PAJAK PENGHASILAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PAJAK PENGHASILAN
PAJAK PENGHASILAN (PPh)
ADALAH
PAJAK YANG DIKENAKAN TERHADAP SUBJEK PAJAK ATAS PENGHASILAN YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEHNYA DALAM TAHUN PAJAK
2
SUBJEK PAJAK
- ORANG PRIBADI - WARISAN YG BELUM TERBAGI
BADAN
BENTUK USAHA TETAP (BUT)
3
SUBJEK PAJAK ORANG PRIBADI
Pengusaha (perusahaan perorangan: Usaha dagang (UD))
Karyawan (penghasilan dari pemberi kerja)
Tenaga ahli/pekerjaan bebas (profesional): Dokter, Notaris, Arsitek
Warisan yang belum terbagi (sepanjang belum dibagi tetap mebayar pajak)
SUBJEK PAJAK
SUBJEK PAJAK
DALAM NEGERI
LUAR NEGERI
5
SUBJEK PAJAK BADAN
Definisi
• Sekumpulan orang dan atau kumpulan modal sebagai satu kesatuan, baik melakukan usaha atau tidak melakukan usaha
Contoh
• PT, CV, firma, koperasi, dana pensiun, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, lembaga
SUBJEK PAJAK DALAM NEGERI
ORANG PRIBADI : - BERTEMPAT TINGGAL / BERADA DI INDONESIA LEBIH DARI 183 HARI DLM 12 BULAN; ATAU - DALAM SUATU TAHUN PAJAK BERADA DI INDONESIA DAN MEMPUNYAI NIAT BERTEMPAT TINGGAL DI INDONESIA BADAN YANG DIDIRIKAN ATAU BERTEMPAT KEDUDUKAN DI INDONESIA WARISAN YANG BELUM TERBAGI 7
SUBJEK PAJAK LUAR NEGERI • ORANG PRIBADI YG TIDAK BERTEMPAT TINGGAL DI INDONESIA / BERADA DI INDONESIA TIDAK LEBIH DARI 183 HARI DALAM 12 BULAN • BADAN YG TIDAK DIDIRIKAN DAN TIDAK BERTEMPAT KEDUDUKAN DI INDONESIA
YANG MENJALANKAN USAHA ATAU KEGIATAN MELALUI BUT DI INDONESIA
YANG MENERIMA ATAU MEMPEROLEH PENGHASILAN DARI INDONESIA BUKAN DARI MENJALANKAN USAHA ATAU KEGIATAN MELALUI BUT DI INDONESIA 8
BENTUK USAHA TETAP
Definisi
Contoh
• Bentuk usaha yang digunakan oleh subyek pajak luar negeri yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia
• Cabang perusahaan, kantor perwakilan, gedung kantor, pabrik, bengkel, gudang, ruang untuk promosi/penjualan, pertambangan, pengeboran, pertanian, proyek konstruksi, pemberian jasa
BUKAN SUBJEK PAJAK •
BADAN PERWAKILAN NEGARA ASING
•
PEJABAT PERWAKILAN DIPLOMATIK, KONSULAT, ATAU PEJABAT-PEJABAT ASING, DAN ORANG-ORANG YANG DIPERBANTUKAN DENGAN SYARAT BUKAN WARGA NEGARA INDONESIA DAN TIDAK MENJALANKAN KEGIATAN LAIN UNTUK MEMPEROLEH PENGHASILAN DI INDONESIA
•
ORGANISASI-ORGANISASI INTERNASIONAL YANG DITETAPKAN OLEH MENTERI KEUANGAN DENGAN SYARAT:
•
PEJABAT-PEJABAT PERWAKILAN ORGANISASI INTERNASIONAL YANG DITETAPKAN DENGAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN DENGAN SYARAT
BUKAN WARGA NEGARA INDONESIA DAN TIDAK MENJALANKAN KEGIATAN LAIN UNTUK MEMPEROLEH PENGHASILAN DI INDONESIA
PENGHASILAN SEBAGAI OBJEK PAJAK UNTUK MENGHITUNG PAJAK TERHUTANG
Penghasilan
Objek pajak (pasal 4 ayat 1) Bukan objek pajak (pasal 4 ayat 3)
Objek pajak final (pasal 4 ayat 2)
Objek pajak tidak final
OBJEK PAJAK PENGHASILAN
SETIAP TAMBAHAN KEMAMPUAN EKONOMIS YANG :
- Diterima atau diperoleh Wajib Pajak, - Berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, - Dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak,
DENGAN NAMA DAN DALAM BENTUK APAPUN 12
OBJEK PAJAK
Penggantian atau imbalan berkenaan dgn pekerjaan atau jasa yg diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dlm bentuk lainnya, kec. ditentukan lain dlm UU ini
Hadiah dari undian atau pekerjaan/kegiatan dan penghargaan Laba usaha
Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk : 1. keuntungan krn pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sbg penggantian saham/penyertaan modal; 2. keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan dan badan lainnya krn pengalihan harta kpd pemegang saham, sekutu atau anggota; 3. keuntungan krn likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha; 4. keuntungan krn pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau sumbangan, kec. yang diberikan kpd keluarga sedarah dlm garis keturunan lurus satu derajat, dan badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yg ditetapkan oleh Menkeu, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, peekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara pihak-pihak yg bersangkutan 13
OBJEK PAJAK
Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan krn jaminan pengembalian utang
Deviden, dgn nama dan dlm bentuk apapun, termasuk deviden dari perusahaan asuransi kpd pemegang polis, dan pembagian SHU koperasi Royalti, sewa dan penghasilan lain sehubungan dgn penggunaan harta Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala Keuntungan krn pembebasan utang, kecuali sampai dgn jumlah tertentu yg ditetapkan dgn PP Keuntungan krn selisih kurs mata uang asing, selisih lebih karena penilaian kembali aktiva, premi asuransi, iuran yg diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yg terdiri dari WP yg menjalankan usaha / pekerjaan bebas, tambahan kekayaan neto yg berasal dari penghasilan yg belum dikenakan pajak. 14
PENGHASILAN FINAL
- Bunga deposito/tabungan - Transaksi saham dan sekuritas di bursa efek - Pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan - Penghasilan tertentu lainnya
PENGENAAN PAJAKNYA DIATUR DENGAN PERATURAN PEMERINTAH (PP)
15
TARIF PPH FINAL (1) – PASAL 4 AYAT 2 No.
