PAJAK PENGHASILAN Undang-Undang No. 36 Tahun 2008
• Orang Pribadi • Warisan yang belum terbagi Subjek pajak • Badan • Bentuk Usaha Tetap
Lokasi Geografis
Subjek Pajak Dalam Negeri
Subjek Pajak Luar Negeri
• orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari(seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan,atau • orang pribadi yang dalam satu tahun pajak berada di Indonesia dan punya niat untuk bertempat tinggal di Indonesia
Kriteria Subjek Pajak Dalam Negeri
Badan disebut sebagai subjek pajak dalam negeri apabila didirikan dan bertempatkedudukan di Indonesia.
Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak
PERBEDAAN WAJIB PAJAK DALAM NEGERI DAN LUAR NEGERI Wajib Pajak Dalam Negeri
Wajib Luar Negeri
1. Dikenakan terhadap semua 1. Dikenakan hanya terhadap penghasilan baik dari semua penghasilan dari Indonesia maupun dari luar Indonesia Indonesia 2. Dikenakan pajak 2. Dikenakan pajak berdasarkan penghasilan berdasarkan penghasilan neto dengan tarif umum PPh bruto dengan tarif sepadan Pasal 17 3. Wajib menyampaikan SPT 3. Tidak wajib SPT karena sebagai sarana untuk pengenaan pajak bersifat menetapkan pajak yang final terutang dalam satu tahun pajak
Kantor perwakilan negara asing
Bukan Subjek Pajak
Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat lain bukan WNI Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional
Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat lain
PENGHASILAN MENURUT UNDANG-UNDANG PAJAK
1.
setiap tambahan kemampuan ekonomis yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak,
2.
3. baik yang
berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia,
4.
yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk
menambah
kekayaan
bersangkutan,
5. dengan nama dan dalam bentuk
apapun
Wajib
Pajak
yang
Yang berasal dari dalam Indonesia atau dari luar Indonesia, artinya Indonesia menganut azas world wide income, dimana semua penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak dari luar negeri akan dijumlah dengan penghasilan dari dalam negeri dan menjadi Penghasilan Kena Pajak.
Yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kemampuan ekonomis, artinya penghasilan yang diterima tersebut merupakan sumber penerimaan Wajib Pajak yang digunakan untuk membiayai semua pengeluaran Wajib Pajak.
Yang tidak dipengaruhi oleh nama dan bentuk, artinya nama apapun yang digunakan dan dalam bentuk apapun, sepanjang memenuhi kriteria akan disebut penghasilan.
Yang dikenakan pajak adalah tambahan kemampuan ekonomis, artinya dengan penghasilan ini daya beli Wajib Pajak meningkat.
Yang diterima atau diperoleh, artinya baik telah diterima dalam bentuk uang tunai maupun belum sepanjang penghasilan tersebut telah diakui.
OBJEK PAJAK
Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja Penghasilan dari pekerjaan bebas
Pengelompokan penghasilan
Penghasilan dari usaha dan kegiatan
Penghasilan dari modal
Penghasilan lain-lain
OBJEK PAJAK PENGHASILAN b. hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan c. laba usaha d. keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta, termasuk : 1. keuntungan karena pengalihan harta kepada: - perseroan - persekutuan - badan lainnya sebagai pengganti saham/penyertaan modal
OBJEK PAJAK PENGHASILAN 2. keuntungan yang diperoleh : - perseroan - persekutuan - badan lainnya karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, anggota
3. keuntungan karena: - likuidasi - penggabungan - peleburan - pemekaran - pemecahan - pengambil alihan usaha
OBJEK PAJAK PENGHASILAN 4. keuntungan karena pengalihan harta berupa - hibah - bantuan - sumbangan kecuali yang diberikan kepada : - keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan - badan keagamaan/pendidikan/sosial termasuk yayasan, koperasi atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan peraturan menteri keuangan, sepanjang tidak ada hubungan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan, dan; 5. keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan.
