PAJAK PENGHASILAN Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan
SIAPA SUBJEK PAJAK?
ORANG PRIBADI 1. Warisan yang berlum terbagi 2. Usaha dagang 3. Profesional (Dokter, Arsitek, Pengacara, Konsultan, dll) BADAN 1. CV/Firma, PT 2. Koperasi 3. Asosiasi, Parpol, Perkumpulan BENTUK USAHA TETAP (Badan/orang Pribadi yang tidak berkedudukan atau bertempat tinggal di Indonesia)
Pembagian Subjek Pajak
Subjek Pajak Dalam Negeri Subjek Pajak Luar Negeri
1
Subjek Pajak Dalam Negeri
Orang Pribadi (OP) yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau OP yang berada di Indonesia dan berniat tinggal di Indonesia;
Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia;
Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak.
Kriteria Subjek Pajak Luar Negeri 1.
2.
Orang Pribadi yang tidak bertempat tinggal/ berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan/berkedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia;
3.
Orang Pribadi yang tidak bertempat tinggal/berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan
4.
badan yang tidak didirikan/berkedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia.
BUKAN SUBJEK PAJAK
BADAN PERWAKILAN NEGARA ASING
PEJABAT PERWAKILAN DIPLOMATIK, KONSULAT, ATAU PEJABAT‐ PEJABAT ASING, DAN ORANG‐ORANG YANG DIPERBANTUKAN DENGAN SYARAT BUKAN WARGA NEGARA INDONESIA
ORGANISASI‐ORGANISASI INTERNASIONAL YANG DITETAPKAN OLEH MENTERI KEUANGAN DENGAN SYARAT:
PEJABAT‐PEJABAT PERWAKILAN ORGANISASI INTERNASIONAL YANG DITETAPKAN DENGAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN DENGAN SYARAT BUKAN WARGA NEGARA INDONESIA DAN TIDAK MENJALANKAN KEGIATAN LAIN UNTUK MEMPEROLEH PENGHASILAN DI INDONESIA
2
Taxable Income Pasal 4 ayat 1 UU No. 36 Tahun 2008
Penentuan Penghasilan Sebagai Objek Pajak
Penghasilan Dikenakan pajak Final Pasal 4 ayat 2 UU no. 36 tahun 2008
Penghasilan Tidak dikenakan Pajak Final Non Taxable Income Pasal 4 ayat 3 UU No. 36 Tahun 2008
Definsi Penghasilan Sebagai OBJEK PAJAK: Pasal 4 ayat 1 1.
2.
3.
4.
KENAIKAN MANFAAT EKONOMI (UANG ATAU SELAIN UANG) SELAMA SATU PERIODE AKUNTANSI (SATU TAHUN ATAU BAGIAN TAHUN) APAKAH DARI INDONESIA ATAU DARI LUAR INDONESIA DAPAT MENAMBAH KEKAYAAN/KEMAMPUAN EKONOMIS
PENGELOMPOKKAN PENGHASILAN 1.
PENGHASILAN DALAM HUBUNGAN KERJA DAN PEKERJAAN BEBAS
2.
PENGHASILAN DARI USAHA DAN KEGIATAN
3.
PENGHASILAN DARI MODAL
4.
PENGHASILAN LAIN
3
OBJEK PAJAK PENGHASILAN (Pasal 4 ayat 1) 1.
2. 3. 4.
penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang‐undang ini; hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan; laba usaha; keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta
OBJEK PAJAK PENGHASILAN (Pasal 4 ayat 1) 5.
6. 7.
8. 9. 10. 11.
penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak; bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang; dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi; royalti atau imbalan atas penggunaan hak; sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; penerimaan atau perolehan pembayaran berkala keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
OBJEK PAJAK PENGHASILAN (Pasal 4 ayat 1) 12. 13. 14. 15.
16. 17. 18.
19.
keuntungan selisih kurs mata uang asing; selisih lebih karena penilaian kembali aktiva; premi asuransi; iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas; tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak; penghasilan dari usaha berbasis syariah; imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang‐ Undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan surplus Bank Indonesia.
4
OBJEK PAJAK PENGHASILAN pengenaan pajaknya FINAL: Pasal 4 ayat 2 1.
2. 3.
4.
5.
penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi; penghasilan berupa hadiah undian; penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura; penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan; dan penghasilan tertentu lainnya
Tarif Pajak Final (Pasal 4 ayat 2) No.