Jenis Penghasilan
DPP / Tarif Pajak
1.
Penghasilan Bunga Deposito, Termasuk Simpanan pada Bank Dalam Negeri yang Memiliki Cabang di Luar Negeri
Jumlah Bruto/20%
2.
Penghasilan Bunga Tabungan, Jasa Giro, dan Diskonto Sertifikat Bank Indonesia
Jumlah Bruto/20%
3.
Penghasilan Berupa Hadiah
Jumlah Bruto/25%
4.
Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan atau Bangunan
Jumlah Bruto/5%
5.
Penghasilan Sewa Tanah dan/atau Bangunan
Jumlah Bruto/10%
TARIF PPH FINAL (2) No.
Jenis Penghasilan
DPP / Tarif Pajak
6.
Penghasilan yang Diterima/Diperoleh dari Transaksi Penjualan Saham di Bursa Efek
1. Nilai Transaksi / 0,1% untuk non pemilik saham pendiri 2. Nilai Transaksi / 0,1% + 0,5% untuk pemilik saham pendiri
7.
Bunga Simpanan yang Dibayarkan oleh Koperasi kepada Anggota Koperasi Orang Pribadi lebih dari Rp. 240.000
Jumlah Bruto / 10%
TARIF PPH FINAL (3) No.
Jenis Penghasilan Usaha Jasa Konstruksi Konstruksi yang dilakukan oleh 8. Pelaksanaan Penyedia Jasa yang memiliki Kualifikasi Usaha Kecil. Konstruksi yang dilakukan oleh 9. Pelaksanaan Penyedia Jasa yang tidak memiliki Kualifikasi Usaha. Konstruksi yang dilakukan oleh 10. Pelaksanaan Penyedia Jasa selain penyedia Jasa yang memiliki Kualifikasi Usaha Kecil dan penyedia Jasa yang tidak memiliki Kualifikasi Usaha. 11. Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang Memiliki Kualifikasi Usaha.
DPP / Tarif Pajak
12. Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi yang dilakukan oleh penyedia Jasa yang tidak Memiliki Kualifikasi Usaha
Penghasilan Bruto/6%
Penghasilan Bruto/2%
Penghasilan Bruto/4% Penghasilan Bruto/3% Penghasilan Bruto/4%
KARAKTERISTIK PPH FINAL
PPh yang sifatnya Final tidak dapat dikreditkan terhadap PPh Terutang di akhir tahun
Penghasilan final tidak perlu dilaporkan atau dihitung kembali pada akhir tahun
Penghasilan dikenakan PPh saat diperoleh
TIDAK TERMASUK OBJEK PAJAK
BANTUAN ATAU SUMBANGAN TERMASUK ZAKAT YG DITERIMA BADAN AMIL ZAKAT/LEMBAGA AMIL ZAKAT DAN PENERIMA ZAKAT YG BERHAK HARTA HIBAHAN DENGAN SYARAT TERTENTU WARISAN HARTA TERMASUK SETORAN TUNAI YG DITERIMA OLEH BADAN SEBAGAI PENGGANTI SAHAM ATAU PENYERTAAN MODAL
PENGGANTIAN/IMBALAN DALAM BENTUK NATURA DAN/ATAU KENIKMATAN DARI WAJIB PAJAK ATAU PEMERINTAH
PEMBAYARAN DARI PERUSAHAAN ASURANSI KEPADA ORANG PRIBADI SEHUBUNGAN DENGAN ASURANSI KESEHATAN/KECELAKAAN/JIWA/ DWIGUNA DAN BEA SISWA 20
TIDAK TERMASUK OBJEK PAJAK
DIVIDEN /BAGIAN LABA YG DITERIMA/DIPEROLEH PT SBG WP D.N KOPERASI,BUMN/BUMD, DARI PENYERTAAN MODAL PADA BADAN YANG DIDIRIKAN/BERTEMPAT KEDUDUKAN DI INDONESIA DGN SYARAT DEVIDEN BERASAL DARI CADANGAN LABA YG DITAHAN DAN KEPEMILIKAN PADA BADAN YG MEMBERIKAN DEVIDEN PALING RENDAH 25% DARI JUMLAH MODAL YG DISETOR DAN HRS MEMPUNYAI USAHA AKTIF DILUAR KEPEMILIKAN SAHAM TSB
IURAN YG DIPEROLEH DANA PENSIUN YG PENDIRIANNYA TELAH DISAHKAN OLEH MENKEU DAN PENGHASILAN DANA PENSIUN TSB DARI MODAL YG DITANAMKAN DLM BIDANG TERTENTU YG DITETAPKAN MENKEU BAGIAN LABA YG DITERIMA/DIPEROLEH ANGGOTA DARI BADAN USAHA YG MODALNYA TDK TERBAGI ATAS SAHAM BUNGA OBLIGASI YG DITERIMA ATAU DIPEROLEH PERUSAHAAN REKSA DANA SELAMA 5 TAHUN PERTAMA SEJAK PENDIRIAN/PEMBERIAN IZIN USAHA 21
TIDAK TERMASUK OBJEK PAJAK
PENGHASILAN YG DITERIMA/DIPEROLEH PERUSAHAAN MODAL VENTURA BERUPA BAGIAN LABA DARI BADAN PASANGAN USAHA YG DIDIRIKAN DAN MENJALANKAN USAHA/KEGIATAN DI INDONESIA DGN SYARAT BADAN PASANGAN USAHA MERUPAKAN PERUSAHAAN KECIL, MENENGAH, ATAU YG MENJALANKAN KEGIATAN DLM SEKTOR-SEKTOR USAHA YG DITETAPKAN DGN KEPMENKEU DAN SAHAMNYA TDK DIPERDANGKAN DI BURSA EFEK DI INDDONESIA
22
BIAYA-BIAYA YANG BOLEH DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO
BIAYA UNTUK MENDAPATKAN, MENAGIH, DAN MEMELIHARA PENGHASILAN YANG MERUPAKAN OBJEK PAJAK KECUALI BIAYA YANG BERKENAAN DENGAN PENGHASILAN YANG DIKENAKAN PAJAK PENGHASILAN SECARA FINAL, TERMASUK :