e. PENERIMAAN KEMBALI PEMBAYARAN PAJAK YANG TELAH DIBEBANKAN SEBAGAI BIAYA
f. bunga termasuk : premium diskonto imbalan karena jaminan pengembalian utang g. deviden dengan nama dalam bentuk apapun termasuk: deviden dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis pembagian sisa hasil usaha koperasi
h. royalty atau imbalan atas penggunaan hak
OBJEK PAJAK PENGHASILAN
i. SEWA DAN PENGHASILAN LAIN SEHUBUNGAN DENGAN PENGGUNAAN HARTA j. PENERIMAAN ATAU PEROLEHAN PEMBAYARAN BERKALA k. KEUNTUNGAN KARENA PEMBEBASAN UTANG KECUALI SAMPAI DENGAN JUMLAH TERTENTU YG DITETAPKAN DENGAN PP l. KEUNTUNGAN KARENA SELISIH KURS MATA UANG ASING m. SELISIH LEBIH KARENA PENILAIAN KEMBALI AKTIVA TETAP n. SELISIH LEBIH KARENA PENILAIAN KEMBALI AKTIVA TETAP
o. IURAN YANG DITERIMA/DIPEROLEH PERKUMPULAN DARI ANGGOTANYA YANG TERDIRI DARI WP YG MENJALANKAN USAHA/PEKERJAAN BEBAS p. TAMBAHAN KEKAYAAN NETO YANG BERASAL DARI PENGHASILAN YANG BELUM DIKENAKAN PAJAK q. PENGHASILAN DARI USAHA BERBASIS SYARIAH. r. IMBALAN BUNGA SEBAGAIMANA DIMAKSUD DALAM UU YANG MENGATUR MENGENAI KETENTUAN UMUM DAN TATACARA PERPAJAKAN s. SURPLUS BANK INDONESIA
Objek Pajak: FINAL
hadiah undian jasa konstruksi kualifikasi besar Transaksi penjualan saham
Penghasilan yang dikenakan pajak final
Bunga deposito/ tabungan bank Pengalihan hak atas Tanah dan atau bangunan Penghasilan sewa atas tanah dan atau bangunan
PENGHASILAN-PENGHASILAN YANG DIKENAKAN PPH. FINAL 1).
BUNGA DEPOSITO/TABUNGAN/DISKONTO SBI -20% x BRUTO BUNGA WP DN ATAU BUT -20% x ATAU SESUAI DG P3B BAGI WP LN
2). HADIAH UNDIAN BERDASARKAN PP 132 TAHUN 2000 dikenakan 25% x HADIAH BRUTO baik berupa UANG atau BARANG 3). BUNGA SIMPANAN KOPERASI berdasarkan Psl 4 Ayat (2) Huruf (a), dikenakan PPh 0% apabila s.d jumlah Rp. 240.000,00/bulan. dikenakan PPh 10% apabila diatas Rp. 240.000,00/bulan
PENGHASILAN YANG DIKENAKAN PPH BERSIFAT FINAL 4). ATAS
BUNGA OBLIGASI DAN DISKONTO BERDASARKAN PP No.16 Th. 2009 DIPOTONG PPh, DENGAN TARIF : - 15% x BRUTO BAGI WP DN DAN BUT - 20%, ATAU SESUAI DENGAN P3B BAGI WP LN
5). PENJUALAN SAHAM PENDIRI DIBURSA EFEK
DIKENAKAN PPh. 0,5% x PENGHASILAN BRUTO,
6). PPh
Atas Transaksi derivatif yang diperdagangakan di bursa
dikenakan tarif 2,5% dari margin awal 7.
PENJUALAN SAHAM, BUKAN SAHAM PENDIRI DIBURSA EFEK DIKENAKAN PPh 0,1 % x NILAI TRANSAKSI PENJUALAN
8. PENGHASILAN
DARI PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN/ ATAU BANGUNAN. PPh. 5% x TRANSAKSI BRUTO (NJOP/HARGA PASAR) PPh 1% x TRANSAKSI BRUTO (KHUSUS RS/RSS)
9.
PENGHASILAN DARI PERSEWAAN TANAH DAN/ BANGUNAN PPh 10 % DARI SEWA BRUTO (OP/BADAN).
10.
11.
PENGHASILAN BERUPA PENERIMAAN BANGUNAN YANG DIBANGUN DI ATAS TANAH MILIK ORANG PRIBADI SEHUBUNGAN DG BERAKHIRNYA PERJANJIAN BOT, PPh 5% x NILAI JUAL/NJOP (MANA YANG TERTINGGI) SELISIH PENILAIAN KEMBALI AKTIVA TETAP DIKENAKAN PAJAK PENGHASILAN 10% x SELISIH PENILAIAN KEMBALI
12.Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2008, Tgl 20-7-2008, PPh atas Penghasilan dari usaha Jasa Konstruksi sbb: a. 2% untuk Pelaksana Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang memiliki kualifikasi usaha kecil ; b. 4% untuk Pelaksana Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha; c. 3% untuk Pelaksana Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa selain (a) dan (b) diatas. d. 4% untuk Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi yg dilakukan oleh Penyedia Jasa yang memiliki kualifikasi usaha; dan e. 6% untuk Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi yg dilakukan oleh Penyedia Jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha.
OBJEK PAJAK PENGHASILAN JASA KONSTRUKSI
13. PAJAK PENGHASILAN ATAS DISKONTO SURAT PERBENDAHARAAN NEGARA (PP Nomor 27 Tahun 2008, ): BESARNYA PPh SEBAGAIMANA DIMAKSUD DIATAS ADALAH 20% DARI DISKONTO SPN.
