumlahnya. Untuk itu, pemerintah Indonesia berusaha mencari dan memperoleh dana sebanyak-banyaknya
demi
pelaksanaan
pembangunan
nasional.
Penerimaan tersebut berasal dari dalam negeri maupun luar negeri yang untuk selanjutnya dana tersebut digunakan untuk membangun dan memperbaiki infrastruktur yang ada. Salah satu sumber penerimaan pemerintah yang berasal dari dalam negeri adalah penerimaan dari sektor perpajakan. Pajak merupakan salah satu instrumen yang paling penting dalam anggaran suatu negara. Hal ini dapat terlihat dari tumpuan kebijakan fiskal saat ini dan masa mendatang terletak pada upaya peningkatan penerimaan pemerintah khususnya melalui sektor perpajakan. Sejak Tahun 1983, Pemerintah telah mengembangkan sumber pembiayaan yang berasal dari pajak melalui undang-undang perpajakan.
Dengan lahirnya undang-undang ini diharapkan akan dapat menambah penerimaan negara yang berasal dari pajak. Pajak menduduki posisi sebagai pemberi kontribusi terbesar dalam penerimaan negara. Hal ini tercermin dari kontribusi pajak terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang setiap tahunnya semakin meningkat yaitu sekitar 68,3% dari total penerimaan negara tahun 2008 dan meningkat menjadi 71,1% pada tahun 2009 (Hudaifah: 2010). Sedangkan dari beberapa sektor yang dikenakan pajak, sektor Pajak Penghasilan mempunyai kontribusi paling tinggi. Gambar 1.1 Grafik Penerimaan Pajak Tahun 2002 -2007
Sumber : www.kanwilpajakbesar.go.id Diunduh tanggal 31 Januari 2011
Dari grafik tersebut dapat diketahui bahwa dari tahun ke tahun, jumlah penerimaan dari sektor pajak telah mengalami peningkatan. Hal ini tidak luput dari adanya undang-undang yang mengatur tentang kewajiban pembayaran pajak bagi setiap warga negara yang mempunyai penghasilan dan usaha di Indonesia. Penerimaan pajak dari tahun 2002 sampai dengan
2007 terus mengalami pertumbuhan dan Pajak Penghasilan merupakan penyumbang yang terbesar. Hal ini dikarenakan kesadaran masyarakat Indonesia untuk membayarkan pajak penghasilan atas pendapatan yang mereka peroleh sudah semakin meningkat. Upaya pemerintah dalam meningkatkan pemahaman, kesadaran, dan peran serta seluruh lapisan masyarakat di Indonesia untuk menjalankan kewajiban membayar pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan harus terus menerus ditumbuhkan sejalan dengan besarnya tanggung jawab dalam mendukung pembangunan nasional. Tabel 1.1 Perkembangan Jumlah Wajib Pajak Terdaftar Tahun 2005 2006 2007 2008 2009
Orang Pribadi 2.959.006 3.251.753 5.431.689 8.807.666 13.861.253
Bendaharawan
Badan
Total
274.478 327.258 360.782 392.509 441.986
1.124.530 1.226.279 1.344.552 1.481.924 1.608.337
4.358.014 4.805.290 7.137.023 10.682.099 15.911.576
Sumber: Reformasi Pajak, Silent Revolution: 2010
Dari tabel 1.1 di atas dapat diketahui bahwa jumlah Wajib Pajak (WP) terdaftar pada Direktorat Jenderal Pajak setiap tahunnya mengalami peningkatan. Peningkatan terhadap jumlah wajib pajak yang terdaftar ditandai dengan peningkatan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Peningkatan yang signifikan terlihat pada tahun 2008-2009. Salah satu penyebab peningkatan ini adalah antusiasme masyarakat mengikuti program sunset policy pada tahun 2008 yaitu pemberian fasilitas penghapusan sanksi bunga Pajak Penghasilan
bagi orang pribadi yang belum memiliki NPWP yang dengan sukarela mendaftarkan diri sebagai wajib pajak dan menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilannya (Liberti Pandiangan: 2009). Beberapa waktu belakangan ini terdapat banyak kasus dalam bidang perpajakan terungkap ke ruang publik seperti kasus korupsi dan penggelapan pajak. Kasus mafia pajak Gayus Tambunan adalah kasus yang paling disoroti. Gayus adalah aparat pajak yang bekerja sebagai penelaah keberatan dan banding pada kantor Direktorat Jenderal Pajak. Gayus disuap oleh wajib pajak badan/pengusaha untuk dapat mengabulkan permohonan keberatan yang diajukan oleh wajib pajak/pengusaha tersebut sehingga wajib pajak/pengusaha itu tidak perlu membayar pajak atau dapat membayar pajak dengan jumlah yang lebih kecil daripada pajak yang seharusnya dibayar dan tentunya sangat merugikan bagi negara. Kasus ini dapat menimbulkan krisis kepercayaan masyarakat terhadap dunia perpajakan di Indonesia. Masyarakat wajib pajak menjadi enggan untuk memenuhi kewajibannya membayar pajak dengan adanya kasus ini, sehingga kemudian hal ini juga dapat berpengaruh terhadap potensi penerimaan pajak (Laurens Dama: 2011). Dengan pesatnya perkembangan sosial ekonomi sebagai hasil pembangunan nasional, globalisasi, serta angka pengemplang pajak yang semakin tinggi, maka pemerintah memandang perlu untuk melakukan perubahan atau amandemen terhadap Undang-Undang Perpajakan guna meningkatkan fungsi dan peranannya dalam rangka mendukung kebijakan
pembangunan nasional khususnya di bidang ekonomi, serta mengurangi angka pengemplang pajak. Karena dengan adanya para pengemplang pajak ini,
berarti
mereka
telah
menggagalkan
upaya
negara
untuk
mensejahterakan rakyat. Salah satu langkah pemerintah untuk mewujudkan hal tersebut adalah dengan mengamandemen Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. Perubahan yang terakhir adalah dengan Undang- Undang No. 36 Tahun 2008 yang mulai diberlakukan sejak tanggal 1 Januari 2009. Perubahan ini merupakan perubahan keempat atas Undang-Undang Pajak Penghasilan. Undang-Undang ini telah mengalami tiga kali perubahan. Perubahan pertama dengan Undang-Undang No. 7 Tahun 1991, perubahan kedua dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1994, dan perubahan ketiga dengan Undang-Undang No. 17 Tahun 2000. Perubahan Undang-Undang Pajak Penghasilan tetap berpegang pada prinsip-prinsip perpajakan yang dianut secara universal, yaitu keadilan, kemudahan, efisiensi administrasi, serta peningkatan dan optimalisasi penerimaan negara dengan tetap mempertahankan sistem self assessment. Oleh karena itu, arah dan tujuan dari penyempurnaan Undang-Undang Pajak Penghasilan ini adalah untuk lebih meningkatkan keadilan pengenaan
pajak,
memberikan
kemudahan
kepada
wajib
pajak,
memberikan kesederhanaan administrasi perpajakan, menunjang kepastian hukum, konsistensi, dan transparansi, serta lebih menunjang kebijakan pemerintah dalam rangka peningkatan daya saing dalam menarik investasi
langsung di Indonesia baik penanaman modal asing maupun penanaman modal dalam negeri di bidang-bidang usaha tertentu dan daerah-daerah tertentu yang mendapat prioritas. Poin-poin
utama
dalam
amandemen
Undang-Undang
Pajak
Penghasilan (PPh) ini antara lain soal penurunan tarif PPh WP Orang Pribadi, perubahan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), penetapan tarif tunggal PPh bagi WP badan serta pengurangan tarif normal untuk pengusaha Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). UU PPh ini juga memberikan banyak insentif bagi masyarakat yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yaitu diantaranya berupa pembebasan biaya fiskal ke luar negeri mulai tahun 2009, dan pengurangan Penghasilan Kena Pajak (PKP) jika wajib pajak memberikan sumbangan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama melalui lembaga yang dibentuk dan disahkan oleh pemerintah. Pemberian insentif ini merupakan salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan jumlah wajib pajak terdaftar. Perubahan UU PPh ini diduga berpotensi mengurangi penerimaan pajak di masa mendatang. Potential loss diperkirakan mencapai Rp 47 triliun pada tahun 2009 yang merupakan tahun awal penerapan UU PPh baru (DJP, 2010:40). Namun, dengan pengurangan tarif dan pemberlakuan berbagai insentif diharapkan dapat menarik animo wajib pajak maupun masyarakat luas untuk lebih sadar akan manfaat dan kegunaan pajak bagi bangsa dan negara. Perubahan UU PPh ini diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak serta mampu menekan distorsi atau penyelewengan
yang dilakukan aparat pajak. Dengan kombinasi antara Undang-Undang baru serta berbagai reformasi administrasi dan modernisasi yang dilakukan Direktorat Jenderal Pajak, diharapkan sistem perpajakan dapat berjalan dengan baik. Wajib pajak semakin sadar dalam memenuhi kewajiban perpajakan, dengan sukarela mendaftarkan diri, dan membayar pajak dengan benar. Penelitian
ini
dilakukan
dengan
mengacu
pada
penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Khemal Pambudi et.al (2009) dimana penelitian
tersebut
dilakukan
di
KPP
Pratama
Jember
dengan
membandingkan penerimaan pajak dan jumlah pemegang NPWP pada periode enam bulan sebelum dan sesudah penerapan UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Sedangkan penelitian ini dilakukan pada Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak dengan membandingkan jumlah Wajib Pajak terdaftar dan penerimaan pajak periode empat tahun sebelum dengan dua tahun sesudah penerapan UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Berdasarkan uraian di atas yang membahas mengenai Jumlah Wajib Pajak, Penerimaan Pajak dan Perubahan atas Undang-Undang Pajak Penghasilan, penulis merasa tertarik untuk mengangkat isu tersebut untuk kemudian melakukan penelitian terhadap jumlah Wajib Pajak dan penerimaan pajak pada periode sebelum dan sesudah penerapan UndangUndang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan pada Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak sebagai bahan penulisan skripsi yang berjudul
“Dampak Penerapan Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan Terhadap Jumlah Wajib Pajak dan Penerimaan Pajak.”
B. Perumusan Masalah Pembahasan yang dilakukan dalam skripsi ini sebatas pada data yang dapat diakses dan diizinkan untuk diungkapkan oleh Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak dan tidak menyangkut rahasia jabatan/negara seperti diatur dalam UU KUP Pasal 34. Pokok masalah yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini adalah: 1. Apakah terdapat perbedaan jumlah wajib pajak pada periode sebelum dan sesudah penerapan UU No. 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan? 2. Apakah terdapat perbedaan penerimaan pajak pada periode sebelum dan sesudah penerapan UU No. 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan? 3. Bagaimana tingkat pertumbuhan jumlah Wajib Pajak dan penerimaan pajak pada periode sebelum dan sesudah penerapan UU No. 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan?
C. Tujuan Penelitian Tujuan dilakukannya penelitian terhadap permasalahan ini adalah untuk:
1. Menguji, mengetahui dan menganalisis ada atau tidak adanya perbedaan pada jumlah wajib pajak periode sebelum dan sesudah penerapan UU No. 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan. 2. Menguji, mengetahui dan menganalisis ada atau tidak adanya perbedaan pada penerimaan pajak periode sebelum dan sesudah penerapan UU No. 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan. 3. Mengetahui tingkat pertumbuhan jumlah Wajib Pajak dan Penerimaan pajak periode sebelum dan sesudah penerapan UU No. 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan.
D. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan. Oleh karena itu, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak antara lain: 1. Bagi Masyarakat Wajib Pajak Hasil penelitian ini diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran bagi para wajib pajak akan pentingnya membayar pajak untuk mendukung kelangsungan pembangunan nasional. 2. Bagi Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan dan evaluasi bagi Direktorat Jenderal Pajak terkait upaya ekstensifikasi dan intensifikasi di bidang perpajakan yaitu meningkatkan jumlah wajib
pajak dan penerimaan pajak melalui penerapan Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan. 3. Bagi Ilmu Akuntansi Perpajakan Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah literatur dan acuan penelitian di bidang akuntansi perpajakan, terutama bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian lebih lanjut mengenai perubahan Undang-Undang Pajak Penghasilan. 4. Bagi Pembaca Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan pembaca terkait perubahan peraturan Perpajakan terutama Undang-Undang mengenai Pajak Penghasilan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pajak 1. Definisi Pajak Peranan pajak terhadap pendapatan negara sangat dominan pada saat sekarang. Hal ini terjadi karena pajak merupakan sumber yang pasti dalam memberikan kontribusi kepada negara. Pajak merupakan cermin dari kegotongroyongan dan kebersamaan masyarakat dalam pembiayaan negara yang diatur dalam perundang-undangan. Beberapa definisi tentang pajak antara lain: Menurut Rochmat Soemitro dalam Marsyahrul (2005:2) definisi pajak adalah sebagai berikut: “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa imbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum.”
Menurut MJH. Smeets dalam Waluyo (2008:3) yaitu: “Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui normanorma umum dan dapat dipaksakan, tanpa adanya kontraprestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal yang individual, dimaksudkan untuk membiayai pengeluaran pemerintah.” Menurut N.J. Feldmann dalam Suandy (2008:9) yaitu: “Pajak adalah prestasi yang dapat dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada penguasa (menurut norma-norma yang ditetapkan secara umum), tanpa ada kontraprestasi dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum.”
Definisi pajak menurut pasal 1 Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang perubahan ketiga atas Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan No. 6 Tahun 1983 adalah: “Pajak merupakan kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.” Maka, dari definisi-definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur berikut: a. Iuran rakyat kepada negara, sehingga yang berhak memungut pajak hanya negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. b. Pajak dipungut berdasarkan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya. c. Dalam
pembayaran
pajak
tidak
dapat
ditunjukkan
adanya
kontraprestasi secara individual oleh pemerintah. d. Digunakan untuk membiayai keperluan rumah tangga negara, yakni pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas. Pada dasarnya setiap definisi pajak yang dikemukakan para ahli memuat empat unsur di atas. Adanya keempat unsur tersebut menjadikan pajak mempunyai kekuatan hukum yang kuat sehingga apabila masyarakat wajib pajak tidak melakukan kewajiban pembayaran pajak sesuai dengan UU perpajakan, maka wajib pajak tersebut dapat dikenakan sanksi berupa sanksi administrasi maupun pidana.
2. Jenis Pajak Dalam Resmi (2008:7) pajak dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu pengelompokkan berdasarkan golongannya, lembaga pemungutnya, maupun sifatnya. a. Pajak berdasarkan golongannya dapat dibagi menjadi dua yaitu pajak langsung dan pajak tidak langsung. 1) Pajak langsung merupakan pajak yang bebannya harus ditanggung sendiri oleh wajib pajak yang bersangkutan dan tidak dapat dialihkan kepada pihak lain. Contoh dari pajak langsung adalah Pajak Penghasilan (PPh). 2) Pajak tidak langsung adalah pajak yang bebannya dapat dialihkan kepada pihak lain. Contoh dari pajak tidak langsung adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). b. Berdasarkan lembaga pemungutnya, pajak dapat dibagi menjadi dua, yaitu Pajak Pusat atau Pajak Negara dan Pajak Daerah. 1) Pajak Pusat atau Pajak Negara adalah pajak yang wewenang pemungutannya ada pada pemerintah pusat yang pelaksanaannya dilakukan oleh Departemen Keuangan melalui Direktorat Jenderal Pajak. Contoh dari pajak pusat adalah PPh, PPN, PPnBM, PBB, Bea Materai dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
2) Pajak Daerah merupakan pajak yang wewenang pemungutannya ada pada Pemerintah Daerah yang pelaksanaannya dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah. Pajak Daerah diatur dalam undangundang dan hasilnya akan masuk ke Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Contoh dari pajak daerah diantaranya adalah Pajak Hiburan, Pajak Reklame dan Pajak Kendaraan Bermotor. c. Berdasarkan sifatnya, pajak digolongkan menjadi pajak subjektif dan pajak objektif. 1) Pajak subjektif adalah pajak yang pengenaannya memperhatikan keadaan subjeknya, contohnya Pajak Penghasilan. Pengenaan pajak penghasilan untuk orang pribadi tersebut memperhatikan keadaan pribadi wajib pajak. Keadaan pribadi wajib pajak tersebut selanjutnya digunakan untuk menentukan besarnya penghasilan tidak kena pajak. 2) Pajak objektif adalah pajak yang pengenaannya memperhatikan objeknya baik berupa benda, keadaan, perbuatan atau peristiwa yang mengakibatkan timbulnya kewajiban membayar pajak, tanpa memperhatikan keadaan pribadi subjek pajak maupun tempat tinggalnya, contoh pajaknya adalah PPN, PPnBM, dan PBB. Dengan adanya pembagian pajak berdasarkan golongan, lembaga pemungut dan sifatnya di atas, maka dapat diketahui secara jelas macammacam pajak serta bagaimana pajak tersebut seharusnya dibayar, pihakpihak yang berhak melaksanakan pemungutan pajak tersebut serta dasar
perhitungan pengenaan pajaknya. Masyarakat wajib pajak juga dapat mengetahui, mengawasi perhitungan serta penggunaan pajak yang telah dibayarkan.
3.
Stelsel Pemungutan Pajak Dalam pemungutan pajak, khususnya Pajak Penghasilan dikenal tiga macam stelsel pajak (Suandy, 2008:32). a.
Riel Stelsel atau Stelsel Nyata Menurut stelsel nyata, pengenaan pajak didasarkan pada objek atau penghasilan yang sungguh-sungguh diperoleh dalam setiap tahun pajak atau periode pajak. Dengan demikian, besarnya pajak baru dapat dihitung pada akhir tahun atau periode pajak, karena penghasilan riil baru dapat diketahui setelah tahun pajak atau periode pajak berakhir.
b.