- Biaya bahan baku/pembantu, - Biaya tenaga kerja - Biaya penyusutan fiskal dan/atau amortisasi - Iuran kepada dana pensiun yg pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan - Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta - Kerugian dari selisih kurs - Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia - Biaya bea siswa, magang, dan pelatihan 23
PENGELUARAN YANG BOLEH DIBEBANKAN SBG BIAYA PENGELUARAN YG MEMPUNYAI HUB. LANGSUNG DENGAN USAHA/KEGIATAN UTK MENDAPATKAN, MENAGIH,DAN MEMELIHARA (3M) PENGHASILAN
YANG MERUPAKAN OBJEK PAJAK BOLEH DIBEBANKAN SEBAGAI BIAYA
YANG BUKAN MERUPAKAN OBJEK PAJAK TIDAKBOLEH DIBEBANKAN SEBAGAI BIAYA
24
PENGELUARAN YANG BOLEH DIBEBANKAN SBG BIAYA BIAYA UNTUK MENDAPATKAN, MENAGIH, DAN MEMELIHARA PENGHASILAN YANG MERUPAKAN OBJEK PAJAK, TERMASUK PIUTANG YANG NYATA-NYATA TIDAK DAPAT DITAGIH
SYARAT 1. TELAH DIBEBANKAN SEBAGAI BIAYA DALAM LAPORAN LABA RUGI KOMERSIAL; 2. TELAH DISERAHKAN PERKARA PENAGIHANNYA KEPADA PN ATAU BUPLN ATAU ADANYA PERJANJIAN TERTULIS MENGENAI PENGHAPUSAN PIUTANG/PEMBEBASAN UTANG ANTARA KREDITUR DAN DEBITUR YBS; 3. TELAH DIPUBLIKASIKAN DALAM PENERBITAN UMUM DAN KHUSUS; DAN 4. WP HARUS MENYERAHKAN DAFTAR PIUTANG YANG TIDAK DAPAT DITAGIH KEPADA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
PELAKSANAANNYA DIATUR KEPDIRJEN 25
DEDUCTIBLE EXPENSES : HANDPHONE DAN KENDARAAN PERUSAHAAN (KEP. DJP NO. KEP-220/PJ./2002, TANGGAL 18 APRIL 2002)
1.
Handphone
a. Cost diakui 50%, disusutkan sebagai aktiva Kelompok I b. Abonemen, Pulsa (voucher isi ulang), dan Perbaikan dibebankan 50% pada tahun pengeluaran 2.
Bus/Minibus untuk Antar Jemput Karyawan
a. Cost (termasuk perbaikan besar) diakui 100%, disusutkan sebagai aktiva Kelompok II b. Pemeliharaan rutin dibebankan seluruhnya pada tahun pengeluaran 3.
Sedan/Sejenisnya untuk Pegawai dengan Jabatan/Pekerjaan Tertentu
a. Cost (termasuk perbaikan besar) diakui 50%, disusutkan sebagai aktiva Kelompok II b. Pemeliharaan rutin dibebankan 50% pada tahun pengeluaran
KOMPENSASI KERUGIAN
KERUGIAN DAPAT DIKOMPENSASIKAN DENGAN PENGHASILAN MULAI TAHUN PAJAK BERIKUTNYA BERTURUT-TURUT SAMPAI DENGAN 5 (LIMA) TAHUN PENANAMAN MODAL DI BIDANG USAHA PERKEBUNAN TANAMAN KERAS DAN PERTAMBANGAN, DI DAERAH TERPENCIL, KOMPENSASI KERUGIAN PALING LAMA 10 TAHUN PENANAMAN MODAL DI BIDANG USAHA PERKEBUNAN TANAMAN KERAS DAN PERTAMBANGAN DI LUAR DAERAH TERPENCIL, KOMPENSASI KERUGIAN DIBERIKAN PALING LAMA 8 TAHUN
27
KOMPENSASI KERUGIAN KOMPENSASI KERUGIAN
5 (LIMA) TAHUN
CONTOH
PT.A TAHUN 2009 MENDERITA KERUGIAN FISKAL SEBESAR Rp 1.200.000.000.- DALAM 5 TAHUN BERIKUTNYA RUGILABA FISKAL PT A. MENGGAMBARKAN SEBAGAI BERIKUT:
2010 : LABA FISKAL Rp 200.000.000.2011 : RUGI FISKAL Rp 300.000.000.2012 : LABA FISKAL NIHIL 2013 : LABA FISKAL Rp 100.000.000.2014 : LABA FISKAL RP 800.000.000.-
PENERAPAN KOMPENSASI KERUGIAN
RUGI FISKAL TAHUN 2009 (Rp 1.200.000.000.) LABA FISKAL TAHUN 2010 Rp 200.000.000.(+) SISA RUGI FISKAL TH 2009 (Rp 1.000.000.000.) RUGI FISKAL TAHUN 2011 (Rp 300.000.000.)
SISA RUGI FISKAL TH 2009 (Rp 1.000.000.000.) LABA FISKAL TAHUN 2012 Rp N I H I L (+) SISA RUGI FISKAL TH 2009 (Rp 1.000.000.000.) LABA FISKAL TAHUN 2013 Rp 100.000.000.(+)
SISA RUGI FISKAL TH 2009 (Rp 900.000.000) LABA FISKAL TAHUN 2014 Rp 800.000.000.(+) SISA RUGI FISKAL TH 2009
(Rp 100.000.000.)
- SISA RUGI FISKAL TAHUN 2009 Rp 100.000.000. YANG MASIH TERSISA PADA AKHIR TH 2014, TIDAK BOLEH DIKOMPENSASIKAN DGN LABA FISKAL TAHUN 2015. SEDANGKAN : - RUGI FISKAL TAHUN 2011 Rp 300.000.000.HANYA DIKOMPENSASIKAN DENGAN LABA FISKAL TAHUN 2015 DAN TAHUN 2016, KARENA JANGKA WAKTU LIMA TAHUN DIMULAI SEJAK TAHUN 2012 DAN BERAKHIR TAHUN 2016.