Jenis Penghasilan
DPP / Tarif Pajak
1.
Penghasilan Bunga Deposito, Termasuk Simpanan pada Bank Dalam Negeri yang Memiliki Cabang di Luar Negeri
Jumlah Burto /20%
2.
Penghasilan Bunga Tabungan, Jasa Giro, dan Diskonto Sertifikat Bank Indonesia
Jumlah Bruto / 20%
3.
Penghasilan Berupa Hadiah
Jumlah Bruto 25%
4.
Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan atau Bangunan
Jumlah bruto 5%
5.
Penghasilan Sewa Tanah dan/atau Bangunan
Jumlah Bruto/10%
Tarif Pajak Final (Pasal 4 ayat 2) No. 6.
Jenis Penghasilan Penghasilan yang Diterima/Diperoleh dari Transaksi Penjualan Saham di Bursa Efek
DPP / Tarif Pajak 1.
2.
7.
Bunga Simpanan yang Dibayarkan oleh Koperasi kepada Anggota Koperasi Orang Pribadi lebih dari Rp. 240.000
Nilai Transaksi /0,1% bukan saham pendiri Nilai Transaksi/(0,1% dari nilai transaksi + 0,5% dari nilai transaksi) untuk saham pendiri
Jumlah Bruto / 10%
5
Tarif Pajak Final (Pasal 4 ayat 2) No.
Jenis Penghasilan
DPP / Tarif Pajak
8.
Usaha Jasa Konstruksi Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang Memiliki Kualifikasi Usaha Kecil.
Penghasilan Bruto/2%
9.
Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang Memiliki Kualifikasi Usaha Kecil.
Penghasilan Bruto/4%
10.
Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa selain penyedia Jasa yang memiliki Kualifikasi Usaha Kecil dan penyedia Jasa yang tidak Memiliki Kualifikasi Usaha.
Penghasilan Bruto/3%
11.
Penghasilan Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang Memiliki Bruto/4% Kualifikasi Usaha. Penghasilan Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Bruto/6% Konstruksi yang dilakukan oleh penyedia Jasa yang Tidak Memiliki Kualifikasi Usaha
12.
BUKAN OBJEK PAJAK PENGHASILAN (Pasal 4 ayat 3) 1.
2.
bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah. harta hibahan yang diterima oleh: • •
keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak‐pihak yang bersangkutan;
BUKAN OBJEK PAJAK PENGHASILAN (Pasal 4 ayat 3) 3. 4.
5.
Warisan harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal; penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit)
6
BUKAN OBJEK PAJAK PENGHASILAN (Pasal 4 ayat 3) 6.
7.
pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa; dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat: a. dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan b. bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor;
BUKAN OBJEK PAJAK PENGHASILAN (Pasal 4 ayat 3) 8.
9.
10.
11.
iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai; penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun dalam bidang‐bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan; bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham‐saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif; penghasilan yang diterima atau modal ventura
BUKAN OBJEK PAJAK PENGHASILAN (Pasal 4 ayat 3) 12.
13.
beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan
7
BUKAN OBJEK PAJAK PENGHASILAN (Pasal 4 ayat 3) bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
14.
Biaya Fiskal (Deductible Expense) Pasal 6 ayat 1 Biaya Fiskal: Biaya yang mengacu pada Peraturan perpajakan Pasal 6 ayat 1 Bukan Biaya Fiskal Non Deductible Expense Pasal 9 ayat 1
Biaya Fiskal (deductible expense): BIAYABIAYABIAYA YANG BOLEH DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO (Pasal (Pasal 6 ayat 1)
biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha, antara lain:
1. a. b.
c. d. e. f. g. h.
biaya pembelian bahan; biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang bunga, sewa, dan royalti; biaya perjalanan; biaya pengolahan limbah; premi asuransi; biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; biaya administrasi; dan
8
BIAYABIAYA-BIAYA YANG BOLEH DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO (Pasal (Pasal 6 ayat 1) penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 11A iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan; kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan; kerugian selisih kurs mata uang asing; biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia; biaya beasiswa, magang, dan pelatihan;
2.
3. 4.
5. 6. 7.
BIAYABIAYA-BIAYA YANG BOLEH DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO (Pasal (Pasal 6 ayat 1) 8.
piutang yang nyata‐nyata tidak dapat ditagih dengan syarat: telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial; b. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak; dan telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara; c. atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan; atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu; d. syarat sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku untuk penghapusan piutang tak tertagih debitur kecil a.