Fictive Stelsel atau Stelsel Fiktif Menurut stelsel fiktif atau stelsel anggapan, pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan. Anggapan yang dimaksud disini dapat bermacam-macam, tergantung peraturan perpajakan yang berlaku. Anggapan tersebut dapat berupa anggaran pendapatan tahun berjalan atau diasumsikan penghasilan tahun pajak berjalan sama dengan penghasilan tahun pajak yang lalu.
c.
Stelsel Campuran Stelsel campuran merupakan kombinasi antara stelsel riil dengan stelsel fiktif. Pada awal tahun pajak atau periode pajak, penghitungan
pajak menggunakan stelsel fiktif dan pada akhir tahun pajak atau akhir periode pajak dihitung kembali berdasarkan stelsel riil. Undang-Undang Pajak Penghasilan Indonesia menganut stelsel campuran, di mana pada awal tahun pajak terdapat angsuran pajak (PPh Pasal 25) berdasarkan besarnya pajak yang terutang pada Surat Pemberitahuan tahun sebelumnya. Kemudian di akhir tahun dihitung kembali berdasarkan penghasilan yang sesungguhnya diperoleh pada tahun yang bersangkutan. Jika terdapat kekurangan maka wajib pajak harus melunasi kekurangan pembayaran pajak (PPh Pasal 29) dalam jangka waktu yang telah ditentukan.
4.
Cara Pemungutan Pajak Dalam Suandy (2008:40) pemungutan pajak penghasilan ada tiga macam cara yang biasa dilakukan, yaitu: a.
Asas Domisili (tempat tinggal) Dalam asas ini, pemungutan pajak berdasarkan domisili atau tempat tinggal wajib pajak dalam suatu negara. Negara di mana wajib pajak bertempat tinggal berhak memungut pajak terhadap wajib pajak tanpa melihat dari mana pendapatan atau penghasilan tersebut diperoleh, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri dan tanpa melihat kebangsaan atau kewarganegaraan wajib pajak tersebut.
b.
Asas Sumber Dalam asas ini pemungutan pajak didasarkan pada sumber pendapatan atau penghasilan dalam suatu negara. Menurut asas ini, negara yang menjadi sumber pendapatan atau penghasilan tersebut berhak memungut pajak tanpa memerhatikan domisili dan kewarganegaraan wajib pajak.
c.
Asas Kebangsaan Dalam asas ini, pemungutan pajak didasarkan pada kebangsaan atau kewarganegaraan dari wajib pajak, tanpa melihat dari mana sumber pendapatan atau penghasilan tersebut maupun di negara mana tempat tinggal (domisili) dari wajib pajak yang bersangkutan. Indonesia menganut Worldwide Income, sehingga tidak membedakan
sumber penghasilan dalam mengenakan pajak kepada Wajib Pajak Dalam Negeri. Tetapi untuk Wajib Pajak Luar Negeri Indonesia menganut asas sumber, sehingga setiap Wajib Pajak Luar Negeri yang memperoleh penghasilan di Indonesia akan dikenakan PPh Pasal 26.
5.
Sistem Pemungutan Pajak Dalam memungut pajak dikenal beberapa sistem pemungutan, yaitu: Official Assessment System, Self Assessment System, dan Withholding System (Resmi, 2009:11).
a. Official Assessment System Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada fiskus atau aparat pajak untuk menentukan besarnya pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan ketentuan undang-undang perpajakan yang berlaku. Dalam sistem ini, kegiatan menghitung serta memungut pajak sepenuhnya berada ditangan aparatur pajak (peran aparat pajak lebih dominan). b. Self Assessment System Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada wajib pajak untuk menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar. Wajib pajak dianggap mampu menghitung pajak yang terutang, paham akan peraturan yang berlaku, dan mempunyai kejujuran yang tinggi serta menyadari akan arti pentingnya membayar pajak. Oleh karena itu, berhasil atau tidaknya pelaksanaan pemungutan pajak semacam ini sangat tergantung pada wajib pajak itu sendiri (peran dominan ada pada diri Wajib Pajak). c. With Holding System Suatu sistem pemungutan pajak diserahkan kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Penunjukkan pihak ketiga ini dilakukan dengan undang-undang perpajakan, keputusan presiden dan peraturan lainnya. Adapun pihak
ketiga yang dimaksud adalah pemberi kerja serta bendaharawan pemerintah. Saat ini, Indonesia menerapkan sistem Self Assessment, dimana wajib pajak diberi kepercayaan untuk menghitung sendiri dengan benar sesuai transaksi ekonomi yang dilakukan, memperhitungkan pajak-pajak yang telah dibayar atau dipungut/dipotong pihak lain, menyetor, dan melaporkan pajaknya melalui Surat Pemberitahuan (SPT).
B. Wajib Pajak dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) 1. Wajib Pajak Pengertian Wajib Pajak berdasarkan Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah: “Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.” Pengertian tersebut menjelaskan bahwa setiap wajib pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Persyaratan subjektif adalah persyaratan yang sesuai dengan ketentuan mengenai subjek pajak dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan tahun 1984 dan perubahannya. Sedangkan persyaratan objektif adalah persyaratan bagi subjek pajak yang
menerima atau memperoleh penghasilan atau diwajibkan untuk melakukan pemotongan/pemungutan
sesuai
dengan
Undang-Undang
Pajak
Penghasilan tahun 1984 dan perubahannya. Dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-89/PJ/2009 Tentang Tata Cara Penanganan Wajib Pajak Non Efektif, Wajib Pajak yang terdaftar dapat di administrasikan ke dalam dua jenis wajib pajak, yaitu: a. Wajib Pajak Efektif yaitu Wajib Pajak yang melakukan pemenuhan kewajiban perpajakan baik berupa pembayaran pajak maupun penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Masa dan/atau Tahunan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan. b. Wajib Pajak Non Efektif (WPNE) adalah Wajib Pajak yang tidak melakukan pemenuhan kewajiban baik berupa pembayaran pajak maupun penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Masa dan/atau Tahunan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan, yang nantinya dapat diaktifkan kembali. Wajib Pajak dinyatakan sebagai WPNE apabila memenuhi kriteria sebagai berikut: 1) Selama 3 (tiga) tahun berturut-turut tidak pernah melakukan kewajiban perpajakan baik berupa pembayaran pajak maupun penyampaian SPT Masa dan/atau Tahunan 2) Tidak diketahui/ditemukan lagi alamatnya
3) Wajib Pajak Orang Pribadi yang telah meninggal dunia tetapi belum diterima pemberitahuan tertulis secara resmi dari ahli warisnya atau belum mengajukan penghapusan NPWP 4) Secara nyata tidak menunjukkan adanya kegiatan usaha 5) Bendahara tidak melakukan pembayaran lagi 6) Wajib Pajak Badan yang telah bubar tetapi belum ada akte pembubarannya atau belum ada penyelesaian likuidasi (bagi badan yang sudah mendapat pengesahan dari instansi yang berwenang) 7) Wajib Pajak Orang Pribadi yang bertempat tinggal atau berada atau bekerja di luar negeri lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan. Dalam hal perubahan status Wajib Pajak efektif menjadi Non efektif atau sebaliknya, Direktorat Teknologi Informasi Perpajakan (TIP) harus melakukan pemantauan terhadap perubahan status wajib pajak yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP).
2. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Pengertian Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) menurut UndangUndang No. 28 Tahun 2007 tentang perubahan ketiga atas UndangUndang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan No. 6 Tahun 1983 adalah: “Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah Nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.”
Direktorat Jenderal Pajak telah mengekstensifikasikan Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP) yang mempunyai penghasilan untuk mempunyai NPWP. Sejak akhir tahun 2005, Dirjen Pajak sudah menetapkan NPWP secara jabatan dan membagikan data tersebut kepada Wajib Pajak. Tujuan dari Dirjen Pajak mengekstensifikasikan NPWP tersebut adalah untuk meningkatkan penerimaan pajak dan menyempurnakan administrasi perpajakan. Bagi WP yang mempunyai penghasilan di atas PTKP diwajibkan mendaftarkan diri untuk memiliki NPWP. Hal ini sesuai dengan UndangUndang KUP No. 28 Tahun 2007 yang memuat tentang sanksi-sanksi bagi WP yang sengaja tidak mendaftarkan diri dan menimbulkan kerugian bagi negara berupa sanksi administrasi dan sanksi pidana. Sanksi tersebut berupa pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dengan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang bayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang bayar. Cara untuk mendapatkan NPWP dapat dilakukan dengan: (Yolina, 2009:52) a.
Datang langsung ke KPP domisili dengan membawa asli dan fotocopy KTP dan Kartu Keluarga, kecuali jika diminta lain oleh petugas pendaftaran.
b.
Mendaftarkan diri melalui internet dengan cara e-registration, setelah mendapatkan Surat Keterangan Terdaftar (SKT) sementara, di-print,
kemudian bawa ke KPP domisili untuk ditukarkan dengan kartu NPWP dan SKT yang asli. Setelah WP memiliki NPWP, maka WP mempunyai kewajiban untuk melaporkan SPT Tahunan setiap tahun dan melaporkan SPT Masa setiap bulannya. Dalam Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan No. 28 Tahun 2007 selain mewajibkan memiliki NPWP, UU ini juga memuat ketentuan mengenai pencabutan NPWP sebagaimana dicantumkan dalam pasal 2 ayat (6). Penghapusan NPWP dilakukan oleh Dirjen Pajak apabila: 1.
Diajukan permohonan penghapusan NPWP oleh WP dan/atau ahli warisnya apabila WP sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan
2.
WP Badan dilikuidasi karena penghentian atau penghapusan usaha
3.
WP bentuk usaha tetap menghentikan kegiatan usahanya di Indonesia
4.
Dianggap perlu oleh Dirjen Pajak untuk menghapuskan NPWP dari WP yang sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
C. Undang-Undang Pajak Penghasilan No. 36 Tahun 2008 1. Pengertian Pajak Penghasilan Dalam pasal 1 Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 yang dimaksud dengan Pajak Penghasilan adalah Pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Ini mengandung pengertian bahwa subjek pajak baru dikenakan pajak penghasilan apabila menerima atau memperoleh penghasilan. Dalam Waluyo (2008:89) subjek pajak diartikan orang yang dituju oleh undang-undang untuk dikenakan pajak. Sedangkan pengertian penghasilan menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat 1 adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dipergunakan untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan dengan nama atau dalam bentuk apapun. Pajak Penghasilan digolongkan ke dalam dua jenis yaitu Pajak Penghasilan Migas dan Pajak Penghasilan Non Migas. Pajak Penghasilan Migas adalah Pajak Penghasilan yang berasal dari minyak bumi dan gas alam. Sedangkan Pajak Penghasilan Non Migas terdiri dari: a. Pajak Penghasilan Pasal 21 merupakan Pajak yang dikenakan atas penghasilan
berupa
gaji,
upah,
honorarium,
tunjangan,
dan
pembayaran lain dengan nama apapun sehubungan dengan pekerjaan,
jasa atau kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri. b. Pajak Penghasilan Pasal 22 adalah Pajak yang dipungut oleh bendaharawan pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang, dan badan-badan tertentu baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain. c. Pajak Penghasilan Pasal 23 merupakan Pajak yang dipotong atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong oleh Pajak Penghasilan PPh 21, yang dibayarkan atau terutang oleh Badan Pemerintah atau Subjek Pajak Dalam Negeri, penyelenggara kegiatan, Bentuk Usaha Tetap atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya. d. Pajak Penghasilan Pasal 24 merupakan pajak yang terutang atau dibayarkan di luar negeri atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri yang boleh dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang terutang atas seluruh penghasilan Wajib Pajak Dalam Negeri. e. Pajak Penghasilan Pasal 25 adalah angsuran Pajak Penghasilan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan dalam tahun
pajak berjalan. Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 tersebut dapat dijadikan sebagai kredit pajak terhadap pajak yang terutang atas seluruh penghasilan
Wajib pajak pada akhir tahun pajak yang
dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan. Sedangkan Pajak Penghasilan PPh Pasal 29 adalah Pajak Penghasilan yang masih harus dibayar atas kekurangan pembayaran pajak pada akhir tahun pajak. f. Pajak Penghasilan Pasal 26 adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak Luar Negeri dari Indonesia, selain penghasilan usaha yang diperoleh melalui Bentuk Usaha Tetap di Indonesia. g. Fiskal Luar Negeri adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi dalam negeri yang akan bertolak ke luar negeri. h. Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) atau Pajak Penghasilan yang bersifat final adalah pajak atas penghasilan yang dikenakan pada Wajib Pajak dimana pemotongan pajak tersebut tidak perlu lagi diperhitungkan dalam penghitungan PPh terutang dalam perhitungan PPh yang harus dibayar dalam SPT (Surat Pemberitahuan), namun seluruh penghasilan yang telah dipotong PPh Final tersebut harus tetap dilaporkan didalam SPT sebagai kewajiban pelaporan saja namun tidak perlu diperhitungkan kembali, karena penghitungannya telah selesai (final). Objek pajak yang dipotong PPh yang bersifat final adalah:
1) Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi 2) Penghasilan berupa hadiah undian 3) Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura 4) Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan, dan 5) Penghasilan tertentu lainnya.
2. Pokok-Pokok Perubahan Undang-Undang Pajak Penghasilan Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 merupakan undang-undang perubahan keempat atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 yang mengatur
tentang
Pajak
Penghasilan.
Undang-Undang
ini
mulai
diberlakukan sejak tanggal 1 Januari 2009. Ada beberapa pokok perubahan dari UU PPh sebelumnya yaitu UU PPh No. 17 Tahun 2000 ke UU No. 36 Tahun 2008 ini. Pokok-pokok perubahan tersebut adalah: a.
Adanya penegasan terhadap objek PPh (Pasal 4 ayat 1). Didalam UU No. 17 Tahun 2000 ditetapkan bahwa surplus Bank Indonesia ditafsirkan sebagai bukan objek pajak, kemudian dalam UU
No. 36 Tahun 2008 ditetapkan bahwa surplus Bank Indonesia adalah merupakan objek pajak. b.
Adanya perluasan terhadap objek PPh final (Pasal 4 ayat 2) pada UU No. 36 Tahun 2008. Objek-objek tersebut adalah: 1) Transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa. 2) Transaksi penjualan saham atau pengalihan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura. 3) Usaha jasa konstruksi. 4) Usaha real estate.
c.
Adanya penegasan terhadap non-objek PPh (Pasal 4 ayat 3) pada UU No. 36 Tahun 2008 yaitu: 1) Dividen yang diterima koperasi tidak dibatasi pada persentase kepemilikan saham. 2) Bagian laba yang diterima pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif. 3) Beasiswa yang memenuhi syarat tertentu. 4) Sisa lebih yang diterima lembaga nirlaba di bidang pendidikan dan atau penelitian dan pengembangan (Litbang). 5) Bantuan atau santunan yang dibayarkan badan penyelenggara jaminan sosial kepada wajib pajak tertentu.
d.
Penghapusan Non-objek PPh (Pasal 4 ayat 3 huruf J). Didalam UU No. 17 Tahun 2000 ditetapkan bahwa bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksadana selama 5 tahun
pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian izin usaha dikecualikan sebagai objek PPh, sedangkan didalam UU No. 36 Tahun 2008 ketentuan tersebut dicabut, sehingga bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksadana sejak awal pendirian perusahaan adalah merupakan objek pajak. e.
Adanya penambahan yang diperbolehkan oleh pajak sebagai biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan pada pasal 6 ayat 1 UU No. 36 Tahun 2008. Biaya-biaya tersebut adalah: 1) Biaya sumbangan bencana nasional 2) Sumbangan
penelitian
dan
pengembangan
(Litbang)
yang
dilakukan di Indonesia 3) Biaya pembangunan infrastruktur sosial 4) Sumbangan fasilitas pendidikan dan sumbangan pembinaan olahraga. f.
Adanya penambahan yang diperbolehkan oleh pajak sebagai biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan pada pasal 9 ayat 1 UU No. 36 Tahun 2008. Biaya-biaya yang dimaksud adalah: 1) Cadangan
piutang tak
tertagih
untuk
badan
menyalurkan kredit 2) Perusahaan pembiayaan konsumen dan anjak piutang
usaha
yang
3) Cadangan bantuan sosial yang dibentuk oleh badan penyelenggara jaminan sosial 4) Cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) 5) Cadangan biaya penanaman kembali (reboisasi) untuk usaha kehutanan 6) Cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri untuk usaha pengolahan limbah industri g.
Terdapat perubahan terhadap besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (Pasal 7). Sebelumnya ditetapkan didalam KMK Nomor: 137/PMK.03/2005 bahwa besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak adalah sebagai berikut: Tabel 2.1 Penghasilan Tidak Kena Pajak dalam KMK Nomor: 137/PMK.03/2005 Diri Wajib Pajak Orang Pribadi Rp13.200.000,00 Tambahan untuk Wajib Pajak Rp1.200.000,00 yang kawin Tambahan untuk istri yang Rp13.200.000,00 penghasilannya digabung dengan penghasilan suami Tambahan Tanggungan Rp1.200.000,00 (maksimal 3 orang) Sumber : KMK Nomor: 137/PMK.03/2005 yang disederhanakan Kemudian didalam UU No. 36 Tahun 2008 ketentuan tersebut diatas diubah menjadi:
Tabel 2.2 Penghasilan Tidak Kena Pajak dalam UU No. 36 Tahun 2008 Diri Wajib Pajak Orang Pribadi Rp15.840.000,00 Tambahan untuk Wajib Pajak Rp1.320.000,00 yang kawin Tambahan untuk istri yang Rp15.840.000,00 penghasilannya digabung dengan penghasilan suami Tambahan Tanggungan Rp1.320.000,00 (maksimal 3 orang) Sumber : UU No. 36 Tahun 2008 yang disederhanakan h.