BESARNYA PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK (PTKP)
Rp 24.300.000,00
UNTUK DIRI WAJIB PAJAK
Rp 2.025.000,00
TAMBAHAN UNTUK WAJIB PAJAK KAWIN
Rp 24.300.000,00
Rp 1.200.000,00
TAMBAHAN UNTUK SEORANG ISTERI YG PENGHASILANNYA DIGABUNG DENGAN PENGHASILAN SUAMI TAMBAHAN UNTUK SETIAP ANGGOTA KELUARGA SEDARAH SEMENDA DALAM GARIS KETURUNAN LURUS SERTA ANAK ANGKAT YG MENJADI TANGGUNGAN SEPENUHNYA MAKSIMAL 3 ORANG
PENERAPAN PTKP DITENTUKAN OLEH KEADAAN PADA AWAL TAHUN PAJAK ATAU AWAL BAGIAN TAHUN PAJAK 31
HUBUNGAN KELUARGA
WAJIB PAJAK
SEDARAH
LURUS: ORANGTUA ANAK KANDUNG
KE SAMPING: SAUDARA (KAKAK & ADIK)
SEMENDA
LURUS: MERTUA, ANAK TIRI
KE SAMPING: IPAR
PENGHASILAN ATAU KERUGIAN BAGI WANITA KAWIN
PENGHASILAN ATAU KERUGIAN BAGI WANITA YANG TELAH KAWIN
DIANGGAP SEBAGAI PENGHASILAN ATAU KERUGIAN SUAMINYA
KECUALI 1. PENGHASILAN TSB SEMATA-MATA DITERIMA ATAU DIPEROLEH DARI SATU PEMBERI KERJA YG TELAH DIPOTONG PPh PASAL 21, DAN 2. PEKERJAAN TSB TIDAK ADA HUBUNGANNYA DENGAN USAHA ATAU PEKERJAAN BEBAS SUAMI ATAU ANGGOTA KELUARGA LAINNYA 33
SUAMI-ISTRI DIKENAKAN PAJAK SECARA TERPISAH Pasal 8 ayat (2) dan (3)
HIDUP BERPISAH
PENGHITUNGAN PKP DAN PENGENAAN PAJAKNYA DILAKUKAN SENDIRISENDIRI
MENGADAKAN PERJANJIAN PEMISAHAN HARTA DAN PENGHASILAN SECARATERTULIS
PENGHITUNGAN PAJAKNYA BERDASAR - Penghasilan Neto suami isteri digabung - Besarnya pajak yg harus dilunasi oleh masing-masing suami-isteri, sebanding dgn Penghasilan Neto
34
PENGHASILAN ANAK YANG BELUM DEWASA
DIGABUNG DENGAN PENGHASILAN ORANG TUANYA
KECUALI
Penghasilan anak yang belum dewasa dari mana pun sumber penghasilannya dan apa pun sifat pekerjaannya digabung dengan penghasilan orang tuanya dalam tahun pajak yang sama. Yang dimaksud dengan “anak yang belum dewasa” adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah menikah.
35
PENGELUARAN YANG TIDAK BOLEH DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO
PEMBAGIAN LABA DENGAN NAMA DAN DALAM BENTUK APAPUN BIAYA YG DIBEBANKAN UTK KEPENTINGAN PRIBADI PEMEGANG SAHAM, SEKUTU, ANGGOTA ATAU WAJIB PAJAK PEMBENTUKAN DANA CADANGAN KECUALI CADANGAN UNTUK JENIS USAHA TERTENTU YANG DITETAPKAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN PREMI ASURANSI KESEHATAN, KECELAKAAN, JIWA, DWI GUNA, DAN ASURANSI BEA SISWA YG DIBAYAR OLEH WP ORANG PRIBADI PENGGANTIAN/ IMBALAN PEKERJAAN/JASA YG DIBERIKAN DALAM BENTUK NATURA DAN KENIKMATAN KECUALI • PENYEDIAAN MAKANAN DAN MINUMAN BAGI SELURUH PEGAWAI • PEMBERIAN NATURA & KENIKMATAN KARENA KEHARUSAN PEKERJAAN DAN UNTUK KESELAMATAN KERJA • KENIKMATAN DAN NATURA DIDAERAH TERTENTU DI DAERAH TERTENTU DAN YANG BERKAITAN DENGAN PELAKSANAAN PEKERJAAN YANG DITETAPKAN KEPMENKEU 36
PENGELUARAN YANG TIDAK BOLEH DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO
JUMLAH YANG MELEBIHI KEWAJARAN YG DIBAYARKAN KEPADA PEMEGANG SAHAM ATAU PIHAK YG MEMPUNYAI HUBUNGAN ISTIMEWA HARTA YG DIHIBAHKAN, BANTUAN / SUMBANGAN, DAN WARISAN SESUAI PSL 4 AYAT (3) HURUF a DAN b KECUALI :ZAKAT ATAS PENGHASILAN YANG DIBAYARKAN OLEG WP ORANG PRIBADI PEMELUK AGAMA ISLAM DAN ATAU WP BADAN D.N YANG DIMIILIKI OLEH PEMELUK AGAMA ISLAM, KEPADA BADAN AMIL ZAKAT ATAU LEMBAGA AMIL ZAKAT YANG DIBENTUK/DISAHKAN PEMERINTAH PAJAK PENGHASILAN BIAYA YANG DIBEBANKAN/ DIKELUARKAN UNTUK KEPENTINGAN PRIBADI WP ATAU ORANG YANG MENJADI TANGGUNGAN GAJI ANGGOTA PERSEKUTUAN, FIRMA, ATAU PERSEROAN KOMANDITER YG MODALNYA TIDAK TERBAGI ATAS SAHAM
SANKSI ADMINISTRASI DAN PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN 37
PENGELUARAN YANG TIDAK BOLEH DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO
PEMBAYARAN YANG JUMLAHNYA MELEBIHI KEWAJARAN KPD PEMEGANG SAHAM ATAU PIHAK YANG MEMPUNYAI HUBUNGAN ISTIMEWA SEBAGAI IMBALAN SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN YANG DILAKUKAN
CONTOH : WP. A TENAGA AHLI DAN PEMEGANG SAHAM DARI PT. “B” IMBALAN DARI PT. “B” YG DITERIMA “A” SEBESAR Rp 5.000.000,00. APABILA UNTUK JASA YG SAMA YG DIBERIKAN OLEH TENAGA AHLI LAIN YG SETARA HANYA DIBAYAR SEBESAR Rp 2.000.000,00, MAKA : • •
JUMLAH Rp 3.000.000,00 TIDAK BOLEH DIBEBANKAN SBG BIAYA OLEH PT. “B” BAGI TENAGA AHLI YG JUGA SEBAGAI PEMEGANG SAHAM, JUMLAH Rp 3.000.000,00, DIANGGAP SBG PEMBERIAN DIVIDEN DARI PT.“B”