14. PAJAK PENGHASILAN ATAS DIVIDEN YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH WP ORANG PRIBADI DALAM NEGERI DIKENAKAN PPH DENGAN TARIF SEBESAR 10%.
OBJEK PAJAK PENGHASILAN
Departemen Pendidikan dan Pariwisata memberikan hadiah undian kepada semua peserta pameran pariwisata sebesa Rp. 50.000.000. PPh Pasal 4 ayat 2 yang terhutang dan harus dipotong oleh bendahara adalah:
Rp. 50.000.000 x 25% = Rp. 12.500.000
Departemen Kehutanan menggunakan jasa konstruksi kualifikasi besar untuk merenovasi gedung kantor dengan biaya Rp. 20.000.000.000 (harga tidak termasuk PPN). PPh Pasal 4 ayat 2 yang terhutang dan harus dipotong bendahara adalah:
Rp. 20.000.000.000 x 3% = Rp. 600.000.000
Bukan Objek Pajak
YANG DIKECUALIKAN DARI OBJEK PAJAK a. 1. BANTUAN/SUMBANGAN, TERMASUK ZAKAT YANG DITERIMA OLEH BADAN AMIL ZAKAT ATAU LEMBAGA AMIL ZAKAT YANG DIBENTUK ATAU DISAHKAN OLEH PEMERINTAH DAN PARA PENERIMA ZAKAT YANG BERHAK ATAU SUMBANGAN KEAGAMAAN SIFATNYA WAJIB BAGI PEMELUK AGAMA YANG DIAKUI DI INDONESIA, YANG DITERIMA OLEH LEMBAGA KEAGAMAAN YANG DIBENTUK DAN DI SAHKAN OLEH PEMERINTAH DAN YANG DITERIMA OLEH PENERIMA SUMBANGAN YANG BERHAK, YANG KETENTUANNYA DIATUR DENGAN ATAU BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH (PP NOMOR 18/2009), SEPANJANG TIDAK ADA HUBUNGAN KEPEMILIKAN ATAU PENGUASAAN DIANTARA PIHAK-PIHAK YANG BERSANGKUTAN.
2. HARTA HIBAHAN YANG DITERIMA OLEH: KELUARGA SEDARAH DALAM GARIS KETURUNAN LURUS SATU DERAJAT BADAN KEAGAMAAN, BADAN PENDIDIKAN, BADAN SOSIAL, TERMASUK YAYASAN, KOPERASI, ATAU ORANG PRIBADI,YANG MENJALANKAN USAHA MIKRO DAN KECIL
YANG KETENTUANNYA DIATUR DENGAN ATAU BERDASARKAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN, SEPANJANG TIDAK ADA HUBUNGAN USAHA, PEKERJAAN, KEPEMILIKAN, ATAU PENGUASAAN DIANTARA PIHAK-PIHAK YANG BERSANGKUTAN
b. WARISAN
c. HARTA TERMASUK SETORAN TUNAI YANG DITERIMA OLEH BADAN SEBAGAIMANA YANG DIMAKSUD SEBAGAI PENGGANTI SAHAM ATAU SBG PENGGANTI PENYERTAAN MODAL
d. PENGGANTIAN ATAU IMBALAN SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN ATAU JASA YG DITERIMA ATAU DIPEROLEH DLM BENTUK NATURA DAN ATAU KENIKMATAN DARI WP/PEMERINTAH, KECUALI YANG DIBERIKAN OLEH BUKAN WAJIB PAJAK, YANG DIKENAKAN PAJAK SECARA FINAL, ATAU WAJIB PAJAK YANG MENGGUNAKAN NORMA PERHITUNGAN KHUSUS (DEEMED PROFIT).
e. PEMBAYARAN DARI PERUSAHAAN ASURANSI KEPADA ORANG PRIBADI SEHUBUNGAN DG : 1. ASURANSI KESEHATAN 2. ASURANSI KECELAKAAN 3. ASURANSI JIWA 4. ASURANSI DWI GUNA 5. ASURANSI BEA SISWA f. DEVIDEN/BAGIAN LABA YANG DITERIMA/DIPEROLEH : - PERSEROAN TERBATAS WP DALAM NEGERI - KOPERASI - BUMN/BUMD DARI PENYERTAAN MODAL PADA BADAN USAHA YANG DIDIRIKAN DAN BERTEMPAT KEDUDUKAN DI INDONESIA DENGAN SYARAT: 1. DEVIDEN BERASAL DARI CADANGAN LABA YG DITAHAN,DAN 2. BAGI PT, BUMN/BUMD YANG MENERIMA DEVIDEN ,KEPEMILIKAN SAHAM PADA BADAN YANG MEMBERIKAN DEVIDEN PALING RENDAH 25% DARI JUMLAH MODAL YANG DISETOR.
g. IURAN YANG DITERIMA/DIPEROLEH DANA PENSIUN YG PENDIRIANNYA TELAH DISAHKAN OLEH MENKEU BAIK YG DIBAYAR OLEH PEMBERI KERJA MAUPUN PEGAWAI h. PENGHASILAN DARI MODAL YANG DITANAMKAN OLEH DANA PENSIUN SEBAGAIMANA DIMAKSUD PADA HURUF (g), DALAM BIDANG-BIDANG TERTENTU YG DITETAPKAN DG KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN. i.