Adanya tambahan penjelasan mengenai pemisahan pengenaan pajak suami istri (Pasal 8 ayat 2 huruf C) pada UU No. 36 Tahun 2008 yaitu apabila dikehendaki oleh istri, maka istri dapat memilih untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sendiri.
i.
Norma penghitungan penghasilan neto (Pasal 14). Didalam UU No. 17 Tahun 2000 sebelumnya ditetapkan bahwa: Wajib pajak orang pribadi yang memiliki peredaran usaha kurang dari Rp600.000.000,00 dalam satu tahun dapat menggunakan norma penghitungan penghasilan neto. Sekarang didalam UU No. 36 Tahun 2008 ketentuan tersebut telah diubah sehingga batas peredaran usaha dalam satu tahun untuk dapat menggunakan norma penghasilan neto bagi wajib pajak orang pribadi menjadi Rp4.800.000.000,00
j.
Tarif Wajib Pajak Orang Pribadi (Pasal 17). Dalam UU No. 17 Tahun 2000 sebelumnya ditentukan bahwa besarnya tarif pajak bagi Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP) adalah sebagai berikut:
Tabel 2.3 Tarif WPOP dalam UU No. 17 Tahun 2000 Lapisan Penghasilan Tarif s/d Rp25.000.000,00 5% Diatas Rp25.000.000,00 s/d Rp50.000.000,00 10% Diatas Rp50.000.000 s/d Rp100.000.000,00 15% Diatas Rp100.000.000 s/d Rp200.000.000,00 25% Diatas Rp200.000.000,00 35% Sumber : UU No. 17 Tahun 2000 yang disederhanakan Dalam UU No. 36 Tahun 2008, tarif pajak bagi WPOP tersebut telah diubah menjadi: Tabel 2.4 Tarif WPOP dalam UU No. 36 Tahun 2008 Lapisan Penghasilan s/d Rp50.000.000,00 Diatas Rp50.000.000,00 s/d Rp 250.000.000,00 Diatas Rp250.000.000,00 s/d Rp 500.000.000,00 Diatas Rp500.000.000,00 Sumber : UU No. 36 Tahun 2008 yang disederhanakan k.
Tarif 5% 15% 25% 30%
Tarif Wajib Pajak Badan (Pasal 17). Pada UU No. 17 Tahun 2000, tarif wajib pajak badan ditentukan sebagai berikut: Tabel 2.5 Tarif WP Badan dalam UU No. 17 Tahun 2000 Lapisan Penghasilan Tarif s/d Rp50.000.000,00 10% Diatas Rp50.000.000,00 s/d Rp100.000.000,00 15% Diatas Rp100.000.000,00 30% Sumber : UU No. 17 Tahun 2000 yang disederhanakan Kemudian didalam UU No. 36 tahun 2008, tarif WP badan diubah menjadi tarif tunggal sebesar 28% (dua puluh delapan persen) pada tahun 2009 dan diturunkan menjadi 25% (dua puluh lima persen) pada
tahun 2010 dan untuk WP badan masuk bursa diberikan tarif 5% lebih rendah dari tarif yang berlaku. l.
Adanya penjelasan tentang perbedaan tarif pemotongan/pemungutan untuk wajib pajak yang tidak memiliki NPWP dibandingkan dengan wajib pajak yang memiliki NPWP didalam UU No. 36 Tahun 2008. Tabel 2.6 Perbandingan tarif WP Non NPWP dengan tarif WP ber NPWP Jenis Tarif Non-NPWP dibandingkan Potongan/Pungutan dengan Tarif NPWP Pasal 21 20% lebih tinggi Pasal 22 100% lebih tinggi Pasal 23 100% lebih tinggi Sumber : UU No. 36 Tahun 2008 yang disederhanakan
m. Mengenai dividen yang diterima Wajib Pajak Orang Pribadi. Dalam UU No. 17 Tahun 2000 ditentukan bahwa: Dividen yang diterima WPOP tidak termasuk dalam objek PPh pasal 4 ayat 2. Keputusan tersebut kemudian diubah dalam UU No. 36 Tahun 2008 sehingga saat ini dividen yang diterima WPOP dikenakan PPh pasal 4 ayat 2 final setinggi-tingginya 10% (sepuluh persen). n.
Adanya tambahan objek pemungutan PPh pasal 22 pada UU No. 36 Tahun 2008 yaitu pemungutan PPh oleh wajib pajak tertentu dari pembeli atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah.
o.
Adanya perubahan pada PPh Pasal 23 ayat (1) huruf c dalam UU No. 36 Tahun 2008 Atas penghasilan tersebut di bawah ini dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan, atau disediakan untuk dibayarkan,
atau jatuh tempo pembayaran oleh badan pemerintah, Subjek Pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada wajib pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto atas sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenakan Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) yaitu imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21. p.
Fiskal Luar Negeri (PPh Pasal 25 ayat 8) Ketentuan sebelumnya di dalam UU No. 17 Tahun 2000 adalah: Bagi WP orang pribadi yang bertolak ke luar negeri wajib membayar Fiskal Luar Negeri sebagai pembayaran pajak dimuka. Sesuai PP No. 41 Tahun 2001, besarnya Fiskal Luar Negeri adalah sebesar: 1) Menggunakan transportasi udara sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) 2) Menggunakan transportasi darat dan laut sebesar Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) Di dalam UU No. 36 Tahun 2008, ketentuan tersebut diubah menjadi: Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang memiliki NPWP tidak membayar Fiskal Luar Negeri dan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi
yang tidak memiliki NPWP dan telah berusia 21 tahun yang bertolak ke luar negeri, wajib membayar Fiskal Luar Negeri sebagai pembayaran pajak dimuka yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah. q.
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (Pasal 31E) Untuk pengembangan usaha mikro, kecil dan menengah diberikan fasilitas perpajakan berupa pengurangan tarif 50% (lima puluh persen) lebih rendah dari tarif normal bagi WP badan yang memenuhi kriteria: 1) Mempunyai
peredaran
bruto
usaha/omzet
sampai
dengan
Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah). 2) Dikenakan atas penghasilan Kena Pajak dari bagian omzet sampai dengan Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).
3. Contoh Perhitungan Pengenaan Pajak Penghasilan a.
Perhitungan PPh Pasal 21 untuk WP Orang Pribadi Tuan A bekerja sebagai Direktur Utama sebuah perusahaan perdagangan menerima gaji pokok sebesar Rp14.000.000,00 perbulan ditambah beberapa tunjangan seperti tunjangan transport, premi asuransi kecelakaan kerja dan premi asuransi kematian yang besarnya masing-masing 5%, 0,24% dan 0,3% dihitung dari gaji pokok bulanan, disamping itu, Tuan A juga memenuhi kewajibannya membayar iuran pensiun dan iuran jaminan hari tua yang telah
disahkan oleh Menteri Keuangan dengan besarnya masing-masing adalah 4% dan 2% dari gaji pokok. Tuan A telah menikah dan memiliki 3 orang anak. Maka besarnya PPh Pasal 21 Tuan A adalah sebagai berikut: Perhitungan dengan menggunakan UU No. 17 Tahun 2000 Gaji sebulan
Rp 14.000.000
Tunjangan transport (5% x Rp 14.000.000)
Rp
700.000
Premi asuransi kec. kerja (0,24% x Rp 14.000.000) Rp
33.600
Premi asuransi kematian (0,3% x Rp 14.000.000)
Rp
Jumlah Penghasilan Bruto
42.000+
Rp 14.775.600
Pengurang: Biaya jabatan (5% x Rp 14.775.600) = Rp 738.780 Biaya jabatan yang diperkenankan
= Rp 500.000
Iuran pensiun (4% x Rp 14.000.000) = Rp 560.000 Iuran JHT (2% x Rp 14.000.000)
= Rp 280.000 + (Rp 1.340.000)
Jumlah Penghasilan Neto Sebulan
Rp 13.435.600
Penghasilan Neto Setahun (12 x Rp 13.435.600)
Rp 161.227.200
PTKP (K/3) Diri WP sendiri
Rp 13.200.000
Kawin
Rp 1.200.000
Tanggungan (3x @ Rp 1.200.000)
Rp 3.600.000 + (Rp 18.000.000)
Penghasilan Kena Pajak
Rp 143.227.200
Penghasilan Kena Pajak (Pembulatan)
Rp 143.227.000
PPh Pasal 21 terutang : 5% x Rp 25.000.000 = Rp 1.250.000 10% x Rp 25.000.000 = Rp 2.500.000 15% x Rp 50.000.000 = Rp 7.500.000 25% x Rp 43.227.000 = Rp 10.806.750 + Rp 22.056.750 PPh pasal 21 terutang sebulan Tuan A = Rp 22.056.750 12 = Rp 1.838.062
Perhitungan dengan menggunakan UU No. 36 Tahun 2008 Gaji sebulan
Rp 14.000.000
Tunjangan transport (5% x Rp 14.000.000)
Rp
700.000
Rp
33.600
Rp
42.000+
Premi asuransi kec. Kerja (0,24% x Rp 14.000.000) Premi asuransi kematian (0,3% x Rp 14.000.000) Jumlah Penghasilan Bruto
Rp 14.775.600
Pengurang: Biaya jabatan (5% x Rp 14.775.600) = Rp 738.780 Biaya jabatan yang diperkenankan
= Rp 500.000
Iuran pensiun (4% x Rp 14.000.000) = Rp 560.000 Iuran JHT (2% x Rp 14.000.000)
= Rp 280.000 + (Rp
Jumlah Penghasilan Neto Sebulan
1.340.000)
Rp 13.435.600
Penghasilan Neto Setahun (12 x Rp 13.435.600)
Rp 161.227.200
PTKP (K/3) Diri WP sendiri
Rp15.840.000
Kawin
Rp 1.320.000
Tanggungan (3x @ Rp1.320.000)
Rp 3.960.000 + (Rp 21.120.000)
Penghasilan Kena Pajak
Rp 140.107.200
Penghasilan Kena Pajak (Pembulatan)
Rp 140.107.000
PPh Pasal 21 terutang setahun: 5% x Rp 50.000.000= Rp 2.500.000 15% x Rp 90.107.000= Rp13.516.050+ Rp16.016.050 PPh Pasal 21 terutang sebulan = Rp16.016.050 12 = Rp1.334.670 Jika Tuan A tidak memiliki NPWP maka perhitungan PPh Pasal 21 untuk Tuan A menjadi: PPh Pasal 21 terutang setahun: 5% x 120% x Rp50.000.000 = Rp 3.000.000 15% x 120% x Rp90.107.000 = Rp 16.219.260 + Rp 19.219.260
PPh Pasal 21 terutang sebulan = Rp19.219.260 12 = Rp1.601.605
b.
Perhitungan PPh Pasal 23 PT. Jaya melakukan pemeliharaan dan perbaikan 5 unit AC kantor sebesar Rp500.000,00. Pajak Penghasilan Pasal 23 yang terutang atas transaksi tersebut adalah...(Yolina, 2009:43) Perhitungan dengan menggunakan UU No. 36 Tahun 2008 Jika WP memiliki NPWP maka perhitungan pajaknya adalah: 2% x Rp500.000,00 = Rp 10.000,00 Jika WP Non NPWP maka perhitungan pajaknya menjadi: 2% x 200% x Rp500.000,00 = Rp 20.000,00
c.
Perhitungan PPh Badan PT. X sebagai wajib pajak badan memiliki jumlah penghasilan kena pajak sebesar Rp250.000.000,00 maka pajak terutang untuk PT. X adalah... Perhitungan dengan menggunakan UU No. 17 Tahun 2000 10% x Rp50.000.000,00 = Rp5.000.000,00 15% x Rp50.000.000,00 = Rp7.500.000,00 30% x Rp150.000.000,00 = Rp45.000.000,00 + Pajak terutang PT. X
= Rp57.500.000,00
Perhitungan dengan menggunakan UU No. 36 Tahun 2008 Untuk tahun 2009, pajak terutang PT. X adalah: 28% x Rp250.000.000,00 = Rp70.000.000,00 Pada tahun 2010 menjadi 25% x Rp250.000.000,00 = Rp62.500.000,00
d.
Perhitungan untuk pemanfaatan fasilitas UMKM 1) Peredaran
usaha
PT.
Sabar
pada
tahun
2009
sebesar
Rp4.000.000.000,00 dengan penghasilan kena pajak sebesar Rp800.000.000,00 maka perhitungan pajak penghasilan yang terutang adalah...(Yolina, 2009:45) 50% x 28% x Rp800.000.000,00 = Rp112.000.000,00 Catatan: Seluruh penghasilan kena pajak yang diperoleh dari peredaran bruto usaha dikenakan tarif 50% dari tarif pajak penghasilan badan yang berlaku karena peredaran bruto usaha PT. Sabar tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 2) Peredaran
usaha
PT.
Jaya
pada
tahun
2009
sebesar
Rp20.000.000.000,00 dengan penghasilan kena pajak sebesar Rp4.000.000.000,00 maka perhitungan pajak penghasilan yang terutang adalah... Jumlah Penghasilan Kena Pajak (PKP) yang mendapatkan fasilitas: (Rp4.800.000.000 : Rp20.000.000.000,00) x Rp4.000.000.000,00 = Rp960.000.000,00 Jumlah PKP yang tidak mendapatkan fasilitas: Rp4.000.000.000,00 – Rp960.000.000,00 = Rp3.040.000.000,00 Pajak Penghasilan yang terutang: 50% x 28% x Rp960.000.000
= Rp 134.000.000,00
28% x Rp3.040.000.000,00
= Rp 851.200.000,00
Jumlah Pajak Penghasilan yang terutang = Rp 985.600.000,00
D. Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai perubahan Undang-Undang Perpajakan terutama Undang-Undang Pajak Penghasilan, Jumlah Wajib Pajak dan penerimaan pajak telah dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Tabel 2.7 menunjukkan hasil-hasil penelitian terdahulu yang terkait mengenai perubahan Undang-Undang Pajak, Jumlah Wajib Pajak dan penerimaan pajak penghasilan yang digunakan sebagai rujukan dalam melaksanakan penelitian ini.
Peneliti (Tahun)
Judul
Khemal Pambudi, et.al (2009)
Dampak berlakunya UU No. 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan Terhadap Penerimaan Sektor Pajak: Studi Kasus KPP Pratama Jember.
Sormin Partogian (2008)
Perubahan dan implikasi Pajak Penghasilan menurut UU No. 36 tahun 2008.
Tabel 2.7 Penelitian Terdahulu Variabel Metodologi Penelitian Berlakunya UU No. 36 Tahun 2008 (x)
Deskriptif Kuantitatif
Jumlah Wajib Pajak meningkat tetapi Penerimaan pajak mengalami penurunan setelah diberlakukannya UU No. 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan.
Deskriptif Kualitatif
Semakin ada kepastian hukum dalam peraturan perpajakan, dan dapat meningkatkan jumlah wajib pajak dengan adanya berbagai fasilitas pajak.
Jumlah Wajib Pajak (y1) Penerimaan pajak (y2)
Perubahan UU No. 36 tahun 2008 (x) Implikasi diberlakukannya UU tersebut (y)
Bersambung ke halaman selanjutnya
Hasil Penelitian
Tabel 2.7 (Lanjutan) Variabel Metodologi Penelitian
Peneliti (Tahun)
Judul
Mario Antonius Sumarsono dan M. Khoiru Rusydi (2009)
Analisis Perbedaan Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak dan Penerimaan Pajak Sebelum dan Sesudah Penerapan Modernisasi Administrasi Perpajakan: Studi pada KPP Pratama di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Timur III
Penerapan modenisasi administrasi perpajakan pada KanWil DJP Jawa Timur III (x)
Pengaruh Perubahan Tarif Pajak Penghasilan Perorangan Pada UU No.17 Tahun 2000 Dibandingkan Dengan UU No.7 Tahun 1983 Dalam Kaitannya Dengan Kepatuhan Wajib Pajak Untuk Membayar Pajak di Kota Banjarmasin.
Perubahan UU PPh No. 17 Tahun 2000 (x)
Haryo Setyaki Krissudarto (2003)
Paired Sample t-test
Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak (y1) dan penerimaan pajak (y2)
Kepatuhan Wajib Pajak Untuk Melaksanakan Kewajiban Perpajakan (y)
Bersambung ke halaman selanjutnya
Deskriptif Kualitatif
Hasil Penelitian Tidak terdapat perbedaan pada tingkat kepatuhan Wajib Pajak sebelum dan sesudah penerapan modernisasi administrasi perpajakan. Sedangkan terdapat perbedaan yang cukup signifikan pada penerimaan pajak sebelum dan sesudah penerapan modernisasi administrasi perpajakan. Perubahan UU PPh No.17 Tahun 2000 tidak berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan WP. Terjadi penambahan Jumlah WP tetapi tidak diikuti dengan peningkatan penerimaan PPh OP di Kota Banjarmasin.
Peneliti (Tahun) Jeffrey Owens (2006)
Judul Fundamental Tax Reform: An International Perspective
Tabel 2.7 (Lanjutan) Variabel Metodologi Penelitian Tren pelaksanaan reformasi pajak pada 30 negara anggota OECD (x) Faktor-faktor yang mendorong kesuksesan pelaksanaan reformasi pajak (y)
Munari (2005)
Hendra Wahyu Adi Putra (2008)
Pengaruh Faktor Tax Payer terhadap keberhasilan Penerimaan Pajak Penghasilan (Studi Kasus KPP Batu, Malang)
Pengaruh Jumlah Wajib Pajak Efektif Pajak Penghasilan Pasal 21 Terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan (Studi Kasus KPP Pratama Bandung Karees)
Kesadaran perpajakan (x1) Pendapat WP tentang berat tidaknya beban PPh (x2) Persepsi WP tentang pelaksanaan sanksi denda pajak (x3) Tax avoidance (x4) Keberhasilan Penerimaan PPh (y) Jumlah Wajib Pajak Efektif PPh Pasal 21 (x) Jumlah Penerimaan Pajak Penghasilan (y)
Sumber: diolah dari berbagai referensi
Deskriptif Kuantitatif
Hasil Penelitian
Setiap negara harus membangun beberapa prinsip seperti kesederhanaan dalam sistem perpajakan dan pemenuhan aspek keadilan untuk menunjang kesuksesan pelaksanaan reformasi pajak. Regresi Kesadaran berganda, uji t perpajakan, dan uji F Pendapat WP tentang beban PPh, Persepsi WP tentang pelaksanaan sanksi denda pajak, dan Tax avoidance berpengaruh baik secara simultan maupun parsial terhadap penerimaan PPh. Regresi linier Terdapat sederhana pengaruh signifikan antara jumlah wajib pajak efektif PPh Pasal 21 dengan Jumlah penerimaan Pajak Penghasilan.