38
PENGELUARAN YANG TIDAK BOLEH DIBEBANKAN SEKALIGUS
PENGELUARAN UNTUK MENDAPATKAN, MENAGIH, DAN MEMELIHARA PENGHASILAN YANG MEMPUNYAI MASA MANFAAT LEBIH DARI SATU TAHUN
DIBEBANKAN MELALUI PENYUSUTAN ATAU AMORTISASI
39
PENYUSUTAN HARTA BERWUJUD
BANGUNAN
SELAIN BANGUNAN
USAHA TERTENTU
METODE SALDO MENURUN
METODE GARIS LURUS
PADA AKHIR MASA MANFAAT DISUSUTKAN SEKALIGUS (CLOSED ENDED)
DITETAPKAN MENTERI KEUANGAN
40
MASA MANFAAT DAN TARIF PENYUSUTAN
KEL.. HARTA BERWUJUD
MASA MANFAAT
1. BUKAN BANGUNAN - KELOMPOK 1 - KELOMPOK 2 - KELOMPOK 3 - KELOMPOK 4
4 8 16 20
2. BANGUNAN PERMANEN TDK PERMANEN
20 THN 10 THN
TARIF PENYUSUTAN GARIS LURUS
THN THN THN THN
25 12,5 6,25 5
5 10
% % % %
SALDO MENURUN
50 % 25 % 12,5 % 10 %
% %
PENENTUAN KELOMPOK HARTA BERWUJUD DITETAPKAN DENGAN KMK... 41
INFORMASI PENTING UNTUK MENGHITUNG PENYUSUTAN Penyusutan dalam peraturan perpajakan ditentukan berdasarkan tarif sesuai dengan metode penyusutan yang di pilih
Tarif penyusutan berdasarkan pengelompokkan barang yang diatur dalam peraturan perpajakan.
Penyusutan dengan menggunakan saldo menurun, nilai sisa pada akhir masa masa manfaat harus disusutkan sekaligus.
Penyusutan dengan menggunakan saldo menurun, nilai sisa pada akhir masa masa manfaat harus disusutkan sekaligus.
CONTOH MENGHITUNG PENYUSUTAN • Sebuah mesin yang dibeli dan ditempatkan pada bulan Januari 2009 dengan harga perolehan sebesar Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah). Masa manfaat dari mesin tersebut adalah 4 (empat) tahun. Kalau tarif penyusutan ditetapkan 50% (lima puluh persen), penghitungan penyusutannya adalah sebagai berikut.
CONTOH MENGHITUNG PENYUSUTAN • Sebuah mesin yang dibeli dan ditempatkan pada bulan Juli 2009 dengan harga perolehan sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Masa manfaat dari mesin tersebut adalah 4 (empat) tahun. Kalau tarif penyusutan misalnya ditetapkan 50% (lima puluh persen), maka penghitungan penyusutannya adalah sebagai berikut.
PENGGUNAAN NORMA PENGHITUNGAN Pasal 14 ayat (1)
Norma Penghitungan Penghasilan Neto untuk MENENTUKAN PENGHASILAN NETO
DIBUAT DAN DISEMPURNAKAN TERUS-MENERUS SERTA DITERBITKAN OLEH DIRJEN PAJAK
45
PENGGUNAAN NORMA PENGHITUNGAN
Norma Penghitungan Penghasilan Neto HANYA WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI SYARAT
Norma Penghitungan Penghasilan Neto hanya boleh digunakan oleh Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan pekerjaan bebas yang peredaran brutonya kurang dari jumlah Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).
46
KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN NORMA PENGHITUNGAN
keuntungan
Mudah dalam menghitung pajak penghasilan
kerugian
Tidak mengenal kerugian Tidak ada kompensasi kerugian Biaya-biaya yang berhubungan dengan usaha tidak boleh mengurangi pendapatan usaha
CONTOH MENGHITUNG PPH DENGAN NORMA Tuan Joko dalam tahun 2014 dengan status kawin dan mempunyai tiga orang anak memiliki penghasilan dari praktek dokter di Jakarta sebesar Rp1.000.000.000,-. Berdasarkan ketentuan, tarif norma penghitungan untuk praktek dokter di Jakarta adalah 45%. Peredaran bruto Penghasilan netto dengan norma 45% PTKP Wajib pajak Kawin Tanggungan 1 Tanggungan 2 Tanggungan 3
1,000,000,000.00 450,000,000.00 24,300,000.00 2,025,000.00 2,025,000.00 2,025,000.00 2,025,000.00
Total PTKP Penghasilan Kena Pajak
32,400,000.00 417,600,000.00
PPh terhutang 5% 15% 25% Total PPh terhutang
50,000,000.00 200,000,000.00 167,600,000.00
2,500,000.00 30,000,000.00 41,900,000.00 74,400,000.00
TARIF PPH UNTUK WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI Pasal 17
Lapisan Penghasilan Kena Pajak (dalam Rupiah)
Tarif PPh
sampai dengan 50.000.000
5%
50.000.000 - 250.000.000
15%
250.000.000 - 500.000.000
25%
di atas 500.000.000
30%
CONTOH PENERAPAN TARIF 1. WP A (ORANG PRIBADI) PENGHASILAN KENA KENA PAJAK Rp 600.000.000. PAJAK PENGHASILAN TERUTANG : - s/d Rp 50.000.000.5% = Rp 2.500.000.- Rp 200.000.000.15% = Rp 30.000.000. - Rp 250.000.000.25% = Rp 62.500.000.- Rp 100.000.000.30% = Rp 30.000.000.JUMLAH = Rp 125.000.000.