BAGIAN LABA YANG DITERIMA/DIPEROLEH ANGGOTA DARI : - PERSEROAN KOMANDITER YG MODALNYA TIDAK TERBAGI ATAS SAHAM -PERSEKUTUAN -PERKUMPULAN -FIRMA -KONGSI
TERMASUK PEMEGANG UNIT PENYERTAAN KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF.
k. PENGHASILAN YANG DITERIMA/DIPEROLEH PERUSAHAN MODAL VENTURA BERUPA BAGIAN LABA DARI BADAN PASANGAN USAHA YANG ; DIDIRIKAN MENJALANKAN USAHA ATAU KEGIATAN DI INDONESIA l. BEASISWA YANG MEMENUHI PERSYARATAN TERTENTU YANG KETENTUANNYA DIATUR LEBIH LANJUT DENGAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN
m. SISA LEBIH YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH BADAN ATAU LEMBAGA NIRLABA YANG BERGERAK DALAM BIDANG PENDIDIKAN DAN/ ATAU BIDANG PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN YANG TELAH TERDAFTAR PADA INSTANSI YANG MEMBIDANGINYA, YANG DITANAMKAN KEMBALI DALAM BENTUK SARANA DAN PRASARANA KEGIATAN
PENDIDIDKAN
DAN/ATAU
PENELITIAN
DAN
PENGEMBANGAN DALAM JANGKA WAKTU PALING LAMA 4 TAHUN SEJAK
DIPEROLEHNYA
KETENTUANNYA
SISA
DIATUR
LEBIH
LEBIH
TERSEBUT,
LANJUT
DENGAN
YANG ATAU
BERDASARKAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN n. BANTUAN ATAU SANTUNAN YANG DIBAYARKAN OLEH BADAN PENYELENGGARA
JAMINAN
SOSIAL
KEPADA
WAJIB
PAJAK
TERTENTU, YANG KETENTUANNYA DIATUR LEBIH LANJUT DENGAN ATAU BERDASARKAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN
Deductible Expense
PENGELUARAN DIBEBANKAN SEBAGAI BIAYA 1. PENGELUARAN-PENGELUARAN YANG MEMPUNYAI HUBUNGAN LANGSUNG DENGAN USAHA/KEGIATAN UNTUK : MENDAPATKAN MENAGIH MEMELIHARA
PENGHASILAN YANG MERUPAKAN OBJEK PAJAK
2. PENGELUARAN-PENGELUARAN UNTUK 3M PENGHASILANNYA YANG BUKAN BUKAN MERUPAKAN OBJEK PAJAK, ATAU YANG PENGHASILANNYA DIKENAKAN PPh. FINAL, TIDAK BOLEH DIBEBANKAN SEBAGAI BIAYA.
a. BIAYA YANG SECARA LANGSUNG ATAU TIDAK LANSUNG BERKAITAN DENGAN DENGAN KEGIATAN USAHA, antara lain : 1. Biaya pembelian bahan ; 2. Biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honororarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang. 3. bunga, sewa, dan royalty. 4. biaya perjalanan ; 5. biaya pengolahan limbah ; 6. premi asuransi; 7. biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. 8. biaya administrasi 9. pajak kecuali Pajak Penghasilan.
b. PENYUSUTAN ATAS PENGELUARAN UNTUK MEMPEROLEH HARTA BERWUJUD DAN AMORTISASI ATAS PENGELUARAN UNTUK MEMPEROLEH HAK DAN ATAS BIAYA LAIN YANG MEMPUNYAI MASA MANFAAT LEBIH 1(SATU) TAHUN SEBAGAIMANA DIMAKSUD DALAM PASAL 11 DAN PASAL 11 A c. IURAN KEPADA DANA PENSIUN YANG PENDIRIANNYA TELAH DISAHKAN MENTERI KEUANGAN
d. KERUGIAN KARENA PENJUALAN ATAU PENGALIHAN HARTA DIMILIKI DAN DIGUNAKAN DALAM PERUSAHAAN ATAU DIMILIKI UNTUK MENDAPATKAN, MENAGIH DAN MEMELIHARA PENGHASILAN e. KERUGIAN KARENA SELISIH KURS MATA UANG ASING f. BIAYA PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERUSAHAAN YANG DILAKUKAN DI INDONESIA g. BIAYA BEA SISWA, MAGANG DAN PELATIHAN.