BIAYABIAYA-BIAYA YANG BOLEH DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO (Pasal (Pasal 6 ayat 1) 9.
10.
11. 12.
sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; dan
9
Biaya Fiskal (deductible expense): BIAYABIAYABIAYA YANG BOLEH DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO Untuk Biaya Entertainment HARUS DIDUKUNG DENGAN DOKUMENTASI MEMADAI DAN DAFTAR NOMINATIF YANG MEMUAT INFORMASI: 1. Nomor urut 2. Tanggal diberikan 3. Nama/tempat entertainment diberikan 4. Alamat entertainment 5. Jenis entertainment 6. Jumlah 7. Relasi, nama, posisi,nama perusahaan dan jenis usaha
PERLAKUAN ATAS PENGELUARAN YANG BERKAITAN DENGAN HANDPHONE dan KENDARAAN PERUSAHAAN (KEP. DJP No. KEP-220/PJ./2002, tanggal 18 April 2002) 1.
Handphone a. Cost diakui 50%, disusutkan sebagai aktiva Kelompok I b. Abonemen, Pulsa (voucher isi ulang), dan Perbaikan dibebankan 50% pada tahun pengeluaran
2.
Bus/Minibus untuk Antar Jemput Karyawan a. Cost (termasuk perbaikan besar) diakui 100%, disusutkan sebagai aktiva Kelompok II b. Pemeliharaan rutin dibebankan seluruhnya pada tahun pengeluaran
3.
Sedan/Sejenisnya untuk Pegawai dengan Jabatan/Pekerjaan Tertentu a. Cost (termasuk perbaikan besar) diakui 50%, disusutkan sebagai aktiva Kelompok II b. Pemeliharaan rutin dibebankan 50% pada tahun pengeluaran
Biaya Fiskal (deductible expense): BIAYABIAYABIAYA YANG BOLEH DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO Untuk Biaya Penyusutan (Pasal 11)
Infomasi penting untuk menghitung penyusutan berdasarkan pajak adalah: {
{ {
{
Penyusutan dalam peraturan perpajakan ditentukan berdasarkan tarif sesuai dengan metode penyusutan yang di pilih Tarif penyusutan berdasarkan pengelompokkan barang yang diatur dalam peraturan perpajakan. Penyusutan dengan menggunakan saldo menurun, nilai sisa pada akhir masa masa manfaat harus disusutkan sekaligus. Penyusutan dimulai pada bulan dimana barang tersebut siap untuk di pakai.
10
TARIF & METODE PENYUSUTAN
Contoh Menghitung Biaya Penyusutan Metode Penyusutan Straight Line Harga Perolehan 100,000,000 Tahun Penyusutan Tarif Penyusutan Penyusutan per Tahun Akumulasi Penyusutan Nilai Buku 2009 25% 12,500,000 12,500,000 87,500,000 2010 25% 25,000,000 37,500,000 62,500,000 2011 25% 25,000,000 62,500,000 37,500,000 2012 25% 25,000,000 87,500,000 12,500,000 2013 25% 12,500,000 100,000,000 Total 100,000,000
Kompensasi Kerugian
PT A dalam tahun 2009 menderita kerugian fiscal sebesar Rp. 1.200.000.000 (satu miliar dua ratus juta rupiah). Dalam 5 (lima) tahun berikutnya laba rugi fiscal PT A sebagai berikut: { { { { {
2010 2011 2012 2013 2014
: : : : :
laba fiskal Rp. 200.000.000 rugi fiskal Rp.(300.000.000) laba fiskal Rp. Nihil laba fiskal Rp. 100.000.000 laba fiskal Rp. 800.000.000
11
Kerugian Yang Dapat Dikompensasi
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) (Pasal 7) No. Keterangan 1. Untuk diri Wajib Pajak Orang Pribadi 2. 3.
4.
Jumlah Rp. 15.840.000 (lima belas juta delapan ratus empat puluh ribu rupiah) Rp 1.320.000,00 (satu juta tiga ratus dua puluh ribu Rp 1.320.000,00 (satu juta tiga ratus rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin; dua puluh ribu rupiah) Tambahan untuk seorang isteri yang Rp 15.840.000,00 (lima belas juta penghasilannya digabung dengan penghasilan delapan ratus empat puluh ribu rupiah) suami Tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah Rp 1.320.000,00 (satu juta tiga ratus dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus dua puluh ribu rupiah) serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.