TARIF PPH UNTUK WAJIB PAJAK BADAN Pasal 17
Lapisan Penghasilan Kena Pajak (dalam Rupiah) Untuk semua penghasilan kena pajak
Tarif PPh
25%
HUBUNGAN ISTIMEWA
HUBUNGAN ISTIMEWA DIANGGAP ADA APABILA : •
WP mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak langsung paling rendah 25 % pada WP lainnya; atau • Hubungan antara WP dengan penyertaan paling rendah 25 % pada dua WP atau lebih; atau • Hubungan antara dua WP atau lebih yang disebut terakhir;
WP YANG MENGUASAI WP LAINNYA, DUA ATAU LEBIH BAIK LANGSUNG MAUPUN TIDAK LANGSUNG ADA HUBUNGAN KELUARGA SEDARAH SEMENDA DALAM GARIS KETURUNAN LURUS DAN/ATAU KE SAMPING SATU DERAJAT 52
KEPEMILIKAN • WP memiliki 25% atau lebih WP lain, baik langsung maupun tidak langsung
25%
D
HUBUNGAN A & B: KEPEMILIKAN LANGSUNG
A
60%
HUBUNGAN A & C: KEPEMILIKAN TIDAK LANGSUNG
50%
A-B-C-D: HUBUNGAN ISTIMEWA
B
C
PELUNASAN PPh DALAM TAHUN BERJALAN
- PEMOTONGAN DAN PEMUNGUTAN PAJAK OLEH PIHAK LAIN (PPh Psl 21,22,23,24) - PEMBAYARAN OLEH WAJIB PAJAK SENDIRI (PPh Pasal 25)
- DILAKUKAN SETIAP BULAN, ATAU - MASA LAIN YANG DITETAPKAN OLEH MENTERI KEUANGAN
MERUPAKAN ANGSURAN PAJAK YANG BOLEH DIKREDITKAN TERHADAP PPh YANG TERUTANG UNTUK TAHUN PAJAK YBS KECUALI PEMBAYARAN PPh YANG BERSIFAT FINAL
54
MENGHITUNG PPH TERHUTANG
Tarif final 1% Tidak pembukuan Wajib pajak pembukuan
Norma penghitungan Koreksi fiskal
MENGHITUNG PPH TERHUTANG Wajib pajak badan dan orang pribadi dengan omzet lebih dari 4,8 Milyar
• Wajib pembukuan
Wajib pajak orang pribadi dan badan dngan omzet kurang dari 4,8 Milyar
• Menghitung dengan menggunakan tarif final 1%
Wajib pajak orang pribadi yang mempunyai penghasilan bebas kurang dari 4,8 Milyar
• Menggunakan norma penghitungan
KONSEP MENGHITUNG PPH TERHUTANG MENGGUNAKAN PEMBUKUAN UNTUK MENENTUKAN PENGHASILAN KENA PAJAK
•Pendapatan •Biaya
Lap. Laba Rugi Komersial berdasarkan standar akuntansi keuangan
Koreksi Fiskal •Koreksi positif pendapatan/biaya • Koreksi negatif pendapatan/biaya
•Pendapatan yang telah dikoreksi • Biaya yang telah dikoreksi
Laporan laba rugi fiskal disusun menyesuaikan dengan peraturan perpajakan
KLASIFIKASI PENGHASILAN MENURUT AKUNTANSI DAN PAJAK Bukan objek pajak Pajak
objek pajak tidak final Objek pajak final
Penghasilan Akuntansi
penghasilan
KLASIFIKASI BEBAN MENURUT AKUNTANSI DAN PAJAK
Beban yang boleh jadi pengurang (deductible epenses)
pajak Beban yang tidak boleh jadi pengurang (non deductible expenses)
Beban (expense)
akuntansi
Beban
KOREKSI FISKAL • Rekonsiliasi fiskal adalah usaha mencocokkan perbedaan yang terdapat dalam laporan laba rugi komersial dan laporan laba rugi fiskal. • Ada dua jenis koreksi fiskal • Koreksi positif yang menyebabkan Penghasilan Kena Pajak membesar • Koreksi negatif yang menyebabkan Penghasilan Kena Pajak mengecil
60
MENGHITUNG PPH TERHUTANG Laporan Laba/Rugi Komersial Penjualan 5,000,000,000.00 Harga pokok penjualan 1,000,000,000.00 Laba bruto
Koreksi Fiskal Positif Negatif
Laporan Laba/Rugi Fiskal 5,000,000,000.00 1,000,000,000.00
4,000,000,000.00
4,000,000,000.00
Biaya usaha Biaya gaji Biaya rekreasi karyawan Biaya penyusutan
250,000,000.00 10,000,000.00 50,000,000.00
250,000,000.00 50,000,000.00
Total biaya usaha
310,000,000.00
300,000,000.00
Laba sebelum pajak Pajak Penghasilan
3,690,000,000.00 1,055,000,000.00
3,700,000,000.00
Laba setelah pajak
2,635,000,000.00
(10,000,000.00)
Menghitung pajak 5% 15% 25% 30% penghasilan Kena Pajak
50,000,000.00 200,000,000.00 250,000,000.00 3,200,000,000.00
2,500,000.00 30,000,000.00 62,500,000.00 960,000,000.00
3,700,000,000.00 Total PPh terhutang 1,055,000,000.00
BATAS WAKTU PEMBAYARAN PPh PADA AKHIR TAHUN PAJAK
PAJAK TERUTANG UNTUK SATU TAHUN PAJAK LEBIH BESAR DARI JUMLAH KREDIT PAJAK
KEKURANGAN PAJAK YANG TERUTANG
HARUS DILUNASI SELAMBAT-LAMBATNYA TANGGAL 25 BULAN KETIGA UNTUK WP OP DAN TANGGAL 30 BULAN KEEMPAT UNTUK WP BADAN SETELAH TAHUN PAJAK BERAKHIR SEBELUM SPT TAHUNAN DISAMPAIKAN
62
MEKANISME PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK MEMBAYAR PAJAK ATAS PENGHASILAN SENDIRI
MENGHITUNG PPH TAHUNAN
MEMOTONG PAJAK ATAS PENGHASILAN PIHAK LAIN (WITHHOLDING TAX)
MEMBAYAR UANG MUKA PPH BULANAN
MEMBAYAR ANGSURAN BULANAN
DIPOTONG PAJAK ATAS PENGHASILAN YANG DIBAYAR OLEH PIHAK LAIN (WITHHOLDING TAX)
63
MEKANISME PAJAK PENGHASILAN
WAJIB PAJAK
MEMBAYAR PAJAK ATAS PENGHASILAN SENDIRI
MEMOTONG PAJAK ATAS PENGHASILAN PIHAK LAIN (WITHHOLDING TAX)
MENYETORKAN KE PEMERINTAH 64
MEKANISME PAJAK PENGHASILAN MEMBAYAR PAJAK ATAS PENGHASILAN SENDIRI
MENGHITUNG PPH TAHUNAN (PPH TERUTANG)
MEMBAYAR UANG MUKA PPH BULANAN
MEMBAYAR ANGSURAN BULANAN
DIPOTONG PAJAK ATAS PENGHASILAN YANG DIBAYAR OLEH PIHAK LAIN (WITHHOLDING TAX)
SETORAN KE PEMERINTAH ADALAH PPH TERUTANG TAHUNAN DIKURANGI UANG MUKA PPH BULANAN 65
JENIS-JENIS PEMBAYARAN PPh YANG DAPAT DIKREDITKAN BAGI WPDN/BUT a. Pasal 21
b. Pasal 22 c. Pasal 23
PEMOTONGAN PAJAK ATAS PENGHASILAN DARI PEKERJAAN,JASA, DAN KEGIATAN LAIN PEMUNGUTAN PAJAK ATAS PENGHASILAN DARI KEGIATAN DIBIDANG IMPOR ATAU KE GIATAN USAHA DIBIDANG LAINNYA PEMOTONGAN PAJAK ATAS PENGHASILAN BERUPA DEVIDEN, BUNGA, SEWA, ROYALTY, HADIAH, DAN PENGHARGAAN & IMBALAN JASA LAINNYA .