h. PIUTANG YANG NYATA-NYATA TIDAK DAPAT DITAGIH DENGAN SYARAT : 1. TELAH DIBEBANKAN SEBAGAI BIAYA DALAM LAPORAN L/R KOMERSIAL. 2. WAJIB PAJAK HARUS MENYERAHKAN DAFTAR PIUTANG YANG TAK DAPATDITAGIH KE DIREKTORAT JENDERAL PAJAK. 3. TELAH DISERAHKAN PERKARA PENAGIHANNYA KEPADA PENGADILAN NEGERI ATAU INSTANSI PEMERINTAH YANG MENANGANI PIUTANG/ PEMBEBASAN UTANG ANTARA KREDITUR DAN DEBITUR YANG BERSANGKUTAN; ATAU TELAH DIPUBLIKASIKAN DALAM PENERBITAN UMUM ATAU KHUSUS; ATAU ADANYA PENGAKUAN DARI DEBITUR BAHWA UTANGNYA TELAHDIHAPUSKAN UNTUK JUMLAH UTANG TERTENTU. 4. SYARAT SEBAGAIMANA DIMAKSUD PADA ANGKA 3 TIDAK BERLAKU UNTUK PENGHAPUSAN PIUTANG TAK TERTAGIH DEBITUR KECIL SEBAGAIMANA DIMAKSUD DALAM Psl 4 ayat (1) huruf k, YANG PELAKSANAANNYA DIATUR LEBIH LANJUT DENGAN ATAU BERDASARKAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN.
i. SUMBANGAN DALAM RANGKA PENANGGULANGAN BENCANA NASIONAL YANG KETENTUANNYA DIATUR LEBIH LANJUT DENGAN PERATURAN PEMERINTAH. j. SUMBANGAN DALAM RANGKA PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN YANG DILAKUKAN DI INDONESIA, YANG KETENTUANNYA DIATUR DENGAN PERATURAN PEMERINTAH k. BIAYA PEMBANGUNAN INFRASTUKTUR SOSIAL YANG KETENTUANNYA DIATUR DENGAN PERATURAN PEMERINTAH. l. SUMBANGAN FASILITAS PENDIDIKAN YANG KETENTUANNYA DIATUR DENGAN PERATURAN PEMERINTAH ; DAN m. SUMBANGAN DALAM RANGKA PEMBINAAN OLAHRAGA YANG KETENTUANNYA DIATUR DENGAN PERATURAN PEMERINTAH.
KOMPENSASI KERUGIAN.
APABILA PENGHASILAN BRUTO SETELAH PENGURANGAN SEBAGAIMANA DIMAKSUD PADA AYAT (1) DIDAPAT KERUGIAN
MAKA KERUGIAN TSB DIKOMPENSASIKAN DGN PENGHASILAN MULAI THN PAJAK BERIKUTNYA BERTURUT-TURUT S/D 5(LIMA) TAHUN.
KOMPENSASI KERUGIAN KOMPENSASI KERUGIAN
5 (LIMA) TAHUN
CONTOH
PT.A TAHUN 2009 MENDERITA KERUGIAN FISKAL SEBESAR Rp 1.200.000.000.- DALAM 5 TAHUN BERIKUTNYA RUGILABA FISKAL PT A. MENGGAMBARKAN SEBAGAI BERIKUT:
2010 : LABA FISKAL 2011 : RUGI FISKAL 2012 : LABA FISKAL 2013 : LABA FISKAL 2014 : LABA FISKAL
Rp 200.000.000.Rp 300.000.000.NIHIL Rp 100.000.000.RP 800.000.000.-
KOMPENSASI KERUGIAN DILAKUKAN SBB
RUGI FISKAL TAHUN 2009 (Rp 1.200.000.000.) LABA FISKAL TAHUN 2010 Rp 200.000.000.(+) SISA RUGI FISKAL TH 2009 (Rp 1.000.000.000.) RUGI FISKAL TAHUN 2011 (Rp 300.000.000.) SISA RUGI FISKAL TH 2009 (Rp 1.000.000.000.) LABA FISKAL TAHUN 2012 Rp N I H I L (+) SISA RUGI FISKAL TH 2009 LABA FISKAL TAHUN 2013
(Rp 1.000.000.000.) Rp 100.000.000.(+)
SISA RUGI FISKAL TH 2009 LABA FISKAL TAHUN 2014
(Rp 900.000.000) Rp 800.000.000.(+)
SISA RUGI FISKAL TH 2009
(Rp 100.000.000.)
- SISA RUGI FISKAL TAHUN 2009 Rp 100.000.000.