E. Keterkaitan Antar Variabel 1. Amandemen Undang-Undang Pajak Penghasilan dengan Jumlah Wajib Pajak Amandemen terhadap Undang-Undang perpajakan dilakukan untuk meningkatkan kinerja perpajakan melalui upaya ekstensifikasi dan intensifikasi perpajakan. Ekstensifikasi dalam pajak adalah suatu upaya untuk dapat meningkatkan jumlah Wajib Pajak dengan memberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Haryo Setyaki Krissudarto (2003) menyimpulkan bahwa amandemen UU PPh No. 17 Tahun 2000 berpengaruh terhadap penambahan jumlah Wajib Pajak, kemudian penelitian yang dilakukan oleh Khemal Pambudi et.al (2009) menyimpulkan bahwa setelah penerapan UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, jumlah Wajib Pajak meningkat dibandingkan dengan sebelum berlakunya Undang-Undang No. 36 Tahun 2008. Penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Sormin (2008) yang menyebutkan bahwa dengan adanya perubahan terhadap Undang-Undang Pajak Penghasilan dapat meningkatkan jumlah Wajib Pajak karena banyaknya fasilitas dan kemudahan yang diberikan kepada Wajib Pajak. Berdasarkan hasil dari penelitian-penelitian diatas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
Ha1 : Terdapat perbedaan yang signifikan pada Jumlah Wajib Pajak periode sebelum dan sesudah penerapan UU No. 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan.
2. Amandemen Undang-Undang Tentang Pajak Penghasilan dengan Penerimaan Pajak Penelitian yang dilakukan oleh Khemal Pambudi et.al (2009) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan berupa penurunan penerimaan pajak pada periode sesudah penerapan UU No. 36 Tahun 2008 yang merupakan amandemen keempat dari UU Pajak Penghasilan. Penelitian yang serupa sebelumnya dilakukan oleh Haryo Setyaki Krissudarto (2003) yang meneliti penerimaan pajak setelah amandemen ketiga UU Pajak Penghasilan yaitu UU No. 17 Tahun 2000. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa amandemen ketiga UU Pajak Penghasilan tidak berpengaruh sama sekali terhadap peningkatan penerimaan pajak, bahkan penerimaan pajak cenderung menurun. Berdasarkan hasil penelitianpenelitian di atas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: Ha2 : Terdapat perbedaan yang signifikan pada penerimaan pajak periode sebelum dan sesudah penerapan UU No. 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan.
F. Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran dibuat sebagai gambaran menyeluruh mengenai penelitian yang akan dilakukan didasarkan pada teori yang telah dikemukakan sebelumnya. Gambaran menyeluruh mengenai Dampak Penerapan UndangUndang No. 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan Terhadap Jumlah Wajib Pajak dan Penerimaan Pajak adalah sebagai berikut:
Gambar 2.1 Skema Kerangka Pemikiran Latar Belakang
Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan, Wajib Pajak, Penerimaan Pajak DAMPAK PENERAPAN UNDANG-UNDANG NO. 36 TAHUN 2008 TENTANG PAJAK PENGHASILAN TERHADAP JUMLAH WAJIB PAJAK DAN PENERIMAAN PAJAK
Metode Analisis: Mann Whitney U Test
Hasil Pengujian dan Pembahasan
Kesimpulan, Implikasi dan Saran
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian ini, peneliti memilih Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak (KPDJP) yang berlokasi di Jl. Gatot Subroto No. 40-42 Jakarta Selatan 12190 sebagai lokasi penelitian. Penelitian ini membandingkan antara data jumlah wajib pajak dan penerimaan pajak pada periode sebelum dan sesudah penerapan UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan diantara keduanya atau tidak.
B. Metode Penentuan Sampel Metode penentuan sampel yang digunakan adalah Purposive Sampling yaitu penentuan sampel dengan pengambilan data-data tertentu yang dianggap sesuai dan terkait dengan penelitian yang akan dilakukan, artinya data yang diambil adalah data yang memiliki informasi yang diperlukan bagi penelitian (Sulistyo, 2010:29). Data yang dibutuhkan untuk penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Data jumlah Wajib Pajak terdaftar baik orang pribadi maupun badan dan jumlah Wajib Pajak yang efektif melaksanakan kewajiban perpajakan pada periode empat tahun sebelum penerapan UU No. 36
Tahun 2008 (2005-2008) dan dua tahun setelah penerapan UndangUndang No. 36 Tahun 2008 (2009-2010). b. Laporan penerimaan pajak periode empat tahun sebelum (2005-2008) dan dua tahun sesudah (2009-2010) penerapan Undang-Undang No. 36 Tahun 2008.
C. Metode Pengumpulan Data Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data sekunder. Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh secara tidak langsung atau melalui media perantara (Sugiyono, 2009:193). Data tersebut berupa data perpajakan yang diperlukan dan diperoleh dari Direktorat Teknologi Informasi Perpajakan pada Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak (KPDJP) seperti data jumlah wajib pajak yang terdaftar, data jumlah wajib pajak yang efektif melaksanakan kewajiban perpajakan dan laporan penerimaan pajak. Penelitian ini juga dilakukan dengan membaca berbagai literatur berupa buku, jurnal, Undang-Undang Perpajakan, Peraturan Pemerintah, Keputusan Direktorat Jenderal Pajak, Keputusan Menteri Keuangan serta referensi lain yang terkait dengan judul penelitian.
D. Metode Analisis Data Pada penelitian ini penulis menggunakan metode deskriptif komparatif kuantitatif. Penelitian deskriptif komparatif kuantitatif yakni
melakukan analisis penelitian dengan menggunakan angka sehingga dapat memberikan gambaran yang nyata tentang ada atau tidaknya perbedaan pada jumlah Wajib Pajak dan penerimaan pajak periode empat tahun sebelum dengan dua tahun sesudah penerapan UU No. 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan. Untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini digunakan statistik non parametrik Mann-Whitney U Test. Pengujian Mann-Whitney U Test digunakan untuk menguji data dari dua sampel yang tidak berhubungan (independen). Dua sampel yang tidak berhubungan dapat diartikan sebagai dua sampel bebas antara satu dengan yang lain dan mengalami dua perlakuan yang berbeda. Dalam U-Test ini terdapat dua rumus yang digunakan untuk pengujian. Kedua rumus tersebut digunakan dalam perhitungan karena akan digunakan untuk mengetahui harga U mana yang lebih kecil antara U1 dengan U2.
n1 (n1 + 1 ) − R1 2 n (n + 1 ) U 2 = n1 n 2 + 2 2 − R2 2
U 1 = n1 n 2 +
Ket : n1 = Jumlah sampel 1 (sebelum penerapan UU No. 36 Tahun 2008) n2 = Jumlah sampel 2 (setelah penerapan UU No. 36 Tahun 2008) U1 = Jumlah peringkat 1 U2 = Jumlah peringkat 2 R1 = Jumlah rangking pada sampel n1 R2 = Jumlah rangking pada sampel n2
Setelah mengetahui harga U mana yang terkecil, langkah selanjutnya adalah mencari nilai z hitung berdasarkan harga U tersebut. Rumus z hitung:
z=
1 U − .n1. n2 2 1 .n1 .n2 (n1 + n2 + 1) 12
Kemudian nilai z hitung yang didapat dibandingkan dengan nilai z tabel pada tingkat kepercayaan 95% uji dua sisi (2-tailed). Dasar pengambilan keputusan: 1. Dengan membandingkan nilai z hitung dan z tabel: a. Jika z hitung < z tabel, maka Ho diterima b. Jika z hitung > z tabel, maka Ho ditolak
Gambar 3.1 Kurva Keputusan
Sumber: Santoso (2010:125) 2. Dengan melihat angka probabilitas, dengan ketentuan: a. Probabilitas > 0,05 maka Ho diterima b. Probabilitas < 0,05 maka Ho ditolak
E. Operasional Variabel Penelitian Variabel pada dasarnya adalah sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2009:58). Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel independen (X) dan variabel dependen (Y). 1.
Variabel Independen atau Variabel Bebas (X) Variabel bebas (Independent Variable) dalam penelitian ini adalah UU No. 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan. Undang-Undang ini merupakan amandemen keempat atas UU No. 7 Tahun 1983. Amandemen terhadap Undang-Undang ini memiliki tujuan untuk meningkatkan kinerja perpajakan melalui upaya ekstensifikasi dan intensifikasi. Upaya ekstensifikasi dari Undang-Undang ini adalah untuk dapat meningkatkan jumlah Wajib Pajak terdaftar melalui kesederhanaan administrasi perpajakan, pengurangan tarif dan berbagai insentif yang diberikan. Sedangkan upaya intensifikasi dari Undang-Undang
ini
adalah
untuk
dapat
meningkatkan
dan
mengoptimalisasikan penerimaan negara yang berasal dari sektor pajak terutama Pajak Penghasilan. 2.
Variabel Dependen (Dependent Variable) atau Variabel Terikat (Y) a. Jumlah Wajib Pajak (Y1) Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan. Adanya amandemen terhadap Undang-Undang
Pajak
Penghasilan
ini
diduga
dapat
mengakibatkan perubahan terhadap jumlah Wajib Pajak terdaftar melalui berbagai fasilitas dan kemudahan yang diberikan. b. Penerimaan Pajak Penghasilan (Y2) Adanya amandemen Undang-Undang Pajak Penghasilan ini diduga dapat mengakibatkan perubahan terhadap penerimaan pajak. Perubahan tersebut dapat berupa peningkatan ataupun penurunan terhadap penerimaan negara yang berasal dari sektor pajak terutama Pajak Penghasilan.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Direktorat Jenderal Pajak 1.
Sejarah Singkat Direktorat Jenderal Pajak Direktorat
Jenderal
Pajak
adalah
unsur
pelaksana
dibawah
Kementerian Keuangan Republik Indonesia yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang perpajakan yang terletak di Jl. Gatot Subroto No. 40-42 Jakarta. Sejarah singkat mengenai terbentuknya DJP dapat dibagi dalam beberapa periode sebagai berikut: a. Pra Proklamasi Kemerdekaan RI Pada zaman penjajahan Belanda, tugas pemerintahan dalam bidang moneter dilaksanakan oleh Departemen Van Financien dengan dasar hukumnya yaitu Staatsblad 1924 Number 576, Artikel 3. Pada masa penguasaan Jepang, Departemen Van Financien diubah namanya menjadi Zaimubu. Djawatan-djawatan yang mengurus penghasilan negara seperti Djawatan Bea Cukai, Djawatan Padjak, serta Djawatan Padjak Hasil Bumi. Ketiganya digabungkan dan berada di bawah seorang pimpinan dengan nama Syusekatjo. b. Periode 1945-1959 Maklumat Menteri Keuangan Nomor 1 Tanggal 5 Oktober 1945 yang menyatakan bahwa seluruh Undang-Undang atau peraturan tentang
perbendaharaan Keuangan Negara, pajak, lelang, bea dan cukai, pengadaan candu dan garam tetap menggunakan Undang-Undang atau peraturan yang ada sebelumnya sampai dengan dikeluarkannya peraturan yang baru dari pemerintah Indonesia. Sedangkan Penetapan Pemerintah tanggal 7 Nopember 1945 No. 2/S.D. memutuskan bahwa urusan bea ditangani Departemen Keuangan Bahagian Padjak mulai tanggal 1 Nopember 1945 sesuai dengan Putusan Menteri Keuangan tanggal 31 Oktober 1945 No. B.01/1. Akhir tahun 1951 Kementerian Keuangan
mengadakan
perubahan
dimana
Djawatan
Padjak,
Djawatan Bea dan Cukai dan Djawatan Padjak Bumi berada dibawah koordinasi Direktur Iuran Negara. c. Periode 1960-1994 Tahun 1964 Djawatan Padjak diubah menjadi Direktorat Pajak yang berada dibawah pimpinan Pembantu Menteri Urusan Pendapatan Negara. Kemudian pada tahun 1966 berdasarkan Keputusan Presidium Kabinet No. 75/U/KEP/11/1966 tentang Struktur Organisasi dan Pembagian Tugas Departemen-Departemen, Direktorat Padjak diubah menjadi Direktorat Djenderal Padjak yang membawahi Sekretariat Direktorat Djenderal, Direktorat Padjak Langsung, Direktorat Padjak Tidak Langsung, Direktorat Perentjanaan dan Pengusutan, dan Direktorat Pembinaan Wilayah.
2. Visi, Misi dan Fungsi Direktorat Jenderal Pajak Visi Direktorat Jenderal Pajak adalah: Menjadi Institusi pemerintah yang menyelenggarakan sistem administrasi perpajakan modern yang efektif, efisien, dan dipercaya masyarakat dengan integritas dan profesionalisme yang tinggi. Misi Direktorat Jenderal Pajak adalah: Menghimpun penerimaan pajak negara berdasarkan Undang-Undang Perpajakan
yang
mampu
mewujudkan
kemandirian
pembiayaan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara melalui sistem administrasi perpajakan yang efektif dan efisien. Dalam
melaksanakan
tugasnya,
Direktorat
Jenderal
Pajak
menyelenggarakan fungsi: a. Penyiapan perumusan kebijakan Departemen Keuangan di bidang perpajakan. b. Pelaksanaan kebijakan di bidang perpajakan. c. Perumusan standar, norma, pedoman, kriteria, dan prosedur di bidang perpajakan. d. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang perpajakan. e. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Pajak.
3. Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Pajak Berdasarkan PMK 184/PMK.01/2010 susunan organisasi Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak terdiri dari 1 sekretariat, 12 direktorat, dan 1 pusat yaitu: a. Sekretariat Direktorat Jenderal Mempunyai tugas melaksanakan koordinasi pelaksanaan tugas serta pembinaan dan pemberian dukungan administrasi kepada semua unsur di lingkungan Direktorat Jenderal. b. Direktorat Potensi, Kepatuhan dan Penerimaan Mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang potensi, kepatuhan dan penerimaan. c. Direktorat Peraturan Perpajakan I Mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang peraturan Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta Pajak Tidak Langsung Lainnya, dan Pajak Bumi dan Bangunan dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan d. Direktorat Peraturan Perpajakan II Mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang peraturan Pajak Penghasilan, perjanjian dan kerjasama perpajakan internasional, bantuan hukum, pemberian
bimbingan dan pelaksanaan bantuan hukum, dan harmonisasi peraturan perpajakan. e. Direktorat Keberatan dan Banding Mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang keberatan dan banding. f. Direktorat Ekstensifikasi dan Penilaian Mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang ekstensifikasi dan penilaian perpajakan. g. Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan Mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pemeriksaan dan penagihan perpajakan. h. Direktorat Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang penyuluhan, pelayanan, dan hubungan masyarakat. i. Direktorat Teknologi Informasi Perpajakan Mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang teknologi informasi perpajakan. j. Direktorat Intelijen dan Penyidikan Mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang intelijen dan penyidikan perpajakan.
k. Direktorat Transformasi Teknologi Komunikasi Informasi Mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang transformasi teknologi komunikasi dan informasi. l. Direktorat Transformasi Proses Bisnis Mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang transformasi proses bisnis. m. Direktorat Kepatuhan Internal dan Transformasi Sumber Daya Aparatur Mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang kepatuhan internal dan transformasi sumber daya aparatur. n. Pusat Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan Mempunyai tugas melaksanakan penerimaan, pemindaian, perekaman dan penyimpanan data dokumen perpajakan dengan memanfaatkan teknologi informasi berdasarkan peraturan perundang-undangan. Selain itu terdapat 4 Tenaga Pengkaji, yaitu: a. Tenaga Pengkaji bidang Pembinaan dan Penertiban Sumber Daya Manusia Mempunyai tugas mengkaji, menelaah, dan memberikan penalaran konsepsional secara keahlian mengenai masalah-masalah di bidang pembinaan dan penertiban sumber daya manusia.
b. Tenaga Pengkaji bidang Pengawasan dan Penegakan Hukum Perpajakan Mempunyai tugas mengkaji, menelaah, dan memberikan penalaran konsepsional secara keahlian mengenai masalah-masalah di bidang pengawasan dan penegakan hukum perpajakan. c. Tenaga Pengkaji bidang Pelayanan Perpajakan Mempunyai tugas mengkaji, menelaah dan memberikan penalaran konsepsional secara keahlian mengenai masalah-masalah di bidang pelayanan perpajakan. d. Tenaga Pengkaji bidang Ekstensifikasi dan Intensifikasi Perpajakan Mempunyai tugas mengkaji, menelaah, dan memberikan penalaran konsepsional secara keahlian mengenai masalah-masalah di bidang ekstensifikasi dan intensifikasi pajak. Dalam
melaksanakan
tugasnya
seluruh
tenaga
pengkaji
ini
bertanggung jawab langsung kepada Direktur Jenderal Pajak.