d.Pasal 24
PAJAK YG DIBAYAR ATAU TERUTANG ATAS PENGHASILAN DARI LN YG BLH DIKREDITKAN
e. Pasal 25
PEMBAYARAN YG DILAKUKAN WP SENDIRI.
f. Pasal 26 Ayat (5) TIDAK BOLEH DIKREDITKAN
PEMOTONGAN PAJAK ATAS PENGHASILAN YANG TIDAK BERSIFAT FINAL SANKSI ADMINISTRASI BERUPA BUNGA, DENDA DAN KENAIKAN PAJAK
PASAL 28 Ayat (1) dan (2)
CONTOH PENGHITUNGAN KREDIT PAJAK: PPh TERUTANG WP ORG PRIBADI
Rp 80.000.000,00
KREDIT PAJAK :
a. PPh YG DIPOTONG PEMBERI KERJA (PPh PSL. 21) b. PPh YG DIPUNGUT PIHAK LAIN (PPh PSL. 22) c. PPh YANG DIPOTONG PIHAK LAIN PPh PSL 23 (DARI MODAL) d. KREDIT PPh LUAR NEGERI (PPh PSL. 24) e. DIBAYAR SENDIRI OLEH WP (PPh PSL 25)
Rp 5.000.000,00
Rp 10.000.000,00
Rp 5.000.000,00 Rp 15.000.000,00
Rp 10.000.000,00
JUMLAH PPh YG DPT DIKREDITKAN
(Rp 45.000.000,00)
PPh YG MASIH HARUS DIBAYAR (Pasal 29)
Rp 35.000.000,00
67
Wajib pajak Orang pribadi atau badan
Tahun 2013
Tahun 2014
Kurang Dari 4,8 Milyar
Menggunakan Tarif 1%
Lebih dari 4,8 Milyar
Menggunakan Tarif progresif
MENGHITUNG PPH TERHUTANG UNTUK WP ORANG PRIBADI DAN WP BADAN DENGAN PERSYARATAN TERTENTU Wajib pajak orang pribadi dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak
Wajib pajak badan dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak
PPh terhutang dihitung dengan tarif yang bersifat FINAL adalah 1% (satu persen).
WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI YANG TIDAK MENGHITUNG PPH TERHUTANG BERDASARKAN TARIF FINAL 1%
menggunakan sarana atau prasarana yang dapat dibongkar pasang
menggunakan sebagian atau seluruh tempat untuk kepentingan umum yang tidak diperuntukkan bagi tempat usaha atau berjualan
MENENTUKAN PEREDARAN BRUTO KENA PAJAK • Peredaran bruto yang tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) ditentukan berdasarkan peredaran bruto dari usaha seluruhnya termasuk dari usaha cabang, tidak termasuk peredaran bruto dari berikut ini:
jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas
penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri;
penghasilan yang dikecualikan sebagai objek pajak
penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri;
JASA SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN BEBAS • Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris. • Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, dan penari. • Olahragawan. • Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator. • Pengarang, peneliti, dan penerjemah. • Agen iklan. • Pengawas atau pengelola proyek. • Perantara (makelar/calo). • Petugas penjaja barang dagangan. • Agen asuransi. • Distributor perusahaan pemasaran berjenjang (multilevel marketing) atau penjualan langsung (direct selling) dan kegiatan sejenis lainnya.
CONTOH MENENTUKAN PEREDARAN BRUTO KENA PAJAK • Informasi usaha PT. JAK pada tahun fiskal 2013 sebagai berikut: • Penjualan = Rp 4,778,000,000 • Pendapatan Bunga Jasa Giro = Rp 5,000,000 Total = Rp 4,803,000,000 • Berdasarkan informasi total penghasilan yang diterima PT. JAK dalam tahun 2013 sudah di atas 4.8 miliar. • Karena 25 juta berupa pendapatan jasa giro dan telah dikenakan PPh final oleh pihak bank, maka peredaran bruto yang diperhitungkan hanya Rp 4,778,000,000, sehingga masuk kriteria wajib pajak yang dikenakan PPh Final dengan tarif 1 %
TARIF PAJAK & DASAR PENGENAAN PAJAK • SIFATNYA FINAL • TARIF 1% (satu persen)
Tarif pajak
• Pengenaan Pajak Penghasilan didasarkan pada peredaran bruto dari usaha dalam 1 (satu) tahun dari Tahun Pajak terakhir sebelum Tahun Pajak yang bersangkutan
DPP
KETENTUAN DIKENAKAN TARIF 1% peredaran bruto kumulatif pada suatu bulan telah melebihi jumlah Rp4.800.000.000,00
peredaran bruto telah melebihi jumlah Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) pada suatu Tahun Pajak
Wajib Pajak tetap dikenai tarif Pajak Penghasilan yang telah ditentukan berdasarkan ketentuan sampai dengan akhir Tahun Pajak yang bersangkutan.
penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak pada Tahun Pajak berikutnya dikenai tarif Pajak Penghasilan berdasarkan ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan.