YANG MASIH TERSISA PADA AKHIR TH 2014, TIDAK BOLEH DIKOMPENSASIKAN DGN LABA FISKAL TAHUN 2015. SEDANGKAN :
- RUGI FISKAL TAHUN 2011 Rp 300.000.000.HANYA DIKOMPENSASIKAN DENGAN LABA FISKAL TAHUN 2015 DAN TAHUN 2016, KARENA JANGKA WAKTU LIMA TAHUN DIMULAI SEJAK TAHUN 2012 DAN BERAKHIR TH 2016.
DAFTAR PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK (PTKP) 1. Rp. 15.840.000 untuk diri wajib pajak orang pribadi 2. Rp. 15.840.000 tambahan apabila penghasilan istri bekerja digabung dengan penghasilan suami 3. Rp. 1.320.000 tambahan untuk wajib pajak yang kawin 4. Rp. 1.320.000 tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 orang dalam setiap keluarga.
PTKP BERGANTUNG KONDISI AWAL TAHUN Misalnya, pada tanggal 1 Januari 2009 Wajib Pajak B berstatus kawin dengan tanggungan 1 orang anak. Apabila anak yang kedua lahir setelah tanggal 1 Januari 2009, besarnya PTKP untuk tahun 2009 tetap dihitung berdasarkan status kawin dengan satu anak.
JOKO BEKERJA SEBAGAI KARYAWAN, MENIKAH DAN MEMPUNYAI DUA ORANG ANAK (K/2) PENGHASILAN YANG DITERIMA AKAN DIKURANGI DENGAN PTKP SEBESAR:
ISTILAH DALAM PTKP 1. TK/0 adalah tidak kawin dan tidak mempunyai tanggungan 2. TK/1 adalah tidak kawin dan mempunyai satu tanggungan 3. TK/2 adalah tidak kawin dan mempunyai dua tanggungan 4. K/1 adalah kawin dan mempunyai satu tanggunan 5. K/2 adalah kawin dan mempunyai dua tanggunan 6. K/3 adalah kawin dan mempunyai tiga tanggungan 7. K/i/1 adalah kawin, isteri mempunyai penghasilan yang digabung dengan penghasilan suami 8. PH adalah wajib pajak kawin dan pisah harta dan penghasilan 9. HB adalah wajib pajak kawin yng telah hidup berpisah ditambah banyak tanggungan yang mendapakan pengurangan PTKP
PENGGABUNGAN PENGHASILAN ANGGOTA KELUARGA
1.
PENGHASILAN DALAM SATU KELUARGA HARUS DIGABUNG DAN DILAPORKAN ATAS NAMA NPWP SUAMI.
2.
PENGHASILAN TIDAK DIGABUNG APABILA:
SUAMI-ISTRI TELAH HIDUP TERPISAH BERDASARKAN KEPUTUSAN HAKIM
PENGHASILAN ISTRI TERSEBUT SEMATA-MATA DIPEROLEH DARI SATU PEMBERI KERJA DAN TELAH DIPOTONG OLEH PEMBERI KERJA
PENGHASILAN ANAK YANG BELUM DEWASA 1.
PENGHASILAN ANAK YANG BELUM DEWASA DARI MANA PUN SUMBER PENGHASILANNYA DAN APAPUN SIFAT PEKERJAANNYA DIGABUNG DENGAN PENGHASILAN ORANG TUANYA DALAM TAHUN PAJAK YANG SAMA
2.
YANG DIMAKSUD DENGAN ANAK YANG BELUM DEWASA ADALAH: Anak yang belum berumur 18 belas tahun dan Belum pernah menikah
Penyusutan
PENYUSUTAN: STRAIGHT LINE Tabel 5 Metode Penyusutan Straight Line Harga Perolehan 100,000,000 Tahun Penyusutan Tarif Penyusutan Penyusutan per Tahun Akumulasi Penyusutan Nilai Buku 2009 25% 12,500,000 12,500,000 87,500,000 2010 25% 25,000,000 37,500,000 62,500,000 2011 25% 25,000,000 62,500,000 37,500,000 2012 25% 25,000,000 87,500,000 12,500,000 2013 25% 12,500,000 100,000,000 Total 100,000,000
PENYUSUTAN: DOUBLE DECLINING
Tabel 6 Metode Penyusutan Double Declinning Harga Perolehan 100,000,000 Tahun Penyusutan Tarif Penyusutan Penyusutan per Tahun Akumulasi Penyusutan Nilai Buku 2009 50% 25,000,000 25,000,000 75,000,000 2010 50% 37,500,000 62,500,000 37,500,000 2011 50% 18,750,000 81,250,000 18,750,000 2012 50% 9,375,000 90,625,000 9,375,000 2013 50% 9,375,000 100,000,000 Total 100,000,000
TARIF PAJAK a. WP ORANG PRIBADI LAPISAN PKP
TARIP PAJAK
• - s/d Rp 50.000.000. • Rp 50 juta s/d Rp 250 juta • DIATAS Rp 250 juta s/d Rp 500 juta • DIATAS Rp 500 juta Dikenakan b. WP BADAN DN/BUT TARIF TUNGGAL SEBESAR
5% 15% 25% 30% 28%
TARIF SEBAGAIMANA DIMAKSUD PADA HURUF b, MENJADI 25% PADA TAHUN 2010.