4. Sumber Daya Manusia Aspek kepegawaian yang mendukung operasional Direktorat Jenderal Pajak saat ini berjumlah 31.553 orang. Adapun penyebaran sumber daya manusia berdasarkan golongan/jabatan dan tingkat pendidikan yang tersebar pada Direktorat Jenderal Pajak diperinci sebagai berikut:
Tabel 4.1 Distribusi Pegawai Berdasarkan Golongan/Jabatan Jumlah Pegawai Golongan/Jabatan Eselon I 1 Eselon II 48 Eselon III 512 Eselon IV 3.702 Eselon V Pelaksana 22.311 Fungsional 4.979 Total 31.553 Sumber: Bagian Kepegawaian KPDJP Tabel 4.2 Distribusi Pegawai Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tingkat Pendidikan Jumlah Pegawai SD 211 SMP 229 SMA 5.274 D1 5.025 D2 58 D3 6.095 S1 10.440 S2 3.697 S3 27 Data TL 497 Total 31.553 Sumber : Bagian Kepegawaian KPDJP
5. Unit Kerja Vertikal Direktorat Jenderal Pajak Unit kerja vertikal KPDJP di daerah meliputi Kantor Wilayah DJP (Kanwil), Kantor Pelayanan Pajak (KPP), dan Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP). Saat ini terdapat 31 Kantor Wilayah DJP di seluruh Indonesia, yaitu: a. Kantor Wilayah DJP Wajib Pajak Besar, di Jakarta b. Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus, di Jakarta c. Kantor Wilayah DJP Sumatera
1) Kantor Wilayah DJP NAD, di Banda Aceh 2) Dua Kantor Wilayah DJP Sumatera Utara, di Medan dan Pematang Siantar 3) Kantor Wilayah DJP Riau dan Kep. Riau, di Pekanbaru 4) Kantor Wilayah DJP Sumatera Barat dan Jambi, di Padang 5) Kantor Wilayah DJP Sumatera Selatan dan Kep. Bangka Belitung, di Palembang 6) Kantor Wilayah DJP Bengkulu dan Lampung, di Bandar Lampung d. Kantor Wilayah DJP Jakarta 1) Kantor Wilayah DJP Jakarta Pusat, di Jakarta 2) Kantor Wilayah DJP Jakarta Barat, di Jakarta 3) Kantor Wilayah DJP Jakarta Selatan, di Jakarta 4) Kantor Wilayah DJP Jakarta Timur, di Jakarta 5) Kantor Wilayah DJP Jakarta Utara, di Jakarta e. Kantor Wilayah DJP Pulau Jawa 1) Kantor Wilayah DJP Banten, di Serang 2) Dua Kantor Wilayah DJP Jawa Barat, di Bandung dan Bekasi 3) Dua Kantor Wilayah DJP Jawa Tengah, di Semarang dan Surakarta 4) Kantor Wilayah DJP D.I Yogyakarta, di Yogyakarta 5) Tiga Kantor Wilayah DJP Jawa Timur, di Surabaya, Sidoarjo dan Malang f. Kantor Wilayah DJP Pulau Kalimantan 1) Kantor Wilayah DJP Kalimantan Barat, di Pontianak
2) Kantor Wilayah DJP Kalimantan Selatan dan Tengah, di Banjarmasin 3) Kantor Wilayah DJP Kalimantan Timur, di Balikpapan g. Kantor Wilayah DJP Pulau Sulawesi 1) Kantor Wilayah DJP Sulawesi Selatan, Barat, dan Tenggara di Makassar 2) Kantor Wilayah DJP Sulawesi Utara, Tengah, Gorontalo dan Maluku Utara, di Manado h. Kantor Wilayah DJP Bali, di Denpasar i. Kantor Wilayah DJP Nusa Tenggara, di Mataram j. Kantor Wilayah DJP Papua dan Maluku, di Jayapura
6. Daftar Direktur Jenderal Pajak dan Masa Jabatannya a. Abdul Mukti 1945 s.d. 1956 (Kepala Djawatan Padjak) b. Soerjono Sastrokoesoemo 1956 s.d. 1961 (Kepala Djawatan Pajak) c. Santoso Brotodihardjo 1961 s.d. 1963 (Kepala Djawatan Pajak) d. Soeyoedno Brotodihardjo 1963 s.d. 1970 e. Sutadi Sukarya 1970 s.d. 1980 f. Salamun A.T 1981 s.d. 1988 g. Mar'ie Muhammad 1988 s.d. 1993 h. Fuad Bawazier 1993 s.d. 1998 i. Abdullah Anshari Ritonga 1999 s.d. 2000 j. Mahfud Sidik 2000 s.d. 2001
k. Hadi Poernomo 2001 s.d. 2006 l. Darmin Nasution 2006 s.d. 2009 m. Mochammad Tjiptardjo 2009 s.d. 2011 n. Achmad Fuad Rahmany 2011 s.d. Sekarang
B. Hasil dan Pembahasan Pengujian hipotesis pada penelitian ini menggunakan model analisis Mann Whitney U Test. 1.
Hasil Uji Hipotesis Jumlah Wajib Pajak Tabel 4.3 Mann Whitney Test Ranks Jumlah Wajib Pajak Ranks
PERIODE JmlWP Sebelum Sesudah
N
Mean Rank
Sum of Ranks
16
8.50
136.00
8
20.50
164.00
Total 24 Sumber: Hasil Pengolahan SPSS 17 Dari tabel 4.3 di atas didapat ringkasan data statistik jumlah wajib pajak dari kedua sampel (sebelum dan sesudah penerapan UU No. 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan). Data Jumlah Wajib Pajak yang diperoleh selama 6 tahun (4 tahun sebelum dan 2 tahun sesudah) diolah secara triwulanan, sehingga menghasilkan 16 sampel sebelum penerapan UU No. 36 Tahun 2008 dan 8 sampel sesudah penerapan UU No. 36 Tahun 2008. Jumlah Wajib Pajak sebelum penerapan UU No. 36 Tahun 2008 tersebut memiliki Mean Rank (rata-rata peringkat) sebesar 8,50 dan
Sum of Ranks (jumlah peringkat) sebesar 136,00. Sedangkan Jumlah Wajib Pajak sesudah penerapan UU No. 36 Tahun 2008 memiliki Mean Rank (rata-rata peringkat) sebesar 20,50 dan Sum of Ranks (jumlah peringkat) sebesar 164,00. Maka dari hasil test ranks di atas dapat disimpulkan bahwa nilai rata-rata untuk jumlah Wajib Pajak sebelum penerapan UU No. 36 Tahun 2008 lebih kecil dibandingkan dengan sesudah penerapan UU No. 36 Tahun 2008 (8,50 < 20,50). Tabel 4.4 Hasil Output Mann Whitney Test Statistics Jumlah Wajib Pajak Test Statisticsb JmlWP Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed)
.000 136.000 -3.919 .000
Exact Sig. [2*(1-tailed .000a Sig.)] a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: PERIODE Sumber : Hasil Pengolahan SPSS 17 Dari tabel hasil uji Mann Whitney test statistics diatas diperoleh nilai z hitung sebesar -3,919 dan nilai Asymp.Sig.(2-tailed) sebesar 0,000 sedangkan untuk tingkat kepercayaan 95% uji dua sisi (2-tailed) nilai z tabel yang didapat adalah ±1,96. Dengan membandingkan z hitung yang diperoleh dengan z tabel (-3,919 > -1,96) dan melihat angka probabilitas (0,000 < 0,05) maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada jumlah Wajib Pajak periode sebelum dan sesudah
penerapan UU No. 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan (tolak Ho, terima Ha). Untuk mengetahui dan menganalisis pertumbuhan Jumlah Wajib Pajak sebelum dan sesudah penerapan UU No. 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan, data yang digunakan adalah data Jumlah Wajib Pajak terdaftar dan Wajib Pajak Efektif yang melaksanakan kewajiban perpajakan, terutama Pajak Penghasilan pada Direktorat Jenderal Pajak, dan dihitung dengan menggunakan rumus berikut (Wahyuni, Priyo Hari Adi: 2009)
r = Ket : r
Pt − (Pt −1 ) x100 % Pt −1
= Pertumbuhan Wajib Pajak PPh
Pt = Jumlah Wajib Pajak PPh pada periode ke-t Pt-1 = Jumlah Wajib Pajak PPh pada periode sebelumnya Secara keseluruhan jumlah Wajib Pajak yang terdaftar pada Direktorat Jenderal Pajak adalah sebagai berikut: Tabel 4.5 Jumlah Wajib Pajak Terdaftar Tahun Jumlah Wajib Penambahan Pajak Wajib Pajak Terdaftar Terdaftar dari Tahun Sebelumnya 2005 5.564.464 2006 6.011.253 446.789 2007 8.248.133 2.236.880 2008 12.137.310 3.889.177 2009 18.388.447 6.251.137 2010 22.229.986 3.841.539 Sumber: Direktorat TIP, data diolah
Tingkat Pertumbuhan (%) 8,03% 37,21% 47,15% 51,50% 20,89%
Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa sejak tahun 2005 hingga tahun 2010, jumlah Wajib Pajak terdaftar pada Direktorat Jenderal Pajak mengalami pertumbuhan setiap tahunnya. Pertumbuhan Wajib Pajak yang cukup signifikan terjadi pada Tahun 2009. Pada tahun ini jumlah Wajib Pajak terdaftar meningkat sebanyak 6.251.137 Wajib Pajak atau sekitar 51,50% bila dibandingkan dengan jumlah Wajib Pajak Tahun 2008 yang hanya meningkat sebesar 3.889.177 Wajib Pajak. Sedangkan pertumbuhan Wajib Pajak dengan persentase terkecil terjadi pada tahun 2006 yang hanya meningkat sebesar 446.789 Wajib Pajak. Kemudian untuk mengetahui jumlah Wajib Pajak Terdaftar yang melakukan pemenuhan kewajiban Pajak Penghasilan pada Direktorat Jenderal Pajak, dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.6 Jumlah Wajib Pajak PPh Terdaftar Tahun Jumlah WP Penambahan Tingkat PPh Terdaftar WP Terdaftar Pertumbuhan dari Tahun (%) Sebelumnya 2005 3.611.949 2006 3.968.577 356.628 9,87% 2007 6.095.916 2.127.339 53,61% 2008 9.875.753 3.779.837 62,01% 2009 15.932.713 6.056.960 61,33% 2010 19.577.399 3.644.686 22,88% Sumber: Direktorat TIP, data diolah Tabel di atas menunjukkan jumlah Wajib Pajak terdaftar yang melakukan pemenuhan kewajiban Pajak Penghasilan. Dengan mengamati tabel 4.5 dan 4.6 di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar jumlah Wajib Pajak yang terdaftar pada Direktorat Jenderal Pajak adalah Wajib
Pajak yang melakukan pemenuhan kewajiban Pajak Penghasilan. Pada tahun 2005, jumlah WP PPh terdaftar adalah sekitar 64,91% dari jumlah keseluruhan WP terdaftar. Jumlah tersebut terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2006 menjadi 66,02%, tahun 2007 sebesar 73,91%, tahun 2008 sebesar 81,37%, tahun 2009 sebesar 86,65% dan tahun 2010 sebesar 91,61%. Sejak tahun 2001, Pemerintah telah melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan tax ratio dengan berbagai kegiatan ekstensifikasi di bidang perpajakan. Pada tahun 2005, pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak menerbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) secara Jabatan. NPWP secara jabatan diberikan kepada Wajib Pajak yang telah memenuhi syarat untuk memiliki NPWP tetapi tidak/belum mendaftarkan diri pada Kantor Pelayanan Pajak. Dengan diterbitkannya NPWP secara jabatan, maka Wajib Pajak harus memahami hak dan kewajiban perpajakan agar dapat menjalankan kewajiban perpajakannya dengan baik. Sedangkan untuk Wajib Pajak pengusaha yang memenuhi syarat untuk dikenakan pajak wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak. Pada tahun 2008, upaya pemerintah dalam meningkatkan jumlah Wajib Pajak dilakukan melalui pelaksanaan program sunset policy. Sunset policy adalah program pemberian fasilitas kepada Wajib Pajak berupa kebijakan penghapusan sanksi bunga atas keterlambatan pembayaran pajak khususnya PPh tahunan. Adapun sanksi atas setiap
keterlambatan pembayaran pajak dari waktu jatuh tempo yang ditetapkan adalah sebesar 2% (dua persen) perbulan. Sehingga apabila Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan yang telah terdaftar sebelum tahun 2008 membetulkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh untuk tahun 2006 dan tahun-tahun sebelumnya serta Wajib Pajak Orang Pribadi mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak dan memperoleh NPWP sepanjang dilaksanakannya program Sunset Policy (1 Januari hingga 31 Desember 2008) kemudian menyampaikan SPT tahunan untuk tahun 2007 dan tahun-tahun sebelumnya, maka kepada Wajib Pajak tersebut diberikan penghapusan sanksi bunga keterlambatan pembayaran pajak. Dasar hukum sunset policy ini adalah Pasal 37A UU No. 28 Tahun 2007 tentang Perubahan UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Pelaksanaan program sunset policy ini terbukti paling berperan dalam meningkatkan jumlah Wajib Pajak Terdaftar pada tahun 2008 (Liberti Pandiangan: 2009). Faktor-faktor
pendukung
lain
yang
juga
berperan
dalam
meningkatkan jumlah Wajib Pajak terdaftar sepanjang tahun 2008-2009 adalah pelaksanaan reformasi perpajakan melalui amandemen undangundang perpajakan yaitu Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) dan Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh)
yang
dilakukan
oleh
Direktorat
Jenderal
Pajak
secara
berkesinambungan dimana pada UU KUP disebutkan bahwa setiap wajib pajak yang mempunyai penghasilan di atas Penghasilan Tidak Kena
Pajak (PTKP) diwajibkan mendaftarkan diri untuk memiliki NPWP, jika WP dengan sengaja tidak mendaftarkan diri dan menimbulkan kerugian bagi negara maka akan dikenakan sanksi administrasi dan sanksi pidana. Sedangkan pada amandemen UU PPh telah dijelaskan bahwa tarif PPh bagi Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP ditetapkan lebih tinggi 20100% dibandingkan wajib pajak ber-NPWP. Dengan adanya pelaksanaan reformasi perpajakan ini, Wajib Pajak terdorong untuk mendaftarkan diri pada Kantor Pelayanan Pajak dan mempunyai NPWP dengan tujuan menghindari pengenaan sanksi tersebut (Khemal Pambudi et.al, 2008:8) Modernisasi dalam administrasi perpajakan juga merupakan salah satu faktor pendukung setelah reformasi perpajakan. Modernisasi tersebut adalah dengan pengadaan sistem e-registration yaitu sistem pendaftaran wajib pajak dan/atau pengukuhan pengusaha kena pajak, dan perubahan data wajib pajak melalui internet yang terhubung langsung secara on-line dengan Direktorat Jenderal Pajak sehingga sangat efisien dan memudahkan bagi Wajib Pajak karena tidak perlu datang ke Kantor Pelayanan Pajak. E-registration ini mulai banyak dimanfaatkan oleh para Wajib Pajak sejak tahun 2009 (Herdaru Purnomo: 2009). Wajib Pajak efektif adalah Wajib Pajak yang melakukan pemenuhan kewajiban perpajakan baik berupa pembayaran pajak maupun penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Masa dan/atau Tahunan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan.
Untuk mengetahui jumlah Wajib Pajak efektif yang melaksanakan pemenuhan kewajiban Pajak Penghasilan dapat dilihat pada tabel 4.7. Tabel 4.7 Jumlah Wajib Pajak PPh Efektif Tahun Jumlah Penambahan Tingkat WP Efektif Pertumbuhan WP PPh Efektif dari Tahun (%) Sebelumnya 2005 3.480.913 2006 3.832.476 351.563 10,01% 2007 5.951.175 2.118.699 55,28% 2008 9.728.505 3.921.330 65,89% 2009 15.782.566 6.000.061 61,67% 2010 19.426.617 3.644.051 23,09% Sumber: Direktorat TIP, data diolah
Persentase Terhadap WP Terdaftar 96,37% 96,57% 97,63% 98,51% 99,06% 99,23%
Jumlah Wajib Pajak PPh efektif dari tahun 2005 hingga tahun 2010 juga mengalami pertumbuhan seiring dengan pertumbuhan jumlah Wajib Pajak PPh terdaftar. Tingkat pertumbuhan Wajib Pajak efektif tertinggi terjadi pada tahun 2008 yaitu sebesar 65,89%. Penambahan Wajib Pajak PPh efektif setiap tahun lebih rendah dibandingkan dengan penambahan Wajib Pajak PPh yang terdaftar. Akan tetapi pada tahun 2008, penambahan Wajib Pajak PPh efektif lebih tinggi dibandingkan dengan penambahan Wajib Pajak terdaftarnya. Hal ini dikarenakan adanya sejumlah Wajib Pajak Non efektif pada tahun-tahun sebelumnya baru melaksanakan pemenuhan kewajiban Pajak Penghasilannya kembali di tahun ini.
Gambar 4.1 Pertumbuhan WP Terdaftar dan Efektif Pajak Penghasilan Tahun 2005 s/d Tahun 2010 20.000.000 18.000.000 16.000.000 14.000.000 12.000.000 10.000.000 8.000.000 6.000.000 4.000.000 2.000.000 0
WP Terdaftar PPh WP Efektif PPh
Th Th Th Th Th Th 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Sumber: Hasil pengolahan data DJP
Tidak semua Wajib Pajak yang terdaftar pada Direktorat Jenderal Pajak melaksanakan pemenuhan kewajiban perpajakan sesuai dengan Undang-Undang Perpajakan yang berlaku dikarenakan tidak adanya
penghasilan dari kegiatan usaha atau hal-hal lainnya. Pada keadaan seperti ini Wajib Pajak tergolong dalam status non efektif. Jumlah Wajib Pajak
Non
efektif
Pajak
Penghasilan
dapat dapat
diperoleh
dengan
mengurangkan Jumlah Wajib Pajak terdaftar PPh dengan Jumlah Wajib Pajak efektif PPh. Data mengenai jumlah Wajib Pajak non efektif adalah sebagai berikut:
Tabel 4.8 Jumlah Wajib Pajak PPh Non Efektif Tingkat Persentase Tahun Jumlah Penambahan WP PPh WP Non Pertumbuhan Terhadap WP Non Efektif dari (%) Terdaftar Efektif Tahun Sebelumnya 2005 131.036 3,63% 2006 136.101 5.065 3,87% 3,43% 2007 144.741 8.640 6,35% 2,37% 2008 147.248 2.507 1,78% 1,49% 2009 150.147 2.899 1,97% 0,94% 2010 150.782 635 0,42% 0,77% Sumber: Direktorat TIP, data diolah
2.