Hubungan Sedarah dan Semenda Sebagai Syarat Mendapatkan PTKP
Wajib Pajak
Semenda
Sedarah
LURUS SATU DERAJAT • Orang Tua • Anak Kandung
KESAMPING SATU DERAJAT • Saudara Kandung
LURUS SATU DERAJAT • Mertua • Anak Tiri • Anak angkat
KESAMPING SATU DERAJAT • Ipar
12
ISTILAH DALAM PTKP
TK/0 adalah tidak kawin dan tidak mempunyai tanggungan TK/1 adalah tidak kawin dan mempunyai satu tanggungan TK/2 adalah tidak kawin dan mempunyai dua tanggungan K/1 adalah kawin dan mempunyai satu tanggunan K/2 adalah kawin dan mempunyai dua tanggunan K/3 adalah kawin dan mempunyai tiga tanggunga K/i/1 adalah kawin, isteri mempunyai penghasilan yang digabung dengan penghasilan suami PH adalah wajib pajak kawin dan pisah harta dan penghasilan HB adalah wajib pajak kawin yng telah hidup berpisah ditambah banyak tanggungan yang mendapakan pengurangan PTKP
Bukan Biaya Fiskal: Tidak Boleh Mengurangi Penghasilan Bruto (non deductible exepense)- Pasal 9 ayat 1 1.
2.
3.
pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen, termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi; biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota; pembentukan atau pemupukan dana cadangan
Boleh Mengurangi Penghasilan Bruto (non deductible exepense) - Pasal 9 ayat 1 4.
5.
premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan; penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
13
Boleh Mengurangi Penghasilan Bruto (non deductible exepense) - Pasal 9 ayat 1 6.
jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan;
Biaya Yang Tidak Boleh Mengurangi Penghasilan Bruto (non deductible exepense) - Pasal 9 ayat 1 7.
8. 9.
harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan huruf i sampai dengan huruf m serta zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah; Pajak Penghasilan; biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya;
Biaya Yang Tidak Boleh Mengurangi Penghasilan Bruto (non deductible exepense) - Pasal 9 ayat 1 10. 11.
12.
gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham; sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundangundangan di bidang perpajakan. Pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun tidak dibolehkan untuk dibebankan sekaligus, melainkan dibebankan melalui penyusutan atau amortisasi
14
Biaya Yang Tidak Boleh Mengurangi Penghasilan Bruto (non deductible exepense) untuk Bukan Biaya Lainnya 1. 2. 3.
4. 5.
Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang bukan merupakan objek pajak Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang dikenakan pajak berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan Neto Pajak Penghasilan yang ditanggung oleh pemeberi penghasilan Kerugian dari harta atau utang yang tidak dimiliki dan tidak dipergunakan dalam usaha atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang merupakan objek pajak.
Penggabungan Penghasilan Untuk Keluarga – Pasal 8
berdasarkan Undang‐Undang PPh menempatkan keluarga sebagai satu kesatuan ekonomis, artinya penghasilan atau kerugian dari seluruh anggota keluarga digabungkan sebagai satu kesatuan yang dikenai pajak dan pemenuhan kewajiban pajaknya dilakukan oleh kepala keluarga.
Pemenuhan kewajiban pajak tersebut dilakukan secara terpisah
Penghasilan isteri diperoleh semata-mata dari satu pemberi kerja dan Penghasilan isteri tersebut berasal dari pekerjaan yang tidak ada hubungannya dengan usaha atau pekerjaan bebas suami atau anggota keluarga lainnya.
15
Penghitungan pajaknya dilakukan secara proposional
suami‐isteri telah hidup berpisah berdasarkan putusan hakim; dikehendaki secara tertulis oleh suami‐ isteri berdasarkan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan; atau dikehendaki oleh isteri yang memilih untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sendiri.
Penghasilan Anak Yang Belum Dewasa
penghasilan anak yang belum dewasa dari mana pun sumber penghasilannya dan apa pun sifat pekerjaannya digabung dengan penghasilan orang tuanya dalam tahun pajak yang sama. Yang dimaksud dengan “anak yang belum dewasa” adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah menikah.