CONTOH PENERAPAN TARIF 1. WP A (ORANG PRIBADI)
PENGHASILAN KENA KENA PAJAK
Rp 600.000.000. PAJAK PENGHASILAN TERUTANG : - s/d Rp 50.000.000.5% = Rp - Rp 200.000.000.15% = Rp - Rp 250.000.000.25% = Rp - Rp 100.000.000.30% = Rp = Rp 125.000.000.
2.500.000.30.000.000. 62.500.000.30.000.000.-
JUMLAH
2. WAJIB PAJAK BADAN : PT ANTARIKSA, PENGHASILAN NETO 2009 = Rp 1.250.000.000. PPh Terutang 28% x Rp 1.250.000.000. = Rp 350.000.000.
CARA PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI 1. PEMBUKUAN (PROSES AKUNTANSI) atau 2. MENGGUNAKAN
NORMA
PERHITUNGAN
PENGHASILAN NETO UNTUK WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI YANG MELAKUKAN PEKERJAAN BEBAS YANG PEREDARAN BRUTONYA DALAM SATU TAHUN KURANG DARI Rp. 4.800.000.000.
PENYESUAIAN BATAS PENGGUNAAN NORMA PERHITUNGAN BAGI WP ORANG PRIBADI DALAM NEGERI
1. MULAI
TAHUN PAJAK 2009, WP ORANG PRIBADI DN, YANG DIPERKENANKAN MENGHITUNG PENGHASILAN NETO UNTUK MENDAPATKAN BESARNYA PAJAK TERUTANG, DITINGKATKAN DARI PEREDARAN/PENGHASILAN BRUTO Rp 600.000.000. MENJADI Rp 4.800.000.000.- (EMPAT MILYAR DELAPAN RATUS JUTA) SETAHUN.
2. PENGHASILAN NETO YANG TELAH DIHITUNG DENGAN NORMA PERHITUNGAN TSB, HANYA DAPAT DIKURANGKAN DENGAN PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK (PTKP), SESUAI DENGAN KONDISI WP (TK, K/0, K/1, K/2, ATAU K/3). 3. WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI YANG TIDAK MEMILIH UNTUK MENYELENGGARAKAN PEMBUKUAN, MENGHITUNG PENGHASILAN NETO USAHA ATAU PEKERJAAN BEBASNYA DENGAN MENGGUNAKAN “NORMA PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETO”.
PENGGUNAAN NORMA PENGHITUNGAN Pasal 14 ayat (2), (3) dan (4)
Norma Penghitungan Penghasilan Neto HANYA WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI SYARAT
* Peredaran bruto dalam satu tahun kurang dari Rp 4.800.000.000,00 * Memberitahukan kepada Dirjen Pajak dalam jangka waktu 3 bulan pertama dari Tahun Pajak Ybs. Apabila tidak memberitahukan, dianggap memilih Pembukuan * Wajib menyelenggarakan Pencatatan
TUAN DARNOTO ( STATUS K/3 ) MEMILIKI USAHA BENGKEL MOBIL DI JALAN IKAN GURAMI 27 JAKARTA UTARA. PENERIMAAN BRUTO BENGKEL TAHUN 2009 BESARNYA Rp 1 . 650 . 000.000. NORMA PERHITUNGAN BERDASARKAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDRAL PAJAK UNTUK USAHA BENGKEL DIDAERAH TERSEBUT 8% ( DELAPAN PROSEN ) . MAKA : PENGHASILAN NETO = 8% x Rp 1.650.000.000. = Rp 132 . 000.000. PENGURANGAN PTKP DENGAN STATUS ( K/3 ) = Rp 21. 120.000. PENGHASILAN KENA PAJAK =
Rp 11 0 . 880.000.
PAJAK PENGHASILAN TERUTANG : 5 % x Rp 15 % x Rp JUMLAH
50.000.000. 60.880.000-.
= Rp
2.500. 000.