Hasil Uji Hipotesis Penerimaan Pajak Penghasilan Tabel 4.9 Mann Whitney Test Ranks Penerimaan Pajak Penghasilan Ranks PERIODE JMLPENERIMAAN
N
Mean Rank Sum of Ranks
Sebelum
16
9.00
144.00
Sesudah
8
19.50
156.00
Total Sumber : Hasil pengolahan SPSS 17
24
Tabel 4.9 diatas adalah ringkasan data statistik penerimaan pajak penghasilan dari kedua sampel (sebelum dan sesudah penerapan UU No. 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan). Data penerimaan pajak penghasilan yang diperoleh selama 6 tahun (4 tahun sebelum dan 2 tahun sesudah) diolah secara triwulanan, sehingga menghasilkan 16 sampel sebelum penerapan UU No. 36 Tahun 2008 dan 8 sampel sesudah penerapan UU No. 36 Tahun 2008. Penerimaan pajak penghasilan sebelum penerapan UU No. 36 Tahun 2008 tersebut memiliki Mean Rank
(rata-rata peringkat) sebesar 9,00 dan Sum of Ranks (jumlah peringkat) sebesar 144,00. Sedangkan penerimaan pajak penghasilan sesudah penerapan UU No. 36 Tahun 2008 memiliki Mean Rank (rata-rata peringkat) sebesar 19,50 dan Sum of Ranks (jumlah peringkat) sebesar 156,00. Maka dari hasil test ranks di atas dapat disimpulkan bahwa nilai rata-rata penerimaan pajak penghasilan sebelum penerapan UU No. 36 Tahun 2008 lebih kecil dibandingkan dengan sesudah penerapan UU No. 36 Tahun 2008 (9,00 < 19,50). Tabel 4.10 Hasil Output Mann Whitney Test Statistics Penerimaan Pajak Penghasilan Test Statisticsb JMLPENERIMAAN Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: PERIODE Sumber: Hasil Pengolahan SPSS 17
8.000 144.000 -3.429 .001 .000a
Dari tabel hasil uji Mann Whitney test statistics diatas diperoleh nilai z hitung sebesar -3,429 dan nilai Asymp.Sig.(2-tailed) sebesar 0,001 sedangkan untuk tingkat kepercayaan 95% uji dua sisi (2-tailed) nilai z tabel yang didapat adalah ±1,96. Dengan membandingkan z hitung yang diperoleh dengan z tabel (-3,429 > -1,96) dan melihat angka probabilitas (0,001 < 0,05) maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang
signifikan pada penerimaan Pajak Penghasilan periode sebelum dan sesudah penerapan UU No. 36 Tahun 2008 (tolak Ho, terima Ha). Potensi penerimaan pajak Negara berasal dari Pajak Penghasilan baik Non Migas maupun Migas, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, serta Pajak Lainnya. Secara keseluruhan penerimaan pajak Negara dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2010 adalah sebagai berikut: Tabel 4.11 Total Penerimaan Pajak Tahun 2005 s/d Tahun 2010 Tahun Total Penerimaan Pajak 2005 Rp234.353.310.848.210 2006 Rp273.761.669.225.917 2007 Rp367.234.748.073.903 2008 Rp460.186.162.049.444 2009 Rp444.669.577.438.308 2010 Rp521.024.535.178.164 Sumber: Direktorat TIP, data diolah Untuk mengetahui dan menganalisis pertumbuhan penerimaan Pajak Penghasilan sebelum dan sesudah penerapan UU No. 36 Tahun 2008 digunakan rumus yang sama seperti dalam penghitungan pertumbuhan jumlah Wajib Pajak yaitu (Wahyuni, Priyo Hari Adi: 2009)
r= Ket : r
Pt − (Pt −1 ) x100 % Pt −1
= Pertumbuhan Penerimaan PPh
Pt = Penerimaan PPh pada periode ke-t Pt-1 = Penerimaan PPh pada periode sebelumnya
Total penerimaan Negara yang berasal dari Pajak Penghasilan, khususnya Pajak Penghasilan Non Migas dapat diketahui dari tabel berikut Tabel 4.12 Penerimaan Pajak Penghasilan Non Migas Tahun 2005 s/d Tahun 2010 Tahun Total Penerimaan PPh Tingkat Persentase Non Migas Pertumbuhan Terhadap (%) Total Penerimaan Pajak 2005 Rp123.419.368.476.029 52,66% 2006 Rp144.254.200.247.265 16,88% 52,69% 2007 Rp179.599.634.818.947 24,50% 48,91% 2008 Rp228.331.808.157.502 27,13% 49,62% 2009 Rp243.609.226.064.721 6,69% 54,78% 2010 Rp265.289.242.504.854 8,89% 50,92% Sumber: Direktorat TIP, data diolah Dari tabel di atas terlihat bahwa penerimaan Pajak Penghasilan Non Migas mengalami pertumbuhan sejak tahun 2005 sampai dengan 2008, sedangkan di tahun 2009 yang merupakan tahun awal penerapan UU No. 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan yang baru, pertumbuhan penerimaan Pajak Penghasilan Non Migas mengalami penurunan sebesar 20,44% dari tahun sebelumnya, kemudian pada tahun 2010 penerimaan tersebut hanya tumbuh sekitar 2,20% saja. Kenaikan dan penurunan penerimaan Pajak Penghasilan juga dapat diketahui dengan membandingkan penerimaan PPh pada tahun yang bersangkutan dengan jumlah Wajib Pajak PPh efektifnya sehingga diketahui rata-rata penerimaan PPh per Wajib Pajak.
Rata-rata Penerimaan PPh Per WP = Jumlah Penerimaan PPh Tahun χ Jumlah WP PPh Efektif Tahun χ Tabel 4.13 Rata-Rata Penerimaan Pajak Penghasilan Per Wajib Pajak Tahun Jumlah Penerimaan Jumlah WP Rata-rata PPh PPh Efektif Penerimaan PPh Per WP 2005 Rp123.419.368.476.029 3.480.913 Rp35.456.033 2006 Rp144.254.200.247.265 3.832.476 Rp37.639.949 2007 Rp179.599.634.818.947 5.951.175 Rp30.178.853 2008 Rp228.331.808.157.502 9.728.505 Rp23.470.390 2009 Rp243.609.226.064.721 15.782.566 Rp15.435.337 2010 Rp265.289.242.504.854 19.426.617 Rp13.655.967 Sumber: Direktorat TIP, data diolah Dari tabel 4.13 di atas dapat diketahui bahwa jumlah penerimaan PPh dari tahun 2005-2010 mengalami pertumbuhan dengan persentase sebesar 214,95% selama 6 tahun. Sedangkan jumlah WP PPh efektif di tahun 2005-2010 mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan dimana dalam jangka waktu 6 tahun persentasenya meningkat hingga mencapai 558,09%. Tetapi rata-rata penerimaan PPh per Wajib Pajak hanya mengalami peningkatan pada tahun 2005-2006. Rata-rata penerimaan PPh per Wajib Pajak tertinggi terjadi pada tahun 2006, kemudian cenderung menurun di tahun 2007 hingga tahun 2010 sedangkan jumlah Wajib Pajak PPh Efektif terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Penurunan rata-rata penerimaan PPh per Wajib Pajak yang cukup signifikan terjadi pada tahun 2009 yaitu sebesar Rp8.035.053 per Wajib Pajak dari tahun 2008. Dengan jumlah Wajib Pajak efektif sebanyak 15.782.566 dan rata-rata penerimaan PPh per WP adalah Rp15.435.337 maka
total
penerimaan
PPh
di
tahun
2009
hanya
sebesar
Rp243.609.226.064.721. Sedangkan di tahun 2010, pada saat jumlah Wajib Pajak PPh efektif mencapai titik tertinggi sebesar 19.426.617 Wajib Pajak, penerimaan PPh hanya sebesar Rp265.289.242.504.854 dengan rata-rata penerimaan PPh per WP sebesar Rp13.655.967. Ratarata penerimaan PPh pada tahun 2010 ini juga menurun sebesar Rp1.779.370 dari tahun 2009. Selain karena jumlah penghasilan yang diperoleh Wajib Pajak setiap tahunnya tidak selalu tetap, sehingga berpengaruh terhadap Pajak Penghasilan yang dibayarkan, faktor lain yang menyebabkan terjadinya penurunan penerimaan ini adalah telah berlakunya penurunan tarif Pajak Penghasilan dan kenaikan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang terdapat pada UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Sebagian besar jumlah Wajib Pajak PPh efektif di Indonesia adalah Wajib Pajak Orang Pribadi, dimana kewajibannya pemotongan/pemungutan pajaknya telah dilakukan oleh Wajib pajak badan, sedangkan di dalam UU No. 36 Tahun 2008 tarif PPh bagi WP Orang Pribadi mengalami penurunan sehingga dengan adanya penambahan pada jumlah Wajib Pajak PPh efektif, terutama Wajib Pajak PPh Orang Pribadi, tidak mengakibatkan kenaikan terhadap penerimaan Pajak Penghasilan bahkan penerimaan PPh akan cenderung menurun. Dengan adanya Wajib Pajak PPh yang berstatus Non Efektif, maka Direktorat Jenderal Pajak kehilangan potensi penerimaan Pajak Penghasilan yang seharusnya dapat diterima akibat tidak adanya penyetoran/pembayaran pajak. Potensi penerimaan pajak tersebut dapat
dihitung dengan mengalikan jumlah Wajib Pajak Non Efektif pada tahun yang bersangkutan dengan rata-rata penerimaan Pajak Penghasilan per Wajib Pajaknya. Potensi Penerimaan PPh = Jumlah WP PPh Non Efektif Tahun yang bersangkutan x Rata-rata Penerimaan PPh Per WP
Tabel 4.14 Potensi Penerimaan Pajak Penghasilan melalui Jumlah Wajib Pajak Non Efektif Tahun Jumlah WP Rata-rata Potensi Penerimaan PPh Non Penerimaan PPh PPh Efektif Per WP 2005 131.036 Rp35.433.789 Rp4.643.101.975.404 2006 136.101 Rp37.639.948 Rp5.122.834.562.748 2007 144.741 Rp30.178.852 Rp4.368.117.217.332 2008 147.248 Rp23.470.390 Rp3.455.967.986.720 2009 150.147 Rp15.435.337 Rp2.317.569.544.539 2010 150.782 Rp13.655.967 Rp2.059.074.016.194 Sumber: Direktorat TIP, data diolah Dari tabel 4.14 di atas, diketahui potensi penerimaan PPh yang hilang akibat adanya Wajib Pajak Non Efektif. Sejak tahun 2005 hingga tahun 2010, total potensi penerimaan PPh yang hilang sebesar Rp21.966.665.302.937 atau sebesar 1,85% dari keseluruhan penerimaan PPh tahun 2005 hingga tahun 2010. Pada tahun 2005, potensi penerimaan PPh yang hilang adalah sebesar 3,76% dari total penerimaan Pphnya. Pada tahun 2006 potensi penerimaan PPh yang hilang sebesar 3,55%, tahun 2007 sebesar 2,43%, tahun 2008 sebesar 1,51%, tahun 2009 sebesar 0,95%, dan di tahun 2010 sebesar 0,78% dari total penerimaan Pajak Penghasilan pada tahun yang bersangkutan.
3.
Komparasi Jumlah Wajib Pajak dan Penerimaan Pajak Penghasilan Sebelum dan Sesudah Penerapan UU No. 36 Tahun 2008. Dengan mengkomparasikan jumlah Wajib Pajak PPh dan penerimaan Pajak Penghasilan per bulan periode tahun sebelum penerapan dengan sesudah penerapan UU No. 36 Tahun 2008, maka dapat diketahui pada periode mana penerimaan Pajak Penghasilan tergolong lebih tinggi serta besarnya kenaikan atau penurunan penerimaan Pajak Penghasilan setiap bulan pada kedua periode tersebut. a. Komparasi Tahun 2005 dengan Tahun 2009 Tabel 4.15 Komparasi Jumlah Wajib Pajak dan Penerimaan Pajak Penghasilan Tahun 2005 dengan Tahun 2009 TAHUN 2005
BULAN
Jumlah WP Terdaftar
Jumlah WP Efektif
Januari
1.996.487
1.871.984
Februari
2.021.176
Maret
TAHUN 2009 Jumlah WP Terdaftar
Jumlah WP Efektif
Jumlah Penerimaan
8.785.137.542.744
11.024.323
10.876.459
18.808.756.208.508
1.896.140
7.297.598.840.563
11.989.021
11.840.734
15.868.713.008.606
2.058.952
1.933.208
19.344.545.340.114
12.678.869
12.530.117
23.248.013.613.439
April
2.088.992
1.962.689
8.914.072.950.805
13.146.728
12.997.787
37.729.042.178.225
Mei
2.117.900
1.991.044
8.798.745.703.904
13.528.465
13.379.348
16.568.769.246.671
Jumlah Penerimaan
Juni
2.146.554
2.019.137
9.384.586.609.409
13.949.309
13.799.926
17.157.506.393.390
Juli
2.170.139
2.042.211
9.084.621.660.788
14.267.170
14.117.663
19.814.157.425.779
Agustus
2.198.116
2.069.645
9.523.616.964.818
14.565.685
14.416.072
17.555.432.470.492
September
3.112.540
2.983.324
9.873.499.176.282
14.775.239
14.625.534
17.323.455.015.869
Oktober
3.272.443
3.142.606
9.929.655.658.235
15.059.632
14.909.786
17.723.208.274.539
November
3.583.082
3.452.785
9.720.430.714.351
15.330.894
15.180.918
16.893.639.424.299
Desember
3.611.949
3.480.913
12.762.857.314.016
15.932.713
15.782.566
24.918.532.804.904
TOTAL
3.611.949
3.480.913
123.419.368.476.029
15.932.713
15.782.566
243.609.226.064.721
Sumber: Direktorat TIP, data diolah Tabel 4.15 menunjukkan komparasi jumlah Wajib Pajak terdaftar dan efektif Pajak Penghasilan dengan penerimaan Pajak Penghasilan pada tahun 2005 yang merupakan tahun sebelum penerapan UU No. 36
Tahun 2008 dengan tahun 2009 yang merupakan tahun awal penerapan UU No. 36 Tahun 2008. Jumlah penerimaan Pajak Penghasilan pada kedua periode tersebut setiap bulannya cenderung fluktuatif, sedangkan jumlah Wajib Pajak selalu meningkat. Jumlah penerimaan Pajak Penghasilan terbesar di tahun 2005 terjadi pada bulan Maret yaitu sebesar Rp19.344.545.340.114 yang diperoleh dari 1.933.208 Wajib Pajak. Sedangkan di tahun 2009 penerimaan terbesar terjadi pada bulan April sebesar Rp37.729.042.178.225 yang diperoleh dari 12.997.787 Wajib Pajak. Penerimaan pada bulan tersebut lebih tinggi daripada bulan-bulan yang lainnya dikarenakan adanya pelaksanaan penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh. Adanya perbedaan batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh pada tahun 2005 dengan tahun 2009 ini menyebabkan perbedaan pada distribusi penerimaan Pajak Penghasilan di kedua tahun tersebut. Pada tahun 2005, tanggal 25 Maret 2005 merupakan tanggal jatuh tempo pembayaran PPh terutang untuk tahun pajak 2004 dan penyampaian SPT tahunan PPh tahun pajak 2004 dilakukan paling lambat pada 31 Maret 2005 baik untuk Wajib Pajak Orang Pribadi maupun Wajib Pajak badan. Sedangkan pada tahun 2009, batas waktu penyampaian dan pelunasan kekurangan pembayaran Pajak Penghasilan yang terutang terbagi menjadi dua yaitu, tanggal 31 Maret 2009 untuk Wajib Pajak Orang Pribadi dan tanggal 30 April 2009 untuk Wajib Pajak Badan.