PENGGUNAAN NORMA PENGHITUNGAN Pasal 14 ayat (2), (3) dan (4)
Norma Penghitungan Penghasilan Neto HANYA WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI SYARAT
* Peredaran bruto dalam satu tahun kurang dari Rp 4.800.000.000,00 * Memberitahukan kepada Dirjen Pajak dalam jangka waktu 3 bulan pertama dari Tahun Pajak Ybs. Apabila tidak memberitahukan, dianggap memilih Pembukuan * Wajib menyelenggarakan Pencatatan
16
Contoh Menghitung PPh Terhutang WP Orang Pribadi dengan Menggunakan Norma Dr. Naek Ang Khot berstatus kawin dan mempunyai 3 (tiga) orang anak, bertempat tinggal di Jakarta yang juga memiliki industri rotan di Cirebon. Penghasilan selama tahun 2009 ‐ Peredaran Usaha dari Industri Rotan (setahun) di Cirebon=Rp. 200.000.000,00 ‐ Penerimaan bruto sebagai dokter (setahun) di Jakarta = Rp. 72.000.000,00 Penghasilan neto dihitung sebagai berikut : ‐Dari industri rotan : 12,5% X Rp. 200.000.000,00 ‐Sebagai dokter : 45% X Rp. 72.000.000,00 Jumlah penghasilan Neto
=Rp. 25.000.000,00 =Rp. 32.400.000,00 Rp. 57.400.000,00
Penghasilan Kena Pajak = Penghasilan Neto dikurangi PTKP = Rp. 57.400.000,00 ‐ Rp. 21.120.000,00 = Rp. 36.280.000,00 Pajak penghasilan yang terutang : ‐5% X Rp. 36.280.000,00 = Rp. 1.814.000,00 Catatan : a. Angka 12,5% untuk industri rotan, (kode 33100) b. Angka 45% sebagai dokter, (kode 93213) c. Istri tidak punya penghasilan.
Bagi Wajib Pajak dalam negeri yang menyelenggarakan pembukuan dihitung dengan contoh sebagai berikut Peredaran Bruto
Rp
6,000,000,000
dan memelihara penghasilan
Rp
(5,400,000,000)
Laba Usaha (Penghasilan Neto Usaha)
Rp
600,000,000
Rp
50,000,000
Rp
(30,000,000)
Biaya untuk mendapatkan, menagih,
Penghasilan lainnya Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan lainnya
Rp
20,000,000
Jumlah seluruh penghasilan neto Kompensasi kerugian
Rp Rp
620,000,000 (10,000,000)
Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak Badan PTKP (K/2) Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak Orang Pribadi
Rp Rp Rp
610,000,000 (19,800,000) 590,200,000
Definisi Penghasilan Kena Pajak
Penghasilan Kena Pajak merupakan dasar penghitungan untuk menentukan besarnya Pajak Penghasilan yang terutang Bagi Wajib Pajak dalam negeri pada dasarnya terdapat dua cara untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak, yaitu penghitungan dengan cara biasa dan penghitungan dengan menggunakan Norma Penghitungan.
17
Tarif Pajak Atas Penghasilan Kena Pajak Untuk WPOP – Pasal 17 Lapisan Penghasilan Kena Pajak
Tarif Pajak
sampai dengan Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)
5% (lima persen)
di atas Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah)
15% (lima belas persen)
di atas Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
25% (dua puluh lima persen)
di atas Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
30% (tiga puluh persen)
Tarif Pajak Atas Penghasilan Kena Pajak Untuk WP Badan – Pasal 17
Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebesar 28% (dua puluh delapan persen) sebelum tahun 2009 dan menjadi 25% (dua puluh lima persen) yang mulai berlaku sejak tahun pajak 2010.
CONTOH PENERAPAN TARIF 1. WP A (ORANG PRIBADI) PENGHASILAN KENA KENA PAJAK Rp 600.000.000. PAJAK PENGHASILAN TERUTANG : ‐ s/d Rp 50.000.000.‐ 5% = Rp 2.500.000.‐ ‐ Rp 200.000.000.‐ 15% = Rp 30.000.000. ‐ Rp 250.000.000.‐ 25% = Rp 62.500.000.‐ ‐ Rp 100.000.000.‐ 30% = Rp 30.000.000.‐ J JU M L A H = Rp 125.000.000. 2. WAJIB PAJAK BADAN : PT ANTARIKSA, PENGHASILAN NETO 2009 = Rp 1.250.000.000. PPh Terutang 28% x Rp 1.250.000.000. = Rp 350.000.000.