= Rp
9. 1 32.000.-
Rp 11 . 632 . 000.-
Dr. Naek Ang Khot berstatus kawin dan mempunyai 3 (tiga) orang anak, bertempat tinggal di Jakarta yang juga memiliki industri rotan di Cirebon. Penghasilan selama tahun 2009 - Peredaran Usaha dari Industri Rotan (setahun) di Cirebon=Rp. 200.000.000,00 - Penerimaan bruto sebagai dokter (setahun) di Jakarta = Rp. 72.000.000,00 Penghasilan neto dihitung sebagai berikut : -Dari industri rotan : 12,5% X Rp. 200.000.000,00 =Rp. 25.000.000,00 -Sebagai dokter : 45% X Rp. 72.000.000,00 =Rp. 32.400.000,00 Jumlah penghasilan Neto Rp. 57.400.000,00 Penghasilan Kena Pajak = Penghasilan Neto dikurangi PTKP = Rp. 57.400.000,00 - Rp. 21.120.000,00 = Rp. 36.280.000,00 Pajak penghasilan yang terutang : 5% X Rp. 36.280.000,00 = Rp. 1.814.000,00
LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL (LKK) vs LAPORAN KEUANGAN FISKAL (LKF) 1.
UNTUK MENGHITUNG PAJAK MENGGUNAKAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL YANG DISESUAIKAN DULU UNTUK MENJADI LAPORAN KEUANGAN FISKAL
2.
PENYESUAIAN DENGAN MENGGUNAKAN PERATURAN PAJAK: Koreksi fiskal positif Koreksi fiskal negatif
JENIS KREDIT PAJAK
1. PPh Pasal 22, apabila WP melakukan kegiatan impor dan penyerahan pada bendaharawan, lembaga pemerintah yang pendanaannya melalui APBN/D 2. PPh Pasal 23 untuk penghasilan modal, pemberian jasa dan kegiatan tertentu yang bersifat tidak final 3. PPh Pasal 24, untuk penghasilan luar negeri yang telah dipotong di luar negeri 4. PPh Pasal 25, angsuran pajak sendiri yang sudah di bayar pada awal tahun s/d akhir tahun
Penghitungan PPh pada Akhir Tahun
PPh Terutang 2.dikurangi: Kredit Pajak I (PPh yang dipotong atau dipungut pihak lain) 3. PPh yang Masih Harus Dibayar Sendiri 4.dikurangi: Kredit Pajak II (PPh yang dibayar sendiri) 5. PPh yang Kurang atau Lebih Dibayar 1.
PPh Kurang Bayar (PPh 29) PPh Lebih Bayar (PPh 28A)
Pasal 31 E
WAJIB PAJAK BADAN DALAM NEGERI DEDNGAN PEREDARAN BRUTO SAMPAI DENGAN Rp 50 MILYAR, MENDAPAT FASILITAS BERUPA PENGURANGAN TARIF SEBESAR 50% DARI TARIF SEBAGAIMANA DIMAKSUD DALAM Psl 17 YANG DIKENAKAN ATAS PENGHASILAN KENA PAJAK DARI BAGIAN PEREDARAN BRUTO SAMPAI DENGAN Rp 4.800.000.000.
CONTOH 1: PEREDARAN BRUTO PT. YARDI TAHUN PAJAK 2009 BESARNYA Rp 4.500.000.000.- DENGAN PENGHASILAN KENA PAJAK SEBESAR Rp 500.000.000.PERHITUNGAN PAJAK TERUTANG : SELURUH PENGHASILAN KENA PAJAK DARI PEREDARAN BRUTO TERSEBUT DIKENAKAN TARIF SEBESAR 50% DARI TARIF PPh BADAN YANG BERLAKU KARENA PEREDARAN BRUTO PT. YARDI TIDAK MELEBIHI Rp 4.800.000.000. PPh YANG TERUTANG ADALAH : (50% x 28%) x Rp 500.000.000. = Rp 70.000.000.
CONTOH 2: PEREDARAN BRUTO PT XRONY DALAM TAHUN PAJAK 2009 BESARNYA Rp 30. MILYAR. DENGAN PENGHASILAN KENA PAJAK SEBESAR Rp 3.000.000.000. PENGHITUNGAN PPh YANG TERUTANG : (1) JUMLAH PENGHASILAN KENA PAJAK DARI BAGIAN PEREDARAN BRUTO YANG MEMPEROLEH FASILITAS : (Rp 4.800.000.000. : Rp 30.000.000.000.) x Rp 3.000.000.000.= Rp 480.000.000.
2. JUMLAH PENGHASILAN KENA PAJAK DARI BAGIAN PEREDARAN BRUTO YANG TIDAK MEMPEROLEH FASILITAS : Rp 3.000.000.000. – Rp 480.000.000. = Rp 2.520.000.000. PPh YANG TERUTANG : • (50% x 28% ) x Rp 480.000.000.= Rp 67.200.000.• 28% x Rp 2.520.000.000. = Rp 705.600.000.JUMLAH PPh YANG TERUTANG = Rp 772.800.000.-