Kemudian
untuk
mengetahui
besarnya
kenaikan
maupun
penurunan rata-rata penerimaan Pajak Penghasilan per Wajib Pajak setiap bulan pada kedua periode tersebut, besarnya penerimaan Pajak Penghasilan dibandingkan dengan jumlah Wajib Pajak PPh efektif pada bulan yang bersangkutan. Rata-rata Penerimaan PPh Per WP = Jumlah Penerimaan PPh Bulan χ Jumlah WP Efektif PPh Bulan χ Tabel 4.16 Komparasi Jumlah Wajib Pajak Efektif dan Rata-Rata Penerimaan PPh Per WP Tahun 2005 dengan Tahun 2009 TAHUN 2005 BULAN
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
TAHUN 2009
Persentase WP Efektif Terhadap WP Terdaftar
Rata-rata Penerimaan Per WP
Persentase WP Efektif Terhadap WP Terdaftar
Rata-rata Penerimaan Per WP
93,76% 93,81% 93,89% 93,95% 94,01% 94,06% 94,11% 94,16% 95,85% 96,03% 96,36% 96,37%
Rp4.692.955 Rp3.848.660 Rp10.006.448 Rp4.541.765 Rp4.419.162 Rp4.647.821 Rp4.448.425 Rp4.601.570 Rp3.309.563 Rp3.159.688 Rp2.815.244 Rp3.666.525
98,66% 98,76% 98,83% 98,87% 98,89% 98,93% 98,95% 98,97% 98,99% 99,01% 99,02% 99,05%
Rp 1.729.308 Rp 1.340.179 Rp 1.855.371 Rp 2.902.728 Rp 1.238.383 Rp 1.243.304 Rp 1.403.501 Rp 1.217.768 Rp 1.184.466 Rp 1.188.696 Rp 1.112.820 Rp 1.578.864
Sumber: Direktorat TIP, data diolah Data di atas menunjukkan bahwa persentase Wajib Pajak Efektif PPh pada tahun 2005 dan 2009 selalu mengalami peningkatan setiap bulan. Rata-rata penerimaan PPh per Wajib Pajak tertinggi pada tahun 2005 terjadi pada bulan Maret yaitu sebesar Rp10.006.448 per Wajib
Pajak, sedangkan pada tahun 2009 terjadi pada bulan April sebesar Rp2.902.728 per Wajib Pajak. komparasi potensi penerimaan PPh setiap bulan yang seharusnya dapat diterima oleh Direktorat Jenderal Pajak melalui Wajib Pajak PPh Non Efektif juga dapat dihitung dengan cara sebagai berikut: Potensi Penerimaan PPh Per bulan = Penambahan Jumlah Wajib Pajak PPh Non Efektif x Rata-rata Penerimaan PPh per Wajib Pajak pada tahun tersebut Tabel 4.17 Komparasi Jumlah Wajib Pajak Non Efektif dan Potensi Penerimaan PPh Tahun 2005 dengan Tahun 2009 TAHUN 2005
TAHUN 2009
BULAN
Penambahan WP Non Efektif
Potensi Penerimaan PPh
Penambahan WP Non Efektif
Potensi Penerimaan PPh
Januari
124.503
Rp4.411.613.031.867
147.864
Rp2.282.330.670.168
Februari
533
Rp18.886.209.537
423
Rp6.529.147.551
Maret
708
Rp25.087.122.612
465
Rp7.177.431.705
April
559
Rp19.807.488.051
189
Rp2.917.278.693
Mei
553
Rp19.594.885.317
176
Rp2.716.619.312
Juni
561
Rp19.878.355.629
266
Rp4.105.799.642
Juli
511
Rp18.106.666.179
124
Rp1.913.981.788
Agustus
543
Rp19.240.547.427
106
Rp1.636.145.722
September
745
Rp26.398.172.805
92
Rp1.420.051.004
Oktober
621
Rp22.004.382.969
141
Rp2.176.382.517
November
460
Rp16.299.542.940
130
Rp2.006.593.810
Desember
739
Rp26.185.570.071
171
Rp2.639.442.627
TOTAL
131.036
Rp4.643.101.975.404
150.147
Rp2.317.569.544.539
Sumber: Direktorat TIP, data diolah Pada tahun 2005, potensi penerimaan PPh yang hilang akibat adanya
131.036
Wajib
Pajak
Non
Efektif
adalah
sebesar
Rp4.643.101.975.404. Penambahan WP Non Efektif terbesar berada pada bulan September dengan jumlah 745 Wajib Pajak, sehingga potensi
penerimaan PPh yang hilang di bulan september 2005 menjadi potensi kerugian terbesar dibandingkan dengan bulan-bulan yang lain di tahun 2005 bagi Direktorat Jenderal Pajak. Pada tahun 2009, potensi penerimaan PPh yang hilang akibat adanya 150.147 Wajib Pajak Non Efektif adalah sebesar Rp2.317.569.544.539. Penambahan WP Non Efektif terbesar di tahun 2009 berada di bulan Maret dengan jumlah 465 Wajib Pajak, sehingga potensi penerimaan PPh yang hilang di bulan Maret menjadi lebih besar bila dibandingkan dengan bulan-bulan yang lain di tahun 2009. Sehingga dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa jumlah WP non efektif pada tahun 2005 lebih kecil daripada jumlah WP non efektif di tahun 2009, tetapi potensi penerimaan PPh yang hilang di tahun 2005 lebih besar dibandingkan dengan tahun 2010.
b. Komparasi Tahun 2006 dengan Tahun 2010 Tabel 4.18 Komparasi Jumlah Wajib Pajak dan Penerimaan Pajak Penghasilan Tahun 2006 dengan Tahun 2010 TAHUN 2006 BULAN
Jumlah WP Terdaftar
Jumlah WP Efektif
Januari
3.640.162
Februari
TAHUN 2010
Jumlah Penerimaan
Jumlah WP Terdaftar
Jumlah WP Efektif
Jumlah Penerimaan
3.508.739
10.742.545.614.772
16.552.448
16.402.195
19.133.979.439.599
3.672.458
3.540.577
9.093.651.097.607
16.982.533
16.832.204
17.399.954.081.413
Maret
3.709.721
3.577.279
20.621.008.946.395
17.478.798
17.328.323
19.586.243.957.485
April
3.736.761
3.603.904
10.148.112.509.843
17.827.072
17.676.520
40.112.374.744.693
Mei
3.764.518
3.631.219
9.975.996.674.753
18.073.322
17.922.720
19.124.022.881.872
Juni
3.792.411
3.658.737
11.297.602.398.913
18.340.665
18.190.020
18.537.501.479.151
Juli
3.819.991
3.685.982
12.424.099.603.362
18.570.182
18.419.497
23.542.105.667.592
Agustus
3.853.419
3.718.977
10.929.882.183.728
18.775.420
18.624.708
21.105.377.608.725
September
3.884.324
3.749.550
10.713.447.492.455
18.925.692
18.774.961
20.468.858.546.165
Oktober
3.905.856
3.770.645
11.341.169.064.291
19.140.929
18.990.171
19.143.513.155.224
November
3.940.614
3.804.923
11.480.776.950.512
19.348.151
19.197.376
20.944.035.864.987
Desember
3.968.577
3.832.476
15.485.907.710.634
19.577.399
19.426.617
26.191.275.077.948
TOTAL
3.968.577
3.832.476
123.419.368.476.029
19.577.399
19.426.617
265.289.242.504.854
Sumber: Direktorat TIP, data diolah Tabel 4.18 menunjukkan komparasi jumlah Wajib Pajak terdaftar dan efektif Pajak Penghasilan dengan penerimaan Pajak Penghasilan pada tahun 2006 yang merupakan tahun sebelum penerapan UU No. 36 Tahun 2008 dengan tahun 2010 yang merupakan tahun kedua setelah penerapan UU No. 36 Tahun 2008. Jumlah penerimaan Pajak Penghasilan terbesar di tahun 2006 terjadi pada bulan Maret yaitu sebesar Rp20.621.008.946.395 dimana
penerimaan
tersebut
berasal
dari
3.577.279 Wajib Pajak. Sedangkan di tahun 2010 penerimaan terbesar terjadi pada bulan April sebesar Rp40.112.374.744.693 yang berasal dari 17.676.520 Wajib Pajak.
Tabel 4.19 Komparasi Jumlah Wajib Pajak Efektif dan Rata-Rata Penerimaan PPh Per WP Tahun 2006 dengan Tahun 2010 TAHUN 2006 TAHUN 2010 Persentase Persentase WP WP Rata-rata Rata-rata BULAN Efektif Efektif Penerimaan Penerimaan Terhadap Terhadap Per WP Per WP WP WP Terdaftar Terdaftar Januari 96,39% Rp3.061.654 99,09% Rp1.166.549 Februari 96,40% Rp2.568.409 99,11% Rp1.033.729 Maret 96,42% Rp5.764.439 99,12% Rp1.130.302 April 96,44% Rp2.815.866 99,15% Rp2.269.246 Mei 96,46% Rp2.747.285 99,16% Rp1.067.026 Juni 96,48% Rp3.087.842 99,17% Rp1.019.102 Juli 96,49% Rp3.370.634 99,18% Rp1.278.107 Agustus 96,51% Rp2.938.948 99,19% Rp1.133.192 September 96,53% Rp2.857.262 99,20% Rp1.090.221 Oktober 96,54% Rp3.007.753 99,21% Rp1.008.074 November 96,56% Rp3.017.348 99,22% Rp1.090.984 Desember 96,57% Rp4.040.705 99,23% Rp1.348.215 Sumber: Direktorat TIP, data diolah Tabel di atas menunjukkan persentase Wajib Pajak Efektif PPh pada tahun 2006 dan 2010 yang mengalami peningkatan setiap bulan. Rata-rata penerimaan PPh per Wajib Pajak tertinggi pada tahun 2006 terjadi pada bulan Maret yaitu sebesar Rp5.764.439 per Wajib Pajak, bila dibandingkan dengan bulan/masa yang sama pada tahun 2005, rata-rata penerimaan PPh per Wajib Pajak Maret 2006 menurun sebesar Rp4.242.009 per Wajib Pajak. Sedangkan pada tahun 2010 rata-rata penerimaan tertinggi terjadi pada bulan April sebesar Rp2.269.246 per Wajib Pajak, menurun sekitar Rp633.482 per Wajib Pajak dibandingkan dengan rata-rata penerimaan pada bulan April 2009.
Potensi penerimaan PPh setiap bulan yang seharusnya dapat diterima oleh Direktorat Jenderal Pajak melalui Wajib Pajak Non Efektif PPh untuk Tahun 2006 dan 2010 adalah sebagai berikut: Tabel 4.20 Komparasi Jumlah Wajib Pajak Non Efektif dan Potensi Penerimaan PPh Tahun 2006 dengan Tahun 2010 TAHUN 2006
TAHUN 2010
BULAN
Penambahan WP Non Efektif
Potensi Penerimaan PPh
Penambahan WP Non Efektif
Potensi Penerimaan PPh
Januari
131.423
Rp4.946.754.886.004
150.253
Rp2.051.850.009.651
Februari
458
Rp17.239.096.184
76
Rp1.037.853.492
Maret
561
Rp21.116.010.828
146
Rp1.993.771.182
April
415
Rp15.620.578.420
77
Rp1.051.509.459
Mei
442
Rp16.636.857.016
50
Rp682.798.350
Juni
375
Rp14.114.980.500
43
Rp587.206.581
Juli
335
Rp12.609.382.580
40
Rp546.238.680
Agustus
433
Rp16.298.097.484
27
Rp368.711.109
September
332
Rp12.496.462.736
19
Rp259.463.373
Oktober
437
Rp16.448.657.276
27
Rp368.711.109
November
480
Rp18.067.175.040
17
Rp232.151.439
Desember
410
Rp15.432.378.680
7
Rp95.591.769
TOTAL
136.101
Rp5.122.834.562.748
150.782
Rp2.059.074.016.194
Sumber: Direktorat TIP, data diolah Potensi penerimaan PPh yang hilang pada tahun 2006 dari 136.101 Wajib Pajak Non efektif adalah sebesar Rp5.122.834.562.748. Jumlah ini lebih besar bila dibandingkan dengan potensi penerimaan PPh yang hilang di tahun 2010 yaitu sebesar Rp2.059.074.016.194 dari 150.782 Wajib Pajak Non Efektif. Penambahan WP Non efektif terbesar di tahun 2006 berada pada bulan Maret sebesar 561 Wajib Pajak sehingga mengakibatkan kerugian sebesar Rp21.116.010.828 pada bulan tersebut menjadi kerugian terbesar di tahun 2006. Pada tahun 2010, kerugian
terbesar akibat hilangnya potensi penerimaan PPh juga berada di bulan Maret yaitu sebesar Rp1.993.771.182 dari 146 Wajib Pajak Non efektif. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa jumlah WP non efektif di tahun 2006 lebih kecil daripada tahun 2010, akan tetapi kerugian akibat hilangnya potensi penerimaan PPh di tahun 2006 lebih besar bila dibandingkan dengan tahun 2010.
c. Komparasi Tahun 2007 dengan Tahun 2009 Tabel 4.21 Komparasi Jumlah Wajib Pajak dan Penerimaan Pajak Penghasilan Tahun 2007 dengan Tahun 2009 TAHUN 2007 BULAN
Jumlah WP Terdaftar
Jumlah WP Efektif
Januari
4.006.627
Februari
TAHUN 2009
Jumlah Penerimaan
Jumlah WP Terdaftar
Jumlah WP Efektif
Jumlah Penerimaan
3.870.269
12.760.182.102.821
11.024.323
10.876.459
18.808.756.208.508
4.048.186
3.911.581
11.126.834.852.957
11.989.021
11.840.734
15.868.713.008.606
Maret
4.096.562
3.959.667
25.209.972.993.988
12.678.869
12.530.117
23.248.013.613.439
April
4.147.850
4.010.667
12.873.756.322.338
13.146.728
12.997.787
37.729.042.178.225
Mei
4.232.674
4.095.078
13.297.060.638.595
13.528.465
13.379.348
16.568.769.246.671
Juni
4.439.172
4.300.881
13.686.782.216.515
13.949.309
13.799.926
17.157.506.393.390
Juli
4.698.406
4.559.425
14.979.886.060.293
14.267.170
14.117.663
19.814.157.425.779
Agustus
4.927.799
4.788.044
14.346.894.046.873
14.565.685
14.416.072
17.555.432.470.492
September
5.290.777
5.149.028
13.609.942.895.503
14.775.239
14.625.534
17.323.455.015.869
Oktober
5.514.102
5.371.313
14.874.922.792.154
15.059.632
14.909.786
17.723.208.274.539
November
5.865.811
5.721.761
14.393.401.768.983
15.330.894
15.180.918
16.893.639.424.299
Desember
6.095.916
5.951.175
18.439.998.127.927
15.932.713
15.782.566
24.918.532.804.904
TOTAL
6.095.916
5.951.175
179.599.634.818.947
15.932.713
15.782.566
243.609.226.064.721
Sumber: Direktorat TIP, data diolah Tabel 4.21 menunjukkan komparasi jumlah Wajib Pajak terdaftar dan efektif Pajak Penghasilan dengan penerimaan Pajak Penghasilan pada tahun 2007 yang merupakan tahun sebelum penerapan UU No. 36 Tahun 2008 dengan tahun 2009 yang merupakan tahun awal penerapan
UU No. 36 Tahun 2008. Jumlah penerimaan Pajak Penghasilan terbesar di
tahun
2007
terjadi
Rp25.209.972.993.988
pada
dimana
bulan
Maret
penerimaan
tersebut
yaitu
sebesar
berasal
dari
3.959.667 Wajib Pajak. Sedangkan di tahun 2009 penerimaan terbesar terjadi pada bulan April sebesar Rp37.729.042.178.225 yang berasal dari 12.997.787 Wajib Pajak. Tabel 4.22 Komparasi Jumlah Wajib Pajak Efektif dan Rata-Rata Penerimaan PPh Per WP Tahun 2007 dengan Tahun 2009 TAHUN 2007 BULAN
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
Persentase WP Efektif Terhadap WP Terdaftar 96,59% 96,63% 96,66% 96,69% 96,75% 96,88% 97,04% 97,16% 97,32% 97,41% 97,54% 97,63%
Rata-rata Penerimaan Per WP Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
3.296.975 2.844.587 6.366.690 3.209.879 3.247.083 3.182.320 3.285.477 2.996.399 2.643.206 2.769.327 2.515.554 3.098.547
TAHUN 2009 Persentase WP Efektif Terhadap WP Terdaftar 98,66% 98,76% 98,83% 98,87% 98,89% 98,93% 98,95% 98,97% 98,99% 99,01% 99,02% 99,05%
Rata-rata Penerimaan Per WP Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
1.729.308 1.340.179 1.855.371 2.902.728 1.238.383 1.243.304 1.403.501 1.217.768 1.184.466 1.188.696 1.112.820 1.578.864
Sumber: Direktorat TIP, data diolah Data di atas menunjukkan bahwa persentase Wajib Pajak Efektif PPh pada tahun 2007 dan 2009 selalu mengalami peningkatan setiap bulan walaupun jumlahnya tidak terlalu signifikan yaitu kurang dari 1%. Rata-rata penerimaan PPh per Wajib Pajak pada tahun 2007 dan 2009 berfluktuasi setiap bulannya, hal ini karena penghasilan yang diperoleh
Wajib Pajak tidak selalu tetap jumlahnya sehingga jumlah pajak yang dibayarkan tergantung pada penghasilan yang diperoleh. Rata-rata penerimaan PPh per Wajib Pajak tertinggi pada tahun 2007 terjadi pada bulan Maret yaitu sebesar Rp6.366.690 per Wajib Pajak, rata-rata penerimaan PPh ini meningkat sebesar Rp602.251 bila dibandingkan dengan rata-rata penerimaan PPh bulan Maret 2006. Sedangkan di tahun 2009 rata-rata penerimaan PPh per Wajib Pajak tertinggi terjadi pada bulan April sebesar Rp2.902.728 per Wajib Pajak. Potensi penerimaan PPh setiap bulan yang seharusnya dapat diterima oleh Direktorat Jenderal Pajak melalui Wajib Pajak Non Efektif PPh untuk Tahun 2007 dan 2009 adalah sebagai berikut: Tabel 4.23 Komparasi Jumlah Wajib Pajak Non Efektif dan Potensi Penerimaan PPh Tahun 2007 dengan Tahun 2009 TAHUN 2007
TAHUN 2009
BULAN
Penambahan WP Non Efektif
Potensi Penerimaan PPh
Penambahan WP Non Efektif
Potensi Penerimaan PPh
Januari
136.358
Rp4.115.127.901.016
147.864
Rp2.282.330.670.168
Februari
247
Rp7.454.176.444
423
Rp6.529.147.551
Maret
290
Rp8.751.867.080
465
Rp7.177.431.705
April
288
Rp8.691.509.376
189
Rp2.917.278.693
Mei
413
Rp12.463.865.876
176
Rp2.716.619.312
Juni
695
Rp20.974.302.140
266
Rp4.105.799.642
Juli
690
Rp20.823.407.880
124
Rp1.913.981.788
Agustus
774
Rp23.358.431.448
106
Rp1.636.145.722
September
1.994
Rp60.176.630.888
92
Rp1.420.051.004
Oktober
1.040
Rp31.386.006.080
141
Rp2.176.382.517
November
1.261
Rp38.055.532.372
130
Rp2.006.593.810
Desember
691
Rp20.853.586.732
171
Rp2.639.442.627
TOTAL
144.741
Rp4.368.117.217.332
150.147
Rp2.317.569.544.539
Sumber: Direktorat TIP, data diolah
Pada tahun 2007, potensi penerimaan PPh yang hilang dari 144.741 WP non efektif adalah sebesar Rp4.368.117.217.332. Kerugian ini lebih besar jika dibandingkan dengan tahun 2009 dimana dari 150.147 WP non efektif,
potensi
penerimaan
PPh
yang
hilang
adalah
sebesar
Rp2.317.569.544.539. Penambahan jumlah WP Non efektif terbesar di tahun 2007 berada pada bulan september dengan jumlah penambahan 1.994 Wajib Pajak dan kerugian sebesar Rp60.176.630.888, sedangkan di tahun 2009 penambahan jumlah WP Non efektif terbesar terjadi pada bulan maret dengan jumlah penambahan 465 Wajib Pajak dan potensi penerimaan PPh yang hilang sebesar Rp7.177.431.705.