TARIF FINAL 1%
Tarif berdasarkan pasal 17
CONTOH
Wajib pajak
Wajib pajak Orang pribadi atau badan
Tahun 2013
Tahun 2014
Kurang Dari 4,8 Milyar
Menggunakan Tarif 1%
Lebih dari 4,8 Milyar
Menggunakan Tarif progresif
CARA MENGHITUNG?
peredaran bruto SETIAP BULAN
X
Tarif 1%
CONTOH: MENENTUAN PEREDARAN BRUTO • Roni adalah pedagang pecah belah dengan beberapa lokasi kegiatan usaha. Informasi dalam tahun 2013 : • peredaran usaha lokasi A adalah Rp. 75 juta ; • peredaran usaha lokasi B adalah Rp. 55 juta, dan • peredaran usaha lokasi C adalah Rp. 65 juta
CONTOH: MENENTUAN PEREDARAN BRUTO • Tahun fiskal 2012, pendapatan PT. ABC sebagai berikut: • Penjualan di Kantor Pusat = Rp 2,800,000,000 • Penjualan di Cabang Daan Mogot = Rp 1,200,000,000 • Penjualan di Cabang Pal Merah = Rp 1,795,000,000 Rp 5,795,000,000
• Total pendapatan PT ABC termasuk cabang melebihi 4.8 miliar, sehingga TIDAK memenuhi kriteria wajib pajak yang dikenakan PPh Final dengan tarif 1 persen.
CONTOH: PERHITUNGAN PEREDARAN BRUTO DIBAWAH 12 BULAN • CV ABC terdaftar sebagai Wajib Pajak sejak bulan Juli 2013. Peredaran bruto bulan Juli - Desember 2013 adalah Rp. 120.000.000,- (seratus dua puluh juta rupiah).
CONTOH: MENENTUKAN PEREDARAN BRUTO • Tahun fiskal 2012, data pendapatan Hartono Budhi, pemilik Minimarket UD Kencana dan Toko Bangunan UD Makmur, adalah sbb: • Penjualan Minimarket UD. Kencana = Rp 2,100,000,000 • Penjualan Toko Bangunan Minimarket = Rp 2,650,000,000 • Pendapatan dari Pekerjaan Bebas = Rp 250,000,000 Rp 5,000,000,000 • Total pendapatan Hartono Budhi melebihi 4.8 miliar dalam satu tahun fiskal. Peredaran bruto sebagai dasar pengenaan pajak adalah:
• Pendapatan dari pekerjaan bebas tidak dimasukkan sebagai bagian dari peredaran bruto yang akan dikenakan tarif final 1%
CONTOH: MENGHITUNG PPH TERHUTANG • Joko menjalankan usaha bengkel reparasi motor sekaligus menjual suku cadangnya. Joko telah terdaftar sebagai Wajib Pajak sejak tahun 2009 memiliki 2 buah bengkel yang berada di wilayah yang berbeda, yakni bengkel A terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) X dan bengkel B terdaftar di KPP Y. Berdasarkan pencatatannya selama tahun 2013 masing-masing bengkel tersebut memiliki peredaran bruto sebagai berikut: • Peredaran bruto bengkel A = Rp 100.000.000,00 • Peredaran bruto bengkel B = Rp 150.000.000,00
BAGAIMANA MENGHITUNG PPH TERHUTANG ? • Peredaran bruto yang dijadikan dasar penentuan tarif PPh yang bersifat final adalah jumlah peredaran bruto bengkel A dan bengkel B yakni sebesar Rp250.000.000,00 • Jumlah peredaran. bruto selama tahun 2013 kurang dari Rp4.800.000.000,00, maka atas penghasilan dari usaha yang diterima oleh Joko pada tahun 2014 dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final sebesar 1% (satu persen) dari peredaran bruto • Jika bulan Januari 2014, Joko memperoleh peredaran bruto dari bengkel A sebesar Rpl0,000.000 dan bengkel B sebesar Rpl5.000.000, maka:
FASILITAS PENGURANGAN TARIF PAJAK
(1) WAJIB PAJAK BADAN DALAM NEGERI DENGAN PEREDARAN BRUTO SAMPAI DENGAN Rp 50 MILYAR, MENDAPAT FASILI TAS BERUPA PENGURANGAN TARIF SEBESAR 50% DARI TARIF SEBAGAIMANA DIMAKSUD DALAM Psl 17 Ayat (1) huruf b, dan Ayat (2a) YANG DIKENAKAN ATAS PENGHASILAN KENA PAJAK DARI BAGIAN PEREDARAN BRUTO SAMPAI DENGAN Rp 4.800.000.000. (2) BESARNYA BAGIAN PEREDARAN BRUTO SEBAGAIMANA DI MAKSUD PADA AYAT (1) DAPAT DINAIKAN DENGAN PMK.
CONTOH MENGHITUNG PPH TERHUTANG MENGGUNAKAN FASILITAS •
•
•
Peredaran bruto PT X dalam tahun pajak 2009 sebesar Rp.30 Milyar dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp. 3 Milyar. Peredaran bruto PT X lebih dari Rp. 4,8 Milyar, maka yang mendapatkan fasilitas pengurang tarif dihitung secara proposional. Perhitungan PPh terhutang adalah:
FASILITAS PENGURANGAN TARIF PAJAK
1. Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas Rp. 4.800.000.000
x Rp. 3.000.000.000
= Rp. 480.000.000
- Rp. 480.000.000
= Rp. 2.520.000.000
Rp. 30.000.000.000 2. Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh fasilitas Rp. 3.000.000.000 PPh terhutang adalah: 1. (50% x 25%) x Rp. 480.000.000 =
Rp
60,000,000
2. 25% x Rp. 2.520.000.000
Rp
630,000,000
Rp
690,000,000
= Total PPh terhutang