18
Hubungan Istimewa – Pasal 18
Wajib Pajak mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak langsung paling rendah 25% (dua puluh lima persen) pada Wajib Pajak lain; hubungan antara Wajib Pajak dengan penyertaan paling rendah 25% (dua puluh lima persen) pada dua Wajib Pajak atau lebih; atau hubungan di antara dua Wajib Pajak atau lebih yang disebut terakhir. Wajib Pajak menguasai Wajib Pajak lainnya atau dua atau lebih Wajib Pajak berada di bawah penguasaan yang sama baik langsung maupun tidak langsung; atau terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis keturunan lurus dan/atau ke samping satu derajat.
PELUNASAN PAJAK DILAKUKAN MELALUI: ‐ PEMOTONGAN DAN PEMUNGUTAN OLEH PIHAK LAIN ‐WAJIB PAJAK SENDIRI
‐ DILAKUKAN SETIAP BULAN ATAU MASA LAIN YANG DITETAPKAN OLEH MENKEU
MERUPAKAN PAJAK YANG DAPAT DIKREDITKAN TERHADAP PPh YG TERUTANG UNTUK SATU TAHUN PAJAK YBS, KECUALI PENGHASILAN YG PENGENAANNYA BERSIFAT FINAL
Pajak Penghasilan Kurang/Lebih Bayar Untuk WPOP
19
Pajak Penghasilan Kurang/Lebih Bayar Untuk WP OP dengan Norma
Pajak Penghasilan Kurang/Lebih Bayar Untuk WP Badan
JENIS-JENIS PEMBAYARAN PPh YANG DAPAT DIKREDITKAN BAGI WPDN/BUT a. Pasal 21
b. Pasal 22 c. Pasal 23
PEMOTONGAN PAJAK ATAS PENGHASILAN DARI PEKERJAAN,JASA, DAN KEGIATAN LAIN PEMUNGUTAN PAJAK ATAS PENGHASILAN DARI KEGIATAN DIBIDANG IMPOR ATAU KE GIATAN USAHA DIBIDANG LAINNYA PEMOTONGAN PAJAK ATAS PENGHASILAN BERUPA DEVIDEN, BUNGA, SEWA, ROYALTY, HADIAH, DAN PENGHARGAAN & IMBALAN JASA LAINNYA .
d.Pasal 24
PAJAK YG DIBAYAR ATAU TERUTANG ATAS PENGHASILAN DARI LN YG BLH DIKREDITKAN
e. Pasal 25
PEMBAYARAN YG DILAKUKAN WP SENDIRI.
f. Pasal 26 Ayat (5) TIDAK BOLEH DIKREDITKAN
PEMOTONGAN PAJAK ATAS PENGHASILAN YANG TIDAK BERSIFAT FINAL SANKSI ADMINISTRASI BERUPA BUNGA, DENDA DAN KENAIKAN PAJAK
PASAL 28 Ayat (1) dan (2)
20
Fasilitas Pengurangan Tarif Pajak – Pasal 31E
Peredaran bruto PT Y dalam tahun pajak 2009 sebesar Rp. 4,5 Milyar dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp. 500 juta. Karena peredaran bruto kurang dari Rp. 4,8 Milyar, sehingga tarif pajak yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak tersebut adalah 50% dari tarif Pajak Penghasilan yang berlaku. Perhitungan PPh terhutang adalah:
Penghasilan Kena Pajak Rp 4,50 ,0 0,0 0 Tarif PPh yang berlaku
25% x50%
PPh terhutang
Rp562,50 ,0 0
Fasilitas Pengurangan Tarif Pajak
Peredaran bruto PT X dalam tahun pajak 2009 sebesar Rp.30 Milyar dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp. 3 Milyar. Karena peredaran bruto PT X lebih dari Rp. 4,8 Milyar, maka yang mendapatkan fasilitas pengurang tarif dihitung secara proposional. Perhitungan PPh terhutang adalah:
Fasilitas Pengurangan Tarif Pajak Penghasilan Kena Pajak
Rp
Tarif PPh yang berlaku
4,500,000,000 25% x 50%
PPh terhutang
Rp562,500,000
1. Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas Rp. 4.800.000.000
x Rp. 3.000.000.000
= Rp. 480.000.000
Rp. 30.000.000.000 2. Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh fasilitas Rp. 3.000.000.000
- Rp. 480.000.000
= Rp. 2.520.000.000
PPh terhutang adalah: 1. (50% x 25%) x Rp. 480.000.000 =
Rp
60,000,000
2. 25% x Rp. 2.520.000.000
Rp
630,000,000
Total PPh terhutang Rp
690,000,000
=
21