d. Komparasi Tahun 2008 dengan Tahun 2010 Tabel 4.24 Komparasi Jumlah Wajib Pajak dan Penerimaan Pajak Penghasilan Tahun 2008 dengan Tahun 2010 TAHUN 2008 BULAN
Jumlah WP Terdaftar
Jumlah WP Efektif
Januari
6.246.519
6.101.636
Februari
6.368.815
Maret April
TAHUN 2010 Jumlah WP Terdaftar
Jumlah WP Efektif
Jumlah Penerimaan
16.446.481.298.245
16.552.448
16.402.195
19.133.979.439.599
6.223.806
13.950.767.987.515
16.982.533
16.832.204
17.399.954.081.413
6.469.199
6.324.068
37.411.454.442.413
17.478.798
17.328.323
19.586.243.957.485
6.587.067
6.441.767
16.743.859.989.255
17.827.072
17.676.520
40.112.374.744.693
Mei
6.682.760
6.537.220
15.940.718.403.942
18.073.322
17.922.720
19.124.022.881.872
Juni
6.794.907
6.648.718
18.139.555.160.591
18.340.665
18.190.020
18.537.501.479.151
Juli
6.890.054
6.743.672
17.839.523.513.665
18.570.182
18.419.497
23.542.105.667.592
Agustus
7.014.043
6.867.581
18.088.960.856.863
18.775.420
18.624.708
21.105.377.608.725
September
7.254.546
7.108.014
16.751.164.228.413
18.925.692
18.774.961
20.468.858.546.165
Oktober
7.604.216
7.457.607
18.276.182.641.223
19.140.929
18.990.171
19.143.513.155.224
November
8.222.432
8.075.586
16.845.692.917.441
19.348.151
19.197.376
20.944.035.864.987
Desember
9.875.753
9.728.505
21.897.446.717.936
19.577.399
19.426.617
26.191.275.077.948
TOTAL
9.875.753
9.728.505
228.331.808.157.502
19.577.399
19.426.617
265.289.242.504.854
Jumlah Penerimaan
Sumber: Direktorat TIP, data diolah
Pada tabel komparasi jumlah Wajib Pajak terdaftar dan efektif Pajak Penghasilan dengan jumlah penerimaan Pajak Penghasilan pada tahun 2008 dengan tahun 2010 yang merupakan tahun kedua setelah diterapkannya UU No. 36 Tahun 2008. Jumlah penerimaan Pajak Penghasilan terbesar di tahun 2008 terjadi pada bulan Maret yaitu sebesar Rp37.411.454.442.413
dimana
penerimaan
tersebut
berasal
dari
6.324.068 Wajib Pajak. Sedangkan di tahun 2010 penerimaan terbesar terjadi pada bulan April sebesar Rp40.112.374.744.693 yang berasal dari 17.676.520 Wajib Pajak. Tabel 4.25 Komparasi Jumlah Wajib Pajak Efektif dan Rata-Rata Penerimaan PPh Per WP Tahun 2008 dengan Tahun 2010
BULAN
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
TAHUN 2008 Persentase WP Rata-rata Efektif Penerimaan Terhadap Per WP WP Terdaftar 97,68% Rp 2.695.421 97,72% Rp 2.241.517 97,76% Rp 5.915.726 97,79% Rp 2.599.265 97,82% Rp 2.438.455 97,84% Rp 2.728.278 97,88% Rp 2.645.372 97,91% Rp 2.633.963 97,98% Rp 2.356.658 98,07% Rp 2.450.676 98,21% Rp 2.086.002 98,51% Rp 2.250.854
TAHUN 2010 Persentase WP Efektif Terhadap WP Terdaftar 99,09% 99,11% 99,12% 99,15% 99,16% 99,17% 99,18% 99,19% 99,20% 99,21% 99,22% 99,23%
Rata-rata Penerimaan Per WP Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
1.166.549 1.033.729 1.130.302 2.269.246 1.067.026 1.019.102 1.278.107 1.133.192 1.090.221 1.008.074 1.090.984 1.348.215
Sumber: Direktorat TIP, data diolah Data di atas menunjukkan bahwa persentase Wajib Pajak Efektif PPh pada tahun 2008 dan 2010 selalu mengalami peningkatan setiap
bulan. Rata-rata penerimaan PPh per Wajib Pajak tertinggi pada tahun 2008 terjadi pada bulan Maret yaitu sebesar Rp5.915.726 per Wajib Pajak, rata-rata penerimaan PPh ini menurun sebesar Rp450.964 bila dibandingkan dengan rata-rata penerimaan PPh bulan Maret 2007. Sedangkan pada tahun 2010 terjadi pada bulan April sebesar Rp2.269.246 per Wajib Pajak, menurun sebesar Rp633.482 dari periode April 2009. Potensi penerimaan PPh setiap bulan yang seharusnya dapat diterima oleh Direktorat Jenderal Pajak melalui Wajib Pajak Non Efektif PPh untuk Tahun 2008 dan 2010 adalah sebagai berikut: Tabel 4.26 Komparasi Jumlah Wajib Pajak Non Efektif dan Potensi Penerimaan PPh Tahun 2008 dengan Tahun 2010 TAHUN 2008
TAHUN 2010
BULAN
Penambahan WP Non Efektif
Potensi Penerimaan PPh
Penambahan WP Non Efektif
Potensi Penerimaan PPh
Januari
144.883
Rp3.400.460.514.370
150.253
Rp2.051.850.009.651
Februari
126
Rp2.957.269.140
76
Rp1.037.853.492
Maret
122
Rp2.863.387.580
146
Rp1.993.771.182
April
169
Rp3.966.495.910
77
Rp1.051.509.459
Mei
240
Rp5.632.893.600
50
Rp682.798.350
Juni
649
Rp15.232.283.110
43
Rp587.206.581
Juli
193
Rp4.529.785.270
40
Rp546.238.680
Agustus
80
Rp1.877.631.200
27
Rp368.711.109
September
70
Rp1.642.927.300
19
Rp259.463.373
Oktober
77
Rp1.807.220.030
27
Rp368.711.109
November
237
Rp5.562.482.430
17
Rp232.151.439
Desember
402
Rp9.435.096.780
7
Rp95.591.769
TOTAL
147.248
Rp3.455.967.986.720
150.782
Rp2.059.074.016.194
Sumber: Direktorat TIP, data diolah Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa pada tahun 2008, jumlah WP PPh non efektif sebesar 147.248 Wajib Pajak mengakibatkan
Direktorat Jenderal Pajak kehilangan potensi penerimaan PPh sebesar Rp3.455.967.986.720. Jumlah ini lebih besar apabila dibandingkan dengan potensi penerimaan PPh yang hilang di tahun 2010 sebesar Rp2.059.074.016.194 akibat adanya 150.782 Wajib Pajak PPh non efektif. Penambahan jumlah WP non efektif terbesar di tahun 2008 berada pada bulan Juni dengan penambahan 649 WP non efektif dan menimbulkan hilangnya potensi penerimaan PPh yang lebih besar bila dibandingkan dengan bulan-bulan yang lain di tahun 2008 yaitu sebesar Rp15.232.283.110. sedangkan pada tahun 2010, penambahan jumlah WP non efektif yang terbesar terjadi pada bulan Maret dengan penambahan 146 WP non efektif dan hilangnya potensi penerimaan PPh sebesar Rp1.993.771.182.
BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
A. Kesimpulan 1. Berdasarkan data jumlah Wajib Pajak PPh, hasil uji menunjukkan nilai uji z sebesar -3,919. Untuk tingkat kepercayaan 95% uji dua sisi (2-tailed) diperoleh nilai z tabel ±1,96. Maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan jumlah Wajib Pajak PPh pada periode sebelum dan sesudah penerapan UU No. 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan. 2. Berdasarkan data jumlah Penerimaan Pajak PPh, hasil uji menunjukkan nilai uji z sebesar -3,429. Untuk tingkat kepercayaan 95% uji dua sisi (2tailed) diperoleh nilai z tabel ±1,96. Maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan penerimaan pajak PPh pada periode sebelum dan sesudah penerapan UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. 3. Jumlah Wajib Pajak PPh mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan setiap tahunnya mulai dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2010 dengan tingkat pertumbuhan tertinggi terjadi pada tahun 2009 yang merupakan tahun awal penerapan UU No. 36 Tahun 2008 yaitu sebesar 51,50% dengan rata-rata pertumbuhan per tahunnya mencapai 32,96%. Sedangkan penerimaan Pajak Penghasilan mengalami pertumbuhan pada tahun 2005 hingga tahun 2008 dengan tingkat pertumbuhan tertinggi terjadi pada tahun 2008 sebesar 27,13%. Tetapi pada tahun 2009 yang merupakan periode awal diterapkannya UU No. 36 Tahun 2008, penerimaan Pajak
Penghasilan mengalami penurunan dengan tingkat pertumbuhan hanya sebesar 6,69% dengan rata-rata pertumbuhan penerimaan PPh sebesar 16,82% per tahunnya. Hal ini berarti dengan adanya penambahan jumlah wajib pajak PPh tidak selalu menjamin terjadinya peningkatan terhadap penerimaan PPhnya. Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Khemal Pambudi et.al (2009) yang menyatakan bahwa jumlah Wajib Pajak mengalami peningkatan tetapi penerimaan pajak mengalami penurunan setelah penerapan UU No. 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan. Peningkatan jumlah Wajib Pajak salah satunya disebabkan oleh adanya pemberian fasilitas perpajakan dan kemudahan bagi para Wajib Pajak dalam mendaftarkan diri dan melaksanakan kewajiban
perpajakan,
sedangkan
penurunan
penerimaan
Pajak
Penghasilan terjadi karena dipengaruhi oleh penurunan tarif Pajak Penghasilan dan peningkatan Penghasilan Tidak Kena Pajak yang diatur dalam UU No. 36 Tahun 2008.
B. Implikasi 1. Bagi Wajib Pajak Penerapan UU No. 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan akan menarik animo para Wajib Pajak untuk mendaftarkan diri dan memenuhi kewajiban perpajakannya secara baik dan benar. Penerapan UndangUndang ini merupakan sebuah keuntungan bagi Wajib Pajak apabila dimanfaatkan dengan baik, karena melalui Undang-Undang ini pemerintah
memberikan berbagai kemudahan dan fasilitas bagi Wajib Pajak diantaranya melalui pembebasan biaya fiskal luar negeri dan bebas dari sanksi denda bagi Wajib Pajak yang memiliki NPWP, serta adanya pengurangan tarif Pajak Penghasilan. 2. Bagi Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak Meningkatkan jumlah Wajib Pajak terdaftar merupakan salah satu upaya ekstensifikasi yang dilakukan oleh DJP untuk meningkatkan kinerja perpajakan melalui amandemen UU PPh ini. Dengan diterapkannya UU No. 36 Tahun 2008 ini, maka upaya ekstensifikasi yang dilakukan dapat dikatakan berhasil, namun upaya intensifikasi untuk dapat meningkatkan dan
mengoptimalkan
penerimaan
Pajak
terutama
melalui
Pajak
Penghasilan belum dapat terlaksana, karena dengan penerapan UU ini penerimaan Pajak Penghasilan akan cenderung menurun.
DAFTAR PUSTAKA Agustinus, Sonny dan Isnianto Kurniawan. 2009. Panduan Praktis Perpajakan. Yogyakarta: Penerbit Andi Anonim, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.01/2010 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan Anonim, Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-89/PJ/2009 Tentang Tata Cara Penanganan Wajib Pajak Non Efektif Anonim, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Anonim, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan UndangUndang Nomor 28 Tahun 2007 Casavera. 2009. Perpajakan. Yogyakarta: Graha Ilmu Direktorat Jenderal Pajak. 2010. Reformasi Pajak Silent Revolution. Jakarta: Kementerian Keuangan RI Direktorat Jenderal Pajak Djuanda, Gustian dan Irwansyah Lubis. 2009. Pelaporan Pajak Penghasilan Edisi Revisi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Herdaru Purnomo. 2009. http://www.pajakonline.com/engine/artikel/art.php? artid=7548, diakses tanggal 27 Maret 2011 Hudaifah. 2010. Pajak dan Paradigma Profit. http://suarapembaca.detik.com/ read/2010/03/02/084133/1309030/471/pajak-dan-paradigma-profit,diakses tanggal 31 Januari 2011 Ilyas, Wirawan B dan Rudy Suhartono. 2009. Panduan Komprehensif, Mudah dan Praktis Pajak Penghasilan.Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI Indriantoro, Nur dan Bambang Supomo. 2002. Metodologi Penelitian Bisnis Untuk Akuntansi dan Manajemen. Yogyakarta: BPFE Krissudarto, Haryo Setyaki. “Pengaruh Perubahan Tarif Pajak Penghasilan Perorangan pada Undang-Undang No. 17 Tahun 2000 Dibandingkan dengan Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 dalam Kaitannya dengan Kepatuhan Wajib Pajak Untuk Membayar Pajak di Kota Banjarmasin”, Tesis Universitas Diponegoro, Semarang, 2003.
Laurens Dama. 2011. Pasang Surut Pajak Nasional. http://suarapembaca. detik.com/read/2011/01/20/171235/1550912/471/pasang-surut-pajaknasional, diakses tanggal 6 Mei 2011 Liberti Pandiangan. 2009. http://www.pajak.go.id/index.php?option=com_ content&view=article&id=9487, diakses tanggal 25 Maret 2011 _________________. 2009. Sunset Policy Untuk Semua. http://www.pajak.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=8 600:sunsetpolicyuntuksemua&catid=633:Artikel%20&%20Opini&Itemid=1 85 diakses tanggal 27 Maret 2011 Marsyahrul, Tony. 2005. Pengantar Perpajakan. Jakarta: Grasindo Martono, Nanang. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif. Analisis Isi dan Analisis Data Sekunder. Jakarta: Raja Grafindo Persada Muljono, Djoko. 2010. Akuntansi Pajak Edisi Revisi. Yogyakarta: Penerbit Andi Pambudi, Khemal, et al. Dampak Berlakunya Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan Terhadap Penerimaan Sektor Pajak: Studi Kasus di KPP Pratama Jember. Makalah dalam Simposium Nasional Perpajakan 2, Fakultas Ekonomi Universitas Trunojoyo, 2009. Pandiangan, Liberti. 2008. Modernisasi dan Reformasi Pelayanan Perpajakan. Jakarta: Elex Media Komputindo Resmi, Siti. 2009. Praktikum Perpajakan. Jakarta: Salemba Empat _________. 2008. Perpajakan: Teori dan Kasus. Jakarta: Salemba Empat Rodoni, Ahmad. 2010. Panduan Penulisan Skripsi FEB-UIN. Jakarta: UIN Press Santoso, Singgih. 2010. Statistik Nonparametrik. Konsep dan Aplikasi dengan SPSS. Jakarta: Elex Media Komputindo Sekaran, Uma. 2006. Research Methods For Business. Jakarta: Salemba Empat Sormin, Partogian. “Perubahan dan Implikasi Pajak Penghasilan Menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008”, Jurnal Akuntansi dan Keuangan. 2(3) : 487-496, 2008. Suandy, Erly. 2008. Hukum Pajak. Jakarta: Salemba Empat Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Bisnis (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D). Bandung: Alfabeta Sulistyo, Joko. 2010. 6 hari Jago SPSS 17. Yogyakarta: Cakrawala
Sumarsono, Mario Antonius dan M. Khoiru Rusydi. “Analisis Perbedaan Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak dan Penerimaan Pajak Sebelum dan Sesudah Penerapan Modernisasi Administrasi Perpajakan (Studi pada KPP Pratama di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Timur III)”, Makalah dalam Simposium Nasional Perpajakan 2, Fakultas Ekonomi Universitas Trunojoyo, 2009. Wahana Komputer. 2009. Panduan Praktis SPSS 17 Untuk Pengolahan Data Statistik. Yogyakarta: Penerbit Andi Wahyuni, Priyo Hari Adi. “Analisis Pertumbuhan dan Kontribusi Dana Bagi Hasil Terhadap Pendapatan Daerah (Studi Pada Kabupaten/Kota se-JawaBali)”, The 3rd National Conference UKWMS. Surabaya: 2009 Waluyo. 2008. Perpajakan Indonesia buku 1 edisi 8. Jakarta: Salemba Empat Yolina, Meilani. 2009. Dasar-dasar Akuntansi Perpajakan. Yogyakarta: Tabora Media